NURLAILA SYAHIDAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34612... · 2017-04-20 ·...
Transcript of NURLAILA SYAHIDAHrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34612... · 2017-04-20 ·...
NURLAILA SYAHIDAH
PENERAPAN HADIS KESERTAAN MAHRAM
PADA SAFAR PEREMPUAN
(STUDI KASUS KESERTAAN MAHRAM PADA HAJI DAN UMRAH)
Penerbit
Judul :
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan
(Studi Kasus Kesetaraan Mahram pada Haji dan Umrah)
Penulis :
Nurlaila Syahidah
Cover dan Layout :
Toto Tohari
Cetakan Pertama, April2017
Diterbitkan oleh :
CV Pustaka Sedayu
Jl. Aria Putra Gg. H. Betong Rt.007/018 Kel. Kedauang
Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan
ISBN :
978-602-70368-2-1
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta :
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak
atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini ke dalam
bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk
fotokopi, merekam, atau dengan teknik perekam lainnya, tanpa
izin tertulis dari Penerbit. Undang-undang No 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta, Bab XII Ketentuan Pidana, Pasal 72, Ayat
(1), (2), dan (6)
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan| iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillȃhi biniʻmati tatimmu al-Sȃliẖȃt, ungkapan
syukur tiada terhingga kehadirat Rabbul „alamin… yang telah
memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga penelitian
ini dapat diselesaikan.
Tulisan ini membincangkan tentang implementasi atau
praktek hadis kesertaan mahrampada perjalanan jama‟ah haji dan
umrah perempuan. Kajian ini penting untuk dilakukan karena
animo atau keinginan masyarakat untuk melaksanakan ibadah
haji semakin tinggi, dengan antrian keberangkatan yang cukup
panjang. Sehingga sebagian besar dari mereka memilih umrah
sebagai salah satu solusi untuk segera sampai ke baitullah. Maka
semakin menjamur pula badan-badan swasta yang bergerak
dibidang pelaksanaan haji dan umrah. Dengan demikian,
muncullah kasus-kasus yang berhubungan dengan kegiatan haji
dan umrah yang perlu dikaji untuk memberikan atau menawarkan
solusi kepada badan yang berwenang mengeluarkan kebijakan
terkait masalah haji dan umrah. Dalam tulisan ini akan dibahas
lebih focus kepada permasalahan praktek kesertaan mahrambagi
jama‟ah haji dan umrah perempuan.
Kegiatan haji dan umrah berhubungan dengan beberapa
badan resmi. Yakni kedutaan Arab Saudi, badan pengawas
kegiatan haji dan umrah Arab Saudi, kemetrian Agama dan agen
perjalanan haji dan umrah. Untuk di Indonesia kementrian
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | iv
Agama sebagai badan tertinggi pengawas sekaligus pelaksana
kegiatan haji dan juga sebagai pengamat kegiatan umrah.
Sedangkan untuk pelaksana kegiatan umrah, sepenuhnya
diserahkan kepada badan-badan swasta.
Sebagai badan tertinggi, kemetrian Agama memiliki
wewenang mengeluarkan kebijakan dan peraturan terkait
pelaksanaan kegiatan haji dan umrah Indonesia. Peraturan dan
perundang-undangan juga dapat diamandemen oleh kementrian
Agama pada bagian direktorat jendral pelaksanaan haji dan
umrah. Segala peraturan dan perundang-undangan yang
dikeluarkan oleh kementrian Agama berkenaan dengan persiapan
dan pelaksanaan kegaiatn haji dan umrah, harus diikuti oleh
badan-badan swasta dalam melaksanakan kegaitan haji dan
umrah.
Badan-badan swasta pelaksana kegiatan haji dan umrah
harus memiliki izin resmi dari kemetrian Agama dan badan
swasta pengawas kegiatan haji dan umrah Arab Saudi. Sebelum
memiliki izin operasional badan swasta juga harus mencapai
persyaratan-persyaratan untuk menjadi badan resmi pelaksana
kegaitan haji dan umrah. Selain itu, badan swasta juga harus
menjalin kerja sama dengan beberapa badan pelaksana kegiatan
haji dan umrah Arab Saudi.
Pembahasan hadis kesertaan mahram pada safar haji dan
umrah jama‟ah perempuan, mempunyai nilai tersendiri. Hal ini
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | v
dibahas secara khusus karena didalam Islam perempuan
dihormati dan dijaga keamanannya. Sehingga redaksi hadis-hadis
tentang kesertaan mahram ini, ada yang bersifat umum untuk
setiap perjalana bagi perempuan. Adanya perintah ini, bukan
menjadi suatu pengekangan terhadap perempuan. Akan tetapi
untuk memulyakan dan menghormati perempuan dari keamana
keadaan yang ada disekitarnya. Hal tersebut terlihat pada redaksi
matan hadis, ada yang menyatakan secara terperinci siapa saja
yang hendaknya menemani perempuan dalam safar. Selain itu,
ada juga redaksi hadis yang menyebutkan rentang waktu
hendaknya seorang perempuan disertai mahram dalam safar nya.
Dari sekian banyak redaksi hadis tentang kesertaan
mahrampada safar perempuan, menimbulkan banyak pula
pandangan penafsiran para ulama tentang maksud pesan yang
ditunjukkan oleh hadis. Dengan kompleknya penafsiran yang ada,
akan semakin memudahkan menganalisa praktek kesertaan
mahramyang dilaksanakan oleh kementrian Agama dan badan-
badan pelaksana kegiatan haji dan umrah. Maka pembahasan
tentang kesertaan mahrampada pelaksanaan haji dan umrah bagi
jama‟ah perempuan disajikan pada bab-bab selanjutnya.
Selesainya penelitian dan penulisan sederhana ini tentu
saja tidak lepas dari motivasi, partisipasi dan do‟a dari berbagai
pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin
menghaturkan ucapan Terima Kasih kepada berbagai pihak yang
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | vi
telah berperan dan berpartisipasi dalam penulisan dan penelitian
ini.
Pertama penulis mengucapkan Terima Kasih kepada para
guru dan dosen, teruama Dr. Atiyatul Ulya, M.A. selaku Ketua
Program Magister (S2) Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta dan
sekaligus sebagai dosen pembimbing penulisan tesis ini yang
selalu memberikan motivasi, arahan, bimbingan, kritik dan
koreksi terhadap proses penulisan dan penelitian karya ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada tim penguji;Prof.
Dr. Masri Mansoer, M.A., Dr. Fuad Thohari, M.A., Dr.
Bustamin, M.Si. dan Maulana, M.A. yang telah memberikan
masukan dan kritik untuk perbaikan tesis ini.
Kepada kedua orang tua ayahanda tercinta H. Halimi
(alm.)- ibunda Asminah dan abah Rubayah (alm.)- ibunda Hj. Siti
Mukminah yang selalu mendo‟akan dan memberi motivasi
kepada penulis demi kesuksesan studi ini dengan ucapan Terima
Kasih dan rasa Syukur yang tak terhingga Kepada Allah SWT.
Terima Kasih juga penulis sampaikan kepada suami
tercinta Moh. Isma‟il Marzuqi, S.Pd.I yang selalu setia
menemani, menjadi mitra berdiskusi dan memotivasi dalam suka
maupun duka. Demikian pula kepada saudara-saudaraku
tersayang: Umi Istiqamah, Nur Qamariyah, Zulkifli dan Rahmat
Santoso, S.E. yang selalu memberikan support dan motivasi
kepada penulis hingga terselesainya studi dan penulisan ini.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | vii
Kepada para guru, kiyai, ustaz keluarga besar Pesantren
al-Qur‟an Nur Medina ustz. H. Endang Husna Hadiawan, S.Ag
dan ibu Hj. Arbiyah Mahfuz, S.Th.I, S.Q. yang menjadi orang tua
dan sahabat diperantauan.Teman-temanku keluarga besar
Pesantren Yatim Cahaya Madinah dan teman-teman yang lain
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Merekalah yang
menjadi mitra penulis dalam berdiskusi dan banyak berpartisipasi
sehingga terselesainya penulisan ini.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | viii
ABSTRAK
Safar ditafsirkan oleh para ulama dengan penafsiran yang
berbeda-beda sesuai dengan latar belakang masing-masing ulama.
Untuk safar haji dan umrah memiliki titik focus pembahasan
tersendiri. Yakni berangkat dari berbagai kasus aturan kesertaan
mahram yang diterapkan oleh badan-badan pelaksana haji dan
umrah untuk jama‟ah perempuan. Hal ini dikarenakan semakin
tingginya animo masyarakat untuk berangkat ke tanah suci.
Didukung dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah Arab Saudi tentang keharusan kesertaan mahram,
bagi setiap perempuan yang berkunjung kesana. Untuk memenuhi
kebijakan dan peraturan tersebut, badan-badan pelayanan ibadah
haji dan umrah semakin disibukkan dengan hal-hal yang dapat
memenuhi persyaratan dan peraturan yang ditetapkan oleh
pemerintah Arab Saudi. Seperti adanya kebijakan membayar
uang maẖram bagi jama‟ah perempuan yang berusia kurang dari
40 tahun. Apakah cara yang dilakukan untuk memenuhi
persyaratan yang ditetapkan pemerintah Arab Saudi tersebut,
telah sesuai dengan syari‟at dan benar-benar telah mencapai
maqâsid al-Syarîʻah.
Untuk mendapatkan data-data dari kasus atau masalah
yang diteliti, penulis membatasi penelitian hadis pada kutûb al-
Tisʻah. Metodepengumpulan data dengan studi lapangan dan studi
pustaka (Library Riserch). Yakni dengan metode wawancara
langsung kepada badan-badan pelaksana kegiatan haji dan umrah,
jama‟ah haji dan umrah perempuan serta kepada personal-
personal tertentu yang berkaitan dengan pengurusan kegiatan haji
dan umrah. Selain itu, didukung dengan data-data yang didapat
dari kitab-kitab turatshadits dan fiqh agar mendapatkan dasar-
dasar teori yang berkenaan dengan ruang lingkup hadits dan fiqh.
Sehingga informasi penerapan kesertaan mahramdapat dianalisis
dengan baik berdasarkan dasar-dasar teori yang diungkapkan oleh
para ulama.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | ix
Pada penelitian ini, penulis menemukan bahwa penerapan
hadis kesertaan maẖramoleh Kementerian Agama dan biro
wisata, berdasarkan pada peraturan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Arab Saudi. Kementerian Agama dan biro wisata
hanya mengikuti, terlepas dari pemaham terhadap hadis kesertaan
maẖram. Ketetapan Pemerintah Arab Saudi yakni kewajiban bagi
jama‟ah perempuan untuk disertai maẖram berdasarkan pada
pendapat imam Hanafi dan Imam Aẖmad. Sedangkan penerapan
kesertaan maẖram oleh Kementerian Agama disatu sisi
mengikuti pendapat imam Hanafi dan imam Aẖmad, disisilain
mengikuti pendapat Imam Syafiʻi dan imam Malik yakni jika
tidak ada maẖramnasab dan maẖrampernikahan dapat digantikan
dengan maẖram rombongan. Sedangkan kebijakan membayar
uang maẖrambagi jama‟ah umrah perempuan oleh biro wisata
bukan kebijakan dari Pemerintah Arab Saudi dan tidak termasuk
dalam syariʻat.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | x
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf
dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Dalam penulisan tesis ini,
transliterasi Arab-Latin mengacu pada buku “Pedoman Penulisan
Skripsi, Tesis, dan Disertasi Universitas Islam Negeri (UIN)
Jakarta” secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan أ
b Be ة
t Te د
ts te dan es س
J Je ط
h h dengan garis bawah ػ
kh ka dan ha ؿ
d De د
dz de dan zet ر
r Er س
z Zet ص
S Es ط
sy es dan ye ػ
s es dengan garis bawah ؿ
d de dengan garis bawah ك
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | xi
t te dengan garis bawah ط
koma terbalik diatas hadap „ ع
kanan
gh ge dan ha ؽ
F Ef ف
Q Ki م
K Ka ى
L El
M Em
N En
W We
H Ha
Apostrof , ء
١ Y Ye
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa
Indonesia,terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal
rangkap atau diftong.
Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah
sebagai berikut:
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | xii
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin Keterangan
a Fathah ـــــــ
i Kasrah ــــــــ
u Dammah ــــــــ
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya
adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin Keterangan
ai a dan i ـــــــــــ ١
au a dan u ــــــــــ
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam
bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin Keterangan
ȃ a dengan topi di atas ئــب
ȋ i dengan topi di atas ــــ٢
ȗ U dengan topi di atas ــــ
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | xiii
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab
dilambangkandengan huruf yaitu alif lam. Dialih aksarakan
menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun
qomariyah. Contoh: al-rijȃl bukan ar-rijȃl, al-dȋwȃn bukan ad-
dȋwȃn.
5. Syaddah (Tasydȋd)
Syaddah atau tasydȋd yang dalam sistem tulisan arab
dilambangkan dengan sebuah tanda ()ـــــــ dalam alih aksara ini
dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf
yang diberi tanda syaddah. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika
huruf yang menerima tanda syaddah terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf syamsiyah. Misalnya, kata اضشسح tidak
ditulis ad-darȗdah melainkan al-darȗrah, demikian seterusnya.
Ta Marbȗtah
Berkaitan dengan aksara ini, jika huruf ta marbȗtah
terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialih
aksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh satu dibawah). Hal
yang sama juga berlaku jika ta marbȗtah tersebut diikuti oleh
kata sifat (na‟t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbȗtah
tersebut diikuti kata benda (ism) maka huruf tersebut dialih
aksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | xiv
No Kata Arab Alih Aksara
tarȋqah طش٣وخ 1
Al-jȃmi„ah al-islȃmiyyah اغب ؼخ اإلعال٤خ 2
Wahdat al-wujȗd ؽذح اعد 3
Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan arab, huruf capital tidak
dikenal dalam alih aksara ini huruf capital tersebut juga
digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam
ejaan yang disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain
untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat,
nama bulan, nama diri dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika
nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan
huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf
awal atau kata sandangnya. (contoh: Abȗ Hamid al-Ghazali
bukan Abȗ Hamid Al-Ghazali, al-Kindi bukan Al-Kindi).
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga
dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan
mengenai huruf cetak miring (itali) atau cetak tebal (bold). Jika
,menurut EYD judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka
demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama untuk nama-nama tikih yang
berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialih
aksarakan meskipun akar kjatanya berasal dari bahasa Arab.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | xv
Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak Abd al-Samad
al-Palimbani; Nurudin al-Raniri tidak Nur al-Dȋn al-Raniri.
Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi„l) kata benda (ism) atau
huruf (harf ) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa
contoh alih aksara aats kalimat-kalimat dalam bahsa Arab,
dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan diatas.
Kata Arab Alih Aksara
dzahaba al-Ustȃdzu ر ت ا العزبر
tsabata al-ajru صجذ االعش
Aa-harakah al-„Asyriyyah اؾشذ اؼقش٣خ
Asyhadu an lȃ ilȃha illȃ Allȃh أؽذ ا ال ا اال اهلل
Maulȃna Malik al-Sȃlih الب ي اقبؼ
Yu‟atstsirukum Allah ٣ؤصش اهلل
al-Mazahir al-„aqliyyah اظبش اؼو٤خ
al-ȃyȃt al-kauniyyah اال٣بد ا٤خ
-Al-daruratu tubȋhu al اضشسح رج٤ؼ اؾضساد
maẖḏȗrȃt
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | xvi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR iii
ABSTRAK vii
PEDOMAN TRANSLITASI x
DAFTAR ISI xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 10
C. Studi Terdahulu yang Relevan 12
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 13
E. Metodologi Penelitian 14
F. Sistematika Penulisan 16
BAB II KONSEP DASAR MAHRAM
A. Pengertian Mahram 18
B. Mahram dalam Kutȗb al-Tis„ah 22
1. Hadis-hadis Tentang Mahram 22
2. Takhrij Hadis 26
3. Kritik Sanad Hadis 37
C. Mahram dalam Perspektif Fiqh 54
1. Mahram Muabbad 54
2. Mahram Mu‟aqqat 59
D. Kontekstualisasi dan Pandangan Ulama Tentang Mahram
dalam Safar 65
1. Mahramdalam Safar Menurut Pandangan Ulama 65
2. Rentang Waktu Kesertaan MahramPada safar
Perempuan 69
3. Anjuran Kesertaan MahramPada Safar Perempuan 71
BAB III APLIKASI KESERTAAN MAHRAM PADA
PELAKSANAAN HAJI DAN UMRAH
A. Kebijakan Kementrian Agama Pada Perjalanan Haji dan
Umrah 84
B. Pemahaman dan Penerapan Kesertaan Mahram Pada Biro
Wisata 94
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | xvii
C. Problem Penerapan Praktek Mahram Pada Perjalanan Haji
dan Umrah 100
D. Analisis Aplikasi Kesertaan Mahram 107
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 119
B. Saran 121
DAFTAR PUSTAKA 122
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama yang lengkap dalam tatanan
syariʻatnya.Sebagai agama yang lengkap, Islam memberikan
aturan dan tuntunan pada hampir seluruh aspek manusia dan
kemanusiaan mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut.Begitu
pula segala hal ihwal aktifitas manusia mulai dari bangun tidur
sampai tidur kembali juga diatur dalam Islam.
Selain agama yang lengkap Islam juga merupakan Rahmatan
li al-„alamȋn.Oleh karena itu, Islam menawarkan solusi di setiap
aturan dan ketentuan yang diberlakukan –hal ini, bisa diketahui
diantaranya dengan merenungkan hikmah di setiap aturan
syari‟at–. Hampir tidak ada aturan atau ketentuan syari‟at yang
diberlakukan tanpa ada aspek dar‟u al-mafȃsid (menghindari
kerusakan) dan atau aspek jalbu al masȃlȋẖ(mendapatkan
kemanfaatan).
Setiap ketentuan syari‟at Islam juga mempertimbangkan
prinsip-prinsip dasar yang dikenal dengan maqâsid al-Syarîʻah.
Diantara prinsip dasar tersebut yaitu; hifzu al-dȋn (menjaga
agama), hifzu al-nafs (menjaga jiwa), hifzu al-ʻaql (menjaga
akal), hifzual-nasl (menjaga keturunan) dan hifzual-mȃl (menjaga
harta). Selain itu hampir setiap perintah atau larangan dalam
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 2
syari‟at Islam pasti ada hikmah atau nilai positif yang bisa
diperoleh bagi pelaksananya bahkan bagi yang berada disekitanya
yang belum melaksanakannya. Akantetapi, masih ada orang-
orang yang beranggapan bahwa syariʻat Islamadalah sebuah
dogma tentang ritual peribadatan yang bersifat mengekang,
memberatkan, atau bahkan merugikan pemeluknya.
Untuk menghindari kesalahpahaman ini, setiap umat Islam
dianjurkan untuk mengetahuiterlebih dahulu ilmu dari setiap
amalan yang akan dikerjakan sebelum mengerjakan amalan
tersebut. Karena dengan mengetahui ilmunya, seseorang akan
terhindar dari kesalahan yang diakibatkan oleh ketidaktahuan.
Selain itu hendaknya perintah atau syariʻatdikerjakan secara
sempurna sehingga benar-benar dapat menimbulkan impact atau
pengaruh positif bagi yang mengerjakan atau bahkan bagi
lingkungan sekitar.
Diantara aturan atau ketentuan syari‟at–yang menyiratkan
“raẖmatan li al- „alamȋn”–adalah ketentuan syariat Islam atas
perempuan, yakniIslamsangat memuliakan dan menghormati
perempuan–Sebagai wujud pemuliaan dan penghormatan Islam
pada perempuan–Ada beberapa ketentuan yang diberlakukan
syari‟at Islam khusus untuk perempuan. Diantaranya adalah
kesertaan maẖram1 perempuan pada safar (perjalanan/bepergian).
1Kata maẖram berasal dari lafaz haram yang berarti terlarang atau
dilarang. Kata tersebut, merupakan isim maf‟ûl, bentuk dasar dari kata ẖarama
(fi‟il mâdhî) atau bisa juga ẖarima atau ẖaruma. Kata maẖram dengan
jama‟nya maẖârim memilki makna mâ lâ yaẖillu intihâkuhâ (sesuatu yang
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 3
Ketentuan kesertaan maẖram perempuan pada safar inidapat
ditemukan pada beberapa nas hadis Nabi Saw. diantaranya hadis
yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas.
ؼذ ع ؼجذ هب أث٢ ؼذ اج٢ ف٠ اهلل ػ ع ػجبط ٣و اث
ؾش ؼب ر شأح إب سعجـئ :ب ٣خ ٣خطت ٣و ع ػ٤
اهلل ٣ب سع كوب سع . كوب ؾش غ ر شأح إب ب رغبكش ا
إ٢ ا شأر٠ خشعذ ؽبعخ ا ززإ زا. هب زا ح جذ ك٢ ؿض
شأري. غ ا طن كؾظ ا
“Janganlah seorang perempuan menyendiri dengan seorang laki-laki
kecuali dengan maẖram-nya dan janganlah seorang perempuan
melakukan perjalanan kecuali disertai maẖram-nya.Seorang laki-laki
berdiri dan berkata: “wahai Rasulallah istriku bepergian untuk suatu
kepentingan dan Aku mendapat mandat untuk berperang. Rasul saw
menjawab: “Pergilah berhaji bersama istrimu”.2
Dalâlah yang ditunjukkan pada hadis tersebut menurut
imam al-Nawȃwi adalah kebolehan seorang maẖram menemani
safar perempuan karena dia tidak boleh menikahinya, sedangkan
bagi yang bukan maẖram-nya tidak boleh menemani, karena
boleh menikahi.3Dari hadits ini, dapat diketahui bahwa seorang
perempuan tidak diperbolehkan berduaan dengan lelaki yang
tidak boleh dilanggar). Lihat Ahmad Warsun Munawwir, Kamus Munawwir
Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h.257. 2 Imam Bukhârî dan Muslim yang meriwayatkan hadis ini dengan
lafaz yang hampir sama, dalam satu riwayat disebutkan lafaz dari imam
Muslim. Imam Muslim, Saẖîẖ Muslim, juz 2, bâb Safara Mar‟ah
ma‟aMaẖramin, no.424, Maktbah al-Syâmilah. 3Imam al-Nawawi, Saẖîẖ Muslim bi Syarẖi al-Nawawî, (Bairut:Dar al-Fikr,
t.t), h.103.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 4
bukanmaẖram-nya dan tidak diperbolehkan bepergian –walaupun
untuk keperluan ibadah sekalipun–tanpa disertai maẖram-nya.
Ketentuan hadis ini bukanlah ketentuan yang bersifat
membatasi perempuan dan mengekang dari segala aktifitas.Justru
sebaliknya, hadis ini memberikan hak kepada wanita untuk
beribadah layaknya laki-laki dengan mempertimbangkan maqâsid
al-Syarȋ‟ah.Diantaranya menjaga wanita dari segala bahaya–baik
mengenai nyawa, kehormatan atau keturunan–yang mengancam,
sehingga menimbulkan ketidak amanan bagi perempuan
tersebut.Hal ini dimaksudkan agar perempuan tersebut
mendapatkan keamanan.Dimana keamanan merupakan syarat
seseorang diperbolehkan bepergian.
Pemahaman mengenai maksud hadis ini sangatlah penting
agar tidak terjadi kesenjangan dan kesalahpahaman antara
maksud atau kandungan hadis dan penerapan lapangan.Sehingga
tidak keluar dari koridor maqâsid al-Syarȋʻah.4 Pemahaman yang
tidak sesuai dengan pesan dan kandungan hadis akan
mengakibatkan penerapannya tidak sampai pada maqâsid al-
Syarȋʻah bahkan menimbulkan kemudaratan.
Hadis kesertaan maẖram perempuan pada safar ini berlaku
pada semua safar perempuan yang memang memerlukan
maẖram sebagai pendamping untuk keamanan,salah satunya
4 Muhammad Syahrûr, Prinsip dan Dasar Hermeneutik Hukum Islam
Kontemporer, alih bahasa Sahiron Syamsuddin, (Yogyakarta: ELSAQ Press,
2007), h. 216.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 5
adalah safar haji danumrah. Haji danumrah merupakan safar
yang mengharuskan keamanan sebagai syarat isthiṯâʻah.5Dan
merupakan syarat umum dalam pelaksanaan haji dan umrah.6
Akan tetapi dinamika sosio kultural masyarakat sekarang tentang
safar umrah mengantarkan pada pemahaman lain oleh sebagian
orang tentang kesertaan maẖram perempuan pada safar umrah.
Dinamika sosio kultural masyarakat tersebut diantaranya
adalah animo masyarakat untuk melaksanakan umrah dari waktu
ke waktu selalu meningkat.Hal ini dikarenakan terbatasnya kuota
haji sehingga menimbulkan waiting list atau daftar antrian yang
berkepanjangan. Disamping itu, kerinduan akan ibadah haji
semakin tak tertahankan, maka umrah dianggap sebagai salah
satu solusi instan untuk segera sampai ke tanah suci.
Hal tersebut dibuktikan dengan data dari Kementerian
Agama RI pada tahun 2015.Berdasarkan laporan dari Kantor
Urusan Haji (KUH) Indonesia di Jeddah, mulai dari 1 Januari
hingga 16 April tercatat 21.425 jama‟ah umrah. Jamaah tersebut
berangkat melalui 85 travel atau Penyelenggara Pelaksana Ibadah
Umrah (PPIU). Data tersebut meningkat jika dibandingkan
5 Abȗ Bakr „Usmân bin Muhammad Syath al-Dimyâtî, Hasyyah
I‟ânatu al-Thâlibîn „Ala Hal alfâẕ Fath al-Mu‟în li Syarhi Qurratu al-„Aîn bi
Muhimmâti al-Dîn,jilid 2, (Bairut: Dâr al-Kutûb, 2012), h.468. 6Penjelasan Malik bin Annas dalam sebuah hadis riwayat Abû „Isâ
Muhammad bin „Isâ bin Surah al-Tirmizî, tentang kesertaan maẖram dalam
ibadah haji. Pada Bâbu Mâ Jâ a Fî Karahiyati an Tusafiru Fî Mar‟ah
Wahdaha, hadis no.15 Maktabah al-Syâmilah dan pendapat imam Syafi‟I pada
masalah istitâ‟ah dalam ibadah haji dan umrah.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 6
dengan rekapitulasi per 2 April yaitu sebanyak 17.701 jamaah
umrah.Dengan rata-rata sekitar 266 jamaah umrah yang terbang
ke Saudi setiap hari.Perkembangan selanjutnya rekapan data per
30 April jamaah mencapai 22.411 dan terus meningkat rekapan
data 1 Januari hingga 7 Mei Jamaah mencapai 24.869
jamaah.Maka dapat diperkirakan rata-rata 5.602 jamaah umrah
Indonesia yang berangkat umrah setiap bulan. Peningkatan ini
akan semakin berlipat-lipat pada bulan Ramadhan dan hari hari
besar Islam lainnya.7
Sedangkan kasus pada September 2016, ditemukan 30
jama‟ah haji Indonesia tanpa masuk kuota haji nasional
Indonesia.Baik kuota nasional haji regular maupun kuota nasional
haji khusus.Jama‟ah tersebut masuk ke Arab Saudi menggunakan
visa ziarah.Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menjelaskan bahwa nasib 30 jama‟ah haji nonkuota ini
spekulatif sekali.Sebab belum ada jaminan mereka lolos masuk
kawasan Armina.Ketika masuk kawasan Armina, ada pos
penjagaan (check point). Disetiap pos ini, jama‟ah haji akan
diperiksa legalitas visa hajinya. Jama‟ah haji nonkuota yang
boleh masuk ke Armina adalah jama‟ah kategori undangan
kerajaan Arab Saudi. Menurut pengamat jama‟ah haji, bahwa
masyarakat umumnya nekat menjadi jama‟ah haji nonkuota
7http://haji.kemenag.go.id/tingginya-minat-umrah.Kementrian Agama
R.I Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah, Affan Rangkuti, Rabu
29 April 2015, Senin 11 Mei 2015.Diakses pada 18 Februari 2016, pukul 10.
30 WIB.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 7
karena tidak sabar menunggu lamanya antrian haji. Antrian
jama‟ah haji ini, semakin membengkak karena adanya
pemotongan kuota atau jumlah jama‟ah haji Indonesia mencapai
20 persen pertahun.Kuota normal jama‟ah haji mencapai 211.000
dengan adanya potongan jama‟ah kini tinggal 168.800 orang.
Menurut laporan, bahwa kuota akan dinormalkan kembali jika
renovasi masjidil haram telah selesai. Pemerintah Arab Saudi
berjanji akan menyelesaikan renovasi masjidil haram pada tahun
2016 ini.8Sedangkan menurut wakil ketua komisi VIII DPR RI,
Ledia Hanifa Amalia menyatakan bahwa ditambahnya kuota
calon jama‟ah haji Indonesia akan mengurangi antrian calon
jama‟ah haji Indonesia. Namun, untuk calon jama‟ah umrah tidak
akan berkurang,karena faktor antrian haji masih cukup lama.
Penambahan kuota haji, tidak mengubah keinginan masyarakat
untuk pergi umrah karena jama‟ah umrah banyak dan travel
bermacam-macam. Dengan ini, Ledia berharap Direktorat
Pembinaan Haji dan Umrah Dalam Negeri untuk mengontrol
travel umrah yang ada di Indonesia. Pengecekan harus dilakukan
secara rutin, karena penyelenggara tidak hanya dipusat, namun
didaerah-daerah.9Pengecekan tersebut penting karena adanya
kasus jama‟ah haji Indonesia menggunakan pasporNegara lain.
Seperti kasus pada Agustus 2016, 177 jama‟ah haji Indonesia
menggunakan paspor Filipina.Menurut salah satu pengurus ormas
8www.radarpekalongan.com, 8 September 2016, diakses pada Rabu 5
Oktober 2016, pukul 13.00 WIB. 9 Jurnal Haji dan Umrah, Rabu 4 Muharram 1438 H/ 5 Oktober 2016.
Diakses pada Rabu, 5 Oktober 2016, pukul 13.30 WIB.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 8
Islam bahwa praktek penggunaan paspor Negara lain terutama
Filipina, Thailand dan Vietnam untuk menunaikan ibadah haji
sudah sering dilakukan oleh WNI, karena terbatasnya kuota
ibadah haji Indonesia.10
Data dan fakta diatas menunjukkan tentang
alasanmeningkatnya animo masyarakat untuk umrah. Selain itu,
dari masyarakat yang mendaftar umrah tersebut ada diantaranya
perempuan–baik yang sudah berkeluarga atau yang masih muda
dan belum berkeluarga–yang berangkat sendiri tanpa didampingi
oleh suami atau maẖram-nya.Dan Penyelenggara Perjalanan
Ibadah Umrah (PPIU) atau agen perjalanan ibadah haji dan
umrah sebagai lembaga yang diberikan wewenang oleh
Kementerian Agama untuk menyelenggarakan umrah
menerapkan ketentuan keharusan jama‟ah umrah perempuan
berusia dibawah empat puluh tahun yang tidak disertai maẖram,
membayar uang maẖram sesuai ketentuan yang ada. Sedangkan
bagi jama‟ah perempuan yang berusia diatas empat puluh tahun
tanpa disertai maẖram tidak diberlakukan hal tersebut.11
Penerapantersebut perlu diketahui bagaimana landasan
hukum atau ketentuan syariʻat yang dipahami sehingga terjadi dan
dilaksanakan pada setiap umrah perempuan yang tanpa disertai
maẖram. Karena jika tidak ada landasan hukum dari nas yang
10
www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/08/16.Diakses pada
5 Oktober 2016, pukul 14.24 WIB. 11
Wawancara dengan beberapa staf Biro Wisata dan T.U. Kementerian Agama
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 9
qaṯʻi atau pertimbangan maqâsid al-Syarȋʻah maka ketentuan
membayar uang maẖramtersebut telah keluar dari syari‟at yang
ada. Dan bila hal ini terus dilakukan dikhawatirkan akan muncul
anggapan dari masyarakat awam bahwa aturan syari‟at bisa
diganti dengan uang sebagaimana ketentuan kesertaan maẖram
bisa diganti dengan uang maẖram,tentu ini akan berakibat fatal.
Dari kenyataan tentang kebijakan ini, penulis menduga ada
kesenjangan pemahaman antara teks hadis kesertaan
maẖrampada safarperempuan dengan praktik pada agen
perjalanan ibadah haji dan umrah. Kesenjangan yang dimaksud
adalah keharusan kesertaan maẖram diganti dengan kebijakan
membayar uang maẖram. Selain itu, praktek kesertaan mahram
diteliti untuk mengetahui bagaimana maksud syari‟atdalam
menetukan kesertaan mahram tersebut. Yakni dengan mengkaji
pemahaman para ulama dalam menafsirkan dalȃlah pada hadis
kesertaan mahram pada safar perempuan.
Hal ini yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian
terkait pemahaman dan penerapan hadis kesertaan maẖram
perempuan pada safar(haji dan umrah) oleh badan penyelenggara
haji dan umrah.
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 10
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka
penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
a. Siapa saja yang meriwayatkan hadis tentang maẖram
dan bagaimana kualitas hadis tersebut
b. Terdapat pada kitab apa saja hadis yang membahas
tentang kesertaanmaẖram
c. Apa kandungan makna hadis tentang kesertaan
maẖram
d. Bagaimana aplikasi atau praktek yang dilakukan
penduduk Makkah dan Madinah pada hadis-hadis
tentang kesertaanmaẖram
e. Apa dasar ketentuan persyaratan membayar uang
maẖram bagi jamaah umrah perempuan usia dibawah
40 tahun
f. Apa hubungan keharusan membayar uang maẖram
dengan kesertaanmaẖram
g. Bagaimana solusi yang ditawarkan ulama dalam
problem praktek maẖram pada jama‟ah haji dan
umrah
h. Bagaimana pemahaman dan praktek yang dilakukan
terhadap kesertaan maẖram oleh badan
penyelenggara haji dan umrah
i. Bagaimana hubungan pemahaman hadis tentang
kesertaan maẖram pada safar perempuan dengan
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 11
keharusan membayar uang maẖram pada Jama‟ah
haji dan umrah
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, penelitian akan
lebih fokus pada kajian hadis-hadis tentang maẖram pada kutȗb
al-Tis‟ah. Kemudian melihat pada kandungan makna hadis
tersebut, serta melihat kesesuaian antara makna hadis kesertaan
maẖram yang dipaparkan oleh para ulama dengan penerapan atau
penerapan yang dilakukan oleh badan penyelenggara haji dan
umrah terhadap hadis tentang kesertaan maẖram pada
safarjama‟ah umrah perempuan.
3. Perumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan hadis kesertaan maẖrampada
jama‟ah perempuan oleh badan penyelenggara haji
dan umrah?
2. Darimana ketentuan membayar uang maẖram bagi
jama‟ah umrah perempuan dibawah usia 40 tahun?
3. Apakah semua kebijakan yang diterapkan oleh badan
pelaksana haji dan umrah sesuai dengan syariʻat?
C. Studi Terdahulu Yang Relevan
Penelitian seputar perempuan khususnya pada persoalan
maẖram, penulis menemukan jurnal Musawa Studi Gender dan
Islam, diterbitkan oleh UIN Yogyakarta, tahun 2005. Jurnal ini,
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 12
membahas tentang persoalan maẖram dari sudut pandang al-
Qur‟an dan Hadis serta komentar ulama tentang makna dan
pemahan hadis secara tekstual dan kontekstual.Dalam jurnal
tersebut belum memperlihatkan bagaimana penerapan atau
praktek maẖramyang dilaksanakan. Sedangkan tulisan ini akan
menarasikan bagaimana kerja atau praktek maẖram yang berlaku
untuk melihat kesesuainan dengan syari‟at tentunya berdasarkan
pada al-Qur‟an dan hadis dan tidak lepas dari koridor maqâsid al-
Syarȋ‟ah.
Selanjutnya ditemukan penelitian tentang Manajemen
Pelayanan Haji di Indonesia yang dilakukan oleh Litbang
Departemen Agama RI.membahas tentang bagaimana pelayanan
haji diseluruh Indonesia. Dengan meneliti pelaksanaan bimbingan
dan segala sesuatu yang berhubungan dengan jamaah haji dari
berbagai provinsi yang ada di Indonesia. Tulisan tersebut lebih
membahas pada sarana dan pelayanan yang dilakukan oleh badan
penyelenggara haji dan umrah.
Tesis ini merupakan lanjutan atas penelitian yang telah
penulis lakukan pada sekripsi yang berjudul Kontekstualisasi
Hadis Penyertaan Maẖram dalam Perjalanan Seorang
Perempuan. Disusun pada tahun 2013, pembahasan lebih fokus
kepada pemahaman secara kontekstual terhadap beberapa hadis
yang dianggap dapat mewakili tentang persoalanmaẖram pada
safar perempuan dan melihat bagaimana pandangan ulama serta
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 13
ruang lingkup pembahasan hadis hanya pada kutȗb al-Sittah saja.
Perbedaan pada tesis ini adalah pembahasan lebih fokus pada
pemahaman hadis menurut pandangan ulama untuk menggali
pemahaman hadis yang diikuti oleh Pemerintah Arab
Saudi,sertapenerapan pada hadis kesertaan maẖram pada jama‟ah
umrah perempuan yang diterapkan oleh badan penyelenggara haji
dan umrah.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuandilakukannya penelitian ini diharapkan dapat
memberikan pengaruh terhadap kebijakan atau penerapan
kesertaan maẖram yang dianggap belum sesuai dengan syariʻat,
terutama dalam konteks kesertaan maẖram perempuan pada
pelaksanaan haji dan umrah.
2. Kegunaan Penelitian
Penelitian tesis ini diharapkan memberikan manfaat
untuk:
a. Menambah pengkajian hadis dengan melihat problem
realita sosial yang terjadi di masyarakat, sehingga hadis
berperan untuk menjawab problem kemasyarakatan.
b. Menambah pengembangan terhadap kajian hadis
dengan melihat praktek terhadap hadis tentang
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 14
kesertaan maẖram dalam safar perempuan, khususnya
pada konteks haji dan umrah.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data
primer dan data sekunder.Data primer adalah data yang didapat
dari sumber pertama yakni hasil wawancara individu atau badan
tertentu yang berhubungan dengan aplikasi kesertaan maẖram.
Sedangkan data sekunder, berupa data primer yang telah
diolah lebih lanjut. Adapun topik penelitian ini, terfokus pada
bidang hadis dan pemahaman serta penerapan terhadap hadis
tentang kesertaan maẖram oleh badan penyelenggara haji dan
umrah. Sedangkan data sekunder pada penelitian ini adalah data
pendukung yang diperoleh dari literatur pendukung yang
digunakan yaitu; pertama,literatur-literatur hadis atau kitab
syarhyang menjelaskan tentang hadis-hadis tersebut dan sesuatu
yang berhubungan dengannya.Kedua,literature yang berhubungan
dengan pandangan ulama klasik hingga kontemporer dalam
memandang konsep maẖram sehingga dapat meninjau lebih luas
untuk pengaplikasian hadis yang berhubungan dengan persoalan
maẖram.
Mengingat penelitian ini adalah penelitian lapangan maka
untuk mendapatkan data-data tentang pengetahuan yang
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 15
berhubungan dengan pemahaman objek yang dikaji, akan
dilakukan wawancara kepada badan penyelenggara haji dan
umrah, jama'ah umrah perempuan atau objek tertentu yang
berhubungan dengan penelitian. Untuk memperoleh data
pendukung dilakukan juga kajian literatur12
atau bahan-bahan
yang bersifat kepustakaan. Sedangkan pendekatan yang
digunakan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif13
.Hal ini,
bertujuan agar penelitian mencapai maksud dari penelitian dan
selalu dapat mengikuti pertanyaan penelitian serta dapat
melaporkan pandangan informan dengan terperinci dan ilmiah.
2. Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif-analitis. Yakni mendeskripsikan dan
menganalisa data-data yang berhubungan dengan persoalan
maẖram yang terjadi dimasyarakat serta menganalisa hadis-hadis
yang berhubungan dengan kesertaan maẖramdan terdapat dalam
kitab-kitab Kutûb al-Tisʻah. Selain itu, dilakukan juga analisa
terhadap kitab-kitab syarẖhadis, untuk mendapatkan dasar-dasar
12
Disebut juga kajian teori, studi pustaka, studi kepustakaan yang
banyak menguraikan landasan-landasan berfikir yang mendukung
penyelesaian masalah penelitian.Lihat, M. Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar
Ilmu Penelitian Ilmiah.(Bandung: Pustaka Setia, 2001), h.77. 13
Pendekatan kualitatif didefinisikan sebagai proses investigasi
dimana peneliti berusaha memahami fenomena sosial secara bertahap dengan
membedakan, membandingkan dan meniru serta mengkatalogkan objek studi.
Lihat, John W. Creswell, Research Design; Qualitative & Quantitative
(terj.).cet II. (Jakarta: KIK Press, 2003), h. 4-6. Kualitatif merupakan
penelitian berupa pengumpulan data lebih dalam bentuk deskriptif dengan
kata-kata atau gambar. Lihat Prof. Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif
Analisis Data, (Rajawali Press: Jakarta, 2011), h.3.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 16
pemahaman yang dipaparkan oleh para ulama.Untuk memperoleh
pemahaman konsep maẖram yang diterapkan oleh badan
penyelenggara haji dan umrah, dilakukan wawancara secara
langsung dengan personil-personil yang berhubungan yakni
badan penyelenggaraan haji dan umrah, seperti biro perjalanan
wisata, Kementerian Agama, Kedutaan Arab Saudi dan jama‟ah
haji dan umrah. Hal ini dilakukan agar lebih mengetahui
pandangan para personil atas terselenggaranya praktek
maẖrampada jama‟ah haji dan umrah, serta melihat pada suatu
ketentuan atau peraturan-peraturan yang ada dan dilaksanakan
oleh penyelenggara haji dan umrah.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan tesis ini terdiri dari empat bab, pada
tiap-tiap bab terdiri dari beberapa sub bab. Bab
pertama,pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah,
identifikas masalah, tujuan dan signifikansi penelitian, kajian
terdahulu yang relevan, metodologi penelitian dan sistematika
penulisan. Bab kedua, membahas seputar konsep dasar maẖram
dalam perspektif fiqih, kajian terhadap hadis-hadis tentang
maẖram yang terdapat pada kutȗb al-Tis‟ah,serta kontekstualisasi
dan pandangan para ulama pada penafsiran hadits kesertaan
maẖram padasafarperempuan.Bab ketiga, tinjauan pemahaman
dan praktek terhadap hadis tentang kesertaan maẖram oleh
kementrian Agama dan badan penyelenggara haji dan umrah serta
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 17
analisis terhadap praktek kesertaan maẖram
dilapanganberdasarkan pada pendapat para ulama.Bab keempat,
penutup berisi tentang kesimpulan dan saran.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 18
BAB II
KONSEP DASAR MAHRAM
A. PengertianMaẖram
Istilah maẖram tidak asing lagi terdengar dalam pembahasan
fiqh. Maẖram dalam perspektif dasar fiqhberkaitan dengan
beberapa hal, diantaranya; tentang pernikahan, tentang batal
tidaknya wuḏu, tentang khalwat, menjaga pandangan dan lain-
lain. Namun, dalam pembahasan ini tidak membahas secara
terperinci dari beberapa hal yang berkenaan dengan maẖram
tersebut. Pada bab ini, hanya membahas maẖram yang berkaitan
dengan safar perempuan, yakni lebih kepada pembahasan
maẖramsecara umum.
Di kalangan masyarakat sering terjadi kekeliruan dalam
menggunakan istilah maẖram dan muẖrim. Maẖram secara
etimologi berasal dari kata ؽش yang berbentuk masdar mim
,yang artinya “yang haram, kerabat yang haram dinikahiؾش
terlarang”.1 Secara terminology maẖram adalah orang yang
haram untuk dinikahi, baik maẖram yang bersifat selamanya
(mu‟abbad) maupun maẖram yang bersifat sementara
(mu‟aqqat)2 atau orang yang haram untuk dinikahi selamanya
1Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab- Indonesia
Terlengkap, (Surabaya: Pustaka Progressif: 2002), h. 257. 2 Istilah maẖramMu‟abbad dan maẖramMu‟aqqat bukan istilah baku
yang digunakan oleh ulama-ulama fiqh dalam pembahasan maẖram. Istilah ini
digunakan pada sebagian kitab fiqhhanya untuk mempermudah dalam
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 19
dengan sebab untuk menghormatinya karena adanya hubungan
nasab, hubungan sepersusuan atau hubungan
pernikahan.3Maẖram yang bersifat selamanya (mu‟abbad)
menyebabkan seorang laki-laki diharamkan4 untuk menikahi
seorang perempuan untuk selamanya, kapanpun. Sedangkan
maẖram mu‟aqqat hanya mengharamkan seorang laki-laki
menikahi perempuan selama waktu tertentu dan dalam keadaan
tertentu. Jika status hubungan yang menjadikan mereka maẖram
berubah dan mereka bukan maẖram lagi, maka pernikahan
mereka halal untuk dilaksanakan.5 Sedangkan istilah muẖrim,
berarti seorang yang sedang melakukan iẖram haji atau umrah
dengan memakai pakaian iẖram. Ketika itu, ia tidak
diperbolehkan melakukan beberapa hal yang menjadi larangan
bagi orang yang sedang iẖram.6Seperti memakai wangi-wangian,
memakai pakaian yang berjahit bagi laki-laki, berburu, merusak
penyebutan saja. Sayyid Sâbiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, (al-Qâhirah: Dâr al-
Hadis, 2009), h.46. 3 Wahbah al-Zuẖailî, al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatihi,jilid 3,(Dâr al-Fikr:
Bairût, 1989), h. 240. 4al-Raghib al-Asfahani menjelaskan tentang haram yaitu sesuatu yang
dilarang (al-mamnû minhu), baik larangan yang bersifat paksaan atau karena
pertimbanagn akal sehat, syara‟ atau pertimbanagn orang yang mengetahui
masalah tersebut. Lihat al-Raghib al-Asfahani, Mu‟jam Mufradat al-Faz al-
Qur‟an, (Bairut: Dar al-Fikr, tt), h. 113. 5 Sayyid Sâbiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid 2, (al-Qâhirah: Dâr al-Hadis,
2009), h.57. 6 Hal-hal yang dilarang pada saat iẖram meliputi beberapa hal,
diantaranya; larangan yang berhubungan dengan cara berpakaian, larangan
yang berkaitan dengan tubuh seperti menggunting, atau memotong rambut dan
kuku, larangan berkaitan dengan penjagaan lingkungan dan larangan
berhubungan suami istri.Ibn Rusyd al-Qurṯubî, Bidâyatu al-Mujtahid Nihayatu
al-Muqtasid, jilid 2, (Bairût: Dâr al-Fikr, 1995), h. 241.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 20
tanaman dan hal lainnya yang menjadi larangan bagi orang yang
sedang iẖram, sampai ia selesai tahallul.7
Menilik kembali makna lafaz ؽش yang melahirkan term
memiliki pesan moral dari adanya konsep maẖram yakniؾش
memperlihatkan selayaknya para perempuan dihormati,
dimulyakan dan dijaga kehormatannya dengan konsekuensi
bahwa perempuan maẖram tidak sepantasnya untuk dinikahi oleh
7 Secara umum, taẖallul merupakan salah satu ritual haji atau umrah,
berupa mencukur rambut sebagai tanda bahwa haji atau umrah sudah selesai,
dimana seseorang dihalalkan kembali melakukan hal-hal yang dilarang disaat
iẖramhaji atau umrah. Taẖallul bagi jama‟ah haji dilakukan ada dua; Pertama
taẖallul asghar ialah apabila jama‟ah haji telah melakukan diantara dua hal
dari; melontar jumrah ʻaqabah, bercukur rambut atau tawaf ifaḏah. Ulama
berbeda pendapat tentang hal-hal yang diperbolehkan untuk dilakukan setelah
taẖallul pertama. Menurut pendapat imam Syafiʻi dan imam Hanbali bahwa
setelah taẖallul pertama boleh melakukan beberapa hal yang dilarang
sebelumnya yakni memotong kuku, mencukur rambut, memakai wangi-
wangian, merusak tanaman dan berburu. Sedangkan larangan yang berkaitan
dengan perempuan masih tetap terlarang seperti; berhubungan suami istri serta
hal-hal yang berkenaan dengan berhubungan suami istri dan akad nikah.
Sedangkan menurut imam Maliki bahwa setelah taẖallul pertama, ada tiga hal
yang masih terlarang yakniberhubungan suami istri serta hal-hal yang
berkenaan dengan berhubungan suami istri dan akad nikah, berburu dan
memakai wangi-wangian. Kedua taẖallulakbar ialah apabila jama‟ah haji telah
melakukan tiga hal yang telah disebutkan yakni melontar jumrah ʻaqabah,
bercukur rambut kemudian melakukan tawaf ifaḏah. Setelah melakukan tiga
hal tersebut segala sesuatu yang terlarang ketika dalam keadaan ihram menjadi
halal. Ulama sepakat mengatakan bahwa ia telah keluar dari ihramnya. Hanya
ada tuntutan wajib menyempurnakan ibadah hajinya. Yakni
melanyempurnakan melontar jumrah, bermalam di Mina. Hal ini dapat di-
qiyas-kan dengan seseorang yang melakukan shalat, telah keluar dari shalatnya
ketika ia telah melakukan salam pertama, tetapi dituntut untuk melakukan
salam yang kedua. Hanya saja, tuntutan dalam ibadah haji wajib sedangkan
tuntutan dalam shalat setelah salam pertama sunnah. Ibn Rusyd al-Qurṯubî,
Bidâyatu al-Mujtahid Nihayatu al-Muqtasid, jilid 2, (Bairût: Dâr al-Fikr,
1995), h. 242. Lihat juga Abî Hâmid Muhammad al-Ghazâlî, Mukhtasar Ihya‟
„Ulûm al-Dîn, (Cairo: Dâr al-Kutûb al-Islamiyyah, 2004), h. 53.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 21
laki-laki yang menjadi maẖramnya.8 Larangan menikahi
perempuan yang menjadi maẖram seseorang, bukan lahir dari
praktik masyarakat. Akan tetapi karena tidak sejalan dengan akal
sehat naluri manusia. Hal tersebut juga telah menjadi rambu-
rambu dalam surah al-Nisa‟: 23 yang juga berkaitan dengan
kontekas munasabah pada ayat sebelumnya. Yakni merupakan
salah satu kebiasaan orang-orang jahiliyyah menikahi
maẖramnya.9 Imam Fakhruddin al-Razi dalam tafsir al-Kabîr,
menegaskan bahwa keharaman menikahi ibu dan anak-anak
perempuannya sendiri sudah diterapkan sejak Nabi Adam A.S
bahkan tidak ada agama Ilahi manapun yang
memperbolehkannya.10
Melihat konsep dasarmaẖram yang telah ditetapkan dalam
syari„at, maka maẖram memiliki hubungan dengan kesertaan
pada safar perempuan. Artinya mereka yang dimaksud untuk
menemani perempuan ketika bepergian adalah mereka yang telah
menjadi maẖram-nya. Maẖram dalam safar ini menurut ulama
hadis, salah satunya imam al-Nawâwî berpendapat bahwa
maẖram adalah mereka yang haram dinikahi selamanya karena
hubungan nasab, rada‟ dan hubungan pernikahan. Penekanan kata
8 Abdullah Mustaqim, Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam no.9, 1
januari 2010, h. 6. 9 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian
al-Qur‟an, Vol. 2, Edisi Baru Cet. 1, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 470. 10
Muhammad Fakhruddîn al-Râzî, Tafsîr Fakhru al-Dîn al-Râzî al-
Musytahidu bi al-Tafsîr al-Kabîr wa Mafâtih al-Ghaib, juz. 10, (Bairut: Dâr
al-Fikr, tt), h. 27.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 22
selamanya disini, berindikasi pada keharaman atas saudara ipar
perempuan atau bibi dari istri akan hilang keharamannya untuk
dinikahi ketika istri meninggal dunia.11
Begitu juga menurut
kamus istilah haji dan umrah, bahwa yang dimaksud maẖram
dalam haji atau umrah adalah laki-laki atau perempuan yang
haram untuk dinikahi karena masih mempunyai hubungan darah
dekat (nasab), hubungan sesusuan atau hubungan
pernikahan.12
Dari pengertian yang telah dipaparkan tersebut
terlihatlah batasan siapa saja yang hendaknya menemani
perempuan untuk melakukan safar. Yakni mereka yang memiliki
hubungan nasab, hubungan sesusuan atau hubungan perkawinan.
Hal ini terlepas dari pemahaman teks hadis tentang maẖram
dalam safar perempuan baik secara tekstual maupun kontekstual.
B. Maẖram dalam Kutûb al-Tis‘ah
1. Hadis-hadis Tentang Maẖram
Hadis-hadis tentang maẖram dalam Kutȗb al-Tis„ahtelah
ditemukan dalam berbagai riwayat. Untuk menemukan hadis-
hadis tersebut, dilakukan langkah takhrij13
dengan menggunakan
11
Abȗ Zakariya Yahya bin Syaraf Ibn Mura al-Hizami, Saẖîẖ Muslim
Bisyarẖi al-Nawâwî, Bâbu Safara al-Mar‟ati Ma„a Maẖramin Ila Hajjin Wa
Ghairihi, (Lebanon: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah, tt), h. 105. 12
Sumuran Harahab, Kamus Istilah Haji dan Umrah, (Jakarta: Mitra
Abadi Press, 2008), h. 354. 13
Takhrij adalah suatu cara yang dilakukan untuk menunjukkan letak
hadis pada kitab-kitab atau sumber-sumber aslinya, kemudian dijelaskan
rangkaian sanadnya dan dinilai derajat hadisnya jika perlu. Lihat Mahmȗd
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 23
berbagai metode dengan beberapa kamus. Diantaranya metode
pencarian hadis dengan menggunakan kata kunci dalam hadis,
menggunakan metode awal matan dan menggunakan kajian bab
terkait pada hadis yang di-takhrij. Tujuan dilakukan nya takhrij
adalah untuk lebih mengetahui secara rinci letak hadis pada kitab-
kitab hadis tertentu. Berikut diantara hadis-hadis yang berkaitan
dengan maẖramdalam safar perempuan:
ػ٤ اج٢ ف٠ ا ػجبط ػ اث ؼجذ ػ أث٢ ػ
غ شأح إب ثب سع ب ٣خ هب ع كوب ؾش ر١
ززجذ ا شأر٢ خشعذ ؽبعخ ا ا ٣ب سع كوب سع
شأري غ ا اسعغ كؾظ زا هب زا ح . ك٢ ؿض
)سا اجخبس١(
“Dari Abi Maʻbad dari Ibn „Abbas dari Nabi saw berkata: “Janganlah
berkhalwat seorang laki-laki dengan seorang perempuan kecuali
bersama maẖramnya. Maka seoarang laki-laki bertanya kepada Rasul
“Wahai Rasulallah istriku keluar (bepergian) untuk menunaikan haji
dan Aku (telah terdafatr sebagai anggota dalam ) peperangan. Rasul
menjawab: “Pergilah haji bersama istrimu”.
Secara tekstual pada hadis ini terlihat bahwa adanya anjuran
bahkan keharusan seorang perempuan untuk pergi bersama
maẖramnya. Penulis juga dapati hadis yang berkaitan dengan
waktu lamanya bepergian yang harus disertai maẖramnya.
Tahhân, Usȗl al-Takhrȋj wa Dirâsat al-Asânȋd,(Riyad: Maktabah al-Maʻarif,
1991), h. 10.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 24
: ؼذ هضػخ هب : ع ٤ش، هب ػ ب ػجذ اـــــي ث ؽذص
: ػ ؼذ أثب عؼ٤ذ اخذس١ سض٢ ا ؿضا -ع ب
ز٢ ػؾشح ص ع ح غ اج٢ ف٠ اهلل ػ٤ : -ؿض هب
،٢ ، كأػغج ع اج٢ ف٠ اهلل ػ٤ ؼذ أسثؼب ع
: ب " هب ع ب ص ؼ إب ٤ غ٤شح ٣ شأح ال رغبكش ا
: الطش ٤ ك٢ ٣ ال ف ، ؾش ر أ
ظ، األضؾ٠، ال فالح ثؼذ اقجؼ ؽز٠ رطغ اؾ
إب إ٠ ال رؾذ اشؽب ـشة، ال ثؼذ اؼقش ؽز٠ ر
غغذ األهق٠، ، غغذ اؾشا غبعذ: صالصخ
زا غغذ١ )سا اجخبس١(
“„Abd Malik bin „Umair berkata: “Aku mendengar Qazaʻah berkata:
“Aku mendengar Abȗ Saʻȋd al-Khudri- ia telah berperang bersama
Rasul sebanyak dua belas kali peperangan- ia berkata: “Aku telah
mendengar empat hal yang menakjubkanku, Rasul berkata: “Tidak
boleh bagi seorang perempuan bepergian selama dua hari kecuali
bersama suaminya atau maẖramnya, tidak boleh berpuasa pada dua
hari yakni hari raya idul fitri dan idul adha, tidak boleh shalat setelah
waktu subuh sampai munculnya matahari dan setelah shalat „ashar
sampai terbenamnya matahari, dan tidak boleh berziarah kecuali ke
tiga masjid: masjid al-Haram, masjid al-Aqsha dan masjid Nabawi”.
Secara tekstual, hadis ini sebagai pendukung hadis
pertama sekaligus memberikan penjelasan tentang batasan waktu
bagi seorang perempuan yang hendaknya disertai dengan
maẖramnyaketika melakukan perjalanan. Adapun riwayat dari
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 25
musnad Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan perbedaan tentang
rentang waktu safar bagi perempuan yang hendaknya disertai
maẖram, diantara riwayat Imam Ahmad:
: ال هب ع ػ٤ اج٢ ف٠ ا ش ، ػ ػ اث ػ
غ ر١ شأح صالصب إال .)سا اؽذ ث رغبكش ا ؾش
(ؽج
“Dari Ibnu „Umar dari Nabi saw berkata: “Janganlah seorang
perempuan melakukan perjalanan selama tiga hari kecuali
bersama maẖram nya.” (H.R. imam Ahmad bin Hanbal)
Sedangkan riwayat imam Abȗ Daud memberikan penjelasan
rentang waktu yang berbeda pula bagi safar perempuan yang
hendaknya disertai maẖram:
اهلل ف٠ اهلل ػ٤ سع : هب أث٢ عؼ٤ذ ، هب ػ
ا٥خش أ ا٤ ثب شأح رؤ ال ع : ال ٣ؾ
م صالصخ ب رغبكش علشا ك ب أث ؼ كقبػذا ، إال أ٣ب
ب.)سا ؾش ر ب أ اث ب أ ع ص ب أ أخ أ
اث داد(
“Dari Abî Sa„îd berkata: “Rasul saw berkata”: “Tidak boleh bagi
seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir
melakukan perjalanan lebih dari tiga hari kecuali ayahnya atau
saudaranya atau suaminya atau anaknya atau maẖram nya ada
diantara mereka yang menyertainya”. (H.R. Abû Dâud)
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 26
Dari beberapa periwayatan hadis-hadis tersebut terlihat
perbedaan rentang waktu bagi safar perempuan yang hendaknya
disertai maẖram. Yakni pada riwayat imam Bukhȃrȋ dijelaskan
selama dua hari safar hendaknya seorang perempuan disertai
maẖram, pada riwayat Imam Ahmad dijelaskan selama tiga hari
safar hendaknya perempuan disertai maẖram sedangkan pada
riwayat Imam Abȗ Dȃud, dijelaskan lebih dari tiga hari safar
hendaknya seorang perempuan disertai maẖram. Maka
perdebatan inilah yang dibicarakan oleh para ulama dan akan
dibahas pada pembahasan selanjutnya. Selain itu, pada riwayat
imam Abȗ Dȃud juga menambahkan keterangan tentang siapa
saja yang hendaknya menyertai seorang perempuan melakukan
safar. Maka riwayat ini melengkapi penjelasan pada riwayat-
riwayat sebelumnya. Sebelum melihat pada penjelasan hadis-
hadis ini, terlebih dahulu dilakukan takhrij hadis untuk
mengetahui secara terperinci letak-letak hadis tentang
maẖramdalam Kutȗb al-Tis„ah.
2. Takhrij Hadis
Takhrij Hadis Pertama
Hadis yang dibahas diambil dari kitab Sahȋh al-Bukhârȋ
yang telah diakui ke-sahȋh-annya. Oleh karena itu, kegiatan
takhrij ini bukan meragukan ke-sahȋh-an hadis tersebut, tetapi
untuk menampilkan hadis-hadis lain yang setema atau semakna
berkaitan dengan hadis yang dibahas. Pada hadis pertama ini,
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 27
penulis menggunakan tiga metode takhrij dan tiga kitab takhrij
sesuai dengan metode takhrij yang digunakan yaitu: al-Muʻjam
al-Mufahras li al-Fâzhi al-Hadȋs al-Nabawȋ, Mausȗʻat Athraf al-
Hadȋs al-Nabawȋ al-Syarȋf dan Miftahu Kunȗz al-Sunnah.
Pertama, penelusuran menggunakan kitab al-Muʻjam al-
Mufahras li al-Fâzhi al-Hadȋs al-Nabawȋyakni dengan
menggunakan kata yang dianggap kata kunci pada hadis yang
akan diteliti. Dalam penelusuran ini penulis menggunakan kata
:didapat hasil sebagai berikutخdanعلش
TABEL I
Takhrij Hadis I
Pada Kitab al-Muʻjam al-Mufahras li al-Fâzhi al-Hadȋs al-
Nabawȋ
علش ال رغبكش اشأح اال ؼب ؾش 14
Ditemukan pada kitab:
Kitab Sahȋh al-Bukhârȋkitab Taqsȋr bab ke-4, kitab Masjid
Makkah bab ke-6, kitab Shaid bab ke-26, kitab Shaum bab ke-
67.
Kitab Sahȋh Muslim kitab ẖaji hadis no. 416 sampai 424
Kitab Sunan Abȋ Dâud kitab Manȃsik bab ke-2
Kitab Sunan al-Turmudzi kitab Radȃʻbab ke-15
Kitab Sunan Ibnu Mâjah kitab Manȃsik bab ke-7
Kitab Musnad imam Aẖmad bin Hanbal juz 1, halaman 222,
346. Juz 2, halaman 13, 19, 182, 236, 251, 304, 347, 423, 437,
445, 493, 506. Juz 3 halaman 7, 34, 45, 52, 53, 54, 62, 64, 66,
71, 77. dan 446.
14
A. J. Wensink, al-Muʻjam al-Mufahras li Al-Fâzi al-Hadȋs al-
Nabawi, juz 2, (London: Maktabah Barbal, 1936), h. 467.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 28
TABEL II
Takhrij Hadis I
Pada Kitab al-Muʻjam al-Mufahras li al-Fâzhi al-Hadȋs al-
Nabawȋ
خ سع ثبشأح اال ر ؾش 15 ال ٣خ
Ditemukan pada kitab:
Kitab Sahȋh al-Bukhârȋkitab Nikah bab ke-111 dan 112
Kitab Sahȋh Muslim kitab ẖaji hadis no. 424
Kitab Sunan al-Turmudzi kitab Radaʻbab ke-16, kitab Fitan bab
ke-7
Kitab Musnad imam Aẖmad bin Hanbal juz 1, halaman 222.
Juz 3 halaman 329 dan 446.
Kedua, menggunakan kitab Mausȗʻat Athraf al-Hadȋs al-
Nabawȋ al-Syarȋf yakni kamus penelusuran hadis dengan metode
awal matan.16
Didapati hasil sebagai berikut:
TABEL II
Takhrij Hadis I
Pada Kitab Mausȗʻat Athraf al-Hadȋs al-Nabawȋ al-Syarȋf
شأحب ٣خ ثئ سع17
15
A. J. Wensink, al-Muʻjam al-Mufahras li Al-Fâzi al-Hadȋs al-
Nabawi, juz 2, (London: Maktabah Barbal, 1936), h. 76. 16
Matan secara etimologi adalah tengah jalan, punggung bumi atau
bumi yang keras dan tinggi. Sedangkan secara terminology adalah lafaz-lafaz
hadis yang dengan lafaz itu terbentuk makna. Redaksi yang menjadi unsur
pendukung pengertian atau maksud hadis. Lihat Muhammad „Ajâj al-Khâtibi,
Usȗl al-Hadȋs „Ulumuhu Wa Musthalahuhu, (Libanon: Dâr al-Fikr, 1989),
h.33. 17
Abȗ Muhammad Saʻȋd Basyȗnȋ Zaghlȗl, Mausȗʻat Athraf al-Hadȋs al-Nabawȋ al-Syarȋf, jilid 7, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1989), h. 369.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 29
Ditemukan pada kitab:
Kitab Sahȋh al-Bukhârȋ jilid 4 halaman 72, jilid 7 halaman 48
Kitab Sahȋh Muslim kitab haji bab ke-74 halaman 424
Ketiga, penelusuran hadis dengan mencari tema yang sesuai
yakni menggunakan kitab Miftahu Kunȗz al-Sunnah. Tema yang
digunakan adalah غب ءا maka didapat hasil sebagai berikut:
TABEL III
Takhrij Hadis I
Pada Kitab Miftahu Kunȗz al-Sunnah
سع ثبشاح اال ر ؾش 18ال ٣خ
Ditemukan pada kitab:
Kitab Sahȋh al-Bukhârȋ kitab ke-67, pada bab ke-111 dan 113.
Kitab ke-77 pada bab ke-62.
Kitab Sahȋh Muslim kitab ke-29 dan kitab ke-16 bab ke-32 dan
33.
Kitab Sunan Abȋ Dâud kitab ke-31 bab ke 33, kitab ke 37 bab
ke 53.
Kitab Sunan al-Turmudzi kitab ke-19 bab ke-14.
Kitab Sunan Ibnu Mâjah kitab ke-37 bab ke-5
Kitab Musnad imam Ahmad bin Hanbal juz 1, halaman 18, 26,
222. Juz 2, halaman 171, 189, 213. Juz 3 halaman 339 dan 446.
Juz 4, halaman 149, 153, 199, 197, 203, 205. Juz 5, halaman
300. Juz 6, halaman 153, 290, 318.
18
Muhammad Fuad ʻAbd al-Bâqȋ, Miftahu Kunȗz al-Sunnah, (al-Qahirah: Dâr
al-Hadȋs), h. 500.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 30
Dari hasil takhrij tersebut, diketahui bahwa hadis ini
memiliki beberapa hadis pembanding yang setema, hanya ada
beberapa hadis yang berbeda redaksi saja. Seperti kata: illâ dzȗ
Mahramindengan kata illâmaʻa dzȋ Mahramin. Namun perbedaan
tersebut tidak mengubah maksud dari hadis.
Takhrij Hadis Kedua
Takhrij hadis kedua ini, menggunakan kitab hadis yang
sama dan tahapan yang sama dengan penelusuran hadis pertama.
Dengan hasil sebagai berikut:
TABEL IV
Takhrij Hadis II
Pada Kitabal-Muʻjam al-Mufahras li al-Fâzhi al-Hadȋs al-
Nabawȋ
إشأح -شأح
ال رغبكش اشأح )غ٤شح( ٤٣، صالصب، )علش( صالصخ ا٣ب
()االؼب صعب، ر ؾش19
Ditemukan pada kitab:
Kitab Sahȋh al-Bukhârȋ kitab Taqsȋr bab ke-4, Kitab Said bab
ke-26, kitab Saum bab ke-67, kitab jihâd bab ke-140.
Kitab Sunan al-Turmudzi kitab Radaʻ bab ke-15.
Kitab Sunan Ibnu Mâjah kitab Manâsik bab ke-7.
Kitab Sunan Abȋ Dâud kitab Manâsik bab ke-2.
Kitab Musnad Ahmad bin Hanbal juz 2, halaman 13, 19, 34, 45,
143, 128, 445. Juz 3 halaman 7.
19
A. J. Wensink, al-Muʻjam al-Mufahras li Al-Fâzi al-Hadȋs al-
Nabawi, juz 6, (London: Maktabah Barbal, 1936), h. 186-187.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 31
TABEL V
Takhrij Hadis II
Pada KitabMausȗʻat Athraf al-Hadȋs al-Nabawȋ al-Syarȋf
٠ ا رغبكشاشأح غ٤ش ٢٣
Ditemukan pada kitab:
Kitab Musnad Ahmad bin Hanbal juz 3, halaman 34 dan 54.
TABEL VI
Takhrij Hadis II
Pada KitabMiftahu Kunȗz al-Sunnah
اشأح ثـ٤ش ر ؾش رغبكش
Ditemukan pada kitab:
Kitab Sahȋh al-Bukhârȋ kitab ke-18 bab ke-4, kitab ke-20 bab
ke-6, kitab ke-38 bab ke-26, kitab ke-30 bab ke-67, kitab ke-56
bab ke-140
Kitab Sahȋh Muslim kitab ke-15, kitab ke-413 sampai 424
Kitab Sunan Abȋ Dâud kitab ke-11 bab ke2
Kitab Sunan al-Turmudzi kitab ke-10 bab ke-15
Kitab Sunan Ibnu Mâjah kitab ke-25 bab ke-7
Kitab Sunan al-Darimȋ kitab ke-19 bab ke-49
Kitab Muwaṯa‟ imam Malik kitab ke-54 dan kitab ke-37.
Kitab Musnad Ahmad bin Hanbal juz 2, halaman 13, 19, 142,
143, 182, 236, 250, 346, 347, 423, 437, 445, 493, 506. Juz 3
halaman 7, 34, 45, 51, 53, 54, 62, 71 dan 77.
20
Abȗ Muhammad Saʻȋd Basyȗnȋ Zaghlȗl, Mausȗʻat Athraf al-Hadȋs
al-Nabawȋ al-Syarȋf, jilid 10, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1989), h. 355. 21
Muhammad Fuad ʻAbd al-Bâqȋ, Miftahu Kunȗz al-Sunnah, (al-Qahirah: Dâr
al-Hadȋs), h. 502.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 32
Takhrij Hadis ketiga
Hadis ketiga ini, berisi tentang rentang waktu
kesertaanmaẖrambagi safar perempuan selama tiga hari. Hasil
takhrijnya telah tercakup dalam pembahasan takhrij hadis kedua.
Yakni menggunakan kitab Miftahu Kunȗz al-Sunnah dengan
metode tema hadis. Maka hasil tersebut dianggap cukup mewakili
letak hadis yang semakna atau hadis yang dimaksud.
Takhrij Hadis keempat
Takhrij hadis keempat, hanya menggunakan dua metode
takhrij. Yakni dengan menggunakan metode kata pada kamus al-
Muʻjam al-Mufahras li al-Fâzhi al-Hadȋs al-Nabawȋ dan metode
awal matan pada kamus Mausȗʻat Athraf al-Hadȋs al-Nabawȋ al-
Syarȋf, sedangkan metode tema tidak digunakan karena pada
takhrij kedua hadis dianggap sudah mewakili tema yang
dimaksud. Berikut hasil takhrij dengan dua metode yang
digunakan:
TABEL VII
Takhrij Hadis IV
Pada Kitab al-Muʻjam al-Mufahras li al-Fâzhi al-Hadȋs al-
Nabawȋ
شأ
٣22غص ألشأح رؤ ثبهلل ا٤ ا٥خش ا رغبكش اال.....ال
22
A. J. Wensink, al-Muʻjam al-Mufahras li Al-Fâzi al-Hadȋs al-
Nabawi, juz 6, (London: Maktabah Barbal, 1936), h. 191.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 33
Ditemukan pada kitab:
Kitab Sahȋh al-Bukhârȋ kitab Taqsȋr bab ke-4.
Kitab Sunan Abȋ Dâud kitab Manâsik bab ke-2.
Kitab Sunan Ibnu Mâjah kitab Manâsik bab ke-7.
Kitab musnad Imam Ahmad jilid 2 halaman 251.
Kitab Muwatta‟ imam Malik kitab Isti‟zan bab ke-37.
TABEL VIII
Takhrij Hadis IV
Pada KitabMausȗʻat Athraf al-Hadȋs al-Nabawȋ al-Syarȋf
الشأح ا رؤ ثبهلل ا٤ ا٥خش ا رغبكش ال ٣ؾ
علشا
Ditemukan pada kitab:
Kitab Sahȋh Muslim kitab Haji bab ke-73, hadis nomer 423.
Kitab Sunan Abȋ Dâud kitab Manâsik bab ke-2, hadis nomer
1726.
Kitab Sunan Turmuzȋkitab Targhȋb bab ke-4.
Dari seluruh hasil takhrij tersebut, didapatbeberapa
redaksi matan hadis yang berbeda dengan maksud atau makna
yang sama. Seperti lafaz illȃ ma„a dzȋmaẖramin dengan illȃ
dzȗmaẖramin, lȃ yahillu imra‟atin dengan lȃ yu‟minȗ imra‟atin.
Jika dilihat pada masing-masing teks hadis sesuai hasil takhrij
yang ditunjukkan oleh kamus, banyak terdapat pengulangan hadis
atau kesamaan hadis. Maka penulis merangkum hasil
23
Abȗ Muhammad Saʻȋd Basyȗnȋ Zaghlȗl, Mausȗʻat Athraf al-Hadȋs
al-Nabawȋ al-Syarȋf, jilid 7, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1989), h. 355.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 34
takhrijtersebut, dengan melihat jalur periwayatan yang berbeda
dan matan hadis yang berbeda dari setiap periwayatan dalam
kutȗb al-Tisʻah. Diantara hadis-hadis tentang maẖramtersebut
adalah:
TABEL IX
Data periwayatan hadis-hadis yang berhubungan dengan
kesertaan maẖram pada safar perempuan:
No Perawi Jumlah
periwayatan Keterangan
1 Imam
Bukhârî
7 hadis Hadis no: 1862, 1086,
1087, 1995, 1197, 5233,
3006. Diantaranya terletak
pada kitâb Taqshîr al-
Shâlah, kitâb al-Jihâd,
kitab al-Shaum.
2 Imam
Muslim
5 hadis Hadis no: 413-417 dan 424.
Diantaranya terletak pada
Bâbu Safara Mar‟ah Ma„a
Maẖramin ila Hajji wa
Ghairihi.
3 Imam
Turmudzî
1 hadis Hadis no: 1169, terletak
pada Bâbu Mâ Jâ‟a fî
Karahiyyati an Tusâfira
Mar‟ah.
4 Imam Abî
Dâud
4 hadis Hadis no: 1723, 1724,
1726, 1727. Diantaranya
terletak pada Bâbu fî
Mar‟ati Tuẖijju Bighairi
Maẖramin.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 35
5 Imam Ibnu
Mâjah
2 hadis Hadis no: 1727 dan 2898.
Terletak pada Bâbu Fî al-
Mar‟ati Tuẖijju Bighairi
Maẖramin dan Bâbu al-
Mar‟atu Tuẖijju Bighairi
Wâlî.
6 Imam
Aẖmad
8 hadis Hadis no: 1437, 4615,
6289, 6712, 11055, 11314,
11525, 11535. Terletak
pada Bâbu al-Mar‟atu
Tuẖijju BIghairi Wâlî.
7 Imam al-
Dârimî
1 hadis Hadis no: 2678, terletak
pada Bâbu Lâ Tusâfiri al-
Mar‟ati Illâ Wama„ahâ
Maẖramin.
8 Imam Malik 1 hadis Hadis no: 2803, terletak
pada Bâbu Hijju al-Mar‟ati
Bighairi Dzî Maẖramin.
Total
periwayatan 29 hadis
Rata-rata terletak pada
Kitâb Hajji, Manâsik,
Jihâd dan kitâb al-
Shalâh.
Dari hadis-hadis yang telah diriwayatkan tersebut,
masing-masing perawi Kutȗb al-Tis„ah meriwayatkan hadis
tentang maẖram, kecuali Imam al-Nasȃ‟i yang belum penulis
temukan riwayatnya. Melihat pada pola periwayatan dari segi
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 36
kuantitasnya, hadis ini adalah hadis masyhȗr. Karena
diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih pada tingkatan
sahabat- yakni diriwayatkan oleh Ibnu „Abbâs, Ibn „Umar, Sa„îd
al-Khudrî dan Abû Hurairah- dan pada tingkatan setelah sahabat
tidak sampai pada jumlah periwayatan mutawatir, maka hadis ini
termasuk hadis ahad.24
Sedangkan dari segi kualitasnya, hadis ini adalah hadis
saẖîẖ. Untuk membuktikan asumsi saẖîẖ nya hadis ini, haruslah
dilakukan penelitian pada masing-masing perawi setiap jalur
periwayatan yang disebut juga dengan kritik sanad hadis. Kritik
sanad bertujuan untuk melihat apakah hadis ini memenuhi kriteria
ke-saẖîẖ-an suatu hadis yang telah ditetapkan oleh para ulama
hadis. Diantara kriteria ke-saẖîẖ-an adalah; tersambung sanad
nya, para perawinya dikenal tidak melakukan dosa besar dan
dikenal tidak sering melakukan dosa-dosa kecil („adalah), para
perawi memilikin kredibilitas kepribadian yang baik (dlabith),
tidak ada kejanggalan dalam matan hadis („adamu syaz)dan tidak
ada kecacatan dalam matan hadis („adamu „illat).25
24
Abî „Amr „Usmânbin „Abd al-Raẖmân- Ibn Shalaẖ, Muqaddimah
Ibn Shalaẖ, Fi „Ulȗm al-ẖadîs, (Qâhirah: Dâr al-Hadîs, 2010), h. 20. Lihat
juga Maẖmud Thahan, Taisîr Musthalah al-Hadîs, (Sangkapura: Haramain,
1985), h. 35. 25
Abî „Amr „Usmân bin „Abd al-Raẖmân- Ibn Shalaẖ, Muqaddimah
Ibn Shalaẖ, Fi „Ulȗm al-ẖadîs, (Qâhirah: Dâr al-Hadîs, 2010), h. 20.Lihat juga
Maẖmud Thahan, Taisîr Musthalah al-Hadîs, (Sangkapura: Haramain, 1985),
h. 24.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 37
3. Kritik Sanad Hadis
Untuk mengetahui kualitas jalur periwayatan hadis, perlu
ditelaah kepribadian para perawi hadis. Penulis memilih beberapa
jalur periwayatan yang dianggap perlu diteliti baik dari kitab
saẖîẖ,kitab sunan maupun kitab musnad.
ي ب ؽؼجخ، ؽذصب ػجذ ا ، ؽذص ب ب ؽغبط ث ؽذص
ؼذ : ع ؼذ هضػخ هب : ع ٤ش، هب ػ أثب عؼ٤ذ ث
: ػ غ اج٢ ف٠ -اخذس١ سض٢ ا ؿضا ب
ح ز٢ ػؾشح ؿض ص ع ؼذ أسثؼب -اهلل ػ٤ : ع هب
: ٢، هب ، كأػغج ع اج٢ ف٠ اهلل ػ٤ ال "
ر رغبكش ب أ ع ب ص ؼ إب ٤ غ٤شح ٣ شأح ا
األضؾ٠، : الطش ٤ ك٢ ٣ ال ف ، ال ؾش
ال ثؼذ اؼقش ظ، فالح ثؼذ اقجؼ ؽز٠ رطغ اؾ
إ ال رؾذ اشؽب ـشة، غبعذ: ؽز٠ ر ب إ٠ صالصخ
زا غغذ١ غغذ األهق٠، ، )سا غغذ اؾشا
اجخبس١(
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 38
Hajjâj bin Minhâl
Beliau adalah Hajjâj bin Minhâl al-Anmâtî Abȗ Muẖammad
al-Sulamî. Guru-guru beliau diantaranya; Jarîr bin Hâzm,
Syu„bah bin Hajjâj, Sufyan bin „Uyainah, Fadl bin „Abbas, al-
Zuhli dan lain-lain.26
Beliau wafat pada bulan Syawal 217,27
sedangkan menurut Khallaf Muhammad al-Qurdushi pada tahun
216.28
Murid-murid beliau diantaranya imam al-Bukhâr Aẖmad
bin al-Hasan bin Hirâsy, Ishâq bin Mansur al-Kausaj dan lain-
lain.29
Abȗ Hatim memberikan komentar kepada Hajjaj bin
Minẖal, beliau tsiqah.30
Imam al-Nasa‟I berkomentar tsiqah,
imam Aẖmad juga berkomentar tsiqahdan al-„Ijlî berkomentar
tsiqah.31
Syu‘bah
Beliau adalah Syu„bah bin al-Hajjâj bin al-Ward al-„Atakî al-
Azdî, dianatara guru-guru beliau adalah „Abd Mâlik bin „Umair,
26
Al-Hafiz Abi Fadhl Aẖmad bin „Alî bin Hajar bin Syihabuddin al-
„Aqalânî al-Syafi„I (773 H-852 ), Tahzibu al-Tahzib, juz 2, h. 361. 27
Hafiz al-Muttaqîn Jamal al-Dîn Abî al-Hajjaj Yusuf al-Mizi, Tahzib
al-Kamal, juz 5, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h. 457. 28
Al-Hafiz Abi Fadhl Aẖmad bin „Alî bin Hajar bin Syihabuddin al-
„Aqalânî al-Syafi„I (773 H-852 ), Tahzibu al-Tahzib, juz 2, h. 361. 29
Hafiz al-Muttaqîn Jamal al-Dîn Abî al-Hajjaj Yusuf al-Mizi, Tahzib
al-Kamal, juz 5, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h. 459. 30
Hafiz al-Muttaqîn Jamal al-Dîn Abî al-Hajjaj Yusuf al-Mizi, Tahzib
al-Kamal, juz 5, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h. 457. Lihat juga
Tahzibu al-Tahzib,h. 361. 31
Tahzib al-Kamal, juz 5, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
459.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 39
„Ubaidah bin Mu„attab, „Ata‟ bin Mainȗnah, Talẖah bin
Musharraf, „Ashim bin Bahladah, Arzaq bin Qais dan lain-
lain.32
Lahir pada tahun 82, wafat pada awal tahun 160.Sedangkan
menurut Ibnu Hibbân, beliau lahir pada tahun 83.33
Diantara
murid-murid beliau adalah Hajjaj bin al-Minẖal, Abȗ al-Walîd,
Yaẖya bin Sa„îd al-Qatthân, Sa„îd bin Ibrâhîm dan lain-
lain.34
Beliau berihlah diantaranya ke Basrah dan Iraq. Adapun
komentar para ulama, Ibnu Hibban tsiqah, al„ijlîtsiqah tsubût,
Ibnu Sa„îd tsiqah ma‟mȗn sahib hadîs.35
‘Abd al-Malik bin ‘Umair
Nama lengkapnya „Abd al-Malik bin „Umair bin Suwaid bin
Jâriyah al-Quraisyî. Guru-guru beliau Qaza„ah bin Yaẖya,
„Atiyah al-Quraizî, Muharib bin Ditsâr. Sedangkan murid-
murinya Syu„bah bin al-Hajjâj, Syu„ain bin Safwan, Safyan al-
Tsaurî.36
Wafat pada tahun 136 di Basrah, diantara tempat rihlah
beliau Kuffah dan Basrah. Abȗ Hâtim berkomentar tentang
32
Tahzib al-Kamal, juz 12, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992),
h.492.Lihat juga Tahzib al-Tahzib, juz 2, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992),
h. 166. 33
Tahzib al-Kamal, juz 12, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992),
h.493.Lihat juga Tahzib al-Tahzib, juz 2, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992),
h. 169. 34
Tahzib al-Kamal, juz 12, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992),
h.494.Lihat juga Tahzib al-Tahzib, juz 2, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992),
h. 168. 35
Tahzib al-Tahzib, juz 2, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
169. 36
Tahzib al-Kamal, juz 18, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
374.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 40
beliau adalah Sâliẖ, imam al-Nasa‟I Laisa bihi ba‟sa, „Abd Allah
al-„Ijlî Sâliẖẖadîs, ibnu Numair Tsiqah Tsubût.37
Qaza‘ah
Dikenal dengan nama lengkap Qaza„ah bin Yaẖya atau ibnu
Aswad, Abû al-Ghardiyyah al-Basriyyu dari bani Harisy. Guru-
guru beliau Abû Sa„îd al-Khudrî, Habîb bin Maslamah, Abî
Hurairah. Murid-muridnya diantaranya Ismâ„îl bin Jarîr, „Abd al-
Malik bin „Umair, „Ashîm al-Ahwal. Salah satu tempat rihlahnya
di Bashrah, bebrapa komentar ulama Al-„Ijlî mengomentari
beliau Tsiqat38
, Ibn Hirasy sadûq dan Ibn Hibban tsiqat.39
Sa‘îd al-Khudrî
Adalah Sa„îd bin Hurais bin „Amr bin „Usmân bin „Abd Allah
bin „Umair bin Makhzȗm. menurut al-Waqîdî, beliau salah satu
sahabat yang ikut dalam peristiwa fatẖ al-Makkahhidup sekitar
tahun 15 H, wafat di Kuffah. Beliau salah satu sahabat ang
meriwayatkan hadis dari rasul, salah satu muridnya adalah „Abd
al-Malik bin „Umair .40
37
Tahzib al-Tahzib, juz 3, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
620-621. 38
Tahzib al-Tahzib, juz 3, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.440 39
Tahzib al-Kamal, juz 23, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
597, 599. 40
Tahzib al-Kamal, juz 10, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
382.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 41
TABEL X
Hasil kritik sanad hadis riwayat Imam Bukhȃrȋ
No Nama Tahun
Wafat Kuniyah
Tempat
Rihlah Jarh/Ta„dîl
1 ؽغبط ث
ب
w. 216/
217 -
صوخ )اغبئ٢ ،
اؼغ٢، اؽذ ث
ؽج، اث ؽبر (
160-82 ؽؼج 2ثقشح،
ػشم
صوخ )اث ؽجب اث
عؼ٤ذ(، صوخ صجد
)اؼغ٢(
3 ػجذ اهلل ث
ػ٤شw. 136
ثقشح ،
كخ
فبؼ )اث
ؽبر(،٤ظ ث ثأط
)اغب ئ٢ (،
فبؼ ؽذ٣ش
)اؼغ٢(
ثقشح - هضػخ 4
صوخ )اؼغ٢ اث
ؽجب(،فذم )اث
ؽشاػ(،
5 عؼ٤ذ
اخذس١ فؾبثخ ػذ كخ -
Dari data yang didapat tersebut, untuk mendapatkan
informasi ketersambungan sanad, dapat dilihat pada keterangan
tahun kelahiran atau tahun wafat perawi.Dari keterangan tahun
kelahiran atau tahun wafar para perawi ini, dapat dianalisa bahwa
jika berdekatan atau satu masa antara perawi satu dengan perawi
lainnya maka dapat diperkirakan mereka saling bertemu. Selain
dengan cara melihat tahun kelahiran atau tahun wafat para
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 42
perawi, informasi ketersambungan sanad juga dapat dilihat pada
tempat-tempat rihlah atau tempat-tempat yang pernah dikunjungi
perawi. Analisanya jika antara satu perawi dengan perawi lainnya
pernah mengunjungi satu tempat yang sama, ada kemungkinan
mereka saling bertemu dan meriwayatkan hadis.
Dalam sanad hadis tersebut „Abd Allah bin „Umair wafat
di tahun 136 H dan perawi diatasnya yaitu Syu„bah hidup pada
tahun 82 sampai 160 H. maka dalam rentang waktu masa hidup
mereka dapat diperkirakan pernah dalam satu masa. Diperkuat
dengan keterangan tempat rihlah, yakni „Abd Allah bin „Umair
bin „Umair pernah berkunjung ke Bashrah dan Syu„bah juga
pernah berkunjung ke Bashrah. Hal ini memperkuat adanya
kemungkinan mereka pernah saling bertemu dan meriwayatkan
hadis. Maka antara „Abd Allah bin „Umair dengan Syu„bah
tersambung sanad-nya, begitu juga analisis pada perawi-perawi
selanjutnya.
Sedangkan untuk mengetahui kredibilitas atau ke-dabit-an
para perawi dapat dilihat dari komentar para ulama. Antara satu
ulama dengan ulama yang lain memiliki tingkat komentar atau
nilai komentar yang berbeda-beda.Hal tersebut berdasarkan pada
tingkat keidealan masing-msing ulama. Artinya ada diantara
mereka yang dianggap sebagai ulama yang longgar (mutasahhil)
dalam menilai perawi dan ada pula yang ketat dalam menilai
perawi (mutasyadȋd).
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 43
Dalam jalur periwayatan ini, masing-masing mereka
dinilai tsiqah, walaupun ada satu orang perawi yaitu Abd al-
Mâlik bin „Umair dinilai Laisa bihi ba‟sa. Namun melihat para
ulama yang menilainya, tidak semua yang menyatakan demikian.
Masih mendapat penilaian sâliẖ dari ibnu Hâtim, maka tidak
menunjukkan kecacatan bagi nya.Ibn Hâtim termasuk ulama
mutasyadid yakni memiliki kredibilitas tinggi dalam menilai
perawi dibanding dengan para muhaddis lainnya.Didukung juga
oleh penilaian al-„Ijlî dengan komentar sâliẖ dan telah
meriwayatkan seratus hadis.Pendapat al-„Ijlî dapat di
pertimbangkan untuk mengangkat kredibilitas perawi karena
beliau termasuk muhaddis yang memiliki kitab al-Tsiqȃt, dan
beliau termasuk ulama yang ketat dalam memberikan jarẖ dan
tadîl.Dengan demikian Abd al-Mâlik bin „Umair tidak mencapai
penilaianjarh. Perawi selanjutnya Qaza„ah yang dinilai sadûq
oleh Ibn Khirâsy, penilaian tersebut tidak mengurangi kredibilitas
karena Ibn Hibbân yang memiliki kitab al-Tsiqat menilainya
tsiqah, dengan demikian Qaza„ah tidak mencapai tingkatan cacat.
Dari segi sanadnya maka hadis yang diriwayatkan oleh
imam Bukhârî ini telah memenuhi beberapa syarat ke-saẖîẖ-
anhadis yaitu sambung sanadnya, „adalah dan dabitpara
perawinya.
Selanjutnya periwayatan imam Abȗ Dȃud dari jalur
periwayatan Abȋ Sa„ȋd al-Khudrȋ:
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 44
بد ، أ أث٢ ؽ٤جخ ، ث ب ب ػض ٣خ ، ؽذص ؼب أثب
أث٢ فبؼ ، ػ ؼ ، ػ األػ ػ ٤ؼب ، ؽذصب
اهلل ف٠ اهلل ػ٤ ع : ال سع : هب أث٢ عؼ٤ذ ، هب
م رغبكش علشا ك ا٥خش أ ا٤ ثب شأح رؤ ال ٣ؾ
ب صالصخ ع ص ب أ أخ ب أ ب أث ؼ كقبػذا ، إال أ٣ب
ب.)سا اث داد( ؾش ر ب أ اث أ
‘Usmân bin Abî Syaibah
Beliau adalah salah satu guru imam Abî Dâud, nama
aslinya adalah „Usmân bin Muhammad bin Ibrâhîm bin „Usmân
bin Khawastî al-„Absî, Abû al-Hasan bin Abî Syaibah al-
Kûfî.41
Beberapa tempat rihlah beliau adalah Makkah, Ray dan
Baghdâd. Diantara guru-guru beliau adalah Bisyr bin al-
Mufadhdhâl, Ismâîl bin „Abbâs, Ismâîl bin „Ulayyah, Hâtim bin
Ismâîl al-Madânî dan lain-lain. Adapun murid-murid beliau
diantaranya imam Bukhârî, imam Muslim, imam Abû Dâud,
imam Ibnu mâjah dan lain-lain.42
Wafat 239, komentar imam al-
„Ijlî tsiqah, ibnu Hâtim sadûq, Al-Râzî tsiqah.43
41
Tahzib al-Kamal, juz 19, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992),
h.478. 42
Tahzib al-Kamal, juz 19, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
480. 43
Tahzib al-Kamal, juz 19, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
482, 483, 487.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 45
Hannâd
Beliau adalah Hannâd bin al-Sârî bin Mus„ab bin Abî
Bakr bin Syabr bin sa„fûq bin Amr bin Zurârah al-Tamîmî al-
Dârîmî, Abû Sârî al-Kûfî. Diantara murid-murid beliau adalah
syarik bin „Abd Allah, Hâtim bin Iamâîl al-Madânî, „Abdah bin
Sulaimân dan lain-lain. Adapun guru-guru beliau diantaranya
adalah imam Bukhârî, Abû Hâtim, Abû Zur„ah al-Râziyân dan
lain-lain.Beliau hidup pada masa 152-243 H, Komentar Abû
Hâtim Sadûq,imam al-Nasa‟I tsiqah, ibnu Hibbân tsiqât.44
Abû Mu‘awiyah
Abû Mu„âwiyah Muhammad bin Khâzm al-Dharîrî. Guru
beliau diantarnya adalah al-A„masy dan muridnya Abî Syaibah.45
Wakî‘
Waki„ bin al-Jarrâẖ bin Malîẖ al-Ruâsiyyu, Abû Sufyan
al-Kȗfî adalah nama kuniyahnya. Pada mata rantai sanad hadis
ini, beliau adalah salah satu guru dari imam Abî Dâud, tetapi
belum ditemukan data bergurunya dengan imam Abî Dâud.
Beliau berasal dari daerah Naisabûrî, dikatakan juga beliau lahir
di daerah Ashbahân dan pernah berihlah ke Iraq, imam Abî Dâud
44
Tahzib al-Kamal, juz 30, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
311-313. 45
Tahzib al-Kamal, juz 34, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
303-304.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 46
mengatakan bahwa beliau adalah seorang yang buta sebelah.
Beberapa guru-guru beliau diantarnya adalah Ismâîl bin Abî
Khâlid, Ismâîl bin Sulaimân al-Azrâq, Aflaẖ bin Humaid, Hâjib
bin „Umar, Sulaimân al-A„masydan lain-lain.46
Adapun diantara
murid-murid beliau adalah imam Aẖmad bin Hanbal, Sufyan bin
Wakî„ bin Jarrâẖ, yaẖya bin Ma„in dan lain-lain.47
komentar Imam Aẖmad tentang beliau, bahwa walaupun
dengan kekurangannya Wakî„ adalah seorang yang bagus
hafalannya, wira„i dan khusyu„ dalam beribadah dan ia adalah
imam bagi kaum muslimin dimasanya. Ibnu Hâtim berkomentar
ia adalah seorang yang Tsubut, Abû Mu„âwiyah berkomentar
tsiqah.48
Muẖammad bin Ghâlib bin Harb berkomentar bahwa
Wakî„ adalah seorang yang disetiap malamnya tidak akan tidur
sebelum membaca al-Qur‟an sebanyak 3 juz dan qiyamullail di
akhir malam, hingga terbit fajar. Sedangkan al-„Ijlî berkomentar
beliau adalah tsiqah, „âbid, Shâliẖ, Huffâz al-Hadis. Beliau lahir
pada tahun 126, 127 atau 130 H dan wafat pada tahun 196, 198 H
menurut Imam Aẖmad beliau wafat di Makkah ketika dalam
perjalanan pulang dari melaksanakan ibadah haji.49
46
Tahzib al-Kamal, juz 30, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
463-464. 47
Tahzib al-Kamal, juz 30, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
468. 48
Tahzib al-Kamal, juz 30, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
474-476. 49
Tahzib al-Kamal, juz 30, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
481, 484.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 47
al-A‘masy
Sulaimân bin Mihrân al-Asadî al-Kâhilî, salah satu
budaknya adalah Abû Muhammad al-Kûfî al-A„masy.Beliau
berasal dari daerah Thabaristân. Guru-guru beliau diantaranya
adalah Anas bin Mâlik,50
Ibrâhîm al-Nakha„î, Abî Sâlih budak
Ummu hâni‟ dan lain-lain. Murid-murid beliau diantaranya
adalah Abû Mu„âwiyah, Huraim bin Sufyan, „Uqbah bin Khâlid
dan lain-lain. Al-„Ijlî berkomentar tsiqah, lahir pada 61 H,51
wafat
147,148 H. Abû Hâtim berkomentar al-A„masy lebih baik
hafalannya dari pada Hasan bin „Amr al-Faqîmî.52
Abû Sâliẖ al-Sammâni
Salah satu tabi‟în yang hidup semasa dengan Abû
Hurairah, beliau juga berguru dengan Abû Sa„îd al-Khudrî dan
Abû Hurairah. Salah satu muridnya Suhail bin Abî Shâlih dan
lain-lain.53
50
Tahzib al-Kamal, juz 12, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
76-77. 51
Tahzib al-Kamal, juz 12, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
81, 83. 52
Tahzib al-Kamal, juz 12, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
89-90. 53
Tahzib al-Kamal, juz 33, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
419.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 48
Abî Sa‘îd
Salah satu sahabat Nabi saw, Abû Sa‟îd al-Khudrî, Sa„d
bin Mâlik adalah nama aslinya, beliau terkenal dengan nama asli
dan kuniyahnya.54
TABEL XI
Hasil kritik sanad hadis riwayat Imam Abȗ Dȃud
N
o
Nam
a
Tahu
n
Wafa
t
Kuniya
h
Tempat
Rihlah
Jarh/Ta„d
îl
1
ػضب
ث اث٢
ؽ٤جخ
w.
23
اث ؽغ
ث اث٢
ؽ٤جخ
كخ،
خ، ثـذاد
صـــــــوخ
،)اؼغ٠ (
فذم )اث
ؽبر (،
صوخ )اشاص١
)
بد 2-
اث عبس١
اك٢
كخ
فذم )اث
ؽبر(،
صوخ )اغب ئ٢
،)
صوخ )اث
ؽجب (
3 اث
ؼب٣خ-
اث
ؼب٣خ- -
-31 ٤غ 4 اث عل٤ب كخ، صوخ )اث
54
Tahzib al-Kamal, juz 33, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
335.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 49
ؼب٣خ( ، ػشم اك٢
صجد
)ؽبر(،
صوخ )اؼغ٢(
االػ
ػ
1-
ــــــكخ -
صوخ )اؼغ٢(
ؽلظ )ؽبر(
اث٢
فبؼ - - اث فبؼ -
7
اث٢
عؼ٤ذ
اخذس
١
كخ اث عؼ٤ذ - فؾبثخ
ػذ
Dari data tersebut, ketersambungan sanad yang
ditunjukkan pada tahun kelahiran atau tahun wafat para perawi
menunjukkan mereka saling bertemu.Namun, tidak semua perawi
ditemukan data kelahiran atau data wafat mereka. Bagi pera
perawi yang tidak ditemukan data tahun kelahiran atau tahun
wafat, dapat dibantu dengan data tempat riẖlaẖ mereka, yaitu
masing-masing pernah berkunjung di daerah Kȗfah.Dengan
demikian dapat menunjukkan kemungkinan mereka saling
bertemu.
Adapun tentang ke-dabit-an dan „adalah para perawi,
melihat pada komentar yang diberikan oleh para muhaddist,
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 50
dengan tingkatan kredibilitas yang berbeda.Pada riwayat imam
Abû Dâud ini, para perawi terlihat kredibilitas ke-dabit-annya
baik. Walaupun ada beberapa perawi yang tidak mencapai
tingkatan tsiqahmenurut Ibn Hâtim, tetapi mereka mendapat
predikat tsiqah dari ulama lain. Karena Ibn Hâtim termasuk
ulama yang ketat dalam penilaian, maka shadȗq menurut Ibn
Hâtim tidak menjadikan kecacatan bagi seorang perawi. Maka
hadis dari jalur periwayatan imam Abȗ Dâud ini memenuhi
kriteria ke-sahih-an suatu hadis, yakni sambung sanad-nya, dabit
dan „adalah para perawinya.
Kritik sanad selanjutnya dari periwayatan Imam Ahmad
melalui jalur periwayatan Ibn „Umar, dengan kritik sebagai
berikut:
اث بكغ ، ػ ب ػج٤ذ اهلل ، ػ ٤ش ، ؽذص ب اث ؽذص
اج٢ ش ، ػ : ال رغبكش ػ هب ع ػ٤ ف٠ ا
.)سا اؽذ ث ؽج( ؾش غ ر١ شأح صالصب إال ا
Ibnu Numaîr
Beliau adalah „Abd Allah bin Numaîr al-Mahdânî al-
Khârifî, Abû Hisyâm al-Kûfî. Guru-gurunya adalah Asy„ats bin
Sawwâr, Haris bin Hashîrah, „Ubaidullah bin al-Akhnas al-
Nakhâ„î dan lain-lain. Murid-muridnya adalah Aẖmad bin
Hanbal, Sufyan bin Wak„ al-Jarrâẖ, „Ubaid bin Ya„yasy dan lain-
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 51
lain. Komentar „Utsmân bin Sa„îd al-Dârimî tsiqah, ibnu Saîd
tsiqah. Beliau wafat pada tahun 199 H.55
‘Ubaidullah
„Ubaidullah bin al-Akhnas al-Nakhâ„î, Abû Mâlik al-Kûfî
al-Khazzâz. Diantara guru-guru beliau adalah nâfî„ budaknya
Ibnu „Umar, „Amr bin Syu„aib, Abî Zubair al-Makkî dan lain-
lain. Diantara murid-murid beliau adalah Rauẖ bin „Ubadah, Saîd
bin Abî „Arûbah, „Abd Allah bin Bakr al-Sahmî dan lain-lain.
Komentar para ulama hadis diantarnya imam Aẖmad, imam al-
Nasa‟I dan Abû Dâud tsiqah.56
Nâfi‘
Beliau adalah Nâfi„ budak „Abd Allah bin „umar bin al-
Khaththâb al-Qurasyî al-„Adawî, Abû „Abd Allah al-Madânî,
berasal dari Maghribi, ada juga yang mengatakan dari Naisabûrî.
Diantara guru-guru beliau adalah „Abd Allah bin „Umar bin
Khattâb, Mughîrah bin Hakim al-Shan„ânî, Abî Sa„îd al-Khudrî
dan lain-lain. Murid-muridnya adalah „Ubaid Allah bin al-
55
Tahzib al-Kamal, juz 16, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h.
225, 227, 229. 56
Tahzib al-Kamal, juz 19, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h. 5-6.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 52
Akhnas, „Athâ‟ al-Khurasanî, „Umar bin Husain al-Makkî dan
lain-lain.57
Ibnu ‘Umar
Beliau adalah „Abd Allah bin „Umar bin al-Khaththâb al-
Qurasyî al-„Adawî, Abû „Abd al-Raẖman al-Makkî al-Madanî,
sahabat Rasul saw. beliau adalah saudara kandung Hafshah
ummu al-Mu‟minîn, ibu mereka adalah Zainab bint Maz„ȗn.
Salah satu sahabat yang mengikuti perang khandaq. Diantara
murid-muridnya adalah Abû Shâliẖ Dzakwan al-Samâni, Dâud
bin Sulaik al-Sa„adî, Nâfi„ dan lain-lain. Wafat pada tahun 73, 74
H.58
Dari proses kritik sanad hadis kesertaan maẖramyang
menjelaskan tentang kesertaan maẖrambagi perempuan yang
melakukan safar selama tiga hari melalui jalur sahabat Ibnu
„Umar pada riwayat Imam Ahmad bin Hanbal,dengan hasil kritik
sanad dapat dirangkum pada tabel berikut:
TABEL XII
Hasil kritik sanad hadis riwayat Imam Ahmad bin Hanbal
N
o Nama
Tahun
Wafat Kuniyah
Tempat
Rihlah Jarh/Ta„dîl
1 اث
٤شw.
33
اث ؾب
اك٢ ــــكخ
صـــــــوخ )
ػضب ث
57
Tahzib al-Kamal, juz 29, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h. 298-299,
301. 58
Tahzib al-Kamal, juz 15, (Bairut: Muassasah al-Risalah, 1992), h. 337, 339.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 53
عؼ٤ذ(،
)اث صوخ
عؼ٤ذ(
2 ػج٤ذ
اهلل-
اخضاص
اث بي
اك٢
كخـــــ
صوخ )اؽذ ث
ؽج،اغبئ٢
، اث داد(
- بكغ 3اث ػجذ اهلل
اذا٢
ـشث٢،
خ -
4 اث
ػش73/74
اث ػجذ
اشؽ
٢ ا
اذا٢
خ فؾبثخ
ػذ
Riwayat imam Aẖmad bin Hanbal ini terlihat saling
bertemu antara para perawinya, dengan melihat data tempat
rihlah dan kuniyahnya. Masing-masing perawi hidup semasa dan
pernah berkunjung ke Kûfah, Makkah dan Madinah.Dengan
demikian adanya kemungkinan saling bertemu dan meriwayatkan
hadis.
Sedangkan dari ke-dabit-an para perawi dari jalur
periwayatan ini, mayoritas perawi mendapat predikat
tsiqahsampai pada tingkatan tabi„în. Salah satu perawipada jalur
periwayatan ini, belum ditemukan data jarẖatau ta„dîl dari para
ulama yakni Nâfi„. Namun, beliau adalah salah satu tabi„în yang
sering ditemukan dalam periwayatan hadis.Maka kesimpulan
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 54
sementara hadis ini sambung sanad-nya dan dabit serta „adîl para
perawinya.
Untuk lebih mendukung kulitas hadis pada periwayatan
jalur ini, ada beberapa periwayatan dari jalur lain yang semakna.
Sehingga masih tetap dapat naik tingkatannya apabila diteliti
lebih lanjut, diketahui salah satu dari perawi ada yang terputus
sanad-nya. Maka hadis ini masih tetap dapat dijadikan hujjah.
C. Maẖram dalam Perspektif Fiqh
1. Maẖram Mu’abbad
Maẖram mu‟abbad adalah keharaman bagi seseorang
untuk menikahi orang lain yang termasuk dalam maẖram-nya dan
bersifat selamanya. Adapun seorang laki-laki tidak boleh
menikahi seorang perempuan untuk selamanya, dikarenakan
adanya; hubungan nasab, hubungan pernikahan, hubungan
persusuan.59
Hal ini sesuai pada firman Allah surat al-Nisa‟: 23
59
Abî Bakr „Usmân bin Muhammad Syatta al-Dimyati al-Bakr,
Hasyiyyah I‟anah al-Thâlibîn, juz 2, (Dâr al-Kutûb al-„Ilmiyyah, Bairut:
2012), h. 479. Lihat juga Wahbah Zuẖailî,al-Fiqhu al-Islâmî wa Adillatihi,
(Dâr al-Fikr: Bairut, 1989), h. 351.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 55
“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang
perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara
bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan,
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-
anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu
yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu
istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam peliharaanmu dari
istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan
istrimu itu (dan sudah klamu ceraikan) maka tidak berdosa kamu
mengawininya. (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu
(menantu) dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua saudara,
kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, sesuangguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Ayat ini telah memberikan rambu-rambu secara jelas,
tentang siapa saja yang menjadi maẖram dalam hubungan
pernikahan, hubungan nasab dan hubungan persusuan. Berikut
akan dijelaskan menurut pandangan para ulama fiqih tentang
hubungan maẖram tersebut.
a. Pengharaman Hubungan Nasab60
60
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, jilid 2, (al-Qahirah: Dar al-Hadîs, 2009), h.
47.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 56
Maẖram dalam hubungan nasab, yang dimaksud disini
adalah kerabat dekat yang memiliki hubungan satu rahim yaitu
kerabat dekat yang haram baginya untuk dinikahi.61
1). Ibu, yang dimaksud adalah hubungan anatara ibu dan anak
inilah yang menyababkan adanya ikatan maẖram yang termasuk
dalam kategori ini adalah ibu dan nenek (ibu dari ibu atau ibu dari
ayah), dengan segala tingkatannya, baik dari pihak bapak maupun
ibu.
2). Anak perempuan yang dilahirkan oleh istri maupun oleh anak
kandung laki-laki tadi. Termasuk dalam kelompok ini adalah
anak kandung dan anak tiri, cucu, cicit dengan tingkatannya.
3). Saudara perempuan yang lahir dari orangtua yang sama, baik
keturunan dari pihak ayah maupun ibu atau dari salah satu
diantara keduanya.
4). „Ammah yaitu bibi dari pihak ayah, yang menjadi saudara
kandung ayah atau saudara perempuan ayah dari keturunan salah
satu orang tua ayah. selain itu, yang juga termasuk „ammahadalah
saudara perempuan ibu, yaitu saudara ayahnya ibu (nenek
sepupu).
5). Khallah merupakan bibi dari pihak ibu atau saudara
perempuan ibu baik sekandung maupun saudara tiri, selain itu
61
Muẖammad Musṯafâ Syalbî, Aẖkâm al-Usratifi al-Islâm,(Dâr al-
Nahḏah al-ʻArabiyyah: Bairut, 1977), h. 164.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 57
juga dapat ditujukan pada saudara perempuan ayah (nenek
sepupu).
6). Keponakan, meliputi anak perempuan saudara laki-laki, baik
berstatus anak kandung maupun tiri. Begitu juga dengan
keponakan dari saudara perempuan yang bersetatus anak kandung
maupun anak tiri.
b. Pengharaman Hubungan Pernikahan
Dalam hubungan pernikahan yang dimaksud disini adalah
hubungan yang runtut karena adanya akad pernikahan dan
hubungan dalam pernikahan.62
1). Mertua perempuan meliputi ibu dan nenek dari istri (baik
nenek dari pihak ayah maupun ibu dan semua tingkatannya).
Dalam masalah ini tidak diharuskan adanya hubungan suami istri
diantara pasangan tersebut, terlaksananya akad sudah
mengesahkan hubungan maẖram tersebut.63
2). Anak tiri, merupakan anak perempuan dari istri laki-laki yang
sudah digauli. Selain itu yang termasuk dalam anak tiri anak
62
Muẖammad Musṯafâ Syalbî, Aẖkâm al-Usrati fi al-Islâmî, (Dâr al-
Nahḏah al-ʻArabiyyah: Bairut, 1977), h. 165. 63
Abî Bakr „Usmân bin Muhammad Syatta al-Dimyati al-Bakr,
Hasyiyyah I‟anah al-Thâlibîn, juz 2, (Dâr al-Kutûb al-„Ilmiyyah, Bairut:
2012), h. 329.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 58
perempuan istri dan cucu perempuannya (baik dari anak laki-laki
maupun anak perempuan).64
3). Menantu perempuan adalah istri dari anak dan istri dari cucu,
baik dari anak laki-laki ataupun anak perempuan dan tingkatan
yang sejajarnya.
4). Ibu tiri, tidak diperbolehkan menikahi ibu tiri walaupun belum
terjadi hubungan suami istri. Karena hal tersebut dicela Allah dan
termasuk kebiasaan masyarakat jahiliyyah.65
c. Pengharaman Hubungan Persusuan
Dalam hubungan maẖram sesuatu yang diharamkan pada
sepersusuan sebagaimana yang diharamkan dalam hubungan
nasab. Pernikahan sepersusuan diharamkan sebagimana
pernikahan hubungan nasab. Demikian kesepakatan ulama secara
umum tentang sepersusuan.66
Ibu susuan memiliki posisi yang
sama dengan ibu kandung. Anak susuan diharamkan menikahi
ibu susuannya berikut keturunannya seperti keharaman ia
menikahi ibu kandung dan saudara-saudaranya.67
Diantara
64
Abd al-Azîm bin al-Badwi, al-Wajiz fi Fiqh al-Sunnah, v.1,
(Madinah: Dâr al-Taqwid, 1995), h. 287. 65
Sayyid Sâbiq, Fiqh Sunnah, jilid 2, (al-Qâhirah: Dâr al-Hadis, 2009), h. 294. 66
Muẖammad Musṯafâ Syalbî, Aẖkâm al-Usrati fi al-Islâmî, (Dâr al-
Nahḏah al-ʻArabiyyah: Bairut, 1977), h. 170. 67
Pada masalah persusuan ini, banyak diperdebatkan dikalangan
ulama, ada Sembilan kaidah yang berhubungan dengan masalah persusuan
diantaranya;pertama, kadar air susu yang diberikan kepada anak susuannya.
Kedua,usia anak yang disusui. Ketiga, rentang waktu lamanya menyusui, ada
yang mensyaratkan menyusui dalam waktu tertentu. Keempat, apakah harus
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 59
mereka yang haram dinikahi karena hubungan persusuan68
adalah:
1) Ibu susuan (perempuan yang menyusui karena ia memilki
posisi sepeti ibu kandung.
2) Ibu dari ibu susuan (nenek bagi yang disusui)
3) Ibu dari ibu suami susuan (mertua ibu susuan)
4) Saudara perempuan dari ibu susuan (bibi)
5) Anak keturunan ibu susuan, baik dari pihak laki-laki ataupun
perempuan (mereka seperti saudara kandung)
6) Saudara perempuan dari suami ibu susuan (bibi dari ayah
susuan)
7) Saudara perempuan ibu susuan dari pihak ayah maupun ibu
susuan atau salah satunya saja.
2. Maẖram Mu’aqqat
Maẖrammu‟aqqat yaitu orang-orang yang haram dinikahi
dengan sebab tertentu danbersifat sementara.yakni apabila
penyebab kemaẖraman itu hilang, hubungan maẖram juga
langsung menyusu kepada ibu susuan atau dapat menggunakan alat tertentu.
Kelima, bercampurnya air susu. Keenam, sampai tidaknya air susu ke
tenggorokan. Ketujuh, apakah ayah susuan menempati posisi yang sama
dengan ibu susuan dari segi nasabnya terhadap anak yang disusui istrinya.
Kedelapan, kesaksian saat menyusui. Kesembilan, sifat ibu yang menyusui.
Lihat Muẖammad Musṯafâ Syalbî, Aẖkâm al-Usrati fi al-Islâmî, (Dâr al-
Nahḏah al-ʻArabiyyah: Bairut, 1977), h. 174. 68
Sayyid Sâbiq, Fiqh Sunnah, jilid 2, (al-Qâhirah: Dâr al-Hadis, 2009), h. 251.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 60
terputus.69
Diantara mereka yang dianggap sebagai maẖram
mu‟aqqat:
Dua perempuan yang memiliki hubungan maẖram,
diharamkan menggabungkan dua saudara perempuan,
seorang perempuan dengan bibinya (dari ayah) dan
bibinya (dari ibu) dan juga keponakan perempuan dari
istri, sebagaimana haramnya menggabungkan antara tiap-
tiap dua perempuan yang mana keduanya masih ada
hubungan kerabat. Sesuai firman Allah swt.
“Dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua
perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada amsa
lampau. Sesuangguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (al-Nur:23)
Imam Bukhârȋ dan imam Muslim meriwayatkan bahwa
Nabi melarang menikahi dengan cara menggabungkan antara
seorang perempuan dengan bibinya (dari ayah) dan antara
seorang perempuan dengan bibinya (dari ibu). Penggabungan
yang dilarang dalam pernikahan ini, juga dilarang dalam akad.
Para ulama telah sepakat bahwa seorang laki-laki, jika mentalak
69
Wahbah Zuẖailî,al-Fiqhu al-Islâmî wa Adillatihi, (Dâr al-Fikr:
Bairut, 1989), h. 130.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 61
istrinya dengan talak raj‟I (masih dapat rujuk) tidak boleh
baginya menikah dengan saudara perempuan istrinya atau
menjadikan dia sebagian dari istrinya, hingga selesai masa ʻiddah
dari istri yang ditalak tersebut. Larangan ini karena masih ada
ikatan perkawinan, maka masih ada hak rujuk pada waktu yang ia
kehendaki.
Istri orang lain dan perempuan yang sedang masa „iddah,
diharamkan bagi seorang muslim menikahi istri orang lain
yang sedang dalam masa „Iddah dan perempuan yang
sedang dalam masa „Iddah sebagaimana telah dijelaskan
pada pembahasan pertama. Sekiranya seorang laki-laki
memperistri dua perempuan yang haram dinikahi dengan
satu akad dan tidak ada penghalang pada keduanya maka
akad tersebut gugur dan kedua pernikahan tersebut tidak
ada yang sah. Adapun jika ia menikahi keduanya dengan
akad beriringan, dimana pada masing-masing akad itu
terpenuhi semua rukun dan syaratnya, serta diketahui
mana akad yang lebih dahulu dan mana akad yang
terakhir, maka akad yang terlebih dahulu yang dianggap
sah. Sedangkan akad yang terakhir atau akad yang
terakhir dianggap gugur.70
70
Mayoritas mazhab fiqh sepakat bahwa perempuan dalam masa
„Iddahtidak boleh dinikahi sampai selesai masa „iddahnya sebagaimana
perempuan yang masih bersuami. Baik berupa „iddah ditinggal mati suami
maupun „iddahtalak raj‟I atautalak ba‟in.lihat Muhammad Jawwad
Mughniyyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 2008), h. 342.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 62
Perempuan yang ditalak tiga, perempuan yang sudah
ditalak tiga tidak dapat dinikahi oleh mantan suami
pertamanya, sebelum dinikahi oleh laki-laki lain dengan
pernikahan yang sah dan tanpa merencanakan untuk
menghilangkan masa keharaman tersebut. Akan tetapi
para ulama berbeda pendapat tentang keharaman menikahi
perempuan yang ditalak tiga (talak ba‟in). Dalam hal ini
suami sudah tidak memiliki hak untuk rujuk kembali
kepada mantan istrinya. „Alȋ bin Abȋ Thallib, Zaid bin
Sabit, imam al-Nakha‟I dan Sufyan al-Sauri serta mazhab
Hanafi dan Hanabali berpendapat bahwa suami tetap tidak
boleh menikahi saudara dari mantan istrinya hingga masa
„iddahnya habis. Argument mereka bahwa dalam masa
„iddah ikatan keduanya tidak sama sekali putus. Akan
tetapi masih terdapat hal-hal yang hrus diselesaikan oleh
suami menyangkut mantan istrinya, yakni kewajiban
untuk tetap memberi nafkah hingga masa „iddahnya
selesai.
Ibn Munzir tidak sependapat dengan pemaparan diatas, ia
sependapat dengan Imam Malik dan Imam Syafiʻi. Menurutnya
bahwa mantan suami boleh menikahi saudara mantan istrinya
sekalipun masih dalam masa talak ba‟in. Hal tersebut karena
ikatan suami istri setelah talak ba‟in sudah putus. Maka menikahi
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 63
saudara dari mantan istri tidak termasuk mengumpulkan dua
saudara dalam pernikahan.71
Menikahi perempuan musyrik, mayoritas ulama
bersepakat bahwa menikahi perempuan musyrik haram
sehingga ia beriman. Seperti penyembah berhala,
penyembah api, penyembah sapi dan yang lainnya.
Sebagaimana ketetapan Allah, Q.S. al-Baqarah:221.
Dari pemaparan tersebut, dapat diketahui bahwa pada
dasarnya adanya hubungan mahram disebabkan olehadanya
hubungan nasab, hubungan pernikahan dan hubungan
sepersusuan. Kemudian mahram dibagi menjadi dua yakni
mahram yang bersifat selamanya (mahrammuabbad) dan
mahram yang bersifat sementara (mahram mu‟aqqat). Artinya
mahram yang bersifat sementara, hubungan mahram akan hilang
jika hal-hal yang menyebabkan ke-mahram-an terputus atau
hilang. Untuk lebih mudah memahami siapa sajakah yang
termasukmahram dan siapa sajakah yang tidak termasuk mahram
dalam hubungan nasab, pernikahan dan sepersusuan maka
dirangkum dalam skema berikut :
71
Sayyid Sâbiq, Fiqh Sunnah, jilid 2, (al-Qâhirah: Dâr al-Hadis,
2009), h. 321.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 64
Skema Mahram
Keterangan :
Suami atau istri saudara
kandung Bapak
Saudara kandung Bapak
(Pakde, paman, bude, bibi)
Anak-anak paman
(saudara sepupu)
Bapak atau ibu mertua
kandung
Saudara kandung,
saudara tiri, saudara
sepersusuan
Anak saudara
sepersusuan
Anak-anak saudara
kandung
Bapak Ibu
Kakek
Nenek Saudara kandung ibu
(Pakde, paman, bude, bibi)
Suami atau istri
saudara kandung ibu
Anak-anak paman
(saudara sepupu)
Bapak atau ibu mertua
tiri
Saudara kandung,
saudara tiri, saudara
sepersusuan
Anak saudara
sepersusuan
Anak-anak saudara
kandung
Laki-laki/
Perempuan
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 65
Bagan yang diberi tanda penghubung adalah bagian dari
mahram
Bagan yang tidak diberi tanda penghubung adalah bukan
bagian mahram
D. Kontekstualisasi Maẖram dalam Safar
1. Maẖram dalam Safar Menurut Pandangan Ulama
Maẖram dalam konteks safarperempuan memiliki
pembahasan yang menarik dibicarakan. Dalam hadis terlihat
seakan wajibnya maẖram dalam safar perempuan, kewajiban ini
muncul jika hadis dilihat secara tekstual. Ketika memahami
sebuah teks, memiliki dua kecendrungan yakni kecendrungan
tekstual dan kecendrungan kontekstual. Jika hadis ini dipahami
secara tekstual maka akan terlihat pemahaman secara harfiyah
dari matan yang ada. Sedangkan jika dilihat secara kontekstual
akan muncul hal-hal lain yang tersirat dalam matan hadis
tersebut. Maka dapat dilihat dari kedua sisi pemahaman tersebut,
apakah yang dimaksud oleh Rasulullah saw wajibnyamaẖram
menemani dalam safar perempuan ataukah ada pesan yang
lain.Oleh karena itu, perlunya memahami kembali matan hadis
tentang safar tersebut. Salah satu matan hadis tentang kesertaan
mahrampada safar perempuan, riwayat Imam al-Turmuzi:
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 66
ػ٤ اهلل ف٠ ا سع : هب أث٢ عؼ٤ذ اخذس١، هب ػ
رغبكش علشا ا٥خش أ ا٤ ثب شأح رؤ ال : ال ٣ؾ ع
٣ ب، أ أخ ب، أ ب أث ؼ كقبػذا إال صالصخ أ٣ب
أث٢ ك٢ اجبة ػ ب. ؾش ر ب، أ اث ب، أ ع ص
فؾ٤ؼ زا ؽذ٣ش ؽغ ش. ػ اث ػجبط، اث .ش٣شح،
Secara tekstual hadis tersebut menjelaskan batasan hari bagi
perempuan yang hendaknya disertai maẖram dan siapa saja
maẖram yang dimaksud. Imam Ibn Hajar al-„Asqalȃnȋ
menjelaskan dalam Fath al-Bȃrȋbahwa kriteria maẖram
dikalangan ulama adalah orang yang haram dinikahi selamanya
dengan sebab adanya hubungan nasab, hubungan pernikahan dan
hubungan sepersusuan - sertauntuk menghormati perempuan
yang ada dalam hubungan tersebut- selain itu imam ibnu Hajar
juga menyebutkanmaẖramyang bersifat sementara yaitu suami
saudara perempuan (adik ipar atau kakak ipar)dan bibi dari ayah
(yang dimaksud adalah suami bibi, akan terputus
hubunganmaẖram, jika bibi meninggal dunia atau
bercerai).Begitu juga kriteria maẖram menurut imam Ahmad,
hanya saja imam Ahmad menambahkan perbedaan agama
memutuskan hubungan maẖram. Walau memiliki hubungan
nasab sekalipun. Imam ibnu Hajar menukil pendapat imam
Ahmad bahwa bagi ayah yang kafir tidak dapat menjadi maẖram
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 67
bagi anaknya yang muslim. Hal ini dihawatirkan ketidak amanan
bagi anaknya, yakni dengan sebab perjalanan tersebut sang ayah
membujuk anaknya untuk meninggalkan Islam.72
Sedangkan menurut Imam al-Nawawî bahwa dalâlah
maẖram yang dimaksud dalam hadis adalah sebagaimana
maẖram menurut imam Syafi„i dan mayoritas ulama yakni dari
jalur nasab, radhâ‟ dan pernikahan.73
Kriteria maẖrammenurut
Imam Nawawȋ mengindikasikan kesertaan maẖramsebagaimana
maẖramyang dimaksud oleh Imam Ibn Hajar.
Imam „Ainȋ mengutip pendapat Imam Mȃlik menyebutkan
dalam „Umdah al-Qȃrȋ bahwa anak suami atau anak tiri tidak
boleh menjadi maẖramatas ibu tiri nya, karena anak tiri sebagai
maẖramsecara nasab bukan maẖramsecara kemanan seperti
maẖramnasab yang lainnya.74
72
Imam Ibnu hajar juga menyebutkan bahwa ada maẖramyang keluar
dari sebab nasab dan pernikahan. Yakni apabila seorang laki-laki berkumpul
dengan seorang perempuan tanpa disengaja – misalnya seorang perempuan
yang memiliki saudara kembar, sehingga mereka pernah berkumpul
selayaknya suami istri- kemudian dari hasil kumpul tersebut mereka
mempunyai seorang anak laki-laki, maka anak tersebut bukan termasuk
maẖrambagi ibunya. Dan jika anaknya perempuan maka cucunya kelak bukan
termasuk maẖrambagi neneknya. Begitu juga menurut Imam Ahmad. Lihat
Muhammad bin „Ali bin Muhammad bin „Abd Allah bin Husain al-Syaukani,
Nail al- Authâr Syarhu Muntaq al-Akhbar min Ahadisi Sayyidi al-
Akhyar,Kitâbu al-Manâsik, Bâb al-Nahyu „an Safari al-Mar‟ah li al-Hajji aw
Ghairihi Illâ bi Maẖramin, juz 4, al-Maktabah al-Syâmilah, h. 345. 73
Al-Nawawî, Saẖîẖ Muslim Bisyarẖi al-Nawawî, juz 5, (Qâhirah:
Dâr al-Hadîts, 2001), h. 116. 74
Badru al-Dȋn al-„Ainȋ, „Umdah al-Qȃrȋ Syarh Sahȋh al-Bukhȃrȋ, Bȃbu Hijju al-Nisȃ‟, juz 10, maktabah al-Syȃmilah, h. 222.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 68
Analisis dari pendapat para ulama tentang kriteria
maẖramdalam hadis, dapat disimpulkan siapa saja yang
hendaknya menemani atau menjadi maẖramdalam safar
perempuan. Yakni mereka yang benar-benar memiliki hubungan
pernikahan, hubungan nasab dan dapat memberikan keamanan
bagi perempuan. Bahkan imam Ahmad menambahkan dengan
jelas dari jalur nasab ada pengecualian bagi yang berbeda agama
tidak dapat menjadi maẖramperempuan karena beda agama
tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa maẖramtidak hanya dituntut
untuk menjaga keamanan perempuan dari segi aman dalam arti
terhindar dari kejahatan dan hal lain yang membahayakan
perempuan. Akan tetapi menjaga keamanan dari sisi terjaganya
agama dan hal-hal yang mengganggu keutuhan agama. Imam
Mȃlik memberikan pengecualian terhadap mahram dari jalur
nasab yakni anak tiri, tidak dapat menemani safar perempuan
yang berstatus sebagai ibu tirinya. Hal ini menunjukkan
penjagaan keamanan terhadap perempuan dari segi keamanan
perempuan itu sendiri dengan mahramyang menyertainya.
Maka dari pemaparan para ulama tersebut tentang mahram
yang menyertai dalam safar perempuan bahwa keamanan yang
harus diperhatikan tidak hanya keamanan perempuan dari
kejahatan dan bahaya yang dapat mengancam fisik perempuan
dari lingkungan sekitar. Akan tetapi bahaya yang mengancam
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 69
perempuan terhadap agamanya dan juga diri perempuan dengan
mahram yang menyertainya sangatlah diperhatikan oleh syari„at.
Maka sudah jelas bahwa pemahaman maẖram secara tekstual
menunjukkan siapa saja yang berperan untuk menemani
perempuan saat melakukan safar dan bagaimana aplikasi
maẖram yang dimaksud dalam hadis.
2. Rentang Waktu Kesertaan Maẖram PadaSafar
Perempuan
Setelah mengetahui aplikasi maẖramyang dimaksud dalam
safar, maka pemahaman selanjutnya adalah tentang rentang
waktu hendaknya seorang perempuan disertaimaẖramdalam
melakukan safar, dengan salah satu riwayat Imam Ibnu Mâjah:
: هب ع اج٢ ف٠ اهلل ػ٤ ش، ػ ػ اث ب»ػ
ؾش ب ر ؼ شأح صبصب إب )سا اث بع(7«رغبكش ا
“Dari Ibn „Umar dari Nabi saw berkata: “Janganlah seorang perempuan
bepergian dalam waktu tiga hari kecuali bersama maẖram nya.” (H.R.
Ibnu Mâjah)
Pada setiap tindakan menempuh jarak dapat dibahasakan
safar.Penggambaran kesertaan maẖram, ada yang memaknai
secara umum dan ada yang menyatakan rentang waktu
safar.Mengutip pendapat imam al-Nawawî bahwa perbedaan
pada matan hadis yang menyatakan lamanya rentang waktu,
75
Abȗ Sulaiman bin Asy„ats al-Sijistanî, Sunan Ibnu Mâjah, Bâbu Fî
al-Mar‟ati Tuhijju Bighairi Maẖramin, juz 2, no. Hadis 1727, (Lebanon: Dâr
al-Aẖya‟ al-Kitâb al-„Arabiyyah), h.120
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 70
bukanlah makna secara zahir. Akan tetapi merupakan penekanan
terhadap keharusan disertai maẖram pada setiap perjalanan
perempuan.76
Dalam Nail al- Authâr dijelaskan bahwa ukuran minimal
larangan bepergian tanpa disertai maẖram bagi perempuan sejauh
3 mil, maka lebih dari itu berarti lebih terlarang. Dan
maẖramadalah syarat bagi perempuan yang akan menunaikan
ibadah haji, tetapi hal tersebut juga masih diperdebatkan apakah
syarat adâ‟ atau syarat wujûb.77
Imam ibnu Hajar menjelaskan tentang rentang waktu yang
disebutkan pada hadis safar ini dikutip dari riwayat imam
Muslim melalui jalur al-Dhahhak bin „Utsmân dari Nâfi„ bahwa
perjalanan seorang perempuan yang harus disertai maẖram
76
Al-Nawawî, Saẖîẖ Muslim Bisyarẖi al-Nawawî, juz 5, (Qâhirah:
Dâr al-Hadîts, 2001), h. 113. 77
Ulama berbeda pendapat bahwamaẖram sebagai syarat wajib atau
syarat sah haji. Sebagian ulama berpendapat bahwa maẖramatau suami
sebagai syarat adâ‟ atau syarat sah haji. Konsekuensinya jika seorang
perempuan tidak bersama dengan maẖram nasab maka harus menikah terlebih
dahulu jika ingin di-maẖram-kan dengan seseorang yang bukan maẖram-nya.
Imam al-Qâḏî Abû Hâzm ʻAbd al-Hamîd juga berpendapat bahwa maẖram
sebagai syarat adâ‟atau syarat sah haji,yakni dari riwayat Ibn Syujâʻ dari Abî
Hafsal-Kabîr. Sedangkan imam al-Karakhi dari Abî Hanîfah menyatakan
bahwa maẖram sebagai syarat wajib haji. Lihat Abî muẖammad Maẖmûd bin
Aẖmad al-ʻAinî, al-Banâyah fî Syarhi al-ẖidâyah, jilid 4, (Dâr al-Fikr: Bairut,
1990), h. 17. Lihat juga Muhammad bin „Ali bin Muhammad bin „Abd Allah
bin Husain al-Syaukani, Nail al- AuthârSyarhu Muntaq al-Akhbar min Ahadisi
Sayyidi al-Akhyar,Kitâbu al-Manâsik, Bâb al-Nahyu „an Safari al-Mar‟ah li
al-Hajji aw Ghairihi Illâ bi Maẖramin, al-Maktabah al-Syâmilah, h. 344.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 71
adalah perjalanan selama satu hari satu malam.78
Sedangkan
dalam riwayat imam Abȗ Dâud diriwayatkan dengan lafaz
“barîdan” yakni setengah hari.Banyaknya perbedaan pendapat
para ulama dengan memahami lafaz ini secara tekstual.
Hadis-hadis yang menyebutkan rentang waktu safarselama
satu hari, dua hari atau tiga hari semua dalam tingkatan saẖîẖ.
Maka ketiga hadis tersebut dapat dijadikan landasan atas
pendamping atau kesertaan maẖram bagi safar perempuan sesuai
pada kecendrungan dan keadaan perempuan dalam safar.
3. Anjuran Kesertaan Maẖram Pada Safar Perempuan
Setelah mengetahui penjelasan tentang bagaimana aplikasi
kesertaan maẖramdan rentang waktu anjuran kesertaan maẖram,
maka akan dilengkapi dengan pembahasan bagaima aplikasi
terhadap anjuran kesertaan maẖramdalam safar perempuan.
Berikut salah satu riwayat anjuran kesertaan maẖram:
اج٢ ف٠ اهلل : هب ، هب ػ ػجبط سض٢ ا اث ػ
: ع »ػ٤ ال ٣ذخ ، ؾش غ ر١ شأح إب ال رغبكش ا
ؾش ب ؼ إب ب سع : ٣«ػ٤ سع ، كوب ا ب سع
78
Ibn Hajar al-„Asqalânî, Fath al-bârî, Bâb Hijju al-Nisa‟, (al-
Maktabah al-Syâmilah, juz 6), h. 89.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 72
شأر٢ رش٣ذ ا زا، زا أخشط ك٢ ع٤ؼ إ٢ أس٣ذ أ
: ب»اؾظ، كوب ؼ 73«اخشط
“Dari Ibn „Abbâs Rasul saw berkata:“Janganlahseorang perempuan
bepergian kecuali bersama maẖram nya dan janganlah seorang lelaki
menemuinya kecuali ia (perempuan itu) bersama maẖram nya.”
Seseorang bertanya (kepada Rasul saw): “ Wahai Rasul saw saya ingin
keluar untuk berperang, tetapi istriku ingin pergi haji, maka Rasul
menjawab: “pergilah bersamanya (istrimu).”
Analisis dari hadis tersebut adalah bahwa kesertaan maẖram
bagi perempuan diharuskan oleh Rasul saw. hal tersebut wajar,
dengan melihat keadaan dimasa itu. Dalâlah yang tersirat dalam
hadis tersebut Rasul saw memberikan persyaratan untuk
keamanan bagi perempuan yang melakukan safar. Apalagi
melihat keadaan perempuan dimasa itu tidak biasa keluar rumah
sendiri, pengetahuan tentang keadaan diluar rumah tidak dikuasai
bahkan tidak adanya alat komunikasi seperti saat sekarang.
Penjelasan hadis ini dalam Nail al-Autȃrdijelaskan bahwa
seorang laki-laki yang sudah terdaftar sebagai tentara perang
diwajibkan untuk menyertai istrinya menunaikan haji,
menunjukkan bahwa kesertaan maẖrammenjadi syarat haji bagi
perempuan. Namun, masih diperdebatkan apakah termasuk syarat
wujȗb atau syarat adȃ‟.80
79
Abu „Abd Allâh Muẖammad Ibnu Ismâ‟îl Ibn Ibrâhîm al-Mughîrah
al-Bukharî, Saẖîẖ Bukhârî, Bâbu Hijju al-Nisa‟, juz 3, no. hadis 1862, (Bairut:
Dâr al-Fikr, 1994), h. 19. 80
Badru al-Dȋn al-„Ainȋ, „Umdah al-Qȃrȋ Syarh Sahȋh al-Bukhȃrȋ, Bȃbu Hijju al-Nisȃ‟, juz 10, Maktabah al-Syȃmilah, h. 222.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 73
Kekhawatiran akan keamanan seorang perempuan dimasa itu
sangatlah dipertimbangkan Rasul saw.Pesan lain yang
disampaikan adalah bagaimana tanggung jawab keluarga dan
masyarakat atas keamanan bagi perempuan ketika dalam
safar.Selain itu, untuk memahami secara kontekstual bahwa
diamasa itu mengikuti peperangan adalah sesuatu yang wajib,
sampai rasul menyuruh seorang laki-laki yang akan mengikuti
perang untuk menemani istrinya dalam safar haji. Maka ini
benar-benar menunjukkan bahwa perempuan harus benar-benar
dijaga keamanan nya dimasa itu.
Pendapat Ibn al-Munir menyatakan bahwa hadis tentang
kesertaan maẖram ini disampaikan kira-kira pada tahun 9 atau 10
H. Hal ini berhubungan dengan perintah Rasul saw pada 9 H
kepada perempuan yang saat itu dipimpin oleh Abȗ Bakar al-
Siddiq dan Alî bin Abi Thallib untuk melakukan haji bersama
maẖram nya.81
Anjuran ini berangkat dari kehawatiran terhadap
81
Nabi saw hanya sekali melaksanakan haji pada tahun 10 H/632 M
disebut dengan haji wada‟ karena tidak lama kemudian Rasul wafat. Pada
tahun 8 H setelah Fath al-Makkah, penduduk Makkah melaksanakan haji pada
bulan Dzulqa„dah, hal ini sesuai dengan tradisi mereka saat itu. Maka Rasul
saw tidak langsung melaksanakan haji saat itu. Tahun berikutnya, haji sudah
dilaksanakan pada bulan Dzulhijjah Rasul juga belum melaksanakan haji.
Akan tetapi, penduduk Madinah boleh melaksanakan haji yang di pimpin oleh
Abȗ Bakar Siddiq. Setelah rombongan berangkat ke Makkah, Rasul menerima
wahyu tentang pembatalan perjanjian Hudaibiyah. Kemudian sahabat Alî bin
Abî Thallib diutus oleh Rasul saw untuk menyusul Abȗ Bakar Shiddiq agar
membacakan wahyu kepada jama„ah haji di Makkah. Dan pada tahun itu juga
tidak diperbolehkan berkumpul bersama-sama melakukan haji sebagaimana
yang telah menjadi tradisi yang telah dilaksanakan pada tahun-tahun
sebelumnya. Lihat Ibn Bathâl al-Bakri al-Qurthȗbȋ, Syarh Shahȋh al-Bukharȋli Ibn Bathâl, kitâb al-Hajji, Bâbu Hijju al-nisa‟, al-Maktabah al-Syamilah, h.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 74
ummat. Mereka harus bercampur dengan kaum musyrikin
Makkah dengan tradisi haji yang berbeda. Salah satu nya ṯawaf
dalam keadaan telanjang dada bagi laki-laki. Walaupun pada saat
itu perintah untuk melaksanakan haji dan ṯawaf telah ada.82
Selain itu, keadaan geografis Arab Saudi yang jauh berbeda
dengan Indonesia yakni padang pasir yang luas, gersang dan
tandus dengan kendaraan unta, keledai atau yang lainnya.
Keadaan tersebut menghawatirkan dan memungkinkan terjadinya
sesuatu yang tidak diinginkan pada seorang perempuan tanpa
disertai maẖram nya.
Dalam konteks ini ulama berbeda pendapat, ada yang
memahami bahwa kesertaan maẖram bukanlah menjadi syarat
mutlak dalam ibadah haji dan umrah.Akan tetapi menjadi bagian
dari “istiṯâʻah”. Artinya adanya kemampuan kesertaan maẖram
bersama dengan suami atau suatu kelompok besar.83
Sedangkan melihat pada pendapat kesertaanmaẖrambagi
safar perempuan dalam hal penekanan keharusan kesertaannya
ataukah tidak, dalam subul al-Salâm dijelaskan bahwa adanya
pendapat ulama tentang kebolehan bagi perempuan safar tanpa
532.Badru al-Dȋn al-„Ainȋ, „Umdah al-Qȃrȋ Syarh Sahȋh al-Bukhȃrȋ, Bȃbu
Hijju al-Nisȃ‟, juz 10, Maktabah al-Syȃmilah, h. 222. Saleh Putuhena,
Historiografi Haji di Indonesia, (Yogyakarta: LKIS, 2007), h. 32. 82
Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam, Mahram Pada Safar
Perempuan, (Yogyakarta: 2010), h. 107. 83
Abî Bakr „Utsmân bin Muẖammad Syatta al-Dimyati al-Bakrî,
Hasyyah I„anah al-Thâlibîn, juz 2, (Dâr al-Kutûb al„Ilmiyyah, Bairut: 2012), h.
427.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 75
disertai maẖramdalam beberapa hal; ketika hijrah dari negeri
yang sedang dalam peperangan karena takut akan keselamatan
dirinya, ketika menunaikan atau membayar hutang, ketika
menyampaikan titipan dan kembali dari nusyȗz. Ini sudah
disepakati oleh para ulama.
Para ulama berselisih pendapat hanya dalam hal kesertaan
maẖram dalam perjalanan haji yang wajib saja. Mengutip
pendapat Ibnu Taimiyah bahwa sah haji bagi seorang perempuan
tanpa disertai maẖram-nya.Maka dalam masalah ini tidak secara
tekstual dalam memahami hadis tentang kesertaan
maẖram.Mengutip pendapat imam Syafi„I dan imam Malik
bahwa keberadaan maẖram bagi perempuan yang berhaji atau
umrah tidak wajib, beliau hanya mensyaratkan
keamanan.Berbeda dengan pendapat Abû Hanifah dan imam
Aẖmad, bahwa kesertaan maẖram bagi perempuan yang akan
melaksanakan haji dan umrah adalah wajib.84
Adapun perintah
Nabi saw kepada suami untuk keluar bersama isterinya, imam
Ahmad menafsirkan wajib bagi suami keluar bersama isterinya
untuk menunaikan haji apabila tidak ada orang lain bersama
isterinya.85
Hal ini menunjukkan bahwa pesan dalam kesertaan
84
Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid Wa Nihayah al-Muqtashîd, jilid 1
(Semarang: tt), h. 234. 85
Muhammad bin Isma‟il bin Shalah bin Muhammad bin „Ali al-
Kahlani, Subul al-Salâm, Kitab al-Hajji, Bâbu Tahrimu al-Khalwah bi al-
AjNabiyyati wa Safariha min Ghairi maẖramin, al-Maktabah al-Syâmilah, h.
608.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 76
maẖramyang disampaikan nabi saw mengutamakan keamanan
bagi perempuan ketika melakukan perjalanan jauh.
Dalam hal kesiapan fisik, anjuran kesertaan maẖrambagi
perempuan dalam melakukan safar diperhatikan dalam syari‟at.
Jumhur ulama berpendapat tidak boleh bagi perempuan muda
(syȃbbah) safar kecuali bersama maẖramnya.Pendapat ini
dipahami oleh imamal-Sonʻani dalam subul al-Salâm menukil
pendapat Ibn Daqȋq al-„Id dikaitkan dengan penafsiran ayat
tentang kewajiban menunaikan haji ke baitullah (Q.S. Ali „Imran:
97). Bahwa ayat tersebut bersifat umum yakni kewajiban
menunaikan haji umum bagi laki-laki dan perempuan.Maka
pemaknaan hadis “perempuan tidak boleh safar kecuali bersama
maẖramnya” juga bersifat umum bagi setiap perjalanan, oleh
karena itu dianggap bertentangan antara kedua dalil yang bersifat
umum tersebut.86
Keumuman kedua dalil tersebut, salah satunya dapat
mentakhsis. Yakni keumuman ayat ditakhsis dengan hadis, yang
menunjukkan keumuman pada ayat adalah kewajiban ibadah haji
bagi seluruh ummat laki-laki atau perempuan, namun ditakhsis
dengan hadis tersebut tidak boleh seorang perempuan safar
kecuali dengan maẖramnya. Sedangkan haji termasuk safar bagi
86
Muhammad bin Isma‟il bin Shalah bin Muhammad bin „Ali al-
Kahlani, Subul al-Salâm, Kitab al-Hajji, Bâbu Tahrimu al-Khalwah bi al-
Ajnabiyyati wa Safariha min Ghairi maẖramin, al-Maktabah al-Syâmilah, h.
608.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 77
perempuan, maka husus bagi perempuan boleh melaksanakan haji
jika ada maẖramnya. Dan hadis ini berlaku umum bagi
perempuan muda (syȃbbah) dan perempuan cukup usia („ajȗz).
Imam al-Sonʻani juga menyatakan bahwa bolehnya
kedudukan maẖramdigantikan dengan perempuan yang
terpercaya, hal tersebut berdasarkan apa yang pernah dilakukan
para sahabat. Salah satu kisah sahabat tersebut dijelaskan oleh Ibn
Bathâldalam kitab syarhnya, bahwa pada masa khalifah sahabat
Umar, ia mengutus Usman bin „Affan dan „Abd al-Rahmân
mendampingi istri-istri Nabi untuk haji. Selain itu juga pada suatu
ketika „Aisyah pernah melakukan perjalanan ke Makkah tanpa
disertai maẖramyang memiliki hubungan nasab.Akan tetapi
„Aisyah juga bersama dengan rombongan perempuan yang
terpercaya dan mereka dianggap cukup sebagai maẖram.
Kisah-kisah tersebut,menjadi landasan oleh imam Mâlik,
imam SyafiʻI dan imam al-Auza‟I bahwa bolehnya seorang
perempuan pergi haji fardu tanpa disertai maẖram. Pendapat ini
juga disepakati oleh imam „Atha‟, Saʻȋd bin Jabȋr, Ibn Sȋrin dan
imam Hasan al-Bashri. Imam Hasan berpendapat bahwa seorang
muslim itu maẖram, maka jika tidak ada maẖramnasabatau
maẖramnikah bagi seorang perempuan dapat digantikan dengan
seorang muslim.87
Hal ini berindikasi bahwa Imam Hasan
87
Ibn Bathâl al-Bakri al-Qurthȗbȋ, Syarh Shahȋh al-Bukharȋli Ibn
Bathâl, kitâb al-Hajji, Bâbu Hijju al-nisa‟, al-Maktabah al-Syamilah, h. 531.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 78
memperbolehkan adanya seorang perempuan melakukan safar
bersama maẖramrombongan. Akan tetapi, menurut imam al-
Sonʻanikesertaan maẖramrombongan ini tidak dapat dijadikan
hujjah karena bukan ijma‟.
Jika menurut Imam al-Son„ani bahwa pendapat tentang
kesertaan maẖramrombongan dalam safar perempuan tidak dapat
dijadikan hujjah, akan tetapi pada suatu riwayat dijelaskan
tentang kesertaan maẖrampada safar perempuan yang
berhubungan dengan keamanan bagi perempuan. Sedangkan
kesertaan maẖram rombongan dapat mewujudkan keamanan bagi
perempuan. Dengan redaksi matan sebagai berikut:
ذ اج٢ ف٠ اهلل ػ٤ ب ػ ب أ : ث٤ ، هب ؽبر ػذ١ ث ػ
أرب البهخ، ص ب إ٤ كؾ سع إر أرب ع ب إ٤ آخش كؾ
: ، كوب سأ٣ذ اؾ٤شح؟»هطغ اغج٤ « ٣ب ػذ١، هذ:
ب، هب جئذ ػ هذ أ ب، »أس طبذ ثي ؽ٤بح، زش٣ كئ
ؼجخ اؾ٤شح، ؽز٠ رطف ثب ال رخبف اظؼ٤خ رشرؾ
)سا اجخبس١( .11أؽذا إب ا
“Dari sahabat „Adȋ bin Hȃtim berkata: “(ketika itu) Aku berada disisi
nabi saw, ketika itu dating kepada nabi saw seorang laki-laki
mengadukan kepada nabi tentang (keadaanya) yang fakir, kemudian
88
Abu „Abd Allâh Muẖammad Ibnu Ismâ‟îl Ibn Ibrâhîm al-Mughîrah
al-Bukharî, Saẖîẖ Bukhârî, Kitȃbu al-Manȃqib, Bȃbu „Alȃmatu al-nubuwwah
fi al-Islȃm, no. hadis 3595, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1994), h. 656.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 79
dating kepada nabi saw seorang laki-laki lain mengadukan kepadanya
tentang perampok di jalan. Maka Rasul saw berkata (kepada ku):
“Wahai „Adȋ tahukah engkau daerah Hirah?” Aku menjawab: “Aku
tidak tahu, dan sungguh Rasul saw menceritakan kepadaku”: “Jika
umurmu panjang, suatu ketika engkau akan melihat (seorang
perempuan) menunggangi unta dari Hirah sampai ia tawaf di ka‟bah
tanpa takut dengan siapa pun kecuali kepada Allah swt.” (H.R.
Bukhȃrȋ)
Hadis ini menjelaskan tentang suatu peristiwa yang terjadi
dimasa nabi saw yang langsung disaksikan oleh sahabat „Adȋ bin
Hȃtim. Dan Rasul langsung bercerita kepadanya tentang keadaan
suatu daerah yang akan terjadi disuatu masa nanti. Hal ini
sekaligus menjawab dan memberikan gambaran kepada seorang
laki-laki yang menceritakan keadaan Rasul tentang perampokan
yang dialaminya sekaligus memberikan gambaran kepada sahabat
„Adȋ tentang keamanan dimasa yang akan datang.
Sebagian ulama ada yang menggunakan hadis ini sebagai
landasan bahwa bolehnya seorang perempuan pergi jauh tanpa
disertai oleh maẖramnya. Dengan perkembangan alat transportasi
dan komunikasi dimasa sekarang, hal ini dikaitkan dengan masa
yang dimaksud oleh Rasul saw dalam hadis tersebut. Maka hadis
ini dianggap sebagai acuan atau landasan bahwa bolehnya
seorang perempuan safar tanpa disertai maẖramnya.
Yusuf qardawi mengutip pendapat ibnu Hazm menyatakan
bahwa hadis ini sebagai pernyataan rasul saw yang
memperbolehkan perempuan safar jauh tanpa disertai maẖram.
Dengan perkembangan teknologi, transportasi dan segala hal
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 80
yang dapat dengan mudah dijangkau dimasa sekarang, sehingga
keamanan pada perempuan dapat terjamin.89
Artinya Yusuf
Qardawi menganggap dengan perkembangan teknologi dan
transportasi dimasa sekarang, sebagai salah satu masa yang
dimaksud Rasul saw dalam hadis tersebut.
Melihat pada beberapa kitab syarh yang menjelaskan hadis
ini, Imam al-„Ainȋ pada„Umdah al-Qȃrȋmenjelaskan bahwa
keterkaitan antara hadis perintah kesertaan maẖram pada safar
perempuan -yakni wajib untuk semua perempuan disertai
maẖram baik perempuan tua ataupun perempuan muda- dengan
hadis riwayat sahabat al-„Adȋ tersebut, Imam al-„Ainȋ menukil
pendapat al-Wȃlid al-Bȃjȋ bahwa dikhususkan bagi perempuan
yang sudah tua tidak berlaku demikian, karena mereka sudah
tidak mengundang syahwat. Menurut Ibn Daqȋq bahwa al-Bȃjȋ ini
mengkhususkan dengan keumuman makna safar bagi seluruh
perempuan. Sehingga al-Bȃjȋ mentakhsis dari keumuman makna
seluruh perempuan muda maupun tua menjadi kehususan bagi
perempuan tua tidak berlaku kesertaan maẖram sebagaimana
berlaku pada perempuan yang masih muda. Al-Bȃjȋ
mengibaratkan “Seperti buah yang masih segar dan buah yang
telah jatuh dari pohonnnya. Ibarat buah yang masih segar
hendaklah dijaga dengan sebaik mungkin, sedangkan buah yang
89
Yusuf Qardhawi, Kaifa Nata„allam (terj.), (Bandung: Bumi Aksara, 1994), h.
135.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 81
telah jatuh dari pohonnya dianggap sebagai barang temuan bagi
siapa yang mengambilnya”.
Analisa Imam al-„Ainȋ, bahwa al-Bȃjȋ berhujjah pada hadis
riwayat sahabat „Adȋ bin Hȃtim. Dalȃlah yang ditunjukkan pada
hadis ini ketika perempuan yang masih muda sekalipun pergi
untuk tawaf ke ka‟bah tanpa disertai siapapun, diperbolehkan jika
keadaan disekitar perempuan tersebut terjamin keamanannya.
Tetapi hadis riwayat sahabat „Adȋ ini bukan berarti memberikan
kebolehan secara umum kepada seluruh perempuan untuk boleh
safar tanpa disertai maẖramnya.90
Abû Zakariyyâ dalam kitab Majmûʻ Syarẖ Muhadzdzab pada
analisa hadis riwayat ʻAdî bin Hâtim, menyebutkan bahwa jika
seorang perempuan dalam safar hanya merasa aman jika disertai
suami atau maẖramatau sekelompok perempuan yang dapat
dipercaya –mengutip pendapat pengarang kitab al-Imlak- atau
dengan seorang perempuan saja yang dapat dipercaya maka boleh
baginya melaksanakan haji.
Sedangkan menurut imam Syafi‟I hadis ini sebagai salah satu
muʻjizat bagi Rasul saw mengetahui kejadian yang akan terjadi
dikemudian hari dan tujuan Rasul hanya ingin memberitahukan
90
Badru al-Dȋn al-„Ainȋ, „Umdah al-Qȃrȋ Syarh Sahȋh al-Bukhȃrȋ, Bȃbu Hijju al-Nisȃ‟, juz 10, maktabah al-Syȃmilah, h. 222. Nama lengkapnya
adalah Mahmud bin al-Qadi Syihab bin al-Dȋn Ahmad bin Mȗsa bin Ahmad
bin al-Husain bin Yȗsuf bin al-Mahmȗd (762-684 H), kunyahnya Abȗ
Muhammad, Abu Tsana‟ bergelar al-Faqih Badr al-Dȋn.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 82
keadaan yang akan terjadi disuatu hari nanti. Hukum masalah ini,
imam Syafiʻi berkomentar bahwa maẖram sebagai salah satu
syarat istiṯâʻah bagi perempuan yang akan melaksanakan haji.
Wajib bagi perempuan melaksankan haji jika ada maẖram yang
mendampinginya baik itu maẖram nasab, maẖram musâharah
atau sekelompok perempuan. Namun tidak dapat disebut maẖram
apabila hanya ditemani seorang perempuan saja dan tidak ada
kewajiban haji bagi perempuan tersebut.91
Melihat kembali pada hadis-hadis larangan safar tanpa
maẖrambagi perempuan. Riwayat sahabat „Adȋ ini mentakhsis
atau menghususkan jika benar-benar keadaan bagi perempuan
telah terjamin keamanannya maka boleh safar tanpa disertai
maẖram. Maka antara hadis tentang larangan safartanpa disertai
maẖrambagi perempuan tidak bertentangan dengan hadis riwayat
sahabat „Adȋ bin Hȃtim.
Sedangkan pada Nail al-Autar dijelaskan bahwa hadis
riwayat sahabat „Adȋ ini hanya menunjukkan pada adanya
keadaan yang akan datang seorang perempuan pergi tanpa
maẖramdengan keadaan yang aman, bukan pula menunjukkan
pada kebolehan perempuan safar tanpa disertai maẖram. Maka
menurut imam al-Syaukani keterkaitan hadis ini dengan hadis
larangan safar perempuan tanpa disertai mahram melihat pada
91
Abû Zakariyyâ Yaẖya bin Syarf al-Nawawî, al-Majmûʻ Syarẖu al-
Muhadzdzab, jilid 7, al-Maktabah al-Syâmilah, h. 86.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 83
kata “Illȃ ma„a dzȋ mahramin” (kecuali tanpa disertai mahram)
yakni bermakna boleh perempuan melakukan safar jika disertai
mahram.92
Artinya dari kedua hadis ini sama-sama menunjukkan
kebolehan namun dengan masing-masing keadaan yang ada
disekitar perempuan. Imam al-Syaukani menganggap kedua hadis
ini dapat di jama„. Maka dengan demikian, bolehnya kesertaan
maẖrambagi perempuan baik maẖrampersonal atau
maẖramrombongan yang menyertai dalam safar nya asalkan
terciptanya keamanan bagi perempuan tersebut.
Dengan melihat fenomena masyarakat Indonesia sekarang
melimpahnya jama„ah haji dengan antrian yang cukup
panjang.Sebagian besar mereka mengambil inisiatif sebagai
alternative untuk segera sampai ke tanah suci dengan
melaksanakan umrah. Animo masyarakat tersebut, dapat
tersalurkan melalui badan penyelenggara ibadah haji dan umrah
denganberbagai syarat dan ketentuan yang berlaku bagi jama‟ah
umrah perempuan. Khususnya pada masalah kesertaan maẖram
bagi mereka.Apakah syarat dan ketentuan yang diberlakukan oleh
badan penyelenggara tersebut sesuai dengan uraian ketetapan
syari‟at diatas? Hal ini akan terjawab pada uraian tentang
penerapan dan narasi kesertaan maẖram pada jama‟ah umrah
perempuan yang akan dibahas pada bab selanjutnya.
92
Muhammad bin „Ali bin Muhammad bin „Abd Allah bin Husain al-
Syaukani, Nail al- Authâr Syarhu Muntaq al-Akhbar min Ahadisi Sayyidi al-
Akhyar,Kitâbu al-Manâsik, Bâb al-Nahyu „an Safari al-Mar‟ah li al-Hajji aw
Ghairihi Illâ bi Maẖramin, juz 4, al-Maktabah al-Syâmilah, h. 345.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 84
BAB III
APLIKASI KESERTAAN MAHRAM
PADA PELAKSANAAN HAJI DAN UMRAH
A. Kebijakan Kementerian Agama pada Perjalanan Haji
dan Umrah
Kementerian Agama merupakan lembaga yang ditunjuk
pemerintah untuk mengatur segala urusan yang berhubungan
dengan agama dan keberagamaan di Indonesia. Diantara urusan-
urusan yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agama adalah
urusan haji dan umrah. Semua urusan haji dan umrah mulai dari
pendataan pendaftaran jama„ah, antrian keberangkatan, persiapan
keberangkatan hingga pelayanan jama„ah ketika berada di tanah
suci dan lain sebagainya semuanya diurus oleh Kementerian
Agama.
Sebagai regulator atau pengatur terkait masalah haji dan
umrah, Kementerian Agama tentu memiliki regulasi atau
peraturan-peraturan dan perundang-undangan serta tatatertib
terkait perjalanan haji dan umrah bagi seluruh jama„ah Indonesia.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 (ayat 1) tentang
tanggung jawab penyelenggaraan haji dan umrah yang berbunyi:
“Pemerintah bertanggung jawab terhadap kebijakan
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 85
penyelenggaraan ibadah Haji Reguler secara Nasional.”1Dengan
adanya undang-undang tersebut, menguatkan pernyataan bahwa
Kementerian Agama benar-benar menjadi badan utama
penyelenggaraan ibadah haji.
Selain sebagai regulator, pemerintah melalui Kementerian
Agama juga bertugas sebagai operator penyelenggaraan ibadah
haji dan umrah. Diantara peran pemerintah dalam
penyelenggaraanibadah haji dan umrah adalah dibentuknya
Badan Penyelenggara Haji Indonesia (BPHI) sebagai
penyelenggara ibadah haji reguler secara nasionaloleh
pemerintah.Serta dilibatnya pihak swasta sebagai Penyelenggara
Ibadah Haji Khusus (PIHK) dan Penyelenggara Perjalanan
Ibadah Umrah (PPIU).
PIHK merupakan travel yang memperoleh izin dari
Kementerian Agama dengan regulasi yang telah ditentukan untuk
memberikan pelayanan khusus kepada jama‟ahnya. Selain itu,
kekhususan ini juga terdapat pada pelaksanaan serta
pembiayaannya. Walaupun demikian pemerintah tidak lantas
lepas tangan dan membiarkan begitu saja.2 Pemerintah tetap
memiliki peran, yaitu memberikan bimbingan atau pembinaan
1Kementerian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-
Undangan Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan
Pemerintah RI No. 79 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaa Undang-Undang No.
13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Bab II, Kebijakan,
(Kemenag: Jakarta, 2015), h. 102. 2 Wawancara subdit T.U haji Kementerian Agama, pada 26 Maret 2016.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 86
kepada PIHK dan mengawasi agar jemaah haji khusus tidak
merasa dirugikan oleh penyelenggara.
Saat ini, jumlah PIHK sebanyak 272 penyelenggara yang
memiliki izin resmi sebagai penyelenggara kegiatan haji khusus,
sebelumnya berjumlah 282 penyelenggara. Dalam proses
pembinaan sebanyak 14 penyelenggara yang sedang dibina. Hal
ini disebabkan beberapa hal antara lain belum mengajukan
perpanjangan, gagal memberangkatkan jemaah tahun 2014,
melakukan pembatalan sepihak dan hal lainnya. Peran ini
menjadi bukti nyata bahwa pemerintah dalam hal ini Kemenag
menjalankan fungsi pengawasannya kepada penyelenggara.3
Disamping itu, dalam hal memperkuat pelaksanaan bimbingan
manasik, pemerintah menerapkan Program Sertifikasi Bergulir
Berkelanjutan (PSBB) kepada penyelenggara. Hal ini dilakukan
agar penyelenggara menyediakan pelatih manasik haji yang
tersertifikat. Saat ini, sertifikasi pembimbing jemaah haji khusus
sudah mencapai 82 orang dan akan terus diakukan proses
sertifikasi bertahap berkelanjutan. Tak kalah pentingnya adalah
pelaksanaan sosialisasi tentang haji khusus yang akan menjadi
prioritas. Adapun kuota jama‟ah haji khusus tahun ini masih sama
dengan tahun lalu sebesar 13.600 terdiri dari jama‟ah haji
sebanyak 12.831 dan petugas haji khusus sebanyak 769 orang.
3 Wawancara dengan subdit haji dan umrah Kementerian Agama, 6 April 2016
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 87
Petugas haji khusus ini terdiri dari unsur pimpinan
penyelenggara, pembimbing ibadah dan kesehatan.4
Dalam penyelenggaraan ibadah haji, mulai dari persiapan,
pelaksanaan, evaluasi sampai pelaporan, pemerintah melalui
BPIH bekerja sama dengan pemerintahan atau kerajaan Arab
Saudi membentuk panitia penyelenggara ibadah haji. Panitia ini
terdiri dari panitia dalam negeri dan panitia luar negeri. Hal ini
untuk menjaga komunikasi dalam pengaturan keluar masuk
jama„ah dan pelayanan jama„ah selama di Arab Saudi hingga
selesainya musim haji.5Segala sesuatu mengenai pelayanan dan
peraturan yang berhubungan dengan pelaksanaan ibadah haji
telah diatur oleh pemerintah Arab Saudi yang tertera dalam
undang-undang yang telah di tetapkan.6
Sedangkan untuk penyelenggaraan ibadah umrah, pemerintah
bekerjasama dengan pihak swasta yang telah mendapatkan izin
dariKementerian Agama. Namun, dalam hal ini Kementerian
Agama lebih mengawasi secara umum, sebagaimana tertera
dalam pasal 4 (ayat 1): “Penyelenggaraan ibadah umrah dapat
dilakukan oleh pemerintah dan atau biro perjalanan wisata yang
4http://haji.kemenag.go.id/v2/content/pemerintah-bina-pihk-dalam-
penguatan-pelayanan-jemaah-haji-khusus .Kementerian Agama R.I Direktorat
Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah, Affan Rangkuti, Rabu 05 Oktober
2016, 11 09. Diakses pada 17 November 2016, pukul 22. 55 WIB. 5 Lihat Ta„limatul Hajj, Bab III, (Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umrah Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah:2015), h. 21-26. 6 Lihat Ta„limatul Hajj, (Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji
dan Umrah Direktorat Pembinan Haji dan Umrah:2015).
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 88
ditetapkan oleh Menteri”.7Ibadah umrah dilaksanakan oleh
badan-badan biro perjalanan wisata dengan beberapa ketentuan
yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama RI.8Sedangkan dalam
layanan secara khusus semua ditangani oleh badan swasta atau
biro perjalanan pariwisata yang disebut juga travel-travel
perjalanan haji dan umrah, yang tertera dalam undang-undang
penyelenggaraan ibadah haji dan umrah pasal 1 (ayat 3):
“Penyelenggara perjalanan ibadah umrah yang selanjutnya
disingkat PPIU adalah biro perjalanan wisata yang telah
mendapat izin dari menteri untuk menyelenggarakan perjalanan
ibadah umrah”.9Untuk menjadi PPIU haruslah memiliki izin
operasional dari Menteri dengan memenuhi beberapa syarat dan
7 Kementerian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-
Undangan Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan
Pemerintah RI No. 18 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah.
Bab II, Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah, (Kemenag: Jakarta, 2015), h.
202. 8 Mengenai ketentuan perizinan biro pariwisata penyelenggara ibadah
Haji dan Umrah diatur dalam Pasal 5, ayat:
1) Penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah oleh biro perjalanan
wisata wajib mendapat izin operasional sebagai PPIU.
2) Izin operasional PPIU sebagaimana dimaksud ayat (1), ditetapkan
oleh Menteri.
3) Izin operasional sebagai PPIU sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diberikan oleh Direktur Jendral atas nama Menteri setelah biro
perjalnan memenuhi persyaratan.
Lihat Kementerian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-
Undangan Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan
Pemerintah RI No. 18 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah.
Bab III, Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah, (Kemenag: Jakarta,
2015), h. 202. 9 Kementerian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-
Undangan Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan
Pemerintah RI No. 18 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah.
Bab I, Ketentuan Umum, (Kemenag: Jakarta, 2015), h. 201.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 89
ketentuan yang telah ditetapkan.10
Dengan adanya izin operasional
ini, maka PPIU terdaftar sebagai PPIU resmi.11
Badan ini
melaporkan kepada Kementerian Agama tentang kesiapan
jama„ah yang akan diberangkatkan ke tanah suci, kesiapan
pelayanan meliputi transportasi, konsumsi, kesehatan dan
pendamping jama„ah. Hal inijuga diatur dalam pasal 3:“
10
Izin operasional sebagai PPIU diberikan oleh Direktur Jenderal atas
nama Menteri setelah biro perjalanan memiliki persyaratan sebagai berikut:
1) Memilki data akta perusahaan, Warga Negara Indonesia yang
beragama Islam dan tidak sebagai pemilik PPIU lain
2) Memiliki susunan kepengurusan perusahaan
3) Memilki izin usaha biro perjalanan wisata dari dinas pariwisata
setempat yang sudah beroprasi paling singkat dua tahun
4) Memiliki akta notaris pendirian perseroan terbatas dan atau
perubahannya sebagai biro perjalanan wisata yang memiliki bidang
keagamaan/perjalanan ibadah yang telah mendapat pengesahan dari
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
5) Memiliki surat keterangan domisili perusahaan dari pemerintah
setempat yang masih berlaku
6) Memiliki surat keterangan terdaftar dari Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan dan fotocopi Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) atas nama perusahaan dan pipinan perusahaan
7) Memiliki laporan keuangan perusahaan yang sehat satu tahun
terakhir dan telah diaudit akuntan public yang terdaftar dengan opini
minimal Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
8) Memiliki surat rekomendasi asli dari instansi pemerintah daerah
provinsi dan atau kabupaten/ kota setempat yang membidangi
pariwisata yang masih berlaku
9) Memiliki surat rekomendasi asli dari Kanwil setempat yang dilampiri
berita acara peninjauan lapangan
10) Menyerahkan jaminan dalam bentuk bank garansi atas nama Biro
Perjalanan Wisata yang diterbitkan oleh Bank Syariah dan atau Bank
Umum Nasional disertai surat kuasa pencairan yang ditujukan dan
ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Lihat Kementerian Agama RI,
Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan Pemerintah RI
No. 18 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Bab II,
Ketentuan Umum, (Kemenag: Jakarta, 2015), h. 203. 11
Contoh nama-nama PPIU resmi terlampir.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 90
Penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah bertujuan untuk
memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang
sebaik-baiknya kepada jemaah, sehingga jemaah dapat
menunaikan ibadahnya sesuai ketentuan syariat Islam”.12
Sedangkan dalam masalah maẖramyang ditetapkan oleh
Kementerian Agama adalah dengan menyertakan maẖram
jama„ah haji, maẖramdisini sebagaimana maẖram yang
dimaksud dalam hubungan nasab dan pernikahan.Hal ini diatur
dalam aturan pendaftaran jama„ah haji dan berhubungan dengan
bagian tata usaha dalam pelayanan haji dan umrah.Yakni dengan
aturan bahwa jama„ah yang disertai maẖramnya disebut juga
jama„ah haji yang ber-maẖram gabungan. Seperti suami atau istri
dibuktikan dengan kutipan akta nikah atau kartu
keluarga.Sedangkan penggabungan maẖram anak atau orang tua
dibuktikan dengan akta kelahiran.13
Hal tersebut dikuatkan oleh
pernyataan bagian tata usaha, yang menjelaskan bahwa jika ada
jama„ah haji yang mempunyai hubungan maẖram dengan nomor
urut (tahun) keberangkatan yang berbeda, maka dapat
diberangkatkan secara bersamaan mengikuti keberangkatan
urutan tercepat diantara keduanya.Hal tersebut dilakukan untuk
12
Kementerian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-
Undangan Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan
Pemerintah RI No. 18 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah.
Bab I, Ketentuan Umum, (Kemenag: Jakarta, 2015), h. 202. 13
Surat Penyampaian Peraturan Pelaksanaan Pelunasan BPIH
Reguler, dari Direktur Jenderal kepada Direktur Pelayanan Haji dan Umrah.
Nomor Nota Dinas: Dj/Set.VII/2/OT.01/664/2015, dikeluarkan pada 11 Mei,
2015, h. 10.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 91
memudahkan jama„ah ketika melaksanakan ibadah.14
Untuk
ketentuan bagi jama„ah yang lanjut usia minimal diatas 75 tahun,
boleh menyertakan pendamping dengan beberapa catatan yang
telah ditentukan.15
Sedangkan bagi jama„ah yang tidak beserta
dengan maẖramcukup di- maẖram-kan mengikuti rombongan
jama„ah (maẖramjama‟ah).
Dari ketentuan dan peraturan yang dikeluarkan oleh
Kementerian Agama mengenai haji dan maẖram dalam ibadah
haji, maka tidak ada sesuatu yang dianggap bertentangan dengan
syari„at khususnya pada aplikasi hadis tentang kesertaan
maẖram.Bahwa Kementerian Agama menerapkan pemahaman
hadis yang telah di paparkan oleh para ulama. Yakni mereka
berusaha sebisa mungkin untuk menyertakan
maẖramsebagaimana dimaksud dalam syari„at dengan cara
menyertakan dokumen-dokumen untuk menunjukkan falidnya
maẖram tersebut. Dan jika tidak ada, mereka menggunakan
maẖram sebagaimana pemahaman sebagian ulama seperti imam
14
Wawancara dengan Kabag T.U pelayanan Haji dan Umrah, pada 8
Maret 2016. 15
Diantara ketentuan jama„ah lansia minimal 75 tahun boleh disertai
dengan pendamping (maẖram):
1) Jama„ah lanjut usia tidak mampu mandiri (udzur) yang dinyatakan
dengan surat keterangan dokter.
2) Pendamping mempunyai hubungan keluarga yakni istri, suami, anak
kandung atau adik kandung yang dibuktikan dengan kartu keluarga,
akta nikah, akta kelahiran yang relevan dengan jama„ah lansia. Lihat
Surat Penyampaian Peraturan Pelaksanaan Pelunasan BPIH
Reguler, dari Direktur Jenderal kepada Direktur Pelayanan Haji dan
Umrah. Nomor Nota Dinas: Dj/Set.VII/2/OT.01/664/2015,
dikeluarkan pada 11 Mei, 2015, h. 15.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 92
Syafi„I tentang hadis maẖram.Yakni pemahaman secara
kontekstual bahwa kesertaan maẖramdapat digantikan dengan
keamanan, dalam hal ini dipercayakan pada rombongan jama„ah
haji.
Sedangkan praktek kesertaan maẖram dalam ibadah umrah,
belum ditemukan ketentuan secara rinci sebagaimana pada
jama„ah haji. Kementerian Agama hanya memberikan rambu-
rambu dan peraturan secara umum kepada pihak biro wisata yang
memberangkatkan jama„ah umrah.Namun, tetap dibawah
pengawasan Kementerian Agama.16
Hal tersebut dibuktikan
dengan laporan bagi biro wisata yang akan memberangkatkan
jama„ahnya kepada subdit umrah Kementerian Agama. Jika
dianggap sudah memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh
Kementerian Agama maka mereka mendapat izin untuk
memberangkatkan jama„ah. Hal-hal yang dilaporkan berupa
kesiapan dari segi pelayanan bimbingan ibadah umrah,17
16
Wawancara dengan Kabag T.U, Subdit Umrah dan badan pelayanan
lainnya yang berhubungan dengan pelayanan Haji dan Umrah, padaSelasa, 8
Maret 2016. 17
Peraturan pelayanan bimbingan Jama‟ah umrah, Pasal 11 ayat:
1) Pelayanan bimbingan Jemaah Umrah diberikan oleh pembimbing
ibadah sebelum keberangkatan, dalam perjalanan dan selama di Arab
Saudi
2) Pelayanan bimbingan Jemaah Umrah meliputi materi bimbingan
manasik dan perjalanan umrah
3) Pembimbing ibadah, diangkat oleh pimpinan PPIU dan wajib
memiliki standar kompetensi meliputi pengetahuan dibidang manasik
haji/umrah dan telah melaksanankan haji/umrah. Lihat Kementerian
Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan Pemerintah RI
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 93
pelayanan akomodasi,18
kesiapan perlengkapan kesehatan,19
transportasi20
dan hal lainnya yang berhubungan dengan
kebutuhan jama‟ah.21
Hal tersebut wajib dilaporkan untuk
No. 18 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Bab III,
Pendaftaran dan Pelayanan, (Kemenag: Jakarta, 2015), h. 206. 18
Peraturan pelayanan akomodasi jama‟ah Umrah:
1) Pelayanan akomodasi selama Jemaah berada di Arab Saudi
2) Pelayanan akomodasi wajib dilakukan PPIU dengan menempatkan
Jemaah pada hotel minimal bintang tiga
3) Pelayanan konsumsi harus memenuhi standart menu, higienitas dan
kesehatan. Lihat Kementerian Agama RI, Himpunan Peraturan
Perundang-Undangan Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan
Umrah,Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 2015 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Bab III, pendaftaran dan pelayanan,
(Kemenag: Jakarta, 2015), h. 206. 19
Peraturan pelayanan kesehatan:
1) Penyediaan petugas kesehatan
2) Penyediaan obat-obatan
3) Pengurusan bagi Jemaah Umrah yang sakit selama di perjalanan dan
di Arab Saudi. Lihat Kementerian Agama RI, Himpunan Peraturan
Perundang-Undangan Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan
Umrah,Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 2015 Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Bab III, Pendaftaran dan Pelayanan,
Pasal 14, (Kemenag: Jakarta, 2015), h. 207. 20
Peraturan pelayanan transportasi:
1) Pelayanan transportasi Jemaah Umrah oleh PPIU meliputi pelayanan
pemberangkatan ke dan dari Arab Saudi dan selama di Arab Saudi
2) Transportasi Jemaah Umrah paling banyak satu kali transit dengan
menggunakan maskapai penerbangan yang sama dan memiliki izin
mendarat di Indonesia dan Arab Saudi
3) Transportasi darat selama di Arab Saudi wajib memiliki tasreh izin
untuk pelayanan umrah
4) Transportasi Jemaah Umrah wajib memperhatikan kenyamanan,
keselamatan dan keamanan. Lihat Kementerian Agama RI, Himpunan
Peraturan Perundang-Undangan Tentang Penyelenggaraan Ibadah
Haji dan Umrah,Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 2015
Tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Bab III, Pendaftaran dan
pelayanan, pasal 12, (Kemenag: Jakarta, 2015), h. 206. 21
PPIU wajib memberikan layanan berupa:
1) Bimbingan ibadah Umrah
2) Transportasi jemaah Umrah
3) Akomodasi dan konsumsi
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 94
mempermudah pengawasan kementerian Agama terhadap kinerja
biro wisata.
B. Pemahaman dan Penerapan Kesertaan maẖram Pada
Biro Wisata
Berbicara seputar kesertaan maẖram dalam perjalanan
ibadah haji dan umrah, ada beberapa hal yang kurang dipahami
oleh pihak-pihak yang berhubungan dengan pelaksanaan haji dan
umrah. Pihak-pihak tersebut hanya mengikutiperaturan dan
undang-undang yang ditetapkan oleh Kementerian Agama dan
Kedutaan Arab Saudi.
Menurut pengakuan para petugas biro haji dan umrah,
mereka tidak paham secara detil bagaimana syari‟at mengatur
urusan yang berkaitan dengan haji dan umrah, terutama masalah
maẖram. Petugas hanya menjalankan dan bekerja sesuai
peraturan yang ada dari pihak-pihak yang berwenang.22
Seperti
peraturan kesertaan maẖram,menurut pengakuan dari sebagian
besar pihak biro wisata yang menangani haji dan umrah, pihak
biro wisata hanya menjalankan segala peraturan dan undang-
undang yang telah ditetapkan oleh Kementerian Agama dan atau
4) Kesehatan Jemaah Umrah
5) Perlindungan Jemaah Umrah dan petugas Umrah
6) Administrasi dan dokumentasi Umrah. Lihat Kementerian Agama RI,
Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan Pemerintah RI
No. 18 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Umrah. Bab II,
Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah, Pasal 10, (Kemenag:
Jakarta, 2015), h. 205 22
Wawancara dengan provider,pada 23 Februari 2016.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 95
Kedutaan Arab Saudi.Dari peraturan yang ada pihak biro wisata
berusaha untuk memenuhinya.
Ada perbedaan dalam penerapan kesertaan maẖramantara
jama‟ah haji dan jama‟ah umrah perempuan. Yakni bagi jama‟ah
haji perempuan yang tidak disertai maẖram nya cukup diikutkan
dengan maẖram rombongan jama‟ah haji yang ada.Dalam hal
kesertaan maẖram pada jama‟ah haji yang diterapkan oleh biro
wisata sebagaimana yang diterapkan oleh Kemeterian Agama.
Hanya saja karena pada biro wisata tidak sampai menumpuk
antrian jama‟ah haji yang cukup panjang, maka pihak Biro wisata
tidak mengupayakan untuk menyertakan bersama kerabat dari
calon jama‟ah yang akan diberangkatkan. Hal ini dilakukan
karena menurut peraturan yang ditetapkan dari Kedutaan Arab
Saudi bahwa untuk jama‟ah haji cukup diikutkan dengan maẖram
jama‟ah,jika tidak disertai dengan maẖram nya.23
Maka terjadi
perbedaan penerapan kesertaan maẖram antara jama‟ah haji dan
jama‟ah umrah.
Sedangkan penerapan kesertaan maẖram pada jama‟ah
umrah perempuan yang tidak disertai maẖramnya, ada ketentuan
berdasarkan batas usia. Peraturan ini diikuti oleh pihak biro
wisata sesuai dengan ketentuan oleh Kedutaan Arab Saudi.
Ketika jama‟ah perempuanberusia kurang dari 40 tahun, harus
disertai oleh maẖram-nya. Maka untuk dapat memenuhi
23
Wawancara dengan provider,pada 23 Februari 2016.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 96
peraturan tersebut, pada visa -jama‟ah perempuanyang tidak
disertai maẖram-nya- diberikan keterangan
kesertaanmaẖram.Sedangkan untuk jama‟ah perempuan yang
berusia diatas 40 tahun, tidak diwajibkan demikian.24
Pernyataan biro wisata ini dapat dikuatkan dengan praktek
lapangan bahwa pada antrian imigrasi di Arab Saudi, ketika
jama‟ah akan memasuki bandara Arab Saudi, terkadang
dikelompokkan antrian jama‟ah yang berusia diatas 40 tahun
untuk mengantri di satu loket antrian khusus. Hal ini untuk lebih
mempercepat proses pemeriksaan passport dan visa. Karena
berdasarkan kebijakan yang dikeluarkan Arab Saudi, bahwa pada
visa jama‟ah yang berusia lebih dari empat puluh tahun tidak ada
keterangan beserta dengan maẖram-nya atau hanya cukup
maẖram jama‟ah. Sedangkan bagi jama‟ah perempuan di bawah
usia 40 tahun, sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan
Arab Saudi, mereka harus disertai maẖram-nya baik maẖram
keluarga atau berupa keterangan yang disertakan pada visa
berupa keterangan kesertaan maẖram.25
Bagi jama‟ah yang tidak disertai maẖram-nya akan tertulis
pada visa mereka keteranganmaẖramyang menyertainya. Begitu
juga pada visa maẖram-nya, tertulis keterangan bahwa ia sebagai
maẖram dari jama‟ah perempuan. Hal ini berdampak pada
24
Hasil wawancara dengan beberapa biro wisata haji dan umrah. 25
Wawancara dengan salah satu jama‟ah umrah perempuan, pada 23 Agustus
2016.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 97
pemeriksaan visa, artinya mereka harus selalu bersamaan ketika
ada pemeriksaan tersebut. Baik ketika memasuki Arab Saudi
maupun ketika akan meninggalkan Arab Saudi.26
Kesertaan
tersebut untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar berstatus
maẖram, sehingga tidak dianggap melanggar peraturan yang
diterapkan oleh Negara Arab Saudi.
Dari perbedaan penerapan maẖram antara jama‟ah haji dan
jama‟ah umrah tersebut, dapat disimpulkan bahwa kedatangan
jama‟ah umrah dihukumi sebagaimana pengunjung atau tamu
negara yang melakukan perjalanan tidak wajib, maka harus
disertai dengan maẖram secara personal.Sedangkan jama‟ah haji
dihukumi sebagai sebuah perjalanan wajib bagi perempuan.
Yakni perempuan yang sedang melakukan safar fardu sehingga
sangat dianjurkan (mandub) untuk disertai maẖram nya,27
dan
jika tidak ada maẖram secara personal dapat digantikan dengan
maẖram rombongan. Hal ini sesuai dengan pendapat sebagian
ulama bahwa perjalanan haji fardujika tidak disertai maẖram
nasab atau suami maka dapat digantikan dengan maẖram
rombongan.
26
Contoh seorang jama‟ah perempuan bernama Azizah berusia 35 tahun,
tanpa disertai maẖram.Ia mendapat visa dengan keterangan maẖram dengan
Salim. Salim pada visa tersebut sebagai saudara kandungnya. Maka Azizah
dan Salim dalam pemeriksaan visa harus bersamaan, ketika mereka berada
pada imigrasi memasuki Arab Saudi maupun ketika akan meninggalkan Arab
Saudi. Lihat contoh visa usia dibawah 40 tahun dan diatas 40 tahun, terlampir. 27
Pendapat mayoritas ulama seperti Imam Maliki, Imam Syafi‟I dan Imam
al-Auza„i. Lihat Ibn Bathâl al-Bakri al-Qurthȗbȋ, Syarh Shahȋh al-Bukharȋli Ibn Bathâl, kitâb al-Hajji, Bâbu Hijju al-nisa‟, al-Maktabah al-Syamilah, h.
531.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 98
Demikian praktek maẖram dan beberapa peraturan yang
didapat, ketentuan tentang batasan usia dan kesertaan maẖram
menurut pengakuan biro wisata, tidak tertulis. Pihak biro wisata
hanya mengikuti perkembangan informasi yang telah diberikan
oleh Kedutaan Besar Arab Saudi.Perubahan yang sering terjadi
hanya masalah jangka waktu tersedianya visa dan kesiapan visa
bagi jama„ah sebelum keberangkatan ke Arab Saudi.
Dari hasil penelitian praktek kesertaan maẖram pada biro
wisata kepada jama‟ah haji dan umrah tersebut, terlihat
perbedaan antara praktek pada jama‟ah haji dan jama‟ah umrah.
Yakni pada jama‟ah haji maẖram diupayakan sebisa mungkin
untuk menyertai jama‟ah dan jika benar-benar tidak ada maẖram-
nya maka akan diikutkan maẖram jama‟ah atau maẖram
rombongan.Sedangkan pada penerapanuntuk jama‟ah umrah,
jama‟ah benar-benar harus disertaimaẖrampersonal dan tidak
diikutkan pada maẖram rombongan. Sehingga jika tidak disertai
maẖram, pihak biro wisata menunjuk salah satu jama‟ah laki-laki
untuk dijadikan maẖram dan diberi keterangan pada visa bahwa
mereka memiliki hubungan maẖram.
Untuk pembuatan visa, bagi agen atau travel yang belum
memiliki surat izin resmi dari Kementerian Agama, belum dapat
mengeluarkan surat izin yang disebut mofa. Mofa adalah
keterangan tentang jama‟ah berdasarkan data-data sebelum diolah
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 99
menjadi visa.28
Prosedurnya, dalam pembuatan mofa, biro wisata
harus bekerjasama dengan travel atau biro wisata yang telah
memiliki surat izin operasional disebut jugaprovider.29
Provider
merupakan istilah bagi biro wisata atau travel yang telah
memiliki surat izin resmi dari Kementerian Agama R.I. dan
memiliki kontrak kerjasama dengan perusahaan pelayanan haji
dan umrah di Arab Saudi.30
Dengan meng-inputdata-data31
para
jama„ah yang akan melaksanakan haji atau umrah, harus
menunggu beberapa waktu untuk menjadi mofa. Agar tidak
terjadi antrian yang cukup lama, agen yang belum memiliki izin
resmi harus bekerja sama dengan beberapa provider.
Setelah data di-input menjadi surat izin yang disebut mofa
kemudian mofadiproses menjadi visa dan diserahkan keKedutaan
Arab Saudi untuk di stampel. Masa berlaku mofa, hanya dua
28
Hasil wawancara dengan salah satu staf biro wisata haji dan umrah,
pada 5 Februari 2016. 29
Undang- undang terkait pengurusan visa:
1) Pengurusan visa dilakukan oleh PPIU yang memiliki kontrak kerja
sama dengan perusahaan pelayanan umrah dan telah mendapatkan
pengesahan dari kementerian terkait
2) PPIU yang memiliki kontrak kerja sama dengan perusahaan
pelayanan umrah di Arab Saudi dapat menjadi provider visa. Lihat
Kementerian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan
Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah,Peraturan
Pemerintah RI No. 18 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Ibadah
Umrah. Bab II, Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah, Pasal 18,
(Kemenag: Jakarta, 2015), h. 208. 30
Travel dapat menjadi provider memiliki beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi. Persyaratan tersebut, telah ditentukan oleh badan perizinan
yang bekerjasama dengan mereka. Daftar beberapa travel yang telah mendapat
surat izin, terlampir. 31
Contoh data-data yang harus di inputterlampir.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 100
minggu maka pihak biro wisata yang belum menjadi provider
harus bekerjasama dengan beberapa provider agar mofa tidak
kadaluarsa.32
C. Problem Penerapan Praktek Maẖram Pada Perjalanan
Haji dan Umrah
Perjalanan ibadah haji dan umrah yang diselenggarakan oleh
travel-travel yang ada, harus menjalani beberapa prosedur. Mulai
dari pendaftaran, pengurusan visa, jadwal manasik sampai
penentuan hari keberangkatan dan hari kembali jama‟ah ke tanah
Air. Salah satu hal yang menjadi problem dalam prosedur
keberangkatan haji dan umrah adalah bagi jama‟ah perempuan
yang tidak disertai maẖram-nya memiliki beberapa ketentuan.
Salah satu ketentuan yang telah dijalankan oleh beberapa
pihak biro perjalanan haji dan umrah adanya batas usia bagi
jama„ah perempuan yang pergi tanpa maẖram. Bagi jama‟ah
perempuan yang berusia kurang dari 40 tahun harus disertai
maẖram-nya secara personal. Sedangkan bagi jama‟ah yang
berusia lebih dari 40 tahun, tidak harus disertai maẖram-nya
secara personal.33
Selain itu, adanya peraturan membayar uang maẖram. Yakni
bagi jama‟ah yang berusia kurang dari empat puluh tahun, jika
tidak disertai maẖram-nya akan di-maẖram-kan dengan jama‟ah
32
Hasil wawancara dengan salah satu staf biro wisata haji dan umrah pada 5
Februari 2016. 33
Hasil wawancara dengan beberapa staf biro wisata haji dan umrah.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 101
laki-laki. Dan harus membayar uang maẖram dengan maẖram
yang telah ditentukan tersebut. Sedangkan bagi jama„ah yang
berusia lebih dari empat puluh tahunyang tidak disertai maẖram-
nya tidak dikenakan uang maẖram.34
Menurut pengakuan pihak
biro wisata, ketentuan tersebut salah satu kebijakan Arab Saudi
yang memang harus dijalankan oleh pihak travel atau agen-agen
pemberangkatan haji dan umrah.
Selain itu, fungsi dari maẖram yang telah ditentukan
hanyalah berlaku pada awal pemeriksaan visa di bandara pertama
jama„ah mendarat.Untuk selanjutnya, fungsi dari maẖram itu
sendiri tidak sebagaimana mestinya maẖram yang sebenarnya.
Yakni menemani salama perjalanan dan menjaga keamanan bagi
perempuan yang menjadi maẖram-nya. Jika diberlakukan
sebagaimana kewajiban maẖram bagi maẖram-nya juga tidak
sesuai dengan ketentuan syari‟at, karena pada dasarnya mereka
bukanlah maẖram-nya. Berikut contoh brosur penawaran paket
umrah beserta ketentuan pembayaran uang maẖram:
34
Hasil wawancara dengan beberapa biro wisata haji dan umrah
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 102
Brosur tersebut adalah contoh penawaran beberapa paket
umrah, salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh jama‟ah
diluar biaya paket umrah yang telah ditentukan adalah surat
keterangan maẖram dengan biaya sebesar tiga ratus ribu rupiah.
Nilai nominal yang ditentukan oleh pihak travel beragam. Mulai
dari 300 sampai 500 ribu rupiah.35
Uang tersebut digunakan untuk
operasional pembuatan keterangan kesertaan maẖram.Menurut
pengakuan dari pihak travel, sebenarnya dari provider tidak
35
Hasil wawancara dengan beberapa staf biro wisata haji dan umrah.
Lihat juga pada brosur-brosur penawaran paket haji dan umrah, sebagaiman
terlampir.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 103
menentukan sebesar itu, mereka hanya menentukan sebesar dua
ratus ribu rupiah.
proses pembuatan keterangan maẖram
Proses pembuatan keterangan maẖram untuk memenuhi
peraturan dari Arab Saudi, dilakukan oleh biro wisata yang telah
memiliki surat izin resmi dari kementerian Agama dan
bekerjasama dengan biro wisata Arab Saudi yang resmi disebut
juga provider.Keterangan maẖram ini, berlaku bagi jama‟ah
perempuan yang tidak disertai maẖram-nyadan berusia kurang
dari 40 tahun. Keterangan maẖram tertera pada visa jama‟ah
perempuan dan visa jama‟ah laki-laki yang ditunjuk sebagai
maẖram-nya.36
Proses pembuatan keterangan maẖramberdasarkan pada
perkiraan badan pembuatnya. Untuk mencantumkan keterangan
kesertaaan maẖram pada visa jama‟ah diperlukan dokumen-
dokumen yang dapat mendukung keterangan maẖram yang akan
dibuat. Data atau dokumen tersebut sebagai bukti kefalitan
keterangan maẖram itu. Setelah membuat data sedemikian rupa,
sesuai dengan keterangan yang diinginkan, kemudian melaporkan
atau in put data pada sistem pendataan jama‟ah yang tersambung
pada sistem biro wisata Arab Saudi.37
Dengan demikian jama‟ah
36
Contoh visa sebagaiman terlampir 37
Hasil wawancara dengan salah satu manager provider pada 20 Februari 2016
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 104
sudah terdaftar dalam sistem yang nantinya akan disesuaikan
ketika pemeriksaan di bandara atau imigrasi Arab Saudi.
Adapun contoh pembuatan keterangan kesertaan
maẖrammisalnya jama‟ah perempuan bernama Azizah yang
berusia dibawah 40 tahun. Ia akan melaksanakan umrah tanpa
disertai oleh maẖram-nya. Maka ia harus dibuatkan keterangan
kesertaanmaẖrampada visanya nanti. Kemudian pihak pembuat
keterangan maẖram akan me-maẖram-kan dengan jama‟ah yang
ada dalam rombongannya bernama Salim. Dalam keterangan
visanya nanti, Salim akan di-maẖram-kan sebagai pamannya.
Maka dibutuhkan data-data dari dokumen asli Azizah dan Salim.
Dokumen tersebut berupa Kartu Keluarga (KK) dan akte
kelahiran. Dari data tersebut akan disesuaikan nasab Azizah dan
Salim. Misalnya ayah Salim Abdullah, akan ditemukan dalam
nasab Azizah bahwa kakeknya Abdullah.38
Dengan membuat data
sedemikian rupa maka tertulislah keterangan kesertaan maẖram
pada visa Azizah dan Salim, bahwa Azizah sebagai keponakan
Salim dan Salim sebagai pamannya.
Dari data yang didapat kemudian dilakukaninputdata pada
sistem yang tersambung dengan sistem biro wisata Arab Saudi.
Data yang telah masuk pada sistem ini, juga akan terdeteksi pada
Kedutaan Arab Saudi dan badan-badan yang berhubungan
dengan pelayanan jama‟ah umrah di Arab Saudi, yang bekerja
38
Hasil wawancara dengan manager salah satu provider pada 20 Februari 2016
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 105
sama dengan biro wisata Indonesia yang telah menjadi
provider.39
Untuk proses pembuatan keterangan kesertaanmaẖram
ini, dikenakan biaya administrasi sebesar 300 sampai 500 ribu
rupiah, yang disebut juga uang maẖram.
Menurut pengakuan biro wisata, hal ini dilakukan untuk
melayani masyarakat dan memenuhi peraturan atau kebijakan
yang telah ditetapkan Arab Saudi.Pihak biro wisata berusaha agar
jama‟ah tetap dapat berangkat ketanah suci walaupun belum bisa
bersama keluarga atau maẖram-nya. Pihak biro menyatakan
bahwa mungkin masyarakat yang dalam keadaan demikian
karena keterbatasan ekonomi dan hal lainnya sehingga belum bisa
mengajak keluarga atau maẖram-nya untuk ke tanah suci.
Oleh karena itu, biro wisata sebagai salah satu badan yang
bergerak pada pelaksanaan ibadah ketanah suci, berniat untuk
membantu masyarakat dalam hal ibadah tersebut. Dengan sekian
peraturan dan kebijakan yang harus dipatuhi baik dari
Kementerian Agama maupun dari kebijakan Arab Saudi, biro
wisata mengupayakan untuk memenuhi persyaratan
tersebut.Salah satunya adalah kesertaan maẖram atau keterangan
kesertaan maẖrambagi jama‟ah perempuan yang tidak dibeserta
maẖram-nya.
39
Hasil wawancara dengan salah satu staf biro wisata haji dan umrah,
pada 5 februari 2016
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 106
Dari proses dan tahapan-tahapan tersebut, terlihat
bahwaketerangan kesertaan maẖram dikeluarkan oleh pihak
travel atau biro wisata yang telah menjadi provider disertakan
langsung bersama dengan visa jama‟ah.Keterangan kesertaan
maẖrampada visa sebagai penguat atas kesertaan
maẖramjama‟ah perempuan yang tidak disertai maẖram-
nya.Proses pembuatan keterangan kesertaan maẖram pada biro
wisata ini, berlaku pada jama‟ah umrah perempuan yang tidak
disertai maẖram nya. Sedangkan untuk jama‟ah haji perempuan
yang tidak disertai maẖram nya cukup di sertakan dengan
maẖram rombongan.
Berikut tabel ringkasan penerapan kesertaan maẖramoleh
badan-badan pelaksanaan haji dan umrah:
No Badan
pelaksana
Penerapan Maẖram Mazhab
1. Pemerintah
Arab Saudi wajib maẖram
bagi safar
perempuan
maẖram bi
al-nasab/
maẖram bi
al-
musaẖarah
Imam
Hanafi
dan
imam
Aẖmad
2. Kementerian
Agama
Mengupayakan
kesertaan
maẖram
maẖram bi
al-nasab/
maẖram bi
al-
musaẖarah
Imam
Hanafi
dan
imam
Aẖmad
maẖram
rombongan
Imam
Syafiʻi dan
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 107
imam
Maliki
3. Biro wisata Mengupayakan
mengikuti
peraturan
kesertaan
maẖram
maẖram bi
al-nasab/
maẖram bi
al-
musaẖarah
Imam
Hanafi
dan
imam
Aẖmad
maẖramdari
jama‟ah dan
membayar
uang
maẖram
-
D. Analisis Aplikasi Kesertaan Maẖram
Kesertaan maẖram dalam safar perempuan, merupakan
kajian fiqh yakni hasil dari ijtihad para ulama berdasarkan pada
syari‟at yang ada. Ijtihad hukum yang dihasilkan akan berbeda-
beda sesuai masa dan tempat dimana ijtihad itu dilakukan dan
bagaimana keadaan masyarakat pada saat itu. Sebagaimana
fiqhsafaryang dipraktekkan di Arab Saudi bagi perempuan yang
belum menikah harus ditemani maẖram-nya ketika bepergian.Hal
ini melihat pada tingkat keamanan di Arab Saudi terhadap
perempuan jika bepergian sendiri.Didukung dengan lingkungan
dan budaya masyarakat Arab.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 108
Berbeda dengan di Indonesia, bagi muslimah yang
bepergian tidak harus ditemani maẖram-nya baik bepergian di
dalam negeri maupun bepergian ke luar negeri. Hal ini juga
melihat pada tingkat keamanan dan kultur masyarakat Indonesia
itu sendiri. Dengan adanya pemahaman dan penerapan hukum
dari ijtihad para ulama tersebut, Arab Saudi juga menerapkan
hukum tersebut sebagai salah satu peraturan yang harus ditepati
bagi setiap muslimah yang akan berkunjung ke Arab Saudi.
Diketahui bersama bahwa Arab Saudi adalah Negara pusat
Islam sedunia.Haji dan umrah termasuk dalam ruang lingkup
tersebut.Maka haji dan umrah juga harus mengikuti hukum dan
sistem yang diterapkan oleh pemerintah Arab Saudi.Yakni
wajibnya bagi seluruh jama‟ah haji dan umrah perempuan disertai
maẖram ketika melakukan haji atau umrah tersebut.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia khususnya
kementerian Agama dan badan-badan pengelola haji dan umrah
menerapkan peraturan dan ketentuan bagi seluruh jama‟ah haji
dan umrah sesuai dengan peraturan dari Arab Saudi. Melihat pada
aplikasi yang diterapkan oleh kementerian Agama dan badan-
badan penyelenggara haji dan umrah, terutama dalam hal
kesertaan maẖram terlihat ada beberapa hal yang perlu ditelaah
kembali.
Pertama, penerapan kesertaan maẖram yang diterapkan
oleh kementerian Agama bagi jama‟ah haji perempuan. Dengan
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 109
antrian keberangkatan jama‟ah haji yang cukup panjang,
mengupayakan bagi jama‟ah haji perempuan yang memiliki
maẖram pada daftar antrian keberangkatan haji di tahun yang
berbeda40
, untuk berangkat bersama maẖram nya.Yakni dengan
mengajukan antrian keberangkatan bagi jama‟ah perempuan yang
memiliki antrian keberangkatan pada tahun yang berbeda dengan
maẖram-nya.Jika tidak ada maẖram-nya pada daftar jama‟ah
keberangkatan haji, maka diikutkan dengan
maẖramrombongan.41
Hal ini juga dilakuakan oleh biro wisata
perjalanan haji dan umrah.Yakni bagi jama‟ah haji perempuan
jika tidak disertai maẖram nya cukup diikutkan atau disertakan
dengan maẖram rombongan.
Penerapan kesertaan maẖram tersebut sesuai dengan
pendapat sebagian ulama bahwa bagi jama‟ah perempuan yang
akan melakukan haji fardu, harus disertai maẖram-nya, walaupun
pendapat ini masih diperdebatkan keharusannya. Menukil
pendapat imam al-Sonʻani dalam subul al-Salâm, beliau menukil
pendapat Ibn Daqȋq al-„Id, keharusan kesertaan maẖram
40
Hasil wawancara pada subdit T.U Kementerian Agama pada 8
Maret 2016 41
Contoh: jama‟ah haji perempuan bernama Azizah, terdaftar pada
Kementerian Agama sebagai jama‟ah dengan keberangkatan tahun 2015 tanpa
maẖram. Selanjutnya dicari jama‟ah yang mungkin masih mempunyai
hubungan maẖram pada daftar keberangkatan jama‟ah haji ditahun yang akan
datang atau tahun-tahun berikutnya. Ternyata ditemukan Aziz suami Azizah
sebagai jama‟ah haji dengan tahun keberangkatan 2019 maka diupayakan Aziz
akan berangkat haji bersama Azizah pada tahun 2015. Hasil wawancara
dengan salah satu subdit T.U. haji dan umrah pada Kementerian Agama
Jakarta Pusat, Jl. Lapangan Banteng Utara.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 110
dikaitkan dengan penafsiran ayat tentang kewajiban menunaikan
haji ke baitullah (Q.S. Ali „Imran: 97). Bahwa ayat tersebut
bersifat umum yakni kewajiban menunaikan haji umum bagi laki-
laki dan perempuan.Maka pemaknaan hadis “perempuan tidak
boleh safar kecuali bersama maẖramnya” juga bersifat umum
yakni umum untuk setiap perjalanan. Oleh karena itu dianggap
bertentangan antara kedua dalil yang bersifat umum tersebut.
Keumuman kedua dalil tersebut, salah satunya dapat
mentakhsis. Yakni keumuman ayat ditakhsis dengan hadis, yang
menunjukkan keumuman pada ayat adalah kewajiban ibadah haji
bagi seluruh ummat laki-laki atau perempuan.Ditakhsis dengan
hadis “tidak boleh seorang perempuan safar kecuali dengan
maẖramnya”. Sedangkan haji termasuk safar bagi perempuan,
maka husus bagi perempuan boleh melaksanakan haji jika ada
maẖramnya. Dan hadis ini berlaku umum bagi perempuan muda
(syȃbbah) dan perempuan cukup usia(„ajuz). Imam al-Sonʻani
juga menyatakan bahwa bolehnya kedudukan maẖram digantikan
dengan perempuan yang terpercaya, hal tersebut berdasarkan apa
yang pernah dilakukan para sahabat. Imam Syafiʻi juga
berpendapat bahwa bolehnya bagi seorang perempuan safar
bersama dengan rombongan. Jika keamanan bagi perempuan
tersebut sudah dianggap cukup atau terjamin.42
42
Muhammad bin Isma‟il bin Shalah bin Muhammad bin „Ali al-
Kahlani, Subul al-Salâm, Kitab al-Hajji, Bâbu Tahrimu al-Khalwah bi al-
AjNabiyyati wa Safariha min Ghairi maẖramin, al-Maktabah al-Syâmilah, h.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 111
Maka penerapan kesertaan maẖram pada jama‟ah haji
yang telah diterapkan oleh kementerian Agama dan biro wisata
sesuai dengan pendapat para ulama yang telah dipaparkan pada
syarh hadis tentang kesertaan maẖram tersebut.Yakni
mengupayakan kesertaan maẖram walaupun dengan antrian
keberangkatan yang cukup panjang. Bahkan dengan antrian
keberangkatan jama‟ah pada tahun yang berbeda atau
menyertakan jama‟ah perempuan dengan maẖram rombongan.
Kedua, pada peraturan yang diterapkan oleh mayoritas
biro wisata haji dan umrah.Yakni batasan usia yang menjadi
persyaratan kesertaan maẖram. Bagi jama‟ah perempuan yang
berusia dibawah 40 tahun, diwajibkan akan kesertaan maẖram
dan jika tidak beserta maẖram, akan diganti dengan maẖram
yang ditentukan dari pihak biro haji dan umrah. Mengenai
batasan usiamenurut Ibn Daqȋq bahwa imam al-Bȃjȋ
mengkhususkan dengan keumuman makna safar bagi seluruh
perempuan. Sehingga al-Bȃjȋ mentakhsis dari keumuman makna
seluruh perempuan muda (syȃbbah) maupun perempuan cukup
usia(„ajȗz). Kemudian dari keumuman tersebutmenjadi
kekhususan atau dikhususkan bagi perempuan cukup usia(„ajȗz)
untuk tidak berlakunya kesertaan maẖram sebagaimana berlaku
pada perempuan yang masih muda. Al-Bȃjȋ mengibaratkan
608. Lihat juga Muhammad bin „Ali bin Muhammad bin „Abd Allah bin
Husain al-Syaukani, Nail al- AuthârSyarhu Muntaq al-Akhbar min Ahadisi
Sayyidi al-Akhyar,Kitâbu al-Manâsik, Bâb al-Nahyu „an Safari al-Mar‟ah li
al-Hajji aw Ghairihi Illâ bi Maẖramin, al-Maktabah al-Syâmilah, h. 355.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 112
“Seperti buah yang masih segar dan buah yang telah jatuh dari
pohonnnya. Ibarat buah yang masih segar hendaklah dijaga
dengan sebaik mungkin, sedangkan buah yang telah jatuh dari
pohonnya dianggap sebagai barang temuan bagi siapa yang
mengambilnya”.43
Maka dengan kata lain bahwa perempuan yang
berada pada usia kurang dari 40 tahun masih dalam usia produktif
dan masih menimbulkan gairah bagi laki-laki yang melihatnya,
sehingga perlu didampingi dan disertai maẖram.
Sedangkan bagi jama‟ah perempuan yang berusia diatas
40 tahun tidak disyaratkan untuk disertai maẖram-nya. Analisa
atas hal ini bahwa kesertaan maẖram melihat pada batasan usia
atau fisik seorang perempuan, dalam subul al-Salâm imam al-
Sonʻani menjelaskan bahwa jumhur ulama berpendapat tidak
boleh bagi perempuan muda (syâbbah/syaibah) safar kecuali
bersama maẖramnya.44
Kemudian dikaitkan dengan penafsiran
Q.S. Ali „Imran: 97 yang berisi tentang anjuran menunaikan
ibadah haji. Imam al-Sonʻani menjelaskan bahwa keumuman
pada ayat ini, bagi seluruh ummat muslim laki-laki dan
perempuan dianjurkan untuk menunaikan haji. Sedangkan pada
hadis tentang larangan safar bagi perempuan tanpa maẖram
memberikan batasan. Karena safar disini dilihat secara umum
43
Badru al-Dȋn al-„Ainȋ, „Umdah al-Qȃrȋ Syarh Sahȋh al-Bukhȃrȋ, Bȃbu Hijju al-Nisȃ‟, juz 10, maktabah al-Syȃmilah, h. 222.
44 Ahmad Warsun Munawwir, Kamus Almunawwir Arab-Indonesia
Terlengkap, (Pustaka Progressif: Surabaya, 1997), h. 689, 898.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 113
untuk semua safar, sedangkan haji termasuk safar. Maka kedua
keumuman dalil ini dianggap bertentangan.
Imam al-Son‟ani menyebutkan bahwa secara umum hadis
ini bermakna “Tidak boleh bagi seorang perempuan baik
perempuan muda (syâbbah) atau perempuan tua („Ajȗz),
bepergian tanpa disertai maẖram nya.”Melihat pada lafaz yang
digunakan oleh imam al-Sonʻani yakni lafaz syâbbah )ؽبثخ(dan
„ajuz)ػغص(. Syâbbah berasal dari kata ؽبة yang berarti pemuda
bentuk muannas ؽبثخ dan kata ػغص dalam istilah ini yang
dimaksud adalah perempuan yang sudah tua.45
Maka adanya
ketentuan usia keharusan kesertaan maẖram bagi jama‟ah
perempuan yang diterapkan pada biro wisata dengan dalih
mengikuti kebijakan dari Arab Saudi, berdasarkan pada pendapat
jumhur ulama tersebut. Namun untuk batasan umur pada istilah
syâbbah dan „ajuz belum penulis temukan.
Imam al-Son‟ani melanjutkan penafsirannya menukil
pendapat jumhur ulama bahwa bolehnya perempuan „ajȗz
melakukan safar tanpa disertai maẖramnya. Hal ini berdasarkan
bahwa dibalik keumuman hadis ini ada kehususan.46
Maka jika
dilihat dari sisi kemanan baik bagi perempuan syȃbbah maupun
„ajȗz masing-masing memiliki kebutuhan terhadap keamanan
45
Lisan al-„arab, juz 3, 4, h. 288, 264. 46
Muhammad bin Isma‟il bin Shalah bin Muhammad bin „Ali al-
Kahlani, Subul al-Salâm, Kitab al-Hajji, Bâbu Tahrimu al-Khalwah bi al-
AjNabiyyati wa Safariha min Ghairi maẖramin, al-Maktabah al-Syâmilah, h.
608.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 114
tersebut. Bagi mereka yang berusia dibawah 40 tahun selain
masih usia produktif juga sangat membutuhkan kemanan bagi
perempuan ketika dalam suatu perjalanan. Lebih-lebih bagi usia
diatas 40 tahun, walaupun dianggap usia kurang produktif tetapi
justru mereka lebih membutuhkan bantuan selain keamanan juga
bantuan fisik, karena fisik yang mulai melemah. Sehingga tidak
mengganggu jama‟ah lain yang akan melakukan ibadah. Hal ini
jika memang benar-benar aplikasi kesertaan maẖramakan
diterapkan secara tekstual sebagaimana pada hadis yang telah
dipaparkan.
Ketiga, ketentuan maẖram dari pihak biro wisata bagi
jama‟ah perempuan berusia kurang dari 40 tahun.Maẖram
ditunjuk oleh pihak provider untuk di-maẖram-kandengan
jama‟ah perempuan yang tidak disertai maẖram-nya.Penunjukan
itu tidak berdasarkan pada maẖram sebagaimana yang dimaksud
dalam syari‟at. Seperti mereka yang memiliki hubungan nasab
atau pernikahan akan tetapi inisiatif dari pihak biro wisata
menunjuk salah satu jama‟ah laki-laki untuk dijadikan maẖram
bagi jama‟ah perempuan yang tidak disertai maẖramnya.
Dalam hal ini Ibn Bathâl dalam syarhnya mengutip
pendapat imam Hasan al-Bashri bahwa seorang muslim itu
maẖram, jika tidak ada maẖram (nasab atau suami) bagi seorang
perempuan dapat digantikan dengan seorang
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 115
muslim.47
Denganmelihat kembali dari fungsi maẖram yakni
memberikan keamanan bagi yang di-maẖram–kan. Maka dari
segi keamanan antara maẖram dengan jama‟ah yang di-
maẖram–kan untuk melengkapi identitas maẖrampada visa,
justru memungkinkan terjadinya ke-mudarat-an. Karena
kesertaan maẖram juga membantu keamanan secara fisik bagi
jama‟ah perempuan.Sedangkan dari segi keamanan eksternal -
penunjukan maẖram tersebut- yakni antara maẖram dengan
lingkungan sekitar mungkin dapat dipercaya. Namun, Imam
Hasan Basri menyebutkan pendapatnya dalam konteks maẖram
bagi jama‟ah perempuan untuk melaksanakan haji fardu.Umrah
bukan merupakan perjalanan yang wajib maka pendapat imam
Hasan al-Basri ini tidak dapat diterapkan. Karena tujuan
kesertaan maẖram adalah memberikan keamanan bagi
perempuan baik secara internal maupun eksternal.
Keempat, cara atau proses pembuatan visa dengan
menggunakan data-data yang diperlukan sehingga identitas
maẖram yang ditunjuk menjadi identitas maẖramyang
dikehendaki syari‟at. Yakni dengan merubah dan membuat
sedemikian rupa sebagaimana keinginan dari pihak
tertentu.48
Melihat pada proses perubahan data jama‟ah ini
47
Ibn Bathâl al-Bakri al-Qurthȗbȋ, Syarh Ibn Bathâl „Ala Shahȋh al-
Bukharȋ, kitâb al-Hajji, Bâbu Hijju al-nisa‟, al-Maktabah al-Syamilah, h. 531. 48
“visa dibuat dengan disertakan keterangan maẖramyang menyertai,
dengan menggunakan data “manipulasi data” data-data yang didapat dari
jama‟ah. Tujuan kami tidak lain hanya ingin memberikan pelayanan kepada
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 116
tentunya tidak sesuai dengan syari‟at walaupun untuk mencapai
suatu tujuan yang baik. Maka jika memang berlaku ketentuan
kesertaan maẖram sedemikian rupa dari pihak tertentu, proses
yang harus dijalani juga harus sesuai dengan syari‟at.Karena
berlakunya aturan kesertaan maẖram juga berasal dari
syari‟at.Akan tetapi, syari‟at tidak mengekang secara mutlak
yakni ada suatu solusi yang ditawarkan oleh syari‟at itu sendiri.
Sehingga ummat dapat memilih jalan atau solusi mana yang akan
digunakan. Dalam hal ini, dapat memilih pendapat para ulama
tentang kesertaan maẖramsebagaimana yang telah dipaparkan
pada bab sebelumnya.
Kelima, adanya ketentuan membayar uang maẖram bagi
jama‟ah umrah perempuan yang berusia dibawah 40 tahun dan
tidak disertai maẖramnya.Uang ini digunakan sebagai biaya
pembuatan visa besertakan keterangan maẖram yang
mendampingi.49
Dalam hal ini, apakah tidak dapat cukup
diberlakukan maẖram rombongan saja sebagaimana pada ibadah
haji yang tidak disertai maẖram-nya. Sehingga, tidak
diberlakukan uang maẖram untuk jama‟ah umrah perempuan.
Dengan adanya uang maẖram tersebut, bagi masyarakat
awam terlihat seakan syari‟at dapat tergantikan dengan materi.
Karena maẖram pada jama‟ah umrah perempuan -yang tidak
masyarakat yang ingin pergi ketanah suci”. Wawancara pada pihak provider,
20 Februari 2016.Pukul 10.00 WIB. 49
Contoh visa sebagaimana terlampir.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 117
disertai maẖram nasab atau suaminya- yang tertera dalam
keterangan visa, tidak dapat berlaku sebagaimana maẖram yang
dimaksud syari‟at, karena pada dasarnya mereka bukan maẖram.
Fungsi maẖram sebagai pendamping sangat perlu bagi
perempuan.
Contoh kecil seperti ketika melakukan rangkaian ibadah
umrah, dalam tawaf dan sa‟i.Seorang perempuan membutuhkan
pendamping, ketika berdesak-desakan dengan sekian banyak
jama‟ah dari berbagai penjuru dunia. Ketika bersama dengan
maẖram yang ditunjuk tersebut, dalam situasi melaksanakan
rangakaian ibadah umrah ini, maẖram tidak dapat
berfungsi.Apalagi penerapan sebagaimana yang telah terjadi di
lapangan dengan melalui proses perubahan data menjadi
sedemikian rupa, sehingga dapat tertera keterangan pada visa
jama‟ah perempuan tersebut bersama dengan maẖram nya
(sebagai paman, saudara kandung atau maẖram yang
lainnya).Jika memang adanya ketentuan harus beserta maẖram,
pendapat ulama yang lebih tepat untuk diterapkandiantaranya
pendapat imam Syafi‟i yang mensyaratkan keamanan. Yakni
sebagaimana pada penerapan maẖram bagi jama‟ah haji
diikutkan dengan maẖram rombongan.
Dengan adanya kesertaan maẖram bersama rombongan,
yakniketika melaksanakan rangakaian ibadah haji atau umrah,
dapat berdampingan beserta jama‟ah perempuan yang lainnya.
Tidak menimbulkan kemudaratan antara keduanya. Dengan
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 118
demikian, tidak harus melewati proses perubahan data
sedemikian rupa dan tidak ada pembayaran uang
maẖram.Wallahu Aʻlam bi al-Sawâb.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 119
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Segala peraturan dan perundang-undangan yang
berkenaan dengan pelaksanaan haji dan umrah dibawah
pengawasan Kementerian Agama. Selain sebagai pengamat,
Kementerian Agama juga sebagai badan pelaksana khusus
kegiatan haji di Indonesia. Penerapan kesertaan maẖram yang
diterapkan oleh Kementerian Agama di Indonesia di satu sisi
melaksanakan kesertaan maẖram bi al-nasab (di-maẖram-kan
dengan mereka yang memiliki hubungan nasab) atau maẖram bi
al-Musaẖarah (di-maẖram-kan dengan mereka yang memiliki
hubungan pernikahan), yakni mengikuti pendapat penerapan
kesertaan maẖram oleh imam Aẖmad dan imam Hanafi. Di sisi
lain, jika tidak ada maẖram keduanya maka di-maẖram-kan
dengan rombongan, yakni mengikuti pendapat imam Syafiʻi dan
imam Maliki.
Biro wisata haji dan umrah merupakan badan pelaksana
kegiatan umrah dan sebagian kegiatan haji Indonesia. Peraturan-
peraturan yang dijalankan bedasarkan pada peraturan yang telah
ditetapkan oleh Kementerian Agama dan Pemerintah Arab Saudi.
Maka operasional biro wisata ini dibawah pengawasan
Kementerian Agama. Penerapan kesertaan maẖram ada
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 120
perbedaan antara jama‟ah haji dan jama‟ah umrah pada biro
wisata. Untuk jama‟ah haji mengikuti apa yang dilakukan oleh
Kementerian Agama. Sedangkan untuk jama‟ah umrah penerapan
kesertaan maẖram jika tidak ada maẖramnasab atau maẖram
musaẖarah, maka di-maẖram-kan dengan salah satu jama‟ah dan
dibuatkan keterangan maẖrampada visa jama‟ah tersebut serta
jama‟ah perempuan dikenakan uang maẖram.
Peraturan pembayaran uang maẖram diluar dari kebijakan
yang ditetapkan oleh Kementerian Agama maupun biro
perjalanan wisata Arab Saudi. Pengakuan dari pihak biro wisata,
hal ini dilakukan untuk menepati peraturan yang telah ditetapkan
oleh Pemerintah Arab Saudi tentang keharusan kesertaan
maẖrambagi jama‟ah umrah perempuan. Adanya keterangan
kesertaan maẖramyang dibuat bertujuan untuk memudahkan
jama‟ah memasuki Negara Arab Saudi.
Penerapan kesertaan maẖram yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Arab Saudi yakni wajibnya bagi setiap perempuan
untuk disertai maẖram-nya ketika safar, hal ini sesuai dengan
pemahaman hadis pendapat imam Ahmad dan imam Hanafi.
Hadis tentang kesertaan maẖram dipahami secara tekstual,
sehingga melahirkan peraturan-peraturan yang dilaksanakan oleh
badan-badan pelaksana haji dan umrah. Peraturan-peraturan yang
berkenaan dengan pelaksanaan haji dan umrah, sebagian besar
berdasarkan pada ketetapan pemerintah Negara Arab Saudi. Salah
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 121
satunya peraturan kesertaan maẖram bagi jama‟ah haji dan umrah
perempuan. Kementerian Agama dan biro perjalanan wisata
hanya mengikuti dan menjalankan peraturan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Arab Saudi.
B. Kritikdan Saran
Kementerian Agama sebagai badan tertinggi pengawas
haji dan umrah, hendaknya lebih mengawasi dan memperhatikan
biro wisata terutama dalam hal kesertaan maẖ ram bagi jama‟ah
perempuan. Selain itu, memberikan solusi kepada biro wisata
untuk mencapai peraturan kesertaan maẖ ram dalam umrah.
Dapat dilakukan dengan membicarakan hal ini kepada pihak-
pihak keagamaan di Indonesia dan kepada pemerintah Negara
Arab Saudi. Sehingga tidak terjadi penyimpangan pada praktek
kesertaan maẖ ram khususnya bagi jama‟ah umrah perempuan.
Untuk biro perjalanan haji dan umrah yang memiliki
tujuan mengantarkan dan melayani masyarakat melaksanakan
ibadah ke tanah suci, hendaknya tidak semena-mena dalam
menentukan uang maẖ ram atau membuat suatu kebijakan.
Sehingga tidak menimbulkan tuduhan dari pihak-pihak lain atas
diberlakukannya uang maẖ ram tersebut.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 122
DAFTAR PUSTAKA
„Abd Allah bin „Abd al-Raẖmân bin al-Faḏl bin Baẖram bin
„Abd al-Shamad.Sunan al-Darimi. juz 2. 1978. al-
Qâhirah: Dâr al-Fikr.
„Abd al-Raẖmân- Ibn Salaẖ, Abî „Amr „Usmânbin. Muqaddimah
Ibn Shalaẖ, Fi „Ulȗm al-ẖadîs. 2010. Qâhirah: Dâr al-
Hadîs.
Abî al-Hajjaj Yusuf al-Mizi, al-Muttaqîn Jamal al-Dîn.Tahzib al-
Kamal. Tahzib al-Kamal, juz 2. juz 3. juz 5. juz 10. juz
12. juz 15. juz 16. juz 18. juz 19. juz 23. juz 29. juz 30.
juz 33. juz 34. 1992. Bairut: Muassasah al-Risalah.
Abû „Abd Allah Muhammad bin Isma‟il bin Ibrâhîm bin al-
Mughîrah bin Bardizyah al-Ju‟fî al-Bukhâri, Saẖîẖ
Bukhârî, juz 2, Bâb Hijju al-Nisâ‟, no.1763, Maktabah al-
Syâmilah.
Aẖmad bin „Alî bin Hajar bin Syihabuddin al-„Aqalânî al-Syafi„I,
Abi Fadhl. Tahzibu al-Tahzib, juz 2. Al-Maktabah al-
Syâmilah.
Aẖmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin
Idris.Musnad Aẖmad bin Hanbal. juz 4. 1991. Bairut: Dâr
al-Fikr.
al-„Ainȋ, Badru al-Dȋn. „Umdah al-Qȃrȋ Syarh Sahȋh al-Bukhȃrȋ Maktabah al-Syȃmilah
al-„Asqalânî, Ibn Hajar. Fath al-bârî, al-Maktabah al-Syâmilah.
al-Asfahani, al-Raghib. Mu‟jam Mufradat al-Fazh al-Qur‟an. tt.
Bairut: Dar al-Fikr. Muhammad al-Ghazâlî, Abî Hâmid.
Mukhtashar Ihya‟ „Ulûm al-Dîn. 2004. Cairo: Dâr al-
Kutûb al-Islamiyyah.
al-Azîm bin al-Badwi, Abd. al-Wajiz fi Fiqh al-Sunnah. v.1.
1995. Madinah: Dâr al-Taqwid.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 123
al-Bakri al-Qurthȗbȋ, Ibn Bathâl. Syarh Ibn Bathâl „Ala Shahȋh
al-Bukharȋ. al-Maktabah al-Syamilah.
Creswell, John W. Research Design; Qualitative & Quantitative.
(terj.).cet II. 2003. Jakarta: KIK Press.
Emzir.Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data.2011.
Rajawali Press: Jakarta.
Fakhruddîn al-Râzî, Muhammad. Tafsîr Fakhru al-Dîn al-Râzî
al-Musytahidu bi al-Tafsîr al-Kabîr wa Mafâtih al-Ghaib.
juz. 10. tt. Bairut: Dâr al-Fikr.
Harahab, Sumuran. Kamus Istilah Haji dan Umrah. 2008.
Jakarta: Mitra Abadi Press.
Ibn Rusyd. Bidayah al-Mujtahid Wa Nihayah al-Muqtashîd. jilid
1. tt. Semarang.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah.I‟lam al-Muwaqi‟în „an Rabb al-
„Alamîn. 1991. Bairut: Dâr al-kutub al-„Ilmiyyah.
John W. Creswell. Research Design; Qualitative & Quantitative
(terj.).cet II. 2003. Jakarta: KIK Press.
Kementrian Agama RI, Himpunan Peraturan Perundang-
Undangan Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan
Umrah. 2015. Kemenag: Jakarta.
M. Subana dan Sudrajat. Dasar-Dasar Ilmu Penelitian Ilmiah.
2001. Bandung: Pustaka Setia.
Maẖmûd bin Aẖmad, Abî Muẖammad. al-Banâyah fi Syarẖi al-
Hidâyah. Juz 4. 1990. Bairut: Dâr al-Fikr.
Mâlik bin Anas bin Mâlik bin „Amr al-Ashbahi. muwatta‟ imam
Mâlik.juz 8. 1973. Bairut: Dâr al-Fikr.
Muhammab bin „Isâ bin Tsaurah bin Mûsâ al-Dhahhak al-
Tsulâmî, Abȗ„Isâ. Sunan Turmudzî. juz 2. 2011. Kairo:
Dar Ibn al-Jauzî.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 124
Muhammad bin Isma‟il bin Shalah bin Muhammad bin „Ali al-
Kahlani. Subul al-Salâm. al-Maktabah al-Syâmilah.
Muhammad bin Yazid bin „Abd Allah bin Mâjah al-Quwaizi,
Abȗ„Abd Allah. Sunan Ibnu Mâjah. juz 2.tt. Lebanon:
Dâr al-Aẖya‟ al-Kitâb al-„Arabiyyah.
Muhammad bin Yazid bin „Abd Allah bin Mâjah al-Quwaizi,
Abȗ„Abd Allah. Sunan Ibnu Mâjah. juz 2. Lebanon: Dâr
al-Aẖya‟ al-Kitâb al-„Arabiyyah.
Muẖammad Ibnu Ismâ‟îl Ibn Ibrâhîm al-Mughîrah al-Bukharî,
Abu „Abd Allâh. Saẖîẖ Bukhârî, juz 3. 1994. Bairut: Dâr
al-Fikr.
Munawwir, Ahmad Warsun.Kamus Munawwir Arab-Indonesia
Terlengkap. 1997. Surabaya: Pustaka Progressif.
Musṯafâ Syalbî, Muẖammad. Aẖkâm al-Usrati fî al-Islâm.1977.
Bairut: Dâr al-Nahḏah al-ʻArabiyyah.
Mustaqim, Abdullah. Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam
no.9, 1 januari 2010.
Najwa, Nurun. Wacana Spiritualitas Perempuan (Prespektif
Hadis). 2008. Yogyakarta: Cahaya Pustaka.
al-Nawawi. Saẖîẖ Muslim bi Syarẖi al-Nawawî.tt. Bairut:Dar al-
Fikr.
Putuhena, Saleh. Historiografi Haji di Indonesia.
2007.Yogyakarta: LKIS.
Qurṯȗbȋ,Ibn Bathâl al-Bakri.Syarh Ibn Bathâl „Ala Shahȋh al-
Bukharȋ.al-Maktabah al-Syamilah.
Al-QQurṯȗbȋ, Ibn Rasyd. Bidâyatu al-Mujtahid Nihâyatu al-
Muqtasid. Juz 2. 1995. Bairut: Dâr al-Fikr.
Qutub, Sayyid. Fî Ẕilâl al-Qur‟an, juz 17. 1992. Cairo: Dâr al-
Fikr.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 125
Sâbiq, Sayyid. Fiqh al-Sunnah. Jilid 2. 2009. al-Qâhirah: Dâr al-
Hadis.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan
Keserasian al-Qur‟an. Vol. 2. 2009. Jakarta: Lentera
Hati.
Sulaiman bin Asy„ats bin Syadad bin „Amru bin „Amir.Sunan Abî
Dâud,Bâbu Fî al-Mar‟ati Tuhijju Bighairi Maẖramin, juz
2. 1974. Suriyah: Dâr al-Hadis.
Syahrûr, Muhammad. Prinsip dan Dasar Hermeneutik Hukum
Islam Kontemporer. 2007. Yogyakarta: ELSAQ Press.
al-Syaukani, Muhammad bin „Ali bin Muhammad bin „Abd Allah
bin Husain. Nail al- AuthârSyarhu Muntaq al-Akhbar min
Ahadisi Sayyidi al-Akhyar. al-Maktabah al-Syâmilah.
Ta„limatul Hajj. Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umrah Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah:2015.
Thahan, Maẖmud. Taisîr Musthalah al-Hadîs. 1985.Sangkapura:
Haramain.
al-Tirmizî, Abû „Isâ Muhammad bin „Isâ bin Surah. Maktabah al-
Syâmilah.
„Usmân bin Muhammad Syatta al-Dimyati al-Bakr, Abî Bakr .
Hasyiyyah I‟anah al-Thâlibîn. juz 2. 2012. Bairut: Dâr al-
Kutûb al-„Ilmiyyah.
Yaẖya bin Syarf, Abû Zakariyya. al-Majmûʻ Syarẖ Muhadzdzab.
Juz 7. Al-Maktabah al-Syâmilah.
Yaẖya bin Syarf Ibn Mura al-Hizami, Abȗ Zakariya. Saẖîẖ
Muslim Bisyarẖi al-Nawâwȋ. tt. Lebanon: Dar al-Kutub
al-„Ilmiyyah.
Zuẖailî, Wahbah. Al-Fiqhu al-Islâm wa Adillatihi. Juz 6. 1989.
Bairut: Dâr al-Fikr.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 126
Lampiran 1
Hadis-hadis tentang maẖram dalam Kutȗb al-Tis„ah,
Masing-masing perawi meriwayatkan hadis tentang maẖram,
kecuali imam al-Nasȃ‟i yang belum ditemukan riwayatnya.
Berikut diantara hadis-hadis tentang maẖram dalam Kutȗb al-
Tis„ah:
Hadis- hadis riwayat imam Bukhârî
ؼذ أثب : ع ؼذ هضػخ هب : ع ٤ش، هب ػ ي ث ب ػجذ ا عؼ٤ذ ؽذص
: اخذس١ س ػ -ض٢ ا غ اج٢ ف٠ اهلل ػ٤ ؿضا ب ز٢ ص ع
ح ، -ػؾشح ؿض ع اج٢ ف٠ اهلل ػ٤ ؼذ أسثؼب : ع هب
: ٢، هب ر " كأػغج ب أ ع ب ص ؼ إب ٤ غ٤شح ٣ شأح ال رغبكش ا
٤ ك٢ ٣ ال ف ، األضؾ٠،ؾش ال فالح ثؼذ اقجؼ ؽز٠ : الطش
إب إ٠ صالصخ ال رؾذ اشؽب ـشة، ال ثؼذ اؼقش ؽز٠ ر ظ، رطغ اؾ
زا " غغذ١ غغذ األهق٠، ، غغذ اؾشا غبعذ:
اث : ػ ع اج٢ ف٠ اهلل ػ٤ : هب ب، هب ػ ال »ػجبعشض٢ ا
ؾش ب ؼ إب ب سع ػ٤ ال ٣ذخ ، ؾش غ ر١ شأح إب ، «رغبكش ا
1 Abu „Abd Allâh Muẖammad Ibnu Ismâ‟îl Ibn Ibrâhîm al-Mughîrah
al-Bukharî, Saẖîẖ Bukhârî, Bâbu Shaumu al-Nahr, juz 3, no. hadis 1995,
(Bairut: Dâr al-Fikr, 1994), h. 43.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 127
إ٢ أس٣ذ أ ا : ٣ب سع سع شأر٢ كوب ا زا، زا أخشط ك٢ ع٤ؼ
: ب»رش٣ذ اؾظ، كوب ؼ «اخشط
ؼذ أثب عؼ٤ذ اخذس١ : ع ٠ ص٣بد، هب ؼذ هضػخ، ي، ع ػجذ ا ػ
اج٢ ، ٣ؾذس ثأسثغ ػ ػ ، كأػغج٢ سض٢ ا ع ف٠ اهلل ػ٤
: ال »آو٢ هب ، ؾش ر ب أ ع ب ص ؼ إب ٤ شأح ٣ ال رغبكش ا
ثؼذ اقجؼ ال فالح ثؼذ فالر٤ األضؾ٠، الطش ٤ ك٢ ٣ ف
، إب إ٠ ؽز٠ ال رؾذ اشؽب ـشة ثؼذ اؼقش ؽز٠ ر ظ، رطغ اؾ
غغذ١ غغذ األهق٠ ، غغذ اؾشا غبعذ «صالصخ
ش ػ اث ػ ع اج٢ ف٠ اهلل ػ٤ ، ػ ػ : سض٢ ا ال »هب
ؾش غ ر١ شأح صالصب إب « رغبكش ا جبسى، ػ ا اث ذ، ػ أؽ ربثؼ
ع اج٢ ف٠ اهلل ػ٤ ش، ػ ػ اث بكغ، ػ ، ػ ػج٤ذ ا.
ػ ش سض٢ ا ػ اث : ػ هب ع اج٢ ف٠ اهلل ػ٤ ب: أ ال »
ؾش غ ر١ إب شأح صالصخ أ٣ب «رغبكش ا
2Abu „Abd Allâh Muẖammad Ibnu Ismâ‟îl Ibn Ibrâhîm al-Mughîrah
al-Bukharî, Saẖîẖ Bukhârî, Bâbu Hijju al-Nisa‟, juz 3, no. hadis 1862, (Bairut:
Dâr al-Fikr, 1994), h. 19. 3Abu „Abd Allâh Muẖammad Ibnu Ismâ‟îl Ibn Ibrâhîm al-Mughîrah
al-Bukharî, Saẖîẖ Bukhârî, Bâbu Masjid Baitu al-Maqdis, juz 2, no. hadis
1197, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1994), h. 61. 4Abu „Abd Allâh Muẖammad Ibnu Ismâ‟îl Ibn Ibrâhîm al-Mughîrah
al-Bukharî, Saẖîẖ Bukhârî, Bâbu Kam Yuqsharu al-Shalâh , juz 2, no. hadis
1087, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1994), h. 43.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 128
ػجبط اث ؼجذ ػ أث٢ ش ػ ػ ػ عؼ٤ذ ؽذصب عل٤ب ب هز٤جخ ث ؽذص
سض٢ ا سع ب ٣خ ٣و ع ػ٤ غ اج٢ ف٠ ا ع ب أ ػ
ا ٣ب سع كوب سع كوب ؾش ب ؼ شأح إب ا ب رغبكش شأح ثب
زا زا ح ززجذ ك٢ ؿض غ ا ت كؾظ ار شأر٢ ؽبعخ هب خشعذ ا
شأري. ا
شأح ثب سع ب ٣خ هب ع ػ٤ اج٢ ف٠ ا ػجبط ػ اث ػ
شأ ا ا ٣ب سع كوب سع كوب ؾش غ ر١ ر٢ خشعذ ؽبعخ إب
شأري غ ا اسعغ كؾظ زا هب زا ح ززجذ ك٢ ؿض .ا7
Hadis-hadis riwayat imam Muslim
: هب ع اهلل ف٠ اهلل ػ٤ سع ش، أ ػ اث ب رغبكش »ػ
شأح صبصب، ا ؾش ب ر ؼ 1«إب
5Abu „Abd Allâh Muẖammad Ibnu Ismâ‟îl Ibn Ibrâhîm al-Mughîrah
al-Bukharî, Saẖîẖ Bukhârî, Bâbu Masjid Baitu al-Maqdis, juz 2, no. hadis
1086, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1994), h. 61. 6Abu „Abd Allâh Muẖammad Ibnu Ismâ‟îl Ibn Ibrâhîm al-Mughîrah
al-Bukharî, Saẖîẖ Bukhârî, Bâbu Man Uktutiba fî Jaisyin Fakharajati
Imra‟atuhu Hâjjatan wa Kâna Lahu „Udzrun Hal Yu‟dzanu Lahu, no. Hadis
3006, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1994), h.551. 7Abu „Abd Allâh Muẖammad Ibnu Ismâ‟îl Ibn Ibrâhîm al-Mughîrah
al-Bukharî, Saẖîẖ Bukhârî, Bâbu Lâ Yakhluanna Rajulun bi Imra‟tin Illâ Dzȗ
Maẖramin wa al-Dukhȗlu „Ala al-Mughîbati , no. Hadis 5233, (Bairut: Dâr al-
Fikr, 1994), h. 984. 8Abî Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Saẖîẖ
Muslim, Bâb Safara Mar‟ah Ma„a Maẖramin Ila Hajjin Wa Ghairihi, juz 2,
no. Hadis 413, h.975, Maktabah Syâmilah.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 129
عش٣ش، هب ٤ؼب ػ أث٢ ؽ٤جخ، ع ث ب ػض عؼ٤ذ، ب هز٤جخ ث ؽذص
هضػخ، ػ ٤ش، ػ ػ اث ي ػجذ ا هز٤جخ: ؽذصب عش٣ش، ػ
: زا أث٢ عؼ٤ذ، هب ؼذ ذ ع : أ ؽذ٣ضب كأػغج٢، كوذ ؼذ ع
اهلل ف٠ ػ٠ سع : كأه ؟ هب ع اهلل ف٠ اهلل ػ٤ سع
سع : هب ٣و ؼز : ع غ؟ هب أع ب ع اهلل ف٠ اهلل ػ٤
زا، غغذ١ غبعذ: إب إ٠ صبصخ : " ب رؾذا اشؽب ع اهلل ػ٤
: ٣و ؼز ع غغذ اأهق٠ " ا ، غغذ اؾشا شأح »ا ب رغبكش ا
ش إب اذ ٤ ب٣ ع ص ب، أ ؾش ب ر 3«ؼ
ؼذ أثب عؼ٤ذ : ع ؼذ هضػخ، هب : ع ٤ش، هب ػ ي ث ػجذ ا ػ
أسثؼب ع اهلل ف٠ اهلل ػ٤ سع ؼذ : ع اخذس١، هب
آو ٢ ب كأػغج ؼ ، إب ٤ غ٤شح ٣ شأح رغبكش ا ٠ أ ،٢
ـ ثبه٢ اؾذ٣ش اهز ؾش ر ب، أ ع ص
: ع اهلل ف٠ اهلل ػ٤ سع : هب أث٢ عؼ٤ذ اخذس١، هب ب »ػ
شأح ص رغبكش ا ؾش غ ر١ «بصب إب
ؼذ اج٢ ف٠ اهلل : ع ػجبط، ٣و ؼذ اث : ع ؼجذ، هب أث٢ ػ
: ٣خطت ٣و ع ، »ػ٤ ؾش ب ر ؼ شأح إب ثب سع ب ٣خ
9Abî Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Saẖîẖ
Muslim, Bâb Safara Mar‟ah Ma„a Maẖramin Ila Hajjin Wa Ghairihi, juz 2,
no. Hadis 415, h.975, Maktabah Syâmilah. 10
Abî Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Saẖîẖ
Muslim, Bâb Safara Mar‟ah Ma„a Maẖramin Ila Hajjin Wa Ghairihi, juz 2,
no. Hadis 416, h.976, Maktabah Syâmilah. 11
Abî Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Saẖîẖ
Muslim, Bâb Safara Mar‟ah Ma„a Maẖramin Ila Hajjin Wa Ghairihi, juz 2,
no. Hadis 417, h.876, Maktabah Syâmilah.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 130
ش ب رغبكش ا ؾش غ ر١ اهلل، «أح إب : ٣ب سع ، كوب سع ، كوب
: زا، هب زا ح ززجذ ك٢ ؿض إ٢ ا شأر٢ خشعذ ؽبعخ، ا إ
شأري» غ ا طن كؾظ «ا
Hadis riwayat imam Turmudzî
أث٢ عؼ٤ذ : ال ػ ع ػ٤ اهلل ف٠ ا سع : هب اخذس١، هب
صالصخ أ٣ب رغبكش علشا ٣ ا٥خش أ ا٤ ثب شأح رؤ ال ٣ؾ
ب، ع ص ب، أ أخ ب، أ ب أث ؼ كقبػذا إال ؾش ر ب، أ اث أ
ب.
ش. ػ اث ػجبط، اث ش٣شح، أث٢ ك٢ اجبة ػ
فؾ٤ؼ. زا ؽذ٣ش ؽغ
شأح : ال رغبكش ا هب أ ع ػ٤ اج٢ ف٠ ا ١ ػ س
. غ٤شح ٣ ؾش غ ر١ ٤خ إال
غ ر١ رغبكش إال شأح أ ش ٣ : اؼ ذ أ زا ػ ػ٠ اؼ
.ؾش
، ؾش ب ٣ عشح بذ شأح إرا ك٢ ا اؼ اخزق أ
رؾظ؟
12
Abî Husain Muslim bin al-Hajjâj al-Qusyairî al-Naisabûrî, Saẖîẖ
Muslim, Bâb Safara Mar‟ah Ma„a Maẖramin Ila Hajjin Wa Ghairihi, juz 2,
no. Hadis 424, h.978, Maktabah Syâmilah. 13
Abȗ „Isâ Muhammab bin „Isâ bin Tsaurah bin Mûsâ al-Dhahhak al-
Tsulâmî, Sunan Turmudzî, Bâbu Mâ Jâ a Fî Karâhiyyati an Tusâfira al-
Mar‟ah, juz 2, no. Hadis1169, (Kairo: Dar Ibn al-Jauzî, 2011), h.463.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 131
Hadis riwayatimam Abî Dâud
اهلل ف٠ اهلل ػ٤ ع : ال ٣ؾ سع : هب أث٢ عؼ٤ذ ، هب ػ
م صالصخ أ٣ب رغبكش علشا ك ا٥خش أ ا٤ ثب شأح رؤ ال
ب أث ؼ كقبػذا ، إال ؾش ر ب أ اث ب أ ع ص ب أ أخ ب أ
ب .
اهلل ف٠ اهلل ػ٤ ع : ال ٣ؾ سع : هب ش٣شح ، هب أثب أ
خ ر ؽش ب سع ؼ غ٤شح ٤خ ، إال خ رغبكش غ شأح ا .ال
شأح ال : ال ٣ؾ اج٢ ف٠ اهلل ػ٤ ع هب ش٣شح ، ػ أث٢ ػ
. ؼب ش ٤خ . كز ب رغبكش ٣ ا٥خش أ ا٤ ثب ، رؤ
ال ش اوؼج٢ ، ٣ز د : أث دا هب اث ا ، س أث٤ ٢٤ ، ػ
اوؼج٢ ب هب بي ، ش ، ػ ػ ث ب ػض ت ،
شأح : ال رغبكش ا اج٢ ف٠ اهلل ػ٤ ع هب ش ، ػ ػ اث ػ
ؾش ب ر ؼ .صالصب إال 7
14
Sulaiman bin Asy„ats bin Syadad bin „Amru bin „Amir, SunanAbî
Dâud,Bâbu Fî al-Mar‟ati Tuhijju Bighairi Maẖramin, juz 2, no. 1727,
(Suriyah: Dâr al-Hadis, 1974), h.348. 15
Sulaiman bin Asy„ats bin Syadad bin „Amru bin „Amir, SunanAbî
Dâud,Bâbu Fî al-Mar‟ati Tuhijju Bighairi Maẖramin, juz 2, no. 1723,
(Suriyah: Dâr al-Hadis, 1974), h.348. 16
Sulaiman bin Asy„ats bin Syadad bin „Amru bin „Amir, SunanAbî
Dâud,Bâbu Fî al-Mar‟ati Tuhijju Bighairi Maẖramin, juz 2, no. 1724,
(Suriyah: Dâr al-Hadis, 1974), h.348. 17
Sulaiman bin Asy„ats bin Syadad bin „Amru bin „Amir, SunanAbî
Dâud,Bâbu Fî al-Mar‟ati Tuhijju Bighairi Maẖramin, juz 2, no. 172,
(Suriyah: Dâr al-Hadis, 1974), h.348.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 132
Hadis-hadis riwayatimam Ibnu Mâjah
: ع ف٠ اهلل ػ٤ ا سع : هب أث٢ عؼ٤ذ، هب ب رغبكش »ػ
ب، أ اث ب، أ أخ٤ ب أ غ أث٤ ، كقبػذا، إب شأح علش صبصخ أ٣ب ا
ر١ ب، أ ع ص 1«ؾش
: هب ع اج٢ ف٠ اهلل ػ٤ ش، ػ ػ شأح »ػبث ب رغبكش ا
ؾش ب ر ؼ 3«صبصب إب
Hadis riwayat imam Aẖmad bin Hanbal
: "ال رغبكش اشأح -ف٠ اهلل ػ٤ ع -ػ اث ػش ػ اج٢
ؾش" .صالصب إال ؼب ر
شأح : ال رغبكش ا هب ع ػ٤ اج٢ ف٠ ا ش ، ػ ػ اث ػ
ؾش غ ر١ .صالصب إال
ع ػ٤ اهلل ف٠ ا سع ش ، أ ػ ػجذ اهلل ث ذ إ٠ ػ اعز
: ال ٣ق٢ أؽذ ثؼذ اؼقش ؽز٠ ، هب ش ر ػظ ابط ، ث٤ذ ، ك
غ شأح إال ال رغبكش ا ظ ، ال ثؼذ اقجؼ ، ؽز٠ رطغ اؾ ، ا٤
18Abȗ „Abd Allah Muhammad bin Yazid bin „Abd Allah bin Mâjah
al-Quwaizi, Sunan Ibnu Mâjah, Bâbu al-Mar‟atu Tuhijju Bighairi Walî, juz 2,
no. Hadis 2898, (Lebanon: Dâr al-Aẖya‟ al-Kitâb al-„Arabiyyah), h.968 19
Abȗ Sulaiman bin Asy„ats al-Sijistanî, Sunan Ibnu Mâjah, Bâbu Fî
al-Mar‟ati Tuhijju Bighairi Maẖramin, juz 2, no. Hadis 1727, (Lebanon: Dâr
al-Aẖya‟ al-Kitâb al-„Arabiyyah), h.120 20
Aẖmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris,
Musnad Aẖmad bin Hanbal, Bâbu al-Mar‟atu Tuhijju Bighairi Walî, juz 4, no.
Hadis 4615, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1991), h.331. 21
Aẖmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris,
Musnad Aẖmad bin Hanbal, Bâbu al-Mar‟atu Tuhijju Bighairi Walî, juz 2, no.
6289, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1991), h. 142.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 133
ال غ٤شح صالس ، ؾش ال ػ٠ ر١ ب ، ز شأح ػ٠ ػ ا رزوذ
ب .خبز
: ال رغبكش ع ػ٤ اج٢ ف٠ ا ا٣خ ٣جؾ ث أث٢ عؼ٤ذ ، س ػ
ف ٠ ػ , ؾش ب ر ؼ إال شأح صالصخ أ٣ب ا ٣ الطش ، ٤ب
ظ ، ـشة اؾ فالح ثؼذ اؼقش ؽز٠ ر فالر٤ ٠ ػ اؾش ,
إال إ٠ صالصخ ال رؾذ اشؽب ظ , ثؼذ اقجؼ ؽز٠ رطغ اؾ
غغ ، غغذ اؾشا ، غبعذ : ا ع ػ٤ اهلل ف٠ ا ذ سع
غغذ األهق٠ .ا
ؼذ أثب عؼ٤ذ اخذس : ع هضػخ ، هب ٤ش ، ػ ػ ي ث ػجذ ا ػ
أسث ع ػ٤ اهلل ف٠ ا سع ؼذ : ع ٢ ، هب ؼب كأػغج
و٢ آو٢ -أ٣ : ػلب -هب ٤ غ٤شح ٣ شأح رغبكش ا ٠ أ -
٤ز٤ : أ ػلب -هب ؾش ر ب أ ع ب ص ؼ .إال
: ال رؾذ اشؽب هب ع ػ٤ اج٢ ف٠ ا أث٢ عؼ٤ذ ، أ ػ
غغذ ث٤ذ غغذ١ ، ، غغذ اؾشا غبعذ : إال إ٠ صالصخ
م صالس ٤ب شأح ك ال رغبكش ا وذط , ر١ ا ط أ غ ص ، إال
ال فالح ظ ، ـشة اؾ ال فالح ثؼذ فالح اؼقش ؽز٠ ر , ؾش
22
Aẖmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris,
Musnad Aẖmad bin Hanbal, Bâbu al-Mar‟atu Tuhijju Bighairi Walî, juz 2, no.
6712, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1991), h. 182. 23
Aẖmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris,
Musnad Aẖmad bin Hanbal, Bâbu al-Mar‟atu Tuhijju Bighairi Walî, juz 3, no.
11055, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1991), h. 7. 24
Aẖmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris,
Musnad Aẖmad bin Hanbal, Bâbu al-Mar‟atu Tuhijju Bighairi Walî, juz 3, no.
11314, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1991), h. 34.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 134
الطش ٣ ف ٠ ػ ظ , ثؼذ فالح اقجؼ ؽز٠ رطغ اؾ
اؾش ٣.
أث٢ عؼ٤ذ ، ػ ا ػ : ال رق هب ع ػ٤ اج٢ ف٠ ا
ال ٣ الطش ا ٣ ال رق ، ال رقا فالر٤ ، ٤ ٣
ال ثؼذ اؼقش ظ ، ال رقا ثؼذ الغش ؽز٠ رطغ اؾ األضؾ٠ ،
ال , ؾش ب ؼ شأح صالصب إال ال رغبكش ا ظ , ـشة اؾ ؽز٠ ر
غغذ١ ، ، غغذ اؾشا غبعذ : إال إ٠ صالصخ رؾذ اشؽب
وذط غغذ ث٤ذ ا .
أث٢ عؼ٤ذ اخذس١ : ال ػ ع ػ٤ اهلل ف٠ ا سع : هب هب
ب ، أ أخ٤ ب ، أ غ أث٤ كقبػذا ، إال شأح علش صالصخ أ٣ب رغبكش ا
ؾش غ ر١ ب ، أ ع ص ب ، أ .اث7
Hadis riwayat imam al-Dârimi
ػ أث٢ عؼ٤ذ هب هب سع اهلل ف٠ اهلل ػ٤ ع : ال رغبكش
اشأح علشا صالصخ أ٣ب كقبػذا اال ؼب أثب أ أخب أ صعب
1أ ر سؽ ؾش ب
25
Aẖmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris,
Musnad Aẖmad bin Hanbal, Bâbu al-Mar‟atu Tuhijju Bighairi Walî, juz 3, no.
1437, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1991), h. 45. 26
Aẖmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris,
Musnad Aẖmad bin Hanbal, Bâbu al-Mar‟atu Tuhijju Bighairi Walî, juz 3, no.
11525, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1991), h. 53. 27
Aẖmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris,
Musnad Aẖmad bin Hanbal, Bâbu al-Mar‟atu Tuhijju Bighairi Walî, juz 3, no.
11535, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1991), h. 54.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 135
هب ؽغ٤ ع٤ أعذ : إعبد فؾ٤ؼ اذاس٢
Hadis riwayat imam Mâlik
اهلل سع ش٣شح، أ أث٢ ػ : ال ٣ؾ هب ع ف٠ اهلل ػ٤
غ ر١ ٤خ، إال غ٤شح ٣ ا٥خش، رغبكش ا٤ ثب شأح رؤ ال
ب .ؾش3
28
„Abd Allah bin „Abd al-Raẖmân bin al-Fadhl bin Baẖram bin „Abd
al-Shamad, Sunan al-Darimi,Bâbu Lâ Tusâfiru al-Mar‟atu Illâ wa Ma„ahâ
Maẖram, juz 2, no. 2678, (al-Qâhirah: Dâr al-Fikr, 1978), h.288. 29
Imam Mâlik bin Anas bin Mâlik bin „Amr al-Ashbahi, muwatta‟
imam Mâlik, Bâbu Hijju al-Mar‟ah Bighairi Dzî Mahramin, juz 8, no. 2803,
(Bairut: Dâr al-Fikr, 1973), h.187.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 136
Lampiran 2
Pustaka dokumen:
1. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang
Penyelenggaraan Haji dan Umrah
2. Ta‟limatulhajj (peraturan dan ketentuan-ketentuan tentang
haji dan umrah) yang dikeluarkan oleh pemerintah Arab
Saudi
3. Surat Penyampaian Peraturan Pelaksanaan Pelunasan
BPIH Reguler, dari Direktur Jenderal kepada Direktur
Pelayanan Haji dan Umrah. Nomor Nota
Dinas:Dj/Set.VII/2/OT.01/664/2015, dikeluarkan pada 11
Mei, 2015.
Pustaka wawancara:
- Wawancara dengan beberapa jama‟ah haji dan umrah
- Wawancara dengan beberapa staf dan direktur agen
perjalanan wisata haji dan umrah
- Wawancara dengan staf provider visa
- Wawancara dengan subdit. Haji kementerian Agama
Jakarta Pusat
- Wawancara dengan subdit. Umrah Kementerian Agama
Jakarta Pusat
- Wawancara dengan T.U. Kementerian Agama Jakarta
Pusat.
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 137
Lampiran 3
Nurlaila Syahidah
Penerapan Hadis Kesetaraan Mahram pada Safar Perempuan | 138
Biodata Penulis
Nama : Nurlaila Syahidah
Tempat tanggal lahir : Dumai, 5 Juli 1991
Alamat : Desa Dayang Suri, Kec. Bunga Raya,
Kab. Siak Riau
Riwayat pendidikan : SD Negeri 015 Bunga Raya, MTs Al
Falah Jati Baru, MA Ali Maksum
Krapyak Yogyakarta, S1 Program Studi
Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, dan S2
Program Studi Magister Tafsir Hadis
Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta