BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pembelajaran ...repository.ump.ac.id/7271/3/NARTI BAB...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pembelajaran ...repository.ump.ac.id/7271/3/NARTI BAB...
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD
Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar diarahkan
untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam
Bahasa Indonesia dengan baik, benar, dan santun, baik lisan maupun
tulisan, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil kesusastraan
manusia Indonesia. Penyusunan silabus dan rencana pembelajaran
Bahasa Indonesia harus memperhatikan hakikat bahasa sebagai sarana
berkomunikasi dan pendekatan pembelajaran dan pengajaran yang
digunakan hendaknya kontekstual.
Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) Bahasa Indonesia SD/MI yaitu :
a. Mendengarkan
Memahami wacana lisan berbentuk perintah, penjelasan, petunjuk, pesan, pengumuman, berita, deskripsi berbagai peristiwa dan benda di sekitar, serta karya sastra berbentuk dongeng, puisi, cerita, drama, pantun, dan cerita rakyat.
b. Berbicara
Menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, informasi dalam kegiatan perkenalan, tegur sapa, percakapan sederhana, wawancara, percakapan telepon, diskusi, pidato, deskripsi peristiwa dan benda sekitar, memberi petunjuk, deklamasi, cerita, pelaporan, hasil pengamatan, pemahaman isi buku dan berbagai karya sastra untuk anak berbagai dongeng, pantun, drama, dan puisi.
13
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
14
c. Membaca
Menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana berupa petunjuk, teks panjang, dan berbagai karya sastra untuk anak berupa puisi, dongeng, pantun, percakapan, cerita dan drama
d. Menulis
Melakukan berbagai jenis kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk karangan sederhana, petunjuk, surat, pengumuman, dialog, formulir, teks pidato, laporan, ringkasan, parafrase, serta berbagai karya sastra untuk anak berbentuk cerita, puisi, dan pantun.
Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar,
secara umum telah diamanatkan oleh Standar Isi yang dikeluarkan
oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (Tim BSNP). Mata
pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar siswa memiliki
kemampuan sebagai berikut :
a. berkomunikasi secara efektif dan efesien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulisan.
b. menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.
c. memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.
d. menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.
e. menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
f. menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia (BSNP, 2006 : 78)
2. Pengertian Membaca
Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan
(Nurhasanah, 2007: 423). Sementara membaca adalah satu dari empat
kemampuan bahasa pokok, dan merupakan satu bagian atau komponen
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
15
dari komunikasi tulisan (Tampubolon, 1990: 5). Pendapat lain
menunjukkan bahwa membaca adalah aktivitas audiovisual untuk
memperoleh makna dari symbol berupa huruf atau kata (Yusuf dkk.,
2003: 69). Aktivitas ini meliputi dua proses, yaitu proses decoding yang
di kenal dengan istilah membaca teknis dan proses pemahaman.
Membaca teknis adalah proses pemahaman atas hubungan antara huruf
(grafem) dan bunyi (fonem) atau menerjemahkan kata-kata tercetak
menjadi bahasa lisan atau sejenisnya. Sedangkan membaca pemahaman
adalah proses menangkap makna.
Menurut Hidayat (1990: 43-45) membaca adalah menggali
informasi dari berbagai jenis teks, sesuai dengan tujuan membaca.
Menurutnya membaca juga merupakan ketrampilan yang cukup rumit,
sehingga untuk membuktikannya perlu alat ukur yang memang untuk
menguji ketrampilan itu. Pendapat lain mengatakan bahwa membaca
merupakan ketrampilan berbahasa yang berhubungan dengan
ketrampilan berbahasa yang lain. Membaca juga merupakan suatu proses
aktif yang bertujuan dan memerlukan strategi. Hal ini didukung oleh
beberapa definisi berikut. Hudgson (dalam Tarigan, 2008:7)
mengemukakan bahwa membaca ialah suatu proses yang dilakukan serta
digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan
penulis melalui media bahasa tulis.
Menurut Tim Depdikbud (1985: 11) mengemukakan bahwa
membaca ialah proses pengolahan bacaan secara kritis dan kreatif yang
dilakukan dengan tujuan memperoleh pemahaman yang bersifat
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
16
menyeluruh tentang bacaan itu, dan penilaian terhadap keadaan, nilai,
fungsi, dan dampak bacaan itu. Definisi ini sesuai dengan membaca pada
tingkat lanjut, yakni membaca kritis dan membaca kreatif.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa
membaca adalah proses pengucapan tulisan untuk mendapatkan isinya.
Pengucapan tidak selalu dapat didengar, misalnya membaca dalam hati.
Selanjutnya, membaca merupakan aktivitas yang tidak bisa dilepaskan
dari menyimak, berbicara, dan menulis. Sewaktu membaca, pembaca
yang baik akan memahami bahan yang dibacanya. Selain itu, dia bisa
mengomunikasikan hasil membacanya secara lisan atau tertulis. Dengan
demikian, membaca merupakan keterampilan berbahasa yang berkaitan
dengan keterampilan berbahasa lainnya. Jadi, membaca merupakan salah
satu keterampilan berbahasa, proses aktif, bertujuan, serta memerlukan
strategi tertentu sesuai dengan tujuan dan jenis membaca.
Syafi’ie (1999: 6–7) menyebutkan hakikat membaca sebagai berikut: (1)Pengembangan keterampilan, mulai dari keterampilan memahami kata-kata, kalimat-kalimat, paragraf-paragraf dalam bacaan sampai dengan memahami secara kritis dan evaluatif keseluruhan isi bacaan. (2) Kegiatan visual, berupa serangkaian gerakan mata dalam mengikuti baris-baris tulisan, pemusatan penglihatan pada kata dan kelompok kata, melihat secara berulang kata dan kelompok kata untuk memperoleh pemahaman terhadap bacaan. (3) Kegiatan mengamati dan memahami kata-kata yang tertulis dan memberikan makna terhadap kata-kata tersebut berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dipunyai. (4) Suatu proses berpikir yang terjadi melalui proses mempersepsi dan memahami informasi serta memberikan makna terhadap bacaan. (5) Proses mengolah informasi oleh pembaca dengan menggunakan informasi dalam bacaan dan pengetahuan serta pengalaman yang telah dipunyai sebelumnya yang relevan dengan informasi tersebut. (6) Proses menghubungkan tulisan dengan bunyi sesuai dengan sistem tulisan yang digunakan. (7) Kemampuan mengantisipasi makna terhadap baris-baris dalam tulisan. Kegiatan membaca bukan hanya pada kegiatan mekanis saja, melainkan
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
17
merupakan kegiatan menangkap maksud dari kelompok-kelompok kata yang membawa makna.
Dari beberapa butir hakikat membaca tersebut, dapat
dikemukakan bahwa membaca pada hakikatnya adalah suatu proses yang
bersifat fisik dan psikologis. Proses yang berupa fisik berupa kegiatan
mengamati tulisan secara visual dan merupakan proses mekanis dalam
membaca. Proses mekanis tersebut berlanjut dengan proses psikologis
yang berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi. Proses
psikologis itu dimulai ketika indera visual mengirimkan hasil
pengamatan terhadap tulisan ke pusat kesadaran melalui sistem syaraf.
Melalui proses decoding gambar-gambar bunyi dan kombinasinya itu
kemudian diidentifikasi, diuraikan, dan diberi makna. Proses decoding
berlangsung dengan melibatkan knowledge of the world dalam skemata
yang berupa kategorisasi sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang
tersimpan dalam gudang ingatan.
3. Tujuan Membaca
Rivers dan Temperly (1978) dalam Hairudin (2010: 5) mengajukan
tujuh tujuan utama dalam membaca, yaitu:
a. untuk memperoleh informasi untuk suatu tujuan atau merasa penasaran tentang suatu topik.
b. untuk memperoleh berbagai petunjuk tentang cara melakukan suatu tugas bagi pekerjaan atau kehidupan sehari-hari (misalnya, mengetahui cara kerja alat-alat rumah tangga).
c. untuk berakting dalam sebuah drama, bermain game, menyelesaikan teka-teki.
d. untuk berhubungan dengan teman-teman dengan surat-menyurat atau untuk memahami surat-surat bisnis.
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
18
e. untuk mengetahui kapan dan di mana sesuatu akan terjadi atau apa yang tersedia.
f. untuk mengetahui apa yang sedang terjadi atau telah terjadi (sebagaimana dilaporkan dalam koran, majalah, laporan).
g. untuk memperoleh kesenangan atau hiburan.
Ada beberapa tujuan membaca menurut Anderson dalam(Hairudin 2010: 6). Tujuan membaca itu adalah: (1) menemukan detail atau fakta. (2) menemukan gagasan utama. (3) menemukan urutan atau organisasi bacaan. (4) menyimpulkan. (5) mengklasifikasikan: (6) menilai.dan (7) membandingkan atau mempertentangkan. Selanjutnya, Nurhadi (1989:11) menyebutkan bahwa tujuan membaca secara khusus adalah: (1) mendapatkan informasi faktual. (2) memperoleh keterangan tentang sesuatu yang khusus dan problematis. (3) memberi penilaian terhadap karya tulis seseorang. (4) memperoleh kenikmatan emosi. dan (5) mengisi waktu luang. Sebaliknya secara umum, tujuan membaca adalah: (1) mendapatkan informasi. (2) memperoleh pemahaman. dan (3) memperoleh kesenangan.
Hubungan antara tujuan membaca dengan kemampuan membaca
sangat signifikan. Pembaca yang mempunyai tujuan yang sama, dapat
mencapai tujuan dengan cara pencapaian berbeda-beda. Tujuan membaca
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam membaca karena akan
berpengaruh pada proses membaca dan pemahaman membaca. Jadi
tujuan membaca secara ringkas adalah untuk memperoleh informasi
secara menyeluruh, memperoleh pemahaman dan kesenangan.
4. Jenis-jenis Membaca
Menurut Tarigan (2008: 11–13), jenis-jenis membaca ada dua
macam, yaitu (1) membaca nyaring, dan (2) membaca dalam hati.
Membaca dalam hati terdiri atas: (a) membaca ekstensif, yang dibagi lagi
menjadi: membaca survey,membaca sekilas, dan membaca dangkal, dan
(b) membaca intensif, yang terdiri dari membaca telaah isi dan membaca
telaah bahasa. Membaca telaah isi terdiri dari membaca teliti,
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
19
pemahaman, kritis, dan membaca ide-ide. Membaca telaah bahasa terdiri
dari membaca bahasa dan membaca sastra.
Jenis membaca menurut Giehrl dalam Franz (1994: 9) ada empat
jenis membaca yaitu : (a) membaca informatoris, (b) membaca evasoris,
(c) menbaca kognitif, (d) membaca literaris.Menurut hidayat (1990: 45)
jenis membaca ada dua yaitu : (1) membaca global, (2) membaca rinci.
Sedangkan jenis membaca menurut Nurhadi (1987: 143) ada tiga macam,
yakni membaca literal, membaca kritis, dan membaca kreatif. Pada
materi ini jenis membaca yang akan dibahas adalah membaca nyaring,
membaca ekstensif, dan membaca intensif. Berikut ini, jenis-jenis
membaca tersebut, akan dibahas satu persatu.
a. Membaca Nyaring
Membaca nyaring (membaca bersuara) adalah suatu kegiatan
membaca yang merupakan alat bagi pembaca bersama orang lain
untuk menangkap isi yang berupa informasi bagi pengarang
(Kamidjan, 1996: 9). Tarigan (2008: 22) berpendapat bahwa
membaca nyaring adalah suatu kegiatan yang merupakan alat bagi
guru, murid, ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau
pendengar untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran, dan
perasaan seseorang pengarang. Jadi, membaca nyaring pada
hakikatnya adalah proses melisankan sebuah tulisan dengan
memperhatikan suara, intonasi, dan tekanan secara tepat, yang diikuti
oleh pemahaman makna bacaan oleh pembaca.
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
20
Menurut Kamidjan (1996: 9-10) ada lima aspek dalam membaca nyaring yaitu: (1) membaca dengan pikiran dan perasaan pengarang. (2)memerlukan keterampilan menafsirkan lambang-lambang grafis. (3)memerlukan kecepatan pandangan mata. (4) memerlukan keterampilan membaca, terutama mengelompokkan kata secara tepat. dan (5) memerlukan pemahaman makna secara tepat. Dalam membaca nyaring, pembaca memerlukan beberapa keterampilan, antara lain: (1)penggunaan ucapan yang tepat. (2) pemenggalan frasa yang tepat. (3)penggunaan intonasi, nada, dan tekanan yang tepat. (4) penguasaan tanda bacaa dengan baik. (5) penggunaan suara yang jelas. (6)penggunaan ekspresi yang tepat. (7) pengaturan kecepatan membaca. (8) pengaturan ketepatan pernafasan. (9) pemahaman bacaan. dan (10)pemilikan rasa percaya diri.
b. Membaca Ekstensif
Membaca ekstensif merupakan proses membaca yang dilakukan
secara luas,bahan yang digunakan bermacam-macam dan waktu yang
digunakan cepat serta singkat. Tujuan membaca ekstensif adalah
sekadar memahami isi yang penting dari bahan bacaan dengan waktu
yang singkat dan cepat. Broughton, et.al. (dalam Tarigan, 2008: 31)
menyebutkan bahwa yang termasuk membaca ekstensif adalah (1)
membaca survey, (2) membaca sekilas, dan (3) membaca dangkal.
Berikut ini yang termasuk membaca ekstensif akan diuraikan
satu persatu. Membaca survey (survai) merupakan kegiatan membaca
yang bertujuan untuk mengetahui gambaran umum isi dan ruang
lingkup bahan bacaan. Kegiatan membaca survey ini misalnya melihat
judul, pengarang, daftar isi, dan lain-lain. Membaca sekilas atau
skimming adalah membaca dengan cepat untuk mencari dan
mendapatkan informasi secara cepat. Dalam hal ini pembaca
melakukan kegiatan membaca secara cepat untuk mengetahui isi
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
21
umum suatu bacaan atau bagian-bagiannya. Membaca sekilas
merupakan salah satu teknik dalam membaca cepat.
Soedarso (2001: 88-89) menyatakan bahwa skimming adalah
suatu keterampilan membaca yang diatur secara sistematis untuk
mendapatkan hasil yang efisien dengan tujuan untuk mengetahui:
1) topik bacaan,
2) pendapat orang,
3) bagian penting tanpa membaca seluruhnya,
4) organisasi tulisan, dan
5) menyegarkan apa yang pernah dibaca.
Selanjutnya, membaca dangkal merupakan kegiatan membaca
untuk memperoleh pemahaman yang dangkal dari bahan bacaan
ringan yang kita baca. Tujuan membaca dangkal adalah untuk mencari
kesenangan.
c. Membaca Intensif
Membaca intensif merupakan kegiatan membaca bacaan secara
teliti dan seksama dengan tujuan memahaminya secara rinci.
Membaca intensif merupakan salah satu upaya untuk menumbuhkan
dan mengasah kemampuan membaca secara kritis. Tarigan (2008: 35),
yang mengutip pendapat Brook, menyatakan bahwa membaca intensif
merupakan studi seksama, telaah teliti, serta pemahaman terinci
terhadap suatu bacaan. Yang termasuk membaca intensif ini adalah
membaca pemahaman.
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
22
d. Membaca Pemahaman
Menurut Tarigan (2008: 37), dilihat dari kemampuan
membacanya, ada tiga jenis keterampilan membaca pemahaman,
yaitu: (1) membaca literal, (2) membaca kritis, dan (3) membaca
kreatif. Masing-masing jenis keterampilan membaca tersebut
mempunyai ciri-ciri tersendiri. Oleh karena itu, dalam hubungannya
dengan pengajaran membaca, tiga keterampilan membaca pemahaman
ini perlu diajarkan secara terus-menerus. Setiap pertanyaan bacaan
dalam buku teks harus selalu mencerminkan keterampilan membaca
tersebut.
1) Kemampuan membaca literal adalah kemampuan pembaca untuk mengenal dan menangkap isi bacaan yang tertera secara tersurat (eksplisit). Artinya, pembaca hanya menangkap informasi yang tercetak secara literal (tampak jelas) dalam bacaan. Informasi tersebut ada dalam baris-baris bacaan (reading the lines). Pembaca tidak menangkap makna yang lebih dalam lagi, yaitu makna di balik baris-baris. Yang termasuk dalam keterampilan membaca literal antara lain keterampilan: (1) mengenal kata, kalimat, dan paragraf. (2) mengenal unsur detail, unsur perbandingan, dan unsur utama. (3) mengenal unsur hubungan sebab akibat. (4) menjawab pertanyaan (apa, siapa, kapan, dan di mana). dan (5) menyatakan kembali unsur perbandingan, unsur urutan, dan unsur sebab akibat.
2) Kemampuan membaca kritis merupakan kemampuan pembaca untuk mengolah bahan bacaan secara kritis dan menemukan keseluruhan makna bahan bacaan baik makna tersurat maupun makna tersirat. Mengolah bahan bacaan secara kritis artinya, dalam proses membaca seorang pembaca tidak hanya menangkap makna yang tersurat (makna baris-baris bacaan (reading the lines), tetapi juga menemukan makna antarbaris (reading between the lines), dan makna di balik baris (reading beyond the lines). Yang perlu diajarkan dalam membaca kritis antara lain keterampilan: (1) menemukan informasi faktual (detail bacaan). (2) menemukan ide pokok yang tersirat. (3) menemukan unsur urutan, perbandingan, sebab akibat yang tersirat. (4)menemukan suasana (mood). (5) membuat kesimpulan. (6) menemukan tujuan pengarang. (7) memprediksi (menduga) dampak. (8) membedakan opini dan fakta. (9) membedakan realitas dan fantasi. (10) mengikuti petunjuk. (11) menemukan unsur propaganda. (12) menilai keutuhan dan keruntutan gagasan. (13) menilai kelengkapan
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
23
dan kesesuaian antargagasan. (14) menilai kesesuaian antara judul dan isi bacaan. (15) membuat kerangka bahan bacaan. dan (16) menemukan tema karya sastra.
3) Kemampuan membaca kreatif merupakan tingkatan tertinggi dari kemampuan membaca seseorang. Artinya, pembaca tidak hanya menangkap makna tersurat (reading the lines), makna antarbaris (reading between the lines), dan makna di balik baris (reading beyond the lines), tetapi juga mampu secara kreatif menerapkan hasil membacanya untuk kepentingan sehari-hari. Beberapa keterampilan membaca kreatif yang perlu dilatihkan antara lain keterampilan: (1) mengikuti petunjuk dalam bacaan kemudian menerapkannya. (2) membuat resensi buku. (3) memecahkan masalah sehari-hari melalui teori yang disajikan dalam buku. (4) mengubah buku cerita (cerpen atau novel) menjadi bentuk naskah drama dan sandiwara radio. (5) mengubah puisi menjadi prosa. (6) mementaskan naskah drama yang telah dibaca. dan (7) membuat kritik balikan dalam bentuk esai atau artikel populer.
Selain ketiga kemampuan membaca pemahaman tersebut di
atas, yang termasuk membaca pemahaman antara lain juga membaca
cepat. Jenis membaca ini bertujuan agar pembaca dalam waktu yang
singkat dapat memahami isi bacaan secara tepat dan cermat. Jenis
membaca ini dilaksanakan tanpa suara (membaca dalam hati). Bahan
bacaan yang diberikan untuk kegiatan ini harus baru (belum pernah
diberikan kepada siswa) dan tidak boleh terdapat banyak kata-kata
sukar, ungkapan-ungkapan yang baru, atau kalimat yang kompleks.
Kalau ternyata ada, guru harus memberikan penjelasan terlebih
dahulu, agar siswa terbebas dari kesulitan memahami isi bacaan
karena terganggu oleh masalah kebahasaan.
5. Tahap-tahap Membaca
Menurut Tarigan (2008: 18-20) tahap – tahap membaca meliputi :
Tahap I Membaca bahan yang telah dipelajari, mengucapkannya dengan baik atau bahan yang mungkin telah diingat. Bahan-bahan tersebut mungkin berupa percakapan, nyanyian, serangkaian kalimat tindakan ataupun
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
24
cerita sederhana mengenai hal-hal yang telah dialami.Dalam tahap ini, perlu ada bimbingan untuk mengembangkan atau meningkatkan responsi-responsi visual yang otomatis terhadap gambarangambaran huruf yang akan dilihat pada gambaran cetakan. Selain itu harus benar-benar memahami bahwa kata-kata tertulis itu mewakili atau menggambarkan bunyi-bunyi. Tahap II Menyusun kata-kata serta struktur-struktur dari bahasa asing yang telah diketahui menjadi bahan dialog atau paragraf yang beraneka ragam. Pada tahap ini pembaca perlu dibimbing dalam membaca bahan yang baru disusun. Tahap III Membaca bahan yang berisi sejumlah kata dan struktur yang masih asing atau belum biasa. Beberapa percobaan informal telah menunjukkan bahwa pembaca mengalami sedikit kesulitan bahkan tidak mengalami kesulitan sama sekali menghadapi sebuah kata baru yang diselipkan di antara tiga puluh kata biasa.Pada tahap ini, acapkali teks-teks tata bahasa berisi paragraf-paragraf atau pilihan-pilihan yang sesuai buat bacaan. Tahap IV Pada tahap ini, beberapa spesialis dalam bidang membaca menganjurkan penggunaan teks-teks sastra yang telah disederhanakan atau majalah-majalah sebagai bahan bacaan. Tahap V Pada tahap ini seluruh dunia buku terbuka, dalam pengertian bahan bacaan tidak dibatasi.
6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Membaca
Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap proses
pemahaman. Faktor- faktor tersebut adalah: (a) faktor kognitif,(b) faktor
afektif, (c) faktor teks bacaan,dan (d) faktor penguasaan bahasa. Faktor
yang pertama berkaitan dengan pengetahuan, pengalaman, dan tingkat
kecerdasan (kemampuan berpikir) seseorang. Faktor kedua berkaitan
dengan kondisi emosional, sikap, dan situasi. Faktor ketiga berkaitan
dengan tingkat kesukaran dan keterbacaan suatu bacaan yang
dipengaruhi oleh pilihan kata, struktur, isi bacaan, dan penggunaan
bahasanya. Selanjutnya faktor terakhir berkaitan dengan tingkat
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
25
kemampuan berbahasa yang berkaitan dengan penguasaan
perbendaharaan kata, struktur, dan unsur-unsur kewacanaan.
7. Hubungan Membaca Pemahaman dengan Perkembangan Kognitif
Siswa Menurut Taksonomi Bloom
Secara garis besar Bloom dalam Arikunto (2009: 117) bersama
kawan-kawan merumuskan tujuan – tujuan pendidikan pada 3 tingkatan
yaitu :
a. kategori tingkah laku yang masih verbal;
b. perluasan kategori menjadi sederetan tujuan;
c. tingkah laku konkret yang terdiri dari tugas-tugas (taks) dalam
pertanyaan – pertanyaan sebagai ujian dan butir-butir soal.
Dari ketiga tujuan pendidikan itu muncullah 3 ranah atau domain
besar yang selanjutnya disebut taksonomi yaitu : (1) ranah kognitif
(cognitive domain), (2) ranah afektif (affective domain), (3) ranah
psikomotor (psychomotor domain), ranah kognitif itu sendiri terbagi
dalam 6 tingkatan yaitu :
(1) pengetahuan (knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3)
aplikasi (application), (4) analisis (analysis), (5) sintesis (synthesis), (6)
evaluasi (evaluation).
Cognitive domain (ranah kognitif), yang berisi perilaku-perilaku
yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan
keterampilan berpikir. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi
beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
26
(bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku
yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan
menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti
misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang
berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada
tingkatan pertama.
Pengetahuan (knowledge), berisikan kemampuan untuk mengenali
dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan,
metodologi, prinsip dasar, dan lain sebagainya. Dalam membaca
pemahaman juga terdapat istilah definisi, adanya fakta-fakta, gagasan
pokok, pola urutan tertentu.
Pemahaman (comprehension), dikenali dari kemampuan untuk
membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan,
peraturan, dan sebagainya. Sebagai contoh, orang pada level ini bisa
memahami apa yg diuraikan dalam bacaan.
Aplikasi (application) di tingkat ini, seseorang memiliki
kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori,
dan sebagainya di dalam kondisi kerja atau praktek.
Analisis (analysis), di tingkat analisis, seseorang akan mampu
menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau
menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk
mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta
membedakan faktor penyebab dan akibat dari masalah yang rumit. Pada
tingkatan ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab.
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
27
Sintesis (synthesis), satu tingkat di atas analisa, seseorang di
tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah
masalah yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau
informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang
dibutuhkan.
Evaluasi (evaluation), dikenali dari kemampuan untuk
memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dan
sebagainya dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang
ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
Hubungan antara membaca pemahaman dengan kemampuan
kognitif dari taksonomi Bloom adalah bahwa dalam proses membaca
pemahaman juga ada proses mengenal (recognition), mengungkap atau
mengingat kembali (recall), pemahaman (compprehenson), penerapan
(application), analisis (analysis), sistesis (synthesis) dan evaluasi
(evaluation).
8. Membaca Pemahaman dan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita
Matematika
Memahami bahan tertulis bergantung pada karakteristik dari
pembacanya. Faktor yang mempengaruhi membaca pemahaman antara
lain kemampuan mengurai pesan (decoding), pengetahuan tentang
kosakata, pengetahuan tentang konsep-konsep dan perkembangan
kognitif. Membaca pemahaman merupakan istilah yang digunakan untuk
mengidentifikasi ketrampilan-ketrampilan yang perlu dipahami dan
menerapkan informasi yang ada dalam bahan-bahan tertulis. (Resmini,
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
28
2006: 45) menyatakan bahwa proses mambaca sulit didefinisikan secara
tepat karena proses itu dipengaruhi banyak faktor.
Terdapat sejumlah teori tentang proses pemahaman dengan
memperhatikan perbedaan berbagai faktor. Sebagai contoh , penelitian
Geyer (1972) (dalam Resmini, 2006: 45) menemukan sejumlah 77 model
membaca yang digolongkan menjadi 2 kategori yaitu :
a. Komponen-komponen yang digabung bersama-sama dan tidak memiliki identitas individual di dalam keseluruhan proses membaca yang disebut dengan proses total.
b. Komponen-komponen yang merupakan bagian-bagian yang berfungsi dalam hubungannya dengan bagian lainnya tetapi dapat dengan tinggi dilacak dari asalnya disebut dengan proses membaca disusun atas kombinasi sub ketrampilan yang dapat dipisah-pisahkan.
Menurut Syamsudin (2007: 141) soal cerita adalah soal
matematika yang disusun dalam bentuk cerita yang melibatkan operasi
penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian. Sedangkan
pengertian soal cerita menurut Abidin (1989: 10) mengemukakan
bahwa soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita pendek.
Cerita yang diungkapkan dapat merupakan masalah kehidupan sehari–
hari atau masalah lainnya. Bobot masalah yang diungkapkan akan
mempengaruhi panjang pendeknya cerita tersebut. Makin besar bobot
masalah yang diungkapkan, memungkinkan panjang cerita yang
disajikan.
Selanjutnya, Haji (1994: 13) mengemukakan bahwa soal yang
dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang studi
matematika dapat berbentuk soal cerita dan bukan soal cerita/soal
hitungan. Soal cerita merupakan modifikasi dari soal–soal hitungan yang
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
29
berkaitan dengan kenyataan yang ada di lingkungan siswa. Penyajian
soal dalam bentuk cerita merupakan usaha menciptakan suatu cerita
untuk menerapkan konsep yang sedang dipelajari sesuai dengan
pengalaman sehari-hari. Biasanya siswa akan lebih tertarik untuk
menyelesaikan masalah atau soal-soal yang ada hubungannya dengan
kehidupannya. Siswa diharapkan dapat menafsirkan kata-kata dalam soal,
melakukan kalkulasi dan menggunakan prosedur-prosedur relevan yang
telah dipelajarinya.
Soal cerita melatih siswa berpikir secara analisis, melatih
kemampuan menggunakan tanda operasi hitung (penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian), serta prinsip-prinsip atau
rumus-rumus dalam geometri yang telah dipelajari. Di samping itu juga
memberikan latihan dalam menterjemahkan cerita-cerita tentang situasi
kehidupan nyata ke dalam bahasa Indonesia. Sejalan dengan yang
dikemukakan Sugondo (dalam Syamsuddin, 2003: 226) bahwa latihan
memecahkan soal cerita penting bagi perkembangan proses secara
matematis, menghargai matematika sebagai alat yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah, dan akhirnya anak akan dapat menyelesaikan
masalah yang lebih rumit.
Untuk sampai pada hasil yang diinginkan, dalam penyelesaian soal
cerita siswa memerlukan kemampuan-kemampuan tertentu. Kemampuan
tersebut terlihat pada “pemahaman soal” yakni kemampuan apa yang
diketahui dari soal, apa yang ditanyakan dalam soal, apa saja informasi
yang diperlukan, dan bagaimana akan menyalesaikan soal. Jadi sentral
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
30
pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah pemecahan masalah
karena lebih mementingkan proses daripada hasil.
Seperti halnya pengajaran matematika pada umumnya, dalam
pembelajaran soal cerita peserta didik sering berhadapan dengan
masalah. Masalah tersebut bisa muncul dalam kegiatan belajar mengajar
tanpa disadari dan sebaliknya bisa juga sengaja dimunculkan oleh guru
karena tuntutan strategi belajar mengajar yang dipergunakan.“Toward the
Theory of Instruction” bahwa ada tiga tahapan supaya anak dapat belajar
dengan baik. Ketiga tahapan itu adalah: (1) enactive/konkrit, (2)
econic/semi konkrit, dan (3) symbolic/abstrak.
Jenis soal cerita ada beberapa macam, tiga di antaranya soal cerita
berjenis deskriptif, naratif dan ekspositif perbandingan. Menurut Suparno
(2008: 4.25) soal cerita deskriptif adalah soal certa yang mendeskripsikan
atau memerikan, menggambarkan atau melukiskan suatu objek sehingga
pembaca memiliki penghayatan seolah-olah menyaksikan atau
mengalami sendiri. Soal cerita naratif adalah soal cerita yang menyajikan
serangkaian peristiwa, kejadian menurut urutan tertentu sehingga
pembaca dapat mengambil intisari dari cerita tersebut. Sedangkan soal
cerita ekspositif perbandingan adalah soal cerita bertujuan utama untuk
memberitahu, mengupas, menguraikan atau menerangkan sesuatu dengan
cara membandingkan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa apabila dalam diri
siswa telah tertanam cara membaca pemahaman dengan benar, maka
siswa tersebut akan cepat menjawab atau menyelesaikan soal cerita
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
31
matematika apa pun bentuknya. Siswa yang terlatih menyelesaikan soal
cerita maka akan cepat memahami bacaan yang pada akhirnya akan
mempengaruhi kemampuan membaca pemahaman siswa. Dengan
demikian ada hubungan antara kemampuan menyelesaikan soal cerita
matematika deskrptif, naratif dan ekspositif perbandingan dengan
kemampuan membaca pemahaman.
B. Penelitian yang relevan
Jaskun Winarti, dengan penelitiannya yang berjudul “Pembelajaran
Membaca Pemahaman Dengan Pendekatan Pragmatik Terhadap Siswa
Dalam Penalaran Soal Matematika Berbasis Cerita Pada Kelas IX Di SMP
Negeri 6 Cilacap” (2009, Program Studi Pendidikan Bahasa Universitas
Widya Dharma Klaten) menunjukkan bahwa tipe soal matematika berbasis
cerita dari tahun ke tahun meningkat. Berdasarkan analisis terhadap isi soal
cerita dapat terungkap bahwa siswa dituntut mampu menggunakan
penalarannya terkait dengan penggunaan matematika dalam kehidupan nyata/
sehari – hari. Dengan demikian peneliti ini mengkaji pembelajaran
pendekatan pragmatik terhadap penalaran siswa pada soal matematika
berbasis cerita.
Tujuan dari penelitiannya adalah : 1) mendeskripsikan dapat
meningkatkannya pemahaman siswa terhadap soal matematika berrbasis
cerita dalam pembelajaran dengan pendekatan ceramah; 2) mendeskripsikan
dapat meningkatnya pemahaman siswa terhadap soal matematika berbasis
cerita dalam pembelajaran dengan pendekatan pragmatik; 3) mendeskripsikan
adanya perbedaan antara pemahaman siswa terhadap soal matematika
berbasis cerita dalam pembelajaran dengan pendekatan pragmatik dan
ceramah; 4) mendeskripsikan proses pembelajaran pemahaman soal
matematika berbasis cerita dengan pendekatan pragmatik.
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
32
Penelitiannya dilakukan dengan metode eksperimen melalui pendekatan
Control Group Pre – test Post – test. Teknik pengambilan sampel
penelitiannya dilakukan menggunakan Simple Random Sampling.
Hasil penelitiannya menunjukkan : (1) pembelajaran membaca
pemahaman melalui pendekatan ceramah tidak dapat meningkatkan penalaran
siswa terhadap soal matematika berbasis cerita. Hal ini ditunjukkan oleh nilai
Asymp. Sign 0.836 yang berada di atas 0.05; (2) pembelajaran membaca
pemahaman melalui pendekatan pragmatik dapat meningkatkan penalaran
siswa terhadap soal matematika berbasis cerita. Hal ini ditunjukkan oleh nilai
Asymp. Sign 0.000 berada jauh di bawah 0.05; (3) perbedaan antara
pembelajaran membaca pemahaman dengan pendekatan pragmatik dengan
ceramah; (4) pembelajaran membaca pemahaman dengan pendekatan
pragmatik. .pada soal matematika berbasis cerita: (a) Meningkatkan
pemahaman siswa terhadap konteks dan makna serta mampu mengungkapkan
secara lisan dari soal matematika berbasis cerita; (b) Menjadikan siswa
memiliki kemampuan menuliskan operasi hitungan pada soal matematika
berbasis cerita; (c) menjadikan siswa melakukan perhitungan matematika
dengan tepat dan benar dari soal matematika berbasis cerita, sehingga prestasi
matematika siswa meningkat.
Oleh karena itu prestasi siswa meningkat. Berdasarkan hasil
penelitiannya tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran melalui
pendekatan pragmatik dapat meningkatkan penalaran siswa terhadap soal
matematika berbasis cerita.
Penelitian kedua dilakukan Komarudin dalam tesisnya berjudul
“Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Melalui Pembelajaran
Pemecahan Masalah Bersetting Kooperatif Pada Siswa Kelas V SDN
Tanjungrejo 1 Kota Malang (2008)”. Menurutnya kesulitan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita operasi hitung pecahan di sekolah dasar
disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah bentuk pembelajaran
yang diterapkan di sekolah masih konvensional. Guru lebih banyak
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
33
mendominasi kegiatan belajar mengajar. Siswa hanya mendengar,
memperhatikan contoh yang diberikan guru, kemudian mengerjakan latihan
soal. Bentuk pembelajaran seperti ini kurang memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengkonstruk sendiri pengetahuannya, akibatnya siswa hanya
bekerja secara prosedural. Siswa tidak diberi kesempatan untuk membuat
sendiri penyelesaian soal cerita operasi hitung pecahan, sehingga apabila
siswa dihadapkan pada soal cerita dalam bentuk lain maka siswa mengalami
kesulitan dalam menyelesaikannya.
Untuk mengatasi kesulitan siswa tersebut, perlu diciptakan strategi
pembelajaran yang memungkinkan siswa berpartisipasi aktif sekaligus
metinggikan siswa dalam memahami masalah dalam soal cerita, yaitu dengan
pembelajaran pemecahan masalah ber-setting kooperatif. Pembelajaran
pemecahan masalah ber-setting kooperatif dalam penelitian ini adalah strategi
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa agar aktif dan
saling membantu dalam diskusi kelompok.
Tujuan penelitiannya adalah: (1) mendeskripsikan rancangan
pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
menyelesaikan soal cerita melalui pembelajaran pemecahan masalah pada
siswa kelas V SDN Tanjungrejo 1 Kota Malang ber-setting kooperatif; (2)
mendeskripsikan pelaksanaan rancangan pembelajaran yang dapat digunakan
untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita melalui
pembelajaran pemecahan masalah pada siswa kelas V SDN Tanjungrejo 1
Kota Malang ber-setting kooperatif, dan (3) mendeskripsikan peningkatan
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
34
kemampuan menyelesaikan soal cerita melalui pembelajaran pemecahan
masalah pada siswa kelas V SDN Tanjungrejo 1 Kota Malang ber-setting
kooperatif. Penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis
penelitian tindakan kelas (PTK). Data penelitiannya diperoleh dari hasil tes,
hasil wawancara, observasi, dan catatan lapangan.
Pelaksanaan pembelajaran pemecahan masalah ber-setting kooperatif
dilakukan dengan 3 tahap, yaitu (1) kegiatan awal : menyampaikan tujuan
pembelajaran soal cerita, memotivasi siswa, menjelaskan aturan pembelajaran
pemecahan masalah ber-setting kooperatif, menggali pengetahuan awal siswa
tentang pecahan, (2) kegiatan inti: membentuk kelompok asal, membagikan
LKS, membentuk kelompok ahli, mencari langkah-langkah penyelesaian dua
soal cerita dengan berdiskusi, kembali ke kelompok asal, penjelasan kepada
kelompok asal dan presentasi kelompok, (3) kegiatan akhir : menyimpulkan
materi pembelajaran, melakukan evaluasi dengan memberikan tes akhir yang
dikerjakan secara individu.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa (1) kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita dengan pembelajaran pemecahan masalah ber-
setting kooperatif menunjukkan adanya peningkatan dari tindakan I ke
tindakan II dan tindakan II ke tindakan III pada (a) skor rata-rata tes akhir
dari 67,75 menjadi 74 dan menjadi 78,5, (b) rata-rata persentase siswa yang
mendapat skor ≥ 65 dari 55% menjadi 72,5% dan menjadi 87,5%, (c)
persentase aktivitas guru dari 92% menjadi 95,5% dan menjadi 100%, (d)
persentase aktivitas siswa dari 89% menjadi 96% dan menjadi 100%, dan (e)
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
35
persentase keterampilan kooperatif siswa dari 77,75% menjadi 93% dan
menjadi 100%, (2) pada pembelajaran pemecahan masalah bersetting
kooperatif ternyata terjadi kerjasama yang baik dalam kelompok yang
siswanya heterogen dari sisi kemampuan, etnis, dan jenis kelamin dalam hal
(a) mencari langkah-langkah dalam menyelesaikan dua soal cerita, dan (b)
memberikan penjelasan penyelesaian soal cerita kepada anggota
kelompoknya.
Berdasarkan hasil penelitiannya, disarankan kepada guru matematika di
sekolah dasar (1) untuk menjadikan pembelajaran pemecahan masalah ber-
setting kooperatif sebagai alternatif strategi pembelajaran soal cerita; (2)
apabila ingin menerapkan pembelajaran pemecahan masalah ber-setting
kooperatif terutama pada saat diskusi di kelompok ahli dan penjelasan materi
di kelompok asal, agar menggunakan waktu yang lebih lama sehingga
pelaksanaan diskusi dan penjelasan materi dapat berlangsung dengan baik; (3)
apabila guru ingin menerapkan pembelajaran pemecahan masalah ber-setting
kooperatif, disarankan agar guru bukan hanya sebagai mediator dan fasilitator
saja, akan tetapi guru juga berperan sebagai intervensiator, seperti menegur,
memberi pertanyaan, membimbing, mengarahkan, memberi pancingan,
memberi petunjuk, memberi peringatan dan memberi contoh; (4) guru dalam
kegiatan pembelajaran, agar sering menggunakan kegiatan belajar kelompok
yang heterogen sehingga diharapkan dapat terjadi interaksi sosial antar siswa
dan munculnya tutor sebaya.
Penelitian ketiga dilakukan Nurul Hidayah dalam tesisnya berjudul
“Hubungan antara Kompetensi Kebahasaan, Kemampuan Berpikir, dan
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
36
Motivasi Belajar dengan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas V
Madrasah Ibtidaiyah Negeri se-Kota Bandar Lampung” (2009 . Tesis,
Yogyakarta: Program Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta).
Penelitiannya bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
kompetensi kebahasaan, kemampuan berpikir, dan motivasi belajar dengan
kemampuan membaca pemahaman siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Negeri
se-Kota Bandar Lampung baik secara sendiri-sendiri maupun secara secara
bersama-sama. Populasi penelitiannya adalah seluruh siswa kelas V
Madrasah Ibtidaiyah Negeri se-Kota Bandar Lampung sebanyak 441 siswa.
Sampel penelitian sebanyak 119 siswa yang ditentukan menggunakan teknik
stratified proporsional random sampling. Instrumen terdiri dari tes dan
angket. Tes digunakan untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman,
kompetensi kebahasaan, dan kemampuan berpikir. Angket digunakan untuk
mengukur motivasi belajar.
Teknik analisis data menggunakan teknik analisis regresi linier
ganda. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa: (1) terdapat hubungan
yang positif dan signifikan (p < 0,05) antara kompetensi kebahasaan dengan
kemampuan membaca pemahaman sebesar 5,9% dan sumbangan efektifnya
sebesar 5,78%, (2) terdapat hubungan yang positif dan signifikan (p < 0,05)
antara kemampuan berpikir dengan kemampuan membaca pemahaman
sebesar 7,9% dan sumbangan efektifnya sebesar 5,84%, (3) terdapat
hubungan yang positif dan signifikan (p < 0,05) antara motivasi belajar
dengan kemampuan membaca pemahaman sebesar 9,3% dan sumbangan
efektifnya sebesar 8,91%, (4) terdapat hubungan yang positif dan signifikan
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011
37
(p < 0,05) antara kompetensi kebahasaan, kemampuan berpikir, dan motivasi
belajar secara bersama-sama dengan kemampuan membaca pemahaman
sebesar 20,6% dan sumbangan efektifnya secara keseluruhan sebesar 20,53%.
Penelitian tentang kemampuan menyelesaikan soal cerita
matematika sudah banyak diteliti demikian juga kemampuan membaca
pemahaman, namun yang merupakan perpaduan dari keduanya belum ada,
disinilah letak perbedaan tesis ini dengan tesis yang lain.
Hubungan Kemampuan Menyelesaikan..., Narti, Program Pascasarjana UMP, 2011