BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Struktur Normal Prostat 2.1.1 ...

46
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Struktur Normal Prostat 2.1.1 Anatomi Makroskopik Prostat Prostat merupakan organ retroperitoneal yang memiliki berat 30 gram dengan bentuk menyerupai corong dan posisi melingkari kandung kemih serta uretra. Bagian apeksnya terletak di atas diafragma urogenital sementara bagian basal prostat terletak tepat dibawah leher kandung kemih. Pada bagian posterior, prostat dipisahkan dengan rektum oleh selapis jaringan ikat tipis yang disebut sebagai Denonvilliers fascia. Uretra pars prostatika berjalan secara vertikal pada bagian tengah prostat yang kemudian berbelok ke anterior setingkat verumontanum (Eipstein dan Netto, 2010; Eipstein et al., 2011). Parenkim prostat dewasa dibagi menjadi empat zona anatomi dan biologi yang berbeda yaitu zona perifer, sentral, transisional dan area stroma fibromuskular anterior (Gambar 2.1). Perbedaan zona ini mempengaruhi jenis lesi pada prostat. Lesi hiperplasia paling sering terjadi di zona transisional sedangkan keganasan lebih sering terjadi di zona perifer (Eipstein dan Netto, 2010; Eipstein et al., 2011; Eipstein dan Lotan, 2015). Aliran darah pada prostat berasal dari arteri vesika inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna dan berakhir pada arteri uretral dan kapsular (Eipstein et al., 2011).

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Struktur Normal Prostat 2.1.1 ...

7

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Struktur Normal Prostat

2.1.1 Anatomi Makroskopik Prostat

Prostat merupakan organ retroperitoneal yang memiliki berat 30 gram dengan

bentuk menyerupai corong dan posisi melingkari kandung kemih serta uretra.

Bagian apeksnya terletak di atas diafragma urogenital sementara bagian basal

prostat terletak tepat dibawah leher kandung kemih. Pada bagian posterior, prostat

dipisahkan dengan rektum oleh selapis jaringan ikat tipis yang disebut sebagai

Denonvilliers fascia. Uretra pars prostatika berjalan secara vertikal pada bagian

tengah prostat yang kemudian berbelok ke anterior setingkat verumontanum

(Eipstein dan Netto, 2010; Eipstein et al., 2011).

Parenkim prostat dewasa dibagi menjadi empat zona anatomi dan biologi

yang berbeda yaitu zona perifer, sentral, transisional dan area stroma

fibromuskular anterior (Gambar 2.1). Perbedaan zona ini mempengaruhi jenis lesi

pada prostat. Lesi hiperplasia paling sering terjadi di zona transisional sedangkan

keganasan lebih sering terjadi di zona perifer (Eipstein dan Netto, 2010; Eipstein

et al., 2011; Eipstein dan Lotan, 2015).

Aliran darah pada prostat berasal dari arteri vesika inferior yang merupakan

cabang dari arteri iliaka interna dan berakhir pada arteri uretral dan kapsular

(Eipstein et al., 2011).

7

53

Aliran limfatik pada prostat terdiri dari jaringan limfatik intraprostatika yang

mengalir menuju kelenjar getah bening obturator kemudian ke kelenjar getah

bening iliaka interna. Sejumlah kecil drainase limfatik mengalir ke kelenjar getah

bening presakral dan kelenjar getah bening iliaka eksterna. Pada 4% kasus

prostatektomi radikal ditemukan adanya aliran limfatik yang tidak umum yang

menuju ke kelenjar getah bening periprostatika maupun ke kelenjar getah bening

perivesikula seminalis (Eipstein et al., 2011).

Gambar 2.1

Zona pada prostat (PZ: peripheral zone/zona perifer;TZ: transisional zone/zona

transisional; CZ: central zone/zona sentral) (Eipstein et al., 2011)

Prostat memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis yang berasal dari

pleksus pelvis. Nervus-nervus ini berjalan bersama-sama dengan arteri kapsularis

yang kemudian menembus prostat. Serat parasimpatis berjalan menuju asini dan

menstimulasi sekresi sedangkan serat simpatis menyebabkan terjadinya kontraksi

dari outer band capsular dan otot polos intraprostatika (Eipstein et al., 2011).

54

2.1.2 Anatomi Mikroskopik Prostat Dewasa

Prostat terdiri dari epitel kelenjar dan stroma fibromuskular. Sistim duktus dan

kelenjar prostat tersusun dalam pola arsitektur yang kompleks. Duktus terdiri dari

struktur tubular bercabang yang memanjang yang kemudian berakhir pada asini.

Duktus pada potongan melintang tidak dapat dibedakan dengan asini. Permukaan

luminal dari kelenjar prostat yang jinak memiliki kontur yang bergelombang

dengan papillary infolding (Gambar 2.2) (Eipstein dan Netto, 2010; Eipstein et

al., 2011).

Epitel normal kelenjar prostat memiliki dua lapis sel yaitu lapisan sel luminal

atau sel sekretori dan lapisan sel basal. Pada epitel normal kelenjar prostat juga

terdapat tipe sel lainnya yaitu sel neuroendokrin, namun sel ini jarang ditemukan

dan biasanya hanya dapat ditemukan dengan pewarnaan khusus dan

imunohistokimia. Sel sekretori berbentuk kolumnar yang menghadap ke lumen

kelenjar dan memiliki sitoplasma yang jernih karena mengandung vakuola

sekretori yang jernih serta memiliki inti berukuran kecil berbentuk bulat dengan

kromatin halus yang tesebar dan biasanya tidak terlihat memiliki anak inti. Sel

basal terletak di bagian tepi dari kelenjar diantara sel sekretori dan membrana

basalis, biasanya berbentuk bulat namun dapat pula berbentuk flat, kuboid,

triangular atau menyerupai cerutu (cigar-shaped) dengan aksis panjangnya paralel

dengan membrana basalis. Sel basal memiliki sitoplasma yang sedikit dan

memiliki inti yang hiperkromatik dan berukuran kecil (Eipstein dan Netto, 2010;

Eipstein et al, 2011).

55

Gambar 2.2

Kelenjar prostat normal dengan lapisan sel sekretori dan sel basal

(Eipstein dan Lotan, 2015)

2.1.3 Fungsi Prostat

Fungsi utama kelenjar prostat adalah membentuk sekret yang menyusun setengah

dari volume cairan ejakulasi. Manfaat biologis yang pasti dari substansi biokimia

yang disekresikan ke dalam plasma seminal masih belum diketahui dengan jelas

(Eipstein et al., 2011).

2.2 Karsinoma adenum asinus prostat

2.2.1 Epidemiologi

Karsinoma adenum asinus prostat merupakan tumor ganas epithelial yang

mengandung sel sekretori (Sakr et al., 2004). Karsinoma ini paling sering terjadi

pada laki-laki dan merupakan peringkat kedua penyebab kematian yang

disebabkan karena karsinoma pada laki-laki. Setiap tahunnya tercatat 10.000

pasien meninggal dunia akibat karsinoma adenum asinus prostat di Inggris

(Bickers dan Aukim-Hastie, 2009). Diperkirakan terdapat 28.600 kematian yang

disebabkan oleh karsinoma adenum asinus prostat di Amerika Serikat pada tahun

56

2008. Pada tahun 2007, karsinoma adenum asinus prostat menempati urutan

pertama dari seluruh keganasan pada laki-laki yaitu sebanyak 29% di Amerika

Serikat (Eipstein dan Netto, 2010). Di seluruh dunia, karsinoma adenum asinus

prostat berada pada peringkat keenam penyebab kematian karena keganasan pada

laki-laki (Eipstein et al., 2011). Di Indonesia sendiri, berdasarkan data dari

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI tahun 2009,

karsinoma adenum asinus prostat berada di peringkat ke sepuluh dari seluruh

keganasan dan merupakan peringkat pertama dari keganasan yang paling sering

terjadi pada laki-laki. Berdasarkan data registrasi kanker berbasis patologi pada

tahun 2009 di Denpasar, karsinoma adenum asinus prostat berada pada peringkat

ketujuh dan merupakan peringkat pertama keganasan pada laki-laki (Anonim,

2009).

Insiden karsinoma adenum asinus prostat sangat berubah pada dua abad

terakhir terutama dua puluh tahun terakhir. Pada pertengahan abad kedua puluh,

terdapat peningkatan insiden karsinoma adenum asinus prostat di Amerika

Serikat. Hal ini disebabkan karena meningkatnya lama hidup individu,

penggunaan digital rectal examination (DRE) untuk mendeteksi karsinoma

adenum asinus prostat , dan penggunaan mikroskop cahaya untuk mendiagnosis

keganasan pada jaringan biopsi prostat atau jaringan prostat yang didapatkan dari

transurethral resection of the prostate (TURP) dan open prostatectomy sebagai

tatalaksana untuk BPH. Pada akhir abad kedua puluh jumlah pasien karsinoma

adenum asinus prostat di Amerika Serikat meningkat secara drastis dimana

insidennya meningkat sebanyak 85% yang kemudian diikuti penurunan sebanyak

57

28%. Hal ini disebabkan karena adanya pentapisan menggunakan prostate-spesific

antigen (PSA). Penurunan insiden dianggap dikarenakan deteksi karsinoma pada

stadium awal (Eipstein et al., 2011).

Secara keseluruhan terdapat peningkatan insiden karsinoma adenum asinus

prostat di seluruh dunia. Peningkatan yang paling menonjol terjadi pada negara-

negara dengan insiden karsinoma adenum asinus prostat yang tinggi seperti

Amerika Serikat, namun peningkatan juga terjadi pada negara-negara dengan

insiden rendah seperti Cina dan Jepang (Eipstein et al., 2011).

Terdapat perbedaan insiden karsinoma adenum asinus prostat yang sangat

bermakna diantara negara-negara dan wilayah di dunia. Insiden tertinggi terjadi di

Amerika Utara, Australia, Selandia Baru, Eropa dan Karibia. Insiden tertinggi

terjadi pada laki-laki Jamaika dengan angka kejadian 300/100.000 laki-laki.

Angka kejadian karsinoma adenum asinus prostat jauh lebih rendah di Asia

dengan perbedaan insiden di Amerika Utara dengan Cina lebih dari 80 kali lipat.

Faktor genetik dan lingkungan memiliki peranan pada perbedaan ini (Eipstein et

al., 2011).

Tingginya prevalensi karsinoma adenum asinus prostat terutama pada laki-

laki berusia lanjut menimbulkan anggapan bahwa karsinoma adenum asinus

prostat merupakan suatu fenomena normal yang berkaitan dengan peningkatan

usia (Hughes et al., 2005).

Karsinoma adenum asinus prostat sebagian besar terdapat pada zona perifer

di bagian posterolateral atau posterior yaitu sebanyak 70%. Tujuh persen kasus

karsinoma adenum asinus prostat terjadi pada zona perifer bagian anterior dan

58

hanya lima persen terletak pada zona sentral. Fokus-fokus karsinoma adenum

asinus prostat juga dapat dijumpai pada zona transisional dan perifer (Eipstein et

al., 2011).

2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko

Karsinoma adenum asinus prostat merupakan keganasan multifaktorial dengan

penyebab yang masih belum diketahui sampai saat ini. Faktor risiko yang telah

diakui selama ini antara lain usia, ras, dan riwayat keluarga penderita kanker.

Sementara kemungkinan faktor risiko yang lain berupa diet dan hormonal

(Eipstein et al., 2011).

Risiko karsinoma adenum asinus prostat meningkat seiring usia. Karsinoma

adenum asinus prostat paling sering terjadi pada usia diatas 64 tahun dan jarang

pada usia dibawah 50 tahun. Tercatat sekitar lima kasus terjadi pada usia dibawah

10 tahun dan 21 kasus terjadi pada usia antara 10 dan 21 tahun (Eipstein et al.,

2011). Perubahan gaya hidup termasuk pola diet juga memiliki implikasi terhadap

perkembangan karsinoma adenum asinus prostat . Terdapat banyak sekali faktor

lingkungan yang diduga terlibat dalam peningkatan insiden karsinoma adenum

asinus prostat namun belum satupun terbukti. Diet tinggi protein hewani terutama

daging merah dikatakan berhubungan kuat dengan risiko karsinoma adenum

asinus prostat . Beberapa penelitian menduga pria yang mengkonsumsi makanan

atau suplemen kaya kalsium mungkin memiliki risiko menderita karsinoma

adenum asinus prostat lebih tinggi. Bahan makanan lain yang diduga dapat

mencegah atau memperlambat perkembangan karsinoma adenum asinus prostat

antara lain lycopenes di dalam buah tomat, selenium, produk olahan dari kedelai

59

dan vitamin D (Eipstein dan Lotan, 2015). Namun faktor diet ini tidak mampu

menjelaskan perbedaan tingginya risiko karsinoma adenum asinus prostat antara

pria kulit hitam dan kulit putih (Anonim, 2015).

Faktor genetik dan ras tampaknya memainkan peranan penting pada insiden

karsinoma adenum asinus prostat . Terjadi 5 hingga 11 kali peningkatan risiko

karsinoma adenum asinus prostat pada pria dengan riwayat karsinoma adenum

asinus prostat pada keturunan pertamanya. Penelitian yang membandingkan

karsinoma adenum asinus prostat pada pria kulit putih, kulit hitam dan asia

menemukan prevalensi riwayat keluarga menderita karsinoma adenum asinus

prostat lebih rendah pada pria Asia dibandingkan kulit hitam. Hal ini sepertinya

berkaitan dengan faktor pengulangan kodon cytosine, adenine, guanine (CAG)

yang lebih sedikit pada pria kulit hitam dimana semakin sedikit pengulangannya

maka semakin besar risiko menderita karsinoma adenum asinus prostat (Eipstein

et al., 2011; Eipstein dan Lotan, 2015)

Hormon seks pada pria memainkan peranan penting pada perkembangan dan

pertumbuhan kanker prostat. Testosteron meresap ke dalam kelenjar dan diubah

menjadi metabolit aktif berupa dihydrotestosterone ( DHT ) oleh enzim steroid 5-

alpha reductase type II (SRD5A2). Dihydrotestosterone dan testosterone berikatan

dengan reseptor androgen (AR) yang selanjutnya masuk ke dalam inti dan

mengaktifkan gen yang mengatur pembelahan sel (Eipstein dan Lotan, 2015).

60

2.2.3 Gambaran Klinik

Karsinoma adenum asinus prostat biasanya asimptomatik pada stadium awal dan

baru memberikan gejala klinis apabila telah mencapai stadium lanjut. Di Amerika

Serikat pasien yang didiagnosis memiliki karsinoma adenum asinus prostat

sebagian besar tidak memberikan gejala dimana karsinoma adenum asinus prostat

tersebut terdeteksi karena adanya abnormalitas pada serum PSA atau melalui

pemeriksaan colok dubur (digital rectal examination/DRE) (Eipstein et al., 2011).

Gejala lokal yang timbul menyerupai BPH berupa peningkatan frekuensi dan

sulit buang air kecil. Retensi urin akut dan hematuria merupakan gejala yang tidak

umum terjadi dan merupakan gambaran yang nonspesifik. Gejala lain dapat

berupa hematospermia dan impotensi namun hal ini jarang terjadi. Invasi ke

rektum, priapism, dan uremia sangat jarang terjadi dan merupakan manifestasi

lanjut dari karsinoma adenum asinus prostat (Eipstein et al., 2011).

Gejala klinis pertama yang timbul pada karsinoma adenum asinus prostat

biasanya merupakan akibat dari metastasis. Kelenjar getah bening regional dan

tulang merupakan tempat yang paling sering menjadi tujuan metastasis namun

hanya metastasis tumor ke tulang yang menghasilkan gejala klinis yang jelas.

Pasien akan merasa nyeri pinggang, dada, punggung, kaki dan bahu bergantung

pada letak tulang yang terlibat (Eipstein et al., 2011).

2.2.4 Patogenesis Karsinoma adenum asinus prostat

Hormon seks pada pria memainkan peranan penting pada perkembangan dan

pertumbuhan kanker prostat. Testosteron didalam kelenjar prostat dikonversi

menjadi dihydrotestosteron (DHT), suatu metabolit yang lebih aktif, oleh enzim

61

steroid 5-alpha reductase tipe II (SRD5A2). Dihydrotestosterone dan testosterone

berikatan dengan reseptor androgen (AR) . Gen AR berlokasi di kromosom X

lengan panjang. Gen ini mengandung highly polymorphic region yang terdiri dari

ulangan kodon cytosine, adenine, guanine (CAG) di exon 1 dengan rentang

normal antara 6-39 pengulangan. Beberapa penelitian mendapatkan pria dengan

pengulangan yang rendah memiliki risiko kanker prostat lebih tinggi ( Eipstein et

al., 2011; Eipstein dan Lotan, 2015).

Reseptor androgen berperan pada pertumbuhan sel kanker melalui mekanisme

androgen-dependent progression dan androgen-independent progression

(Gambar 2.3). Mekanisme yang pertama diawali dengan terlepasnya ikatan heat

shock protein dengan reseptor androgen inaktif. Terlepasnya ikatan ini karena

adanya androgen dihydrotestosteron (DHT) yang berikatan dengan reseptor

androgen di sitoplasma. Lalu ikatan reseptor androgen ini akan masuk ke dalam

inti dan berikatan dengan elemen respon androgen yang kemudian mengaktivasi

gen-gen yang terlibat pada pertumbuhan sel. Sementara pada mekanisme

berikutnya, pertumbuhan sel kanker bisa melalui jalur selular yang bervariasi,

beberapa masih melibatkan reseptor androgen sedangkan yang lain tanpa

melibatkan reseptor androgen (bypassing androgen receptor). Pada jalur yang

melibatkan reseptor androgen terjadi mutasi reseptor androgen sehingga dapat

diaktifkan oleh ligan non-androgen. Di samping itu deregulasi faktor

pertumbuhan dan sitokin serta koaktivator reseptor androgen dapat pula

mengaktifkan reseptor androgen. Reseptor androgen dapat mengalami amplifikasi

sehingga menjadi hipersensitif terhadap kadar androgen yang rendah sekalipun

62

(De Torres, 2007; Hsu et al., 2011; Eipstein dan Lotan, 2015). Pada jalur yang

tidak melibatkan reseptor androgen, hilangnya PTEN menghalangi inhibisi

phosphatidylinositol 3-kinase (PI3-K)-akt yang menyebabkan aktivasi Akt ke

phosphorylate bad. Setelah itu akan terjadi pelepasan Bcl-2 yang berperan pada

pertahanan hidup sel. Androgen-independent cell dapat meningkatkan ekspresi

Bcl-2 (Hsu et al., 2011).

Sel kanker prostat dapat pula memiliki perilaku seperti sel neuroendokrin yang

dapat mengeluarkan neuropeptide yang merangsang pertumbuhan sel disekitarnya

sehingga kanker prostat menjadi kebal terhadap terapi (Hsu et al., 2011).

Gambar 2.3

Mekanisme androgen-dependent progression dan androgen-independent

progression pada karsinogenesis karsinoma adenum asinus prostat

(Tindall dan Lonergan, 2011)

Pentingnya keterlibatan androgen dalam pertumbuhan dan pertahan hidup sel

karsinoma prostat tampak pada efek terapi kastrasi dengan menggunakan anti-

androgen yang umumnya menekan progresi tumor. Namun sayangnya, sebagian

63

besar tumor kadang-kadang menjadi kebal terhadap androgen blockade dan

berkembang melalui jalur androgen-independent seperti yang dijelaskan

sebelumnya (Eipstein dan Lotan, 2015).

Penelitian terkini yang menggunakan metode pemeriksaan microarrays

jaringan radikal prostatektomi pada pasien yang tidak mendapatkan terapi

hormonal awal menunjukkan bahwa tingginya ekspresi reseptor androgen

berhubungan secara signifikan dengan berkurangnya biochemical relapse-free

survival dan parameter klinikopatologi yang mengindikasikan peningkatan

agresivitas tumor (De Torres et al., 2007; Bjartell et al., 2011).

Selain itu, ada pula peranan tumor-spesific acquired somatic mutation dan

perubahan genetik dalam perkembangan karsinoma adenum asinus prostat. Salah

satu somatic mutation yang umumnya terjadi adalah chromosomal

rearrangements yang mensejajarkan coding sequence dari E26 transformation

specific (ETS) family transcription factor gene bersebelahan dengan Androgen-

Regulated Transmembrane Protease Serine 2 (TMPRSS2) promoter dengan hasil

berupa peningkatan ekspresi ETS pada karsinoma adenum asinus prostat (Tindall

dan Lonergan, 2011; Eipstein dan Lotan, 2015). Peningkatan ekspresi ETS

transcription factor membuat sel normal prostat berubah menjadi invasif yang

mungkin disebabkan karena peningkatan regulasi matriks metalloprotease

(Yabluchanskiy et al., 2013; Eipstein dan Lotan, 2015).

Matriks metalloproteinase (MMP) yang telah dikenal peranannya sebagai

suatu molekul penting dalam proses metastasis salah satunya adalah MMP-9.

Protein ini mendapat perhatian besar pada karsinoma adenum asinus prostat

64

karena kemampuannya merusak kolagen tipe IV dari sel epitel dan membran basal

vaskular serta merangsang pelepasan VEGF (Kumar et al., 2015).

Hilangnya kromosom 8p23 pada region CUB dan Sushi multiple domains 1

gene (CSMD1) dihubungkan dengan karsinoma adenum asinus prostat stadium

lanjut. Gen Retinoblastoma yang merupakan suatu tumor suppressor gene dan

berada di dalam lokus kromosom 13q juga mengalami delesi. Kromosom lokus

10q yang mengandung tumor suppressor gene MX11 dan PTEN ikut hilang pada

45% kanker prostat. Perubahan molekuler ini selanjutnya akan berdampak

terhadap perubahan morfologi sel prostat normal hingga menjadi karsinoma

invasif dan berakhir pada metastasis sel-sel ganas (Eipstein dan Lotan, 2015).

Perubahan epigenetik berupa hipermetilasi gen gluthatione S-transferase

(GSTP1) paling sering terjadi pada kanker prostat. Hipermetilasi ini menyebabkan

down-regulation gen GSTP 1 yang penting untuk mencegah kerusakan luas akibat

karsinogen. Gen-gen lain yang mengalami silencing akibat modifikasi histon pada

karsinoma adenum asinus prostat adalah sejumlah tumor suppressor gene seperti

PTEN, RB, p16/INK, MLH1 dan adenomatous polyposis coli (APC) (Eipstein dan

Lotan, 2015).

Perkembangan karsinoma adenum asinus prostat juga dipengaruhi oleh

peranan inherited polymorphism. Laki-laki dengan riwayat keluarga karsinoma

adenum asinus prostat berisiko mengalami karsinoma adenum asinus prostat

lebih tinggi dan cenderung timbul pada usia yang lebih muda. Germline mutation

pada tumor suppressor gene Breast Cancer Antigen 2 (BRCA2) meningkatkan

risiko seseorang sebanyak 20 kali lipat untuk mengalami karsinoma adenum

65

asinus prostat namun peningkatan risiko karsinoma adenum asinus prostat

familial sebagian besar terjadi karena adanya variasi pada lokus-lokus gen

tertentu. Beberapa penelitian juga mengidentifikasi sejumlah lokus yang berkaitan

dengan peningkatan risiko terjadinya karsinoma adenum asinus prostat seperti

8q24. Sejumlah kandidat gen pada region ini terlibat pada innate immunity

sehingga menimbulkan pemikiran bahwa inflamasi memiliki peranan dalam

perkembangan karsinoma adenum asinus prostat seperti pada proses keganasan

lainnya (Eipstein dan Lotan, 2015).

Seperti halnya kanker solid ditempat lain, karsinoma adenum asinus prostat

juga memiliki perilaku agresif seperti invasi dan metastasis ke organ lain terutama

metastasis ke tulang. Sebuah penelitian menunjukkan sekitar 80% pria yang

meninggal karena karsinoma adenum asinus prostat mengalami metastasis ke

tulang. Selain ke tulang, karsinoma adenum asinus prostat juga bisa mengalami

metastasis ke hepar, paru dan otak. Metastasis karsinoma adenum asinus prostat

melibatkan beberapa tahap diantaranya angiogenesis, migrasi lokal, invasi,

intravasasi, sirkulasi dan ekstravasasi sel tumor kemudian kolonisasi dan

angiogenesis di organ yang lain (Jin et al., 2011).

Secara umum proses invasi dan metastasis membutuhkan interaksi antara sel

kanker dengan tiga lingkungan mikro yang berbeda yaitu organ primer, sirkulasi

dan organ target dimana sel kanker metastasis dapat berkembang. Keberhasilan

sel kanker untuk metastasis tergantung pada beberapa tahap salah satunya adalah

degradasi matriks ekstraselular (ECM) (Kumar et al., 2015). Kelompok proteinase

yang sangat berhubungan dengan proses degradasi ini adalah urokinase-type

66

plasminogen activator (uPA) dan matriks metalloproteinase seperti MMP-9.

Enzim ini berada dalam bentuk inaktif dan dapat diaktifkan oleh MMP-2 (Jin et

al., 2012)

Sebuah penelitian mendapatkan, pada karsinoma adenum asinus prostat ,

kadar MMP-9 dan rasio MMP-2/MMP-9 terhadap inhibitornya (TIMP-1) relatif

meningkat dibandingkan epitel prostat normal. Sejauh ini kadar dan rasio tersebut

berhubungan dengan tingginya skor Gleason dan kelangsungan hidup penderita

yang buruk. Sehingga baik MMP-9 maupun MMP-2 dikatakan dapat berfungsi

sebagai marka prognosis pada karsinoma adenum asinus prostat (Jin et al.,

2012).

2.2.5 Morfologi dan Grading Karsinoma Invasif

Secara histologis sebagian besar kanker prostat adalah adenokarsinoma. Terdapat

beberapa temuan histologis yang mendasari diagnosis karsinoma adenum asinus

prostat diantaranya arsitektur kelenjar, gambaran inti dan temuan histologis lain

seperti invasi perineural. Arsitektur kelenjar tampak berukuran lebih kecil

dibandingkan kelenjar normal dan dilapisi oleh selapis epitel kuboid atau

kolumnar rendah tanpa lapisan sel basal. Kelenjar tampak kehilangan struktur

branching dan papillary infolding serta tersusun lebih padat dan bertumpuk.

Sitoplasma sel tumor berwarna jernih pucat hingga amphophilic. Inti sel

berukuran besar dan mengandung satu hingga lebih anak inti yang juga berukuran

besar. Bentuk dan ukuran inti dapat bervariasi tapi secara umum pleomorfia inti

pada sel tumor tidak tampak jelas. Mitosis juga jarang ditemukan (Gambar 2.4)

(Eipstein dan Lotan., 2015).

67

Gambar 2.4

a. Fokus kecil karsinoma adenum asinus prostat diantara kelenjar jinak berukuran

besar. b. Kelenjar ganas berukuran kecil dengan inti besar, anak inti menonjol dan

sitoplasma gelap, bila dibandingkan dengan kelenjar jinak besar (kiri atas)

(Eipstein dan Lotan, 2015)

Derajat diferensiasi karsinoma adenum asinus prostat dinilai menggunakan

Gleason Grading System. Sistim ini menilai karsinoma adenum asinus prostat

berdasarkan pola arsitektur dari tumor (Tabel 2.1). Arsitektur primer (pola

arsitektur terbanyak dalam tumor) maupun sekunder (pola arsitektur kedua

terbanyak dalam tumor) dibagi menjadi 5 pattern yaitu pattern 1 hingga 5, dimana

pattern 1 menunjukkaan diferensiasi paling baik sedangkan 5 menunjukkan

diferensiasi paling buruk (Gambar 2.5). Grading tumor ditentukan dengan

menjumlahkan dua pola yang terbanyak dan dilaporkan dalam bentuk Gleason

score. Bila tumor memiliki satu pola arsitektur saja maka pola primer maupun

sekunder diberikan pattern yang sama (Eipstein et al., 2011).

A B

68

Tabel 2.1

Kriteria untuk Gleason Grading (Eipstein et al., 2011)

Pattern 1:

Nodul berbatas tegas dari asini berukuran sedang (lebih besar dari kelenjar

di pattern 3), berbentuk bulat oval, uniform, terpisah namun tersusun rapat

Pattern 2:

Menyerupai pattern 1, masih berbatas tegas namun pada tepi nodul dapat

ditemukan infiltrasi yang minimal

Kelenjar-kelenjar tersusun lebih longgar dan tidak uniform seperti Gleason

pattern 1

Pattern 3:

Discrete glandular unit

Kelenjar-kelenjar berukuran lebih kecil dari Gleason pattern 1 dan Gleason

pattern 2

Menginfiltrasi ke dalam dan diantara asini prostat yang non-neoplastik

Ukuran dan bentuk kelenjar yang sangat bervariasi

Pattern 4:

Kelenjar mikroasinar yang berfusi

Kelenjar-kelenjar tidak berbatas tegas dengan lumen kelenjar yang tidak

terbentuk dengan baik

Kelenjar-kelenjar berbentuk kribiform

Hipernefromatoid

Pattern 5:

Tidak ada diferensiasi glandular, terdiri dari lembaran solid, cord, atau sel-

sel tunggal

Komedokarsinoma dengan nekrosis sentral dikelilingi oleh massa berbentuk

papiler, kribiform atau solid

69

Gambar 2.5

Gambar skematik Gleason Grading System (Kiri: Gleason grading original;

kanan: Gleason grading modifikasi)

(Brimo et al., 2013)

Gleason pattern 1 terdiri dari nodulus-nodulus yang berbatas tegas yang

tersusun dari kelenjar-kelenjar prostat neoplastik yang uniform, single, terpisah-

pisah, dan tersusun padat (Gambar 2.6) (Eipstein et al., 2011).

Gleason pattern 2 memiliki gambaran mikroskopis yang hampir menyerupai

Gleason pattern 1 dan masih berbatas tegas namun terdapat infiltrasi minimal dari

kelenjar-kelenjar prostat neoplastik pada tepi-tepi tumor ke jaringan sekitar.

Kelenjar-kelenjar prostat neoplastik tersebut tersusun lebih longgar dan dengan

ukuran sedikit lebih bervariasi apabila dibandingkan dengan Gleason pattern 1

(Gambar 2.7) (Eipstein et al., 2011).

Karsinoma adenum asinus prostat dengan Gleason pattern 3 terdiri dari

kelenjar-kelenjar prostat neoplastik tunggal, terpisah-pisah dengan ukuran dan

70

bentuk yang sangat bervariasi dan berukuran lebih kecil dari Gleason pattern 1

dan 2. Kelenjar-kelenjar neoplastik tersebut infiltratif diantara kelenjar prostat

normal (Gambar 2.8) (Eipstein et al., 2011).

Gleason pattern 4 sebelumnya hanya terdiri dari kelenjar dengan bentukan

hypernefromatoid saja. Namun saat ini ditambahkan pula kelenjar-kelenjar

berbentuk kribiform, fused gland atau kelenjar dengan batas yang tidak jelas

dengan lumen kelenjar yang tidak teratur. Kelenjar-kelenjar prostat neoplastik

pada Gleason pattern 4 tidak lagi single dan terpisah-pisah seperti pada Gleason

pattern 1 hingga 3 (Gambar 2.9) (Eipstein et al., 2011).

Karsinoma adenum asinus prostat dengan Gleason pattern 5 hanya

memperlihatkan sedikit sekali bentukan kelenjar dan lebih banyak mengandung

struktur lembaran solid, cords, sarang-sarang, atau sel-sel single. Tumor dengan

sarang-sarang solid dan kelenjar kribiform dengan komedo nekrosis sentral

diklasifikasikan ke dalam Gleason pattern 5. Sarang-sarang solid dengan

mikroasinar yang samar atau dengan beberapa bentukan kelenjar juga dianggap

masih merupakan bagian dari Gleason pattern 5 (Gambar 2.10) (Eipstein et al.,

2011)

71

Gambar 2.6

Karsinoma adenum asinus prostat Gleason pattern 1 (Eipstein et al., 2011)

Gambar 2.7.

Karsinoma adenum asinus prostat Gleason pattern 2 (Eipstein et al., 2011)

72

Gambar 2.8

Karsinoma adenum asinus prostat Gleason pattern 3 (Eipstein et al., 2011)

Gambar 2.9

Karsinoma adenum asinus prostat Gleason pattern 4 (Eipstein et al., 2011)

73

Gambar 2.10

Karsinoma adenum asinus prostat Gleason pattern 5 (Eipstein et al., 2011)

Gleason grading system merupakan salah satu indikator prognostik kuat pad

karsinoma adenum asinus prostat . Skor Gleason berhubungan dengan semua

parameter patologis pada sediaan prostatektomi radikal, prognosis setelah

prostatektomi radikal dan keluaran setelah radioterapi. Derajat diferensiasi juga

sangat mempengaruhi pilihan terapi definitif, penanganan dan terapi spesifik

yang akan diberikan (Eipstein et al., 2011)

Derajat diferensiasi histopatologi menurut WHO dikelompokkan menjadi

empat sesuai dengan skor Gleason yaitu tumor dengan derajat yang tidak dapat

ditentukan (GX), tumor berdiferensiasi baik dengan skor Gleason 2-4 (G1), tumor

diferensiasi sedang dengan skor Gleason 5-6 (G2), dan tumor dengan diferensiasi

buruk/tidak berdiferensiasi dengan skor Gleason 7-10 (Sakr et al., 2004).

Adapula yang mengelompokkan menjadi lima kelompok yaitu skor Gleason

2-6 (diferensiasi baik), skor Gleason 3+4=7 (diferensiasi sedang), skor Gleason

74

4+3=7 (diferensiasi sedang-buruk), skor Gleason 8 (diferensiasi buruk) dan skor

Gleason 9-10 (tidak berdiferensiasi). Skor Gleason 7 dikatakan memiliki

prognosis yang lebih buruk dibandingkan skor Gleason 5-6, namun memiliki

prognosis yang lebih baik dibandingkan skor Gleason 8-10. Dikatakan pula skor

Gleason 2-4, 5 atau 6 dapat diberikan terapi yang sama (Eipstein et al., 2011).

Sementara European Urological Association menggunakan Gleason score

bersama-sama dengan klasifikasi TNM dan PSA untuk menentukan prognosis

pada karsinoma adenum asinus prostat (Heidenreich et al., 2012).

2.2.6 Marka Biologi Karsinoma adenum asinus prostat

Prostatic specific antigen (PSA) adalah petanda biologi penting dan sering

digunakan pada kanker prostat, baik sebagai screening maupun untuk

memperkirakan kekambuhan penyakit. Petanda biologi penting lainnya seperti

EZH-2(enhancer of zeste-2) yang berkaitan dengan hilangnya E-cadherin; alpha-

methlyacyl-CoA racemase (AMACR) dan PCA (Eipstein dan Lotan, 2015). PSA

dihasilkan oleh sel epitel pelapis duktus dan asini prostat dan secara normal

disekresikan ke dalam sistem duktal (Bjartell et al., 2011). Gen PSA atau dengan

nama lain Human Kallikrein 3 (KLK3) berlokasi pada kromosom 19q 13-4 dan

androgen regulated transcription-nya dihasilkan melalui sintesa prekursor PSA

asam amino 26 (Bjartell et al., 2011). Prekursor menjadi aktif karena pelepasan

proteolitik dari a small amino-terminal fragment. Perubahan dari pro PSA menjadi

PSA aktif membutuhkan exogenous prostatic protease seperti hK2, prostin

(hK15), protease (hK4) atau trypsin (Sakr et al., 2004).

75

Fungsi PSA adalah untuk mencairkan cairan semen pada saat ejakulasi. PSA

dapat dideteksi pada serum maupun sampel darah pasien. Pada pria normal, PSA

yang beredar didalam serum hanya sedikit, dengan cut off point sebesar 4ng/ml

(Eipstein dan Lotan, 2015). PSA ini berbentuk komplek PSA yang mengandung

PSA bebas dan 2 kelompok utama protease inhibitor ekstraselular yang disintesis

di dalam hepar. PSA merupakan suatu serin protease yang berikatan dengan α-1-

anti-chymotrypsin (ACT) dan α-2-macroglobulin (AMG) di dalam serum (Bickers

et al., 2009). Ikatan PSA dan ACT dapat dideteksi di dalam serum dengan

menggunakan antibodi monoklonal. Selain pada kanker prostat, kadar PSA juga

dapat meningkat pada kondisi prostatitis, infark dan saat ejakulasi (Eipstein et al.,

2011).

Secara umum serum PSA berhubungan dengan besarnya ukuran tumor,

stadium patologi yang sudah lanjut dan derajat tumor yang lebih tinggi. Meskipun

sel tumor dengan derajat yang lebih tinggi menghasilkan lebih sedikit serum PSA

dibandingkan tumor dengan derajat lebih rendah, secara keseluruhan , tumor

dengan diferensiasi buruk memiliki tingkat serum PSA yang lebih tinggi karena

ukuran tumor tersebut cenderung lebih besar (Eipstein et al., 2011). Namun pada

tumor dengan derajat yang sangat tinggi dan diferensiasi buruk justru

menunjukkan serum PSA yang sangat rendah sehingga diperlukan pemeriksaan

tambahan terbaru seperti antibody anti-PSMA dan P501S (Bickers et al., 2009;

Eipstein et al., 2011).

Metode yang dapat diterapkan dalam menginterpretasi nilai PSA antara lain :

menghitung rasio serum PSA dan volume kelenjar (PSA density), rasio PSA bebas

76

dan terikat di dalam serum, menentukan tingkat perubahan PSA dalam hitungan

waktu (PSA velocity), dan menentukan nilai PSA yang disesuaikan dengan usia

(Age Specific PSA). PSA density (PSAD) dikatakan lebih berguna dalam

menetukan adanya kanker dibandingkan PSA saja. Hal ini dikarenakan sel-sel

kanker menghasilkan lebih banyak PSA per gram jaringan(Eipstein dan Netto,

2010). Nilai PSAD normal sebesar ≤ 0,050 ng/ml/cm3, intermediate 0,051-0,099

ng/ml/cm3, dan patologis sebesar ≥ 0,1 ng/ml/cm

3 . PSA velocity mengalami

peningkatan pada kanker prostat dibandingkan prostat normal. Untuk

mendapatkan hasil yang akurat serum PSA velocity harus dihitung paling tidak

sebanyak tiga kali dalam kurun waktu 18 bulan (Sakr et al., 2004). Age Specific

PSA dapat digunakan sebagai metode screening pada kanker prostat (Eipstein dan

Netto, 2010). Kadar PSA usia 40-49 tahun nilai maksimalnya sebesar 2,5ng/ml,

50-59 tahun sebesar 3,5ng/ml, 60-69 tahun sebesar 4,5ng/ml dan 6,5ng/ml untuk

usia 70-79 tahun. Peningkatan PSA sebanyak 0,75ng/ml pertahun menunjukkan

perubahan yang signifikan antara pria tanpa kanker prostat dan pria dengan kanker

prostat. Pemeriksaan dikatakan valid apabila pemeriksaan dilakukan paling tidak

sebanyak tiga kali selama periode 1,5 hingga 2 tahun (Eipstein dan Lotan, 2015).

PSMA (Prostat Spesific Membrane Antigen) adalah suatu membrane-bound

glycoprotein yang memiliki spesifisitas tinggi untuk mendeteksi adanya sel epitel

prostat jinak maupun ganas. Antigen ini spesifik untuk mendiagnosis dan

menentukan terapi kanker prostat karena terekspresi pada semua stadium tumor

(Bjartell et al., 2011). Pemeriksaan PSMA dilakukan dengan menggunakan

77

antibodi monoklonal dimana peningkatan konsentrasinya berhubungan dengan

kanker prostat (Sakr et al., 2004).

PSA merupakan petanda tumor yang paling sering digunakan. Nilai total

PSA(tPSA), PSA bebas (fPSA) dan PSA kompleks dengan ACT adalah faktor

prognostik independent untuk menentukan rata-rata lamanya hidup pasien. Kadar

serum PSA merupakan prognostik kuat pada pasein yang mendapatkan radioterapi

dan dapat memberikan nilai tambahan pada faktor prognostik independent lain

seperti stadium dan derajat tumor. Peningkatan kadar PSA setelah prostatektomi

radikal mengindikasikan adanya kemungkinan kekambuhan penyakit. Penelitian

yang dilakukan oleh Kuriyama et al menemukan kadar serum PSA sebelum

operasi memiliki kemampuan prediksi yang tinggi untuk menilai kekambuhan

setelah dilakukan radikal prostatektomi (Buhmeida et al., 2006).

2.3 Matriks Metalloproteinase (MMP)

2.3.1 Struktur, Jenis dan Fungsi Umum MMP

Matriks metalloproteinase adalah kelompok endopeptidase yang tergantung pada

zinc. Protein ini terlibat dalam degradasi matriks ekstraselular, serta berperan

penting pada proses fisiologis maupun patologis.Pada keadaan fisiologis MMP

membantu proses morfogenesis, angiogenesis, dan perbaikan jaringan. Sementara

pada proses patologis, MMP terlibat pada terjadinya sirosis, arthritis dan kanker

(Yabluchanskiy et al., 2013; Gong et al, 2014). Jerome Gross dan Charles

Lapiere adalah orang yang pertama kali menemukan MMP pada metamorphosis

ekor kecebong di tahun 1962. Triple helix kolagen didegradasi jika ekor kecebong

78

ditempatkan pada matriks kolagen kecebong yang bermetamorfosis (Loffek et al.,

2011Ansari et al., 2013).

Matriks metalloproteinase mengandung beberapa komponen dengan fungsi

yang berbeda-beda berupa :

1) Pro-peptida yang berperan menjaga enzim dalam bentuk tidak aktif.

Domain ini mengandung “Cystein switch” yakni residu cystein unik dan

selalu terjaga, yang berinteraksi dengan zinc pada bagian aktif. Saat

aktivasi enzim, bagian ini akan dipecah secara proteolitik oleh furin secara

intraseluler atau MMP lainnya dan protease serin secara ekstraseluler.

2) Domain katalitik yang menjadi penanda struktural corak pengikat zinc. Ion

Zn2+, diikat oleh tiga residu histidin membentuk area aktif. Area aktif ini

berjalan secara horizontal melewati molekul sebagai celah dangkal dan

berikatan dengan substrat.

3) Bagian penghubung (hinge region) merupakan sebuah jembatan lentur

atau bagian penghubung yang terbuat dari 75 rantai asam amino berfungsi

untuk menghubungkan domain katalitik dengan domain terminal-C.

Bagian ini sangat penting untuk menjaga stabilitas enzim.

4) Domain terminal-C yang menyerupai hemopexin

( hemopexin like-domain ) merupakan domain yang rangkaiannya

menyerupai protein serum hemopexin. Rantai polipeptida domain ini

tersusun dalam empat lembaran β yang simetris. Permukaan datar yang

disediakan oleh struktur ini dipercaya terlibat dalam interaksi antar protein

79

dan merupakan penentu spesifisitas substrat, contohnya: TIMP berinteraksi

pada area ini (Nagase et al., 2005; Ansari et al., 2013).

Berdasarkan struktur tersebut, MMP diklasifikasikan menjadi empat

kelompok yaitu archetypal MMPs, matrilysins, gelatinases dan furin-activatable

MMPs. Archetypal MMPs terbagi lagi menjadi tiga kelompok kecil sesuai dengan

kandungan subsrat spesifiknya yaitu kolagenase, stromelysin dan kelompok

lainnya. Matrilysins merupakan kelompok MMP yang tidak memiliki hemopexin

domain.Sementara gelatinases mengandung struktur fibronectin berulang didalam

catalytic domain-nya dimana MMP-2 (Gelatinase A) dan MMP-9 ( Gelatinase B )

termasuk didalamnya. Kelompok furin-activatable mengandung furin recognition

motif termasuk diantaranya secreted, membrane type dan type II transmembrane

(Nagase et al., 2005; Gong et al., 2014).

Aktivitas MMP megalami regulasi ketat pada berbagai tingkat sebelum

menjadi bentuk aktif. Regulasi ini terjadi baik pada tingkat mRNA maupun

aktivasi protein melalui aktivator dan inhibitornya serta berbagai sel di lingkunagn

sekitar tumor. Seperti misalnya MMP-9 pada karsinoma prostat mengalami

regulasi melalui interaksi antara sel tumor dengan lingkungan mikro disekitarnya

seperti sel stroma, sel endotel, makrofag maupun sel radang netrofil. Peranan sel

radang seperti makrofag, netrofil, sel mast sel dendritik dan sel T pada inisiasi dan

progresi tumor sudah sangat diakui. Sel tumor mampu menghasilkan faktor-faktor

pro-inflamasi dan MMP yang berperan pada agresivitas tumor (Deryugina dan

Quigley, 2006). Sedangkan inhibitor alami utama untuk MMP adalah TIMP

(tissue inhibitors of matrix metalloproteinases). Keseimbangan antara aktivasi dan

80

inhibisi MMP sangat berpengaruh terhadap fungsi fisiologis dan patologisnya

Kondisi patologis akan timbul jika terjadi ketidakseimbangan tingkat MMP dan

TIMP (Gong et al., 2014). Beberapa faktor transkripsi yang berperan pada

karsinogenesis karsinoma prostat juga terlibat dalam regulasi MMP, antara lain

PTEN dan ETS (Chakrabarti et al., 2006; Yabluchanskiy et al., 2013). Hilangnya

aktivitas faktor tersebut selama progresi tumor menyebabkan peningkatan

aktivitas proteolitik MMP (Ansari et al.,2013).

Fungsi fisiologis MMP tampak signifikan selama perkembangan embriogenik

dimana MMP memegang peranan penting pada proses remodeling matriks

ekstraseluler (ECM) yang merupakan bagian penting dalam pertumbuhan dan

morfogenesis jaringan. Secara sistematis, beberapa fungsi seluler MMP selama

perkembangan dan fisiologis normal, yaitu (sesuai gambar 2.11) (Ansari et al,

2013):

1) Membantu migrasi sel melalui degradasi molekul ECM

2) Mengubah perangai seluler dengan mengubah lingkungan mikro ECM

3) Membantu aktivitas molekul aktif secara biologis dengan pemecahan

langsung, pelepasan dari simpanan, atau memodulasi aktivitas

penghambatnya.

81

Gambar 2.11

Fungsi seluler MMP selama perkembangan dan fisiologis normal

(Ansari et al., 2013)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ketidakseimbangan antara aktivasi

dan inhibisi mengarahkan MMP pada kondisi patologis seperti misalnya

keganasan. Pada kondisi ini MMP dihasilkan langsung oleh sel tumor maupun sel

fibroblast pada stroma dan sel makrofag melalui rangsangan sel tumor (Gialeli et

al., 2010; Kumar et al., 2015). Selanjutnya MMP akan menyebabkan degradasi

komponen ECM pada membran basalis dan jaringan ikat interstisial yang tersusun

atas kolagen, glikoprotein dan proteoglikan. Proses metastasis suatu karsinoma

diawali oleh interaksi antara sel tumor dengan ECM. Pertama-tama sel tumor

harus menembus membran basalis dibawahnya, kemudian melintasi jaringan ikat,

dan secara cepat mencapai sirkulasi dengan cara menembus membran basalis

pembuluh darah. Proses ini berulang lagi jika emboli sel tumor mengalami

ekstravasasi ke tempat jauh. Invasi melalui ECM mengawali kaskade metastasis

82

dan merupakan proses aktif yang melibatkan beberapa tahap, diantaranya

perubahan interaksi sel tumor , degradasi ECM, perlekatan ke komponen ECM,

dan migrasi sel tumor (Kumar et al., 2015).

Tahap pertama proses invasi yaitu disosiasi sel terjadi karena kelainan

molekul adhesi interseluler seperti E-cadherins yang menyebabkan perlekatan

antar sel berkurang sehingga sel mudah terlepas dari tumor peimer dan meluas ke

jaringan sekitarnya. Tahap kedua berupa proses degradasi lokal membran basalis

dan jaringan ikat interstisial. Proses ini melibatkan enzim proteolitik seperti MMP

yang dapat disekresikan langsung dari sel tumor atau dari induksi terhadap sel

stroma seperti fibroblast dan sel inflamasi. Protease lain yang juga disekresikan

yaitu cathepsin D dan urokinase plasminogen activator. Untuk mengatur invasi

tumor, MMP bukan hanya mengubah komponen yang tidak larut pada membran

basalis dan matriks interstisial, tetapi juga melepaskan growth factor yang

disimpan ECM seperti misalnya VEGF (Deryugina dan Quigley, 2006; Bouchet

et al., 2014; Kumar et al., 2015)

2.3.2 Peranan MMP pada Karsinoma Adenum Asinus Prostat

Pada karsinoma adenum asinus prostat terdapat ketidakseimbangan ekspresi MMP

dan TIMP dengan manifestasi berupa hilangnya ekspresi TIMP dan meningkatnya

ekspresi MMP. Peningkatan aktivitas ini bukan hanya memudahkan terjadinya

metastasis namun berperan pula pada proses karsinogenesis seperti proliferasi sel,

apoptosis, angiogenesis dan transisi epitel menjadi jaringan mesenkimal (EMT)

(seperti terlihat pada gambar 2.12) ( Gong et al., 2014).

83

Gambar 2.12

Peranan MMP pada progresi kanker prostat ( Gong et al., 2014)

Seperti yang telah diperkirakan sebelumnya, MMP lebih aktif pada kanker

prostat stadium lanjut yang dibuktikan oleh peningkatan ekpresi MMP seiring

peningkatan skor Gleason ( Lampiran 1). Analisis MMP mRNA, protein serum

dan jaringan kanker prostat menunjukkan peningkatan ekspresi MMP-2, -3, -7, -9,

13, -14, -15 dan -26 berhubungan dengan kanker stadium lanjut atau metastasis,

sementara ekspresi MMP-1 berhubungan dengan tumor derajat rendah dan

sedikitnya insiden invasi ( Gong et al., 2014 ).

Interaksi antara MMP-2,-7,-9 dan -14 memainkan peranan penting pada

progresifitas kanker prostat. MMP-2 dan MMP-9 disekresikan dalam bentuk

proenzim baik oleh sel tumor maupun sel fibroblas di dalam lingkungan mikro

tumor. MT1-MMP(MMP-14) yang terekspresi pada membran sel tumor secara

spesifik mengaktifkan proMMP-2 laten pada permukaan sel tumor dengan

membentuk komplek bersama TIMP-2. Aktivasi MMP-2 dapat mengaktifkan

84

proMMP lainnya seperti MMP-9 melalui pemecahan enzimatik. MMP-7 yang

dikeluarkan oleh sel tumor dan osteoklas bersama dengan MMP-14 mampu

memecah reseptor aktivator ligan NF-κB di permukaan osteoblas dan meghasilkan

RANKL terlarut. Hal ini menyebabkan aktivasi osteoklas pada dan disekitar tulang

yang berdekatan dengan tumor dan menimbulkan degradasi tulang (Gambar 2.13)

( Gong et al., 2014 ).

Gambar 2.13

Interaksi antara MMP-2, -7, -9 dan -14 pada perkembangan kanker prostat ( Gong

et al, 2014 )

2.3.3 Matriks Metalloproteinase 9 (MMP-9/Gelatinase) dan Peranannya

pada Karsinoma Prostat

Matriks metalloproteinase-9 dikenal sebagai enzim metallo-multidomain yang

mampu mendegradasi matriks ekstraselular selama proses invasi dan metastasis.

85

Secara struktural MMP-9 termasuk dalam kelompok gelatinase B dengan catalytic

site tersusun atas domain pengikat logam yang dipisahkan dari active site oleh

ulangan tiga fibronektin yang memfasilitasi degradasi substrat besar seperti elastin

dan penghancuran kolagen (Patil dan Kundu, 2006). Dalam regio ini, asam amino

Asp309, Asn319, Asp232, Tyr320 dan Arg3076 penting untuk pengikat gelatin.

Catalytic site tetap dipertahankan dalam bentuk tidak aktif oleh amino-terminal

pro-peptide PRCGXPD, dengan koordinasi cysteine bersama katalitik Zn2+.

Ujung terminal COOH dari MMP-9 mengandung domain hemopexin yang

mengatur ikatan dengan substrat, berinteraksi dengan inhibitor dan membantu

ikatan ke permukaan sel. Domain O-glycosylated sentral memberikan fleksibilitas

molekuler, mengatur spesifisitas substrat MMP-9 invasi yang bergantung MMP-9,

interaksi dengan TIMP dan lokalisasi permukaan sel. Domain ini membantu

pergerakan MMP-9 sepanjang substrat makromolekuler dan melepaskan ikatan

kolagen sebelum dipecahkan oleh enzim lainnya (Farina dan Mackay, 2014; Gong

et al., 2014).

Gambar 2.14

Struktur MMP-9 (Gelatinase B) (Gong et al., 2014)

Matriks metalloproteinase-9 dihasilkan baik oleh sel tumor maupun sel

disekitar lingkungan tumor seperti sel fibroblast di stroma, sel endotelial, sel

polimorfonuklear (PMN), keratinosit, makrofag dan beberapa sel epitel (Verma

dan Hansch, 2006; Gong et al., 2014). Akibatnya aktivasi dan produksi MMP-9/

86

gelatinase B sangat dipengaruhi oleh interaksi komponen tersebut diatas. Selain

fungsinya dalam proses metastasis, MMP 9 juga memainkan peran penting pada

proses fisiologis seperti penyembuhan luka. Inhibisi terhadap aktivitas enzimatik

MMP-9 dilakukan oleh inhibitor protease sistemik α2-makroglobulin, anggota

famili TIMP dan antagonis terhadap domain hemopexinnya sendiri (Vempati et

al., 2007; Farina dan Mackay, 2014; Gong et al, 2014). Mekanisme yang

menyebabkan ketidakseimbangan antara MMP-9 dan TIMP terutama TIMP-1

mengarahkan MMP-9 untuk terlibat dalam proses patologis tumor (Gialeli et al.,

2010; Farina dan Mackay, 2014; Gong et al, 2014). . Kegagalan pertumbuhan

karsinoma adenum asinus prostat pada tulang kalvaria seekor tikus percobaan

membuktikan pengaruh enzim tersebut terhadap progresifitas sel tumor (Farina

dan Mackay, 2014; Gong et al, 2014).

Saat ini diketahui MMP-9 bukan hanya memiliki kemampuan dalam

mendegradasi kolagen tipe IV, komponen utama dari membran basalis epitel dan

vaskuler; fibronektin dan gelatin yang memegang peranan penting dalam proses

invasi dan metastasis, namun juga memiliki potensi pro-onkogenik antara lain

transformasi neoplastik, inisiasi tumor dan instabilitas genetik. MMP-9 dapat

menempati inti sel, meskipun memiliki sinyal lokalisasi inti klasik yang rendah

dan aktivitas gelatinase inti menyatu dengan peningkatan fragmentasi DNA.

Gelatinase inti ini mendegradasi matriks protein inti yaitu PARP (poly-ADP-

ribose-polymerase) dan menghindarkannya dari proses perbaikan DNA (Gialeli et

al., 2010; Farina dan Mackay, 2014).

87

Matriks metalloproteinase-9 dan TIMP-1 terekspresi dalam jumlah besar di

dalam berbagai tipe sel dan disekresikan dalam bentuk komplek pro-MMP-9/TIMP-1.

Lingkungan tumor yang mengandung sel tumor, stroma, dan elemen radang

memberikan kontribusi dalam menjaga stabilitas kompleks tersebut. Infiltrasi netrofil

pada tumor menyebabkan keluarnya MMP-9 yang tidak terikat TIMP dan

memfasilitasi perubahan sifat sel tumor (Gialeli et al., 2010; Farina dan Mackay,

2014; Vandooren et al., 2013). Pada kanker prostat peningkatan ekspresi MMP-9 in

vitro terjadi akibat pengaruh kemokin (Farina dan Mackay, 2014).

Gambar 2.15

Peranan MMP-9 yang tidak terikat TIMP yang berasal dari sel radang PMN sel

tumor dalam inisiasi tumor dan promosi instabilitas genetik. melalui degradasi

matriks ekstraseluler (ECM), pelepasan dan aktivasi kemokin, sitokin dan growth

factor ( Farina dan Mackay, 2014)

Peranan MMP-9 yang berasal dari sel radang netrofil juga tampak pada inisiasi

adenoma intestinal. Ini dibuktikan oleh penurunan lesi adenoma sebanyak 40% pada

heterozygous APC (APC-min) knockout mice yang mengalami defisiensi MMP-9.

Pada tumor hepar MMP-9 dilaporkan menginisiasi sel tumor melalui pelepasan

proteolitik dan aktivasi TGFβ dan VEGF. Sementara pada epitel payudara manusia,

88

MMP-9 meningkatkan ekspresi onkoprotein HER2/Neu, menghambat apoptosis, dan

menyebabkan transformasi fenotip sel normal dimana ekspansi klonal sel ini

merupakan langkah penting proses progresifitas tumor (Farina dan Mackay, 2014).

Stem cell niche merupakan lokasi spesifik dan unik yang mengatur jumlah, self-

renewal dan pembelahan stem cell baik pada sel normal maupun sel tumor. Pada sel

tumor stem cell niche ini mempengaruhi heterogenitas tumor, metastasis dan

resistensi terapi yang diregulasi oleh kondisi-kondisi di dalam tumor dan didukung

oleh stress yang berhubungan dengan tumor seperti misalnya hipoksia. MMP-9

dikatakan berimplikasi terhadap perubahan perilaku stem cell niche dan sumsum

tulang. MMP-9 mendegradasi matriks ekstraselular stem cell niche sehingga

menyebabkan aktivasi dan mobilisasi stem cell hemopoetik. Hal ini difasilitasi oleh

perubahan bentuk stem cell terikat membran menjadi stem cell bebas yang mampu

meningkatkan promosi c-KIT terkait proliferasi sel. MMP-9 juga melepaskan stem

cell prekursor sel endothelial dari sumsum tulang yang berkontribusi dalam

angiogenesis. Interaksi antara stroma-derived factor (SDF)-1 dan reseptor kemokin

CXCR4 penting dalam fungsi sel progenitor dan induksi ekspresi MMP-9 (Gong et

al, 2014 ).

Matriks metalloproteinase-9 juga dikenal sebagai gen penting yang

berhubungan dengan proses transisi epitel menjadi mesenkimal (EMT) dan sekaligus

menjadi penyebab EMT (Gialeli et al., 2010). Ini merupakan proses perubahan sel

epitel yang tidak dapat bergerak menjadi sel mesenkimal yang mampu bergerak.

Proses ini penting pada pertumbuhan (tipe 1), penyembuhan luka normal atau fibrosis

patologis (tipe 2) dan proses metastasis sel kanker (tipe 3). EMT tipe 3 fundamental

untuk progresi tumor menjadi metastasis, dan baik reaktivasinya dalam dediferensiasi

89

sel kanker maupun aktivasi dalam stem cell, mampu menginduksi fenotip dan

motilitas sel kanker menjadi invasif (Farina dan Mackay, 2014).

Gambar 2.16

Transisi epitelial menjadi mesenkimal (EMT) yang dipicu MMP-9 (Farina dan

Mackay, 2014)

Pembentukan pembuluh darah baru adalah suatu proses terstruktur dan

tergantung pada faktor angiogenik mitogenik dan non-mitogenik serta melibatkan

perubahan matriks, migrasi sel, regulasi interaksi antara sel vaskular dengan matriks.

Neovaskularisasi tumor sangat fundamental dalam ekspansi tumor primer, menjadi

metastasis. Tidak seperti pembuluh darah di jaringan normal, pembuluh darah pada

tumor cenderung imatur. MMP-9 merupakan molekul pro-angiogenik dan memicu

aktivitas angiogenik pada pembuluh darah yang pasif (Patil dan Kundu, 2006; Farina

dan Mackay, 2014).

Matriks metalloproteinase-9 yang berasal dari netrofil meregulasi proliferasi

perisit, apoptosis, pengambilan dan mobilisasi sumsum tulang yang mengandung

prekursor angiogenik ke stroma tumor sehingga meningkatkan proses angiogenik dan

vaskulargenik. Pada saat proses angiogenik oleh sel tumor terjadi, MMP-9 juga

90

memicu tombol angiogenik melalui mobilisasi dan aktivasi mitogen angiogenik dari

matriks penyimpanannya. Proses ini difasilitasi oleh pelepasan MMP-9 yang tidak

terikat TIMP-1 dari netrofil yang bertindak bukan hanya sebagai faktor angiogenik

nanomolar poten namun mampu pula melepaskan faktor pertumbuhan FGF dan

VEGF dari matriks (Patil dan Kundu, 2006; Gialeli et al., 2010; Farina dan Mackay,

2014).

Gambar 2.17

Peranan MMP-9 bebas TIMP dari sel radang PMN, MMP-9 tumor/ stroma

onkogen dan hipoksia dalam mengaktifkan angiogenesis

(Farina dan Mackay, 2014)

Limfangiogenesis merupakan komponen penting pada perkembangan dan

metastasis tumor. pembuluh limfe menyediakan jalur untuk penyebaran sel tumor ke

tempat yang lebih jauh. Pada kanker di lambung, MMP-9 dilaporkan terlibat dalam

induksi limfangiogenesis dan menyebabkan penyebaran sel tumor melalui jalur

limfatik. Bahkan MMP-9 yang berasal netrofil mampu meningkatkan bioavailibilitas

dan biaktivitas dari VEGF-A serta bersama-sama dengan VEGF-C memberikan

91

implikasi pada limfangiogenesis dan metastasis melalui jalur limfatik pada kanker

payudara (Gialeli et al., 2010; Farina dan Mackay, 2014)

Progresi tumor primer hingga menjadi tumor metastasis merupakan suatu proses

yang kompleks. MMP-9 memegang peranan penting pada hampir setiap tahap proses

progresifitas tersebut.

Gambar 2.18

Kaitan MMP-9 dengan kemampuan metastasis tumor (Farina dan Mackay, 2014)

Ekspresi dan lokalisasi MMP-9 pada kanker prostat dikatakan berbeda-beda

pada berbagai literatur. Beberapa penelitian mendeteksi mRNA MMP-9 hanya di

dalam sel makrofag di area inflamasi maupun di area yang mangandung sel tumor

derajat tinggi. Sebaliknya, Trudel et al melaporkan MMP-9 terekspresi

intraselular dan di dalam sitosol pada 94,1% sel kanker prostat. Ekspresi ini

berkaitan langsung dengan skor Gleason namun tidak dengan prognosis.

Perbedaan ekspresi ini sebagian dapat disebabkan karena perbedaan derajat invasi

sel kanker pada sampel yang digunakan dalam penelitian atau karena sensitivitas

metode pemeriksaan yang digunakan. Penelitian pada jaringan prostat segar dari 22

92

prostatektomi radikal menemukan aktivitas kolagenolitik dan gelatinolotikyang relatif

lebih rendah dibandingkan keganasan di tempat lain seperti misalnya pada karsinoma

sel basal (Gong et al.,2014).

Ekpresi abnormal MMP-9 bebas di permukaan sel diperkirakan berkontribusi

pada peningkatan pertumbuhan kanker prostat, metastasis dan angiogenesis. LNCaP,

DU-145 dan PC-3 adalah jalur sel pada kanker prostat yang secara berurutan

menunjukkan potensial metastasis yang rendah, sedang dan tinggi pada penelitian

kemampuan invasi Matrigel. Ekspresi MMP-9 pada sel PC-3 menunjukkan

peningkatan bila dibandingkan dengan sel LNCaP dan DU-145 dan ini berhubungan

dengan aktivitas invasi sel tersebut. Ekspresi stabil MMP-9 pada sel LNCaP

metastasis menghasilkan peningkatan aktivitas MMP-9 dan berhubungan dengan

peningkatan kemampuan metastasis. Silencing MMP-9 yang dimediasi oleh SiRNA

menghambat invasi Matrigel, angiogenesis in vitro dan menginduksi apoptosis pada

sel DU-145 dan PC-3 (Jin et al., 2011).

Keterlibatan MMP-9 pada regulasi angiogenesis terbukti dengan adanya

hambatan ekspresi gen faktor proangiogenik seperti VEGF dan intercellular adhesion

molecule-1(ICAM-1) pada ablasi antisense MMP-9 dalam sel DU-145 dan PC-3.

Defisiensi MMP-9 juga meningkatkan pelepasan angiostatin, suatu protein yang

menekan angiogenesis dan menurunkan seksresi VEGF pada sel PC-3. MMP-9 juga

dapat mengaktifkan urokinase plasminogen activator (uPA), serpin protease nexin-1

(PN-1) dan protein lain yang berkaitan dengan proses invasi dan angiogenesis. Kultur

sel kanker prostat dengan sel endothelial secara signifikan meningkatkan ekspresi

MMP-9 yang berdampak pada invasi sel kanker melalui peningkatan sekresi IL-6

oleh sel endothelial. Hal ini diduga karena adanya efek autokrin dan parakrin dari

93

faktor pertumbuhan atau sitokin yang disekresikan oleh sel tumor, sel stroma dan sel

radang dilingkungan sekitar tumor (Gong et al., 2014). Sel PC-3P metastatik dengan

ekspresi IL-8 tinggi menggambarkan peningkatan regulasi mRNA MMP-9 dan

aktivitas kolagenase in vitro menyebabkan peningkatan invasi melalui jalur Matrigel.

Bombesin, suatu hormone neuropeptide yang ada pada kanker prostat merangsang

sekresi MMP-9 pada sel kanker prostat. Pada jaringan tumor ekspresi MMP-9 dan

bombesin ditemukan hampir pada populasi sel kanker yang sama dan berhubungan

dengan derajat tumor yang tinggi. Fibroblast growth factor-inducible 14 (Fn14),

suatu reseptor transmembran yang berikatan dengan TWEAK, menyokong progresi

kanker prostat yang tidak tergantung androgen melalui MMP-9 dan dihubungkan

dengan hasil pengobatan yang buruk. Hilangnya prostate derived ETS factor (PDEF),

suatu tumor suppressor, dikatakan berhubungan dengan peningkatan ekspresi MMP-9

pada kanker prostat yang agresif. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa PDEF

mampu menekan ekspresi mRNA MMP-9 sehingga mengurangi kemampuan invasi

sel kanker prostat (Gong et al., 2014).

Matriks metalloproteinase-9 mengalami regulasi negatif dimana suplementasi

androgen signifikan mengurangi sekresi dan aktivitas MMP-9 pada sel kanker prostat

dengan reseptor androgen positif yang tumbuh pada media tanpa androgen.

Sebaliknya, pemberian flutamide justru meningkatkan ekspresi MMP-9 pada tikus

percobaan. Penelitian in vitro dan in vivo yang membandingkan efek terapi deprivasi

androgen pada kanker prostat metastasis menunjukkan bahwa anti androgen bukan

hanya mampu menekan pertumbuhan sel kanker namun dapat meningkatkan invasi

sel kanker prostat melalui jalur TGF-β1/Smad3/MMP-9. Sementara penelitian sel

kultur dan in vivo dengan anti-AR compound terbaru, ASC-J9 dan cryptotanshinone

94

menunjukkan penekanan pertumbuhan dan invasi melalui regulasi negatif ekspresi

MMP-9 (Gong et al., 2014).

2.3.4 Ekspresi MMP-9 pada Karsinoma Prostat

Matriks metalloproteinase-9 terekspresi pada sitoplasma sel tumor, sementara pada

sel stroma hanya terpulas lemah. Peningkatan ekspresi MMP-9 ditemukan meningkat

seiring peningkatan skor Gleason namun tidak terdapat perbedaan bermakna antara

tumor dengan skor Gleason < 7 dan kanker derajat tinggi dengan skor Gleason ≥ 7

(Oguic et al., 2014). Pulasan MMP-9 ditemukan pada semua sel tumor dan sebagian

matriks ekstraselular dan ini berkaitan dengan tingginya level MMP-9 di plasma yang

sebanding dengan tingginya skor Gleason (Castellano et al., 2008). Penelitian lain

juga mendapatkan hubungan yang siginifikan antara MMP-9 dan derajat tumor

(Incorvaia et al., 2007).

Sel yang mengekspresikan MMP-9 akan tampak berwarna coklat pada

sitoplasma sel epitel ganas maupun stroma (Gambar 2.19). Penilaian ekspresi

MMP-9 dengan pemeriksaan imunohistokimia dibuat berdasarkan perkalian skor

persentase sel yang terpulas positif dan intensitas pewarnaannya (Oguic et al.,

2014).

95

Gambar 2.19

a. Pulasan positif lemah MMP-9 pada hyperplasia kelenjar prostat. b. Pulasan

positif kuat MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma (Oguic et al.,2014)

2.4 Imunohistokimia

Penentuan ekspresi MMP-9 dilakukan melalui teknik pengecatan

imunohistokimi. Imunohistokimia adalah metode untuk mendeteksi

keberadaan antigen spesifik di dalam sel suatu jaringan dengan menggunakan

prinsip pengikatan antara antibodi (Ab) dan antigen (Ag) pada jaringan hidup

(Anonim, t.t (a)).

Tempat pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi

dengan marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa divisualisasi

secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker. Marker dapat

berupa senyawa berwarna : Luminescence, zat berfluoresensi :

fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodhamin, logam berat : colloidal,

microsphere, gold, silver, label radioaktif, dan enzim : Horse Radish

Peroxidase (HRP) dan alkaline phosphatase (Anonim, t.t (a)).

a b

96

Terdapat dua metode dasar identifikasi antigen dalam jaringan dengan

imunohistokimia, yaitu metode langsung (direct method) dan tidak langsung

(indirect method). Metode langsung (direct method) merupakan metode

pengecatan satu langkah karena hanya melibatkan satu jenis antibodi. Metode ini

cepat dan mudah dilakukan namun kurang sensitif karena amplifikasi sinyalnya

rendah. Sedangkan metode tidak langsung (indirect method) menggunakan dua

macam antibodi, yaitu antibodi primer (tidak berlabel) dan antibodi sekunder

(berlabel). Antibodi primer bertugas mengenali antigen yang diidentifikasi pada

jaringan (first layer), sedangkan antibodi sekunder akan berikatan dengan antibodi

primer (second layer). Antibodi kedua merupakan anti-antibodi primer. Pelabelan

antibodi sekunder diikuti dengan penambahan substrat berupa kromogen.

Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa kimiawi yang dapat

membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa tertentu. Disamping

kedua metode di atas, analisis imunohistokimia juga dapat dilakukan

melalui metode Peroxidase-anti-Peroxidase dan metode Avidin-Biotin-Complex

(ABC) (Anonim, t.t (a)).

Metode Peroxidase-anti-Peroxidase (PAP) adalah analisis imunohistokimia

menggunakan tiga molekul peroksidase dan dua antibodi yang membentuk seperti

roti sandwich. Sedangkan metode Avidin-Biotin-Complex (ABC) adalah metode

analisis imunohistokimia menggunakan afinitas terhadap molekul avidin- biotin

oleh tiga enzim peroksidase. Situs pengikatan beberapa biotin dalam molekul

avidin tetravalen bertujuan untuk amplifikasi dan merespon sinyal yang

disampaikan oleh antigen target (Anonim, t.t (a)).

97

Gambar 2.20

Pengecatan imunohistokimia metode langsung (Anonim, t.t (b))

Gambar 2.21

Pengecatan imunohistokimia metode tidak langsung (Magub, 2011)