BAB II IKM FIX

36
BAB II Tinjauan Pustaka 2. Anemia Pada Ibu Hamil 2.1 Definisi Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 g/dl pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin < 10.5 g/dl pada trimester II (Depkes RI, 2009).Menurut WHO, kejadian anemia dalam kehamilan berkisar antara 20% hingga 89% dengan menetapkan HB 11 d/dl sebagai dasarnya. Nilai Hb yang berkisar antara 9-10 g/dl disebut sebagai anemia ringan, Hb 7-8 g/dl disebut anemia sedang dan HB < 7 g/dl disebut anemia berat. (Manuaba, 2010) Menurut WHO (1997) seseorang dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin pada laki-laki dewasa < 13 g/dl, pada anak umur 12- 13 dan wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl, pada umur 6 bulan sampai 5 tahun dan wanita hamil < 11 g/dl. Pada anak umur 5-11 tahun dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin < 11.5 g/dl. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11g/dl pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 g/dl pada trimester 2, nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena hemodulasi, terutama pada trimester 2 (Cunningham. F, 2005). Data World Health Organization (WHO) 2010, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. Kebanyakan anemia dalam kehamilan di sebabkan oleh defisiensi

description

kedokteran

Transcript of BAB II IKM FIX

BAB IITinjauan Pustaka2.Anemia Pada Ibu Hamil2.1DefinisiAnemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada ibu dan janin menjadi berkurang. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11 g/dl pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin < 10.5 g/dl pada trimester II (Depkes RI, 2009).Menurut WHO, kejadian anemia dalam kehamilan berkisar antara 20% hingga 89% dengan menetapkan HB 11 d/dl sebagai dasarnya. Nilai Hb yang berkisar antara 9-10 g/dl disebut sebagai anemia ringan, Hb 7-8 g/dl disebut anemia sedang dan HB < 7 g/dl disebut anemia berat. (Manuaba, 2010)Menurut WHO (1997) seseorang dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin pada laki-laki dewasa < 13 g/dl, pada anak umur 12-13 dan wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl, pada umur 6 bulan sampai 5 tahun dan wanita hamil < 11 g/dl. Pada anak umur 5-11 tahun dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin < 11.5 g/dl.Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11g/dl pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 g/dl pada trimester 2, nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena hemodulasi, terutama pada trimester 2 (Cunningham. F, 2005).Data World Health Organization (WHO) 2010, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. Kebanyakan anemia dalam kehamilan di sebabkan oleh defisiensi besi dan pendarahan akut, bahkan keduanya saling berinteraksi. Anemia dalam kehamilan merupakan masalah kesehatan yang utama di negara berkembang dengan tingkat morbiditas tinggi pada ibu hamil. Rata-rata kehamilan yang disebabkan karena anemia di Asia diperkirakan sebesar 72,6%.Tingginya pravalensinya anemia pada ibu hamil merupakan masalah yang tengah dihadapi pemerintah Indonesia. Berdasarkan Riskesdas 2013, terdapat 37,1% ibu hamil anemia, yaitu ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari 11,0 gram/dl, dengan proporsi yang hampir sama antara di kawasan perkotaan (36,4%) dan perdesaan (37,8%).Hemoglobin ( Hb ) yaitu komponen sel darah merah yang berfungsi menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh, jika Hb berkurang, jaringan tubuh kekurangan oksigen. Oksigen diperlukan tubuh untuk bahan bakar proses metabolisme. Warna merah pada darah disebabkan oleh kandungan Hb yang merupakan susunan protein yang komplek yang terdiri dari protein, globulin dan satu senyawa yang bukan protein yang disebut heme. Heme tersusun dari suatu senyawa lingkar yang bernama porfirin yang bagian pusatnya ditempati oleh logam besi (Fe).Zat besi merupakan bahan baku pembuat sel darah merah. Ibu hamil mempunyai tingkat metabolisme yang tinggi misalnya untuk membuat jaringan tubuh janin, membentuknya menjadi organ dan juga untuk memproduksi energi agar ibu hamil bisa tetap beraktivitas normal (Sin Sin, 2010).Anemia yang paling sering dijumpai dalam kehamilan adalah anemia akibat kekurangan zat besi. Laporan USAIDs, A2Z, Micronutrient and Child Blindness Project, ACCESS Program, and Food and Nutrition Technical Assistance (2006) menunjukkan bahwa sekitar 50% dari seluruh jenis anemia diperkirakan akibat dari defisiensi besi. Selain itu, defisiensi mikronutrient (vitamin A, B6, B12, riboflavin dan asam folat) dan faktor kelainan keturunan seperti thalasemia dan sickle cell disease juga telah diketahui menjadi penyebab anemia.Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang intake unsur zat besi ke dalam tubuh melalui makanan, karena gangguan absorbsi, gangguan penggunaan atau terlalu banyak zat besi yang keluar dari badan, misalnya pada perdarahan. Keperluan zat besi akan bertambah dalam kehamilan, terutama dalam trimester II hal ini disebabkan meningkatnya kebutuhan janin yang dikandung oleh ibu.Wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg per hari atau 2 kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil. (Fauzia Djamilus dan Nina Herlina, 2004; Ridwan Amirudin, 2004). Jarak kehamilan sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia saat kehamilan. Kehamilan yang berulang dalam waktu singkat akan menguras cadangan zat besi ibu. Pengaturan jarak kehamilan yang baik minimal dua tahun menjadi penting untuk diperhatikan sehingga badan ibu siap untuk menerima janin kembali tanpa harus menghabiskan cadangan zat besinya (Mardliyanti, 2006).Anemia gizi adalah keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit, dan sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial. Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat, dan/atau vitamin B12.Dampak anemia pada kehamilan bervariasi, mulai dari keluhan yang ringan sampai dengan berat. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan efek buruk pada ibu maupun bayi yang akan dilahirkan. Anemia meningkatkan risiko komplikasi pada kehamilan dan persalinan, yaitu risiko kematian maternal, angka prematuritas, BBLR, dan angka kematian perinatal. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah. WHO menyatakan bahwa 40% kematian ibu-ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan (Nina Herlina dan Fauzia Djamilus, 2004). Pada ibu hamil dengan anemia terjadi gangguan penyaluran oksigen dan zat makanan dari ibu ke plasenta dan janin, yang mempengaruhi fungsi plasenta. Fungsi plasenta yang menurun dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin, abortus, partus lama, sepsis puerperalis, kematian ibu dan janin (Cunningham et al., 2005; Wiknjosastro, 2005), meningkatkan risiko berat badan lahir rendah (Karasahin et al, 2006; Simanjuntak, 2008), asfiksia neonatorum (Budwiningtjastuti dkk., 2005), prematuritas (Karasahin et al., 2006).Pertumbuhan janin dipengaruhi oleh ibu, janin, dan plasenta. Plasenta berfungsi untuk nutritif, oksigenasi, ekskresi (Wiknjosastro, 2005; Rompas, 2008). Kapasitas pertumbuhan berat janin dipengaruhi oleh pertumbuhan plasenta, dan terdapat korelasi kuat antara berat plasenta dengan berat badan lahir (Knare et al., 2007). Selain dampak tumbuh kembang janin, anemia pada ibu hamil juga mengakibatkan terjadinya gangguan plasenta seperti hipertropi, kalsifikasi, dan infark, sehingga terjadi gangguan fungsinya. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin (Wiknjosastro, 2005). Sedangkan Agboola (1979) melaporkan bahwa berat plasenta pada ibu hamil dengan anemia adalah lebih tinggi tanpa tergantung dengan jenis anemianya. Selain itu, anemia pada ibu hamil terdapat hipertrofi plasenta dan villi yang mempengaruhi berat plasenta (Robert et al., 2008).Berat plasenta mencerminkan fungsi dan perkembangan plasenta itu sendiri (Asgharnia et al., 2007) dan besar plasenta juga dapat memprediksi kemungkinan terjadinya hipertensi dikemudian hari (Bakker et al., 2007). Ibu hamil dengan anemia sebagai faktor risiko terjadinya pertumbuhan plasenta yang tidak proporsional. Sebaliknya, berat plasenta yang kecil dapat mengindikasikan adanya kekurangan asupan gizi ke plasenta sehingga terjadi hipoksia plasenta yang pada akhirnya mengganggu fungsinya (Robert et al., 2008).

2.2Penyebab AnemiaSecara umum ada tiga penyebab anemia pada ibu hamil, yaitu:2.2.1 Kehilangan Banyak DarahBanyaknya darah yang keluar berperan pada kejadian anemia karena wanita tidak mempunyai persediaan Fe yang cukup dan absorbsi Fe ke dalam tubuh tidak dapat menggantikan hilangnya Fe saat menstruasi. Perdarahan patologis akibat penyakit/infeksi parasit dan saluran pencernaan berhubungan positif terhadap terjadinya anemia.2.2.2 Asupan Fe yang Tidak MemadaiIbu hamil yang kurang patuh mengkonsumsi tablet Fe mempunyai risiko 2,429 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi tablet Fe. Hanya sekitar 25% WUS memenuhi kebutuhan Fe sesuai angka kecukupan gizi yaitu 26 mikogram/hari. Secara rata-rata wanita mengonsumsi 6,5g per hari melalui diet makanan. Kecukupan intake Fe tidak hanya dipenuhi dari konsumsi makanan sumber Fe (daging sapi, ayam, ikan, telur dan lain-lain), tetapi dipengaruhi oleh variasi penyerapan Fe. Variasi ini disebabkan oleh perubahan fisiologis tubuh seperti hamil dan menyusui sehingga meningkatkan kebutuhan Fe bagi tubuh, tipe Fe yang dikonsumsi. Jenis Fe yang dikonsumsi jauh lebih penting daripada jumlah Fe yang dimakan. Heme iron dari Hb dan mioglobin hewan lebih mudah dicerna. Non heme iron yang membentuk 90% Fe dari makanan non daging tidak mudah diserap oleh tubuh.2.2.3 Peningkatan Kebutuhan FisiologiPeningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan dan menyusui. Kebutuhan Fe meningkat selama hamil untuk memenuhi kebutuhan Fe akibat peningkatan volume darah, untuk menyediakan Fe bagi janin dan plasenta, dan untuk menggantikan kehilangan darah saat persalinan. Peningkatan absorps Fe selama trimester II kehamilan membantu peningkatan kebutuhan. Beberapa studi menggambarkan hubungan suplementasi Fe selama kehamilan dan peningkatan konsentrasi Hb pada trimester III kehamilan dapat meningkatkan berat lahir bayi dan usia kehamilan.

2.3 Anemia Fisiologis Dalam Kehamilan Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena ibu hamil mengalami hemodelusi (pengenceran) dengan peningkatan volume 30 % sampai 40 % yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah 18 % sampai 30 % dan hemoglobin sekitar 19 % (Manuaba, 2010).

2.4 Penyebab Anemia Pada Ibu Hamil Penyebab anemia umunya adalah kurang gizi, kurang zat besi, kehilangan darah saat persalinan yang lalu, dan penyakit penyakit kronik (Mochtar, 2004). Dalam kehamilan penurunan kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan disebabkan oleh karena dalam kehamilan keperluan zat makanan bertambah dan terjadinya perubahan-perubahan dalam darah : penambahan volume plasma yang relatif lebih besar daripada penambahan massa hemoglobin dan volume sel darah merah. Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Namun bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Di mana pertambahan tersebut adalah sebagai berikut : plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita hamil tersebut. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia tersebut, keluaran jantung (cardiac output) juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik (Wiknjosastro, 2005 ). Selama hamil volume darah meningkat 50 % dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari uteroplasenta. Ketidakseimbangan antara kecepatan penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak pada trimester kedua ( Smith et al., 2010 ). Pola makan adalah pola konsumsi makan sehari-hari yang sesuai dengan kebutuhan gizi setiap individu untuk hidup sehat dan produktif. Untuk dapat mencapai keseimbangan gizi maka setiap orang harus menkonsumsi minimal 1 jenis bahan makanan dari tiap golongan bahan makanan yaitu Karbohidrat, protein hewani dan nabati, sayuran, buah dan susu.( Bobak, 2005 ). Seringnya ibu hamil mengkonsumsi makanan yang mengandung zat yang menghambat penyerapan zat besi seperti teh, kopi, kalsium ( Kusumah, 2009 ). Wanita hamil cenderung terkena anemia pada triwulan III karena pada masa ini janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan pertama setelah lahir ( Sin sin, 2008).Faktor umur merupakan faktor risiko kejadian anemia pada ibu hamil. Umur seorang ibu berkaitan dengan alat alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 35 tahun. Kehamilan diusia < 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini. Hasil penelitian didapatkan bahwa umur ibu pada saat hamil sangat berpengaruh terhadap kajadian anemia (Amirrudin dan Wahyuddin, 2004).Ibu hamil yang kurang patuh mengkonsumsi tablet Fe mempunyai risiko 2,429 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi tablet Fe (Jamilus dan Herlina 2008 ). Kepatuhan menkonsumsi tablet Fe diukur dari ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet Fe, frekuensi konsumsi perhari. Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah anemia karena kekurangan asam folat (Depkes, 2009). Konsumsi tablet besi sangat dipengaruhi oleh kesadaran dan kepatuhan ibu hamil. Kesadaran merupakan pendukung bagi ibu hamil untuk patuh mengkonsumsi tablet Fe dengan baik. Tingkat kepatuhan yang kurang sangat dipengaruhi oleh rendahnya kesadaran ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi, inipun besar kemungkinan mendapat pengaruh melalui tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan. Kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet besi tidak hanya dipengaruhi oleh kesadaran saja, namun ada beberapa faktor lain yaitu bentuk tablet, warna, rasa dan efek samping seperti mual, konstipasi (Simanjuntak, 2004).Pemeriksaan Antenatal adalah pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan janinnya oleh tenaga profesional meliputi pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar pelayanan yaitu minimal 4 kali pemeriksaan selama kehamilan, 1 kali pada trimester satu, 1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. Dengan pemeriksaan antenatal kejadian anemia pada ibu dapat dideteksi sedini mungkin sehingga diharapkan ibu dapat merawat dirinya selama hamil dan mempersiapkan persalinannya. Namun dalam penelitian Amirrudin dan Wahyuddin ( 2004 ) menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemeriksaan ANC dengan kejadian anemia pada ibu hamil.Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi. Karena selama hamil zat zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil, ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai risiko 1.454 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang paritas rendah ( Djamilus dan Herlina, 2008).Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia. Hal ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat gizi belum optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung ( Wiknjosastro, 2005; Mochtar, 2004). Jarak kelahiran mempunyai risiko 1,146 kali lebih besar terhadap kejadian anemia ( Amirrudin dan Wahyuddin, 2004).

2.5 Prevalensi Anemia Kehamilan Di dunia 34 % terjadi anemia pada ibu hamil dimana 75 % berada di negara sedang berkembang (WHO, 2005 dalam Syafa, 2010). Prevalensi anemia pada ibu hamil di Negara berkembang 43 % dan 12 % pada wanita hamil di daerah kaya atau Negara maju ( Allen, 2007 ). Di Indonesia prevalensi anemia dalam kehamilan relatif tinggi, yaitu 38% -71.5% dengan rata-rata 63,5%, sedangkan di Amerika Serikat hanya 6% ( Syaifudin, 2006). Tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil sebagian besar penyebabnya adalah kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin (Saifudin, 2006 dan Saspriyana, 2010). Kematian ibu akibat anemia di beberapa Negara berkembang berkisar 27 per kelahiran hidup ( KH ) di India, dan 194 per 100 000 kelahiran hidup di Pakistan ( Allen, 2007 ). Menurut WHO 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. (Saifudin, 2006 dan Saspriyana, 2010). Masalah yang dihadapi pemerintah Indonesia adalah masih tingginya prevalensi anemia pada ibu hamil dan sebagian besar penyebabnya adalah kekurangan zat besi untuk pembentukan haemoglobin. Keadaan kekurangan zat besi pada ibu hamil akan menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel otak janin ( Depkes , 2009) .

2.6Epidemiologi Anemia Pada Ibu Hamil

2.6.1 Distribusi dan Frekuensi

2.6.1.1Menurut OrangWanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan usia yang mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil. Karena akan membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya, berisiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami anemia.

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, prevalensi anemia pada tahun 1999-2005 di dunia masih tinggi dimana prevalensi pada balita 47,4%, anak usia sekolah 25,4%, wanita tidak hamil 30,2%, wanita hamil 41,8%, pada lansia 23,9% dan terendah pada laki-laki 12,7%.Berdasarkan Sebuah survey yang dilakukan Fakultas Kedokteran di beberapa Universitas di Indonesia pada 2012 menemukan 50-63% ibu hamil menderita anemia. Selain itu 40% wanita usia subur turut mengalami anemia. Asian Development Bank (ADB) mencatat pada 2012 sebanyak 22 juta anak Indonesia menderita anemia sehingga menyebabkan penurunan IQ. Penelitian Pusponegoro dan Anemia World Map pada waktu yang sama menyebutkan 51% wanita hamil menderita anemia sehingga menyebabkan kematian hingga 300 jiwa perhari. Lalu Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu-Anak Kementrian Kesehatan pada 2012 mencatat 1 dari 2 wanita di Indonesia beresiko menderita anemia.2.6.1.2Menurut TempatAnemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di Negara sedang berkembang ketimbang Negara yang sudah maju. Prevalensi anemia ibu hamil pada tahun 2005 di beberapa Negara terbelakang sangat tinggi seperti di Kongo adalah 67,30%, di Nigeria 65,51% dan di Eithopia 62,68%. Prevalensi ini mulai berkurang di Negara berkembang seperti di India 44,33% dan Indonesia 44,33%. Sedangkan di Negara maju prevalensi anemia pada ibu hamil sangat rendah yaitu 11,46% di Prancis dan 5,7% di United States.2.6.1.3Menurut WaktuPada suatu penelitian yang diadakan di beberapa praktek bidan swasta dalam kotamadya Medan, ditemukan bahwa terjadi peningkatan penderita anemia dengan makin tuanya usia kehamilan. Besarnya angka kejadian anemia ibu hamil pada trimester I kehamilan adalah 20%, trimester II sebesar 70%, dan trimester III sebesar 70%.4 Hal ini disebabkan karena pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Menginjak trimester kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita akan meningkat sampai 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan, perlu tambahan besi 300 350 mg akibat kehilangan darah. Sampai saat melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg per hari atau dua kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil.Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1986 proporsi ibu hamil yang menderita anemia adalah 73,3% menurun pada tahun 1992 menjadi 63,5%, pada tahun 1995 menurun menjadi 50,9%, tahun 2001 menurun lagi menjadi 40,1%. Hasil Riskesdas 2007 proporsi ibu hamil yang anemia adalah 24,5% . Hal ini menunjukkan keberhasilan program pemerintah dalam hal penanggulangan anemia pada ibu hamil.2.6.2 DeterminanBeberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu hamil adalah:2.6.2.1UsiaUmur ideal untuk kehamilan yang risikonya rendah adalah pada kelompok umur 20-35 tahun. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, perempuan yang mengalami kehamilan pada usia berisiko tinggi (35 tahun ke atas) 4,6% tidak pernah memeriksakan kehamilan, dan yang berusia < 20 tahun 5,1% memeriksakan kehamilan pada dukun.Kehamilan pada remaja putri sangat berisiko terhadap dirinya karena pertumbuhan linier (tinggi badan) pada umumnya baru selasai pada usia 16-18 tahun, dan dilanjutkan dengan pematangan rongga panggul beberapa tahun setelah pertumbuhan linier selesai. 2.6.2.2 Umur KehamilanKebutuhan akan berbagai zat gizi termasuk zat besi pada trimester I meningkat secara minimal. Setelah itu sepanjang trimester II dan III, kebutuhan akan terus membesar sampai pada akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu, yaitu penambahan volume darah, pertumbuhan uterus dan payudara.Menurut Doloksaribu (2006) persentase responden yang menderita anemia tertinggi dijumpai pada umur kehamilan triwulan II (50%) dan triwulan ke III (37,50%). Hal ini disebabkan karena kebutuhan zat besi pada triwulan II dan III meningkat dengan pesat untuk janin, plasenta dan penambahan volume darah ibu.2.6.2.3 Jarak KelahiranJarak kelahiran dapat menyebabkan hasil kehamilan yang kurang baik. Jarak dua kehamilan yang terlalu pendek akan mempengaruhi daya tahan dan gizi ibu yang selanjutnya akan mempengaruhi hasil produksi. Menurut Depkes RI (2004) jumlah kelahiran yang baik agar terwujudnya keluarga sejahtera dan sehat adalah berjumlah 2 anak saja dengan jarak kelahiran sama dengan atau lebih dari 3 tahun. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hendro di medan (2006) ibu hamil yang jarak kelahiran anaknya < 2 tahun sebagian besar menderita anemia. Seorang wanita yang melahirkan berturut-turut dalam jangka waktu pendek tidak sempat memulihkan kesehatannya serta harus membagi perhatian kepada kedua anak dalam waktu yang sama. 2.6.2.4 Konsumsi Tablet FeKepatuhan ibu hamil mengkonsumsi zat besi dengan cara yang benar akan memnuhi kebutuhan zat besi dalam tubuh yang bisa meningkatkan kualitas kehamilan. Banyak hal yang membuat ibu hamil tidak patuh mengkonsumsi zat besi yang terdapat dalam tablet tambah darah yang diprogramkan pemerintah. Salah satunya adalah gangguan pencernaan dapat berupa mual dan muntah. Sehingga hal ini perlu mendapat perhatian khusus terutama dari pemberian pelayanan kesehatan misalnya bidan dan dokter. Jumlah tablet zat besi yang dikonsumsi ibu hamil adalah minimal 90 tablet dan dianjurkan kepada ibu hamil untuk mengkonsumsi tablet tambah darah dengan dosis satu kali sehari selama masa kehamilan dan 40 hari setelah melahirkan.2.6.2.5 PenghasilanFaktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah status ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga dan harga bahan makanan itu sendiri. Keluarga dengan pendapaan terbatas kemungkinan besar kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya, terutama memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya. Sementara dari hasil penelitian Hendro (2006) menyatakan bahwa keluarga yang pendapatnya di atas UMR dapat memenuhi kebutuhan gizi keluarganya terutama ibu hamil sehingga diasumsikan dapat mencegah terjadinya anemia sedangkan keluarga dengan pendapatan di bawah UMR dapat diasumsikan belum memenuhi kebutuhan hidup keluarganya termasuk gizi ibu hamil.2.6.2.6 PendidikanTingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku untuk hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang untuk menyerap informasi-informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khusunya tingkat pendidikan wanita sangat mempengaruhi kesehatannya.Dari hasil penelitian Hendro (2006), menyatakan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan status anemia, karena dengan tingkat pendidikan ibu yang rendah diasumsikan pengetahuannya tentang gizi rendah, sehingga berpeluang untuk terjadinya anemia sebaliknya jika ibu hamil berpendidikan tinggi maka kemungkinan besar pengetahuannya tentang gizi juga tinggi, sehingga diasumsikan kecil peluang terjadinya anemia.2.6.2.7 Antenatal CarePelayanan antenatal adalah pelayanan yang diberikan terhadap ibu hamil oleh petugas kesehatan untuk memelihara kehamilannya yang dilaksanakan sesuai standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam standar pelayanan kebidanan. Tujuan pelayanan antenatal adalah mengantarkan ibu hamil agar dapat bersalin dengan sehat dan memperoleh bayi yang sehat, mendeteksi dan mengantisipasi dini kelainan kehamilan dan deteksi serta antisipasi dini kelainan janin.Pelayanan antenatal meliputi lima hal yang dikenal dengan istilah 5T yaitu timbang berat badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, nilai status imunisasi TT dan pemberian tablet tambah darah. Konsumsi zat besi sangat diperlukan oleh Ibu hamil yang ditujukan untuk mencegah ibu dan janin dari anemia, dan faktor risiko lainnya. Diharapkan ibu hamil dapat mengonsumsi tablet Fe lebih dari 90 tablet selama kehamilan. Berdasarkan laporan Riskesdas (2010) 80,7% ibu hamil tablet/membeli tablet Fe, dengan jumlah hari minum 0-30 hari (36,3%), 90 hari atau lebih (18%), 60-89 hari (8,3%), dan 31-59 hari (2,8%). K1 adalah kunjungan pertama ibu hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapat pelayanan antenatal yang dilakukan pada trimester pertama kehamilan. Sedangkan K4 adalah kunjungan ibu hamil untuk mendapatkan pelayanan ante natal minimal 4 kali yaitu 1 kali pada trimester pertama kehamilan, 1 kali pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga.

2.7Klasifikasi AnemiaBerdasarkan penyebab terjadinya anemia, secara umum anemia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:2.7.1. Anemia Defisiensi BesiAnemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh, sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun. Anemia jenis ini merupakan anemia yang paling sering terjadi.

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi, sehingga cadangan besi makin menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan ini disebut iron depleted state. Jika kekurangan besi berlanjut terus maka penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga dapat menimbulkan anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.Gejala yang khas pada anemia jenis ini adalah kuku menjadi rapuh dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok, gejala seperti ini disebut koilorika. Selain itu, anemia jenis ini juga mengakibatkan permukaan lidah menjadi licin, adanya peradangan pada sudut mulut dan nyeri pada saat menelan. Selain gejala khas tersebut pada anemia defisiensi besi juga terjadi gejala umum anemia seperti lesu, cepat lelah serta mata berkunang-kunang.2.7.2 Anemia HipoplastikAnemia hipoplastik disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Penyebabnya belum diketahui, kecuali yang disebabkan oleh infeksi berat (sepsis), keracunan dan sinar rontgen atau radiasi. Mekanisme terjadinya anemia jenis ini adalah karena kerusakan sel induk dan kerusakan mekanisme imunologis. Anemia jenis ini biasanya ditandai dengan gejala perdarahan seperti petikie dan ekimosis (perdarahan kulit), perdarahan mukosa dapat berupa epistaksis, perdarahan sub konjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis melena dan pada wanita dapat berupa menorhagia. Perdarahan organ dalam lebih jarang dijumpai , tetapi jika terjadi perdarahan pada otak sering bersifat fatal. Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal jantung akibat anemia berat dan kematian akibat infeksi yang disertai perdarahan. 2.7.3Anemia MegaloblastikAnemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan defisiensi vitamin B12 dan asam folat. Anemia jenis ini ditandai dengan adanya sel megaloblast dalam sumsum tulang belakang. Sel megaloblast adalah sel prekursor eritrosit dengan bentuk sel yang besar. Timbulnya megaloblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena terjadi gangguan sintesis DNA sel-sel eritoblast akibat defiensi asam folat dan vitamin B12 dimana vitamin B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara khusus untuk vitamin B12 penting dalam pembentukan myelin.Akibat gangguan sintesis DNA pada inti eritoblast ini maka maturasi inti lebih lambat, sehingga kromatin lebih longgar dan sel menjadi lebih besar karena pembelahan sel yang lambat. Sel eritoblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan kromatin yang lebih longgar disebut sebagai sel megaloblast. Sel megaloblast ini fungsinya tidak normal, dihancurkan saat masih dalam sumsum tulang sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek yang berujung pada terjadinya anemia.2.7.4Anemia HemolitikAnemia hemolitik disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis adalah penghancuran atau pemecahan sel darah merah sebelum waktunya.Pada dasarnya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu anemia hemolitik karena faktor di dalam eritrosit sendiri (intrakorpuskular) yang sebagian besar bersifat herediter dan anemia hemolitik karena faktor di luar eritrosit (ekstrakorpuskular) yang sebagian besar bersifat didapatkan seperti malaria dan transfusi darah.Proses hemolisis akan mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin yang akan mengakibatkan anemia. Hemolisis dapat terjadi perlahan-lahan, sehingga dapat diatasi oleh mekanisme kompensasi tubuh tetapi dapat juga terjadi tiba-tiba sehingga segera menurunkan kadar hemoglobin.2.7.5Anemia HipoplastikAnemia hemolitik disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis adalah penghancuran atauAnemia hipoplastik disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Penyebabnya belum diketahui, kecuali yang disebabkan oleh infeksi berat (sepsis), keracunan dan sinar rontgen atau radiasi. Mekanisme terjadinya anemia jenis ini adalah karena kerusakan sel induk dan kerusakan mekanisme imunologis.Anemia jenis ini biasanya ditandai dengan gejala perdarahan seperti petikie dan ekimosis (perdarahan kulit), perdarahan mukosa dapat berupa epistaksis, perdarahan sub konjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis melena dan pada wanita dapat berupa menorhagia.

2.8Faktor ResikoKejadian anemia pada ibu hamil disebabkan oleh beberapa faktor. Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada ibu hamil.2.8.1Umur IbuFaktor umur merupakan faktor risiko kejadian anemia pada ibu hamil. Umur seorang ibu berkaitan dengan alat alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah umur 20 35 tahun. Kehamilan diusia < 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini.2.8.2 ParitasParitas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi. Karena selama hamil zat zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. Ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai risiko 1.454 kali lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang paritas rendah.2.8.3 Kurang Energi KronisSebagian besar ibu hamil menderita kekurangan gizi. Timbulnya masalah gizi pada ibu hamil, seperti kejadian KEK, tidak terlepas dari keadaan sosial, ekonomi, dan bio sosial dari ibu hamil dan keluarganya seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, konsumsi pangan, umur, paritas, dan sebagainya.Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) adalah suatu cara untuk mengetahui resiko Kurang Energi Kronis (KEK) Wanita UsiaSubur (WUS).Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) dapat digunakan untuk tujuan penapisan status gizi Kurang Energi Kronis (KEK). Ibu hamil KEK adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran LILA