BAB II Hubungan Lintas Agama dan Modal...

14
1 BAB II Hubungan Lintas Agama dan Modal Sosial 2.1. Pengantar Pola interaksi sosial masyarakat di setiap tempat tidak sama. Masing-masing memiliki karakteristiknya yang unik dan hal itu biasanya tergantung dari bagaimana para individu dapat mengidentifikasikan dirinya di tengah komunitas ia berada. Dengan kata lain identitas sosial yang melekat pada tiap individu akan menjadi faktor yang juga membentuk pola relasi sosial sekitar. Dengan demikian, kemampuan individu dalam mengenali dirinya sendiri memiliki andil yang mempengaruhi lingkungan sekitar. Burke mengatakan bahwa kemampuan mengenali diri sebagai objek memungkinkan pikiran atau diri untuk memikirkan dan bertindak atas diri sendiri dengan cara yang sama di dalam lingkungannya. 1 Relasi adalah kebutuhan utama setiap manusia, bahkan sejak dalam kandungan hal tersebut telah menjadi kebutuhan manusia yang mendasar. Hubungan dengan orang lain juga merupakan faktor penentu bagaimana setiap individu mampu mendeskripsikan dirinya, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Seseorang tidak akan merasakan kehidupan yang utuh tanpa relasi dengan pihak lain. Secara sosiologis dapat dikatakan bahwa manusia didefinisikan oleh siapa yang kita kenal. Ikatan antar manusia dapat menjadi blok bangunan utama dari bangunan sosial yang lebih besar. 2 1 Peter J. Burke and Jan E. Stets, Identity Theori. (New York: Oxford University Press, 2009), 19. 2 John Field, Social Capital diterjemahkan oleh: Nurhadi. (Bantul: Kreasi Wacana, 2010), 17.

Transcript of BAB II Hubungan Lintas Agama dan Modal...

Page 1: BAB II Hubungan Lintas Agama dan Modal Sosialrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16442/2/T2_752016209_BAB II... · mendeskripsikan dirinya, baik terhadap diri sendiri maupun orang

1

BAB II

Hubungan Lintas Agama dan Modal Sosial

2.1. Pengantar

Pola interaksi sosial masyarakat di setiap tempat tidak sama. Masing-masing

memiliki karakteristiknya yang unik dan hal itu biasanya tergantung dari bagaimana

para individu dapat mengidentifikasikan dirinya di tengah komunitas ia berada.

Dengan kata lain identitas sosial yang melekat pada tiap individu akan menjadi faktor

yang juga membentuk pola relasi sosial sekitar. Dengan demikian, kemampuan

individu dalam mengenali dirinya sendiri memiliki andil yang mempengaruhi

lingkungan sekitar. Burke mengatakan bahwa kemampuan mengenali diri sebagai

objek memungkinkan pikiran atau diri untuk memikirkan dan bertindak atas diri

sendiri dengan cara yang sama di dalam lingkungannya.1

Relasi adalah kebutuhan utama setiap manusia, bahkan sejak dalam

kandungan hal tersebut telah menjadi kebutuhan manusia yang mendasar. Hubungan

dengan orang lain juga merupakan faktor penentu bagaimana setiap individu mampu

mendeskripsikan dirinya, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Seseorang

tidak akan merasakan kehidupan yang utuh tanpa relasi dengan pihak lain. Secara

sosiologis dapat dikatakan bahwa manusia didefinisikan oleh siapa yang kita kenal.

Ikatan antar manusia dapat menjadi blok bangunan utama dari bangunan sosial yang

lebih besar.2

1 Peter J. Burke and Jan E. Stets, Identity Theori. (New York: Oxford University Press, 2009),

19. 2 John Field, Social Capital diterjemahkan oleh: Nurhadi. (Bantul: Kreasi Wacana, 2010), 17.

Page 2: BAB II Hubungan Lintas Agama dan Modal Sosialrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16442/2/T2_752016209_BAB II... · mendeskripsikan dirinya, baik terhadap diri sendiri maupun orang

2

Hubungan antar manusia yang terjadi dan terbentuk berdasarkan bagaimana

individu mengidentifikasi sekaligus diidentifikasi oleh komunitasnya, seringkali

menjadi tidak sehat karena ternyata memang hal tersebut bukanlah masalah yang

sederhana. Banyak terjadi kemerosotan di dalam hubungan sosial masyarakat karena

terjadi kegagalan di dalam fakta sosial yang ada. Durkheim menjelaskan bahwa fakta

sosial adalah cara bertindak, berfikir, dan merasa yang ada di luar individu. Sifatnya

memaksa dan ia terbentuk oleh pola yang ada di dalam masyarakat.3 Oleh karena itu

setiap individu sangat penting untuk memahami fakta sosial yang sedang terjadi dan

ia berada di dalamnya.

Pola relasi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari hubungan antar umat

beragama. Memang manusia tidak dapat dipisahkan dari agama dan hal yang sering

menjadi perdebatan dan pergulatan yang cukup sengit. Di dalam agama terdapat

klaim-klaim eksklusif dan hal itu dibawakan secara fulgar, maka akan menjadi

pemicu dalam hubungan antar agama.4 Tidak jarang fundamentalisme yang dijadikan

“kambing hitam”, sedangkan sebenarnya hal ini bukanlah sesuatu yang aneh di dalam

agama apa pun.5 Akan tetapi agama tidak dapat disalahgunakan seperti yang

dipertontonkan oleh sekelompok orang yang berniat untuk memperjuangkan

kepentingan politiknya.6 Agama seharusnya dipakai untuk menyatukan berbagai

perbedaan yang ada di antara mansia.

3 Fakta Sosial Menurut Emil Durkhiem, Pengertian. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2017.

http://khairulazharsaragih.blogspot.co.id/2014/01/fakta-sosial-menurut-emile-durkheim.html.. 4 Bambang Noorsena, Menuju Dialog Teologis Kristen-Islam (Yoggakarta: Penerbit Yayasan

Andi 2001), 45. 5 S. Wesley Ariarajah, Tidak Mungkin Tanpa Sesamaku diterjemahkan oleh Nic A.

Likumahua (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2008), 24. 6 Ariarajah, Tidak Mungkin Tanpa Sesamaku, 25.

Page 3: BAB II Hubungan Lintas Agama dan Modal Sosialrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16442/2/T2_752016209_BAB II... · mendeskripsikan dirinya, baik terhadap diri sendiri maupun orang

3

Dalam rangka menciptakan hubungan sosial yang heterogen dan kemudian

akan berdampak positif bagi fakta sosial yang ada, maka diperlukan satu hal yang

dapat dijadikan sebagai faktor penunjang. Ada beberapa tokoh sosiolog, seperti

Bourdieu, Coleman, Putnam dan Fukuyama, yang memikirkan faktor penunjang

tersebut. Mereka mendefinisikan hal itu sebagai modal sosial, yaitu suatu gagasan ini

didorong oleh perubahan sosial yang terjadi.7 Di dalam modal sosial jaringan menjadi

suatu hal yang sentral dan dianggap sebagai aset yang bernilai. Jaringan ini

memberikan dasar bagi kohesi sosial karena mendorong orang untuk bekerja sama

satu dengan yang lainnya - dan itu tidak sekadar dengan orang yang telah dikenal

secara langsung saja – guna memperoleh manfaat timbal balik.

2.2. Hubungan Lintas Agama

Satu hal yang tidak dapat dihindari oleh semua manusia adalah berjumpa

dengan orang lain. Perjumpaan ini menjadi hal yang sangat penting karena berkaitan

erat dengan bagaimana manusia itu sendiri memahami identitasnya. Perjumpaan itu

merupakan proses yang memperhadapkan menusia dengan kepelbagaian. Di

mayarakat Barat perjumpaan denga orang-orang yang berbeda warna kulit, tradisi dan

agama, telah menciptakan wajah hubungan yang lebih plural, buahnya adalah menjadi

komunitas yang multi religius.8

Masalah hubungan antar agama merupakan yang tidak pernah seleai dalam

konteks msyarakat yang majemuk. Sejak akhir perang dunia kedua, masalah ini

7 Field, Social Capital, 12. 8 Izak Lattu, “A Sosiological Breakthrough of Interreligious Engagement in Everyday-

Symbolic Interaction Perspectives,” Religio: Jurnal Studi Agama-Agama Vol. 6 No. 2 (September

2016), 167.

Page 4: BAB II Hubungan Lintas Agama dan Modal Sosialrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16442/2/T2_752016209_BAB II... · mendeskripsikan dirinya, baik terhadap diri sendiri maupun orang

4

menjadi pembahasan yang penting dunia akibat dari penetrasi pendatang ke nergara-

negara Barat yang sebelumnya homogen (Katolik dan Protestan). Di dalam migrasi

yang kemudian memperjumpakan orang-orang yang berlainan agama yang pada

akhirnya membentuk sebuah kesadaran baru tentang pluralitas agama dan

kemajemukan etnis. Perjumpaan ini sering mengakibatkan benturan antar pemeluk

agama yang berbeda, namun ada juga yang tidak diakhiri dengan sikap permusuhan,

melainkan persahabatan.9

Di dalam pekembangannya, masyarakat diperhadapkan dengan globalisasi dan

hal ini mendorong para pemeluk agama untuk memiliki relasi lintas agama yang

mutual. Pertemuan dengan sesama membantu pemeluk agama lain untuk merumuskan

sikap baru yang lebih terbuka lagi terhadap yang lain.10 Banchoff mengatakan bahwa

mobilisasi komunitas agama melalui teknologi komunikasi memperdalam interaksi

dengna pemeluk agama yang lain.11 Ada hubungan yang saling memberikan kebaikan

antara satu dengan yang lainnya.

Bikhu Parek mengatakan bahwa masyarakat multi kultural adalah masyarakat

yang beragam dan memahami perbedaan-perbedaan dalam beberapa bentuk. Pertama

masyarakat saling memperkenalkan nilai dan sudut pandang yang berbeda. Bukan itu

saja, mereka menikmati kenyataan bahwa mereka memiliki keyakinan dan praktek

keyakinan yang berbeda. Kedua, masyarakat yang kritis terhadap prinsip atau nilai-

nilai yang tidak lagi sesuai dengan konteks perkembangan masyarakat. Ketiga,

9 Izak Lattu, “Beyond Tolerance: Memahami Hubungan Lintas Agama dalam Konteks

Polidoksi dan Poliponik,” dalam Mariska Lauterboom, Irene Ludji dan Retnowati (editor) Buku Ajar.

(Salatiga: Satya Wacana Univerity Press, 2015), 173. 10 Izak Lattu, “Beyond Tolerance …, 176. 11 Thomas Banchoff, Religious Pluralism, Globalization, and World Politics (New York:

Oxford University Press, 2008), 10.

Page 5: BAB II Hubungan Lintas Agama dan Modal Sosialrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16442/2/T2_752016209_BAB II... · mendeskripsikan dirinya, baik terhadap diri sendiri maupun orang

5

masyarakat yang dapat mengolah dengan baik perbedaan-perbedaan keyakinan

(agama, ideologi, budaya, nilai dan lein sebagainya).12

Secara bertahap kesadaran di tengah masyarakat tentang hubungan lintas

agama ini terbangun. Lattu mengatakan bahwa hal tersebut terjadi karena dua faktor.

Pertama karena banyaknya korban yang jatuh akibat sejarah konflik yang berujung

pada Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Di dalamnya terjadi kesalahan saat

mengelola perbedaan yang memicu banyak persoalan kemanusiaan. Dengan dasar

pemikiran itu dibutuhkan cara baru sehingga umat manusia tidak jatuh ke dalam

masalah yang sama. Kedua, terjadinya reduksi jarak antar manusia akibat semakin

pesatnya teknologi dan sains. Dalam dunia internet, manusia terkait di dalam jaring-

jaring informasi yang menyebabkan keterikatan yang kemudian mempertemukan

budaya dan nilai yang berbeda.13

2.3. Modal Sosial Menurut Para Ahli

Modal sosial tidak berdiri sendiri, melainkan juga memperoleh manfaat dari

pengaruh budaya dalam ilmu-ilmu sosial. Di dalamnya muncul pertumbuhan minat

yang luar biasa terhadap apa yang disebut dengan level mikro prilaku dan pengalaman

individu, seiring dengan meningkatnya perhatian kepada aspek-aspek budaya perilaku

sosial.14 Pamela mengemukakan di dalam artikelnya bahwa modal sosial memiliki

dua komponen, yaitu kepercayaan dan asosiasi. Kepercayaan digambarkan sebagai

kelengkapan subjektif antara individu. Sedangkan asosiasi digambarkan sebagai

12 Izak Lattu, “Beyond Tolerance …, 192-193. 13 Izak Lattu, “Beyond Tolerance …, 173. 14 Field, Social Capital, 13.

Page 6: BAB II Hubungan Lintas Agama dan Modal Sosialrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16442/2/T2_752016209_BAB II... · mendeskripsikan dirinya, baik terhadap diri sendiri maupun orang

6

ikatan objektif antara individu.15 Modal sosial ini tidak secara sederhana memiliki

hubungan dengan ekonomi, meskipun konsep modal lebih banyak dipakai di bidang

itu. Ia lebih menawarkan suatu alternatif bagi konsep modal manusia, dengan

memberikan penekanan kepada masalah kolektif.16 Di dalam perkembangannya ada

beberapa tokoh yang secara spesifik membahas modal sosial.

2.2.1. Bourdieu

Bourdieu adalah seorang sosiolog dari Eropa yang sangat tertarik pada adanya

kelas sosial. Ia mempelajari suku-suku yang di Aljazair selama tahun 1960-an dan di

dalamnya ia menggambarkan perkembangan dinamis struktur nilai dan cara berpikir

yang membentuk kebiasaan atau habitus. Maksudnya, bahwa kelompok atau

komunitas mampu menggunakan simbol-simbol budaya sebagai tanda pembeda.

Tanda tersebut yang menandai dan membangun posisi mereka di dalam struktur

sosial. Kemudian ia memperkuat kesimpulannya itu dengan menggunakan frasa

‘modal budaya’.17

Secara tegas Bourdieu mendefinisikan modal sosial sebagai sejumlah sumber

daya, aktual atau maya, yang berkumpul pada seorang indivdu maupun kelompok

karena memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan

pengakuan yang sedikit banyak terinstitusionalisasikan.18 Baginya modal sosial akan

memberikan manfaat untuk memberikan dukungan-dukungan seperti harga diri dan

kehormatan bagi mereka yang ingin menarik para klien ke dalam posisi-posisi yang

15 Paxton, Pamela. “Is Social Capital Declining in the United States? A Multiple Indicator

Assessment.” American Journal of Sociology, vol. 105, (1999): 89. 16 Field, Social Capital, 14. 17 Field, Social Capital, 21. 18 P. Bourdieu dan L. Wacquant, An Invititation to Reflexive Sociology. (Chicago: Chicago

Press, 1992), 119.

Page 7: BAB II Hubungan Lintas Agama dan Modal Sosialrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16442/2/T2_752016209_BAB II... · mendeskripsikan dirinya, baik terhadap diri sendiri maupun orang

7

penting secara sosial serta yang bisa menjadi alat tukar, misalnya dalam karier

politik.19

Bourdieu membagi modal sosial menjadi 3 dimensi modal yang berhubungan

dengan kelas sosial yaitu: modal ekonomi, modal kultural, dan modal sosial.

Pembagian dimensi ini dapat dimaklumi karena ia merupakan seorang ilmuan sosial

dari aliran Neo-Marxis yang mengaitkan modal sosial dengan konflik kelas. Modal

sosial bagi Bourdieu adalah relasi sosial yang dapat dimanfaatkan seorang aktor

dalam rangka mengejar kepentingannya. Dengan demikian modal sosial bisa menjadi

alat perjuangan kelas dan hal ini lahir akibat terjadinya fenomena kemerosotan

bentuk-bentuk primordial organisasi sosial di negara-negara Barat. 20

2.2.2. Coleman

James Coleman adalah sosiolog dari Amerika. Karyanya dapat dikatakan

memiliki pengaruh yang cukup besar dalam dunia pendidikan, karena ia memang

memberikan perhatian khusus kepada pendidikan di lingkungan kumuh Amerika. Ia

membuktikan bahwa modal sosial tidak hanya ada pada mereka yang memiliki tingkat

sosial yang tinggi, melainkan juga dimiliki oleh mereka yang termasuk ke dalam

golongan kaum marjinal.21 Lebih lanjut lagi, sosiolog yang banyak dipengaruhi oleh

karya Gary Becker – seorang yang mengembangkan teori pilihan rasional – ini

mengembangkan ilmu sosial inter-disipliner yang dapat berasal dari ilmu ekonomi

dan sosiologi. Dengan itu ia mengambarkan bahwa interaksi sosial adalah suatu

19 P. Bourdieu, “Cultural Reproduction and Social Reproduction,” dalam J. Karabel dan A. H.

Halsey (ed) Power and Ideology in Education. (New York: Oxford University Press), 503. 20 P. Bourdieu, “The Forms of Capital,” dalam J. G. Richardson (ed), Handbook of Theory and

Research for the Sociology of Education. (New York: Greenwood Press, 1986), 249-250. 21 Field, Social Capital, 32.

Page 8: BAB II Hubungan Lintas Agama dan Modal Sosialrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16442/2/T2_752016209_BAB II... · mendeskripsikan dirinya, baik terhadap diri sendiri maupun orang

8

bentuk pertukaran, sehingga semua perilaku individu berusaha mengejar

kepentingannya masing-masing.22

Coleman mendefinisikan modal sosial sebagai norma, jaringan sosial dan

hubungan antar orang dewasa dan juga anak-anak yang sangat bernilai bagi tumbuh

kembang anak. Modal sosial berada di dalam keluarga dan juga di luar keluarga

sebagai sebuah komunitas.23 Menurutnya modal sosialnya melingkupi tiga struktur

penting di dalam masyarakat, yaitu kewajiban, pengharapan dan kepercayaan. Modal

sosial juga baginya memiliki berberapa bentuk yaitu, kewajiban, pengharapan, arus

informasi, norma dan sangsi.24

Ia juga di dalam mengembangkan teorinya menunjukkan ketertarikannya

kepada sifat antar generasi ikatan religius. Baginya organisasi keagamaan ada di

antara organisasi yang masih tersisa di dalam masyarakat, di luar keluarga dan lintas

generasi. Dengan demikian organisasi tersebut berada di antara organisasi yang di

dalamnya modal sosial komunitas dewasa tersedia bagi anak-anak juga pemuda.25

2.2.3. Putnam

Robert Putnam adalah seorang sosiolog Amerika yang sangat menaruh

perhatian terhadap hubungan sosial masyarakat. Ia adalah seorang yang bergerak di

bidang politik dan atas arahan Ron Inglehart, ia meneliti hubungan antara nilai sosial

dengan sikap politik. Ulasan utamanya adalah peran keterlibatan warga dalam

membangun stabilitas politik dan kemakmuran ekonomi yang didasarkan atas

22 Field, Social Capital, 33. 23 J. S. Coleman, Equality and Achievement in Education. (Boulder: West View Press, 1990),

334. 24 John S. Coleman. “Social capital in the creation of human capital.” American Journal of

sociology, vol. 94 (1988), S101-S103. 25 Coleman, Equality and Achievement in Education, 336.

Page 9: BAB II Hubungan Lintas Agama dan Modal Sosialrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16442/2/T2_752016209_BAB II... · mendeskripsikan dirinya, baik terhadap diri sendiri maupun orang

9

penelitian lapangan di Italia. Selanjutnya ia mengalihkan perhatiannya ke Amerika.26

Ketika ia menerangkan perbedaan-perbedaan dalam keterlibatan yang dilakukan oleh

warga dalam karyanya, ia menggunakan teori modal sosial yang dirumuskannya.27

Baginya modal sosial adalah hal terpenting di dalam masyarakat sipil.28 Di

dalamnya terkandung faktor-faktor pendukung agar hubungan masyarakat dapat

menjadi lebih baik dan memberi ruang kepada partisipasi individu di dalam organisasi

formal.29 Putnam mengatakan bahwa modal sosial adalah fitur yang ada di dalam

sistem masyarakat sehingga masyarakat dapat terorganisir pergerakannya.30 Di

dalamnya ada keterikatan antara jaringan masyarakat dengan norma yang berlaku

sehingga tumbuh juga kepercayaan. Prinsip dasarnya adalah kelompok-kelompok

masyarakat yang memiliki seperangkat nilai sosial-budaya serta menghargai

pentingnya kerja sama guna kemajuan dan perkembangan yang didorong oleh

kekuatan bersama.31 Putnam sangat menekankan keterlibatan masyarakat karena

dapat menjadi media yang sangat baik dalam mengedukasi masyarakat, meningkatkan

kemampuan masyarakat dan menjembatani hubungan sosial masyarakat.32

Putnam mengajukan tiga alasan penting tentang konsep modal sosial. Pertama

jaringan sosial, memungkinkan adanya koordinasi dan komunikasi yang

menumbuhkan rasa saling percaya di antara sesama anggota masyarakat. Kedua

26 Field, Social Capital, 47. 27 Field, Social Capital, 49. 28 Robert Putnam, Bowling Alone: The Collaps and Revival of American Community (New

York: Simon and Schuster, 2000), 149. 29 Putnam, Bowling Alone, 48. 30 Robert Putnam, Making Democracy Work: Civic Tradition in Modern Italy (New Jersey:

Princeton University Press, 1993), 167. 31 Rusydi Syahra, “Modal Sosial: Konsep Dan Aplikasi,” Jurnal Masyarakat dan Budaya LIPI

Vol. V, No. 1, (2003), 6. 32 Robert Putnam, “Tunning In, Tunning Out: The Strange Disappearance of Social Capital in

America.” PS: Political Science and Politics Vol. XXVIII, No. 4 (Desember 1995), 667.

Page 10: BAB II Hubungan Lintas Agama dan Modal Sosialrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16442/2/T2_752016209_BAB II... · mendeskripsikan dirinya, baik terhadap diri sendiri maupun orang

10

kepercayaan, memiliki dampak positif dalam kehidupan masyarakat. Di dalamnya

tumbuh suatu pemahaman tentang keharusan untuk dapat saling membantu. Ketiga,

hal positif yang telah dicapai akibat kerja sama di waktu lampau, menjamin

keberlangsungan kerja sama pada waktu kemudian.33 Modal sosial menekankan

perlunya kemandirian masyarakat dalam mengatasi segala masalah sosial. Ketika ada

bantuan dari luar, hal itu menjadi pelengkap untuk memicu inisiatif dan produktivitas

yang muncul dari dalam masyarakat itu sendiri.34

2.2.4. Fukuyama

Fukuyama mendefinisikan modal sosial sebagai serangkaian nilai-nilai atau

norma-norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok

masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerja sama di antara mereka.35 Ia sangat

tertarik kepada kepercayaan (trust) yang berkaitan kebajikan sosial dan modal sosial.

Baginya di dalam kepercayaan ada harapan akan keteraturan, kejujuran dan prilaku

koorperatif yang muncul dari suatu komunitas yang menganut sebuah norma yang

sama.36 Menurut Fukuyama manusia tidak dapat memisahkan kehidupan ekonomi

dengan kehidupan budaya dan di era modal sosial sudah sepenting modal fisikal,

hanya masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan sosial yang tinggi akan mampu

menciptakan organisasi-organisasi bisnis fleksibel berskala besar yang mampu

bersaing di arena ekonomi global baru.37

33 Syahra, Modal Sosial, 6. 34 Syahra, Modal Sosial, 1. 35 Francis Fukuyama, The Great Disruption: Human Nature and the Reconstruction of Social

Order diterjemahkan oleh: Ruslani (Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2002), vii. 36 Francis Fukuyama, Trust: The Social Virtues and The Creation of Prosperity diterjemahkan

oleh: Ruslani (Yogyakarta: Penerbit Qalam, 1995), xii - xiii. 37 Fukuyama, Trust: The Social Virtues and The Creation of Prosperity, xv.

Page 11: BAB II Hubungan Lintas Agama dan Modal Sosialrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16442/2/T2_752016209_BAB II... · mendeskripsikan dirinya, baik terhadap diri sendiri maupun orang

11

Ia termasuk sosiolog yang menaruh perhatian dan ketertarikannya terhadap

perubahan yang mempengaruhi dimensi kehidupan masyarakat. Akan tetapi ia tidak

memberikan fokus terhadap perubahan tersebut, melainkan kepada akibatnya terhadap

tatanan masyarakat yang merupakan himpunan individu-individu yang saling

berhubungan menurut aturan-aturan yang diterima bersama, baik secara formal

(hukum) maupun informal (etika).38 Ia menyimpulkan bahwa karakteristik masyarakat

Amerika, khususnya, mengakibatkan terjadinya sebuah guncangan besar sekitar tahun

1960 hingga 1970. Hal tersebut dapat dilihat dengan semakin meningkatnya patologi

sosial seperti kriminallitas, perceraian dan kehancuran kehidupan rumah tangga.

Melalui penelitiannya ini, Fukuyama hendak mengatakan bahwa perubahan yang

terjadi dalam dunia perdagangan, ilmu dan teknologi membawa dampak nyata yang

tidak selalu positif terhadap kehidupan yang bersifat mikro, contohnya hubungan

suami isteri, peranan wanita dalam rumah tangga dan perilaku sosial kaum remaja.39

2.2. Mengapa Putnam?

Pada tahun 1996, setelah melakukan penelitiannya di Italia, Putnam

memberikan suatu definisi tentang modal sosial. Menurutnya modal sosial adalah

bagian dari kehidupan sosial, seperti jaringan, norma dan kepercayaan, yang

mendorong partisipan bertindak bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan-

tujuan bersama.40 Tiga ramuan atau fitur ini Putnam jabarkan sebagai berikut:

38 Francis Fukuyawa, Guncangan Besar: Kodrat Manusia dan Tata Sosial Baru diterjemahkan

oleh: Masri Maris. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), xi - xii. 39 Fukuyawa, Guncangan Besar, xi - xii. 40 R. D. Putnam, “Who Kill Civic America” in American Prospect Vol. 7 No. 24 (1996), 66.

Page 12: BAB II Hubungan Lintas Agama dan Modal Sosialrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16442/2/T2_752016209_BAB II... · mendeskripsikan dirinya, baik terhadap diri sendiri maupun orang

12

a. Kepercayaan (trust) 41, yaitu suatu hal yang memiliki pengaruh positif di

dalam lingkungan masyarakat. Di dalamnya ada harapan yang tumbuh di

tengah sebuah lingkungan masyarakat. Hal ini ditunjukkan oleh adanya sikap

hidup jujur, teratur dan kerja sama. Dengan kepercayaan, maka satu sama lain

di dalam komunitas dapat saling menerima dan dengan demikian komunikasi

antar individu dapat terjadi secara transparan.

b. Norma (norm)42, yaitu pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-harapan

dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok

orang di dalam masyarakat. Norma ini dapat bersumber dari agama, panduan

moral atau juga standar-standar sekuler seperti kode etik profesional. Norma

ini dibangun dan mengalami perkembangan bersama mengacu kepada sejarah

bersama dan dipelihara untuk menjaga iklim kerja sama.43 Ketika norma

menjadi suatu hal yang formal, maka ia akan berbentuk hukum, sedangkan

saat menjadi suatu hal yang informal ia dapat berupa etika.

c. Jaringan (Network)44, yaitu infrastruktur modal sosial yang berwujud

jaringan-jaringan kerja sama antar manusia. Jaringan-jaringan ini

memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, serta memungkinkan

tumbuhnya kepercayaan. Ia juga yang akan menjadi konstruksi yang

memperkuat kerja sama. Jaringan ini juga merupakan indikator dari sehat atau

tidaknya sebuah komunitas masyarakat. Menurut Putnam, jaringan-jaringan

sosial yang erat akan memperkuat perasaan kerja sama para anggotanya serta

41 Putnam, Making Democracy Work,167-170. 42 Putnam, Making Democracy Work,171-172. 43 Putnam, Making Democracy Work, 36. 44 Putnam, Making Democracy Work,172-176.

Page 13: BAB II Hubungan Lintas Agama dan Modal Sosialrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16442/2/T2_752016209_BAB II... · mendeskripsikan dirinya, baik terhadap diri sendiri maupun orang

13

manfaat-manfaat dari partisipasinya.45 Dengan jaringan masyarakat dapat

mengerti fungsinya sebagai bagian dari organ masyarakat. Jaringan ini juga

sangat bermanfaat dalam mengkoordinasikan segala tugas yang harus

dilaksanakan di dalam kebersamaan.

Di dalam pengertian ini Putnam menyimpulkan bahwa baik kepercayaan, norma dan

jaringan tidak berdiri sendiri. Ketiganya memiliki hubungan yang saling

mempengaruhi dan ketergantungan.46 Ia mengarahkan masyarakat kepada koordinasi

yang lebih mudah dan kerjasama untuk manfaat bersama.47

Sekitar tahun 2002, Putnam kembali melakukan penelitian di Amerika.

Penelitiannya berkisar tentang hubungan sosial di dalam masyarakat Amerika. Dalam

penelitiannya kali ini, Putnam mendefinisikan bahwa ide utama dari teori modal sosial

adalah jejaring sosial. Menurutnya jejaring sosial menciptakan nilai yang dapat

bermanfaat bagi dua pihak, individu dan kelompok.48 Ia mengibaratkan jejaring sama

dengan investasi, yang dapat digunakan di kemudian hari, namun juga dapat langsung

dirasakan manfaatnya. Menurutnya banyak studi yang menunjukkan bahwa

kebahagiaan manusia lebih dekat dengan modal sosial dari pada modal materi dan

modal ekonomi.49

Lebih lanjut Putnam membagi modal sosial menjadi dua jenis, yaitu modal

sosial yang menjembatani (inklusif) dan modal sosial yang mengikat (ekslusif). Jenis

45 Putnam, Making Democracy Work, 27. 46 Putnam, Making Democracy Work,167. 47 Robert D. Putnam, “The Prosperous Community: Social Capital and Public Life. American

Prospect Spring,” In Elinor Ostrom and T.K. Ahn. 2003. Foundation of Social Capital. Edward Elgar

Publishing Limited: Massachusetts. Schumpeter, Joseph A. History of Economic Analysis, New York:

Oxford University Press: 1996, 35. 48 Robert Putnam, Democracies in Flux: The Evolution of Social Capital in Contemporary

Society. (New York: Oxford University Press, 2002), 8. 49 Putnam, Democracies in Flux, 8.

Page 14: BAB II Hubungan Lintas Agama dan Modal Sosialrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16442/2/T2_752016209_BAB II... · mendeskripsikan dirinya, baik terhadap diri sendiri maupun orang

14

yang menjembatani adalah model yang cenderung menyatukan orang dari beragam

ranah sosial. Sedangkan modal sosial yang mengikat cenderung mendorong

komunitas mempertahankan identitas homogenitasnya. Model ini menopang

resiprositas spesifik dan mobilitas solidaritas, pada saat yang sama menjadi semacam

perekat terkuat sosiologi. Selain itu ia juga menjadi instrumen yang baik dalam

memelihara kesetiaan yang kuat di dalam kelompok dan memperkuat identitas

spesifik.50 Berkaitan dengan modal sosial, karya Putnam dianggap cukup dominan,

meskipun ia tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh Coleman.51

Di dalam penelitian ini, secara sadar penulis mengakui bahwa telah memiliki

ketertarikan yang sangat sangat besar kepada hasil studi yang dilakukan oleh Putnam.

Oleh karena itu, sebagaimana yang telah disampaikan dalam bab pendahuluan,

penulis akan menggunakannya sebagai alat untuk melakukan analisis sosial. Bagi

penulis hal ini merupakan suatu tantangan tersendiri karena fokusnya sama-sama pada

relasi sosial masyarakat. Selain itu, penulis juga ingin memperkenalkan kepada

khalayak banyak bahwa pendekatan teori modal sosial juga dapat dipergunakan

sebagai “kaca mata” sosiologis dalam menganalisis hubungan Islam-Kristen di

tempat-tempat lain.

50 R. D. Putnam, Bowling Alone: The Collaps and Revival of American Community. (New

York: Simon and Scuster), 22-23). 51 Field, Social Capital, 64-65.