06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN...

79
145 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KONFLIK SOSIAL Setelah menguraikan realitas Poso dan Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) sebagai latar belakang historis, maka bab ini terdiri dari deskripsi dan analisis tentang masyarakat desa Kele’i. Pada bagian pertama ada tiga pokok perhatian yaitu sejarah desa Kele’i, keterlibatannya dalam konflik Poso, dan masalah-masalah yang muncul di dalam masyarakat pasca konflik Poso. Dengan perspektif historis ini maka bagian kedua ditampilkan, yaitu kemunculan gerakan Jemaat Eli Salom Kele’i. Pokok perhatian diarahkan pada sejarah munculnya gerakan keagamaan di Kele’i dan kepercayaan fundamental serta nilai-nilai yang menjadi komponen dasar tindakan sosial mereka. 1. Kele’i: Masyarakat Pemberani yang Bergolak 1.1. Gambaran Umum Desa Kele’i Jemaat Eli Salom terdapat di desa Kele’i kecamatan Pamona Timur Kabupaten Poso. Menurut pengetahuan umum penduduk setempat, penduduk desa Kele’i berasal dari sebuah wilayah pemukiman yang bernama Sepalemba Ondae. Wilayah pemukiman ini terdiri dari dua kawasan yaitu Onda’e ri wawonya dan Onda’e ri aranya. Yang disebut pertama menunjuk pada kawasan pemukiman di pegunungan, sedangkan yang terakhir menunjuk pada kawasan pemukiman lembah Rato nTjoka. Onda’e ri wawonya terdiri dari sejumlah klan yang masing-masing mendiami satu kawasan menurut keturunannya, yaitu Bomba, Wawondoda, Mara’ayo,

Transcript of 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN...

Page 1: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

145

BAB V

GERAKAN AGAMA DI TENGAH KONFLIK SOSIAL

Setelah menguraikan realitas Poso dan Gereja Kristen

Sulawesi Tengah (GKST) sebagai latar belakang historis, maka

bab ini terdiri dari deskripsi dan analisis tentang masyarakat

desa Kele’i. Pada bagian pertama ada tiga pokok perhatian

yaitu sejarah desa Kele’i, keterlibatannya dalam konflik Poso,

dan masalah-masalah yang muncul di dalam masyarakat pasca

konflik Poso. Dengan perspektif historis ini maka bagian kedua

ditampilkan, yaitu kemunculan gerakan Jemaat Eli Salom

Kele’i. Pokok perhatian diarahkan pada sejarah munculnya

gerakan keagamaan di Kele’i dan kepercayaan fundamental

serta nilai-nilai yang menjadi komponen dasar tindakan sosial

mereka.

1. Kele’i: Masyarakat Pemberani yang Bergolak

1.1. Gambaran Umum Desa Kele’i

Jemaat Eli Salom terdapat di desa Kele’i kecamatan

Pamona Timur Kabupaten Poso. Menurut pengetahuan umum

penduduk setempat, penduduk desa Kele’i berasal dari sebuah

wilayah pemukiman yang bernama Sepalemba Ondae. Wilayah

pemukiman ini terdiri dari dua kawasan yaitu Onda’e ri

wawonya dan Onda’e ri aranya. Yang disebut pertama

menunjuk pada kawasan pemukiman di pegunungan,

sedangkan yang terakhir menunjuk pada kawasan pemukiman

lembah Rato nTjoka. Onda’e ri wawonya terdiri dari sejumlah

klan yang masing-masing mendiami satu kawasan menurut

keturunannya, yaitu Bomba, Wawondoda, Mara’ayo,

Page 2: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

146 Redefinisi Tindakan Sosial…

Morengku, Tampadede, Paembo, Palawanga, Petirolemba,

Pombaroini, Pantayo, Bategencu, dan Sandele.1

Pada pertengahan tahun 1893 terjadi ketegangan

hubungan antara orang-orang-orang Onda’e di satu pihak

dengan orang-orang Pebato dan Napu di lain pihak. Orang-

orang Onda’e adalah salah satu sub suku Pamona yang

mendiami dataran sedang mulai dari pantai timur danau Poso

sampai dengan lembah Walati yang berbatasan dengan

wilayah Mori Atas. Orang-orang Pebato adalah juga salah satu

sub suku Pamona yang mendiami dataran rendah mulai dari

sebelah barat aliran sungai Poso hingga ke teluk Tomini.

Sedangkan orang-orang Napu adalah kumpulan suku-suku

Pekurehua yang mendiami dataran tinggi di sebelah barat

daya danau Poso. Sampai dengan akhir tahun tersebut

hubungan makin meruncing karena orang-orang Napu turun

dari dataran tinggi dan memasuki wilayah perladangan di

Onda’e. Akhirnya terjadilah perang antara orang-orang Onda’e

dengan orang-orang Napu di muara sungai Poso yang

merupakan daerah orang-orang Pebato.2 Perang itu

menimbulkan banyak korban jiwa di kedua pihak. Perang

berakhir melalui perjanjian perdamaian di Peladia pada tahun

1906 yang dimediasi oleh seorang tokoh masyarakat Pamona

bernama Magido.3 Akan tetapi sesudah itu orang-orang Onda’e

belum mendapatkan keadaan yang aman. Mereka tetap

terancam oleh dua kerajaan Islam yaitu kerakaan Sigi di utara

dan kerajaan Luwu di selatan. Daerah Onda’e menjadi rebutan

dari kedua kerajaan ini karena letaknya yang strategis di tepi

1 Rantelemba Sipatu, Fenomena di Desa Kele’i (Palu: Untuk Kalangan Sendiri,

2008), 6. 2 J. Tanggerahi, “Albertus Christian Kruyt dan Pelayanannya di Tana Poso”

dalam Majelis Sinode GKST, Wajah GKST (Tentena: Panitia Perayaan 100 tahun Injil

masuk Tana Poso, 1992), 6. 3 M. Tara’u, Rekonsiliasi di Lamongi. Ceramah tertulis di desa

Buyumpondoli, Mei 2010.

Page 3: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 147

Danau Poso di tengah pulau Sulawesi. Siapa yang menguasai

Onda’e berarti memiliki kemungkinan untuk menyerang

kerajaan saingannya. Dengan demikian Onda’e menjadi

rebutan antara kerajaan Sigi dan Kerajaan Luwu atas alasan

politis.

Menyadari posisinya yang seperti itu, orang-orang

Onda’e memperkuat pertahanan mereka dengan membangun

koalisi antara klan dan membuat pemukiman bersama yang

berkubu. Pada penghujung abad kesembilan belas klan-klan

Onda’e tersebut di atas mencari satu wilayah pemukiman

bersama di sekitar sungai Kalakia yang bernama Kambera. Di

sana mereka membangun pemukiman dan benteng

pertahanan bersama. Selama beberapa tahun keadaan cukup

aman karena Pemerintah Kolonial Belanda sudah mulai

mengawasi dan mengendalikan kekuasaan kedua kerajaan

tersebut di atas. Akan tetapi pemukiman di Kambera ini

kemudian dirasakan terlalu sempit untuk berladang, sehingga

mereka mencari daerah pemukiman baru. Pada tahun 1906

mereka menemukan sebuah dataran yang luas di daerah

sekitar aliran sungai Wimbi. Dataran ini memiliki sumber air

yang cukup dan dikelilingi oleh bukit-bukit batu sehingga

cocok untuk berladang dan menjadi kubu pertahanan.Tempat

inilah yang sekarang disebut sebagai desa Kele’i.4 Untuk

mengenang sejarah ini, di depan kantor desa Kele’i dibangun

sebuah tugu atau monumen yang bertuliskan nama-nama klan

yang bersepakat untuk hidup bersama di desa tersebut.

Monumen ini mengingatkan seluruh warga desa Kele’i

bagaimana mereka bersatu menghadapi ancaman yang datang

dari luar sambil mengusahakan kesejahteraan melalui

pertanian. Latar belakang sejarah ini turut membentuk

karakter orang-orang Kele’i yang pemberani, pantang mundur

4 Sipatu, Fenomena di Desa…., 7.

Page 4: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

148 Redefinisi Tindakan Sosial…

dan setia kawan ketika menghadapi bahaya dan ancaman dari

luar.5

Secara administratif desa Kele’i masuk dalam wilayah

pemerintahan kecamatan Pamona Timur yang berpusat di

Taripa.6 Kecamatan Pamona Timur adalah hasil pemekaran

dari kecamatan Pamona Utara yang berpusat di Tentena.

Sampai dengan tahun 2013 desa Kele’i dihuni oleh 456 kepala

keluarga yang terdiri dari 1643 jiwa dengan pembagian 846

jiwa laki-laki dan 796 jiwa perempuan. Mayoritas penduduk

bekerja sebagai petani, baik petani sawah maupun petani

tanaman tahunan seperti kakao dan cengkeh.

Tabel 5: Penduduk Desa Kele’i menurut Usia

No Usia (tahun) Perempuan Laki-laki

1 0 – 4 59 50

2 5 – 9 68 64

3 10 – 14 53 85

4 15 – 20 96 66

5 21 – 24 58 36

6 25 – 29 56 41

7 30 – 39 119 126

8 40 – 49 124 109

9 50 – 59 90 94

10 60 + 65 62

Jumlah 796 846

Sumber: Laporan Kependudukan Desa Kele’i 2013.

Dari Tabel 5 di atas nampak bahwa 69,5% penduduk

desa Kele’i termasuk dalam kelompok usia kerja. Pekerjaan

5 Wawancara dengan Bapak Tologana, 25 Maret 2014 di Kele’i 6 Sebelumnya Kele’i masuk dalam wilayah Kecamatan Pamona Utara. Akan

tetapi ketika kecamatan Pamona Timur dibentuk sebagai pemekaran dari kecamatan

Pamona Utara maka Kele’i masuk dalam wilayah Pamona Timur dengan pusat

kecamatan di desa Taripa.

Page 5: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 149

yang menonjol di desa ini adalah pertanian dengan sistem

ladang dan sawah. Terbukanya jalur Trans Sulawesi yang

melintas di ujung desa Kele’i membuat masyarakat melakukan

diversifikasi tanaman pangan dengan tanaman industri

tahunan seperti cengkeh, kakao, dan vanili.7 Selain itu

masyarakat juga mulai mengembangkan peternakan dan

perikanan air tawar. Hasil pertanian dan peternakan tersebut

kemudian di pasarkan di kota kecil Tentena yang hanya

berjarak 5 kilometer dari desa Kele’i. Tentena, yang terletak di

tepi danau Poso dan menjadi daerah tujuan wisata alam, telah

berkembang menjadi sebuah kota perdagangan sejak awal

abad 20. Sejumlah besar pedagang yang berasal dari Bugis

Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Akan tetapi pada tahun 1998-2003, ketika kerusuhan dan

konflik Poso terjadi para pedagang Bugis Makasar ini

meninggalkan kota Tentena demi alasan keamanan dan pindah

ke kota-kota lain di Sulawesi Tengah, seperti Kolonodale, Poso,

dan Palu. Sementara sejumlah besar pengungsi korban

kerusuhan Poso yang berasal dari Poso Kota, Poso Pesisir, dan

Lage membanjiri kota Tentena.

Tabel 5 tersebut menunjukan juga bahwa jumlah

penduduk terbanyak berada pada usia 30–49 tahun, yaitu

sebanyak 478 jiwa atau 29.09% dari seluruh populasi.

Keadaan ini menjadi salah satu faktor penentu keterlibatan

warga Kele’i dalam kerusuhan Poso. Pada waktu kerusuhan

bulan April-Mei 2000, sejumlah orang Kele’i yang merasa

dirinya muda dan kuat turun ke kota Poso untuk

mengamankan beberapa pemukiman Kristen yang terancam

oleh serangan kelompok Islam. Mereka ini berasal dari

golongan usia tersebut di atas.8

7 Wawancara dengan Bapak Enos, 28 Maret 2014 di Kele’i 8 Wawancara dengan Pdt. Y. Bareta, 27 Maret 2014 di Kele’i.

Page 6: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

150 Redefinisi Tindakan Sosial…

Dari segi agama dan kepercayaan mayoritas penduduk

desa Kele’i memeluk agama Kristen, yaitu sebanyak 1641

orang atau 99,8 % dari populasi. Sisanya yang 0.2 % memeluk

agama Islam. Masyarakat yang beragama Kristen tersebut

tersebar dalam empat denominasi, yaitu Gereja Kristen

Sulawesi Tengah (GKST) sebagai yang dominan, Gereja

Pantekosta di Indonesia (GPdI), Gereja Betel, dan Gereja

Pantekosta Tabernakel.

Tabel 6: Penduduk Desa Kele’i menurut Agama

No Agama Jumlah Jiwa

1 Buddha -

2 Hindu -

3 Kristen 1641

4 Katolik -

5 Islam 2

6 Lain-lain -

Jumlah 1643

Sumber: Laporan Kependudukan Desa Kele’i 2013

Keadaan ini membuat orang-orang di desa Kele’i

kurang memiliki pengalaman pergaulan dengan orang-orang

yang beragama lain, terutama Islam. Mereka tidak mempunyai

pemahaman eksistensial tentang toleransi dan kerukunan

antar umat beragama. Namun demikian kehadiran beberapa

pedagang keliling yang beragama Islam di desa Kele’i dapat

diterima dengan baik oleh warga masyarakat. Penerimaan ini

didasari oleh nilai budaya pekasiwia yang mengharuskan

orang-orang Poso Pamona bersikap terbuka terhadap orang

asing dan menjadikan mereka setara (siwia) dalam pergaulan

sosial. Namun demikian ketika kerusuhan dan konflik Poso

berlangsung, nilai budaya pekasiwia terhadap orang asing atau

Page 7: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 151

pendatang ini mengalami tantangan. Gangguan keamanan dan

aksi-aksi teror berdarah membuat orang-orang Kele’i sangat

berhati-hati dan bahkan curiga dengan kedatangan orang

asing, apalagi jika ia beragama lain. Sejak kerusuhan itu, setiap

orang yang akan masuk ke dalam desa akan diperiksa dan bila

didapati hal-hal yang mencurigakan maka ia tidak

diperkenankan memasuki desa.9

1.2. Keterlibatan Kele’i dalam konflik Poso

Episentrum kerusuhan dan konflik Poso yang terjadi

sejak Desember 1998 sampai dengan tahun 2003 terletak di

tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Poso Kota, Kecamatan Poso

Pesisir, dan Kecamatan Lage. Secara demografis ketiga

kecamatan ini memilik penduduk yang berimbang antara yang

beragama Islam dan Kristen.10 Penduduk yang beragama Islam

berasal dari suku Bungku, Tojo, Bugis, Makasar, Gorontalo,

Jawa, dan keturunan Arab. Sebagian besar dari mereka

bekerja sebagai pedagang dan nelayan. Oleh karena itu basis

komunitas mereka terdapat di pusat-pusat perdagangan

seperti pertokoan dan pasar. Sementara penduduk yang

beragama Kristen berasal dari suku Pamona, Mori, Bada,

Pekurehua, Minahasa, Toraja, dan keturunan Tionghoa.

Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai petani dan

pegawai pemerintah. Keadaan ini menunjukan bahwa suku-

suku yang berasal dari luar Sulawesi tengah pada umumnya

memeluk agama Islam sementara suku-suku asli di Poso

memeluk agama Kristen. Selain itu, kesamaan suku berjalan

sejajar dengan kesamaan agama. Fakta ini menjadi salah satu

faktor pemberat menyebarnya aksi-aksi-kekerasan masa yang

melanda kota Poso dan daerah sekitarnya. Solidaritas

9 Wawancara dengan Pdt. Pasambaka, 26 Maret 2014 di Kele’i 10 Lih. Tabel 5 pada Bab IV.

Page 8: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

152 Redefinisi Tindakan Sosial…

kesukuan dan sentiment keagamaan yang melebur menjadi

satu membelah masyarakat di dalam dua golongan,

masyarakat asli dan masyarakat pendatang.

Suasana bulan suci Ramadhan yang bersamaan

waktunya dengan masa raya Natal di bulan Desember 1998 di

kota Poso membuat awal kerusuhan Poso bagaikan gempa

bumi yang melahirkan gelombang solidaritas dari daerah-

daerah di pulau Sulawesi, bahkan dari pulau Jawa. Kerusuhan

dan konflik Poso sendiri dapat diperiodisasi ke dalam tiga jilid:

a. Konflik Jilid I: Desember 1998

Konflik ini dipicu oleh persoalan pribadi antara

seorang pemuda Kristen dengan seorang pemuda Muslim.

Persoalan pribadi itu berkembang menjadi sebuah perkelahian

yang terjadi pada tanggal 24 Desember 1998. Menurut pihak

keamanan, pemuda Muslim mengalami luka berdarah akibat

perkelahian tersebut. Dalam keadaan seperti itu ia berlari ke

arah Mesjid di kelurahan Sayo dan meminta pertolongan.

Berita ini kemudian beredar dengan cepat ke seluruh kota

Poso dan sekitarnya. Warga Muslim terprovokasi oleh

persoalan pribadi tersebut dan termobilisasi untuk melakukan

aksi kekerasan massa terhadap warga Kristen di kota Poso.11

Provokasi masa Muslim dilakukan melalui isu yang

dikembangkan dan diedarkan secara sengaja bahwa Imam

Masjid di kelurahan Sayo telah dibacok oleh warga Kristiani

hingga harus dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Poso.

Warga kristiani yang membacok itu adalah para pemuda yang

telah mabuk oleh minuman beralkohol.12 Tentu saja isu ini

membakar kemarahan dan sentimen keagamaan warga

Muslim yang sedang melakukan ibadah puasa di bulan Suci

11 M. Tito Karnavian, et.al., Membongkar Konflik Poso (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2008), 53. 12Ibid.,54.

Page 9: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 153

Ramadhan. Maka keesokan harinya, tanggal 25 Desember

1998 terjadi mobilisasi masa muslim di beberapa Masjid di

Poso Kota, seperti di Lawanga, Bonesompe, dan Kayamanya.

Mobilisasi tersebut berlanjut dengan pengerahan massa untuk

melakukan penyerangan dan pengrusakan terhadap rumah-

rumah warga Kristen yang ada di kelurahan Kasintuwu yang

mereka anggap sebagai komunitas representatif dari pemuda

Kristen yang mabuk tersebut.13 Akumulasi massa terus

meningkat dengan cepat. Dari kelurahan Kasintuwu massa

Muslim bergerak ke kelurahan Lombogia dan Sayo yang

mayoritas penduduknya beragama Kristen.14 Emosi massa

yang tidak terkendali lagi mengakibatkan kerusakan massif di

ketiga kelurahan tersebut. Selanjutnya penyerangan dan

pengrusakan meluas ke seluruh penjuru kota Poso dengan

sasaran rumah-rumah, gereja-gereja, dan usaha-usaha

komunitas Kristen serta tempat-tempat yang dianggap

maksiat.15

Massa Muslim yang terus bertambah dan emosi massa

yang terus dibakar oleh provokasi dan issu sara membuat

aparat keamanan kewalahan dalam mengendalikan situasi

yang kacau dan penuh aksi kekerasan. Penyerangan dan

pengrusakan massa ini mengakibatkan gelombang

pengungsian warga Kristen dari ketiga kelurahan tersebut ke

desa-desa kecil di sekitar kota Poso. Sementara pada saat yang

sama mobilisasi massa Muslim terus berlanjut dan meluas

sampai ke kota Parigi dan Ampana. Sejumlah besar truk yang

13 Kelurahan Kasintuwu berpenduduk mayoritas Kristen dari suku

Minahasa. 14 Kelurahan Lombogia berpenduduk mayoritas suku Pamona dan Mori.

Penduduk Kelurahan Sayo sebagaian Muslim dari Makasar dan Jawa, sebagian lagi

Kristen dari Pamona, Mori, Bada, dan Minahasa. 15 Karnavian, et.al., Membongkar Konflik Poso, … 54.

Page 10: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

154 Redefinisi Tindakan Sosial…

dipenuhi pemuda masuk ke kota Poso dari kedua wilayah

tersebut.16

Pengerahan masa Muslim ke kota Poso dari dua

wilayah tersebut di atas memaksa seorang tokoh Kristen yang

bernama Herman Parimo melakukan mobilisasi masa dari

kecamatan yang mayoritas penduduknya beragama Kristen,

yaitu kecamatan Pamona Utara dengan ibu kotanya Tentena.17

Herman Parimo adalah seorang mantan fungsionaris dan

aktivis Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah (GPST) yang cukup

terkenal keberaniannya dalam melawan pasukan Permesta

dan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Sulawesi

Tengah.18 Pada tahun 1957 – 1960, ketika GPST membentuk

sepuluh divisi militernya, Herman Parimo diangkat menjadi

Komandan Sektor Pamona Utara dan kemudian menjadi

komandan pasukan GPST.19 Herman Parimo berasal daerah

Mangkutana Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan. Ia menikah

dengan seorang perempuan yang berasal dari desa Kele’i.

Sesudah berakhirnya masa pergolakan politik di tahun lima

puluhan, ia menjadi pengusaha kayu hitam dan tinggal di

kelurahan Sayo kecamatan Poso Kota.20

Pada hari Senin, 28 Desember 1998, sebagai reaksi

spontan terhadap gerakan dan mobilisasi massa Muslim di

Poso, Parimo memobilisasi sejumlah kecil masa Kristen yang

berasal dari Lage dan Tentena sekitarnya lalu memasuki kota

16 Rinaldy Damanik, Tragedi kemanusiaan di Poso (Yogyakarta: PBHI,

Yakoma PGI, CD Bethesda, 2003), 16. 17 Tentena adalah sebuah kota kecil berhawa sejuk yang terletak di tepi

Danau Poso dan menjadi pusat Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah. 18 Tentang gerakan-gerakan politik ini lihat kembali bab IV. 19 Haliadi Sadi, et.al., Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah (GPST) di Poso

(Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2007), 115. 20 Karena pengerahan massa yang dilakukannya pada tanggal 27 dan 28

Desember 1998, Herman Parimo ditahan oleh aparat keamanan. Ia diajukan ke

pengadilan dan dijatuhi hukuman penjara. Ia meninggal di Makasar pada bulan April

2000 ketika masih menjalani masa penahanannya. Lih. Damanik, Tragedi

Kemanusiaan di Poso…, 67.

Page 11: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 155

Poso serta melakukan unjuk rasa menentang penyerangan

massa Muslim terhadap pemukiman warga Kristen di

kelurahan Lombogia, Kayamanya, Sayo, dan Kasintuwu Poso.21

Aksi ini lebih mengobarkan situasi yang sudah panas di dalam

kota Poso, sehingga keesokan harinya, 29 Desember 1998

kedua kelompok massa, yaitu massa Muslim dan massa

Kristen mengambil posisi untuk saling menyerang. Melihat

keadaan yang genting tersebut dan mempelajari

kemungkinan-kemungkinan terburuk yang akan terjadi maka

pada hari itu juga Gubernur Sulawesi Tengah, Bupati dan

Muspida Kabupaten Poso mengundang tokoh-tokoh

masyarakat dan para pemimpin pemuda dari dua kelompok

untuk berunding. Dalam perundingan itu muncul kesadaran

bahwa telah terjadi kesalahpahaman akibat issu yang

dikembangkan dan provokasi massa yang tidak beralasan.

Hari itu juga dibuat kesepakatan bahwa aksi-aksi kekerasan

massa akan dihentikan dan para provokator akan ditangkap

dan diproses secara hukum.22

Salah satu akibat dari kesepakatan itu adalah

ditangkapnya Herman Parimo dan dilaksanakannya proses

hukum kepadanya. Ia diadili di Makasar dan dijatuhi hukuman

14 tahun penjara. Warga Kristen merasa diperlakukan tidak

adil oleh peristiwa ini, karena dari massa Muslim tidak ada

yang mendapat perlakuan seperti itu.23

Pada tanggal 30 Desember 1998 aparat keamanan

dapat mengambil kendali atas keadaan di kota Poso dan

sekitarnya. Masyarakat Muslim melanjutkan ibadah puasa di

bulan suci Ramadhan sementara warga Kristen kembali ke

rumah-rumah mereka dan melanjutkan masa raya Natal dan

Tahun Baru. Peristiwa kerusuhan massa Desember 1998 ini

21 Karnavian, et.al., Membongkar Konflik Poso…, 55. 22 Ibid., 56. 23 Damanik, Tragedi Kemanusiaan di Poso…., 21.

Page 12: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

156 Redefinisi Tindakan Sosial…

tidak terselesaikan dengan baik. Rasa marah dan dendam di

kedua belah pihak mengendap dan berkembang menjadi

sentiment sara yang mudah diprovokasi.

b. Konflik Jilid II: April 2000

Stabilitas keamanan di kota Poso pasca kerusuhan

Desember 98 ternyata hanya di permukaan. Aksi-aksi

kekerasan masa seperti pengrusakan dan pembakaran rumah-

rumah dan kendaraan bermotor, pencurian dan penjarahan,

penganiayaan dan pembunuhan di bulan Desember 98, serta

penegakan hukum yang tidak memberi rasa keadilan bagi

masyarakat meninggalkan kemarahan, dendam, dan trauma

bagi masyarakat. Salah satu gejala yang muncul akibat

keadaan tersebut adalah membekunya hubungan sosial antara

warga Muslim dan Kristen di kota Poso dan sekitarnya.

Suasana damai dan harmoni yang selama bertahun-tahun

sebelumnya dirasakan, berubah menjadi suasana waspada,

curiga, dan intoleran satu terhadap yang lain.24

Pada tahun 1999 warga kabupaten Poso bersiap-siap

akan melakukan pemilihan Bupati. Dalam proses seleksi calon

Bupati muncul beberapa nama sebagai kandidat, yaitu Abdul

Malik Syahadat, Damsyik Ladjalani, Akram Kamarudin, Abdul

Muin Pusadan, Mas’ud Kasim, dan Ismail Kasim dari

masyarakat Muslim. Dari masyarakat Kristen muncul dua

nama yaitu Eddy F. Bungkundapu dan Yahya Patiro.

Persaingan antara kedua kubu itu terseret ke isu sara. Namun

demikian keadaan masih dapat dikendalikan oleh kesepakatan

bahwa akan dilakukan power sharing. Apabila Bupatinya

beragama Islam maka sekretarisnya (sekarang wakil Bupati)

harus beragama Kristen, demikian sebaliknya. Pertimbangan

ini berlaku juga untuk semua jabatan strategis dalam

24Ibid.,20-21.

Page 13: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 157

pemerintahan.25 Pada tanggal 30 Oktober 1999 Pusadan

terpilih menjadi Bupati Poso. Warga Kristiani menerima

kenyataan tersebut secara sportif dan lapang dada. Akan tetapi

warga Muslim berkeinginan untuk menempatkan Damsyik

Ladjalani yang beragama Islam untuk menjadi Sekretarisnya.26

Pada umumnya warga Kristen tidak mempersoalkan hal

tersebut selama pemeritah tetap memperhatikan kepentingan

dan kesejahteraan semua golongan masyarakat. Itulah

sebabnya Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah sebagai

representasi masyarakat Kristen di Poso tidak menyatakan

dukungan secara kelembagaan terhadap calon-calon yang ada

dan tidak melakukan intervensi terhadap proses pemilihan

pemimpin wilayah. Pdt. Rinaldy Damanik dalam kapasitas

sebagai Sekretaris Umum Majelis Sinode GKST mengatakan:

Bagi Sinode GKST, seorang pemimpin daerah,

termasuk jabatan-jabatan pemerintahan

lainnya, siapapun dia, dari suku dan agama

apapun dia, yang terpenting dan terutama

adalah dapat melaksanakan tugasnya untuk

kepentingan semua warga masyarakat, tanpa

diskriminasi, dan sesuai dengan prinsip yang

dianut oleh Negara Kesatuan Republik

Indonesia.27

Namun demikian keadaan politik di Poso tetap saja

dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan golongan

berdasarkan suku dan agama. Keadaan yang demikian

dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok agama radikal yang

telah masuk ke Poso secara ideologis dan organisatoris dan

berbasis di salah satu pondok pesantren di kelurahan Gebang

25 Ibid., 12. 26 Ibid., 23. Lih. Harian Mercu Suar, Palu, edisi Sabtu, 15 April 2000. 27 Ibid., 12.

Page 14: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

158 Redefinisi Tindakan Sosial…

Rejo kecamatan Poso Kota. Menurut Laporan Tim Satgas

Investigasi Poso yang dibentuk oleh Kapolri bahwa

keterlibatan jaringan Islam radikal di Poso nampak melalui

kehadiran kelompok-kelompok Al Jamaah Al Islamiyah,

Kompak, Lasykar Jundullah dll. dan menjadikan Poso sebagai

daerah proyek Uhud. Di Poso mereka dikenal dengan

kelompok Tanah Runtuh karena basis mereka ada di sebuah

pondok pesantren di lokasi tanah runtuh Kelurahan Gebang

rejo.28

Perkembangan keadaan sosial, politik, dan keagamaan

tersebut di atas meletus menjadi kerusuhan dan konflik

berdarah pada tanggal 15 April 2000. Pemicunya adalah

perselisihan antara pemuda, masing-masing beragama Islam

dan Kristen di Terminal Bus Kasintuwu Poso. Masyarakat

Kristen menduga insiden ini telah direkayasa oleh kelompok

Islam radikal di Poso. Seorang pemuda Islam bernama Dedy

dari kelurahan Kayamanya dengan mengendarai sepeda motor

datang dan memprovokasi beberapa pemuda Kristen yang

sedang berada di depan Gereja GKST Pniel Lombogia, dekat

terminal bus Poso.29 Para pemuda Kristen menjelaskan bahwa

persoalan perkelahian di terminal bus tersebut adalah

masalah pribadi dan telah ditangani oleh aparat keamanan dan

tidak ada yang terluka dalam perkelahian tersebut. Tidak lama

sesudah peristiwa itu, sejumlah besar pemuda Muslim dari

kelurahan Lawangan dan Kayamanya bergerak ke kelurahan

Lombogia dan langsung melempari rumah-rumah warga

Kristen di sekitar Gereja GKST Peniel. Melihat keadaan

tersebut warga Kristen menghindar, kecuali sekumpulan

pemuda mengambil posisi berjaga-jaga dan siap siaga di depan

Gereja untuk menjaga gereja dari pengrusakan dan

28 Karnavian, et.al.,Membongkar Konflik Poso…,177. 29 Damanik, Tragedi Kemanusiaan di Poso…., 24.

Page 15: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 159

pembakaran. Aparat keamanan dapat mengendalikan situasi

dengan mendesak massa Muslim kembali ke kelurahan

Lawanga dan Kayamanya.30 Keberadaan kelompok pemuda

Kristen di depan gereja Peniel Lombogia ternyata dipandang

oleh kelompok Islam sebagai upaya untuk menggalang massa

dan melakukan perlawanan serta serangan balik.31 Oleh

karena itu pada keesokan harinya, 16 April 2000 terjadi

mobilisasi massa Muslim di kelurahan Lawanga, Kayamanya,

Bonesompe, dan Gebang Rejo. Pada pukul 20.00 WITA

mobilisasi itu berkembang menjadi aksi penyerangan,

pengrusakan, penjarahan, dan pembakaran rumah-rumah

warga Kristen di seluruh kota Poso. Melihat keadaan makin

tidak terkendali oleh aparat keamanan, masa Kristen akhirnya

terpancing untuk melakukan perlindungan diri dan

perlawanan sehingga aksi-aksi pengrusakan berkembang

menjadi bentrok fisik berdarah di kota Poso. Korban

berjatuhan di kedua belah pihak, terutama di pihak massa

Muslim karena mereka melakukan perlawanan terhadap

aparat kepolisian yang hendak mengendalikan situasi.32

Sejak hari itu, bentrok fisik berdarah terus terjadi dan

mengakibatkan sejumlah korban di kedua pihak. Sementara

itu terjadi gelombang pengungsian terutama di kalangan

warga Kristen yang rumah-rumahnya telah dirusak, dijarah,

dan dibakar. Sebagian besar dari mereka mengungsi ke

Tentena, Morowali, dan Palu. Menurut data pada Krisis Senter

GKST jumlah pengungsi warga Kristen yang masuk ke kota

Tentena mencapai dua puluh ribu jiwa atau kurang lebih

empat ribu kepala keluarga.33 Kehadiran jumlah pengungsi

30 Karnavian, et.al., Membongkar Konflik Poso…, 58. 31 Fauzan Al-Anshari & Ahmad Suhardi (Ed.,), Tragedi Poso (Rawabunga:

Departemen Data & Info MMI, 2006), 16. 32 Karnavian, et.al., Membongkar Konflik Poso…,59. 33 Laporan Krisis Senter GKST kepada Majelis Sinode GKST dalam Sidang

Sinode GKST tahun 2004.

Page 16: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

160 Redefinisi Tindakan Sosial…

korban konflik tersebut mempertebal rasa solidaritas warga

Kristen di Tentena dan sekitarnya. Rasa solidaritas itu

ditunjukan melalui keterbukaan untuk menerima dan

merawat para keluarga pengungsi. Akan tetapi ada

sekelompok pemuda Kristen asal Poso yang melampiaskan

rasa marah dan dendam dengan melakukan penyerangan

terhadap warga Muslim yang ada di Tentena dan sekitarnya.

Akibatnya mereka meninggalkan Tentena dan mencari

perlindungan di Makasar dan Palu, bahkan ada yang kembali

ke Jawa.34

c. Konflik Jilid III: Mei 2000

Setelah Herman Parimo dipenjarakan, munculah

seorang tokoh pemberani baru dari desa Kele’i yang bernama

Ir. Adven L. Lateka. Ia mempunyai hubungan kekeluargaan

yang sangat dekat dengan Herman Parimo, karena saudara

perempuannya menikah dengan Herman Parimo. Ir. Lateka

mengawali aksinya melalui sejumlah tindakan protes terbuka

dan tertulis kepada aparat penegak hukum dan Pemerintah

berkaitan dengan ketidakadilan dalam penegakan hukum di

Poso.35 Menyadari aksi-aksi protesnya tidak mendapat

tanggapan dari aparat keamanan dan pemerintah, Ir. Lateka

membentuk sekelompok kaum militan dari kalangan pemuda

Kristen yang disebutnya sebagai Kelompok Pejuang Pemulihan

Keamanan Poso. Sebagian anggota kelompok ini adalah

kerabatnya yang berasal dari Poso Pesisir dan Pamona Utara,

termasuk desa Kele’i. Mereka melakukan perjuangan

melindungi desa-desa yang didiami oleh warga Kristen dan

34 Di Tentena ada dua desa yang penduduknya berasal dari Jawa, yaitu

Posunga dan Sawidago. Orang-orang Jawa ini adalah transmigran yang ditempatkan di

daerah Mori Atas. Akan tetapi karena mereka mempunyai jiwa dagang, maka mereka

pindah ke Tentena untuk berjualan. Wawancara dengan Sekretaris Kecamatan

Pamona Puselemba, tanggal 24 November 2013 di Tentena. 35 Damanik.,Tragedi Kemanusiaan di Poso…, 29.

Page 17: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 161

melakukan aksi perlawanan dan penyerangan terhadap

kelompok-kelompok perusuh di kota Poso dengan memakai

senjata-senjata tradisional dan sebagian senjata api.36 Dalam

suratnya kepada Komisi Nasional HAM Republik Indonesia, Ir.

Lateka menulis bahwa tujuan perlawanan bersenjatanya

adalah untuk memulihkan hak asasi masyarakat Poso yang

diporakporandakan secara terencana dan untuk

membebaskan warga masyarakat Poso dari penindasan para

perusuh. Untuk itu sasarannya adalah menumpas dan

menangkap para perusuh atau provokator kerusuhan dan

konflik Poso yang menurut penilaiannya dilindungi oleh

aparat keamanan dan pemerintah. Hal ini dilakukannya karena

ia menilai bahwa pemerintah dan aparat keamanan tidak

bersikap netral dan telah memihak kelompok muslim yang ada

di Poso.37 Menurut penilaian Rinaldy Damanik, sikap keras Ir.

Lateka disebabkan oleh akumulasi kekecewaannya terhadap

tindakan para perusuh, ketidakpastian sikap Pemerintah, dan

pembiaran yang dilakukan oleh aparat keamanan terhadap

para perusuh yang melakukan aksi pembunuhan, pembakaran,

dan penjarahan terhadap warga kristiani di kota Poso.38

Emosi kerusuhan dan konflik yang terjadi di kota Poso

terasa juga di kota Tentena dan Kele’i. Bukan saja karena

adanya rasa solidaritas kesukuan dan keagamaan, tetapi juga

karena sebagian besar warga gereja yang berasal dari kota

Poso mengungsi di Tentena dan sekitarnya. Akibatnya bila

terjadi aksi kekerasan masa terhadap warga Kristen di kota

Poso maka akan terjadi aksi balasan di Tentena dan

sekitarnya. Pada tanggal 16 Mei 2000 terjadi penyerangan

terhadap warga Muslim di desa Taripa, tidak jauh dari Kele’i.

36 M. Tito Karnavian, et.al., Membongkar Konflik Poso… 62-63. Ir. Lateka

tewas secara menggenaskan pada tanggal 2 Juni 2000 dalam sebuah kontak senjata

dengan pasukan Jihad di kota Poso. 37 Damanik, Tragedi kemanusiaan Poso…, 31-32. 38 Ibid.,61-62.

Page 18: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

162 Redefinisi Tindakan Sosial…

Satu orang tewas dalam penyerangan itu. Pada tanggal 19 Mei

2000 warga Kristen di daerah Taripa dan Kele’i melakukan

sweeping di jalur Trans Sulawesi yang menghubungkan

Makassar (Sulawesi Selatan) dengan Poso Palu (Sulawesi

Tengah).39 Aksi ini nampaknya adalah aksi balasan terhadap

serangan dan pembakaran perumahan warga kristiani oleh

massa Muslim di kota Poso dan sekitarnya.

Selama kerusuhan dan konflik Poso berlangsung, desa

Kele’i cukup dikenal sebagai basis mobilisasi massa Kristen

untuk melakukan perlawanan terhadap serangan massa

Muslim di Poso dan sekitarnya. Dalam mobilisasi ini semangat

perjuangan masyarakat di tahun limapuluhan ketika

menghadapi PERMESTA dan Darul Islam TII Abdul Kahar

Mazakar bangkit kembali. Ada beberapa orang yang pernah

terlibat dalam kedua pergolakan itu masih ikut dalam

mobilisasi tersebut. Mobilisasi ini melahirkan sebuah

kelompok perlawanan Kristen yang oleh opini publik disebut

Pasukan Merah. Di dalam kelompok ini terbentuk lagi sebuah

kelompok kecil militan yang ofensif dan agresif melakukan

aksi-aksi pembalasan dan penyerangan terhadap basis-basis

pasukan Jihad Islam di kota Poso. Kelompok kecil militan ini

dipimpin oleh Ir. Lateka dan seorang purnawirawan TNI.

Lateka sendiri menamakan kelompoknya sebagai Pejuang

Pemulihan Keamanan Poso. Akan tetapi masyarakat umum

dan aparat keamanan menyebut kelompok ini sebagai Pasukan

Kelelawar karena melakukan operasi gerilya pada waktu

malam dengan memakai pakaian hitam, senjata api, senjata

tradisional, dan ilmu-ilmu hitam. Salah satu aksi mereka yang

tercatat dalam laporan pihak keamanan adalah serangan dini

hari 24 Mei 2000. Puluhan orang dengan memakai pakaian

hitam dan tutup muka berwarna hitam memasuki kota Poso

39 Karnavian, et.al., Membongkar Konflik Poso…, 60.

Page 19: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 163

dari arah Barat dan melakukan penyerangan di kelurahan

Kayamanya, salah satu basis mobilisasi pasukan Jihad Islam di

kota Poso. Serangan ini mengakibatkan seorang anggota

kepolisian tewas dan sejumlah warga Muslim menjadi

korban.40

Mendengar bahwa warga Muslim di Poso diserang oleh

Pasukan Kelelawar, maka warga Muslim dari Ampana

dikerahkan untuk memberi bantuan. Mereka datang dengan

menggunakan puluhan kendaraan mobil terbuka. Ketika

melewati daerah Lage yang mayoritas penduduknya beragama

Kristen, massa Muslim dari Ampana ini dicegat oleh massa

Kristen. Bentrokan fisik berdarah tidak terhindarkan. Massa

Muslim dari Ampana tidak dapat melewati massa Kristen yang

berasal dari lage, yaitu dari desa-desa Silanca, Sepe, Bategencu,

dan Tagolu. Melihat massa Muslim mundur, massa Kristen

maju dan menyerang sebuah desa Islam di Lage, yaitu Toyado.

Sebaliknya Masa Muslim di Tojo, daerah perbatasan antara

Lage dengan Ampana, bergerak menyerang beberapa desa

Kristen di sana, seperti Tanamawau, Matako, dan Malei. Pada

hari yang sama, sebuah dusun kecil di daerah Lage yang

bernama Sintuwu Lemba dikepung oleh massa Kristen. Di

dusun ini terdapat penduduk beragama Islam yang berasal

dari Jawa dan terdapat sebuah Pondok pesantren. Penduduk

desa Tagolu dan desa tetangga bernama Tambaro yang telah

menganggap mereka siwia karena hidup bertetangga meminta

mereka untuk segera mengungsi. Sebagian warga dusun itu

mengungsi ke Poso melalui jalur Sungai Poso, tetapi sebagian

lagi tetap tinggal dan bertahan di kompleks Pondok Pesantren.

Keberadaan warga Muslim yang bertahan di Pondok

Pesantren Sintuwu Lemba ini dipandang oleh kelompok

Kristen yang militan bergaris keras sebagai bentuk

40 Ibid., 1.

Page 20: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

164 Redefinisi Tindakan Sosial…

perlawanan dan persiapan untuk melakukan serangan. Atas

anggapan itu, kompleks Pondok Pesantren tersebut diserang

dan korban berjatuhan, terutama dari pihak Muslim.41 Pada

saat inilah kerusuhan dan konflik Poso meluas dari kota Poso

ke daerah-daerah sekitarnya. Aksi-aksi kekerasan,

pengrusakan, penjarahan, pembakaran, penganiayaan, dan

bentrok fisik berdarah tidak hanya terjadi di kota Poso tetapi

dengan cepatnya menyebar ke kecamatan-kecamatan lain di

sekitarnya, terutama kecamatan Lage Tojo, Poso Pesisir, dan

Pamona Utara.

Aksi pembalasan massa Kristen terhadap massa

Muslim berlanjut dengan gerakan dari beberapa desa di

kecamatan Poso Pesisir, yaitu Sangginora, Dewua, Tangkura,

Patiwunga, dan Kasiguncu. Mereka bergerak ke arah desa-desa

berpenduduk Muslim yang ada tepi pantai dan melakukan

pembakaran setelah seluruh warganya diperintahkan untuk

mengungsi. Desa-desa berpenduduk Muslim yang dibakar

adalah Tabalu, Bega, Tiwaa, Tokorondo, Tambarana, Mapane,

dan Toini. Gerakan penyerangan ini berhenti di desa Moengko

yang berbatasan dengan kelurahan Kayamanya Poso Kota.

Upaya untuk memasuki kota Poso dan melakukan

penyerangan berpuncak pada tanggal 2 Juni 2000. Ratusan

massa Kristen yang dipimpin oleh Lateka bergerak hendak

mengambil alih kota Poso dari massa Muslim. Namun massa

Muslim yang sudah bergabung dari berbagai daerah dan

pasukan keamanan dari Satuan Brimob Kelapa Dua Jakarta

dan Pasukan TNI dari Batalyon Zipur Makasar dapat

menghalau gerakan ofensif massa Kristen. Dalam bentrokan

ini Lateka tewas diterjang peluru.42

41 Peristiwa penyerangan Pondok Pesantren ini menjadi issu pembantaian

warga Muslim di Poso. Lih. Al-Anshari & Suhardi (Ed.,) Tragedi Poso (Poso: Majelis

Mujahidin & Forum Perjuangan Umat Islam Poso, 2006). 42 Karnavian, et.al., Membongkar Konflik Poso…, 64.

Page 21: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 165

Melihat keadaan yang makin tidak terkendali,

Pemerintah dan aparat keamananan menggelar Operasi

Pemulihan Keamanan dengan menggunakan sandi Operasi

Sadar Maleo dan Operasi Cinta Damai. Sejak saat itu, massa

Kristen mundur dan mengambil sikap pasif. Sementara di

pihak lain, sekelompok massa Muslim mengambil sikap aktif

dengan melakukan aksi-aksi teror berdarah, seperti

penculikan dan pembunuhan, penembakan dan pemboman

angkutan-angkutan umum, pemboman tempat-tempat umum

seperti pasar dan rumah ibadah. Aksi-aksi teror berdarah ini

berlangsung secara tersembunyi dan tidak terduga. Aksi-aksi

itu antara lain, kasus pemenggalan kepala tiga siswa SMU

Kristen Poso, kasus penculikan dan pembunuhan Bendahara

Sinode GKST, Pnt. Oranje Tadjodja, kasus penembakan Pdt.

Susianti Tinulele ketika sedang berkhotbah di Gereja GKST

Efata Palu, kasus Penembakan Sekretaris Umum Sinode GKST,

Pdt. Irianto Kongkoli, kasus penembakan Jaksa Silalahi, kasus

pemboman Gereja GKST Imanuel Palu, kasus pemboman Pasar

Tentena, dan sejumlah kasus-kasus teror berdarah lainnya.

Sampai tahun 2002 tercatat 42 desa yang berpenduduk

Kristen di kecamatan Poso kota, Poso Pesisir, dan Lage Tojo

yang terbakar oleh aksi kerusuhan dan konflik. Kehancuran

fisik bangunan diperkirakan lebih dari 6.523 unit, 17 sekolah,

1 asrama pelajar dan susteran Katolik, 1 pondok pesantren, 8

Puskesmas, 57 Mesjid, 70 gereja, dan 2 Pura.43 Penduduknya

yang beragama Kristen mengungsi ke kecamatan Lore Utara,

Pamona Utara, Morowali, Palu, dan Manado, sementara

penduduk yang beragama Islam mengungsi ke Ampana, Parigi.

Palu, Makasar, dan Jawa. Kecamatan Lage Tojo terletak di

sebelah Timur kota Poso, dengan desa-desa yang menyebar di

43 Damanik, Tragedi Kemanusiaan di Poso…, 56.

Page 22: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

166 Redefinisi Tindakan Sosial…

sepanjang pesisir teluk Tomini.44 Kecamatan Lage

menghubungkan kota Poso dengan sebuah kota kecil yang

berpenduduk mayoritas muslim, yaitu Ampana yang

merupakan bekas pusat kerajaan Islam Tojo. Kota Ampana ini

sekarang telah menjadi ibu kota kabupaten Touna. Kecamatan

Poso Pesisir terdiri dari desa-desa yang menyebar di

sepanjang pesisir Barat teluk Tomini. Kecamatan ini

menghubungkan kota Poso dengan sebuah kota pelabuhan

yang penduduknya mayoritas muslim, yaitu Parigi. Kota ini

sekarang telah menjadi ibu kota kabupaten Parimo.

Sementara itu sejumlah besar pengungsi korban konflik Poso

memilih tinggal di Tentena dan sekitarnya sehingga sejak

tahun 2000 terjadi peningkatan jumlah penduduk di kota

Tentena dan sekitarnya.45

Keterlibatan warga Kele’i dalam konflik Poso tersebut

di atas tidak saja disebabkan oleh adanya tokoh-tokoh atau

pemimpin-pemimpin perlawanan yang berasal dari Kele’i,

seperti Herman Parimo dan Ir. Lateka, tetapi juga karena

mengingat sejarah Kele’i yang berpengalaman dalam perang

antara suku-suku di Poso sampai dengan akhir abad

kesembilan belas dan perlawanan mereka terhadap dua

kerajaan Islam yang bersaing menguasai teritori mereka, yaitu

kerajaan Luwu dengan pusatnya di Palopo Sulawesi Selatan

dan Kerajaan Sigi dengan pusatnya di Palu Sulawesi Tengah.

Selain itu, warga desa Kele’i memiliki peran strategis pada

masa perjuangan Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah (GPST)

dalam melawan Permesta serta Darul Islam /Tentara IsIam

Indonesia yang dipimpin oleh Abdul Kahar Muzakar di

44 Wawancara dengan Pdt. Ishak Pole, M.Si., tanggal 24 November 2013 di

Tentena. 45 Wawancara dengan Sekretaris Kecamatan Pamona Puselemba, tanggal 24

November 2013 di Tentena.

Page 23: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 167

Sulawesi Selatan.46 Pengalaman-pengalaman historis dan

eksistensial itu telah membentuk sifat dan karakter orang-

orang Kele’i sebagai orang-orang yang pemberani, pantang

menyerah, tidak takut menghadapi ancaman, keras, dan setia

kawan dengan orang-orang yang telah dianggap siwia47

dengan mereka. Salah satu identitas sosial yang membuat

seseorang dianggap siwia dengan penduduk setempat adalah

identitas agama. Oleh sebab itu, kekristenan telah menjadi

salah satu alat perekat yang kuat antara orang-orang Pamona

dengan para pendatang dari daerah lain. Di desa Kele’i

terdapat beberapa keluarga yang berasal dari Minahasa,

Morowali, Toraja dan lain-lain, tetapi dalam kehidupan sehari-

hari mereka tidak dapat dapat lagi dibedakan dengan orang-

orang Kele’i sendiri. Selain itu, pengalaman-pengalaman

perang dan konflik bersenjata di masa lalu telah membuat

orang-orang Kele’i merasa perlu membekali diri dengan ilmu-

ilmu hitam yang dapat dipakai untuk melindungi diri dan

keluarga, seperti ilmu kebal dan ilmu pedukunan.48 Oleh latar

belakang inilah kita dapat memahami keterlibatan orang-

orang Kele’i dalam kerusuhan dan konflik Poso sejak tahun

1998 hingga 2003. Jiwa pemberani dan setia kawan dengan

orang-orang yang dianggap siwia dengan mereka sendiri telah

membuat mereka tidak bisa berdiam diri ketika melihat orang-

orang Poso dan warga Kristen di kota Poso menjadi korban

amuk masa dan akhirnya terlibat dalam konflik berdarah.

46 Lih. uraian sejarah sebelumnya dalam Bab IV Pasal 6.2 tentang

Pergolakan Politik di Sulawesi Tengah. Lih. juga Sadi, et.al., Gerakan Pemuda Sulawesi

Tengah (GPST) di Poso…, 109. 47 Dalam budaya Pamona, orang asing atau pendatang yang hendak

diterima menjadi bagian dari kehidupan sosial budaya Pamona harus melewati

sebuah ritual yang disebut Pekasiwia.Bila seseorang sudah mengikuti ritual tersebut

maka dia sudah dianggap siwia (sama dan setara) dengan orang-orang Pamona.

Kepadanya diberi hak-hak dan kewajiban masyarakat adat, seperti mosintuwu atau

gotong royong. Wawancara dengan Bapak Kalingani, 28 Maret 2014 di Kele’i. 48 Wawancara dengan Ibu Ngkai Janggo, 28 Maret 2014 di Kelei. Wawancara

dengan Bapak Henos, 28 Maret 2014 di Kele’i.

Page 24: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

168 Redefinisi Tindakan Sosial…

Dari fakta-fakta dan opini-opini tersebut di atas dapat

disimpulkan bahwa walaupun Kele’i tidak mengalami secara

langsung kerusuhan dan konflik Poso karena letaknya yang

relatif jauh dari Poso, tetapi ia telah terlibat dalam aksi-aksi

kekerasan dan pertikaian bersenjata di kota Poso dan

sekitarnya. Keterlibatan tersebut bersifat langsung melalui

keterlibatan orang-orang Kele’i dalam konflik dan secara tidak

langsung melalui dukungan moril terhadap mereka yang

terlibat. Dukungan itu antara lain nampak melalui penerimaan

penduduk Kele’i terhadap relawan-relawan yang berasal dari

desa lain yang ikut terlibat dalam konflik Poso. Menurut

infomasi yang diperoleh, Fabianus Tibo49, salah seorang tokoh

pemimpin gerakan perlawanan massa Kristen selama

kerusuhan dan konflik Poso, sering melakukan konsolidasi dan

mobilisasi dari desa Kele’i.50 Informasi ini semakin

menegaskan keterlibatan Kele’i dalam kerusuhan dan konflik

Poso.

1.3. Masalah-Masalah Pasca Konflik

Konflik Poso mulai mereda pada tahun 2003 menyusul

dilakukannya Perjanjian Malino untuk Poso pada tanggal 20

49 Fabianus Tibo adalah warga masyarakat Morowali yang berasal dari

Flores. Pada waktu konflik Poso berlangsung, ia bersama dua rekannya, yaitu

Marianus Riwu dan Dominggus da Silva pergi ke Poso untuk melakukan evakuasi

terhadap siswa-siswa SMA Katolik yang lokasinya berada di tengah pemukiman

Muslim. Sejak saat itu mereka bertiga tidak dapat menghindarkan diri lagi dari aksi-

aksi perlawanan terhadap massa Islam di kota Poso dan sekitarnya. Keterlibatan

mereka bertiga akhirnya dijadikan alasan untuk ditangkap pada tahun 2001, diadili

dan divonis dengan hukuman mati. Masyarakat kristiani dan organisasi gereja di Poso

melakukan perlawanan legal terhadap putusan hukum yang dianggap tidak adil itu.

Tetapi semua upaya tidak berhasil membebaskan mereka bertiga. Pada dini hari 23

September 2006, mereka bertiga dieksekusi di hadapan regu tembak satuan Brimob

Polda Sulteng di kota Palu. Peristiwa ini meninggalkan kekecewaan dan kemarahan

serta trauma yang dalam bagi seluruh masyarakat Kristiani di kota Poso. Mereka

bertiga dianggap sebagai martir dan korban ketidakadilan yang dilakukan oleh aparat

hukum dan pemerintah. Untuk lengkapnya lih. Yosef Tor Tulis, Kisah Tiga Martir dari

Poso (Jakarta: Jetpress, 2007). 50 Wawancara dengan Ibu Bareta, 28 Maret 2014 di Kele’i. Wawancara

dengan Bapak Tologana, 28 Maret 2014 di Kele’i.

Page 25: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 169

Desember 2001 di Malino Sulawesi Selatan. Perjanjian dan

deklarasi damai ini dipelopori oleh Yusuf Kalla sebagai

Menteri Koordinator Kesejahateraan Rakyat pada waktu itu.

Pertemuan Malino dihadiri oleh pihak-pihak yang berkonflik

di Poso. Masing-masing pihak diwakili oleh empat belas orang

delegasi. Dari pihak Kristen dihadiri oleh wakil GKST dua

orang, wakil gereja Roma Katolik dua orang, wakil-wakil

kelompok milisi seperti pasukan Kelelawar, Macan, Kupu-

Kupu, Amsimar dan Krisis Senter yang masing-masing dua

orang. Dari pihak muslim dihadiri oleh MUI Sulteng dua orang,

MUI Poso dua orang, dan wakil-wakil kelompok Hisbullah,

Ahlussunah Waljamaah, Jundullah, Majelis Dzikir, dan Jamaah

Tablig masing-masing dua orang.

Keadaan yang relatif aman pasca Perjanjian Malino

untuk Poso menyisakan sejumlah masalah bagi warga desa

Kele’i pada umumnya dan mereka yang terlibat dalam

kerusuhan dan konflik pada khususnya. Kehadiran Tentara

dan Brimob di Poso dan Morowali dalam rangka pemulihan

keamanan dan pengejaran serta penangkapan aktor-aktor

kerusuhan menyebabkan masyarakat terintimidasi. Tentara

dan Brimob melakukan rasia-rasia di beberapa desa di

Pamona Utara dan Morowali untuk mengejar Fabianus Tibo,

Marianus Riwu, dan Dominggus da Silva yang dianggap

bertanggung jawab terhadap penyerangan di Pondok

Pesantern Wali Songo di Dusun Sintuwu Lemba Kecamatan

Lage. Salah satu desa yang menjadi target operasi pengejaran

adalah Kele’i karena dianggap menjadi basis mobilisasi massa

Kristen selama konflik. Selain itu Tentara dan Brimob

melakukan razia senjata berapi dan menangkap orang-orang

yang kedapatan memiliki dan menyimpan senjata api. Razia-

razia ini dilakukan dengan cara-cara yang keras dan kasar

sehingga menimbulkan rasa marah dikalangan warga

Page 26: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

170 Redefinisi Tindakan Sosial…

masyarakat. Oleh sebab itu sering terjadi ketegangan

hubungan antara aparat keamanan dengan warga masyarakat

di beberapa tempat di kecamatan Pamona Utara dan Pamona

Timur, seperti di Tentena, Kele’i, dan Taripa. Ketegangan-

ketegangan itu sering berakhir dengan penangkapan warga

masyarakat dan penganiayaan. Keadaan mulai berubah ketika

aparat keamanan berhasil menangkap Fabianus Tibo dan

kedua rekannya di desa Jamur Jaya Kecamatan Lembo

Kabupaten Morowali pada pertengahan Juni 2000.51

Emosi-emosi negatif yang muncul ketika hubungan-

hubungan sosial dalam masyarakat dipenuhi dengan rasa

curiga, marah, dendam, dan rasa bersalah karena melakukan

aksi kekerasan bahkan pembunuhan serta pemakaian ilmu-

ilmu hitam menghantui warga desa Kele’i. Emosi-emosi negatif

itu mengendap di dalam perasaan mereka sehingga kehidupan

sehari-hari menjadi terganggu oleh kegelisahan dan ketakutan.

Seorang warga Kele’i yang berumur kurang lebih empat puluh

tahun yang ikut secara langsung dalam kerusuhan dan konflik

Poso mengatakan:

Yaku maeka rayaku wawase’i. Bare’e rodo

katuwuku mangaendo-endo poiwali anu mewali

ri Poso. Tempo setu yaku malulu ngkai jela-jela ri

Sangginora. Yaku ndariu sira Om Tibo danaka

yaku mampotompu paincani anu danda pake

moiwali. Roo nda riu, kuepe koroku maroso,

magasi, pai beda tinja wa’a panaguntu ri koroku.

Ince’e painaka maroso rayaku pai bare’e eka

ndayaku mampositomu tau se’e anu lau ri Poso.

Paikanya ri kapusanya poiwali setu, kuepe wa’a

paincani setu marameda ri koroku. Bare’e lintu

kayoreku sambengi-sambengi. Pepokonoku ja

sambela da sengke pai mombeluku.52

51 Tulis, Kisah Tiga Martir…, 23-22. 52 Bahasa Pamona, artinya: “Sekarang ini perasaan takut menyelimuti aku.

Tidak tenang hidupku mengingat-ngingat apa yang telah terjadi di Poso. Waktu itu

Page 27: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 171

Apa yang terjadi pada orang ini terdapat juga pada diri

beberapa orang yang lain. Menurut Pendeta Bareta sebagai

Gembala Jemaat Eli Salom Kele’i, sesudah kerusuhan dan

konflik Poso berakhir ada sejumlah besar warga desa Kele’i

dan sekaligus warga jemaatnya yang datang kepadanya

menyerahkan benda-benda jimat yang telah dipakai selama

kerusuhan tersebut. Mereka minta untuk dilepaskan dan

dibebaskan dari kuasa dan pengaruh kekuatan-kekuatan

magis yang pernah mereka pakai, karena kehidupan mereka

tidak tenang dan panas. Pendeta Bareta kemudian

mengumpulkan benda-benda jimat itu dan membakarnya.53

Selain karena pengalaman magis selama kerusuhan

dan konflik Poso, ada juga orang yang terbeban dan merasa

bersalah karena terlibat dalam aksi-aksi berdarah yang

mengakibatkan kematian orang lain. Seorang informan yang

masih muda, kurang lebih berumur 35 tahun membuat

kesaksian sbb:

Saya melihat aksi pengeroyokan di halaman

kantor BRI Tentena. Waktu itu saya sedang

berada di pasar. Tiba-tiba saya lihat orang

banyak lari ke muka BRI. Saya ikut lari ke

sana. Di sana saya lihat seseorang sedang

melawan sejumlah besar orang. Saya kenal dia

karena dia anak Pasar Tentena. Orang-orang

mulai pukul dia pake kayu dan batu. Lalu Ibu

Lumentut datang menghentikan aksi orang

banyak itu dan bawa dia ke Rumah Sakit

GKST. Waktu itu saya punya perasaan biasa-

saya mengikuti orang tua itu (Maksudnya Lateka) sampai di Sangginora. Sebelumnya

saya dimandikan oleh Om Tibo agar saya memperoleh ilmu kebal yang akan dipakai

dalam peperangan. Setelah dimandikan tubuh saya menjadi kuat, lincah gesit, dan

kebal terhadap senjata tajam dan peluru. Itulah sebabnya saya kuat hati dan tidak ada

perasaan gentar sedikitpun untuk berperang di Poso. Tetapi setelah perang itu

berakhir saya merasa ilmu itu panas membakar tubuhku. Saya tidak bisa tidur

setiapmalam. Saya selalu dikejar oleh keinginan untuk marah dan berkelahi…”

Wawancara dengan saudara “N” (samaran) 27 Maret 2014 di Kel’i. 53 Wawancara dengan Ibu Pendeta Bareta, 27 Maret 2014 di Kele’i.

Page 28: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

172 Redefinisi Tindakan Sosial…

biasa saja. Ada sedikit takut waktu Brimob

datang di Tentena. Tapi tidak ada apa-apa.

Nanti waktu ikut-ikut persekutuan doa di

tenda, saya sadar dan merasa berdosa… 54

Peristiwa yang dimaksud di atas adalah peristiwa

pembunuhan oleh massa terhadap seorang warga Muslim asal

Makassar yang pernah tinggal di Tentena dan berjualan di

Pasar. Pada waktu kerusuhan ia meninggalkan Tentena dan

pergi ke Poso. Ada kabar bahwa ia ikut dalam aksi-aksi

pembakaran di Poso. Ketika keadaan relatif aman, ia datang ke

Tentena untuk menarik tabungannya di BRI Kancab Tentena.

Pada saat itu masyarakat mengenalnya dan mengeroyoknya

hingga tewas di tempat.

Pengaruh kuasa-kuasa magis, pengalaman-pengalaman

traumatis, dan emosi-emosi negatif seperti di atas kemudian

tereskpresi baik secara personal maupun kolektif dalam

perilaku, hubungan-hubungan kekeluargaan dan sosial.

Ketertiban dan keamanan di dalam desa sering mengalami

gangguan oleh sikap-sikap keras, kasar, dan mabuk-mabukan

dari warga masyarakat sendiri. Menurut salah seorang tokoh

masyarakat, sesudah kerusuhan dan konflik Poso, warga desa

Kele’i yang memang memiliki karakter pemberani dan keras

sering terlibat dalam perkelahian antar warga di dalam desa.

Orang-orang menjadi mudah tersinggung dan marah lalu

bentrok fisik di dalam kampung, apalagi kalau sudah mabuk

dengan saguer dan captikus.55

Proses penegakan hukum yang tidak jelas dan parsial

terhadap sejumlah korban kerusuhan dan para pelaku

kekerasan masa membuat masyarakat frustrasi dengan

54 Wawancara dengan “R” (nama samaran), 25 November 2013 di Kele’i. 55 Saguer dan cap tikus adalah nama minuman tradisional beralkohol yang

diolah secara tradisional oleh penduduk dari tangkai buah pohon aren. Wawancara

dengan Pdt. Y. Bareta, 26 Maret 2014 di Kele’i.

Page 29: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 173

keadaan yang berkembang. Hal ini misalnya nampak dalam

reaksi emosional warga masyarakat ketika terjadi pengejaran

dan penangkapan terhadap Fabianus Tibo, Marianus Riwu,

dan Dominggus da Silva yang dituduh sebagai pemimpin

pasukan merah dari komunitas Kristen dan yang dituduh

melakukan pembantaian di sebuah pondok pesantren di desa

Sintuwu Lemba Kecamatan Lage. Sementara pada saat yang

sama para pelaku penyerangan dan aksi-aksi penculikan dan

pembunuhan dari komunitas Muslim tidak diusut dan

ditangkap. Keadaan menjadi semakin runyam ketika di kota

Poso muncul sebuah kelompok teroris yang melakukan aksi-

aksi gerilya untuk menculik dan membunuh tokoh-tokoh

masyarakat Kristen dan para pemimpin gereja. Masyarakat

menjadi frustrasi karena tidak ada upaya yang serius dari

aparat keamanan dan penegak hukum untuk mengejar dan

menangkap para pelaku serta membawa mereka ke

pengadilan. Rasa frustrasi itu kemudian muncul dalam sikap

apatis dan curiga dalam hubungan-hubungan sosial.

Dari kenyataan-kenyataan tersebut di atas dapat

ditarik kesimpulan bahwa setelah situasi menjadi relatif aman,

masyarakat menghadapi masalah-masalah baru dalam

kehidupan pribadi dan sosial. Menurut informasi yang berhasil

dihimpun dari masyarakat, terutama para pemimpin

masyarakat dan gereja ada beberapa masalah yang dirasakan

oleh warga desa Kele’i sesudah konflik Poso, yaitu:

a. Ketegangan dan konflik dalam Masyarakat

Kerusuhan dan konflik Poso menyebabkan terjadinya

fenomena gerakan mistik dan kebangunan rohani di kalangan

masyarakat pada umumnya, dan Kele’i pada khususnya.

Selama konflik berlangsung masyarakat diramaikan oleh

ritual-ritual mistis dan praktek-praktek magis untuk

Page 30: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

174 Redefinisi Tindakan Sosial…

mendapatkan paincani56 yang dapat dipakai untuk melindungi

diri, misalnya ilmu menghilang dan ilmu kebal. Ritual-ritual

mistik dan praktek-praktek magis ini sering dikombinasikan

dengan konsep-konsep dan praktek-praktek keagamaan

Kristen, misalnya memandikan orang di tengah malam dan

mengucapkan doa Bapa Kami untuk memperoleh ilmu kebal.

Selain itu masyarakat juga memakai benda-benda dan simbol-

simbol keagamaan Kristen untuk menjadi jimat pelindung diri,

misalnya kalung salib dan alkitab kecil untuk membuat diri

berani dan kebal terhadap senjata tajam.

Secara historis Kele’i cukup dikenal sebagai desa

mistik karena adanya sejumlah orang yang dianggap memiliki

paincani yang tinggi. Mereka merasa penting untuk memiliki

paincani tersebut sebagai pelindung dan kekuatan dalam

perang dan masa pergolakan. Menurut informasi yang ada,

paincani-paincani ituberasal dari orang-orang tua yang ikut

dalam perang melawan to Napu, to Pebato, to Luwu, dan to Sigi

di abad ke sembilan belas. Pada waktu pergolakan politik

melawan PRRI Permesta dan Darul Islam, Kele’i menjadi salah

satu basis markas Gerakan Pemuda Sulawesi Tengah (GPST).

Hal ini dikarenakan letak desa Kele’i yang strategis untuk

pertahanan dan karakter orang Kele’i yang pemberani. Pada

waktu itulah orang-orang kembali mencari dan mempelajari

paincani-paincani itu untuk dipakai menghadapi pasukan

Permesta dan Darul Islam Tentara Islam Indonesia.57

Setelah masa pergolakan politik di Sulawesi Tengah

berakhir, paincani-paincani itu mengendap dan tidak

dipergunakan. Sesekali dipakai oleh orang-orang tertentu

untuk mencoba orang-orang lain, terutama orang asing atau

orang yang tidak disukai. Dalam bahasa setempat cara ini

56 Bahasa Pamona, artinya Ilmu dan kekuatan gaib. 57 Wawancara dengan Pdt. Y. Bareta, 27 Maret 2014 di Kele’i.

Page 31: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 175

disebut mombewai.58 Ketika kerusuhan dan konflik Poso

terjadi, orang-orang kembali menghidupkan fungsi paincani-

paincani ini. Paincani itu bersumber dari agama dan

kepercayaan nenek moyang yang disebut lamoa. Dalam

kepercayan suku Pamona, kehidupan manusia dikelilingi oleh

berbagai macam kekuatan yang tidak dapat diperkirakan.

Kekuatan-kekuatan itu akan menjadi sebuah ancaman dan

bahaya apabila tidak dapat dikendalikan. Kekuatan-kekuatan

itu bisa datang dari gejala-gejala alam, situasi dan peristiwa,

musuh-musuh sosial, serta roh-roh yang tidak kelihatan. Oleh

sebab itu apabila orang-orang akan pergi ke hutan untuk

mencari rotan dan berburu, atau pergi berperang melawan

musuh maka orang tidak akan selamat kecuali kalau para tua-

tua memberikan paincani-paincani itu kepada mereka.59

Penggunaan paincani-paincani ini semasa konflik dan

terlebih sesudah konflik menjadi pokok ketegangan antara

masyarakat yang masih kental dengan pandangan tradisional

dengan mereka yang berpikiran modern. Bagi kaum

tradisional penggunaan paincani merupakan warisan nenek

moyang dan kekayaan budaya yang harus dipertahankan dan

dipergunakan. Sementara bagi kaum modern tindakan seperti

itu tidak rasional, sinkretisme, dan bertentangan dengan

pokok-pokok kepercayaan Kristen. Ekspresi-ekspresi kaum

tradisional muda yang memiliki paincani tersebut tidak jarang

muncul dalam bentuk perilaku keras dan tidak terkontrol,

seperti berkelahi dan minum minuman beralkohol hingga

mabuk. Kelanjutan dari ketegangan ini adalah

terpinggirkannya kaum tradisional dari acara-acara formal

kemasyarakatan, ibadah-ibadah ritual gereja, dan

kepemimpinan-kepemimpinan desa.

58 Wawancara dengan Bapak Tologana, 27 Maret 2014 di Kele’i. 59 Kruyt, Kabar Keselamatan di Poso…, 55.

Page 32: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

176 Redefinisi Tindakan Sosial…

b. Penyalahgunaan Minuman Beralkohol

Salah satu kebiasaan yang sudah ada secara turun

temurun di kalangan suku-suku yang ada di Poso adalah

mengolah minuman beralkohol dari bahan air pucuk buah

pohon aren. Pohon aren adalah salah sau jenis tanaman liar

yang banyak tumbuh di lereng lereng bukit pedalaman

Sulawesi tengah. Penduduk mengolah secara tradisional air

yang keluar dari pucuk bakal buah menjadi minuman

beralkohol yang dalam bahasa setempat disebut saguer.

Minuman beralkohol ini menjadi konsumsi kaum lelaki

dewasa ketika mereka berada di ladang dan telah selesai

mengerjakan pekerjaan harian. Minuman ini sering juga

dijadikan sebagai minuman perayaan dalam acara-acara

budaya dan pesta rakyat, seperti pesta panen, pesta

perkawinan, dan pesta duka. Kadang juga minuman ini dipakai

untuk acara-acara penyambutan tamu dalam pesta rakyat.

Saguer termasuk dalam jenis minuman berkadar

alkohol rendah, namun penduduk sering menyulingnya lagi

dengan cara tradisional untuk mendapatkan minuman

beralkohol dengan kadar tinggi yang disebut cap tikus. Jenis

yang terakhir inilah yang dapat menimbulkan keadaan mabuk

bagi yang mengkonsumsinya.60

Menurut informan yang diwawancarai, pada waktu

kerusuhan dan konflik Poso berlangsung di tahun 1998

sampai dengan tahun 2003, masyarakat bersepakat untuk

bersiaga dan waspada terhadap gangguan keamanan dan

serangan kelompok perusuh. Oleh sebab itu mereka

menghindari konsumsi minuman beralkohol. Bila kedapatan

ada warga yang minum cap tikus atau saguer ketika sedang

terjadi konflik maka akan dikenai sanksi berupa perendaman

60 Wawancara dengan Pdt. Y. Bareta, 2 Maret 2014 di Kele’i.

Page 33: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 177

di salah satu sungai pada waktu malam hingga dini hari.61

Selama berlangsung kerusuhan dan konflik Poso orang-orang

patuh pada kesepakatan itu. Mereka sepakat untuk

memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaga pada kondisi

keamanan, baik di dalam desa maupun di daerah sekitarnya.

Orang-orang yang akan pergi ke Poso untuk melakukan

evakuasi dan pembelaan terhadap masyarakat Kristen di sana

diharuskan berada dalam kondisi mental dan fisik yang baik,

tanpa dipengaruhi oleh alkohol. Akan tetapi ketika kerusuhan

dan konflik fisik berdarah usai di tahun 2003, terjadi titik balik

dalam perilaku masyarakat. Keadaan yang relatif aman dan

waktu luang yang cukup tersedia menjadi kesempatan untuk

berkumpul dan mengkonsumsi saguer dan captikus. Seorang

pemuda yang berhasil diwawancarai mengatakan:

Saya masih terbayang-bayang dengan muka-

muka yang panik waktu kami ada di Tagolu.

Waktu itu pasukan Jihad menyerang

Buyungkatedo. Kami lalu ke desa Sepe untuk

jaga-jaga jangan sampai pasukan jihad masuk

ke Silanca. Kalau Silanca dimasuki Jihad, Tagolu

juga akan akan dimasuki. Saya punya bale satu

orang yang berasal dari Pamona, mati di dekat

Tongko karena tertembak. Mayatnya tidak ada

yang berani ambil. Tiga hari kemudian baru

Brimob evakuasi jenazahnya ke Tagolu dan

dibawa ke Pamona. Wajahnya hancur,

jenasahnya bau busuk sekali. Kalau ingat itu

saya ngeri, tidak bisa makan, tidak bisa tidur.

Tetapi kalau sudah duduk manginu62 dengan

teman-teman saya bisa lupakan itu. Tapi waktu

ada ibadah-ibadah tenda yang dipimpin Liana,

saya sadar, sekarang saya tidak minum lagi,

bahkan merokok juga tidak lagi.63

61 Wawancara dengan Ibu Pendeta Bareta, 27 Maret 2014. 62 Bahasa Pamona, artinya minum. 63 Wawancara dengan saudara “Y”, 18 November 2013 di Kele’i.

Page 34: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

178 Redefinisi Tindakan Sosial…

Pengalaman yang hampir sama diceritakan oleh

seorang pemuda lain yang juga tidak mau disebutkan

namanya,

Torang mau evakuasi orang-orang yang masih

tinggal di kebun-kebun di Buyumboyo. Torang

jalan dari Sepe melewati kebun-kebun. Waktu

sudah dekat Buyumboyo, ketemu laskar Jihad

yang dari Madale mau pulang ke Lawanga.

Torang ada kurang lebih dua puluh orang, ada

yang dari Tentena, Tagolu, dan Silanca. Tetapi

kami hanya bawa parang dan senjata rakitan.

Laskar Jihad tembak torang lalu torang balas,

tapi kurang peluru. Satu teman kena langsung

jatuh. Torang tidak berani balik untuk ambil dia

waktu itu. Dua hari kemudian torang balik ke

tempat itu, adoh….. kasihan jenazahnya so

busuk, dorang ikat dan bakar di pohon

bambu….. kita kalu inga ini rasa muntah dan

pusing…64

Para informan ini adalah pelaku sejarah kerusuhan

Poso. Kesaksian mereka menunjukan bahwa mereka memiliki

pengalaman-pengalaman traumatis yang tidak dapat

terlupakan. Pengalaman-pengalaman itu terus membayangi

dan menghantui pikiran dan perasaan mereka sehingga

setelah keadaan relatif aman mereka tidak dapat kembali

hidup secara normal. Mereka terus diganggu oleh memori-

memori dan emosi-emosi yang meninggalkan luka di dalam

batin mereka. Menurut informasi dari salah seorang tokoh

masyarakat dan tokoh jemaat bahwa orang-orang yang

dulunya ikut dalam kerusuhan dan konflik Poso menjadi

64 Buyumboyo adalah nama desa yang dikenal umum oleh masyarakat Poso.

Nama resmi desa ini adalah Bukit Bambu. Terletak di sebuah bukit yang tinggi di dekat

kota Poso. Penduduknya mayoritas Kristen dari suku pamona lage. Dari desa inilah

berasal tiga siswa SMU Kristen Poso yang dipenggal kepalanya pada saat berjalan

menuju sekolah. Waktu kerusuhan dan konflik penduduk desa ini mengungsi ke

Tentena. Wawancara dengan “A”, 20 November 2013.

Page 35: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 179

orang-orang yang tidak terkendali, apalagi ketika mereka telah

minum saguer dan cap tikus. Namun demikian, setelah terjadi

fenomena Marliana, sebagian besar dari mereka telah bertobat

dan sekarang tidak minum lagi, bahkan merokokpun tidak.65

Konsumsi alkohol yang berlebihan dan perilaku

mabuk-mabukan di kalangan warga yang mengalami masalah

emosional karena memori-memori negatif dan pengalaman

traumatis kerusuhan membuat pekerjaan warga masyarakat

dan ekonomi keluarga merosot. Banyak pemuda tidak dapat

melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena

tidak mempunyai biaya dan akhirnya putus sekolah. Para

pemuda yang putus sekolah ini menjadi masalah bagi desa

Kele’i karena mereka tidak produktif. Bila malam mereka

kumpul dan minum-minum sampai mabuk, lalu siang hari

mereka hanya tidur dan tidak bekerja.66 Keadaan ini membuat

para pemimpin masyarakat dan pemimpin gereja prihatin.

Keadaan aman dan tanpa bentrokan pasca kesurusahan dan

konflik Poso ternyata membawa masalah dalam kehidupan

warga desa Kele’i.

c. Bunuh Diri

Sepanjang hidupnya orang-orang Poso Pamona merasa

dirinya termasuk dalam persekutuan di mana ia lahir. Ini tidak

berdasarkan pilihannya sendiri, tetapi suatu keadaan yang

telah ditentukan yang memungkinkan seseorang menjadi

bagian dari kehidupan orang lain. Oleh sebab itu kebersamaan

adalah kehidupan itu sendiri dan kesendirian adalah

kematian.67 Apa yang paling menakutkan bagi orang Poso

Pamona adalah kematian, karena kematian itu akan dijalani

65 Wawancara dengan Bapak Lumaya, 27 Maret 2014 di Kele’i. 66 Wawancara dengan Yulni Wendur, 28 Maret 2014 di Kele’i. 67 J. Kruyt, Kabar keselamatan di Poso( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1977),

44.

Page 36: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

180 Redefinisi Tindakan Sosial…

sendirian tanpa orang lain. Dalam kepercayaan nenek moyang,

ketika orang mati maka jiwanya akan mengadakan perjalanan

ke suatu tempat yang tidak dikenalnya dan ia harus

membiasakan diri kepada suatu keadaan baru. Inilah yang

menjadi katakutan utama bagi orang-orang berkaitan dengan

kematian. Jadi bukan kematian itu sendiri yang mengerikan,

tetapi kesendirian dalam perjalanan setelah kematian, itulah

yang mengerikan. Dengan latar belakang kepercayaan ini

maka nyaris tidak ditemukan dalam sejarah orang-orang Poso

Pamona kasus bunuh diri. Bunuh diri adalah sebuah konsep

dan tindakan yang sama sekali asing dan tidak dikenal dalam

struktur pikiran dan perilaku orang Kele’i. Namun demikian

terjadi keanehan dan kegemparan ketika setelah kerusuhan

dan konflik Poso berakhir pada tahun 2003, secara berturut-

turut dalam kurun waktu empat tahun terjadi empat kasus

bunuh diri di desa Kele’i yang melibatkan warga masyarakat

setempat. Semua kasus itu terjadi dengan cara menggantung

diri.68

Keempat kasus bunuh diri tersebut menimbulkan

ketakutan dan kepanikan di dalam masyarakat. Seorang

pemudi mengatakan,

Kami menjadi takut sekali. Sering kali kalau

sudah terjadi bunuh diri lagi maka orang-orang

langsung berbisik-bisik, sesudah ini siapa lagi.

Kami merasa ini seperti giliran. Tinggal tunggu

waktu siapa lagi yang akan bunuh diri. Kami

tidak bisa menduga siapa yang akan

melakukannya. Karena orang-orang yang bunuh

diri itu adalah orang-orang yang tidak kami

perkirakan akan melakukannya. Hidup mereka

biasa-biasa saja. Ini semua gara-gara orang-

orang Kele’i mau dimandikan supaya kebal dan

68 Wawancara dengan Pdt. Y. Bareta, 28 Maret 2014 dan Yulni Wendur, 28

Maret 2014 di Kele’i.

Page 37: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 181

berani waktu kerusuhan. Laki-laki, perempuan,

orang tua, pemuda, setiap subuh jam lima

dimandikan.69

Mereka menghubungkan praktek bunuh diri itu

dengan ilmu-ilmu magis dan kuasa-kuasa jahat yang pernah

dipakai saat kerusuhan dan konflik Poso berlangsung. Mereka

mulai memahami kasus-kasus bunuh diri dengan logika mistik

bahwa ini semua adalah dampak dari praktek magis pada

tahun 2000 ketika hampir setiap tengah malam menjelang

subuh orang-orang Kele’i mengikuti ritual magis, yaitu

dimandikan agar memiliki keberanian dan kekebalan tubuh.

Setelah kuasa-kuasa itu sudah membantu mereka selama

kerusuhan dan konflik Poso berlangsung maka akhirnya

mereka harus membayar dengan nyawa mereka sendiri. Tentu

saja hal ini tidak dapat dibuktikan secara empirik. Klarifikasi

rasional tidak dapat masuk dalam ranah mistis seperti ini.

Struktur berpikir masyarakat tidak menyediakan ruang bagi

penjelasan-penjelasan psikologis terhadap keempat kasus

bunuh diri tersebut. Hal yang pasti adalah bahwa telah terjadi

keresahan, kepanikan, dan ketakutan di dalam masyarakat.

d. Kerasukan Hantu dan Roh Jahat

Bersamaan dengan kasus-kasus bunuh diri tersebut di

atas, masalah lain yang muncul dalam kehidupan masyarakat

Kele’i adalah kejadian-kejadian gangguan-gangguan hantu-

hantu, roh-roh orang yang meninggal, dan kerasukan roh

jahat. Menurut kisah beberapa informan, kejadian-kejadian itu

biasanya terjadi menjelang malam. Sering terjadi ketika

matahari mulai tenggelam, bahasa setempat soyomo eo, ada

sejumlah orang yang mengalami gangguan hantu-hantu yang

mereka sebut renggeana. Hantu ini dipercayai sebagai roh

69 Wawancara dengan YW (nama samaran), 28 Maret 2014 di Kele’i.

Page 38: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

182 Redefinisi Tindakan Sosial…

orang yang meninggal secara tidak wajar dan tidak layak,

termasuk orang-orang yang meninggal dalam keadaan

mengandung atau hamil. Renggeana ini akan menyerang siapa

saja yang ditemuinya, terutama kaum lelaki. Seorang warga

memberi informasi,

Kalau renggeana menyerang perempuan maka

perempuan itu akan merasakan sakit yang luar

biasa di bagian pohon perut. Kalau renggeana

menyerang laki-laki maka dia punya tatare.70

Hampir tiap malam ada orang yang kena

renggeana dan kalau tidak diobat mati. Untung

di Kele’i ini ada Tante Santi yang bisa mengobati

orang-orang yang kena renggeana. Tante Santi

bisa mengobati orang-orang yang kena

renggeana sampe sembuh. Kalau tidak berobat

bisa mati.71

Mencari orang-orang yang pernah diserang oleh

renggeana ternyata mengalami kesulitan. Mereka cenderung

bersifat tertutup dan menghindari percakapan tentang

pengalaman itu. Menurut keterangan dari Pendeta setempat

mereka malu karena dalam pandangan masyarakat orang-

orang yang kena renggeana dianggap sebagai orang-orang

yang mosalara.72

Kepercayaan terhadap renggeana dan kejadian-

kejadian mistik di mana orang mengalami gangguan hantu-

hantu membuat kehidupan di Kele’i menjadi muram dan

warga masyarakat dilanda ketakutan. Bila malam hari warga

masyarakat tidak berani keluar rumah karena takut diserang

renggeana, kecuali mereka yang memiliki paincani.

Pemerintah desa dan para pelayan gereja tidak dapat berbuat

70 Bahasa sehari-hari di Poso yang artinya kemaluannya akan hilang. 71 Wawancara dengan Yulni Wendur 28 Maret 2014 di Kele’i. 72 Bahasa Pamona yang artinya orang-orang cabul. Wawancara dengan Pdt.

Y. Bareta 28 Maret 2014.

Page 39: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 183

banyak karena orang-orang lebih memilih pergi ke dukun

untuk berobat ketimbang pergi kepada Pendeta.

Selain renggeana masyarakat juga dihantui oleh

kepercayaan terhadap apa yang mereka sebut tau mepongko.73

Masyarakat kele’i percaya pada keberadaan orang-orang

tertentu yang mempunyai kemampuan untuk menjelma

menjadi seekor binatang yang mengerikan dan menakutkan.

Bila orang tersebut menjelma menjadi binatang maka ia akan

mencari mangsa dan membuatnya pingsan. Setelah korbannya

pingsan tau mepongko itu akan merobek perut korbannya dan

memakan isi perutnya. Sesudah itu tau mepongko akan

menjilat luka diperut korbannya sehingga perut itu tertutup

kembali dan korban itu sadar atau hidup kembali, tetapi

dengan membawa rasa sakit dan perih yang luar biasa hingga

mengalami kematian secara perlahan-lahan. Yang paling

menggelisahkan masyarakat ialah bahwa tidak seorangpun

yang mengenal dengan pasti siapa yang menjadi tau

mepongkodi desa itu. Ketakutan dan kegelisahan yang hebat

melanda setiap orang, di satu pihak mereka bertanya “Siapa

yang menjadi tau mepongko itu?” Tetapi di lain pihak

ketakutan yang tidak kalah hebatnya melanda semua orang

adalah pertanyaan, “Mungkinkah orang-orang menganggap

saya sebagai tau mepongko itu?” Dalam tradisi orang Poso

Pamona bila ada orang yang tertuduh sebagai tau

mepongkomaka untuk membuktikan hal itu sang tertuduh

dipanggil ke dewan hadat dan diminta mencelupkan ujung jari

tengahnya ke dalam damar yang sedang dilebur dengan suhu

yang sangat panas. Jari itu dicelupkan sampai damar itu

mengental kembali. Apabila damar itu telah mengental maka

73 Bahasa pamona yang secara hurufiah berarti manusia jadi-jadian atau

manusia hantu. Masyarakat juga biasa menyebut manusia macan karena mengicar isi

perut manusia untuk dimakannya. Tentang konsepsi ini lih. Kruyt, Kabar Keselamatan

di Poso…, 59-60.

Page 40: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

184 Redefinisi Tindakan Sosial…

jari sang tertuduh ditarik keluar damar itu. Jika kulit jari yang

terbenam itu tidak mengelupas maka orang itu dianggap

bukan tau mepongko. Tetapi apabila kulit jarinya yang masuk

ke dalam damar panas itu mengelupas maka itu berarti dia

adalah taumepongko. Bila proses ini telah dilalui maka tau

mepongko akan dibunuh tanpa ampun dengan penai.74

Di sini kita melihat bahwa kepercayaan terhadap hantu

dan kejadian-kejadian mistik seperti tergambar di atas

memiliki dampak yang nyata dalam kehidupan sosial. Inilah

juga yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Kele’i pasca

konflik. Ketegangan-ketegangan dalam masyarakat yang

bersumber pada kepercayaan-kepercayaan tradisi nenek

moyang dan kejadian-kejadian mistis melahirkan kegelisahan

sosial.

e. Praktek Perdukunan

Keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa yang telah

diuraikan di atas menjadi faktor utama berkembangnya

praktek perdukunan secara sembunyi-sembunyi. Ketakutan

dan kegelisahan sosial menjadi lahan yang subur bagi

munculnya orang-orang yang dianggap mempunyai

pengetahuan dan kekuatan mistik untuk menyembuhkan

orang-orang yang terkena penyakit atau kelemahan tubuh

akibat kuasa dan roh jahat. Hal yang mengherankan adalah

alih-alih mereka pergi kepada Pendeta atau Majelis Gereja

untuk didoakan dan disembuhkan, masyarakat lebih memilih

untuk menempuh cara-cara tradisional, yaitu pergi ke dukun

dan minta disembuhkan dengan cara-cara mistik. Menurut

salah seorang yang dituakan dalam masyarakat bahwa

74 Penai adalah pedang yang dipakai oleh pemimpin desa dalam perang

melawan musuh. Penai ini dipercayai memiliki kekuatan gaib sehingga bagi orang-

orang yang memiliki ilmu kebal apapun, penai itu dapat melukai dan membunuhnya.

Wawancara dengan Pdt. Y. Bareta tanggal 26 Maret 2013 di Kele’i.

Page 41: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 185

kenyataan itu terjadi karena orang-orang Kele’i masih

molamoa.75 Istilah Lamoa bagi orang Kele’i mengingatkan

kepada seluruh ruang dan waktu sebagai suatu kehampaan

yang diisi oleh kuasa-kuasa dan roh-roh yang tidak kelihatan.

Manusia juga berada dalam ruang itu dan dikendalikan oleh

roh-roh dan kuasa-kuasa yang tidak kelihatan itu. Kelahiran,

nasib, dan kematian setiap orang ditentukan oleh roh-roh dan

kuasa itu. Jadi, kehidupan manusia dan seluruh makhluk hidup

lainnya berada dalam genggaman Lamoa.76 Dalam pemahaman

ini terkandung ide tentang kekuasaan mutlak yang impersonal

yang berkuasa atas seluruh keberadaan dalam ruang dan

waktu. Ide ini masih begitu kuat berakar dalam kehidupan

masyarakat setempat, sehingga ketika mereka mengalami hal-

hal seperti yang digambarkan dalam bagian-bagian

sebelumnya, mereka membutuhkan seseorang yang

memahami dan memiliki kekuatan molamoa.

Praktek molamoa ini menjadi masalah bagi masyarakat

dan menimbulkan ketegangan ketika itu dicampurkan dengan

beberapa konsep kepercayaan keagamaan Kristen. Beberapa

orang yang pernah menyaksikan hal tersebut mengatakan

bahwa dalam beberapa kesempatan penyembuhan, orang-

orang yang datang diminta untuk mengucapkan doa Bapa

Kami.77 Hal ini cukup menarik karena di satu pihak sebuah

konsepsi keagamaan yang cenderung bersifat animistik dan

dinamistik dan dipihak lain ada konsepsi keagamaan yang

bersifat monoteistik dapat dipadukan. Apakah ini hasil dari

pendekatan yang dilakukan oleh para penginjil dahulu yang

masih memberi ruang bagi masyarakat untuk memelihara

tradisi budaya nenek moyang mereka sementara itu mereka

75 Wawancara dengan Mama Nanto anak Ngkai Janggo yang dianggap

sebagai Ayam Jantan Sulawesi karena Ilmu Mistiknya yang tinggi, 29 maret 2014. 76 Untuk lebih jelasnya lihat: Kruyt, Keluar dari Agama Suku masuk ke

Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1976), 54 – 66. 77 Hasil percakapan dalam Focus Group Discussion, 30 Maret 2014 di Kele’i.

Page 42: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

186 Redefinisi Tindakan Sosial…

menerima iman Kristen? Ataukah hal ini menandakan bahwa

secara batiniah orang-orang tersebut masih molamoa

walaupun secara legal formal telah menjadi Kristen? Mungkin

juga konsepsi-konsepsi Kristen dianggap tidak fungsional

dalam konteks permasalahan yang sedang mereka hadapi.

Ketika diminta klarifikasi dari beberapa warga setempat,

mereka mengatakan bahwa dalam menyebut dan menyapa

Tuhan, baik dalam molamoa maupun dalam gereja mereka

memakai istilah yang sama, yaitu Pue. Bahkan dalam ibadah-

ibadah gereja mereka memakai sapaan Pue mPalaburu bagi

Allah Bapa Pencita, Pue Yesu bagi Yesus Kristus, dan Inosa

Magali bagi Roh Kudus.78 Konsepsi-konsepsi ini adalah

terminologi molamoa, sehingga batas-batas antara molamoa

dengan moagama79 menjadi kabur, tipis, dan tidak jelas.

Masyarakat pada umumnya tidak dapat melakukan abstraksi

tentang perbedaan molamoa dengan moagama. Mungkin saja

kepercayaan dan praktek keagamaan yang sinkretis seperti di

atas adalah akibat dari hal yang disebutkan terakhir ini.

2. Sejarah Munculnya Gerakan Keagamaan di Kele’i

Jemaat Eli Salom secara resmi berdiri menjadi sebuah

organisasi keagamaan yang formal pada tanggal 25 Oktober

2011. Namun demikian keberadaan dan perkembangannya

telah dimulai sejak tahun 2008, lima tahun setelah kerusuhan

dan konflik Poso berakhir. Nama jemaat ini ditentukan

berdasarkan sebuah pengalaman mistik keagamaan yang

dialami oleh seorang anak remaja bernama Marliana Pulanga.

Berikut adalah deskripsi historis munculnya jemaat Eli Salom

Kele’i.

78 Hasil percakapan dalam Focus Group Diskcussion, 30 Maret 2014 di

Kele’i. 79 Istilah moagama adalah istilah yang dipakai oleh masyarakat setempat

untuk menunjukan kepercayaan dan praktek keagamaan Kristen yang berbeda

dengan molamoa.Wawancara dengan Pdt. Y. Bareta, tanggal 26 Maret 2014 di Kele’i.

Page 43: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 187

2.1. Pengalaman Keagamaan Marliana Pulanga

Kurang lebih tiga puluh kilometer arah Barat dari desa

Kele’i terdapat sebuah desa lain yang bernama Meko.

Perjalanan dari Kele’i ke Meko dapat ditempuh dengan

kendaraan bermotor dengan waktu kurang lebih empat puluh

lima menit. Desa Meko menjadi sangat terkenal di seluruh

Sulawesi bahkan sampai ke pulau-pulau lain di Indonesia. Di

desa kecil yang terletak tidak jauh dari pantai Danau Poso ini

seorang anak kecil berusia delapan tahun yang bernama Selvin

Bungge membuat gempar seluruh masyarakat dari berbagai

latar belakang suku dan agama. Ia mempunyai karunia untuk

menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Sejak tahun 2007

orang-orang pun datang membanjiri desa Meko di kecamatan

Pamona Barat tersebut. Mereka datang dari berbagai daerah di

Sulawesi dan dari berbagai latar belakang suku dan agama.

Tujuannya mereka yang terutama adalah memperoleh

kesembuhan. Si kecil Selvin menerima kehadiran orang

banyak tersebut dengan keluguannya. Ia mengajak orang-

orang untuk menyanyi dan berdoa selama mereka ada di

Meko. Pada saat itulah orang-orang mengaku mengalami

kesembuhan dari berbagai penyakit.

Fenomena mujizat penyembuhan di Meko mampu

mempertemukan secara damai komunitas Kristen dan Islam

untuk pertama kali sejak konflik berdarah 1998 – 2003. Selvin

dipandang sebagai nabi kecil untuk semua orang. Rumah dan

desanya dibanjiri orang. Perkataan-perkataannya didengar

dan diikuti oleh banyak orang. Pendeta Ishak Pole, M.Si selaku

Ketua Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah menulis:

Kita harus mengakui bahwa fenomena spiritual

Meko ini adalah Missio Dei, pekerjaan Allah

yang bersifat supra-rasional, mengatasi

penalaran dan cara kita berpikir. Kita hanya

bisa menerimanya dengan rendah hati sambil

Page 44: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

188 Redefinisi Tindakan Sosial…

mengucap syukur, bahwa Allah berkenan

mengaruniakan peristiwa ini terjadi dalam

kehidupan masyarakat kita. Pesannya jelas, agar

iman dan pengharapan kita lebih diteguhkan….

Tidak perlu diragukan lagi bahwa peristiwa ini

hendak menegaskan kepada kita semua bahwa

Allah masih mengendalikan keadaan, di tengah

krisis multi dimensi yang kita alami selama ini.

Allah tetap peduli terhadap penderitaan

umatNya. Kita semua perlu penyembuhan dan

pemulihan.80

Menurut kesaksian Selvin seperti yang dicatat oleh

Tertius Lantigimo, fenomena Meko berawal dari satu peristiwa

pada bulan Januari 2007. Suatu hari di bulan itu Selvin

mengusap-ngusap kaki ibunya yang sakit bertahun-tahun

sehingga tidak dapat berjalan. Keesokan harinya ibunya kaget

karena kakinya sembuh dan ia dapat berjalan seperti biasanya.

Dia ingat apa yang dilakukan oleh Selvin anaknya sehari

sebelumnya dan bertanya kepada Selvin apa yang telah

dilakukan Selvin terhadap kakinya. Selvin, anak kecil yang lugu

berkata kepada ibunya bahwa pada suatu malam dia melihat

cahaya masuk ke dalam kamarnya dan seseorang yang

memperkenalkan diri sebagai Yesus berkata kepadanya bahwa

dia akan diberikan karunia menyembuhkan semua orang,

tanpa kecuali.81 Sejak tahun 2007 sampai 2010 femonena

Meko beredar ke seluruh wilayah di Sulawesi bahkan tempat

lain yang lebih jauh sehingga orang-orangpun datang ke Meko

untuk menyaksikan mujizat itu secara langsung dan pribadi.

Peristiwa Meko menyadarkan seorang anak berusia 12

tahun, bernama Marliana Pulanga di desa Kele’i, bahwa ia

tidak boleh merahasiakan pengalamannya yang hampir

80 Lih. Tertius Y. Lantigimo, Fenomena Mujizat Kesembuhan Ilahi di Meko

(Tentena: Pamona Pro, 2007), 7. 81 Ibid., 9.

Page 45: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 189

serupa. Anak ini mengalami penglihatan yang berulang-ulang

di tembok gereja GKST Yerusalem Kele’i setiapkali mengikuti

ibadah minggu dan pada malam hari sering mengalami mimpi-

mimpi yang mempertemukannya dengan sesorang yang

memperkenalkan diri sebagai Yesus Kristus. Puncaknya adalah

pada bulan Mei 2008, setiap kali mengikuti ibadah remaja jam

08.00 iamelihat sejumlah garis-garis seperti huruf-huruf yang

membentuk sejumlah kalimat yang muncul di tembok depan

gereja Yerusalem Kele’i, di belakang mimbar utama. Ia tidak

memahami huruf-huruf itu, sampai suatu malam di bulan Juni

ia bermimpi. Dalam mimpi itu ia mendapat pengertian tentang

apa yang dilihatnya di tembok depan Gereja.82 Dalam

kesaksian tertulisnya, huruf-huruf dan kalimat-kalimat aneh di

tembok gereja itu berarti:

Bertobat dan balik pada Allahmu. Ini perintah

yang kusampaikan kepadamu. Mengapa masih

banyak orang yang tidak percaya akan mujizat-

mujizat yang telah terjadi di Tentena dan

sekitarnya? Anak-anak-Ku, kalian adalah orang-

orang munafik. Tubuh yang Ku berikan padamu

janganlah pernah menodainya dengan dosa-

dosa kalian yang telah tercatat. Bersatulah

kalian untuk melawan Iblis…. Bertobatlah dan

bersatulah menjadi orang yang percaya

sepenuhnya kepada-Ku dan menyerahkan

hidupnya hanyalah kepada-Ku, sebab tidak ada

Allah lain di dunia ini selain Aku…. Semua

tulisan yang telah kutunjukan kepadamu

adalah peringatan yang Ku tulis untuk semua

orang, agar mereka bertobat. Edarkanlah

tulisan-tulisan ini yang telah Ku perlihatkan

kepadamu…. Ingatlah apa yang telah

kuperlihatkan kepadamu melalui tulisan dan

melalui mujizat-mujizat yang kuberikan kepada

82 Wawancara dengan Marliana Pulanga 1 April 2014 di Palu.

Page 46: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

190 Redefinisi Tindakan Sosial…

anak-anak pilihan-Ku. Sekali lagi ini perintah…

Bertobatlah dan balik kepada Bapa.83

Sejak bulan Juni 2008 itu ia mulai menceritakannya

kepada orang lain, mulai dari lingkungan keluarga sampai

dengan lingkungan gereja dan masyarakat di desanya.84

Anak kami ini biasa-biasa saja. Tidak ada yang

istimewa dari dirinya. Dia anak yang kakak. Dua

adiknya laki-laki. Memang Liana pendiam dan

tidak suka banyak bicara. Hanya kepada

neneknya ia sering bacerita.85 Karena itu

walaupun kami ada di sini, Liana lebih suka

tinggal sama neneknya di sini. Di sekolah Liana

biasa-biasa saja. Tetapi dia anak yang baik,

jujur, dan sopan. Dia tahu metubunaka86 pada

orang tua. Di ibadah Minggu dia lihat itu tulisan.

Antara yakin dan tidak. Pulang dari Gereja dia

bilang ke nenek. Minggu berikutnya begitu lagi.

Pulang dari gereja, bilang ke nenek. Minggu

berikutnya begitu lagi. Pulang ke rumah ia

bilang ke nenek dan saya. Saya bilang: “Tulis!”.

Minggu selanjutnya Liana tulis, tapi tidak tahu

artinya. Kami cari Pendeta Tertius di Tentena

untuk tanya karena di Kele’i tidak ada yang tahu

artinya. Pendeta Tertius juga tidak tahu huruf

apa itu. Dia copy dan fax ke teman-temannya

untuk tanya. Akhirnya petunjuk datang

langsung ke Liana lewat mimpi. Kami percaya ia

tidak kalopu-lopu.87Apalagi dia memang anak

yang tekun berdoa dan rajin pergi ibadah di

gereja. Sesudah itu Liana panggil saya dan

83 Kesaksian tertulis Marliana Pulanga dalam Sipatu, Fenomena Desa kele’i…,

2. 84 Wawancara dengan Bapak Pulanga 30 Maret 2014 di Kele’i. 85Bahasa hari-hari di Poso, artinya Bercakap-cakap. 86 Bahasa Pamona yang artinya menghormati. 87 Bahasa Pamona yang artinya menceritakan atau menyampaikan yang

tidak benar.

Page 47: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 191

bilang, “Papa, bikin tenda, mo ibadah mulai

malam ini.” Sejak saat itu dilaksanakan ibadah

di tenda di depan rumah ini. Liana bersaksi

danmenyerukan pertobatan.88

Keluarga dan masyarakat Kele’i yang sedang frustrasi

dan berada dalam ketegangan oleh masalah-masalah yang

telah diuraikan pada bagian sebelumnya percaya dengan apa

yang dikatakan dan dituliskan oleh remaja tersebut.

Penerimaan keluarga terhadap pengalaman-pengalaman

keagamaannya membuat Marliana menceritakan semua hal

yang telah dialaminya selama ini, yaitu bahwa ia sering

mengalami penglihatan dan mimpi-mimpi bertemu dengan

seseorang yang memperkenalkan diri sebagai Yesus Kristus.

Waktu itu saya kelas dua SMP. Saya biasanya

ikut ibadah remaja jam delapan pagi di gereja

GKST Yerusalem Kele’i. Biasanya sementara

renungan Firman di dalam ibadah di gereja,

tiba-tiba saya lihat ada seorang yang pakai

jubah putih dengan wajah yang berkilau di

dekat mimbar. Ia menatap ke saya sambil

tangannya tunjuk ke dinding yang ada di

belakang mimbar gereja. Saya lihat ke dinding

ada tulisan. Tapi saya tidak tau artinya. Saya

tidak tahu itu tulisan bahasa apa. Karena terjadi

berulang-ulang, saya tulis itu semua. Tetapi

saya tidak tau apa artinya. Satu malam saya

mimpi dan diberitahu apa arti tulisan itu.89

Pengalaman-pengalaman keagamaan yang seperti ini

muncul secara berulang-ulang sejak tahun 2008 sampai saat

ini dengan berbagai pesan yang harus dia teruskan kepada

88 Wawancara dengan Bapak Pulanga 30 Maret 2014 di Kele’i. 89 Wawancara dengan Marliana Pulanga 1 April 2014 di Palu. Ketika

wawancara ini dilakukan Marliana Pulanga telah menjadi Mahasiswa di salah satu

Sekolah Tinggi Teologi di kota Palu, Sulawesi Tengah.

Page 48: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

192 Redefinisi Tindakan Sosial…

orang lain, terutama warga Kele’i. Pesan utama yang harus

disampaikannya adalah pertobatan dari semua aksi kekerasan,

penggunaan ilmu-ilmu hitam atau paincani, dan cara hidup

yang mabuk-mabukan.90 Setelah mengalami penglihatan dan

mimpi secara berulang-ulang Marliana mulai melaksanakan

puasa. Menurut pamannya, Marliana sering melakukan puasa

sambil tetap melaksanakan kegiatan harian, seperti ke sekolah

dan membantu nenek di rumah. Puasa itu dilakukannya secara

rutin setiap minggu, ada puasa sehari semalam, ada puasa tiga

hari tiga malam, dan ada puasa lima hari lima malam.91 Setelah

melakukan puasa Marliana mengaku selalu mendapat

petunjuk dari Tuhan tentang apa yang harus disampaikan

kepada warga Kele’i dan apa yang harus dilakukannya.

Dengan demikian penglihatan, mimpi, petunjuk, dan puasa

menempati tempat yang sentral dalam pengalaman

keagamaan Marliana. Pengalaman keagamaan inilah yang

memotivasi dan menyemangatinya orang-orang di sekitarnya

untuk mengadakan perkumpulan-perkumpulan ibadah setiap

malam.

2.2. Persekutuan Doa Malam

Setiap malam orang-orang datang berkumpul di rumah

sang remaja tersebut dan mendengarkan perkataan-

perkataannya yang berdasarkan penglihatan dan mimpi-

mimpinya itu. Perkumpulan pada setiap malam hari ini

kemudian berkembang menjadi sebuah perkumpulan ritual

doa dan penyembuhan. Di depan rumah nenek Liana, tidak

jauh dari Gereja GKST Yerusalem Kele’i, dibangun sebuah

tenda besar sampai menutupi jalan desa untuk tempat

melaksanakan persekutuan doa setiap malam yang dimulai

90 Wawancara dengan Marliana Pulanga 1 April 2014 di Palu. 91 Wawancara dengan Bapak Pulanga, 30 Maret 2014 di Kele’i.

Page 49: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 193

jam 19.00 WITA. Semula yang hadir di dalam ibadah

persekutuan doa ini hanyalah keluarga-keluarga dekat dan

beberapa majelis Gereja. Akan tetapi lama kelamaan jumlah

orang yang datang bertambah, bahkan ada yang datang dari

Tentena, Poso, Palu, dan sekitarnnya. Dalam ibadah itu

Marliana bersaksi, menyerukan pertobatan, memberikan

petunjuk, dan melakukan penjamahan untuk penyembuhan.92

Dalam focus group discussion dengan beberapa orang yang

bergabung dengan persekutuan doa ini ditanyakan apa yang

membuat mereka tertarik untuk mengikuti persekutuan doa

malam itu, beberapa di antara mereka menjawab:

a. “Yang membuat saya tertarik untuk bergabung dengan

persekutuan doa itu adalah persekutuannya yang baik,

banyak hal positif yang patut dicontoh dari mereka yang

ikut persekutuan doa itu. Orang-orang yang ikut di sana

adalah orang-orang yang telah dipulihkan dari berbagai

pikiran dan sikap yang jahat.”93

b. “Persekutuan dan kerja sama yang baik di antara jemaat.

Semangat hidup dan semangat kerja yang kuat. Banyak

orang yang mengikuti persekutuan doa itu berubah

menjadi orang baik, membuang jimat-jimat, tidak takut

kuasa jahat, dan sudah bertobat.”94

c. “Cara hidup jemaat tidak memandang bulu, saling

menghormati, menghargai, dan mengasihi. Kehidupan

jemaatnya sederhana dan tidak mengusik keberadaan

orang lain di sekitar.”95

d. “Mengajarkan sikap hidup yang baik di rumah dan

lingkungan masyarakat. Tidak ada pembedaan kedudukan

dalam jemaat, semuanya sederajat. Membuat orang

92 Wawancara dengan Bapak Aris, 29 Maret 2014 di Kele’i. 93 Melki Chandra Baloga, usia 25 tahun. 94 Roy Marto Perory, usia 30 tahun. 95 Fredrik Tanggola, usia 38 tahun.

Page 50: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

194 Redefinisi Tindakan Sosial…

meninggalkan kebiasaan lama minum mabuk-mabukan,

berkelahi, ilmu hitam, berjudi, dan jemaatnya bergaul

sederhana, tidak menonjolkan kepentingan sendiri.”96

e. “Adanya hidup dalam kesatuan dan persaudaraan dan

dalam kebersamaan yang kuat. Adanya kehidupan yang

rukun, damai satu dengan yang lain dan penuh sukacita.

Tidak ada dengki, dendam, perbantahan, dan

perselisihan.”97

f. “Kami ingin hidup aman, damai, dan tanpa beban.”98

g. “Adanya rasa persatuan dan kebersamaan yang tulus.

Tidak ada kebencian dan perselisihan di antara jemaat.”99

Dari jawaban-jawaban ini kelihatan bahwa tindakan

mereka untuk mengikuti persekutuan doa malam itu adalah

tindakan yang rasional karena mereka mempunyai harapan

dan tujuan yang jelas. Harapan dan tujuan itu berkaitan

dengan sikap hidup, relasi sosial, dan ketenangan batin.

Dalam ibadah-ibadah persekutuan doa itu

seruan pertobatan sangat ditekankan oleh

Liana. Ibadah dilakukan di tenda di depan

rumah nenek Liana. Seruan pertobatan itu

menyangkut praktek molamoa, ilmu hitam,

minum captikus dan mabuk-mabukan,

merokok, judi, aborsi, dan perselingkuhan.

Sembilan puluh persen warga kele’i mengikuti

seruan itu dan meninggalkan praktek hidup

yang dulu. Buktinya antara lain banyak orang

yang mengaku memakai ilmu hitam dan

menyerahkan jimat-jimat untuk dibakar oleh

Pendeta di hadapan masyarakat. Bukti lain,

banyak orang mengaku telah melakukan

selingkuh dan aborsi serta mempraktekan

96 Fonny Elsiana Lasana, usia 33 tahun. 97 Arlin lamako usia 45 tahun. 98 B. Penanta, usia 42 tahun. 99 B. Buriko usia 46 tahun.

Page 51: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 195

paincani selama konflik Poso. Ada yang

mengaku telah membunuh orang waktu konflik

dan kerusuhan dan minta ampun dosa.100

Sang remaja tersebut mulai dipandang sebagai seorang

nabi kecil karena dalam perkataan-perkataannya terkandung

nilai-nilai keagamaan, ajaran-ajaran moral, dan nubuat-nubuat

tentang hari depan. Nilai-nilai keagamaan yang diajarkannya

berpusat pada perdamaian dan rekonsiliasi persekutuan hidup

berdasarkan kasih dengan Tuhan dan sesama manusia. Ajaran-

ajaran moralnya berkisar pada sikap hidup sehari-hari yang

suci, damai dan anti kekerasan.

Berdasarkan petunjuk yang diterima oleh Marliana,

dalam waktu-waktu tertentu ibadah doa dilakukan dua kali

atau tiga kali dalam semalam. Ibadah doa pertama

dilaksanakan pada pukul 19.00–21.00. Setelah itu orang-orang

dapat pulang ke rumah masing-masing. Ibadah doa kedua

dilaksanakan pada pukul 12.00–14.00 di tempat yang sama.

Dan ibadah doa ketiga dilaksanakan pada pukul 03.00–05.00

subuh. Menurut Marliana sendiri pelaksanaan dua kali ibadah

doa dalam semalam itu adalah berdasarkan petunjuk yang

diterimanya.101 Orang-orang mengikuti petunjuk itu karena

mereka percaya ada petunjuk baru yang disampaikan kepada

Marliana yang perlu untuk disampaikan kepada seluruh

warga. Seringkali petunjuk itu berkaitan dengan terjadinya

aksi terror berdarah seperti penculikan dan pengeboman di

Poso, Tentena, dan Palu yang dilakukan oleh kelompok teroris

di Poso.102

Persekutuan doa setiap malam ini dilaksanakan sejak

tahun 2008 sampai saat ini. Dari tahun 2008 sampai dengan

100 Wawancara dengan Pendeta Y. Bareta 27 Maret 2014 di Kele’i. 101 Wawancara dengan Marliana Pulanga 1 April 2014 di Kele’i. 102 Wawancara dengan Pdt. Y. Bareta, 28 Maret 2014 di Kele’i.

Page 52: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

196 Redefinisi Tindakan Sosial…

tahun 2010 ibadah doa malam itu dilaksanakan di tenda depan

rumah. Mereka tidak melakukannya di gedung gereja karena

persekutuan doa malam ini bersifat terbuka untuk semua

orang dari golongan apapun. Yang lebih penting lagi bahwa

pembuatan tenda itu berdasarkan petunjuk yang diperoleh

Marliana sendiri.103 Hal ini membuat masyarakat merasa lebih

bebas dan leluasa untuk menghadiri doa malam tersebut tanpa

merasa curiga satu terhadap yang lain. Dalam persekutuan doa

tersebut Marliana tampil menyampaikan kesaksiannya atau

memberi petunjuk tentang apa yang akan terjadi dan apa yang

harus dilakukan, melakukan penjamahan bagi orang-orang

yang sakit, dan menerima pengakuan-pengakuan dosa. Suatu

petunjuk diterimanya yang mengharuskan dia memakai secara

bergantian tiga warna jubah, yaitu putih yang dipakai bila

selesai melakukan puasa dan mendapat petunjuk yang harus

disampaikan, jubah ungu yang dipakai kalau hendak

melakukan penjamahan, dan jubah merah kalau hendak

menyerukan pertobatan.104 Dalam perkembangan ini sudah

mulai kelihatan pemakaian simbol-simbol berupa warna-

warna liturgis. Akan tetapi warna-warna itu memiliki

pemaknaan yang berbeda dengan pemaknaan gereja. Hal ini

menandakan bahwa Marliana memiliki kebebasan dalam

memaknai simbol-simbol tersebut dan yang menarik adalah

orang-orang menerima dan mempercayainya.

2.3. Konflik dan Perpecahan dari Jemaat Induk

Penduduk desa Kele’i mayoritas beragama Kristen,

yaitu 99,8% dari seluruh populasi. Dari prosentasi ini 91,1%

adalah anggota Gereja Kristen Sulawesi Tengah. Mereka semua

tergabung dalam sebuah jemaat yang bernama Jemaat GKST

103 Wawancara dengan Bapak Pulanga, 30 Maret 2014 di Kele’i. 104 Wawancara dengan Marliana Pulanga 1 April 2014 di Palu.

Page 53: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 197

Yerusalem Kele’i. Jemaat ini adalah Jemaat GKST terbesar

kedua di Kecamatan Pamona Timur dan sekaligus Klasis

Pamona Timur. Jemaat terbesar pertama adalah Jemaat GKST

Taripa yang terdapat di Ibu Kota Kecamatan Pamona Timur.

Oleh sebab itu Jemaat Yerusalem Kele’i dipandang sebagai satu

jemaat yang potensial dan strategis dari segi sumber daya

manusia yang dimilikinya.105

Marliana Pulanga berserta orang tua dan seluruh

keluarganya adalah anggota Jemaat GKST Yerusalem Kele’i.

Penglihatan-penglihatan huruf yang dialaminya terjadi di

dalam gedung gereja GKST Yerusalem Kele’i. Orang-orang

yang hadir dalam ibadah-ibadah doa malam yang dilakukan di

tenda di depan rumah nenek Marliana dihadiri oleh anggota-

anggota Jemaat GKST Yerusalem Kele’i. Sejak dilaksanakannya

ibadah doa malam Marliana didampingi oleh pendeta dan

anggota Majelis dari Jemaat GKST Yerusalem Kele’i. Fakta-

fakta ini menunjukan bahwa pada mulanya gerakan

keagamaan ini adalah bagian dari kehidupan dan pelayanan

Jemaat GKST Yerusalem Kele’i. Persoalannya adalah mengapa

kemudian gerakan keagamaan ini mengarah pada

pembentukan sebuah jemaat baru yang terpisah dari jemaat

asal dan menamakan dirinya Jemaat Eli Salom Kele’i.

Pengalaman keagamaan Marliana Pulanga pada

mulanya diterima dan dipercayai oleh seluruh anggota jemaat

bahkan seluruh warga masyarakat di Kele’i. Hal ini seiring

merebaknya fenomena Meko yang berawal dari pengalaman

keagamaan seorang anak berusia delapan tahun yang bernama

Selvin Bungge. Masyarakat dan jemaat-jemaat GKST di seluruh

wilayah Pamona bahkan sampai ke wilayah-wilayah lain

menerima dan mempercayai pengalaman keagamaan itu

sebagai yang berasal dari Tuhan. Apa lagi ketika Ketua Majelis

105 Wawancara dengan Pdt. Y. Bareta 26 Maret 2014 di Kele’i.

Page 54: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

198 Redefinisi Tindakan Sosial…

Sinode GKST Pdt. Ishak Poleh, M.Si memberi sambutan yang

positif terhadap pengalaman itu.

Menjelang akhir tahun 2009, setelah tiga tahun

menjadi pusat perhatian, fenomena Meko mulai pudar. Ritual-

ritual penyembuhan yang dilakaukan oleh Selvin mulai kurang

dikunjungi oleh orang-orang. Menurut pendapat umum yang

berkembang dalam masyarakat dan jemaat-jemaat hal itu

disebabkan oleh sikap dari Ibu Selvin yang mulai ingin

mengambil alih kharisma Selvin dan menonjolkan diri. Ia

melarang orang-orang yang datang ke Meko untuk bertemu

dengan Selvin. Menurutnya bahwa ia sendiri dapat melakukan

penyembuhan itu sama seperti Selvin.106 Keadaan inilah yang

membuat Fenomena Meko mulai pudar. Pada pertengahan

tahun 2011 Selvin dan orang tuanya pindah ke Pendolo di

Pamona Selatan dan fenomena Mekopun tidak terdengar lagi.

Gerakan Mujizat Penyembuhan Ilahi di Meko tidak

berkembang menjadi sebuah gerakan keagamaan yang

terlembagakan. Hal ini berbeda dengan apa yang terjadi di

Kele’i. Bila di Meko penekanannya ada pada penyembuhan

ilahi untuk segala jenis penyakit, maka di Kele’i penekanannya

ada pada pesan-pesan moral yang berkaitan dengan

kepercayaan-kepercayaan dasar keagamaan dan tindakan-

tindakan sosial. Fakta ini dapat diasumsikan sebagai faktor

utama yang menyebabkan fenomena Meko tidak berkembang

menjadi satu kelompok keagamaan sedangkan fenomena

Kele’i mengalaminya. Di Meko tidak terjadi aksi mobilisasi

perilaku kolektif berdasarkan kepercayaan keagamaan

tertentu, sementara di Kele’i mobilisasi itu sangat kelihatan

melalui perilaku kolektif berorientasi nilai dan norma. Apa

yang terjadi di Kele’i dapat dikatakan sebagai sebuah redefinisi

106 Wawancara dengan Pendeta Klasis Pamona Barat 24 November 2013 di

Salukaia.

Page 55: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 199

tindakan sosial pasca konflik Poso dengan melibatkan

komponen-komponen perilaku kolektif seperti nilai-nilai,

norma-norma, dan mobilisasi.

Ketika fenomena Meko mulai surut, fenomena Kele’i

mulai mekar dan dikenal oleh banyak orang di Sulawesi

Tengah, seluruh Sulawesi bahkan sampai ke tempat lain,

terutama bagi mereka yang mengharapkan jamahan untuk

peyembuhan luka-luka batin akibat kerusuhan dan dan aksi-

aksi kekerasan masa. Sejak saat itu Marliana Pulanga dikenal

oleh banyak orang. Sejumlah pengkhotbah dari tempat-tempat

lain di Indonesia datang ke Kele’i untuk turut bersaksi dalam

ibadah-ibadah malam di tenda. Marlianapun semakin berani

dalam menyampaikan petunjuk-petunjuk yang diterimanya

dari Tuhan. Di antara petunjuk-petunjuk itu ada yang menjadi

kontroversi di kalangan jemaat, yaitu larangan untuk merokok,

larangan untuk mengolah minuman tradisional saguer dan

pongas,107 larangan untuk menjemur padi dan biji coklat

dihari-hari tertentu, terutama di hari Minggu, larangan

mempercayai tradisi sincala108, dan yang paling kontroversi

adalah adanya petunjuk kepadanya bahwa apa yang

dikatakannya mempunyai kewibawaan yang sama dengan

Alkitab.109 Unsur yang terakhir ini secara konseptual telah

memasuki area mistisisme yang percaya bahwa pemahaman

dan pengetahuan tentang Tuhan dapat terjadi secara langsung

dan batiniah tanpa dimediasi oleh teks-teks suci dan doktrin-

doktrin agama. Apakah Marliana Pulanga telah menjadi

seorang mistikus dalam pengertian ini dan apakah gerakan

107 Pongas adalah minuman beralkohol yang disaring dari beras ketan hitam

yang difermentasi dengan ragi tape. Minuman ini menjadi salah satu hidangan dalam

perayaan pesta panen atau yang disebut Padungku. 108 Tradisi ini mengharuskan masyarakat untuk menjaga padiyang sudah

ditumbuk menjadi beras agar tidak kena darah. Wawancara dengan Bapak Tologana,

28 Maret 2014 di Kele’i. 109 Wawancara dengan Pdt. Y. Pasambaka 24 November 2013 di Kele’i.. Pdt.

Pasambaka adalah Pendeta Jemaat Yerusalem Kele’i.

Page 56: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

200 Redefinisi Tindakan Sosial…

keagamaan yang dimulainya merupakan sebuah gerakan

keagamaan mistikal, hal ini akan dibahas dalam bab yang akan

datang.

Perkembangan tersebut di atas mulai mendapat

tantangan dari pihak-pihak tertentu di dalam masyarakat di

Kele’i. Kelompok penentang yang pertama datang dari

beberapa tokoh masyarakat dan tokoh jemaat di desa Kele’i.110

Menurut Kepala Desa Kele’i, ketika mobilisasi perilaku kolektif

ini mulai mengarah pada sejumlah larangan yang berkaitan

dengan tindakan sehari-hari maka sering terjadi ketegangan

dan konflik antara kelompok pendukung Marliana Pulanga

dengan kelompok yang menolak kepercayaan dan praktek

hidup sosial keagamaan yang diharuskan oleh Marliana. Dalam

konflik itu kelompok pendukung Marliana mengambil sikap

defensif sementara kelompok penentang mengambil sikap

ofensif. Menjelang akhir tahun 2008 kelompok penentang

menghembuskan isu bahwa Marliana Pulanga adalah nabi

palsu dan ajaran-ajarannya sesat karena bertentangan dengan

ajaran gereja GKST. Issu ini dimunculkan oleh para penentang

karena ajaran-ajaran tersebut di atas dan bentuk-bentuk

peribadatan yang mengarah pada gaya kelompok kharismatik,

seperti bahasa lidah dan kepenuhan Roh. Kecurigaan para

penentang makin bertambah ketika Marliana Pulanga

mengatakan bahwa atas petunjuk Tuhan dia harus memilih

dan menetapkan sembilan anak yang dipilihnya untuk menjadi

pendampingnya sekaligus mewakili sembilan buah roh yang

dikatakan dalam Surat Galatia. Marliana sering mengumpulkan

ke sembilan anak itu untuk berdoa di rumah neneknya

sepanjang malam untuk mohon petunjuk Tuhan. Dalam doa

sepanjang malam itu mereka mengalami kepenuhan roh.

Selanjutnya dikatakannya bahwa atas petunjuk Tuhan ia harus

110 Wawancara dengan Kades Kele’i, 17 Juni 2013 di Kele’i.

Page 57: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 201

pergi ke Bali dan mengingatkan orang-orang Bali bahwa

mereka akan ditunggangbalikan oleh Tuhan karena telah

menyembah patung-patung. Atas semuanya ini para

penentangnya mengatakan, “Bemo mayoa rayanya.”111 Tetapi

di pihak lain para pendukungnya tetap setia mengikuti ajaran

dan mengatur hal-hal yang diperlukan untuk semua kegiatan

keagamaan di Kele’i maupun hal-hal yang berkaitan dengan

kunjungannya ke Bali atau tempat lain. Seorang Ibu yang setia

melayani Marliana mengatakan, “

Lawi kudongemo kojo panto’o wa’a ntau

mangkono Liana. Panto’o ntau se’e “Bemo mayoa

rayanya.” Paikanya ane kukita, kudonge, pai

kunawa-nawa, moncoo anu natoo i Liana. Pai

wou kuepe kojo kadago ndaya wa’a ntau anu

malulu nuntu I mPue mampoliu Liana. Timama

pompaunya ane mampombambarika nuntu I

mPue. Mesua ri nawa-nawaku. Mewali, yaku

kuaya kojo.112

Para pendukung Marliana tidak berkurang dengan

pandangan sinis para penentangnya. Mereka tetap yakin

bahwa apa yang dikatakan, diajarkan oleh Marliana adalah

benar. Mereka makin simpati kepada Liana karena ia selalu

menenangkan para pengikutnya yang mulai terpancing untuk

melakukan perlawanan, baik secara verbal maupun fisik.

Setelah ditunjuk sembilan anak buah-buah roh

itu, salah satunya cucu saya yang sekarang

sudah kuliah di Palu, mereka sering berkumpul

111 Bahasa Pamona yang artinya sudah tidak waras lagi dia. Wawancara

dengan Pdt. Y. Bareta tanggal 26 Maret 2014 di Kele’i. 112 Wawancara dengan Ibu Pembeu 30 Maret 2014 di Kele’i. Bahasa Pamona

yang artinya: “Memang sudah saya dengar apa kata orang tentang Liana. Kata mereka

bahwa dia sudah tidak waras lagi. Tetapi kalau saya perhatikan dan simak dengan

baik, apa yang dikatakan dan diajarkan oleh Liana adalah benar. Lagi pula saya

sungguh mersakan kebaikan hati orang-orang yang mengikuti petunjuk Tuhan yang

disampaikan Liana. Caranya berbicara ketika menyampaikan firman Tuhan baik dan

dapat saya pahami. Jadi, saya tidak ragu untuk percaya…”

Page 58: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

202 Redefinisi Tindakan Sosial…

dan tidak tidur malam karena berdoa dan

bergumul dengan Tuhan. Tetapi esok harinya

mereka seperti biasa dan pergi ke sekolah. Lalu

sore hari mereka berkumpul lagi. Malam hari

mereka menyampaikan firman Tuhan dalam

ibadah doa malam. Kesembilan anak buah roh

itu biasa kemasukan roh. Kalau mereka sudah

kemasukan roh maka roh-roh itu akan masuk

juga kepada orang-orang lain yang datang

dalam ibadah doa itu, sementara itu mujizat

betul terjadi. Banyak orang sakit yang dijamah

Liana sembuh. Rumah saya tidak pernah

kosong, selalu ada tamu dari Makasar, Palu,

Ampana, dan Poso yang membawa orang sakit.

Ada seorang ibu dari Silanca gagal ginjal. Kata

dokter ibu itu tidak punya harapan hidup lagi.

Saya tampung di rumah. Lalu Liana datang ke

rumah dan berdoa. Saya dengar dalam doanya

Liana bukan minta kesembuhan bagi ibu itu tapi

doa penyerahan. Dua jam kemudian ibu itu

meninggal dengan tenang.113

Kesaksian ini membuktikan bahwa para pendukung

dan pengikut Marliana memakai logika pragmatis yang dalam

istilah psikologi sosial dan mistisisme disebut dengan kriteria

empiris. Dalam logika ini sebuah kebenaran pengalaman dan

pemahaman keagamaan hanya dapat diverifikasi melalui

kegunaan praktis dalam tindakan sosial.114 Para pendukung

Marliana mempercayai kebenaran ajaran dan petunjuk

Marliana sebagai yang dari Tuhan karena mereka melihat

nilai-nilai kebaikan dalam tindakan sosial Marliana. Hal ini

berbeda dengan cara pandang para penentangnya yang

melihat kebenaran ajaran dan petunjuk Marliana dengan

113 Wawancara dengan ibu Pembeu, 30 Maret 2014 di Kele’i. 114 Lih. William James, Perjumpaan dengan Tuhan: Ragam Pengalaman

Religius Manusia (Bandung: PT Mizan Pustaka., 2004), 505 – 508

Page 59: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 203

kacamata ajaran-ajaran dan doktrin-doktrin gereja. Dengan

demikian konflik antara para pendukung Marliana dengan

para penentangnya secara sosiologis keagamaan adalah

konflik antara orang-orang yang berpikir pragmatis dengan

orang-orang yang berpikir dogmatis. Kelompok yang berpikir

pragmatis datang dari kalangan masyarakat biasa yang tidak

memiliki jabatan-jabatan publik dalam jemaat dan masyarakat.

Sedangkan kelompok dogmatis datang dari masyarakat kelas

atas yang memiliki jabatan atau pernah menduduki jabatan

dalam gereja dan masyarakat.

Ketegangan ini berkembang menjadi konflik dalam

jemaat dan masyarakat. Kelompok pendukung Marliana yang

juga adalah anggota Jemaat GKST Yerusalem Kele’i

mengundurkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah di

gereja, termasuk ibadah umum Minggu jemaat. Di pihak lain

kelompok penentang melakukan aksi-aksi pelemparan batu

terhadap tenda di mana dilaksanakan ibadah-ibadah doa

malam. Konflik itu mengganggu stabilitas kehidupan

bermasyarakat secara umum di desa Kele’i, sehingga

Pemerintah Daerah Kabupaten Poso turun tangan

menyelesaikan ketegangan dan konflik tersebut.115

Berita perkembangan kelompok ibadah doa malam

tersebut sampai ke Majelis Sinode GKST Tentena. Melihat

semakin banyaknya orang yang bersimpati dan berpartisipasi

dalam kelompok Eli Salom, maka pada tanggal 15 Desember

2010 Majelis Sinode GKST mengeluarkan Keputusan No.

02/AKTA/2010 tentang Penolakan terhadap Ajaran tentang

Mimpi, Penglihatan, Bisikan, dan Petunjuk. Dalam butir 3 & 4

dari akta tersebut Majelis Sinode GKST menegaskan:

Akhir-akhir ini warga gereja diperhadapkan

dengan fenomena supranatural seperti MIMPI,

115 Wawancara dengan Sekretaris Kecamatan Pamona Timur, Bapak

Penyami, 22 November 2012 di Taripa..

Page 60: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

204 Redefinisi Tindakan Sosial…

PENGLIHATAN, BISIKAN, dan PETUNJUK, yang

muncul kepada seseorang dan menarik

perhatian bagi orang lain kemudian mereka

membentuk satu kelompok terpisah...

Fenomena seperti ini mempengaruhi banyak

warga gereja sehingga ada kecenderungan

untuk mengidolakan orang yang katanya punya

“karunia” khusus seperti itu, dan

mensejajarkannya dengan wibawa (otoritas)

Alkitab…. Gereja Kristen Sulawesi Tengah

menolak semua bentuk penyataan yang tidak

bersumber dari Alkitab…. GKST menolak

fenomen MIMPI, BISIKAN, PENGLIHATAN,

PETUNJUK yang terjadi pada orang-orang

tertentu jika itu disetarakan/disejajarkan

dengan otoritas (wibawa) Alkitab.

Keputusan Majelis Sinode GKST ini dikirimkan ke

seluruh jemaat GKST. Sasaran utamanya adalah kelompok doa

malam yang dipimpin oleh Marliana Pulanga di Kele’i. GKST

sebagai sebuah lembaga mengambil posisi sebagai pemilik

otoritas dalam menentukan apa yang harus diterima dan

dipercaya oleh warga gereja. Secara tidak langsung dengan hal

ini GKST menunjukan kecederungan dirinya sebagai

organisasi keagamaan yang legalistik formal dan dogmatis. Hal

ini wajar mengingat salah satu peran otoritas lembaga

keagamaan adalah menjaga keutuhan umat melalui

konsolidasi ajaran. Namun demikian hal ini melemahkan salah

satu elemen penting dalam kehidupan keagamaan manusia,

yaitu elemen mistikal. Sebuah agama yang kehilangan elemen

ini akan menjadi agama yang mapan secara kelembagaan, satu

secara doktrinal, tetapi intoleran dan legalistik formal. Corak

keagamaan seperti akan melahirkan orang-orang yang

beragama tetapi tanpa spiritualitas. Keagamaan seperti ini

sebetulnya sedang mengalami tantangan dewasa ini. Agama-

Page 61: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 205

agama mapan dan terlembagakan yang menghadirkan dirinya

secara kaku, sentralistik, dogmatis, dan legalistik mulai

ditinggalkan orang karena kekeringan dimensi spiritual.

Sebaliknya orang lebih menyukai agama-agama yang longgar,

terbuka, reflektif, demokratis karena memberi ruang yang

cukup bagi setiap untuk mengembangkan spiritualitasnya

secara eksistensial dan sekaligus fungsional.

2.4. Mobilisasi Sumber Daya untuk Pembentukan Jemaat

Setelah berjalan selama kurang lebih dua tahun sejak

2008, orang-orang yang setiap malam berkumpul untuk

beribadah doa malam di tenda depan rumah nenek Liana

tersebut mulai terorganisir. Penolakan sebagian jemaat GKST

Yerusalem Kele’i terhadap keyakinan dan praktek keagamaan

mereka menjadi pertanda bahwa sudah ada perbedaan di

antara mereka dan perpecahan tidak mungkin dihindarkan

lagi.

Sejak pelemparan batu pada waktu ibadah dan

pemukulan serta penganiayaan salah seorang

anggota persekutuan doa, kami sepakat

memutuskan untuk keluar dari Jemaat GKST

Yerusalem Kele’i. Sejak saat itu kalau hari

minggu kami tidak ke gereja. Kami hanya di

rumah saja. Ada beberapa orang yang pergi

bergereja di Sawidago, Tentena, Didiri, dan

Taripa. Tetapi pada malam hari kami tetap

berkumpul dan beribadah di tenda. Selama dua

tahun kami seperti ini. Ada beberapa yang pada

hari minggu pergi bergereja ke gereja

Pantekosta dan Tabernakel karena merasa tidak

enak kalau tidak bergereja. Tetapi di sana

mereka merasa tidak cocok juga. Akhirrnya

kami putuskan untuk mencari lahan dan

membangun rumah ibadat darurat. Kebetulan

saya punya kintal di ujung kampung. Saya

Page 62: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

206 Redefinisi Tindakan Sosial…

bilang ke Ibu Pendeta, saya rela memberikan

tanah itu untuk dibangunkan gereja kita. Tetapi

kata Ibu Pendeta, tidak bisa ngkai hanya

serahkan seperti itu. Lalu Ibu Pendeta bicara

dengan beberapa tokoh pimpinan persekutuan

dan mereka setuju membayar ganti rugi.116

Konflik yang berujung dengan perpecahan jemaat

tersebut menjadi momentum bagi aktor-aktor kolektif untuk

memobilisasi berbagai sumber daya dan fasilitas serta

menentukan peran-peran fungsional dalam meredefinisi

tindakan sosial mereka dan merekonstruksi identitas mereka

di tengah ragam masalah seperti yang telah dipaparkan

sebelumnya. Komunitas yang pada awalnya berkumpul hanya

untuk berdoa sekarang mulai mengambil bentuk sebuah

organisasi sosial. Di satu pihak keadaan ini menjadi tantangan

yang berat bagi mereka karena mereka tidak punya

pengalaman dan sumber daya yang memadai untuk

mengupayakan hal tersebut. Sebagian besar anggota

persekutuan doa ini hanyalah petani biasa yang

pendapatannya hanya cukup memenuhi kebutuhan hidup

keluarga sehari-hari. Akan tetapi di lain pihak keadaan ini

menjadi kesempatan bagi mereka untuk melakukan mobilisasi

sumber daya dan menggalang solidaritas yang lebih kuat.

Mereka mulai membagi peran-peran fungsional untuk

mengatur jalannya persekutuan doa dan merintis jalan untuk

memperoleh dana bagi pembangunan rumah ibadat

sementara. Untuk mengumpulkan dana mereka mencari

pekerjaan di luar desa Kele’i dan digarap secara bersama-

sama. Pekerjaan-pekerjaan tersebut antara lain menggali

saluran kabel PT. Indosat di tepi jalan yang menghubungkan

Poso dan Tentena. Mengerjakan pengecoran bangunan-

116 Wawancara dengan Bapak Kalingani 26 Maret 2014 di Kele’i.

Page 63: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 207

bangunan besar di kota Tentena. Mengerjakan pemarasan tepi

jalan Trans Sulawesi. Mengerjakan proyek pembuatan kolam

ikan di desa Sawidago kecamatan Pamona Utara dan

mengerjakan pengolahan batu gunung untuk keperluan

bangunan.117 Pekerjaan-pekerjaan ini menuntut mereka untuk

meninggalkan desa Kele’i dan bermalam di tempat di mana

mereka bekerja dengan membangun pondok-pondok dari

kayu dan daun daunan. Di situlah mereka berisitirahat pada

malam hari dan pada siang hari mereka bekerja. Hanya anak-

anak sekolah yang tidak ikut dalam perkejaan-pekerjaan itu.

Semua orang dewasa, baik laki-laki dan perempuan turun

bekerja. Dalam mobilisasi ini muncullah aktor-aktor kunci

yang mengkordinir dan mengatur peran-peran fungsional di

antara mereka. Salah satu aktor kunci adalah Pdt. Y. Bareta

yang telah memutuskan untuk melepaskan tugas pelayanan

dari Jemaat GKST Yerusalem Kele’i dan bergabung dengan

kelompok persekutuan doa ini. Kehadiran Pdt. Y. Bareta

menjadi motivasi bagi mereka untuk terus memobilisasi

semua sumber daya yang ada bagi pembentukan sebuah

komunitas yang lebih terstruktur dan fungsional. Pada saat

inilah Marliana kembali mendapat petunjuk bahwa

persekutuan doa mereka harus diberi nama Jemaat Eli Salom

yang artinya Allah memberkati.

Pada tahun 2010 mobilisasi perilaku kolektif ini mulai

mengarah pada pembentukan sebuah organisasi kegerejaan

yang disebut kelompok kebaktian. Orang-orang yang ikut

dalam mobilisasi perilaku kolektif ini mulai membangun

fasilitas tempat pertemuan dan melepaskan diri dari

organisasi-organisasi kegerejaan mereka yang semula serta

dengan tegas menyatakan diri sebagai anggota dari kelompok

kebaktian ini. Setahun kemudian, yaitu di tahun 2011,

117 Wawancara dengan Pdt. Y. Bareta tanggal 26 Maret 2014 di Kele’i.

Page 64: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

208 Redefinisi Tindakan Sosial…

kelompok kebaktian ini menciptakan struktur internal

organisasi kegerejaan mereka dan menyebut diri mereka

sebagai Jemaat Eli Salom Kele’i. Menurut data pada tahun

2013, jumlah anggotanya terdiri dari 254 kepala keluarga dan

887 jiwa. Sebagian besar dari mereka adalah warga

masyarakat yang pernah terlibat dalam kerusuhan dan konflik

Poso yang telah mengalami pemulihan secara spiritual,

terutama mereka yang pada waktu konflik menggunakan

paincani.118 Mereka menjalankan ibadah ritual dan sikap

hidup sehari-hari yang terdiferensiasi dari masyarakat di

sekitarnya berdasarkan kepercayaan dan ajaran-ajaran yang

disampaikan oleh Marlyana Pulanga, antara lain kewajiban

melakukan ritual doa dan penyucian diri setiap malam di

rumah ibadah mereka, mempercayai dan menjadikan

penglihatan dan mimpi-mimpi sebagai sumber ajaran iman

yang setara dengan Alkitab, dan melarang anggota-anggotanya

untuk mengkonsumi jenis-jenis makanan dan minuman

tertentu.

3. Kepercayaan-Kepercayaan Fundamental dan Praktek

Mistik Keagamaan

Ketegangan dan konflik yang terjadi antara pendukung

dan penentang Marliana berakhir dengan perpecahan jemaaat.

Kelompok penentang adalah mereka yang pada awalnya ikut

juga dengan persekutuan doa malam yang dipimpin oleh

Marliana tetapi kemudian merasa tersinggung dengan

khotbah-khotbah dan larangan-larangan yang diberikan oleh

Marliana seperti tidak boleh merokok, tidak boleh mengolah

saguer, cap tikus, dan pongas, tidak boleh minum minuman

beralkohol, tidak boleh menjemur padi dan coklat serta hasil

118 Wawancara dengan Pdt. Bareta, Pendeta Jemaat Eli Salom Kele’I, 15 Juni

2013 di Kele’i.

Page 65: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 209

pertanian lainnya pada hari minggu, tidak boleh melaksanakan

beberapa tradisi dan adat istiadat nenek moyang. Mereka

kemudian mundur dari persekutuan doa malam dan berbalik

menentang keberadaannya. Menurut mereka pengalaman

iman, petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Marliana adalah

sesat dan cara beribadah di tenda menyimpang dari ajaran

gereja GKST. Oleh sebab itu mereka memandang kelompok

persekutuan doa ini adalah kelompok ajaran dan persekutuan

yang sesat. Dalam bagian sebelumnya kelompok penentang ini

dikategorikan sebagai kelompok dogmatis, sementara para

pendukung dikategorikan sebagai kelompok pragmatis.

Mereka mengatakan ibadah tenda sesat. Tapi

kami tidak tahu apa yang mereka sebut sesat.

Mereka hanya tidak mau mengikuti seruan

pertobatan dan pemulihan yang dikatakan

Marliana karena merasa benar dan suci.

Sementara sebagian besar orang lain sangat

mendapat berkat dari ibadah tenda ini. Orang-

orang yang dulunya mabuk-mabukan, suka

berkelahi, memiliki dan menggunakan paincani,

terlibat dalam konflik dan membunuh orang,

orang-orang yang kena renggeana bahkan

taumepongko sudah bertobat dan setia

mengikuti doa malam. 119

Sikap kelompok penentang mendapat legitimisasi dari

surat Keputusan Majelis Sinode GKST tentang penolakan

mimpi, bisikan, petunjuk, dan pengalaman-pengalaman

keagamaan lain yang tidak bersumber dari Alkitab. Akan tetapi

kelompok pendukung tetap pada keyakinan bahwa apa yang

dialami dan dikatakan oleh Marliana adalah benar dan berasal

dari Tuhan. Mereka semakin yakin karena orang-orang yang

119 Wawancara dengan Pdt. Y. Bareta 26 Maret 2014 di kele’i.

Page 66: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

210 Redefinisi Tindakan Sosial…

ikut dalam doa malam tersebut bertobat dan mengalami

pemulihan dalam kehidupan batin dan perilaku mereka.

Kehadiran sebagian besar warga desa Kele’i

dalam persekutuan doa malam dan kesetiaan

mereka mengikuti petunjuk Tuhan melalui

Liana didorong oleh kebutuhan dan panggilan

hati mereka pribadi. Tidak ada yang memaksa.

Tetapi kalau mereka tidak hadir dalam

persekutuan doa malam di tenda bahkan

sampai sekarang ini mereka merasa rugi dan

berhutang. Jadi walau setiap hari mereka pergi

ke kebun, mereka selalu berusaha kembali ke

kampung pada sore hari karena rindu ikut

persekutuan pada malam hari. Biar hujan

mereka selalu datang. Tidak perlu pakai baju

yang bagus. Mereka datang dengan apa adanya,

ada yang pakai sarung saja. Jemaat ini jemaat

yang sederhana orang-orangnya. Apa yang

mereka cari adalah ketenangan batin dan

pemulihan kehidupan.120

Perkataan-perkataan tersebut di atas menunjukkan

bahwa keanggotaan dalam persekutuan jemaat Eli Salom

Kele’i ini bersifat sukarela. Namun demikian ada sebuah

kondisi batiniah dan situasi sosial yang kondusif bagi

mobilisasi perilaku kolektif mereka menjadi sebuah gerakan

sosial keagamaan. Perilaku kolektif ini nampaknya

berorientasi pada nilai-nilai dan norma-norma kehidupan

seperti kesucian, pengampunan, kesederhanaan, dan

pemulihan. Mobilisasi ini terbangun di atas satu keyakinan

umum bersama bahwa pengalaman mistik keagamaan

Marliana telah dipakai Tuhan untuk memulihkan kehidupan

120 Wawancara dengan Pdt. Y. Bareta, 26 Maret 2014. Di kele’i.

Page 67: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 211

mereka. Dari sini kita dapat berbicara tentang kepercayaan-

kepercayaan utama dan praktek-praktek keagamaan mereka.

Secara kelembagaan dan ajaran Jemaat Eli Salom Kele’i

tidak ingin disebut sebagai sebuah gereja baru di luar Gereja

Kristen Sulawesi Tengah. Mereka tidak ingin mendirikan

sebuah lembaga gereja yang baru atau pindah dan bernaung di

salah satu lembaga gereja lain seperti gereja Pantekosta atau

Bethani. Mereka tidak menganggap diri sebagai sebuah

denominasi baru di dalam masyarakat yang mayoritas

beragama Kristen. Mereka menganggap masih merupakan

bagian dari Gereja Kristen Sulawesi Tengah. Oleh sebab itu

mereka mengajukan permintaan kepada Majelis Simode GKST

untuk diterima dan ditetapkan sebagai salah satu jemaat GKST

dan diperbolehkan untuk mengembangkan kepercayaan dan

praktek-praktek keagamaan mereka sendiri. Apa yang mereka

harapkan adalah penerimaan dan pengakuan terhadap

pengalaman-pengalaman keagamaan mereka yang asli. Hal ini

menimbulkan persoalan bagi Gereja Kristen Sulawesi Tengah

(GKST) karena di satu pihak GKST telah menyatakan sikapnya

yang menolak kepercayaan-kepercayaan dan praktek

kegamaan seperti yang ada di Jemaat Eli Salom Kele’i, tetapi di

pihak lain jemaat ini ingin tetap menjadi jemaat GKST dengan

corak tersendiri. Terhadap persoalan ini Majelis Sinode GKST

mengambil jalan tengah yaitu menerima dan menetapkan

jemaat Eli Salom Kele’i sebagai jemaat GKST dan

mengharuskan Jemaat tersebut untuk mengikuti dan mantaati

Tata Gereja GKST.

Kami tidak melanggar Tata Gereja GKST. Kami

tetap percaya pada Allah Tritunggal, kami

percaya bahwa Alkitab adalah Firman Tuhan,

kami tetap melaksanakan baptisan dengan cara

percik. Kami melaksanakan perjamuan kudus

dengan menggunakan roti dan anggur dengan

Page 68: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

212 Redefinisi Tindakan Sosial…

pemahaman yang sama seperti dulu. Kami

melaksanakan katekisasi sidi dengan cara yang

sama di jemaat Yerusalem Kele’i. Kami

menerima dan masih mengucapkan Pengakuan

Iman Rasuli di dalam ibadah-ibadah kami. Tidak

ada ajaran GKST yang kami rubah. Kalau ibadah

minggu kami masih memakai liturgi GKST.

Jemaat hanya menganggap bahwa apa yang

terjadi pada Marliana Pulanga adalah berasal

dari Tuhan, bahwa petunjuk-petunjuk yang

diberikan oleh Tuhan kepada Marliana adalah

benar. Dan kami mulai berusaha menghayati

doa dan nyanyian-nyanyian pujian kami. Jemaat

membutuhkan ketenangan batin dalam

beribadah dan pemulihan perilaku hidup

sehari-hari. Karena di desa Kele’i ini ada

suasana panas dan kacau sejak kerusuhan dan

konflik Poso. Orang-orang sudah diliputi

ketakutan dan kehilangan gairah hidup. Jemaat

yang kebanyakan terdiri dari orang-orang

sederhana dan kebanyakan bekas terlibat dalam

konflik Poso ini hanya ingin mendapat

penghormatan sedikit dari para orang besar di

desa ini.121

Kegelisahan sosial di tengah masyarakat desa Kele’i

sejak konflik Poso 1998 -2003 telah menyebabkan

ketidakpastian nilai-nilai dan norma-norma kehidupan dalam

masyarakat. Di satu pihak konflik mendesak masyarakat untuk

melakukan mekanisme pertahanan diri. Mereka

melakukannya dengan membekali dan melindungi diri melalui

ilmu-ilmu yang mereka sebut paincani. Dengan ilmu tersebut

mereka melakukan perlawanan secara fisik dan sosial

terhadap kekuatan-kekuatan lain yang mengancam eksistensi

mereka. Memori historis dan tradisi yang telah membentuk

121 Wawancara dengan Pdt. Y. Bareta 28 Maret 2014 di Kele’i.

Page 69: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 213

karakter mereka telah mendukung perilaku perlawanan

terhadap kekuatan-kekuatan ideologis dan sosial yang mereka

pandang sebagai ancaman terhadap kolektifitas mereka.

Ketika konflik berakhir, emosi-emosi negatif, sentimen-

sentimen sosial, dan pengalaman-pengalaman traumatis

mengendap dalam diri mereka dan ketika tidak dapat

tertampung lagi maka semua itu terekspresi dalam bentuk

perilaku yang tidak terkendali. Kehidupan sosial menjadi

terganggu dan stabilitas keamanan terusik. Latar belakang ini

menjadi penting untuk melihat kepercayaan-kepercayaan,

nilai-nilai, dan norma-norma yang menjadi komponen-

komponen dasar tindakan sosial dan perilaku kolektif mereka.

a. Kepercayaan Utama

Dulu siapa tidak kenal dengan namanya Kele’i.

identik dengan ilmu hitam. Sekalipun setiap

minggu beribadah tetapi masih saja

mengandalkan kuasa-kuasa kegelapan, bahkan

banyak orang yang berpantang masuk gereja

karena paincani yang mereka miliki. Karena itu

Tuhan menyatakan fenomena Kele’i melalui

Liana agar bisa bertobat dan kembali pada sikap

hidup yang baik dan damai.122

Kepercayaan seperti ini sangat menonjol dalam

kehidupan seluruh anggota Jemaat Eli Salom. Mereka tidak

meragukan pengalaman-pengalaman keagamaan Marliana

yang terjadi di luar konsepsi-konsepsi keagamaan yang selama

ini mereka ketahui dan miliki. Mereka yakin bahwa apa yang

terjadi pada Marliana Pulanga adalah merupakan sebuah

pewahyuan Tuhan kepada mereka.

122 Wawancara dengan Bapak B. Buriko usia 46 Tahun di Kele’i.

Page 70: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

214 Redefinisi Tindakan Sosial…

Ada yang mengatakan bahwa kami telah

menjadikan Liana sebagai dewa kecil dan

menyembah dia. Mungkin karena mereka

melihat Liana selalu pake jubah. Ada tiga warna

jubah itu. Dan kalau dia sudah pakai jubah kami

tidak boleh pegang dia. Tapi kami tidak

menyembah dia. Liana tetap seorang anak. Dia

makumpu123 saya. Kalau saya bicara dengan dia

seperti biasa. Begitu juga orang lain. Liana tetap

ke sekolah dan bermain seperti biasa dengan

teman-temannya. Di rumah dia tetap kerja,

sama seperti yang lain. Kami hanya percaya

bahwa Tuhan mau menyatakan apa yang Dia

mau kami lakukan melalui Liana. Tuhan telah

memilih Liana untuk memberi petunjuk karena

dia anak yang baik, tau metubunaka124, dari

keluarga yang baik-baik.125

Jadi kepercayaan utama Jemaat Eli Salom adalah

bahwa Tuhan dapat menyatakan kehendakNya di luar teks-

teks suci seperti Alkitab, di luar ritual-ritual formal keagamaan

seperti ibadah gereja, dan tanpa melalui orang-orang yang

diurapi secara khusus seperti Pendeta. Kepercayaan ini

membuat mereka sangat peka terhadap perasaan keagamaan

mereka sendiri dan pengalaman keagamaan orang lain yang

mereka pandang asli. Semua orang dapat menjadi representasi

Tuhan dalam dunia. Pokok kepercayaannya adalah bahwa

Tuhan dapat bertemu dan berbicara dengan semua orang

tanpa dimediasi oleh konsep-konsepsi dan fungsi-fungsi

formal keagamaan. Lalu bagaimana memastikan kalau

pengalaman itu benar-benar dari Tuhan? Para pendukung

Liana memakai kriteria empiris dalam melihat kebenaran

123 Bahasa Pamona yang artinya cucu. 124 Bahasa Pamona yang artinya menghormati orang lain, terutama yang

lebih tua. 125 Wawancara dengan Bapak Penanta 28 Maret 2014 di Kele’i.

Page 71: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 215

suatu pengalaman keagamaan. Dalam kriteria empiris logika

yang dipakai adalah logika pragmatis. Sebuah pengalaman

keagamaan dapat dianggap benar ketika terekspresi dalam

tindakan-tindakan yang rasional, bermoral, dan etis. Kriteria

dan logika ini banyak dipakai dalam menganalisis fungsi sosial

pengalaman-pengalaman keagamaan yang bersifat mistikal.

Dengan cara pandang seperti ini dapat dikatakan bahwa

tindakan-tindakan sosial para aktor kolektif di jemaat Eli

Salom Kele’i adalah buah dari kepercayaan mereka terhadap

ragam pengalaman keagamaan yang bersifat batiniah. Pada

tataran inilah kita dapat mengatakan bahwa fenomena

keagamaan di Kele’i adalah sebuah fenomena mistisisme, di

mana orang memahami dan mengalami Tuhan secara batiniah

dan otentik tanpa harus dimediasi oleh obligasi-obligasi

organisasi dan abstraksi-abstraksi teoritis dogmatis.

Pemahaman ini mengandung komponen utama

mistisisme. Secara historis mistisisme adalah reaksi terhadap

hancurnya struktur sosial akibat konflik di dalam suatu

masyarakat. Orang-orang mencari pemahaman dan

pengalaman akan Tuhan secara eksistensial untuk melengkapi

pengetahuan teoritis konseptual mereka yang sudah ada.

Pengetahuan teoritis dan konseptual mereka tentang Tuhan

ternyata tidak dapat menerangkan dan menjelaskan kepada

mereka tentang persoalan-persoalan sosial yang terjadi di

dalam masyarakat di mana mereka hidup. Ibadah-ibadah ritual

juga terasa kering dan tidak relevan karena tidak

mengekspresikan kondisi batin dan kehausan spiritual

mereka. Dalam pandangan Ernst Troeltsch mistisisme tiak lain

adalah salah satu tipe perkembangan sosiologis gereja. Artinya

kemunculan dan perkembangan ragam pengalaman dan

perilaku keagamaan yang bersifat mistis sangat ditentukan

juga oleh faktor-faktor sosio historis seperti krisis sosial. Oleh

Page 72: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

216 Redefinisi Tindakan Sosial…

sebab itu ketika Liana mengatakan bahwa Tuhan telah datang

dan berbicara kepadanya maka mereka tidak menganggap hal

itu sebagai sesuatu yang aneh. Bahkan mereka sadar bahwa

hal tersebut bisa terjadi juga pada diri mereka. Kesadaran ini

disebut kesadaran intuisi dalam mistisisme. Setiap orang

memiliki benih ilahi (divine seed) di dalam dirinya. Inilah yang

membuat setiap orang selalu terhubung secara langsung

dengan Tuhan. Dengan pemikiran seperti ini maka

pemahaman dan pengalaman keagamaan yang otentik tentu

saja bukan reartikulasi pengalaman-pengalaman keagamaan

orang lain, tetapi perjumpaan pribadi dengan Tuhan. Dalam

pendekakatan seperti kita dapat mengatakan bahwa secara

teologis kepercayaan keagamaan para aktor kolektif jemaat Eli

Salom kele’l masuk dalam kategori mistisime.

Sebaliknya penolakan keberadaan Jemaat Eli Salom

yang dilakukan oleh kelompok lain dapat dipandang sebagai

refleksi ketakutanakan melemahnya atau hilangnya pengaruh

dominasi dan kendali representasi otoritas keagamaan

terhadap sebuah kolektifitas. Majelis Sinode GKST dengan

Surat Edaran yang memfatwakan penolakan terhadap ragam

jenis pengalaman keagamaan yang bersifat mistik seperti yang

terjadi di Jemaat Eli Salom adalah bagian dari ketakutan

tersebut. Pada posisi inilah agama seringkali menjadi

episentrum konflik sosial. Sebuah pengalaman yang diyakini

sungguh-sungguh berasal dari Tuhan tidak akan pernah

mungkin disangkali oleh yang mengalami dan

mempercayainya sekalipun berhadapan dengan otoritas yang

berkuasa. Sebaliknya setiap otoritas keagamaan selalu akan

mencurigai pengalaman-pengalaman dan pemahaman-

pemahaman keagamaan yang terjadi di luar konsepsi-konsepsi

yang disepakati bersama karena akan melemahkan pengaruh

yang berkuasa terhadap suatu kolektifita sosial.

Page 73: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 217

b. Nilai-nilai Utama

Elemen mistik dalam pemahaman keagamaan seperti

yang disebutkan di atas menjadi kepercayaan umum bagi

mobilisasi perilaku kolektif anggota Jemaat Eli Salom dalam

mengartikan kembali tindakan sosial mereka. Pemahaman dan

perilaku keagamaaan yang muncul di dalam kehidupan

kolektif mereka tidak dapat dipandang secara sederhana

sebagai sebuah upaya dan rencana untuk menyimpangkan dan

menyesatkan pemahaman dan ajaran-ajaran agama yang

terlembagakan atau pengaruh dari para pengkhotbah

kharismatik yang datang dari luar. Apa yang harus dikatakan

ialah bahwa para aktor mengkonstruksi secara teologis

pemahaman mereka tentang kehidupan dan dunia sosial yang

ada di depan mereka.

Kami tidak mau meninggalkan GKST. Kalau

GKST menolak kami kami akan tetap meminta

agar Majelis Sinode menerima kami. Yang jadi

masalah sebenarnya adalah isi Surat Edaran

Majelis Sinode GKST tentang penolakan mimpi,

penglihatan, bisikan, dan petunjuk itu. Kami

tidak mungkin menyangkali bahwa apa yang

terjadi pada Liana adalah sungguh-sungguh dari

Tuhan dan kami akan mengikutinya. Bukan

hanya Liana saja yang mengalami itu. Banyak

anggota jemaat yang datang kepada saya dan

cerita mimpi dan penglihatan mereka. Saya

selaku pendeta juga sering menguji apakah itu

benar-benar dari Tuhan. Saya berdoa dan

bertanya kepada Tuhan. Lalu saya yakin

demikian. Liana juga apabila menerima

petunjuk, sebelum menyampaikan kepada

Jemaat selalu berbicara dulu dengan saya. Tapi

sejauh ini, tidak ada petunjuk yang sesat.

Buktinya orang-orang masih dapat hidup

dengan baik, tidak aneh-aneh. Malahan mereka

Page 74: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

218 Redefinisi Tindakan Sosial…

mengaku merasa makin tenang, damai, dan

bersukacita. Sudah tidak ada lagi dendam,

beban batin, dan bapak lihat sendiri, jemaat

tidak ada lagi yang minum alkohol sampai

mabuk-mabukan seperti dulu. Merokok saja

tidak ada lagi. Orang rajin beribadah.

Persembahan jemaat meningkat. Gedung gereja

ini kami bangun dengan keringat dan kerja

sama, tanpa bantuan pihak lain, dan sudah mau

selesai. Ekonomi anggota jemaat makin baik

karena sudah teratur hidup dan tau pake uang.

Sudah jarang yang sakit parah lalu tengah

malam dibawa ke Tentena. Semua anak-anak di

jemaat ini tidak ada yang putus sekolah, bahkan

banyak yang sudah kuliah di Palu.126

Pemahaman bahwa Tuhan dapat menjumpai dan

berbicara langsung dengan setiap orang membuat mereka

dapat menghargai setiap orang dan berlaku hormat kepada

siapa saja. Perilaku ini mencerminkan nilai yang menjadi salah

satu komponen dasar tindakan sosial dan perilaku kolektif

mereka, yaitu nilai mombetubunaka dan mosintuwu.

� Mombetubunaka

Mombetubunaka adalah sebuah konsepsi budaya

Pamona. Secara hurufiah konsepsi ini berakar pada dua kata,

yaitu tubu yang artinya ukur, hormat, menghargai dan kata

naka yang artinya agar atau supaya. Dalam struktur bahasa

Pamona kata naka ini jarang dipakai sendiri terlepas dari kata

lain. Ia selalu menjadi kata perangkai.127 Tubunaka berarti

supaya mengukur, menghormati dan menghargai. Dalam

konteks pergaulan sosial kata tubunaka diberi awalan mombe

yang artinya saling. Jadi secara hurufiah mombetubunaka

126 Wawancara dengan Pdt. Y. Bareta 28 Maret 2014 di Kele’i. 127 Misalnya Sawanaka, linjanaka, tumbunaka, dll.

Page 75: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 219

berarti agar saling mengukur, saling menghormati, atau saling

menghargai.128 Dalam konsepsi budaya Pamona semua orang

diakui lahir di dunia dalam keadaan setara, tidak ada yang

lebih tinggi satu terhadap yang lain.

Orang Poso Pamona membedakan antara kelompok

kabosenya dengan watua. Kabosenya adalah kelompok orang

yang memiliki pengaruh dalam kehidupan kelompok.

Sedangkan watua adalah kelompok orang yang membantu

kabosenya dalam menjalankan tugas atau dalam kehidupan

rumah tangganya. Adalah keliru apabila kita menyamakan

konsepsi ini dengan konsepsi kasta. Yang benar adalah kedua

kelompok itu mencerminkan struktur sosial masyarakat

pedesaan di Poso Pamona, bahwa masyarakat Pamona

tersusun dari dua strata sosial, yaitu kelompok yang memiliki

kuasa, yaitu mereka yang ditunjuk menjadi pemimpin, dan

kelompok yang dipimpin. Perbedaan di antara kedua

kelompok ini adalah perbedaan status dan peran sosial, bukan

perbedaan derajat kemanusiaan.

Konsepsi mombetubunaka dalam konteks struktur

sosial tersebut di atas adalah bahwa masing-masing kelompok

supaya saling mengukur status dan perannya satu sama lain.

Pengertian mengukur di sini mengandung makna menilai,

mengawasi, mengevaluasi, menghormati, dan menghargai.

Kandungan makna ini sesuai dengan sifat kolektif yang kental

dalam masyarakat Pamona. Para watua harus mantubunaka

para kabosenya. Anak-anak harus mantubunaka para orang

tua. Penghormatan dan penghargaan tersebut diberikan bukan

karena derajat kemanusiaan mereka yang lebih tinggi, tetapi

karena status dan peran mereka yang penting di dalam

kelompok.

128 Lih. Alber Badjadji (Et.al.), Kamus Bahasa Pamona (Tentena: Percetakan

VIBRA, 2011), 270.

Page 76: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

220 Redefinisi Tindakan Sosial…

Konsepsi ini diinterpretasi dan diaktualisasikan secara

teologis oleh jemaat Eli Salom. Setiap orang memiliki napas

Tuhan di dalam dirinya (Kejadian 2:7). Tidak ada manusia

yang diciptakan untuk menjadi orang jahat atau menjadi

penindas bagi yang lain (Kejadian 1:26). Semua anak manusia

akan mendapat curahan Roh Tuhan sehingga mereka bisa

bernubuat (Yoel 2:28). Semua orang yang percaya kepada

Yesus Kristus adalah Imam (I Petrus 2: 9). Berdasarkan itu

para aktor menjadikan konsepsi mombetubunaka sebagai

komponen utama dalam tindakan sosial dan perilaku kolektif

mereka. Mombetunuka dalam pemahaman Jemaat Eli Salom

adalah mengukur dan menghormati kehadiran Roh Tuhan

dalam diri dan kehidupan setiap orang.

Liana itu masih anak-anak ketika mendapat

penglihatan. Sekarang dia sudah mahasiswa.

Kami ini sudah orang tua. Saya sendiri pendeta.

Kami metubunaka kepada Liana karena di

dalam diri dan kehidupan Liana ada Roh Tuhan.

Demikian juga ke sembilan orang pendamping

Liana yang mewakili buah-buah roh. Mereka

semua masih anak-anak waktu itu. Kami

metubunaka kepada mereka karena ada buah-

buah roh pada mereka. Tidak hanya kepada

Liana dan sembilan temannya. Kepada semua

orang yang kami harus metubunaka karena roh

Tuhan ada di sana. Liana juga harus

metubunaka kepada kami, bukan karena kami

lebih tua, bukan karena saya pendeta. Tapi kami

juga punya Roh Tuhan. Malah saya mengajarkan

kepada jemaat sebelum orang lain metubunaka

ke kita, kita sendiri harus metubunaka diri

sendiri.129

129 Wawancara dengan Pdt. Y. Bareta 30 Maret 2014 di Kele’i.

Page 77: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 221

Nilai mombetubunaka ini terimplementasi dalam

norma-norma seperti tidak merokok dan minum minuman

beralkohol dan membuang semua ilmu hitam (paincani)

sebagai implementasi metubunaka diri sendiri, tidak berkata

bohong kepada orang lain dan menipu, tidak berkata kasar

atau menghina, tidak menyakiti orang lain dengan kata atau

tindakan, dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan

sebagai implementasi metubunaka terhadap orang lain.130

Nilai dan norma ini menjadi elemen-elemen dasar tindakan

sosial dan perilaku kolektif mereka. Berdasarkan sudut

pandang ini maka dapat dikatakan bahwa keberadaan Jemaat

Eli Salom dapat diidentifikasi sebagai sebuah tipe gerakan

sosial berorientasi nilai. Gerakan ini bertujuan untuk

merestorasi, memproteksi, memodifikasi nilai-nilai

berdasarkan suatu kepercayaan umum. Oleh karena itu semua

komponen tindakan ikut terlibat, seperti rekonstitusi nilai,

redefinisi norma, reorganisasi motivasi, dan redefinisi situasi

sosial.

� Mosintuwu

Secara etimologis mosintuwu berasal dari kata kata

tuwu yang berarti hidup. Kata ini bisa dilihat sebagai sebuah

kata sifat dan sekaligus juga sebuah kata kerja intransitif.

Pemberian imbuhan mosin hanya mungkin dalam keadaannya

sebagai kata kerja. Dalam komposisi bahasa Pamona,

pemberian imbuhan sin terhadap sebuah kata kerja

merupakan kasus khusus bagi beberapa kata kerja. Dengan

mendapat imbuhan sin maka kata kerja itu menunjuk pada

perilaku timbal balik dari dua subjek yang berhadap-hadapan.

Sehingga kata sintuwu berarti saling menghidupkan.131 Kata

130 Wawancara dengan Bapak Aris, 31 Maret 2014 di kele’i. 131 Imbuhan “sin” dapat kita bandingkan dengan kata “baku” dalam kosa

kata bahasa Indonesia yang artinya “saling”. Misalnya baku tolong atau saling tolong

Page 78: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

222 Redefinisi Tindakan Sosial…

ini menjadi bermakna bila dipahami dalam suatu kehidupan

sosial yang melibatkan beberapa individu. Dari sini kemudian

dikenal juga kata mosintuwu yang artinya terlibat secara aktif

dalam pekerjaan atau urusan-urusan yang menyangkut hajat

hidup orang banyak atau masyarakat. Dengan demikian

sintuwu mengandung makna kesediaan untuk berbagi

kehidupan dengan orang lain demi kehidupan bersama itu

sendiri. Hal ini didasarkan pada pola kehidupan kolektif yang

menyebabkan setiap orang harus berjalan bersama,

menangung beban bersama, menghadapi ancaman dan

tantangan bersama, dan bahkan memiliki perasaan yang sama.

Inilah dasar solidaritas sosial orang Poso dalam kehidupan

mereka sebagai sebuah masyarakat dan yang sekaligus

membentuk identitas kolektif mereka. Pada waktu kerusuhan

dan konflik Poso item budaya ini mengalami pembiasan

makna dari sintuwu maroso menjadi sintuwu molonco. Sintuwu

maroso berarti bahwa dengan berbagi kehidupan maka

kehidupan itu akan semakin berkualitas. Sementara sintuwu

molonco dimunculkan oleh masyarakat untuk menunjuk pada

gejala perilaku masyarakat yang sangat mengutamakan

keselamatan diri mereka masing-masing dan tidak peduli

dengan keselamatan orang lain.132 Setelah kerusuhan dan

konflik berakhir maka masyarakat ingin merekostruksi

konsepsi budaya ini secara teologis.

Dengan merujuk pada beberapa bagian Alkitab, seperti

Mazmur 133 tentang persaudaraan yang rukun, I Korintus 12

tentang macam karunia tetapi satu roh, Galatia 6: 2 tentang

saling membantu, Filipi 2: 1–4 tentang kesatuan roh dan saling

membantu, para aktor memahami kehidupan mereka sebagai

menolong, baku tembak atau saling menembak dan , baku pukul atau saling memukul

satu dengan yang lain. 132 Wawancara dengan Bapak Kalingani tanggal 27 Maret 2014 di Kele’i.

Page 79: 06 BAB V GERAKAN AGAMA DI TENGAH KEGELISAHAN SOSIALrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/5/D_762010701_BAB V.pdf · Makasar mendominasi pasar perdagangan di kota Tentena.

Gerakan Agama Di Tengah Konflik Sosial 223

satu sistem organ dengan peran dan fungsi yang berbeda.133

Nilai ini dapat disebut sebagai nilai gotong royong yang

diwujudkan dalam bentuk partisipasi atau keterlibatan aktif

dan kreatif dalam semua kegiatan bersama, baik itu ritual

maupun sosial kemasyarakat. Pengerjaan penggalian tanah

dan penanaman kabel PT. Indosat di sepanjang jalan Poso

Tentena, pemarasan tepi jalan Trans Sulawesi, pembuatan

kolam ikan di Sawidago, pembangunan rumah gereja, dll.

dapat dipandang sebagai implementasi nilai mosintuwu dan

sekaligus rekonstruksi identitas kolektif mereka.

Nilai-nilai inilah yang menjadi komponen dasar

kemunculan dan perkembangan Jemaat Eli Salom sebagai

sebuah gerakan sosial berorientasi nilai. Kepercayaan-

kepercayaan dan nilai-nilai tersebut di atas terbentuk dari

item-item kultural pribumi yang kemudian diinterpretasikan

secara teologis. Dengan demikian menjadi jelas bahwa Jemaat

Eli Salom Kele’i sebagai sebuah respon perilaku kolektif

terhadap perubahan sosial dan kehancuran struktur sosial

akibat kerusuhan dan konflik Poso berada di jalur restorasi,

proteksi, modifikasi, dan resistensi nilai-nilai kultural

berdasarkan suatu kepercayaaan umum berbasis pengalaman

mistik keagamaan.

---

133 Wawancara dengan Pdt. Y. Bareta tanggal 28 Maret 2014 di Kele’i.