04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB...

22
71 BAB III MISTISISME SEBAGAI TIPE PERKEMBANGAN SOSIOLOGIS AGAMA Dalam bab sebelumnya telah dibangun perspektif teoritis tentang gerakan keagamaan sebagai tipe khusus gerakan sosial. Perspektif itu ditopang oleh tiga pemahaman konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif, dan gerakan sosial berorientasi nilai. Kerangka konseptual tersebut diperlukan untuk mendeksripsikan fenomena gerakan keagamaan sebagai sebuah fenomena sosial. Selanjutnya, mempertimbangkan aspek pengalaman keagamaan dan kepercayaan fundamental yang menjadi komponen utama dalam mobilisasi perilaku kolektif yang diteliti, maka bab ini berisikan uraian teoritis tentang mistisisme sebagai tipe khusus perkembangan sosiologis gereja. Uraian ini dimulai dengan pengertian mistisisme, kemudian dilanjutkan dengan pengalaman mistik, tradisi mistik Kristen, mistisisme tindakan sosial, dan ditutup dengan elaborasi dimensi-dimensi sosial mistisisme. 1. Pengertian Mistisisme Di dalam Webster’s New World Dictionary kata mistisisme (mysticism) menunjuk pada doktrin-doktrin atau kepercayaan para mistikus, secara khusus doktrin atau kepercayaan bahwa manusia dapat mencapai penyatuan yang akrab dengan Tuhan melalui kontemplasi dan kasih, tanpa dimediasi oleh kemampuan akali. Mistisisme juga menunjuk pada doktrin apapun yang menyatakan kemungkinan untuk

Transcript of 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB...

Page 1: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

71

BAB III

MISTISISME SEBAGAI TIPE PERKEMBANGAN

SOSIOLOGIS AGAMA

Dalam bab sebelumnya telah dibangun perspektif

teoritis tentang gerakan keagamaan sebagai tipe khusus

gerakan sosial. Perspektif itu ditopang oleh tiga pemahaman

konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif, dan

gerakan sosial berorientasi nilai. Kerangka konseptual

tersebut diperlukan untuk mendeksripsikan fenomena

gerakan keagamaan sebagai sebuah fenomena sosial.

Selanjutnya, mempertimbangkan aspek pengalaman

keagamaan dan kepercayaan fundamental yang menjadi

komponen utama dalam mobilisasi perilaku kolektif yang

diteliti, maka bab ini berisikan uraian teoritis tentang

mistisisme sebagai tipe khusus perkembangan sosiologis

gereja. Uraian ini dimulai dengan pengertian mistisisme,

kemudian dilanjutkan dengan pengalaman mistik, tradisi

mistik Kristen, mistisisme tindakan sosial, dan ditutup dengan

elaborasi dimensi-dimensi sosial mistisisme.

1. Pengertian Mistisisme

Di dalam Webster’s New World Dictionary kata

mistisisme (mysticism) menunjuk pada doktrin-doktrin atau

kepercayaan para mistikus, secara khusus doktrin atau

kepercayaan bahwa manusia dapat mencapai penyatuan yang

akrab dengan Tuhan melalui kontemplasi dan kasih, tanpa

dimediasi oleh kemampuan akali. Mistisisme juga menunjuk

pada doktrin apapun yang menyatakan kemungkinan untuk

Page 2: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

72 Redefinisi Tindakan Sosial …

memperoleh pengetahuan akan kebenaran-kebenaran

spiritual melalui intuisi.1

Secara etimologi kata mistisisme berasal dari dua kata,

yaitu mistik dan isme. Kata mistik berasal dari bahasa Yunani

myo yang artinya saya menutup mulut atau mata. Pengertian

kata ini menunjuk pada ibadah-ibadah inisiasi di dalam kultus-

kultus yang misterius. Dalam perkembangan mistisisme

terkemudian, khususnya dalam tradisi Barat, pengertian

hurufiah tersebut bergeser. Pada akhir abad ke-5 Dionisius

memakai kata mistisisme untuk menunjuk pada orang-orang

yang mempunyai pengalaman-pengalaman khusus yang

menimbulkan kondisi-kondisi kesadaran akan suatu

perjumpaan dengan realitas Ilahi.2

Pengertian-pengertian tersebut di atas adalah

pengertian umum yang bisa ditemukan pada kebanyakan

literatur mistisisme dari agama apapun, khususnya yang

masuk dalam rumpun spiritualitas semit.3 Gershom G.

Scholem dalam bukunya Major Trends in Jewish Mysticism

menguraikan karakteristik mistisisme Yahudi dengan bertolak

dari definisi Rufus Jones yang mengatakan bahwa mistisisme

adalah sebuah tipe keagamaan yang memberi tekanan pada

kesadaran akan hubungan dengan Tuhan yang terjadi secara

langsung dan adanya kesadaran yang mendalam akan

kehadiran Tuhan.4 Ernst Troeltsch dalam bukunya The Social

Teaching of the Christian Churches mengkaji mistisisme

sebagai salah satu tipe perkembangan sosiologis gereja

dengan bertolak dari definisi umum pengalaman mistik

1 David B. Guralnik, Webster’s New World Dictionary (New York: Simon and

Schuster, 1984), 942. 2 Dorothee Soelle, The Silent Cry: Mysticism and Resistence (Minneapolis:

Fortress Press, 2001), 16. 3 Philip K. Hitti, History of The Arabs, diterjemahkan oleh Lukman Yasin &

Dedy S. Riyadi (Jakarta: Serambi, 2005), 36. 4 Gershom G. Scholem, Major Trends In Jewish Mysticism (Jerusalem:

Schocken Publishing House, 1941), 4.

Page 3: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

Mistisisme Sebagai Tipe Perkembangan… 73

sebagai sebuah pengalaman keagaman yang langsung, yang

tidak dimediasi oleh lembaga agama, doktrin, dan teks suci.5

Dorothee Soelle dalam bukunya The Silent Cry: Mysticism and

Resistance menghubungkan antara mistisisme Kristen dan

resistensinya di tengah realitas sosio-politik dengan mengacu

pada definisi skolastik dari Thomas Aquinas yang mengatakan

bahwa mistisisme adalah cognitio dei experimentalis

(pengetahuan atau pengenalan akan Tuhan dari dan melalui

pengalaman).6 Annemarie Schimmel dalam bukunya Mystical

Dimensions of Islam mengelaborasi dimensi-dimensi mistik

dalam Islam berdasarkan pengertian bahwa mistisisme

mengandung sesuatu yang misterius, yang tidak dapat dicapai

dengan pikiran biasa atau dengan upaya-upaya intelektual.

Baginya mistisisme adalah sebuah arus spiritual yang luar

biasa yang ada pada semua agama. Pengalaman mistik

didefinisikannya sebagai kesadaran akan Realitas Yang Satu

yang menjadi tujuan akhir kehidupan manusia. Realitas Yang

Satu itu tidak dapat dipahami atau dijelaskan dengan persepsi

normal. Hanya dengan kebijaksaaan jiwa (gnosis) dan

penyucian diri maka beberapa aspek dari Realitas itu dapat

diserapi.7 William James dalam bukunya Perjumpaan dengan

Tuhan: Ragam Pengalaman Religius Manusia, mengatakan

bahwa pengalaman mistik adalah pengalaman religius

manusia yang berakar dan berpusat pada keadaan kesadaran

mistis. Menurutnya ada empat karakter khas yang

menentukan sebuah keadaan kesadaran mistis, yaitu tidak

5 Ernst Troeltsch, The Social Teaching of the Christian Churches V.2 (Chicago:

The Univ. of Chicago Press, 1981), 730. 6 Soelle,The Silent Cry…, 45. 7 Annemarie Schimmel, Mystical Dimensions of Islam (Chapel Hill: Univ. Of

North Carolina, 1985),17.

Page 4: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

74 Redefinisi Tindakan Sosial …

bisa diungkapkan, kualitas noetik, situasi transien, dan

kepasifan.8

Mistisisme sebenarnya bukanlah sebuah agama di

dalam dirinya sendiri, tetapi sebagai elemen yang paling vital

di dalam semua agama yang muncul sebagai reaksi terhadap

formalitas yang dingin dan kemandegan agama.9 Sifat

keagamaan mistisisme bersumber dari segala perasaan dan

pengalaman pribadi manusia dalam kesendiriannya, sejauh

manusia memahami dirinya sendiri saat berhadapan dengan

apapun yang dianggapnya sebagai yang ilahiah. Jadi sifat

keagamaan mistisisme paralel dengan pengalaman,

penghayatan, dan tindakan keagamaan yang sifatnya sangat

unik dan personal dalam keterlibatan seseorang dengan

sesuatu yang dianggapnya suci.10

Mistisisme bukan sebuah sistem filsafat, walau ia

mempunyai doktrin-doktrinnya sendiri tentang skema dari

berbagai hal. Mistisisme lebih merupakan sebuah perilaku

pikiran (attitude of mind); sebuah kecenderungan yang dibawa

lahir oleh jiwa manusia yang selalu berupaya untuk

mentransendensikan akal budinya hingga mencapai sebuah

pengalaman yang langsung akan Tuhan serta kepercayaan

akan kemungkinan terjadinya penyatuan jiwa manusia dengan

realitas ultim. Penyatuan yang dimaksud adalah penyatuan

supernatural, yang terjadi ketika kehendak manusia menyatu

dengan kehendak yang ilahi. Apabila agama pada umumnya

memisahkan yang ilahi dari manusia, maka pengalaman

mistik lebih dari itu, ia menginginkan penyatuan yang intim

dengan Yang Ilahi, suatu penetrasi dari Yang Ilahi ke dalam

jiwa dan suatu penyangkalan individualitas dengan semua

8 William James, Perjumpaan dengan Tuhan: Ragam Pengalaman Religius

Manusia (Bandung: PT Mizan Pustaka., 2004), 505 – 508. 9 Margaret Smith, An Introduction to Mysticsm (New York: Oxford University

Press., 1977), 3. 10 James, Perjumpaan dengan Tuhan…, 92.

Page 5: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

Mistisisme Sebagai Tipe Perkembangan… 75

model tindakannya, pemikirannya, dan perasaannya, di dalam

substansi yang Ilahi. Di sinilah manusia mencoba untuk

melampaui semua yang bersifat fenomenal, di luar dari semua

bentuk realitas yang lebih rendah untuk menjadi Ada itu

sendiri.11

Menurut Smith secara umum mistisisme sebagai

sebuah paham keagamaan mendalilkan artikel-artikel iman

tertentu untuk menjadi dasar asumsi-asumsinya, yaitu:

pertama, kepercayaan bahwa jiwa dapat melihat dan merasa

secara spiritual. Itulah yang disebut dengan inner sense atau

intuisi, yang dengannya mana manusia dapat menerima dan

merasakan secara langsung kehadiran dan pengetahuan

tentang Tuhan. Kedua, keyakinan bahwa manusia ikut serta

dalam sifat sifat Ilahi dan bahwa manusia memiliki hubungan

eksistensial dan natural dengan Penciptanya. Hal ini terjadi

karena di dalam setiap jiwa manusia terdapat pancaran Ilahi

(divine spark) atau benih Ilahi (Divine Seed). Ketiga,

kepercayaan bahwa tak seorang pun dapat mencapai

pengetahuan tentang Tuhan kecuali dengan penyucian diri

(purifikasi). Keempat, keyakinan bahwa cinta kasih adalah

jalan dan pemandu (guide) menuju pada persekutuan yang

akrab dengan Tuhan.12

Dari paparan tersebut di atas menjadi jelas bahwa

mistisisme merupakan fenomena keagamaan yang bersifat

umum. Artinya, dia dapat ditemukan dalam setiap agama

dengan ciri-ciri yang umum maupun khusus. Hal ini sesuai

dengan hasil investigasi di bidang agama yang menemukan

bahwa mistisisme merupakan salah satu elemen dari setiap

agama yang hidup. Di dalam sejarah Keristenan misalnya,

Troeltsch menyebut adanya tiga tipe perkembangan sosiologis

11Smith, An Introduction to Mysticsm …, 3-4. 12 Ibid., 4-6.

Page 6: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

76 Redefinisi Tindakan Sosial …

gereja, yaitu tipe gereja, tipe sekte, dan tipe mistisisme. Tipe

gereja adalah jenis perkembangan sosiologis kekristenan yang

bersifat kelembagaan, yang bertolak dari ajaran tentang

persekutuan orang percaya yang mendapat berkat dan

anugerah keselamatan sebagai hasil penebusan oleh Yesus

Kristus. Sekte adalah sebuah masyarakat yang terbentuk

secara sukarela (voluntary society) yang terdiri dari orang-

orang beriman yang kuat dan terikat satu dengan yang lain

oleh fakta bahwa mereka semua telah mengalami kelahiran

baru. Sedangkan mistisisme menunjuk pada religiositas yang

didasarkan pada ragam pengalaman akan Tuhan yang bersifat

langsung dan batiniah.13

Sejalan dengan itu, Dorothee Soelle, yang bertolak dari

definisi skolastik yang mengatakan bahwa mistisisme adalah

paham cognitio Dei experimentalis, membagi dua cara

pemahaman dan pengenalan akan Tuhan. Cara yang pertama

adalah melalui akal dan penalaran atas ajaran-ajaran yang

secara dogmatis telah terlegitimasi dan secara hirarkis

terpimpin. Sedangkan cara yang kedua adalah berdasarkan

eksperimen dan pengalaman pribadi yang tidak terbatasi oleh

doktrin-doktrin resmi dan obligasi-obligasi kelembagaan.

Sehubungan dengan itu Soelle menegaskan juga tiga elemen

agama, seperti yang dikatakan oleh Baron van Hugel, yaitu

elemen institusional, intelektual, dan mistikal.14

William James juga membedakan antara agama

institusional dan agama personal. Agama institusional

menyangkut pemujaan (ritus), ajaran (teologi), prosedur

dalam berhubungan dengan Tuhan, dan organisasi sosialnya.

Sedangkan agama personal menyangkut watak batin manusia

seperti kesadaran, rasa kesepian, ketidakberdayaan, dan rasa

13 Troeltsch, The Social Teaching of the Christian …, 993. 14 Soelle, The Silent Cry… , 45-49.

Page 7: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

Mistisisme Sebagai Tipe Perkembangan… 77

ketidaklengkapan; dengan penekanan utama pada pertolongan

Tuhan.15

Dari referensi tersebut di atas dapat disimpulkan

bahwa apakah ia tersembunyi atau tidak, disadari atau tidak,

diakui atau tidak, setiap agama mempunyai dimensi mistik.

Atau dengan kata lain, pengalaman mistik adalah bagian yang

tidak terpisahkan dari pengalaman keagamaan seseorang.

2. Pengalaman Mistik

Sebelumnya telah dikatakan bahwa mistisisme berakar

pada pengalaman akan Tuhan yang bersifat langsung dan

batiniah. Troeltsch menyebutnya sebagai direct religious

experience dan Soelle, bertolak dari definisi Thomas Aquinas,

menyebutnya sebagai cognitio dei experimentalis. Dari nuansa

pengertian tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa

pengalaman keagamaan yang dimaksud itu tidak datang dari

teks-teks suci, dogma, atau institusi keagamaan tertentu, tetapi

datang dari gerak hati atau intuisi seseorang. Kalau demikian

maka pertanyaan yang muncul ialah pengalaman yang seperti

apakah yang menjadi sumber mistisisme tersebut?

William James mengatakan bahwa setiap orang

memiliki kesadaran normal yang dialami pada saat terjaga.

Kesadaran ini dapat juga disebut sebagai kesadaran rasional.

Tetapi kesadaran normal atau kesadaran rasional bukanlah

satu-satunya kesadaran yang dimiliki oleh manusia. Ia

hanyalah satu jenis dari beberapa kesadaran lain yang ada.

Pada diri manusia terdapat juga bentuk-bentuk kesadaran

potensial yang sama sekali berbeda dengan kesadaran normal

atau kesadaran rasional. Salah satu kesadaran yang berbeda

dengan kesadaran normal atau kesadaran rasional itu adalah

15James, Perjumpaan dengan Tuhan…, 89-90.

Page 8: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

78 Redefinisi Tindakan Sosial …

kesadaran mistis.16 Atas dasar itu James menegaskan bahwa

pengalaman mistik sebagai sebuah pengalaman religius

pribadi berakar dan berpusat pada keadaan kesadaran mistis

tersebut. Untuk dapat menentukan keadaan kesadaran mistis,

ada empat karakter khas yang harus ditemukan, yaitu:

pertama, pengalaman itu sulit diungkapkan dengan kata-kata.

Tidak ada uraian manapun yang memadai untuk

mengisahkannya dalam kata-kata. Alih-alih ia dianggap

sebagai keadaan intelek, keadaan kesadaran mistis lebih

merupakan situasi keadaan perasaan. Kedua, adanya kualitas

noetik. Situasi mistik adalah juga situasi yang menghasilkan

pengetahuan. Dalam situasi ini seseorang mendapatkan

wawasan tentang kedalaman kebenaran yang tidak bisa digali

dalam ranah kemampuan intelektual yang bersifat diskursif.

Semuanya merupakan peristiwa pencerahan dan pewahyuan

yang penuh dengan makna dan arti, tetapi tidak bisa dikatakan

meskipun tetap dirasakan. Umumnya pengalaman ini

membawa perasaan tentang adanya otoritas yang melampaui

ruang dan waktu. Dalam hal ini keadaan kesadaran mistis

dapat menimbulkan pencerahan dan kesadaran akan

keberadaan Tuhan Yang Maha kuasa. Ketiga, terjadi dalam

situasi transien. Kesadaran mistis biasanya terjadi tanpa

direncanakan dan hanya dalam waktu singkat. Ia tidak bisa

dipertahankan atau diperpanjang dalam waktu yang cukup

lama. Keempat, berlakunya kepasifan total yang diawali

dengan perasaan tertentu yang meredakan segala hasrat dan

diakhiri dengan perasaan dikuasai oleh suatu daya yang luar

biasa.17

16Selain kesadaran mistis, James juga setuju dengan seorang ahli psikiatri

dari Kanada, Dr. R.M. Bucke yang menyebut adanya “kesadaran kosmik” pada

manusia. Kesadaran kosmik adalah kesadaran tentang kosmos, yaitu kesadaran

mengenai kehidupan dan tatanan alam semesta. Ibid., 523. 17 Ibid.,515-516.

Page 9: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

Mistisisme Sebagai Tipe Perkembangan… 79

Soelle menyebut bahwa pengalaman mistik

berhubungan erat dengan apa yang disebutnya sebagai

mystical sensibility yang memampukan seseorang menyadari

dan mengakui sebuah pengalaman - bahkan pengalaman

sehari-harinya - sebagai sebuah pengalaman kehadiran dan

perjumpaan dengan Tuhan.18 Selanjutnya menurut Soelle ada

situasi-situasi kehidupan tertentu yang dapat menimbulkan

mystical sensibility seseorang. Situasi-situasi tersebut oleh

Soelle disebut sebagai places of mystical experiences yang

terdiri dari alam (nature), erotisisme, penderitaan (suffering),

perjamuan suci (holy communion), dan kegembiraan (joy).19

Ragam pengalaman yang asli tentang perjumpaan atau

kehadiran Tuhan yang tidak dimediasi oleh doktrin, teks suci,

atau sakramen bersumber dan berakar pada sensibilitas

mistik tersebut.

Troeltsch menganggap sumber pengalaman mistik ada

pada pengalaman keagamaan (religious experience) yang

bersifat langsung dan yang terekspresi melalui luapan

kegembiraan (ecstasy), penglihatan (vision), halusinasi

(hallucination), pengalaman keagamaan yang subjektif

batiniah, dan dalam pemusatan (concentration) atas sisi

pengalaman religius yang emosional dan intuitif.20

Pengalaman mistik mewakili suatu fenomena yang sama, yaitu

sebuah pengalaman keagamaan yang didasarkan pada

hubungan dengan Tuhan yang langsung dan vital. Hubungan

ini dimungkinkan oleh adanya eksistensi ilahi di dalam hati

batin manusia. Troeltsch menyebutnya sebagai benih Ilahi

(Divine seed).21

18 Soelle, The Silent Cry… , 17-22. 19 Ibid.,97-98. 20 Troeltsch, The Social Teaching of the Christian …, 731. 21 Ibid.,738.

Page 10: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

80 Redefinisi Tindakan Sosial …

Pengalaman-pengalaman yang digambarkan di atas

itulah yang dimaksud dengan pengalaman mistik. Pada

dasarnya ia merupakan kesadaran tentang kehadiran Tuhan.

Ada yang menyebutnya pengalaman yang melampaui batas-

batas konsep, kategori, pengalaman-pengalaman yang tak

terbatas. Menurut Heuken pengalaman mistik dapat

berlangsung apabila seseorang bergeser dari modus aktif

kepada modus reseptif.22 Dalam fenomenologi agama

pengalaman mistik ini dikenal sebagai sebuah fakta yang

penuh dengan makna bagi kehidupan keagamaan. Pengalaman

mistik berhubungan dengan kondisi-kondisi psikologis yang

melibatkan jenis kesadaran tertentu di mana simbol-simbol

inderawi dan pengertian-pengertian dari pemikiran abstrak

maupun diskursif tidak memadai dan tidak berarti. Dalam

kondisi seperti ini seseorang merasa jiwanya disatukan dalam

suatu kontak langsung dengan kenyataan yang menguasainya.

Ia merasa bahwa dirinya memiliki persepsi yang lebih

mendalam dan penerangan yang lebih besar dalam

pengalamannya akan kenyataan yang agung tersebut, apapun

namanya. Namun demikian, pengalaman mistik bukanlah

sejenis pengalaman gaib dan paranormal. Pengalaman itu

merupakan pengamatan langsung atas sesuatu yang kekal,

entah dipahami dalam pengertian-pengertian yang bersifat

pribadi seperti dalam agama teistik, ataupun hanya sekedar

keadaan kesadaran tertentu. Pengalaman ini bisa juga disebut

pengalaman suprarasional, metaempiris, intuitif, dan unitif

terhadap sesuatu yang tak ber-ruang, tak berwaktu, tak bisa

mati, dan kekal. Indikasi umum akan pengalaman mistik atau

pengalaman keagamaan ini adalah hilangnya rasa kepribadian

atau kesadaran ego dalam suatu keseluruhan yang lebih besar,

22 Adolf Heuken, Spiritualitas Kristiani (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka,

2002), 17.

Page 11: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

Mistisisme Sebagai Tipe Perkembangan… 81

di mana pada saat itu seseorang merasakan dirinya

dipindahkan mengatasi dimensi ruang dan waktu ke suatu ke-

kini-an yang abadi, di mana kematian tidak dipersoalkan lagi

dan keadaan kodrati manusia menjadi sesuatu yang tak

binasa.

3. Tradisi Mistik Kristen

Telah dikatakan sebelumnya bahwa mistisisme

merupakan salah satu elemen agama. Yang lain mengatakan

bahwa mistisisme adalah salah satu tipe perkembangan

sosiologis agama. Ada pula yang mengatakan bahwa ia adalah

salah satu dari enam cara beragama manusia di dalam

sejarahnya.23 Dari nuansa pengertian tersebut dapat

disimpulkan bahwa pengalaman mistik adalah suatu fenomena

keagamaan yang universal. Jika demikian maka pertanyaannya

adalah bagaimanakah tradisi mistisisme itu lahir dan

berkembang di dalam Kekristenan? Pertama-tama harus

diakui bahwa dalam tradisi Kristen, pengalaman mistik

merupakan sebuah kumpulan dari berbagai gambaran yang

saling melengkapi satu dengan yang lain yang membentuk

sebuah konfigurasi yang menarik dan tidak jarang menjadi

sebuah kontroversi. Oleh sebab itu adalah penting untuk

menelusuri tradisi Mistik Kristen secara singkat.

Menurut Smith kalau kita hendak menulusuri tradisi

mistik dalam Perjanjian Baru maka tulisan-tulisan rasul

Paulus dan rasul Yohanes adalah sumber yang paling

gamblang. Baginya, rasul Paulus adalah seorang mistik yang

dipengaruhi oleh filsafat Yunani, Yudaisme, dan tulisan-tulisan

23 Lih. Dale Cannon, Enam Cara Beragama (Jakarta: Ditperta Depag RI, CIDA,

McGill Project., 2002). Menurut Dale Cannon cara beragama secara mistik adalah

salah satu dari enam cara manusia menghubungkan dirinya dengan Tuhan. Cara yang

lain yang dimaksudkannya adalah: cara perbuatan benar (way of right action), cara

ketaatan (way of devotion),), cara penelitian akal (way of reasoned inquiry), cara ritual

suci (way of sacred rite), dan cara mediasi samanik (way of shamanic mediation).

Page 12: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

82 Redefinisi Tindakan Sosial …

dari Philo.24 Perjanjian Baru mencatat bahwa rasul Paulus

pernah mengalami pengalaman mistik ketika ia melihat terang

Kristus dalam perjalanan memasuki kota Damsyik. Sesudah itu

ia menjalani cara hidup furgativa, yaitu salah satu tingkat

dalam praktek mistik keagamaan di mana seseorang

mengalami pertobatan hati dengan mengakui segala dosa dan

kelemahan diri serta menerima rahmat Ilahi untuk berpaling

dari kehidupan yang berdosa kepada kehidupan yang penuh

cinta pada kehendak Tuhan (Kisah Para Rasul 9:1-31). Dalam

surat-suratnya Paulus antara lain menampakkan pandangan

mistiknya melalui pemahaman bahwa Tuhan ada di dalam

semua, dan jiwa manusia sangat membutuhkan suatu

hubungan dengan Tuhan. Hubungan itu dapat diperoleh bukan

lagi melalui mediasi hukum agama Yahudi (Torat), melainkan

melalui persekutuan mistik dengan Kristus yang telah mati

dan bangkit sebagai wujud penyataan Tuhan di antara

manusia. Salah pemikiran mistik Paulus nampak dalam kata-

katanya, “aku hidup, tetapi bukan aku sendiri yang hidup,

melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” (Galatia 2: 20)

Dalam Fenomenologi agama, pemahaman mistik seperti ini

merupakan kombinasi antara jenis pengalaman mistik yang

ekstasis dan teistik. Yang pertama adalah ketika jiwa

merasakan dirinya disatukan dengan realitas Yang Ilahi.

Sedangkan yang kedua adalah ketika jiwa berpartisipasi dalam

sifat-sifat Yang Ilahi melalui cinta dan bakti.25

Tokoh mistisisme Perjanjian Baru yang berikutnya

adalah rasul Yohanes, yang tulisan-tulisannya dipengaruhi

oleh filsafat Plato dan Philo. Mistisismenya secara signifikan

dapat terlihat dalam doktrin tentang Logos yang dipakainya

untuk memahami manifestasi Tuhan di dalam dunia, atau

24 Smith, An Introduction to Mysticsm…, 25. 25 Dhavamony, Fenomenologi Agama …, 288.

Page 13: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

Mistisisme Sebagai Tipe Perkembangan… 83

inkarnasi Tuhan di dalam Yesus Kristus. Dalam filsafat Yunani

– khususnya dalam pemikiran Plato yang kemudian lebih

dipertegas oleh Plotinos – logos adalah satu dari tiga fungsi

jiwa. Dalam jiwa manusia terdapat bagian keinginan yang

disebut epitimia, bagian energik yang disebut timos, dan

bagian rasional yang disebut logos. Logos sebagai fungsi jiwa

yang tertinggi adalah manifestasi dari sebuah sumber

transendental, sumber asal usul dan sumber bagi segala yang

ada, yaitu yang mutlak dan absolut. Plotinos menyebutnya

sebagai Yang Satu (to Hen) atau kemungkinan pertama dan

terdalam dari segala ada dan pemikiran. Yang Satu itu tidak

dapat dipahami sebagai sesuatu yang ada, melainkan adi-Ada,

itulah Yang Tak Berhingga dan Absolut, yang dalam bahasa

agama disebut Godhead (Ketuhanan). Dari Yang Satu, yang

adi-Ada, dan yang Absolut itu keluarlah – melalui semacam

emanasi dan radiasi – Nus atau Roh, yang dalam istilah Plato

disebut cosmos noetos atau dunia pemikiran atau Logos. Pada

gilirannya Nus atau Roh mengeluarkan serta memancarkan

Jiwa (Psyche) untuk terciptanya manusia dan alam semesta,

sehingga jiwa atau psyche memiliki eksistensi ilahi. Inilah yang

menjadi dasar bagi pemahaman tentang keberadaan benih

Ilahi (Divine seed) atau pecikan logos.26

Dalam antropologi Stoa setiap orang dipandang

memiliki logos spermatikos atau benih akal universal. Artinya

bahwa manusia sebagai makhluk rohani memiliki

kesanggupan untuk bersatu dengan Roh Abadi atau Yang

Ilahi.27 Ketika kekristenan mulai memasuki dunia intelektual

dan spiritual Yunani, Yohanes memakai hirarki metafisik ini

untuk menjelaskan hubungan mistik antara manusia dengan

Tuhan melalui Yesus Kristus; bahwa Yesus adalah Logos yang

26 P.A. van der Weij, Filsuf-Filsuf Besar tentang Manusia (Yogyakarta:

Kanisus., 2000), 35-36. 27 Heuken, Spiritualitas Kristiani…, 33.

Page 14: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

84 Redefinisi Tindakan Sosial …

menjadi manusia. Pemakaian pemikiran Yunani oleh rasul

Yohanes misalnya terdapat dalam Yohanes 1: 1-18 tentang

Firman yang menjadi manusia atau dalam I Yohanes 3: 9

tentang benih Ilahi yang ada pada setiap manusia.

Tradisi mistik Perjanjian Baru tersebut bersumber

dari kehidupan Yesus Kristus dengan murid-muridNya.

Keempat penulis Injil menunjukkan dengan tegas berbagai

pengalaman mistik Yesus bersama murid-muridNya. Narasi-

narasi mistik dalam kitab Injil menjadi sumber utama tradisi

mistik kekristenan yang kemudian secara lambat laun

berkembang melalui Origenes dengan teologi cinta kasih, para

Bapak Kapadokia dan Dionisius dengan teologi misteri, sampai

pada Augustinus dengan teologi rahmatnya.28

Dari perspektif yang berbeda, Troeltsch melihat

adanya dua corak tradisi mistik dalam Perjanjian Baru yang

telah menjadi sumber Mistisisme Kristen sepanjang

sejarahnya, yaitu apa yang disebutnya entusiasme pneumatik

jemaat Kristen mula-mula dan Kristologi mistik Paulus. Yang

disebut pertama nampak melalui karunia-karunia spiritual

seperti bahasa lidah, kuasa mengusir setan, dan keseluruhan

aktivitas spiritual mereka di tengah-tengah berbagai tekanan

dan hambatan yang datang dari agama Yahudi dan penguasa

Romawi. Yang disebut kedua mulai muncul ketika Paulus

mengambil alih kultus Kristus dalam gereja mula-mula – yang

telah menjadi sebuah bentuk agama yang telah terobjekkan di

dalam ibadah, tradisi, dan organisasi – dan menginspirasinya

dengan sebuah teologi mistik yang dalam dan penuh gairah,

yang juga mempergunakan terminologi-terminologi purba

dari misteri-misteri agama pagan.29 Misalnya Perjamuan

Kudus, bagi Paulus itu telah menjadi sebuah penyatuan

28 Arthur Cushman McGiffert, A History of Christian Thought (New York:

Charles Scribner’s Sons., 1932), 177-291. 29Troeltsch, The Social Teaching of the Christian …,733

Page 15: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

Mistisisme Sebagai Tipe Perkembangan… 85

mistikal dan substansial dengan Kristus yang mati dan bangkit

(Roma 6:1-14). Demikian juga Baptisan, ia telah menjadi

sebuah kematian yang aktual dan kebangkitan kembali

bersama Kristus. Itu berarti Kristus telah menjadi sebuah

atmosfir kehidupan yang baru yang di dalamnya orang

percaya hidup, merasa, berpikir dan menjadi seorang pribadi

spiritual yang baru atau ciptaan baru (Efesus 4:17-32).

4. Tradisi Mistik Tindakan Sosial

William Johnston mengamati adanya fenomena

perkembangan Teologi Mistik di zaman modern. Memasuki

abad ke-20 terjadi perkembangan baru, yang disebutnya

Mistisisme keterlibatan sosial.30 Mistisisme ini dapat dilihat

melalui kehidupan para aktivis gerakan sosial yang hatinya

cerah menyala-nyala dengan kobaran cinta kasih di tengah-

tengah persoalan-persoalan sosial, seperti kemiskinan,

ketidakadilan, perang, pelanggaran hak-hak sipil, dan

pengrusakan lingkungan alam. Para aktivis gerakan sosial ini

mengalami malam gelap karena harus menanggung banyak

penderitaan di tengah keterlibatan sosial mereka. Mereka

mengungkapkan cinta dan iman mereka dengan berunjuk rasa

di jalan, menumpahkan darah sendiri di instalasi nuklir,

mengutuk struktur yang jahat, menentang pemerintahan yang

menindas, masuk penjara, mengalami siksaan dan bahkan mati

karena keyakinan iman dan gerakan sosial mereka.

Soele juga melihat dalam konteks Kekristenan, pada

abad 19 dan 20, telah terjadi perkembangan besar dalam

tradisi mistiknya, yaitu ketika orang-orang Kristen menjadi

sadar akan matra sosial agama mereka. Orang Kristen sadar

akan keteladan Yesus Kristus yang berempati dengan

30 William Johnston, Teologi Mistik: Ilmu Cinta, diterjemahkan oleh Willie

Koen (Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2001), 345-364.

Page 16: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

86 Redefinisi Tindakan Sosial …

penderitaan dunia; penderitaan kaum miskin dan tertindas.

Itulah sebabnya muncul kesadaran mistik baru, yaitu bahwa

mistikus tidak selamanya harus hidup menyendiri di gua-gua,

gunung-gunung, atau di balik tembok biara gereja, tetapi

mistikus yang sejati adalah mereka yang juga memiliki dan

menunjukan imannya melalui aksi solidaritas dengan semua

penderitaan manusia di dunia ini dan berjuang menentang

semua bentuk ketidakadilan, penindasan, dan kejahatan

sosial.31 Kobaran cinta dan keyakinan iman mendorong para

mistikus Kristen modern untuk ikut turun ke jalan dalam aksi-

aksi unjuk rasa, mengutuk struktur yang menindas,

menghadapi pemerintah-pemerintah yang otoriter dan korup,

dan akhirnya pergi ke penjara dan mati sebagai martir

kemanusiaan. Seperti para mistikus abad pertengahan yang

mengosongkan dirinya dan masuk dalam malam gelap yang

menyedihkan di dalam keheningan bilik-bilik biara, para

mistikus kristen modern juga mengosongkan dirinya dari

berbagai kepentingan diri sendiri dan mengalami malam

gelap di tempat-tempat kumuh, sel-sel penjara, dan tempat-

tempat pengasingan. Oleh sebab itu, baginya mistisime adalah

pengungkapan resistensi manusia terhadap problem-problem

sosial politik di dalam masyarakatnya.

5. Dimensi-Dimensi Sosial Mistisisme

Fenomena mistisme adalah bagian dari fenomena

sosial. Secara sosiologis gerakan-gerakan mistik keagamaan

berbeda dengan format-format agama yang berlaku dominan

di dalam masyarakat. Perbedaan ini bukan hanya berdasarkan

status minoritas mereka tetapi juga oleh karena perbedaan-

perbedaan yang begitu jelas dalam hal doktrin, praktek hidup,

etos sosial, dan format asosiasi. Saat ini, gerakan-gerakan

31 Soelle, The Silent Cry…,193-194.

Page 17: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

Mistisisme Sebagai Tipe Perkembangan… 87

mistik keagamaan dapat dengan mudah dibedakan dari

generalitas masyarakat sekuler oleh karena etos sosial dan

tingkah laku mereka.

Komunitas-komunitas mistisisme yang muncul

belakangan ini memiliki karakter dan sifat-sifat tersendiri

yang berbeda satu sama lain, baik secara ideologis maupun

kelembagaan. Namun demikian secara umum mereka

cenderung bersifat eksklusifistik, mengambil posisi protes

terhadap tradisi-tradisi dominan dalam masyarakat, dan

menolak pola-pola kepercayaan dan tingkah laku sebelumnya.

Komunitas-komunitas mistis memelihara tingkat ketegangan

dengan masyarakat luas sebagai ekspresi ketidakpedulian

(indifference) terhadap masyarakat, jikalau bukan

permusuhan.32

Komunitas mistis merupakan sebuah organisasi

sukarela dalam pengertian bahwa individu harus mengambil

komitmen yang tegas terhadap standar-standar tingkah laku

pengakuan-pengakuan iman kelompok mistisnya. Orang-

orang harus memenuhi beberapa eksaminasi dan harus bisa

menerima tindakan disipliner dan bahkan pengucilan jika

mereka melanggar norma-norma yang berlaku di dalam

komunitasnya.33 Dalam hal ini, bagi individu-individu,

keanggotaan di dalam komunitas-komunitas mistis tersebut

dapat menjadi sumber utama identitas sosialnya.

Terhadap komunitas-komunitas mistis sering diberi

sebutan sekte karena sikapnya yang sektarian. Banyak tulisan

teologis tentang gerakan mistis sebagai sekte berangkat dari

asumsi-asumsi normatif teologis yang mengarah pada

penghakiman dan pembuktian bahwa kelompok-kelompok

tersebut telah terdistorsi (menyimpang) dari agama yang

32Bryan Wilson, The Social Dimension of Sectarianism (New York: Oxford

University Press, 1990), 2. 33Ibid.,3.

Page 18: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

88 Redefinisi Tindakan Sosial …

benar. Namun demikian sekarang ini sudah mulai

bermunculan tulisan-tulisan sosiologis yang memakai istilah

sekte dalam arti yang netral, tanpa konotasi evaluatif dan

emosional.34 Sekte dilihat sebagai fenonena sosial, sebagai

bidang studi sosiologis yang sama dengan organisasi-

organisasi voluntir lainnya atau sama dengan kelas-kelas

sosial, birokrasi, atau keluarga. Dalam translasi sosiologis,

konsep sekte kemudian menjadi konsep tentang minoritas-

minoritas keagamaan dan divisi-divisi dalam ragam budaya

dan tradisi-tradisi keagamaan.

Pergeseran dari pendekatan teologis yang bersifat

normatif konfesional ke pendekatan sosiologis yang positivis

telah memberikan prospek bagi pemahaman purbasangka

tentang sekte-sekte mistis. Studi-studi modern tentang

mistisisme berada dalam posisi ini. Sekte-sekte mistisisme

dilihat sebagai fenomena yang tidak memerlukan

pertimbangan nilai eksplisit tentang apakah mereka memiliki

kepercayaan dan praktek hidup yang benar atau tidak.

Sosiolog mistisisme kontemporer menghindari

sumber-sumber informasi dan data dari penggalan-penggalan

dan kesaksian-kesaksian yang bias yang diberikan oleh para

oponen kelompok mistisisme tersebut. Sebaliknya sosiolog

lebih mengutamakan informasi-informasi yang tersedia di

dalam sekte-sekte mistis itu sendiri, baik lisan maupun tulisan.

Informasi-informasi ini kemudian dikaji dalam konteks

struktur sosial masyarakat di sekitarnya.35 Untuk itu maka

salah satu cara yang dipakai adalah observasi partisipan yang

dengannya sosiolog ikut serta di dalam aktivitas-aktivitas

sekte mistis tersebut sampai ia memperoleh pemahaman yang

utuh dan objektif. Dalam hal ini biasanya kesulitan pertama

34Ibid., 5. 35Ibid., 8-9.

Page 19: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

Mistisisme Sebagai Tipe Perkembangan… 89

adalah bagaimana mendapat kepercayaan dan penerimaan

dari suatu sekte sehingga bisa diikutsertakan dalam ragam

kegiatan mereka.

Untuk mengkaji sekte mistis sebagai sebuah entitas

sosial yang total, sosiologi perlu memperhatikan tidak hanya

aspek-aspek struktural di dalam masyarakat, tetapi juga

ajaran-ajaran dan sumber-sumbernya, asal mula gerakannya

sebagai sebuah komunitas yang terpisah dari arus utama,

sejarah perkembangannya, karakter transimisi

kepemimpinannya, daya tariknya, metode rekruitmen anggota

baru, motif-motif konversi anggota-anggotanya, komposisi-

komposisi sosial konstituennya, kontrol sosialnya, struktur

ekonominya, posisi-posisi gendernya, kapasitas untuk

memobilisasi dan memotivasi anggota-anggotanya, hubungan

antara ideologi dengan organisasi, etos sosial, dan

hubungannya dengan struktur sosial masyarakat yang lebih

luas.36

Pada sisi yang lain, sosiolog yang tertarik di bidang

gerakan-gerakan mistik keagamaan mendapat tantangan

untuk mengamati dan menganalisis bagaimana gerakan-

gerakan mistik dapat muncul di tengah masyarakat,

bagaimana gerakan mistik tersebut berinteraksi dengan

lingkungan sosial dan kulturalnya, dan faktor-faktor apa yang

membuatnya berhasil atau sebaliknya gagal.37 Sosiologi fokus

pada keberadaan komunitas-komunitas mistisisme sebagai

subkultur-subkultur atau unit-unit sosial yang termarginal

yang berada dalam konflik dengan masyarakat luas. Sosiologi

mengkaji ragam cara yang dipakai untuk membentuk

organisasi-organisasi mistis dan pemeliharaan kelangsungan

hidupnya. Dinamika internal yang menjadikannya sebagai

36 Ibid., 11. 37 John A. Saliba, Understanding New Religious Movements (Walnut Creek

CA: Altamira Press, 2003), 127.

Page 20: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

90 Redefinisi Tindakan Sosial …

unit-unit sosial yang dapat bertahan dieksplorasi, termasuk di

dalamnya struktur politik dan ekonominya dan tipe

kepemimpinan karismatik yang memberikan legitimasi ilahi

bagi kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek

keagamaan yang ada. Dalam kaitan dengan hal tersebut

sosiologi juga berkepentingan dengan tingkat-tingkat dan tipe-

tipe komitmen yang harus dimiliki oleh mereka yang ikut serta

dalam gerakan mistik tersebut. Selain itu, sosiologi juga perlu

mengamati korelasi sosial dan faktor-faktor kultural yang

mempengaruhi kebijakan-kebijakan rekruitmen anggota. Hal

yang tidak kalah pentingnya juga adalah melihat konflik yang

ada antara gerakan mistisisme dengan tradisi-tradisi

keagamaan arus utama dan dampak dari konflik tersebut

terhadap keduanya.38

Dengan demikian menjadi jelas bahwa dimensi

sosiologis dari mistisisme adalah karena sebagai sebuah

fenomena sosial ia terbentuk dari format perilaku sosial

manusia dan ekspresi dari dinamisme keagamaan, sosial, dan

kultural. Itulah sebabnya penelitian dan pembahasan dimensi

sosiologis dari mistisisme tidak pertama-tama didedikasikan

pada investigasi psikologis personal. Artinya, secara sosiologis

penelitian tentang mistisisme tidak berfokus pada eksplanasi-

eksplanasi individual tetapi pada eksplanasi struktural.

6. Kesimpulan

Dari beberapa konsep dan teori tentang mistisisme

yang dipandang dari sudut teologis dan sosiologis serta oleh

tinjauan historis tentang perkembangan tradisi mistik dalam

kekristenan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat enam

indikator utama mistisisme Kristen.

38Ibid.,128.

Page 21: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

Mistisisme Sebagai Tipe Perkembangan… 91

1) Pengalaman mistik adalah sebuah pengalaman keagamaan

atau pengalaman akan Tuhan yang bersifat langsung dan

batiniah. Sebuah pengalaman akan kehadiran Tuhan dan

perjumpaan denganNya tanpa dimediasi oleh bentuk-

bentuk objektif pelayanan gereja. Pengalaman kehadiran

itu terjadi dalam kondisi mental yang konkret melalui

mimpi, halusinasi, penglihatan, ketabahan dalam

penderitaan (suffering), dan pengalaman batin. Itulah

sebabnya mistisisme yakin bahwa pengetahuan dan

pengenalan manusia akan Tuhan serta perasaan

keagamaanya terletak pada intuisi. Dan pengalaman

keagamaan atau pengalaman akan Tuhan selalu bersifat

subjektif, langsung, dan batiniah.

2) Mistisisme sebagai sebuah praxis filosofis meyakini bahwa

dalam jiwa manusia terdapat eksistensi ilahi dengan apa

yang disebut sebagai benih Ilahi (Divine seed) atau

pancaran Ilahi (Divine Spark). Keyakinan ini mengartikan

bahwa manusia ikut serta dalam sifat-sifat Tuhan seperti

kesucian, kekudusan, kekekalan, dan cinta kasih. Inilah

yang menyebabkan adanya kesadaran akan Tuhan di

dalam hati batin manusia dan yang dapat memotivasi

manusia untuk mencari dan menyatukan eksistensinya

dengan Tuhan.

3) Cara atau jalan yang terbaik untuk mendekatkan diri

kepada Tuhan dan menyatukan eksistensi denganNya

adalah pengosongan diri (self annihilation) dan penyucian

hati dari segala kejahatan (purification). Cara ini dapat

dilakukan melalui doa kontemplasi, meditasi, puasa,

praktek asketik, dan kehidupan yang penuh dengan cinta

kasih.

4) Kepastian keselamatan personal tidak diperoleh melalui

sakramen mekanis, tetapi melalui pengalaman spiritual

Page 22: 04 BAB III MISTISISMErepository.uksw.edu/bitstream/123456789/10283/3/D_762010701_BAB III... · BAB III MISTISISME SEBAGAI ... konseptual, yaitu tindakan sosial, perilaku kolektif,

92 Redefinisi Tindakan Sosial …

yang bersifat batiniah. Itulah sebabnya karya penebusan

dan penyelamatan dipahami sebagai sebuah proses yang

akan mencapai titik puncaknya pada saat jiwa dan

kehendak manusia mengalami iluminasi oleh Roh Tuhan,

dan melahirkan perasaan damai, sukacita, dan

kegembiraan yang luar biasa (ecstasy)

5) Mistisisme menganut paham gereja sebagai sebuah

persekutuan spiritual yang tidak dibatasi oleh signal-

signal eksternal, obligasi-obligasi organisasi dan

sektarian. Itulah sebabnya ia dapat lebih apresiatif dan

positif terhadap semua perasaan dan tradisi keagamaan.

6) Mistisisme adalah sebuah fenomena sosial karena ia

terbentuk dari format perilaku sosial manusia dan

ekspresi dari dinamisme keagamaan, sosial, dan kultural.

---