BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1. Geomorfologi ...
Transcript of BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1. Geomorfologi ...
17
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
III.1. Geomorfologi
Geomorfologi mempelajari bentuk lahan dari permukaan bumi serta proses-proses
yang berlangsung terhadap permukaan bumi sejak terbentukya bumi hingga saat ini
baik secara endogen (tektonik dan vulkanisme) maupun eksogen (pelapukan dan
erosi). Ditinjau dari aspek geomorfiknya, daerah Tanjung Bintang dan Sekitarnya,
Kecamatan Sukabumi - Tanjung Bintang, Kota Bandar Lampung - Kabupaten
Lampung Selatan, Provinsi Lampung ditentukan dari beberapa aspek geomorfologi
yang meliputi morfologi, morfometri, dan morfogenetik (Klasifikasi Van Zuidam,
1985). Aspek geomorfologi, menyangkut semua bagian dari bentuk bentang alam,
elevasi, dan proses yang bekerja di atas maupun di bawah permukaan bumi. Dalam
analisis geomorfologi dilakukan pengamatan melalui interpretasi citra satelit
dengan menggunakan Data Elevation Model-Nasional (DEMNAS), Hillshade, dan
Peta Topografi. Sehingga analisis yang dilakukan adalah pengamatan melalui
kenampakan relief dan tinggi rendahnya elevasi berdasarkan morfologi area
pengamatan geomorfologi.
III.1.1. Morfografi
Morfografi menggambarkan bentuk permukaan bumi yang menjelaskan bentuk dari
bentang alam suatu bentuk lahan dataran, bentuk lahan perbukitan/pegunungan,
bentuk lahan gunungapi (vulkanik), lembah, bentuk lereng, pola punggungan, dan
pola aliran sungai. Pada daerah penelitian terbagi empat kelompok yang dibedakan
berdasarkan hubungan ketinggian absolut dengan morfografi menurut klasifikasi
Van Zuidam (1985) yang ditunjukkan pada Tabel III.1.
Analisis morfografi menggunakan Data Elevation Model-Nasional (DEMNAS)
pada elevasi ketinggian dari topografi kontur skala 1:12.500 dengan interval kontur
12,5 meter. Berdasarkan analisis beserta pengolahan data morfografi secara
kualitatif, daerah penelitian memiliki unsur morfografi berupa Dataran, Dataran
Rendah, Perbukitan Bergelombang, dan Perbukitan. Pembagian unsur morfografi
daerah penelitian, berdasarkan elevasi ketinggian kontur dengan daerah titik
terendah sampai dengan titik tertinggi. Perbedaan elevasi ketinggian ini
dipengaruhi oleh perbedaan litologi, erosi, tektonik, dan pengaruh denudasional.
18
Tabel III.1. Hubungan ketinggian absolut dan morfografi (klasifikasi Van Zuidam,
1985).
III.1.2. Morfometri
Morfometri menjelaskan informasi dari nilai aspek geomorfologi suatu daerah
seperti kemiringan lereng, titik ketinggian, panjang lereng, dan kekerasan relief.
Pengukuran penilaian lereng dapat dilakukan terhadap kemiringan lereng dan
panjang lereng, sehingga tatanama satuan geomorfologi dapat lebih terperinci.
Daerah penelitian terbagi atas empat kelas lereng dari tujuh kelompok ukuran
kemiringan lereng berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1985).
Tabel III.2. Hubungan kelas relief - Kemiringan lereng dan perbedaan ketingian
(klasifikasi Van Zuidam, 1985).
Ketinggian Absolut Unsur Morfografi
< 50 meter Dataran atau sangat datar
50 meter - 100 meter Dataran rendah
100 meter - 200 meter Perbukitan bergelombang
200 meter - 500 meter Perbukitan
500 meter - 1.500 meter Perbukitan tinggi
1.500 - 3.000 meter Pegunungan
>3.000 meter Pegunungan Tinggi
Kemiringan Lereng (%) Beda Tinggi (m) Kelas Lereng
0 - 2 <5 Lereng Datar
3 - 7 5 - 50 Lereng sangat landai
8 - 13 25 - 75 Lereng landai
14 - 20 75 - 200 Lereng agak curam
21 - 55 200 - 500 Lereng curam
56 - 140 500 - 1.000 Lereng sangat curam
>140 >1.000 Lereng sangat curam sekali
19
Daerah penelitian yang meliputi Desa Kaliasin, Desa Lingarjati, Desa Merbau
Mataram, Desa Kilat, Desa Giriharjo, Desa Tanjungbaru, dan Desa Tegalsari
didominasi oleh lereng landai. Sebagian kecil dari bagian barat daerah penelitian
yang merupakan kawasan dari pertambangan PT. Batu Makmur Dua termasuk ke
dalam kelas lereng yang meliputi lereng datar, lereng landai, lereng agak curam,
dan lereng curam yang dianalisis berdasarkan hubungan kelas relief, kemiringan
lereng, dan ketinggian (ditunjukkan pada Tabel III.2).
III.1.3. Morfogenetik
Morfogenetik menjelaskan suatu proses terbentuknya permukaan bumi seperti
bentuk lahan Dataran, bentuk lahan Perbukitan Agak Curam, dan bentuk lahan
Perbukitan Curam. Pengaruh utama terbentuknya permukaan bumi ini, dipengaruhi
oleh perkembangan proses eksogen dan endogen pada bumi. Proses eksogen yang
berkembang di daerah penelitian yaitu erosi dan pelapukan. Sedangkan faktor
pengontrol proses endogennya dikontrol oleh aktivitas tektonisme dan vulkanisme.
Terdapat tiga bentuk lahan yang termasuk di daerah penelitian, yaitu perbukitan,
lembahan, dan dataran.
III.1.4. Pola Aliran Sungai
Gambar III.1. Peta pola aliran sungai dengan pola dendritik.
20
Pola aliran sungai di daerah Tanjung Bintang, termasuk kedalam pola dendritik
(klasifikasi Howard, 1967). Karakteristik pola aliran sungai daerah penelitian,
sebagian besar dikontrol oleh kelerengan yang memiliki banyak anak cabang yang
mengalir kemuara sungai. Aliran sungai ini mengikuti kemiringan lereng yang
biasanya memiliki lembah berbentuk U-V. Pola aliran sungai dendritik ini memiliki
jenis pola pengaliran membentuk percabangan menyebar membentuk seperti
ranting pohon dan bermuara hingga ke induk sungai. Persebaran pola aliran sungai
daerah penelitian berada pada sungai dan aliran sungai yang meliputi, Way
Galihlunik (mengalir dari baratdaya-timurlaut), Way Giriharjo (barat-timur), dan
Way Kilat (baratdaya-timurlaut) yang ditunjukkan pada Gambar III.1.
III.1.5. Satuan Geomorfologi
Daerah penelitian sebagian besar didominasi morfologi berupa Dataran, Perbukitan
Bergelombang, dan Perbukitan. Hal ini telah dibuktikan dari hasil pengamatan yang
telah dilakukan di lapangan dan analisis bentuk lahan melalui kenampakan citra
satelit dan pengambilan data di lapangan. Satuan geomorfologi daerah penelitian
terbagi atas empat satuan geomorfologi berdasarkan klasifikasi Van Zuidam (1985)
meliputi Dataran Banjir (F), Perbukitan Denudasional Landai (D), Perbukitan
Struktural Agak Curam (S2), dan Perbukitan Curam (S1).
III.1.5.1. Satuan Dataran Banjir (F)
Berdasarkan karakteristik di lapangan, pada elevasi 0-100 meter pada bagian
Timurlaut daerah penelitian terdapat morfologi berupa dataran yang di dominasi
oleh material aluvium berupa kerikil, kerakal, bongkah, dan fragmen batuan
lainnya. Daerah ini memiliki luas berkisar 15% dari kotak pemetaan geologi serta
pengamatan geomorfologi yang merupakan tempat terakumulasinya sedimen dan
kumpulan material dari batuan yang mengalami transportasi oleh fluida melalui
aliran sungai dan dikontrol oleh arus sungai. Dataran banjir ini terletak pada aliran
sungai Way Galihlunik, merupakan satuan yang memiliki elevasi terendah di
daerah penelitian. Satuan ini biasanya dikontrol oleh debit air yang mengalir dari
segala arah, sehingga apabila aliran air yang besar mengalirkan air pada satuan ini
maka daerah ini akan terisi air dan menjadi tempat terakumulasi batuan (dapat
dilihat pada Gambar III.2).
21
Gambar III.2. Stasiun pengamatan satuan dataran banjir.
III.1.5.2. Satuan Perbukitan Denudasional Landai (D)
Gambar III.3. Stasiun pengamatan satuan perbukitan denudasional landai.
22
Bagian timur daerah penelitian memiliki bentuk morfologi perbukitan landai hingga
dataran berupa endapan permukaan yang dipengaruh oleh proses eksogen berupa
erosi dan pelapukan. Daerah ini memiliki elevasi berkisar 100-125 meter dari
permukaan laut. Karakteristik bentuk lembah, relatif berbentuk U-V dengan
material penyusun batuan Perbukitan Denudasional Landai berupa Satuan Sekis,
Granit, Riolit, dan Tuf. Berdasarkan Klasifikasi Van Zuidam (1985), persentase
lereng daerah ini sekitar 8-13% yang tergolong kedalam kelas lereng landai. Satuan
Perbukitan Denudasional landai memiliki luas yang mendominasi di daerah
penelitian berkisar 65% dari kotak pemetaan geologi serta pengamatan
geomorfologi (dapat dilihat pada Gambar III.3).
III.1.5.3. Satuan Perbukitan Struktural Agak Curam (S2)
Gambar III.4. Stasiun pengamatan satuan perbukitan struktural agak curam.
Morfologi pada satuan Perbukitan Struktural Agak Curam memperlihatkan kondisi
permukaan bergelombang. Perbedaan dan sifat fisik dari batuan juga dapat
mempengaruhi morfologi bergelombang. Batuan yang memiliki kristalisasi lebih
tinggi (kaya akan silika) akan lebih resisitensi dibandingkan dengan batuan yang
23
produk utamanya adalah kumpulan dari material batuan yang telah terbentuk
sebelumnya dan mengalami rekristalisasi kembali.
Proses eksogen yang mempengaruhi Satuan Perbukitan Struktural Agak Curam ini
adalah pelapukan dan erosional serta dikontrol oleh proses endogen, yaitu aktivitas
tektonik bawah permukaan. Lembah pada satuan ini memiliki lembah berbentuk V,
dengan jenis pola aliran sungai, yaitu dendritik. Satuan Perbukitan Struktural Agak
Curam memiliki luas berkisar 15 % dari keseluruhan daerah penelitian yang berada
di bagian barat (dapat dilihat pada Gambar III.4).
III.1.5.4. Satuan Perbukitan Struktural Curam (S2)
Gambar III.5. Satuan pengamatan satuan perbukitan struktural curam.
Satuan Perbukitan Struktural Curam merupakan satuan yang terletak dibarat kotak
penelitian, material penyusun batuan ini adalah Breksi Vulkanik. Satuan ini
tergolong kedalam kelas lereng curam dengan persentase berkisar 21% - 55%.
Berdasarkan pengamatan dari sisi depan perbukitan, area lokasi pertambangan PT.
Batu Makmur Dua sebagai acuan dari kondisi bentuk lahan dengan Azimuth
24
N150°E, sedangkan dibagian sisi belakang kenampakan bentuk geomorfologi ini
berada di bukaan lahan warga dengan Azimuth N330°E.
Karakteristik morfologi satuan ini dapat dilihat dari bentuk lahan yang memiliki
bentuk perbukitan hingga lembahan yang memiliki bentuk lembah V dengan
elevasi 175 - 243,75 meter dari permukaan laut. Satuan ini dipengaruhi oleh proses
eksogen berupa erosi dan pelapukan serta pengontrol (ditunjukkan pada Gambar
III.5). Satuan Perbukitan Struktural Curam ini memiliki luas berkisar 5% dari
keseluruhan daerah penelitian yang berada di bagian barat (dapat dilihat pada
Gambar III.5).
III.1.6. Tahapan Geomorfik
Gambar III.6. Tahapan geomorfik daerah penelitian ditunjukkan dari lembah
berbentuk U-V dengan morfologi berupa dataran hingga perbukitan.
Daerah penelitian memiliki tahapan geomorfik yang dapat dianalisis melalui bentuk
lembah dan ciri morfologi di lapangan. Tahapan geomorfik daerah penelitian ini
berada pada tahap dewasa yang dibuktikan adanya kelerengan yang landai - datar,
sehingga membentuk lembah karakteristik huruf U-V dengan permukaan
bergelombang terdapat banyak material sedimen serta pelapukan batuan lainnya
yang ada disekitarnya (dapat dilihat pada Gambar III.6).
25
Pengaruh tahapan geomorfik daerah penelitian ini berupa perbedaan litologi yang
signifikan pada masing-masing daerah, mengakibatkan bagian permukaan
bergelombang. Proses eksogen yang berpengaruh berupa erosi dan adanya
pelapukan secara lateral, ditunjukkan pada bagian utara-timur daerah penelitian
dengan morfologi berupa dataran - perbukitan dengan memiliki pola aliran sungai
dendritik, serta terdapat material lepas berupa aluvium yang tersusun dari kerakal,
kerikil, bongkah, material dan pelapukan dari batuan sekitarnya.
III.2. Stratigrafi Daerah Penelitian
III.2.1. Satuan Sekis
Gambar III.7. Stasiun pengamatan ST-009, merupakan satuan sekis yang
tersingkap di pinggir jalan raya bagian selatan daerah penelitian.
Satuan Sekis merupakan batuan tertua di daerah penelitian. Satuan ini tersebar pada
bagian selatan daerah penelitian dengan menempati luas 3% dari total luas secara
keseluruhan daerah penelitian. Satuan sekis terletak di pinggir akses jalan raya
tepatnya di Desa Tanjung Baru yang terdapat pada stasiun pengamatan ST-009
(dapat dilihat pada Gambar III.7). Satuan ini memiliki lebar singkapan kurang lebih
4,5 meter dengan beberapa bongkah yang tersusun diatas singkapan batuan. Hal ini
dikarenakan, kondisi singkapan berada dilereng perbukitan yang bergelombang,
dikontrol oleh struktur geologi dan aktivitas tektonisme di bawah permukaan serta
26
dipengaruhi oleh proses eksogen berupa erosi yang mengakibatkan sebagian blok
menjadi patah dan menyisakan bongkah diatas singkapan batuan.
Gambar III.8. Foto pengamatan sayatan tipis satuan sekis dalam stasiun
pengamatan ST-009.
Satuan Sekis menyebar luas pada bagian Selatan luar daerah penelitian, hal itu dapat
divalidasi berdasarkan formasi batuan yang berumur Paleozoikum tersebar pada
bagian bawah daerah penelitian meliputi Pzg (s,m,k,ml) yang terdiri dari Komplek
Gunung Kasih, Batupualam Trimulyono, Kuarsit Sidodadi, Migmatite Jundeng dan
Sekis Way Galih. Berdasarkan dari deskripsi secara megaskopis, batuan sekis
memiliki warna hijau keabuan dengan kondisi segar yang memiliki struktur foliasi
dan juga terdapat struktur perulangan dari mineral pipih yang memiiki orientasi
mineral menerus disebut dengan schistose (Indikasi penamaan batuan sekis dalam
daerah penelitian). Satuan sekis daerah penelitian memiliki ukuran kristal sedang
hingga kasar yang terdiri dari perselingan bentuk dari kristal lepidoblastik.
Analisis sayatan tipis, satuan Sekis memiliki karakteristik dengan orientasi mineral
berbentuk pipih, berupa tekstur lepidoblastik, komposisi mineral yang terkandung
di dalam satuan batuan meliputi Hornblende (Hbl) yang merupakan mineral utama
dari Amfibol sebanyak 31%, Plagioklas (Pg) 38% Kuarsa (Qz) 16%, dan Alkali
Felspar (Fs) 15%. Penamaan satuan Sekis stasiun pengamatan ST-009 ditinjau dari
27
kehadiran struktur schistose yang terdapat dalam tubuh batuan (bukan melalui
jumlah kompoisi mika yang hadir).
III.2.2. Satuan Granit
Gambar III.9. Stasiun pengamatan ST-003, merupakan satuan granit yang
tersingkap di Sungai Way Galihlunik bagian utara daerah penelitian.
Satuan Granit memiliki dominasi paling banyak di daerah penelitian dan tersebar
dengan luas 29% dari baratlaut hingga tenggara daerah penelitian. Pengambilan
sampel batuan dilakukan dengan cara pemilahan yang diambil satu sampel batuan
pada stasiun pengamatan ST-003, terletak pada sungai Way Giriharjo ditunjukkan
pada Gambar III.9. Berdasarkan pengamatan secara megaskopis, karakteristik
batuan ini memiliki warna abu-abu terang dan abu kehijauan. Hal ini dipengaruhi
oleh komposisi kimianya bersifat asam. Satuan granit memiliki tekstur fanerik
dengan butir kasar yang tersusun seluruhnya oleh kristal disebut dengan
holokristalin. Dalam korelasi litologi melalui regional menurut Mangga (1993)
dalam Peta Geologi Regional Lembar Tanjung Karang, satuan Granit diperkirakan
berumur Kapur Tengah yang termasuk kedalam Formasi Sulan Granodiorit dan
terbentuk setelah satuan Sekis.
28
Gambar III.10. Foto pengamatan sayatan tipis satuan granit dalam stasiun
pengamatan ST-003.
Analisis sayatan tipis pada kode sampel ST-003, memiliki karakteristik umum
berupa tekstur fanerik yang diwakili oleh bentuk kristal euhedral dengan bentuk
butir granular yang terususun atas Fenokris Kuarsa, (Qz) 40 %, mineral Plagioklas
(Pg) sebanyak 25%, Alkali Felspar (Fs) 20% dan Biotit (Bt) 15 %. Berdasarkan dari
penamaan batuan plutonik menurut Streckeisen (1976), satuan ini memiliki
penamaan Granit.
III.2.3. Satuan Diorit
Satuan Diorit terletak di sungai Way Kilat dengan yang memiliki luas daerah 12%
dari keseluruhan satuan batuan yang berada di sisi tenggara daerah penelitian yang
terletak pada lantai sungai Way Kilat. Satuan Diorit memiliki warna abu-abu gelap
dengan tekstur umum fanerik dan derajat kristalisasi holokristalin. Diorit dihasilkan
dari pencairan sebagian batuan mafik di atas zona subduksi dengan jenis batuan
ekuivalen vulkanik ekstrusifnya adalah andesit (ditunjukkan pada gambar III.11).
29
Gambar III.11. Stasiun pengamatan ST-002, merupakan satuan diorit yang
tersingkap di Sungai Way Kilat bagian tenggara daerah penelitian.
Gambar III.12. Foto pengamatan sayatan tipis satuan diorit dalam stasiun
pengamatan ST-002.
Satuan Diorit tersusun dari komposisi mineral yang meliputi massadasar Plagioklas
(Pg) dengan jumlah yang mendominasi sebanyak 80%, Kuarsa (Qz) 8%, Alkali
Felspar (Fs) 7% dan kehadiran mineral Biotit (Bt) sebanyak 5 %. Berdasarkan dari
30
Klasifikasi Streckeisen (1976), satuan batuan ini dinamakan dari perbandingan
jumlah antara mineral utama berupa Plagioklas, Kuarsa, dan Alkali Felspar dengan
penamaan batuannya adalah diorit.
III.2.4. Satuan Riolit
Gambar III.13. Stasiun pengamatan ST-022, merupakan satuan riolit yang
tersingkap di aliran sungai kotak bagian tengah daerah penelitian.
Satuan Riolit tersebar 16% di bagian tengah kotak penelitian, yang memiliki lebar
singkapan kurang lebih 3 meter pada lantai anak sungai Way Galihlunik di stasiun
ST-022. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan secara megaskopis, satuan
batuan ini memiliki warna kuning kecoklatan dengan dengan tekstur afanitik dan
derajat kristalisasi hipokristalin, yang memiliki ukuran butir relatif sama
(equigranular). Satuan Riolit terbentuk setelah satuan Granit terbentuk dengan
komposisi magma yang asam dan wana batuan relatif lebih terang, tersusun atas
kelimpahan mineral silika di dalamnya.
Dari pengamatan sayatan tipis, batuan ini tersusun atas massadasar kristal gelas
yang disebut dengan mikrokristalin dan tersusun atas komposisi mineral berupa
Fenokris Kuarsa (Qz) sebanyak 20%, Alkali Felspar (Fs) sebanyak 27%, Plagioklas
31
(Pg) sebanyak 38% dan berupa Gelas Vulkanik (Gls) 15%, sehingga memberikan
penamaan batuan berupa Riolit (Streckeisen , 1976).
Gambar III.14. Foto pengamatan sayatan tipis satuan riolit dalam stasiun
pengamatan ST-022.
III.2.5. Satuan Tuf
Stasiun ST-022 merupakan Satuan Batuan Vulkanik berupa Tuf yang memiliki
warna coklat menyerupai tanah, tersebar di Selatan-Barat sebanyak 17% dari
keseluruhan batuan di daerah penelitian. Karakteristik batuan di lapangan memiliki
lebar singkapan kurang lebih 7 meter yang berukuran butir lapilli (2 mm - 64 mm),
dengan bentuk butir membundar tanggung, porositas baik, kemas batuan terbuka,
tersusun atas massadasar gelas vulkanik dan kuarsa, dengan kehadiran fragmen
batuan yang mendominasi berupa kristal. Kehadiran satuan Tuf ini menjelaskan
bukti adanya zaman Tersier pada daerah penelitian yang didominasi oleh Batuan
Vulkanik, sekaligus menjelaskan bahwa pada zaman ini didominasi oleh produk
hasil gunungapi yang terjadi secara eksplosif dengan tipe endapan jatuhan (dapat
dilihat pada Gambar III.15).
Batuan yang terbentuk akibat dari hasil aktivitas vulkanik gunungapi melalui erupsi
secara eksplosif, memiliki komposisi mineral penyusun batuan berupa material
Gelas Vulkanik (Gl) 35%, Fragmen litik (Lit) sebanyak 10% dan Kristal sebanyak
32
55%. Berdasarkan penamaan berdasarkan Klasifikasi Pettijhon (1975) dinamakan
dengan Satuan Batuan Tuf Kristal.
Gambar III.15. Stasiun pengamatan ST-013, merupakan satuan tuf yang
tersingkap pada bukaan lahan perumahan di daerah penelitian.
Gambar III.16. Foto pengamatan sayatan tipis satuan batuan tuf dalam stasiun
pengamatan ST-013.
33
III.2.6. Satuan Breksi Vulkanik
Satuan Breksi Vulkanik tersebar di baratlaut daerah penelitian tepatnya di area
pertambangan PT. Batu Makmur Dua dan Sekitarnya. Singkapan Satuan Breksi
tersebar sebanyak 10% dari keseluruhan daerah penelitian. Stasiun ini terdiri dari
material penyusun berupa Breksi Vulkanik yang terdiri atas matriks Tuf, dengan
fragmen Batuan Andesit (dapat dilihat pada Gambar III.17).
Breksi Vulkanik memiliki kenampakan warna abu-abu gelap, pemilahan buruk,
dengan bentuk butir menyudut tanggung hingga menyudut, kemas terbuka,
berukuran fragmen lapilli hingga blok (2 mm hingga >64 mm). Tuf sebagai matriks
yang berukuran debu hingga lapilli dengan warna abu kehijauan, bertekstur afanitik
memiliki warna abu-abu gelap, dengan derajat kristalisasi hipokristalin.
Berdasarkan pengamatan sayatan tipis (Gambar III.18) komposisi mineral pada
batuan yang tersusun dari litologi Breksi Vulkanik berupa fenokris mineral
Plagioklas dan mineral Opak (Op) sebanyak 20%, berukuran >64 mm, dengan
matriks Tuf Lapili sebanyak 45% dan Gelas Vulkanik (Gls) sebanyak 35%
(Menurut Klasifikasi Fisher, 1966).
Gambar III.17. Stasiun pengamatan ST-067, merupakan satuan breksi vulkanik
yang tersingkap di area bukit pertambangan di daerah penelitian.
34
Gambar III.18. Foto pengamatan sayatan tipis satuan breksi vulkanik dalam
stasiun pengamatan ST-067.
III.2.7. Endapan Aluvium
Gambar III.19. Endapan aluvium berada pada hilir sungai daerah penelitian yang
meliputi pada stasiun pengamatan ST-028, ST029, ST-030, dan ST-055.
35
Penyebaran aluvium berada di hilir sungai bagian utara hingga timur daerah
penelitian yang meliputi sungai Way Galihlunik terletak pada Desa Kaliasin dan
Desa Giriharjo. Endapan aluvium meliputi kurang lebih 13% dari daerah pemetaan
geologi. Endapan ini berada pada elevasi 0 meter - 100 meter di atas permukaan
laut yang terdiri dari material - material lepas berupa kerikil, kerakal, bongkah,
fragmen batuan beku, fragmen kasar, dan material sedimen.
Bagian hilir sungai memiliki karakteristik sungai bervolume kecil berupa aliran
sungai dengan pola dendritik dan morfologi berupa dataran. Bagian hulu sungai
mencerminkan ciri-ciri dengan pola berkelok yang memiliki dimensi besar dan
merupakan faktor penciri dari umur sungai pada stadia dewasa (dapat dilihat pada
Gambar III.19).
III.3. Intrusi Batuan
III.3.1. Intrusi batuan pada stasiun pengamatan ST-040
Gambar III.20. Intrusi batuan beku afanitik yang menerobos batuan beku fanerik
dalam stasiun pengamatan ST-040.
Pada stasiun ST-040 terletak di Selatan pemetaan geologi terdapat intrusi dengan
lebar sebesar kurang lebih 30 cm dengan arah baratdaya-timurlaut. Pada lapangan
36
terlihat batuan beku afanitik dengan komposisi asam berupa Riolit menerobos
batuan beku fanerik, yaitu satuan Granit. Intrusi batuan ini dapat menjadi bukti
umur Kapur Tengah dan juga menjadi hubungan satuan Granit dan Riolit yang
terbentuk secara tidak bersamaan.
Satuan Granit terbentuk lebih dahulu dibandingkan dengan satuan Riolit, melalui
bidang rekahan permukaan yang memiliki komposisi mineral yang relatif kasar
dibandingkan Riolit. Satuan Riolit diperkirakan terbentuk dari intrusi secara
dangkal akibat pergerakan magma yang membeku di dekat permukaan, kemudian
tersingkap di dalam dinding kawah atau kaldera gunungapi yang selanjutnya
mengalami proses erosional, ditunjukkan pada Gambar III.20.
III.3.2. Intrusi batuan Stasiun Pengamatan ST-008
Gambar III.21. Intrusi batuan beku fanerik yang menerobos batuan metamorf
dalam stasiun pengamatan ST-008.
Pada stasiun pengamatan ST-008 ditemukan adanya intrusi batuan beku fanerik
berupa satuan Granit yang menerobos satuan Sekis. Penerobosan satuan granit ini
merupakan bukti awal dari peralihan umur yang ada pada kotak pemetaan geologi.
Terobosan oleh satuan Granit ini menyisakan satuan Sekis kurang lebih hanya 3%
dari luas daerah pemetaan. Satuan Granit daerah penelitian diperkirakan terbentuk
37
akibat proses yang terjadi dari intrusi magma yang menerobos dari dalam perut
bumi menuju atas permukaan melalui bidang lemah. Proses tersebut diawali dari
pergerakan magma dalam dapur magma yang terangkat keatas akibat adanya
tekanan dari bawah. Komposisi magma satuan Granit bersifat asam dengan massa
jenis lebih ringan dibandingkan batuan lainnya.
III.4. Struktur Geologi Daerah Penelitian
Gambar III.22. Peta kelurusan punggungan dan lembahan
Identifikasi struktur geologi daerah penelitian diawali dengan analisis pola
kelurusan menggunakan citra satelit (Data DEM) sehingga akan menghasilkan pola
tegasan dari kelurusan punggungan dan lembahan yang dapat memberikan
gambaran keadaan struktur yang ditemukan di lapangan ditunjukkan pada gambar
III.22.
Pada daerah penelitian ditemukan adanya struktur sekunder berupa Sesar dan Kekar
Gerus. Analisis secara dinamik dilakukan untuk dapat mendefinisikan serta
menentukan arah pergerakan struktur geologi yang berkembang di daerah
penelitian mencakupi sebagai berikut.
38
III.4.1. Sesar Normal pada Stasiun Pengamatan ST-067
Gambar III.23. Keterdapatan slickenside dan ofset sesar.
Pada stasiun pengamatan ST-067, terdapat gores garis yang termasuk kedalam jenis
chatter marks (sistem penanggaan). Kenampakan ini terlihat dari sisi kiri area bukit
pertambangan PT. Batu Makmur Dua yang memiliki besaran arah penunjaman
(trend) sebesar N200°E dengan sudut penunjaman 55° dan berasan sudut strike
terhadap struktur garis berupa pitch sebesar 68°S. Berdasarkan analisis secara
dinamik, diperoleh arah tegasan berarah baratlaut-tenggara dari pengukuran yang
dilakukan pada bidang sesar dengan kedudukan strike/dip sebesar N145°E/55°.
Berdasarkan Klasifikasi Rickard (1972), indikasi sesar lokal yang ditemukan
termasuk kedalam Right Normal Slip Fault dengan arah baratlaut-tenggara.
Pergerakan sesar ini dihubungkan melalui Peta Geologi Regional Lembar Tanjung
Karang (Mangga, 1993) yang memiliki arah pergerakan relatif Sesar Normal dan
termasuk kedalam fase ekstensional yang diperkirakan terbentuk dengan umur
Tersier-Kuarter (ditunjukkan pada Gambar III.24).
39
Nama Sesar : Right Normal Slip Fault (Klasifikasi Rickard, 1972)
Gambar III.24. Analisis dinamik sesar pada stasiun pengamatan ST-067.
III.4.2. Struktur Sekunder Kekar Gerus
III.4.2.1. Kekar Gerus pada Stasiun Pengamatan ST-018
Gambar III.25. Kekar gerus pada stasiun pengamatan ST-018.
Pada stasiun Pengamatan ST-018 merupakan jenis Kekar Gerus yang memiliki
bidang saling berpasangan. Kekar ini diperkirakan terbentuk akibat hilangnya
beban batuan yang patah akibat arus sungai atau dipengaruhi oleh proses erosi dan
tektonisme. Salah satu pengaruh hilangnya beban pada batuan diakibatkan dari
pembekuan batuan yang belum sempurna membeku dan adanya pengaruh erosi
Bidang Sesar N145°E/55°
Plunge, Trend 50°, N200°E
Pitch 68°S
40
secara tiba-tiba, sehingga mengalami percepatan yang mengakibatkan adanya
pergerusan pada tubuh batuan (dapat dilihat pada Gambar III.25).
Data Kekar
Strike Dip
230 56
155 44
153 60
205 60
145 62
175 54
225 58
232 65
153 65
148 56
140 73
120 78
292 73
140 73
275 70
Gambar III.26. Pengolahan data kekar berdasarkan analisis dinamik pada stasiun
pengamatan ST-018.
Analisis yang telah dilakukan melalui software dips untuk menganalisis arah
tegasan utama yang akan menghasilkan pola stress berupa vertical stress, horizontal
maximum stress, dan horizontal minimum stress dari masing-masing sigma (σ).
Berdasarkan pengolahan data tersebut, model stress yang diperoleh menyerupai
pola sesar mendatar dengan nilai σ1 Plunge, Trend (0°, N188°E), σ2 (54°, N280°E)
dan σ3 (35° N99°E), sehingga dihasilkan arah tegasan struktur berarah Baratdaya-
Timurlaut (ditunjukkan pada Gambar III.26).
III.4.2.2. Bidang Kekar Titik Pengamatan ST-048
Pada stasiun pengamatan ST-048 merupakan kekar gerus yang memiliki
karakteristik sama pada kekar stasiun pengamatan ST-018. Struktur Kekar ST-048
diperkirakan terbentuk akibat hilangnya beban batuan yang patah akibat arus sungai
atau dipengaruhi oleh proses erosi dan tektonisme. Salah satu pengaruh hilangnya
beban pada batuan diakibatkan dari pembekuan batuan yang belum sempurna
membeku dan adanya pengaruh erosi secara tiba-tiba, sehingga mengalami
Model Stress (σ) :
σ1 = Shmax
σ2 = Sv σ3 = Shmin
41
percepatan yang mengakibatkan adanya pergerusan pada tubuh batuan. Struktur
kekar ini terletak di lantai sungai Way Giriharjo di Barat daerah penelitian yang
ditunjukkan pada Gambar III.27. Keberadaan struktur kekar ini terletak di bagian
barat daerah penelitian.
Gambar III.27. Kekar gerus pada stasiun pengamatan ST-048.
Pada stasiun pengamatan ST-048 merupakan kekar gerus yang memiliki
karakteristik sama pada kekar stasiun pengamatan ST-018. Struktur Kekar ST-048
diperkirakan terbentuk akibat hilangnya beban batuan yang patah akibat arus sungai
atau dipengaruhi oleh proses erosi dan tektonisme. Salah satu pengaruh hilangnya
beban pada batuan diakibatkan dari pembekuan batuan yang belum sempurna
membeku dan adanya pengaruh erosi secara tiba-tiba, sehingga mengalami
percepatan yang mengakibatkan adanya pergerusan pada tubuh batuan. Struktur
kekar ini terletak di lantai sungai Way Giriharjo di Barat daerah penelitian yang
ditunjukkan pada Gambar III.27. Keberadaan struktur kekar ini terletak di bagian
barat daerah penelitian.
Ditinjau dari pengolahan data melalui analisis dinamik yang dilakukan, model
stress yang diperoleh dari data kekar ini menyerupai pola sesar mendatar dengan
nilai σ1 sebesar Plunge,Trend (02°, N194°E), σ2 Plunge,Trend (73°,N292°E) dan
σ3 Plunge,Trend (16°N103°), sehingga dihasilkan arah tegasan struktur berarah
Baratdaya-Timurlaut, ditunjukkan pada Gambar III.28.
42
Data Kekar
Strike Dip
165 76
90 74
100 66
224 73
175 80
15 60
240 81
38 85
130 60
332 70
70 70
138 74
78 55
165 76
169 76
340 87
145 80
160 73
60 80
220 75
Gambar III.28. Pengolahan data kekar berdasarkan analisis dinamik pada stasiun
pengamatan ST-048.
Model Stress (σ) :
σ1 = Shmax
σ2 = Sv σ3 = Shmin