BAB II CA PARU

43
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Kanker Paru 1.1. Definisi Kanker Paru Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) dan metastasis tumor di paru (sekunder). Metastasis tumor di paru adalah tumor yang tumbuh sebagai akibat metastasis dari tumor primer organ lain. Definisi khusus untuk kanker paru primer yakni tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus. Meskipun jarang, dapat ditemukan kanker paru primer yang bukan berasal dari epitel bronkus misalnya bronchial gland tumors. Tumor paru jinak yang sering adalah hamartoma. 1,2 1.2 Etiologi Merokok merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus kanker paru-paru pada pria dan sekitar 70% pada wanita. Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin besar resiko untuk menderita kanker paru-paru. Hanya sebagian kecil kanker paru-paru (sekitar 10%-15% pada pria dan 5% pada wanita) yang disebabkan oleh zat yang ditemui atau terhirup di tempat bekerja. Bekerja dengan asbes, radiasi, arsen, kromat, nikel, klorometil eter, gas mustard dan pancaran oven arang bisa menyebabkan kanker paru-paru, meskipun

description

tinjauan pustaka

Transcript of BAB II CA PARU

Page 1: BAB II CA PARU

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kanker Paru

1.1. Definisi Kanker Paru

Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup

keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) dan metastasis tumor di paru

(sekunder). Metastasis tumor di paru adalah tumor yang tumbuh sebagai akibat metastasis

dari tumor primer organ lain. Definisi khusus untuk kanker paru primer yakni tumor

ganas yang berasal dari epitel bronkus. Meskipun jarang, dapat ditemukan kanker paru

primer yang bukan berasal dari epitel bronkus misalnya bronchial gland tumors. Tumor

paru jinak yang sering adalah hamartoma. 1,2

1.2 Etiologi

Merokok merupakan penyebab utama dari sekitar 90% kasus kanker paru-paru

pada pria dan sekitar 70% pada wanita. Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin

besar resiko untuk menderita kanker paru-paru. Hanya sebagian kecil kanker paru-paru

(sekitar 10%-15% pada pria dan 5% pada wanita) yang disebabkan oleh zat yang ditemui

atau terhirup di tempat bekerja. Bekerja dengan asbes, radiasi, arsen, kromat, nikel,

klorometil eter, gas mustard dan pancaran oven arang bisa menyebabkan kanker paru-

paru, meskipun biasanya hanya terjadi pada pekerja yang juga merokok. Peranan polusi

uadara sebagai penyebab kanker paru-paru masih belum jelas. Beberapa kasus terjadi

karena adanya pemaparan oleh gas radon di rumah tangga. Kadang kanker paru (terutama

adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang yang paru-parunya telah

memiliki jaringan parut karena penyakit paru-paru lainnya, seperti tuberkulosis dan

fibrosis.

1.3. Patofisiologi

Kurang lebih 80 % pasien karsinoma paru diperkirakan karena rokok. Tar yang

dihasilkan rokok merupakan bahan karsinogenik, melengket pada mukosa saluran nafas

dan dalam waktu yang lama menimbulkan perubahan sel epitel: silia epitel menghilang,

Page 2: BAB II CA PARU

sel cadangan hiperplasia dan mengalami metaplasia sel skuamosa. Lambat laun sel epitel

berubah dalam bentuk displasia dan kemudian menjadi karsinoma dalam berbagai bentuk

tipe histopatologi.Polusi udara atau perubahan lingkungan juga dikenal sebagai faktor

penyebab karsinoma paru. Pada buruh yang bekerja di pabrik, asbes, nikel dan tambang,

insiden karsinoma paru meningkat. Cacat di paru misalnya parut karena kaverne yang

menyembuh merupakan tempat yang potensial untuk timbulnya karsinoma.

1.4. Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya kanker paru adalah sebagai berikut:

Laki-laki, usia lebih dari 40 tahun dan perokok

Tinggal/bekerja di lingkungan yang mengandung zat karsinogen atau polusi

paparan industri/lingkungan kerja tertentu

Perempuan perokok pasif

Riwayat pernah mendapat kanker organ lain atau anggota keluarga dekat yang

penderita kanker paru

Tuberkulosis paru, walaupun angka kejadiannya sangat kecil Orang-orang yang

termasuk dalam kelompok atau terpapar pada faktor risiko di atas dan mempunyai

tanda dan gejala respirasi yaitu batuk, sesak napas, nyeri dada disebut golongan

resiko tinggi (GRT) maka sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan untuk deteksi

dini kanker paru. Perhatian khusus harus diberikan kepada pasien yang masuk

dalam kelompok risiko dengan diagnosis tuberkulosis paru dan mendapat

pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT). Mereka harus dievaluasi ketat. Jika

dalam evaluasi 1 bulan pertama menunjukkan perburukan sebaiknya dipikirkan ke

arah kemungkinan kanker paru khususnya yang disertai keluhan nyeri yang

persisten di bahu/lengan/dada dengan ”infiltrat” di puncak paru. Bila nyeri tidak

hilang dalam 1-2 minggu pengobatan kanker paru segera dievaluasi secara amat

terarah.1,3

1.5. Tanda dan Gejala

Keluhan utama tumor paru adalah sebagai berikut:

Batuk-batuk dengan/tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen) lebih dari 3

minggu

Page 3: BAB II CA PARU

Batuk darah

Sesak napas

Suara serak

Nyeri dada yang persisten

Sulit/sakit menelan

Benjolan di pangkal leherSembab pada muka dan leher, kadang-kadang disertai

sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat1,2,3

Selain itu terdapat pula gejala dan keluhan tidak khas seperti:

Berat badan berkurang

Nafsu makan hilang

Demam hilang timbul

Sindrom paraneoplastik, seperti hypertrophic pulmonary osteoartheopathy,

trombosis vena perifer dan neuropati. 1,2,3

1.6. Stadium Kanker Paru

Prosedur diagnostik untuk menentukan stadium penyakit antara lain, foto toraks,

Computer Tomography Scaning (CT-scan) toraks sampai kelenjar suprarenal dan

bronkoskopi. Pemeriksaan CT-scan kepala dan tulang dilakukan jika ada keluhan atau

penderita yang akan dilakukan pembedahan. Tumor marker tidak dilakukan untuk

diagnosis kanker paru tetapi hanya bermanfaat untuk evaluasi hasil terapi. Pada kondisi

tertentu diagnosis tidak dapat ditegakkan meskipun telah dilakukan berbagai prosedur

diagnosis maka torakostomi eksplorasi dapat dilakukan.

Stadium untuk kanker paru berdasarkan tumor (T) dan penyebarannya ke getah

bening (N) dan metastasis ke organ lain (M). Stadium sistem TNM small cell lung

carcinoma terdiri dari :

Stadium terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru (hemitoraks)

Stadium luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau menyebar ke organ lain.

Stadium kanker paru jenis non small cell lung carcinoma (NSCLC) dibagi atas :

Stadium 0, IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB dan IV yang ditentukan menurut International

Staging System for Lung Cancer 2007, berdasarkan sistem TNM adalah sebagai berikut:

Page 4: BAB II CA PARU

Stadium

Occult carcinoma Tx N0 M0

Stadium 0 Tis N0 M0

Stadium IA T1a,b N0 M0

Stadium IB T2a N0 M0

Stadium IIA

Stadium IIB

Stadium IIIA

Stadium IIIB

Stadium IV

T2b

T1a,b

T2a

T2b

T3

T1a,b,T2a,b

T3

T4

Sembarang T

Sembarang T

N0

N1

N0

N1

N0

N2

N1,N2

N0,N1

N3

Sembarang N

M0

M0

M0

M0

M0

M0

M0

M0

M0

M1

Tabel. Stadium Kanker paru

TXSitologi positif

T1≤ 3 cm

T1a≤ 2 cm

T1b> 2-3 cm

Bronkus utama ≥ 2 cm dari karina, invasi ke pleura visceral, parsial atelectasis

Page 5: BAB II CA PARU

T2

T2a> 3-5 cm

T2b > 5-7 cm

T3> 7 cm, invasi ke dinding dada, diafragma, perikardium, pleura mediastinal, bronkus utama < 2 cm dari karina, atelektasis total, nodul pada lobus yang sama

T4Penyebaran ke jantung, mediastinum, pembuluh darah, karina, trakea, esophagus, penyebaran tumor lobus ipsilateral

N1Peribronkial ipsilateral, hilus ipsilateral

N2Subkarina, mediastinal ipsilateral

N3Mediastinal atau hilus kontralateral, scalene atau supraklavikula

M1Metastasis jauh

M1aPenyebaran tumor pada lobus kontralateral, nodul pada pleura ataupleura ganas, efusi perikard

Tabel. TNM System Version 7 Non-Small Cell Lung Cancer

1.7. Jenis Histologis Kanker Paru

Jenis Sel Kanker Paru secara umum dibagi atas dua kelompok yaitu:

1. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) atau small cell lung carcinoma

(SCLC).

2. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) atau non-small cell lung

carcinoma (NSCLC), mencakup adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa,

karsinoma sel besar (large cell ca) dan karsinoma adenoskuamosa. Meskipun

kadang ditemukan jenis lain dengan frekuensi yang sangat jarang misal karsinoid

tumor dan lain lain.2

1.8. Diagnosis Kanker Paru

Page 6: BAB II CA PARU

1.8.1. Gejala Klinis

Pengenalan awal kanker paru sulit dilakukan bila hanya berdasarkan pada keluhan

saja. Biasanya keluhan ringan terjadi pada mereka pada stadium dini yaitu pada stadium I

dan II. Data di Indonesia maupun dari negara maju kebanyakan kasus kanker paru

terdiagnosis ketika penyakit sudah berada pada stadium lanjut (stadium III dan IV).

Manifestasi klinis dari tumor paru beraneka ragam, secara garis besar dapat dibagi atas :

1. Gejala intrapulmonal

Disebabkan gejala lokal adanya tumor di paru, yaitu adanya gangguan pergerakan

silia serta ulserasi bronkus sehingga sering menyebabkan peradangan berulang, dengan

keluhan batuk ( 70-90 % kasus), batuk darah ( 6-51 % kasus), nyeri dada biasanya

unilateral tidak berbatas jelas (42-67 % kasus), sesak nafas (58 % kasus).

2. Gejala intratorasik ekstrapulmonal

Penyebaran tumor ke mediastinum akan menekan atau merusak struktur-struktur

didalamnya dengan akibat antara lain :

N. frenikus : parase/paralisis diafragma

N. recurrens : parase/paralisis chorda vokalis

Saraf simpatik : sindroma horner yakni enoftalmus, miosis ptosis dan anhidrosis

Esofagus : disfagia

Vena cava superior : sindroma vena cava superior yakni bendungan vena cava

superior disertai pembengkakan muka lengan dan leher

Trakea/bronkus utama : sesak nafas dapat atelektasis total

Jantung : gangguan fungsional, efusi perikard.4

3. Gejala ekstratorasik non metastasis

Dapat berupa manifestasi neuromuskular (neuropati karsinomatosa: miopati,

neuropatia perifer, degenerasi cerebelar subakut, ensefalomiopatia dan mielopati

nekrotik), manifestasi endokrin metabolik (sindroma cushing, sindroma karsinoid,

hiperparatiroid dengan hiperkalsemia, SIADH dengan hiponatremia, sekresi insulin

dengan hipoglikemia, sekresi gonadotropin berlebihan dengan ginekomastia, sekresi

melanocyte stimulating hormone dengan hiperpigmentasi kulit), manifestasi jaringan ikat

Page 7: BAB II CA PARU

(hipertrophy pulmonary, jari tabuh), manifestasi vaskular dan hematologi

(tromboplebitis, purpura dan anemia).5

4. Gejala ekstratorasik metastasis

Dijumpai adanya penyebaran tumor ke semua organ terutama otak, hati dan tulang.5

1.8.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada penderita kanker paru bisa tidak dijumpai kelainan jika

massa tumornya kecil dan belum menyebar sehingga belum menimbulkan gangguan di

tempat lain dan tumor yang letaknya di perifer. Pada kasus dengan stadium lanjut dapat

dijumpai kelainan tergantung pada gangguan yang ditimbulkan oleh tumor primer atau

penyebarannya. Kelainan yang didapat tergantung letak dan besarnya tumor sehingga

menimbulkan gangguan.

1.8.3. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk pengenalan awal ini, selain pemeriksaan

klinis adalah pemeriksaan foto toraks dan/atau pemeriksaan sitologi sputum. Pada foto

toraks dapat ditemukan gambaran tumor dengan tepi yang tidak rata dan penarikan pleura

dan bahkan destruksi tulang dinding dada. Tidak jarang ditemukan gambaran efusi pleura

masif sehingga tumor tidak terlihat.1,3,5

1.8.4. Pemeriksaan Bronkoskopi

Bronkoskopi adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan intra bronkus

dengan menggunakan alat bronkoskop. Prosedur diagnostik dengan bronkoskop ini dapat

menilai lebih baik pada mukosa saluran napas; normal, hiperemis atau lesi infiltrat yang

memperlihatkan mukosa yang compang-camping. Teknik ini juga dapat menilai

penyempitan atau obstruksi akibat kompresi dari luar atau massa intrabronkial/tumor

intra bronkus. Prosedur ini juga dapat menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar getah

bening, yaitu dengan menilai karina yang terlihat tumpul akibat pembesaran kelenjar

getah bening subkarina atau intra bronkus. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan :

1. Cucian bronkus (bronchial washing)Tindakan membilas daerah bronkus dan cabang-

cabangnya dengan bantuan kateter atau fasilitas suction yang ada pada bronkoskop.

Page 8: BAB II CA PARU

Cucian bronkus dilakukan dengan menggunakan cairan salin atau ringer yang dialirkan

melalui saluran yang ada pada bronkoskop ke dalam bronkus yang dijumpai kelainan dan

disedot kembali. Jumlah cairan yang dialirkan 3-5 ml dan dapat diulang beberapa kali.

Sekret yang diperoleh dilakukan pemeriksaan sitologi cairan bronkus dan pemeriksaan

mikrobiologi (BTA, pewarnaan gram bakteri dan jamur serta kultur)

2. Sikatan bronkus (bronchial brushing) Spesimen diperoleh dengan menggunakan

kateter, sikat dan jarum. Sampel yang didapat diletakkan pada objek gelas kemudian

dimasukkan dalam wadah yang berisi alkohol 90%. Sampel yang didapat selanjutnya

dilakukan pemeriksaan sitologi.

3. Bronchoalveolar Lavage (BAL)BAL bertujuan untuk mengambil spesimen yang

terletak pada ujung saluran napas (alveolus). Cairan salin atau ringer dimasukkan ke

ujung scope bronkoskop kemudian disedot. Tindakan ini diulang beberapa kali sampai

didapat sampel 100-300 ml untuk mendapatkan material yang cukup dari alveolus.

Sampel yang didapat dilakukan pemeriksaan mikrobiologi (BTA, pewarnaan

gram,jamur serta dilakukan kultur) dan sitologi.

1.8.5 Sitologi Kanker Paru

1. Small cell lung carcinoma (SCLC)

SCLC merupakan kanker paru yang memiliki agresivitas yang tinggi, cepat tumbuh, dan

dapat mengalami metastasis yang luas namun jarang ditemui. SCLC dibagi dalam dua

subtipe, yaitu classic oat cell carcinoma dan intermediate cell type of SCLC. Kedua

subtipe ini tidak berbeda secara klinis, oleh karena itu World Health Organization

(WHO) mengelompokkannya ke dalam satu tipe SCLC.

Sampel yang adekuat akan menunjukkan banyak kandungan sel dengan bermacam

bentuk sel kanker. Ukuran sel bervariasi, namun pada umumnya berukuran kecil dengan

sitoplasma sedikit. Gambaran “molding” dari inti yang berdekatan merupakan gambaran

yang sangat sering ditemukan. Dua gambaran inti yang dapat ditemui adalah

hiperkromatik atau piknotik dengan inti yang vesikuler dan kadang dapat granular dan

anak inti yang relatif besar.6

Page 9: BAB II CA PARU

Gambar 1. Small cell lung carcinoma. Tampak kelompokan sel dengan sitoplasma

sedikit dan nuclear molding dengan fine granular chromatin.6

2. Adenokarsinoma

Adenokarcinoma paru sudah diketahui berhubungan dengan kebiasaan merokok

dandijumpai adanya peningkatan insiden pada laki-laki maupun perempuan perokok. Ada

dua bentuk yang dibedakan berdasarkan gambaran histologi dan klinis yaitu:

adenokarsinoma yang berasal dari daerah sentral parenkim paru (central bronchial

origin) dan peripheral bronchoalveolar atau terminal bronchoalveolar carcinomas.5

Sediaan yang diambil dengan cara bronchial brushing biasanya mengandung sedikit sel-

sel tumor. Pada sediaan yang adekuat dapat banyak dijumpai sel-sel dengan kelompokan

papiler atau lembaran sel-sel bentuk bulat atau poligonal. Beberapa sel dapat mirip

dengan sel-sel normal, namun memiliki ukuran inti yang besar, nuclear/cytoplasmic ratio

(N/C ratio) yang meningkat, anak inti yang menonjol kadang dapat multiple dan yang

lebih penting adalah tidak dijumpainya silia.3,5

Gambar 2. Sitologi adenokarsinoma paru. Tampak kelompokan sel dengan sitoplasma

Page 10: BAB II CA PARU

sedikit dan pucat, inti relatif besar, tekstur inti masih baik dan anak inti menonjol.5

3.Karsinoma sel sekuamosa (SCC)

Sel-sel kanker SCC dapat sangat bervariasi baik bentuk maupun ukurannya, tetapi

yang khas pada SCC adalah latar belakang apusan berupa sel-sel radang dan massa

nekrosis. Sel-sel bentuk spindel dan tadpole merupakan bentuk sel yang umum dijumpai

yang juga merupakan tanda khas pada SCC. Sitoplasma yang mengandung keratin akan

berwarna orange atau kuning dengan pewarnaan Papanicolaou. Kadang dapat dijumpai

sel-sel abnormal tanpa inti sel yang disebut ghost cells3,5

Gambar 3. Karsinoma sel sekuamosa dalam sediaan sitologi. Tampak sel-sel ganas

bentuk dan ukuran inti bervariasi, hiperkromatin, sitoplasma eosinofilik dengan latar

belakang sel-sel radang.6

Pada kasus dimana tidak dijumpai keratinisasi atau piknosis inti, kondisi seperti ini

disebut sebagai poorly differentiated squoamous (epidermoid) carcinoma. Inti biasanya

hiperkromatin dengan tekstur inti kasar dan ireguler. Sel-sel tumor yang berasal dari

sputum biasanya lebih sedikit dengan sitoplasma yang jernih sedangkan yang berasal dari

sikatan bronkus sitoplasma dapat amfofilik atau kadang-kadang basofilik.6,7

Page 11: BAB II CA PARU

Gambar 4. Poorly differentiated (non-keratinizing) SCC. Tampak inti hiperkromatin,

dengan tekstur kasar dan ireguler. Sitoplasama amfofilik.6,7

4. Large-Cell (Undifferentiated) Carcinoma

Kanker ini didefinisikan sebagai tumor yang tidak memiliki differensial skuamosa

atau glandular, meskipun pada beberapa tempat memiliki gambaran kanker skuamosa

atau adenokarsinoma. Kanker ini merupakan turunan dari sel-sel basal epitel yang dapat

berkembang menjadi kanker skuamosa atau adenokarsinoma. Saat ini tipe kanker ini

digolongkan kedalam NSCLC karena memiliki penanganan dan prognosis yang sama

dengan seluruh tipe NSCLC.8

Sel-sel tumor walaupun biasanya tunggal, tetapi dapat berupa kelompokkan yang

cenderung memiliki kohesi yang jelek dengan ukuran sel bervariasi. Kebanyakan sel

ukurannya hampir sama dengan sel skuamosa dan adenokarsinoma, sitoplasma sedikit

dan biasanya pucat dapat basofilik ataupun eosinofilik (amfofilik). Pada kasus yang

jarang dapat dijumpai inklusi intrasitoplasmik. Inti sel besar dengan kontur ireguler

dengan gambaran sharply di sekitar inti. Salah satu yang khas adalah inti dengan

kromatin yang kasar atau hiperkromatin, kadang dapat pula dijumpai kromatin inti yang

normal dengan satu atau dua anak inti yang menonjol.8

Page 12: BAB II CA PARU

Gambar 5. Undifferentiated large-cell (non-small cell) carcinoma. Tampak lembaran sel

kanker dengan sitoplasma eosinofilik pucat dan banyak, inti hiperkromatin dengan

tekstur kasar.8

5. Adenosquamous (Mucoepidermoid) Carcinoma

Penamaan adenosquamous carcinoma digunakan untuk menjelaskan bronchogenic

carcinoma yang memiliki kombinasi gambaran epidermoid carcinoma (poorly

differentiated squamous carcinoma) dan adenokarsinoma. Banyak ditemukan sel-sel

yang memproduksi musin yang dapat dilihat dengan pewarnaan khusus dan beberapa

mengandung komponen sel-sel undifferentiated large cell maupun SCC. Variasi

gambaran sitologi sangat tergantung dari gambaran histopatologinya. Gambaran sel-sel

kanker didominasi oleh sel-sel adenokarsinoma yang menghasilkan musin. Dapat pula

ditemukan sedikit sel-sel yang menghasilkan keratin.9

Gambar 6. Mucoepidermoid carcinoma paru pada wanita umur 61 tahun. Tampak sel-sel

kanker yang menghasilkan musin.

Page 13: BAB II CA PARU

1.9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan jenis histologis kanker, stadium penyakit,

tampilan umum (performance status) dan keuangan. Secara umum pilihan terapi untuk

NSCLC dan SCLC adalah combined modality therapy (multi-modality therapy), berupa

bedah, radioterapi dan kemoterapi dan terapi lain.1,2,9

1.Tindakan Pembedahan

Tindakan pembedahan hanya diindikasikan untuk stadium I atau II atau untuk

pengobatan paliatif yaitu pada kondisi mengancam nyawa misal batuk darah masif,

distress pernapasan karena sindroma vena kava superior, nyeri hebat pada Pancoast

tumor, nyeri hebat pada sindroma pleksus brakialis. Jika pada saat bedah didapat

pembesaran KGB maka semua harus diangkat dan pada kasus paska bedah dengan

metastasis KGB mediastinal (N2) dipertimbangkan pemberian radioterapi dan/atau

kemoterapi.

2. Radioterapi

Radioterapi atau radiasi diberikan pada kasus stadium III dan IV NSCLC, dapat diberikan

tunggal untuk mengatasi masalah di paru (terapi lokal) atau gabungan dengan

kemoterapi. Radioterapi dapat diberikan jika sistem homeostatik (darah) baik yaitu:1,5

• Hb>10gr%

• Leukosit > 4.000/dl

• Trombosit > 100.000/dl Dosis untuk kanker primer adalah 5.000-6.000 cGy dengan

menggunakan COBALT atau LINAC dengan cara pemberian 200 cGy/x/hari, 5 hari

dalam seminggu. Pemberian radiosensitizer dapat lebih meningkatkan respons

irradiasi itu, misalnya dengan memberikan obat anti-kanker karboplatin, golongan

taxan, gemsitabine, capecitabine dengan dosis sangat kecil sehingga tidak mempunyai

efek sistemik. Radioterapi dapat diberikan sendiri (radiotherapy only) atau kombinasi

dengan kemoterapi (konkuren, sekuensial atau alternating) meskipun sebagai

konsekuensinya toksisitas menjadi lebih banyak dan sangat mengganggu. Evaluasi

toksisitas harus dilakukan setiap setelah pemberian 5x, jika ditemukan gangguan

sistem hemostatik salah satu atau lebih:

Page 14: BAB II CA PARU

• Hb <10 gr%

• Leukosit < 3.000/dl

• Trombosit < 100.000/dl Maka pemberian radiasi harus dihentikan dulu dan dilakukan

koreksi toksisitas itu dan dapat segera dimulai jika sudah memenuhi syarat. Toksisitas

non-hematologik juga sering timbul dan yang sangat menganggu pasien adalah

esofagitis, batuk akibat pneumonitis radiasi atau fibrosis. Jika melebihi grade 3 WHO

maka radiasi harus dipertimbangkan untuk dihentikan.

Evaluasi renspons irradiasi dilakukan setiap setelah pemberian 10x (1.000 cGy)

dengan foto toraks. Pemberian irradiasi untuk SCLC harus diberikan setelah pasien

mendapat kemoterapi 6 siklus. 1,6

3. Kemoterapi

Skala

90 - 100 0

Pengertian

Dapat beraktifitas normal, tanpa keluhan yang menetap70 - 80 1 Dapat beraktifitas normal tetapi ada keluhan berhubungan dengan sakitnya

50 - 70 2 Membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan aktifitas yang spesifik

30 - 50 3 Sangat bergantung pada bantuan orang lain untuk aktifitas rutin

10 - 30 4 Tidak dapat bangkit dari tempat tidur

Kemoterapi dapat diberikan pada semua jenis histologis kanker paru. semua

stadium tetapi pada stadium I dan II pascabedah kemoterapi ditentukan berdasarkan

stadium paskabedah. Kemoterapi untuk NSCLC stadium III dan IV merupakan terapi

paliatif. Stadium I dan II yang in operable cases (PS buruk atau tidak bersedia dioperasi

atau ada kontraindikasi untuk operasi) dapat dianjurkan kemoterapi dan sebaiknya

dipertimbangkan radioterapi.Kemoterapi dapat diberikan jika memenuhi syarat antara

lain: keadaan umum baik skala karnofsky >70), fungsi hati, ginjal dan sistem homeostatik

(darah) baik dan masalah finansial dapat diatasi. Syarat untuk hemostatik yang memenuhi

syarat adalah:7

• Hb>10gr%

• Leukosit > 4.000/dl

• Trombosit > 100.000/dl

Tabel. Skala Karnofsky dan WHO

Page 15: BAB II CA PARU

5. Rejimen Kemoterapi

Kemoterapi untuk kanker paru minimal berupa rejimen yang terdiri dari lebih dari 1

obat anti-kanker dan diberikan dengan siklus 21 atau 28 hari setiap siklusnya.

Kemoterapi untuk SCLC diberikan sampai 6 siklus dengan ”cisplatin based” rejimen

yang diberikan:

• Sisplatin + etoposid

• Sisplatin + irinotekan (CPT-11)

• Pada keadaan tertentu sisplatin dapat digantikan dengan karboplatin dan irinotek

digantikan dengan dosetaksel.Kemoterapi untuk NSCLC dapat 6 siklus (pada kasus

tertentu diberikan sampai lebih dari 6 siklus) dengan ”platinum based” rejimen yang

diberikan sebagai terapi lini pertama (first line) adalah :

• Karboplatin/sisplatin + etoposid

• Karboplatin/sisplatin + gemsitabin

• Karboplatin/sisplatin + paklitaksel

• Karboplatin/sisplatin + dosetaksel

6.Targeted Therapy

Targeted therapy adalah obat kanker yang menggunakan reseptor untuk membunuh

sel kanker, yang telah digunakan luas saat ini adalah obat yang bekerja sebagai TKI

(tirosin kinase inhibitors). Seperti erlotinib dan gefitinib, obat golongan ini lebih

sederhana cara pemberiannya dan ringan efek sampingnya, tetapi pemanfaatannya

sebagai terapi lini pertama masih perlu pembuktian lebih lanjut.8,9

7. Imunoterapi

Penggunaan obat lain misalnya imunoterapi, herbal medicine, chinese traditional

medicine, dan lain lain masih dalam penelitian dan belum menjadi standar pengobatan

kanker paru 10. Hasil penelitian menunjukkan ada jejas imunologi pada penderita kanker

paru. Berdasarkan itu telah beredar luas beberapa teknik dan obat komplemen (misalnya

keladi tikus, buah merah, ramuan cina, dll) yang diyakini dapat mengobati kanker paru

Page 16: BAB II CA PARU

dengan cara memperbaiki atau meningkatkan sistem imun tubuh. Penggunaan IL-2

sebagai imunoterapi mulai dikembangkan dalam uji klinik yang terbatas.11

8. Terapi Gen

Terapi gen merupakan pendekatan baru dalam pengobatan kanker, yang saat ini

masih bersifat eksperimental. Dengan pemahaman mekanisme molekuler dalam proses

karsinogenesis kanker paru diharapkan akan membuka jalan yang lebih luas dalam

pencegahan, deteksi dini maupun terapi bagi kanker paru sehingga menurunkan mortality

maupun morbidity panyakit ini. Untuk itu, sebagian besar strategi dalam terapi gen untuk

kanker difokuskan pada penggantian tumor supresor seperti p53 dalam sel kanker.

Terapi gen dapat berupa gen pengendali tumor, gen bunuh diri, antisense onkogen,

gen imuniti dan gen antiangiogenesis. Inhibisi onkogen atau penggantian gen pengendali

tumor (gene replacement) dapat memperbaiki fenotip malignan. Gen bunuh diri membuat

sel tumor yang ditransduksi memiliki system enzimatik untuk mengubah substansi non

toksik menjadi metabolit yang toksik. Demikian juga gen yang dipindahkan dapat

mengubah sel tumor yang resisten menjadi lebih sensitif terhadap sitotoksik.

2. Tumor Mediastinum

2.1 Definisi Tumor Mediastinum

Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu

rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh

darah arteri pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar

getah bening dan salurannya.

Rongga mediastinum merupakan rongga yang sempit dan tidak dapat diperluas,

maka pembesaran tumor dapat menekan organ di dekatnya dan dapat menimbulkan

kegawatan yang mengancam jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat

sehingga pasien sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda

akibat penekanan tumor terhadap organ sekitarnya. 10

2.2 Epidemiologi

Data frekuensi tumor mediasinum di Indonesia antara lain didapat dari SMF Bedah

Toraks RS Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr. Sutomo Surabaya. Pada tahun1970 -

Page 17: BAB II CA PARU

1990 di RS Persahabatan dilakukan operasi terhadap 137 kasus, jenis tumor yang

ditemukan adalah 32,2% teratoma, 24% timoma, 8% tumor syaraf, 4,3% limfoma. Data

RSUD Dr. Soetomo menjelaskan lokasi tumor pada mediastinum anterior 67% kasus,

mediastinum medial 29% dan mediastinum posterior 25,5%. Jenis yang banyak

ditemukan pada tumor mediastinum anterior adalah limfoma, timoma dan germ cell

tumor.

2.3. Diagnosis

A.Gambaran Klinis

1.Anamnesis

Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada saat dilakukan

foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila terjadi peningkatan

ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya penekanan struktur mediastinum, sedangkan

tumor ganas dapat menimbulkan gejala akibat penekatan atau invasi ke struktur

mediastinum. Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat, antara

lain:

Batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada trakea

dan/atau bronkus utama,

Disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esophagus

sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor mediastinum

yang

ganas dibandingkan dengan tumor jinak,

Suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat, paralisis

diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus

Nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan sistem

syaraf.

2.Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi, ukuran dan

keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ sekitarnya.

Kemungkinan tumor mediastinum dapat dipikirkan atau dikaitkan dengan beberapa

Page 18: BAB II CA PARU

keadaan klinis lain, misalnya, pada miastenia gravis mungkin menandakan timoma dan

limfadenopati mungkin menandakan limfoma

B.Pemeriksaan Radiologi

1.Foto toraks

Dari foto toraks PA/ lateral sudah dapat ditentukan lokasi tumor, anterior, medial

atau posterior, tetapi pada kasus dengan ukuran tumor yang besar sulit ditentukan lokasi

yang pasti.

2.Tomografi

Selain dapat menentukan lokasi tumor, juga dapat mendeteksi klasifikasi pada lesi,

yang sering ditemukan pada kista dermoid, tumor tiroid dan kadang-kadang

timoma.namun tomografi jarang digunakan.

3.CT-Scan toraks dengan kontras

Selain dapat mendeskripsi lokasi juga dapat mendeskripsi kelainan tumor secara

lebih baik dan dengan kemungkinan untuk menentukan perkiraan jenis tumor, misalnya

teratoma dan timoma. CT-Scan juga dapat menentukan stage pada kasus timoma dengan

cara mencari apakah telah terjadi invasi atau belum. Perkembangan alat bantu ini

mempermudah pelaksanaan pengambilan bahan untuk pemeriksaan sitologi. Untuk

menentukan luas radiasi beberapa jenis tumor mediastinum sebaiknya dilakukan CT-Scan

toraks dan CT-Scan abdomen.

4.Flouroskopi

Prosedur ini dilakukan untuk melihat kemungkinan aneurisma aorta.

5.Ekokardiografi

Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang diduga aneurisma.

6.Angiografi

Teknik ini lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma dibandingkan flouroskopi dan

ekokardiogram.

Page 19: BAB II CA PARU

7.Esofagografi

Pemeriksaan ini dianjurkan bila ada dugaan invasi atau penekanan ke esofagus.

8.USG, MRI dan Kedokteran Nuklir

Meski jarang dilakukan, pemeriksaan-pemeriksaan terkadang harus dilakukan untuk

beberapa kasus tumor mediastinum.

C. Pemeriksaan Endoskopi

1.Bronkoskopi harus dilakukan bila ada indikasi operasi.

Tindakan bronkoskopi dapat memberikan informasi tentang pendorongan atau

penekanan tumor terhadap saluran napas dan lokasinya. Di samping itu melalui

bronkoskopi juga dapat dilihat apakah telah terjadi invasi tumor ke saluran napas.

Bronkoskopi sering dapat membedakan tumor mediastinum dari kanker paru primer.

2.Mediastinokopi.

Tindakan ini lebih dipilih untuk tumor yang berlokasi di mediastinum anterior.

3.Esofagoskopi

4.Torakoskopi diagnostik

D.Prosedur Patologi Anatomik

Beberapa tindakan, dari yang sederhana sampai yang kompleks perlu dilakukan

untuk mendapatkan jenis tumor.

1.Pemeriksaan sitologi

Prosedur diagnostik untuk memperoleh bahan pemeriksaan untuk pemeriksaan sitology

ialah:

Biopsi, jarum halus (BJH atau fine needle aspiration biopsy, FNAB), dilakukan

bila

ditemukan pembesaran KGB atau tumor supervisial.

Punksi pleura bila ada efusi pleura

Bilasan atau sikatan bronkus pada saat bronkoskopi

Page 20: BAB II CA PARU

Biopsi aspirasi jarum, yaitu pengambilan bahan dengan jarum yang dilakukan bila

terlihat masa intrabronkial pada saat prosedur bronkoskopi yang amat mudah

berdarah, sehingga biopsi amat berbahaya

Biopsi transtorakal atau transthoracal biopsy(TTB) dilakukan bila massa dapat

dicapai

dengan jarum yang ditusukkan di dinding dada dan lokasi tumor tidak dekat

pembuluh

arah atau tidak ada kecurigaan aneurisma. Untuk tumor yang kecil (<3cm>,

memiliki

banyak pembuluh darah dan dekat organ yang berisiko dapat dilakukan TTB

dengan tuntunan flouroskopi atau USG atau CT Scan.

2.Pemeriksaan histologi

Bila BJH tidak berhasil menetapkan jenis histologis, perlu dilakukan prosedur di bawah

ini:

Biopsi KGB yang teraba di leher atau supraklavikula. Bila tidak ada KGB yang

teraba, dapat dilakukan pengangkatan jaringan KGB yang mungkin ada di sana.

Prosedur ini disebut biopsi Daniels.

Biopsi mediastinal, dilakukan bila dengan tindakan di atas hasil belum didapat.

Biopsi eksisional pada massa tumor yang besar

Torakoskopi diagnostik

Video-assisted thoracic surgery (VATS), dilakukan untuk tumor di semua lokasi,

terutama tumor di bagian posterior.

E. Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium rutin sering tidak memberikan informasi yang

berkaitan

dengan tumor. LED kadang meningkatkan pada limfoma dan TB mediastinum.

Uji tuberkulin dibutuhkan bila ada kecurigaan limfadenitis TB

Pemeriksaan kadar T3 dan T4 dibutuhkan untuk tumor tiroid.

Pemeriksaan a-fetoprotein dan b-HCG dilakukan untuk tumor mediastinum yang

termasuk kelompok tumor sel germinal, yakni jika ada keraguan antara seminoma

Page 21: BAB II CA PARU

atau non- seminoma. Kadar a-fetoprotein dan b-HCG tinggi pada golongan

nonseminoma.

F.Tindakan Bedah

Torakotomi eksplorasi untuk diagnostik bila semua upaya diagnostik tidak

berhasil memberikan diagnosis histologis.

G.Pemeriksaan Lain

EMG adalah pemeriksaan penunjang untuk tumor mediastinum jenis timoma atau

tumor-tumor lainnya. Kegunaan pemeriksaan ini adalah mencari kemungkinan miestenia

gravis atau myesthenic reaction.

2.4 Klasifikasi tumor mediastinum

Klasifikasi tumor mediastinum didasarkan atas organ/jaringan asal tumor atau jenis

histologisnya, seperti dikemukakan oleh Rosenberg (tabel 1).

2.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tumor mediastinum sangat bergantung pada sifat tumor, jinak atau

ganas. Tindakan untuk tumor mediastinum yang bersifat jinak adalah bedah, sedangkan

untuk tumor ganas berdasarkan jenisnya. Jenis tumor mediastinum ganas yang paling

Page 22: BAB II CA PARU

sering ditemukan adalah timoma (bagian dari tumor kelenjar timus), sel germinal dan

tumor saraf. Secara umum terapi untuk tumor mediastinum ganas adalah multimodaliti

yaitu bedah, kemoterapi dan radiasi. Beberapa jenis tumor resisten terhadap radiasi dan

atau kemoterapi sehingga bedah menjadi pengobatan pilihan, tetapi banyak jenis lainnya

harus mendapatkan tindakan multimodaliti. Kemoradioterapi dapat diberikan

sebelum bedah (neoadjuvan) atau sesudah bedah (adjuvan). Pilihan terapi untuk timoma

ditentukan oleh staging penyakit saat diagnosis. Untuk tumor sel germinal

sangat bergantung pada subtipe tumor sedangkan tumor saraf berdasarkan jaringan yang

dominan pada tumor 7.

2.5.1 Timoma

Penatalaksanaan timoma sangat bergantung pada invasif atau tidaknya

tumor,staging dan klinis penderita.Terapi untuk timoma adalah bedah, tetapi sangat

jarang kasus datang pada stage I atau noninvasif maka multimodaliti terapi (bedah,

radiasi dan kemoterapi) memberikan hasil lebih baik. Jenis tindakan bedah untuk timoma

adalah Extended Thymo Thymectomy (ETT) atau reseksi komplet yaitu mengangkat

kelenjar timus beserta jaringan lemak sekitarnya. ETT+ (Extended Resection) ER yaitu

tindakan reseksi komplet, sampai dengan jaringan perikard dan debulking reseksi

sebagian yaitu pengangkatan massa tumor sebanyak mungkin. Jenis operasi ini sangat

bergantung pada staging dan klinis penderita. Reseksi komplet diyakini dapat

mengurangi risiko invasidan meningkatkan umur harapan hidup (7).

Page 23: BAB II CA PARU

Di RS Persahabatan dilakukan 14 reseksi komplet pada penderita timoma stageI –

III dan 17 debulking untuk semua kasus stage IV. Dari 31 kasus itu 20 di antaranya

menunjukkan reaksi miastenia. Empat dari 20 penderita itu adalah yang telah menjalani

reseksi komplet (14).

Radioterapi tidak direkomendasikan untuk timoma yang telah menjalani reseksi

komplet tetapi harus diberikan pada timoma invasif atau reseksi sebagian untuk control

lokal 12. Dosis radiasi 3500-5000 cGy.Untuk mencegah terjadi radiation-induced injury

pemberian radiasi lebih dari 6000 cGy harus dihindarkan.

Ogawa dkk pada tahun 2002 melakukan penelitian retrospektif multi institusi

terhadap 103 pasien timoma yang telah direseksi komplet dan mendapat radiasi pasca

bedah. Lima puluh dua pasien mendapat radiasi involve field (IF) dan 51 pasien

mendapat radiasi whole mediastinal field (WM) dengan atau tanpa booster. Total dosis

untuk tumor primer 3000-6100 cGy dengan rerata dosis 4000 cGy. Pasien yang hidup

hingga 10 tahun (the 10-years actuarial overall) 81% dan masa bebas penyakit

(diseasefree survival)79%, 100% pada pasien stage I, 90% pada stage II dan 48% pada

stage III. Kasus relaps terjadi pada 17 pasien, tetapi tidak terjadi pada pasien stage I, 10%

padastage II dan 44% pada stage III 13. Kemoterapi diberikan dengan berbagai rejimen

tetapi hasil terbaik adalah cisplatin based rejimen. Rejimen yang sering digunakan adalah

kombinasi cisplatin, doksorubisin dan siklofosfamid (CAP). Rejimen lain adalah

doksorubisin, cisplatin, vinkristin dan siklofosfamid (ADOC). Rejimen yang lebih

sederhana yaitu sisplatin danetoposid (PE) juga memberikan hasil yang tidak terlalu

berbeda 12.

Kasus kambuh (recurrence) juga dapat terjadi dan jarang pada stage I yang telah

direseksi komplet. Relaps yang biasa terjadi adalah di pleura (pleural dissemination)

darisisi yang sama dengan tumor primer, relaps di mediastinum meski lebih sedikit

tetapi juga terjadi. Dari sebuah penelitian 8% pasien yang mendapat radiasi IF pasca

bedah mengalami relaps di mediastinum dan tidak satu kasus pun terjadi pada pasien

yang mendapat radiasi WM 13

Sedangkan untuk menentukan prognosis penderita timoma banyak faktor yang

menentukan. Masaoka menghitung umur tahan hidup 5 tahun berdasarkan

staging penyakit, 92,6% untuk stage I, 85,7% untuk stage II, 69,6% untuk stage III dan

Page 24: BAB II CA PARU

50% untuk stageIV14. Bambang dkk mendapatkan faktor-faktor yang bermakna

mempengaruhi prognosis penderita timoma pascareseksi di RS. Persahabatan yaitu

staging, jenis tindakan, histopatologi dan reaksi miastenia. Dari 31 penderita timoma

yang dibedah di RS Persahabatan didapatkan umur tahan hidup untuk tahun I

sebesar 58,44%, tahun kedua 43,29%, tahun ketiga sampai dengan tahun kelima

30,9%,sedangkan median survival adalah 16,2 bulan. Penderita dengan reaksi miastenia

mempunyai angka tahan hidup 5 tahun (74%) sedangkan yang tidak hanya

mempunyaiumur tahan hidup 2 tahun (11,8%) 15.

Tabel. Tata laksana Timoma

2.5.2 Tumor Sel Germinal

Terapi tumor sel germinal bergantung pada subtipe sel tumor dan staging penyakit.

Bedah adalah terapi pilihan untuk teratoma jinak, teratoma ganas diterapi dengan

kemoterapi dan kalau perlu dilakukan reseksi setelah kemoterapi. Terapi untuk seminoma

tergantung pada apakah masih resectable atau tidak, sedangkan yang nonseminoma

diberikan kemoterapi (7).

A.Seminoma

Untuk seminoma yang resectable terapi multimodaliti yaitu bedah, radiasi dan

kemoterapi memberikan umur tahan hidup 5 tahun lebih dari 90%. Kriteria resectable

adalah tanpa gejala (asimptomatik), massa masih terbatas di mediastinum anterior

dantidak ada metastasis lokal (intratoraks) atau metastasis jauh. Sedangkan untuk kasus

yang bermetastasis diberikan kemoterapi. Terapi radiasi atau kemoterapi sebagai pilihan

terbaik untuk seminoma masih diperdebatkan. Seminoma sangat radiosensitif, dosis

radiasi adalah 4500-5000 cGy. Kemoterapi yang diberikan adalah cisplatin based,rejimen

yang sering digunakan mengandung vinblastin, bleomisin dan sisplatin 11.

B. Nonseminoma

Page 25: BAB II CA PARU

Tumor jenis ini jarang ditemukan, bila ditemukan lebih sering pada laki-laki

dewasa muda. Cisplatin based kemoterapi adalah terapi untuk golongan ini dan kadang

dilakukan operasi pasca kemoterapi (postchemoterapy adjuctive surgery). Rejimen yang

digunakan sisplatin, bleomisin dan etoposid. Tetapi ada rejimen yang terdiri dari sisplatin

dan bleomisin yang diberikan 4 siklus. Untuk menilai manfaat bedah pasca kemoterapi

Vuky dkk tahun 2001 melakukan penelitian terhadap 32 pasien, reseksi komplet dapat

dilakukan pada 27 pasien, analisis histopatologik mendapatkan bahwa tumor masih

mengandung jaringan nonseminoma (viable tumors) pada 66%, teratoma pada 22% dan

jaringan nekrotik pada 12% kasus 12.

Gambar 5. Alur penatalaksanaan tumor sel germinal nonseminoma 13

C.Teratoma ganas

Rejimen kemoterapi untuk teratoma ganas antara lain sisplatin,

vinkristin, bleomisin dan methotrexate, etoposid, daktinomisin dan siklofosfamid.

Tabel . Penatalaksanaan tumor sel germinal 14

Page 26: BAB II CA PARU

3. Mesotelioma

3.1. Definisi Mesotelioma

Mesotelioma adalah suatu bentuk kanker yang menyerang rongga abdomen, rongga

thorak, dan daerah sekeliling jantung. Bayangan yang terbentuk berupa bayangan pleura

dan tanda-tanda keganasan yang khas. Karena penyebabnya yang tidak biasa,

mesotelioma biasanya sulit didiagnosa dan ditangani. Mesothelioma dikaitkan dengan

paparan terhadap asbestos, suatu bahan yang duluya terdapat pada banyak lingkungan

kerja.10,12

3.2 Klasifikasi

a. Tumor Primer

Mesotelioma erat hubungan kausanya dengan asbes. Keganasan ini juga termasuk

penyakit polusi udara napas, terutama asap rokok. Serat asbes mampu merangsang

mesotel dan menimbulkan mesotelioma; dalam tumor mesotelioma biasanya ditemukan

serat asbes.Tumor pleura primer yang jinak jarang, dapat berupa lipoma, fibroma,

emangioma, neurofibroma, yang memberi bayangan massa di dinding toraks. Tumor

primer yang ganas lebih jarang lagi yang dikenal adalah mesotelioma, bisa di pleura atau

fisura interlobar, cepat membesar dan sering disertai dengan pembentukan cairan rongga

pleura.12

b. Tumor Sekunder

Kebanyakan tumor pleura adalah tumor sekunder. Tumor sekunder yang

terbanyak adalah karsinoma paru dan karsinoma payudara. Gejalanya seperti pada tumor

mesotelioma, tetapi ditemukan tumor primernya di tempat lain. Bila ditemukan nodul

multiple, sukar dibedakan dengan mesotelioma, kecuali dengan biopsi.Metastasis tumor

ganas ke pleura lebih sering terjadi yang biasanya berupa cairan rongga pleura secara

cepat bertambah banyak.13 Sedangkan Mesotelioma Benigna (Localized Fibrous

Page 27: BAB II CA PARU

Mesotelioma / Fibrous Tumor of The Pleura) Tidak ada hubungan langsung dengan

asbestosis; lebih sering muncul dari pleura visceralis dibanding dari pleura parietalis.14

3. 3     Epidemiologi

Paling banyak kasus mesotelioma ditemukan pada daerah-daerah industri dengan

tingkat paparan asbestos yang tinggi. Insiden mesotelioma paling tinggi di daerah Pasifik

dan negara-negara Mid-Atlantik  dan kemungkinan berhubungan dengan lokasi industri

seperti galangan kapal 15.

3.4.      Etiologi

Paparan terhadap asbestos akibat pekerjaan ditemukan pada 80% dari seluruh kasus 

(Karsinogenik potensial : crocidolite > amosite > chrysotile > antophylite )

5 – 10 %  pada penderita yang terpapar akibat pekerjaan akan memperbesar faktor

resiko 300 kali lipat dibanding masyarakat pada umumnya

Tidak ada hubungan dengan lama / tingkat keterpaparan atau riwayat merokok

Juga sering dikaitkan dengan penggunaan radioterapi dengan thorim dioksida dan

zeolite

Interleukin 8 yang memiliki aktifitas potensiasi pertumbuhan lapisan sel mesotelial.

   Genetik : hilangnya satu copy dari kromosom 22 yang merupakan peruahan kariotip

paling umum pada mesotelioma maligna. Perubahan kromosomal lain seperti 1p, 3p,

9p, dan 6q. Perubahan pada gen supresor tumor p16 (CDKN2A) dan p14 (ARF) dan

hilangnya fungsi neurofibromin 2 (NF2) atau perubahan merlin 12,13,14

3.6.      Patofisiologi

Asbestos merupakan karsinogenik pokok yang terkait dalam patogenesis

mesotelioma. Mesotelioma pleura biasanya dimulai sebagai plak dan nodul khas yang

bersatu membentuk sheetlike neoplasma . Tumor biasanya tumbuh pada thorak bagian

bawah. Tumor ini dapat menyerang diafragma dan meliputi permukaan paru serta fissura

interlobaris. Juga dapat mengenai pada parenkim paru, dinding dada, dan mediastinum.

Meluas ke esophagus, iga, vertebra, plexus brachialis, dan vena cava superior 15.

Metastasis pada : paru ipsilateral (60%), hilar + nodus mediastinal, paru kontralateral

+ pleura (jarang), perluasan ke dinding dada + diafragma 16.

Page 28: BAB II CA PARU

3.6.      Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan pungsi pleura dan pemeriksaan sitologi. Pemeriksaan

tambahan adalah pemeriksaan radiologi untuk menentukan adanya efusi, penebalan

pleura, nodulus di pleura atau paru, massa di dinding dada, massa di mediastinum.

Torakoskopi berguna sekali untuk menentukan letaknya dengan tepat dan mengambil

biopsi untuk memastikan diagnosis.14

   Gambaran Klinis

a. Mesotelioma benigna

Asimptomatis pada 50% pasien

Batuk, demam, dispnoe, nyeri dada (pada massa yang lebih besar)

Jari tabuh + osteoartropati hipertrofi pulmonary

Efusi pleura

Hipoglikemi berulang (jarang)

b. Mesoteloma maligna

Massa lobuler ireguler dengan dasar yang luas pada pleura / penebalan pleura

Efusi pleura yang eksudatif / hemoragik tanpa mediastinal shift (difiksasi oleh

jaringan pleura yang mengalami keganasan) pada 80 – 100% kasus mengandung

asam hialuronat

Disertai dengan plak pleura pada 50% kasus

Bentuk melingkar = mengenai seluruh permukaan pleura (mediastinum,

pericardium, fissura pada tahap lanjut) A, D.

Gejala yang paling umum yaitu : nafas pendek yang muncul (31%) dan

memburuk (30%) dengan cepat, dan nyeri dada. Gejala lain seperti batuk (35%),

berat badan turun (23%), kelemahan (18%), dan peningkatan produksi sputum

(18%). Sementara dari pemeriksaan fisis (79%) ditandai dengan efusi pleura (mis:

perkusi bunyi tumpul, suara pernapasan melemah)

       Gambaran Radiologis

1. Radiografi , thorak sebagai pemeriksaan awal

Temuan yang paling sering yaitu penebalan pleura unilateral, konsentris, seperti

plak, atau noduler.

Page 29: BAB II CA PARU

2. CT-scan (Computerized Tomography), lebih diarahkan untuk menentukan tadium

tumor

3. MRI (Magnetic Resonance Imaging), pada sebagian pasien dipakai sebagai

pembanding CT. Memberikan gambaran batas-batas jaringan lunak yang lebih

baik (kontras jaringan lunak yang lebih baik) dan memungkinkan pencitraan pada

bidang sagital dan koronar

4. PET (Positron Emission Tomography = tomografi dengan emisi positif) dapat

berguna dalam memberi batas-batas perluasan tumor atau metastasis 14.Plak pada

pleura menggambarkan penebalan pleura akibat serat asbes. Penebalan pleura

yang terisolir diakibatkan areal paru berwarna putih yang terlokalisasi.dan sulit

dibedakan dengan bayangan paru.

       Patologi Anatomi

Mesotelioma benigna : Secara histologis, tumor berasal dari  sel mesenkial submesotelial,

dibentuk oleh lapisan sel mesotelial :

Jaringan fibrosa yang relatif aseluler

Kumpulan sel-sel tebal berbentuk kumparan melingkar

Membentuk hemangioperisitoma paru

Secara patologi kasar ditemukan permukaan pleura ditumbuhi bercak oleh sel-sel

mesotelioma maligna , yang membentuk nodul secara berkelompok. Sejalan dengan

penyakit, menutupi seluruh permukaan pleura dan menyerang dinding dada,

mediastinum, serta diafragma. Secara mikroskopik dibagi menjadi tiga tipe histologis :

(a) Epitelial, (b) Mesenkimal, (c) Campuran  14,16

3.10  Penatalaksanaan

Pilihan tindakan untuk penanganan mesotelioma maligna antara lain tindakan bedah,

kemoterapi, radiasi, dan penanganan multimodalitas. Sekarang ini tidak ada terapi yang

menjadi standar. Metode standar bedah, radiasi, atau kemoterapi saja belum bias

meningkatkan masa hidup 16,17.

Modalitas terapi yang lain sementara dipelajari seperti terapi gen, terapi yang

diarahkan pada sitokin, dan terapi fotodinamik

Page 30: BAB II CA PARU

3.11 Prognosis

Mesotelioma maligna biasanya fatal. Kematian biasanya terjadi dalam jangka waktu

18 bulan setelah timbulnya gejala. Tumor jinak pleura dapat diangkat, sedangkan tumor

yang ganas prognosisnya kurang baik; jarang yang dapat hidup lebih dari dua tahun.

Tanpa perawatan, mesotelioma akan berakibat fatal dalam 4 – 8 bulan. Dengan perawatan

trimodality  sebagian pasien telah bertahan 16 – 19