Bab I Post Partum Hemo

18
BAB I PENDAHULUAN Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir yang melewati batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan akan mengeluarkan darah secara fisiologis sampai jumlah 500 ml tanpa menyebabkan gangguan homeostasis. Dengan demikian secara konvensional dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml dapat dikategorikan sebagai perdarahan postpartum dan perdarahan yang secara kasat mata mencapai 1000 ml harus segera ditangani secara serius. Definisi baru mengatakan bahwa setiap perdarahan yang yang dapat mengganggu homeostasis tubuh atau mengakibatkan tanda hipovolemia termasuk dalam kategori perdarahan postpartum. 1 Perdarahan postpartum dapat membunuh wanita dalam waktu 2 jam apabila tidak ditangani dengan baik. 2 Kemampuan seorang wanita untuk menanggulangi akibat buruk perdarahan tergantung pada status kesehatan sebelumnya, ada tidaknya anemia, ada tidaknya hemokonsentrasi seperti pada preeklamsia dan ada tidaknya dehidrasi. Perdarahan sebanyak lebih dari 1/3 volume darah atau 1000 ml harus segera mendapatkan penanganan. Volume darah (dalam ml) dihitung dengan rumus berat badan (BB) dalam kg dikalikan dengan angka 80. 3 Perdarahan postpartum dapat terjadi segera setelah janin lahir, selama pelepasan plasenta atau setelah plasenta lahir. Perdarahan yang terjadi sebelum dan selama plasenta lahir lebih dikenal sebagai perdarahan kala III dan perdarahan setelah plasenta lahir sebagai perdarahan kala IV. Berdasarkan

description

PPP

Transcript of Bab I Post Partum Hemo

BAB IPENDAHULUAN

Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir yang melewati batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan akan mengeluarkan darah secara fisiologis sampai jumlah 500 ml tanpa menyebabkan gangguan homeostasis. Dengan demikian secara konvensional dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml dapat dikategorikan sebagai perdarahan postpartum dan perdarahan yang secara kasat mata mencapai 1000 ml harus segera ditangani secara serius. Definisi baru mengatakan bahwa setiap perdarahan yang yang dapat mengganggu homeostasis tubuh atau mengakibatkan tanda hipovolemia termasuk dalam kategori perdarahan postpartum.1 Perdarahan postpartum dapat membunuh wanita dalam waktu 2 jam apabila tidak ditangani dengan baik.2 Kemampuan seorang wanita untuk menanggulangi akibat buruk perdarahan tergantung pada status kesehatan sebelumnya, ada tidaknya anemia, ada tidaknya hemokonsentrasi seperti pada preeklamsia dan ada tidaknya dehidrasi. Perdarahan sebanyak lebih dari 1/3 volume darah atau 1000 ml harus segera mendapatkan penanganan. Volume darah (dalam ml) dihitung dengan rumus berat badan (BB) dalam kg dikalikan dengan angka 80.3Perdarahan postpartum dapat terjadi segera setelah janin lahir, selama pelepasan plasenta atau setelah plasenta lahir. Perdarahan yang terjadi sebelum dan selama plasenta lahir lebih dikenal sebagai perdarahan kala III dan perdarahan setelah plasenta lahir sebagai perdarahan kala IV. Berdasarkan waktu kejadiannya perdarahan postpartum dibagi dua yakni yakni perdarahan postpartum dini (terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir) dan perdarahan postpartum lanjut (terjadi setelah 24 jam sejak bayi lahir). Perdarahan yang terjadi dalam kala IV sering disebut disebut juga perdarahan postpartum segera (immediate postpartum bleeding).1

BAB IIPERDARAHAN POST PARTUMI. DEFINISISecara tradisional perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah sebanyak 500 mL atau lebih setelah selesainya kala III. Tidak jarang, hampir sebagian wanita yang melahirkan secara pervaginam mengeluarkan darah sebanyak itu atau lebih, ketika diukur secara kuantitatif.2-4Perdarahan post partum merupakan suatu komplikasi potensial yang mengancam jiwa pada persalinan pervaginam dan sectio cesaria. Meskipun beberapa penelitian mengatakan persalinan normal seringkali menyebabkan perdarahan lebih dari 500 mL tanpa adanya suatu gangguan pada kondisi ibu. Hal ini mengakibatkan penerapan definisi yang lebih luas untuk perdarahan post partum yang didefinisikan sebagai perdarahan yang mengakibatkan tanda-tanda dan gejala-gejala dari ketidakstabilan hemodinamik, atau perdarahan yang mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik jika tidak diterapi. Kehilangan darah lebih dari 1000 mL dengan persalinan pervaginam atau penurunan kadar hematokrit lebih dari 10% dari sebelum melahirkan juga dapat dianggap sebagai perdarahan post partum.3Wanita dengan kehamilan normal yang mengakibatkan hipervolemia biasanya meningkatkan volume darah 30 60 %, dimana pada rata-rata wanita sebesar 1500-2000 mL (Pitchard, 1965). Wanita tersebut akan mentoleransi kehilangan darah, tanpa ada perubahan kadar hematokrit post partum, karena kehilangan darah pada saat melahirkan mendekati banyaknya volume darah yang ditambahkan saat kehamilan.2II. EPIDEMIOLOGIKematian maternal didefinisikan sebagai kematian ibu yang ada hubungannya dengan kehamilan, persalinan, dan nifas yakni 6 minggu setelah melahirkan. Angka kematian maternal adalah jumlah kematian maternal per 100.000 kelahiran hidup.4 Perdarahan postpartum masih merupakan penyebab terbanyak kematian maternal. Perdarahan postpartum masih merupakan penyebab terbanyak kematian maternal, terhitung sekitar 100.000 kematian maternal setiap tahunnya. Di negara maju dan berkembang, penyebab kematian yang paling umum adalah perdarahan berat. 1

Perdarahan masif terjadi sekitar 5-15 % pada wanita setelah mengalami persalinan.3 Secara global, diperkirakan jumlah kematian maternal dunia pada tahun 2000 mencapai 529 ribu yang tersebar di Asia 47,8% (253 000); Afrika 47,4% (251 000); Amerika Latin dan Caribbean 4% (22 000); dan kurang dari 1% (2500) di negara maju. Di kawasan Asean Indonesia menempati urutan tertinggi dalam angka kematian maternal yakni 390/100.000 kelahiran hidup, jauh di atas negara Asean lainnya.

III. ETIOLOGIMeskipun pendekatan resiko untuk mengantisipasi perdarahan postpartum masih diperdebatkan karena tidak seorangpun pasti terbebas dari kemungkinan perdarahan setelah bersalin, tetapi pendekatan resiko tetap memberikan pertimbangan agar penanganan lebih berhati-hati dan petugas lebih siaga. Perdarahan yang masif terjadi karena adanya abnormalitas pada keempat proses dasar, yang disingkat 4 T, baik tunggal ataupun gabungan: tone (kontraksi uterus yang buruk setelah persalinan), tissue (retensi sisa hasil konsepsi atau bekuan darah), trauma (pada saluran genital), atau thrombin (abnormalitas pembekuan darah).

ToneKegagalan kontraksi dan retraksi serabut otot miometrium dapat menyebabkan perdarahan yang cepat dan parah dan syok hipovolemik. Over distensi dari rahim, baik secara absolut atau relatif, adalah faktor risiko utama untuk atonia. Over distensi rahim dapat disebabkan oleh kehamilan multifetal, makrosomia janin, polihidramnion, atau janin kelainan (misalnya, hidrosefalus berat), kelainan struktur rahim.

TissueKegagalan pemisahan lengkap plasenta terjadi pada plasenta akreta , dan varian nya di mana seluruh permukaan plasenta abnormal terpasang atau lebih invasi ( plasenta inkreta maupun perkreta ). Mungkin awalnya tidak menyebabkan perdarahan hebat , tapi mungkin berkembang sebagai upaya lebih agresif yang dibuat untuk mengeluarkan plasenta . Kondisi ini harus dipertimbangkan kemungkinan bila plasenta tertanam pada bekas luka uterus sebelumnya.

TraumaPersalinan secara sectio caesaria dikatakan memiliki resiko dua kali lipat untuk mengalami perdarahan dibandingkan persalinan pervaginam. Paling sering terjadi adalah rupturnya uterus.

ThrombinTrombositopenia mungkin berhubungan dengan riwayat penyakit, seperti idiopatik thrombocytopenic purpura, atau diperoleh sekunder seperti sindrom HELLP (hemolisis, peningkatan enzim hati, dan jumlah platelet rendah), solusio plasenta, koagulasi intravaskular diseminata (DIC), atau sepsis.

IV. KLASIFIKASIPerdarahan post partum dibagi menjadi1,2,5:a) Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early postpartum hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III.b) Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late postpartum hemorrhage). Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III.

V. DIAGNOSISDiagnosis perdarahan post partum didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi, bila perdarahan sedikit dalam waktu lama, tanpa disadari penderita telah banyak kehilangan darah sebelum ia tampak pucat.A. AnamnesisSelain menanyakan hal umum tentang periode perinatal, tanyakan tentang episode perdarahan post partum sebelumnya, riwayat seksio sesaria, paritas, dan riwayat lain.B. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik:Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus

Pemeriksaan obstetriUterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir Pemeriksaan ginekologi:Pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, pada pemeriksaan dapat diketahui kontraksi uterus, adanya luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta

C. Pemeriksaan PenunjangLaboratorium Darah Lengkap Untuk memeriksa kadar Hb dan hematokrit Perhatikan adanya trombositopenia Waktu perdarahan dan waktu pembekuan diperiksa untuk menentukan adanya gangguan koagulasi. Kadar fibrinogen diperiksa untuk menilai adanya konsumtif koagulopati. Kadarnya secara normal meningkat dari 300-600 pada kehamilan. Pada kadar yang terlalu rendah atau di bawah normal mengindikasikan adanya konsumtif koagulopati.

Pemeriksaan Radiologi USG dapat membantu menemukan abnormalitas dalam kavum uteri dan adanya hematom.

Pemeriksaan Lain Tes D-dimer (tes monoklonal antibodi) untuk menentukan jika kadar serum produk degradasi fibrin meningkat. Penemuan ini mengindikasikan gangguan koagulasi.

Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan Post Partum2Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja

- Uterus tidak berkontraksi dan lembek. Perdarahan segera setelah anak lahir Syok Bekuan darah pada serviks atau posisi telentang akan menghambat aliran darah keluar Atonia uteri

Darah segar mengalir segera setelah bayi lahir Uterus berkontraksi dan keras Plasenta lengkap Pucat Lemah Menggigil Robekan jalan lahir

Plasenta belum lahir setelah 30 menit Perdarahan segera Uterus berkontraksi dan keras Tali pusat putus akibat traksi berlebihan Inversio uteri akibat tarikan Perdarahan lanjutan Retensio plasenta

Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap Perdarahan segera Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang Retensi sisa plasenta

Uterus tidak teraba Lumen vagina terisi massa Tampak tali pusat (bila plasenta belum lahir) Neurogenik syok Pucat dan limbung Inversio uteri

Sub-involusi uterus Nyeri tekan perut bawah dan pada uterus Perdarahan sekunder Anemia Demam Endometritis atau sisa fragmen plasenta (terinfeksi atau tidak)

VI. PENANGANANTujuan utama penanganan perdarahan postpartum ada 3 yakni pencegahan, penghentian perdarahan dan mengatasi syok. Pendekatan resiko, meskipun menimbulkan kontroversi tetap masih mendapatkan tempat untuk diperhatikan. Setiap ibu hamil dengan faktor resiko tinggi terjadinya perdarahan postpartum sebaiknya dirujuk ke tempat fasilitas kesehatan yang mempunyai unit tranfusi dan perawatan intensif.5 Pada penanganan perdarahan postpartum, pilihan terapi yang cepat dan tepat akan menentukan tingkat keberhasilan. Prinsip dasar dari penanganan perdarahan postpartum adalah haemostasis atau menghentikan perdarahan dengan cepat. 3

1. Manajemen Aktif Kala IIISetiap ibu melahirkan harus mendapatkan manajemen aktif kala III. Merupakan tindakan (intervensi) yang bertujuan mempercepat lahirnya plasenta dengan meningkatkan kontraksi uterus sehingga menurunkan kejadian perdarahan postpartum karena atoni uteri.1 Tindakan ini meliputi 3 komponen utama yakni (1) pemberian uterotonika, (2) peregangan tali pusat terkendali dan (3) masase uterus setelah plasenta lahir.1 Oksitosin 10 unit disuntikan secara intramuskular segera setelah bahu depan atau janin lahir seluruhnya. Peregangan tali pusat secara terkendali (tidak terlalu kuat) dilakukan pada saat uterus berkontraksi kuat sambil ibu diminta mengejan. Jangan lupa melakukan counter-pressure terhadap uterus untuk menghidari inversi. Lakukan masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir sampai uterus berkontraksi kuat, palpasi tiap 15 menit dan yakinkan uterus tidak lembek setelah masase berhenti.2 Rekomendasi kunci yang dianjurkan dalam praktek untuk menekan kejadian perdarahan postpartum.Pada tahun 2006 WHO mengeluarkan rekomendasi yang sama untuk meminimalisasi morbiditas dan mortalitas maternal:1. Manajemen aktif harus dilakukan pada semua wanita oleh dokter ahli2. Dokter ahli harus menggunakan uterotonika (oksitosin, ergonovine, misoprostol, dan carboprost) untuk mencegah perdarahan postpartum.3. Klem tali pusat lebih awal hanya direkomendasikan pada bayi yang membutuhkan resusitasi.

2. UterotonikaUterotonika utama yang dipakai dalam pencegahan dan penanganan perdarahan postpartum adalah oksitosin dan metilergonovin. Society of Obstetricians and Gynecologist of Canada (SOGC) Clinical Practice Guidline merekomendaskan pemakaian oksitosin dan metilergonovin sebagai berikut.3Penggunaan UterotonikaJenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol

Dosis dan cara pemberian awal IV: 20 U dalam 1 L larutan garam fisiologis dengan tetesan cepat IM: 10 U IM atau IV (lambat): 0,2 mg Oral atau rektal 400 mg

Dosis lanjutan IV: 20 U dalam 1L larutan garam fisiologis dengan 40 tetes/menit Ulangi 0,2 mg IM setelah 15 menit Bila masih diperlukan, beri IM/IV setiap 2-4 jam 400 mg 2-4 jam setelah dosis awal

Dosis maksimal per hari Tidak lebih dari 3 L larutan fisiologis Total 1 mg (5 dosis) Total 1200 mg atau 3 dosis

Kontraindikasi atau hati-hati Pemberian IV secara cepat atau bolus Preeklampsia, vitium kordis, hipertensi Nyeri kontraksi Asma

3. MisoprostolMisoprostol adalah analog prostaglandin E1, yang banyak digunakan dalam praktek obstetrik karena sifatnya yang memacu kontraksi miometrium. Misoprostol lebih unggul dibanding prostaglandin lain seperti PG E2 atau PG F2 karena sifatnya yang stabil pada temperatur kamar, murah dan mudah penggunaannya.Adanya perdarahan postpartum setelah persalinan harus segera ditangani dengan tepat. Penanganan lini pertama dengan pemberian uterotonika yaitu oksitosin dan ergometrin yang dilanjutkan dengan masase uterus. Misoprostol dapat digunakan apabila dengan metode ini perdarahan tidak dapat dihentikan. Dalam situasi di mana uterotonika tidak tersedia, pemberian misoprostol 600 g dapat digunakan sebagai terapi utama perdarahan postpartum. Misoprostol dapat diberikan secara oral ataupun sublingual.4

4. Penanganan perdarahan postpartum yang telah terjadi (establihed postpartum hemorrhage)a. Intervensi medisJika dengan managemen aktif kala III perdarahan vaginal masih berlangsung, maka harus segera diberikan 5-10 unit oksitosin secara intravena pelan atau 5-30 unit dalam 500 ml cairan dan 0,25-0,5 mg ergometrin intravena. Pada saat yang sama dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya sebab lain seperti adanya robekan jalan lahir atau retensi sisa plasenta. Perhatian harus ditujukan pada cara mengatasi syok (ABC's) dengan memasang venokateter besar, memberikan oksigen dengan masker, monitoring tanda vital dan memasang kateter untuk memonitor jumlah urin yang keluar. Monitoring saturasi oksigen juga perlu dilakukan. Darah diambil untuk pemeriksaan rutin, golongan darah dan skrining koagulasi.6

b. Intervensi bedahPasien harus diletakkan dalam posisi litotomi dengan pencahayaan yang baik sehingga adanya robekan di perineum, vagina dan seviks dapat diidentifikasi. Jika robekan jalan lahir dapat disingkirkan maka segera dilakukan eksplorasi kavum uterin untuk menyingkirkan adanya retensi sisa plasenta. Jika setelah manuver ini perdarahan masih berlangsung dan kontraksi uterus lembek, maka atoni uteri adalah penyebab perdarahan.Beberapa intervensi bedah yang dapat dilakukan adalah kompresi bimanual, tampon uterus (uterine packing, tamponade test), jahitan pada placental bed, jahitan segi empat ganda (multiple square suture), jahitan B-Lynch, ligasi arteria uterina, ligasi arteria iliaka interna, histerektomi, tampon intraabdominal (intraabdominal packing) dan embolisasi arteria iliaka interna atau arteria uterina.6

1. Kompresi BimanualKompresi bimanual dilakukan dengan satu tangan (tangan kanan mengepal) ditempatkan di forniks anterior dan tangan kiri mengangkat korpus dan menekan ke arah tangan yang di dalam vagina. Cara ini setidaknya dapat menghentikan perdarahan sementara sambil menyiapkan langkah lainnya.

2. Tampon Uterus (Uterine Packing)Tindakan ini dipertimbangkan bila terapi obat-obatan tidak berhasil atau sambil menunggu tindakan operatif. Pada keadaan di mana korpus berkontraksi baik sedang segmen bawah rahim tidak, seperti pada plasenta letak rendah, maka tampon uterus bermanfaat. Bila seluruh uterus lembek dan serviks terbuka lebar maka tampon tidak efektif karena tampon tidak mendapat tahanan dari bawah. Tampon harus dipasang dengan padat dan hanya meninggalkan bagian sedikit di dalam vagina untuk mengangkat setelah 24 jam.1

3. Histerektomi Peripartuminsidensi melakukan histerektomi peripartum berkisar antara 7-13 per 100.000 persalinan dan sebagian besar terjadi bersamaan dengan seksio sesarea. Indikasi utama adalah plasenta akreta, inkreta dan perkreta, atoni uterin, ruptur uterin, hematoma ligamentum latum, robekan serviks luas setelah tindakan forseps, dan koriomanionitis. Sebaiknya serviks dipotong dibawah arteria uterina. Histerektomi supraservikal dapat dilakukan kalau dibutuhkan operasi yang lebih cepat. Teknik B-Lynch dan teknik Lasso-Budiman, keduanya merupakan teknik yang aman, sederhana, mudah, dan efektif untuk menghentikan perdarahan pascapersalinan yang disebabkan oleh atonia uteri. Bila terjadi kegagalan, histerektomi adalah pilihan terakhir. Kedua teknik tersebut juga merupakan metode yang efektif untuk mempertahankan uterus dan fertilitas.

4. Tampon IntraabdominalHisterektomi tidak menjamin bahwa perdarahan pasti berhenti. Perdarahan bisa terjadi karena gangguan faktor pembekuan (consumptive coagulopathy) atau manipulasi yang berlebihan. Sebuah tampon padat ditaruh di tempat sumber perdarahan dan diangkat setelah 24 jam setelah gangguan perdarahan terkoreksi.15. Tranfusi DarahSel darah merah yang dimampatkan (Packed Red Cells, PRC) lebih banyak digunakan untuk mengatasi syok hemoragik. Tujuan transfusi darah pada kedaan ini adalah restorasi cairan intravaskular yang hilang dan pemulihan kapasitas membawa oksigen oleh sel darah merah (oxygen carrying-capacity). Kemampuan membawa oksigen sel darah merah pada seorang individu yang sehat tidak akan terganggu sampai kadar hemoglobin turun di bawah 6-7 g/dL. Kehilangan darah lebih dari 20-25% atau dengan kecurigaan koagulopati memerlukan penggantian faktor koagulasi. Pemeriksan faktor koagulasi juga diperlukan setelah pemberian 5-10 unit PRC.

VII. KOMPLIKASISyok terjadi bila ada hipoperfusi pada organ vital. Hipoperfusi bisa disebabkan oleh kegagalan kerja jantung (syok kardiogenik), infeksi yang hebat sehingga terjadi redistribusi cairan yang beredar (intravaskular) ke dalam cairan ekstravaskular (syok septik), hipovolemia karena dehidrasi (syok hipovolemik) atau karena perdarahan banyak (syok hemoragik). Tanda dan gejala syok hemoragik bervariasi tergantung pada jumlah darah yang hilang dan kecepatan hilangnya darah.Tabel Gejala Klinis Pada Perdarahan4Kehilangan DarahTekanan Darah (Sistolik)Tanda dan GejalaDerajat Syok

500-1000 mL(10-15%)NormalPalpitasi, Takikardi, GelisahTerkompensasi

1000-1500 mL (15-25%)Menurun ringan(80-100 mm Hg)Lemah, Takikardi, BerkeringatRingan

1500-2000 mL(25-35%)menurun sedang (70-80 mm Hg)Sangat lemah, Pucat, oliguriaSedang

2000-3000 mL (35-50%)Sangat turun (50-70 mm Hg)Kolaps, Sesak nafas, AnuriaBerat

Kematian terjadi karena kegagalan multiorgan. Perdarahan hebat menyebabkan penurunan volume sirkulasi sehingga terjadi respons simpatis. Terjadi takikardia, kontraktilitas otot jantung meningkat dan vasokonstriksi perifer. Sementara volume darah beredar menurun, kemampuan sel darah merah untuk mengangkut oksigen juga menurun sedang kenaikkan kontraktilitas otot jantung membutuhkan pasokan oksigen lebih banyak. Keadaan ini cepat memacu terjadinya kegagalan miokardium. Vasokonstriksi perifer ditambah dengan menurunnya kemampuan darah membawa oksigen menyebabkan terjadinya hipoperfusi dan hipoksia jaringan. Hipoksia jaringan memacu metabolisme anaerob dan terjadilah asidosis. Asidosis inilah yang memacu terlepasnya berbagai mediator kimiawi dan memacu respons inflamasi sistemik. Keadaan ini menyebabkan terlepasnya radikal oksigen yang berakibat kematian sel. Kematian sel menyebabkan lemahnya sistem barier mukosa sehingga mikroorganisme dan endotoksin mudah tersebar ke seluruh jaringan dan organ. Keadaan inilah yang mengakibatkan terjadinya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan kegagalan multiorgan yang berakhir dengan kematian.5Evaluasi pada pasien meliputi riwayat medis yang lengkap, seperti riwayat koagulopati dan riwayat terapi anti koagulan, harus dilakukan. Pemeriksaan fisik yang lengkap dapat menunjukkan adanya memar atau petekia yang luas. Pemeriksaan untuk menilai status koagulasi dan konsultasi harus dipertimbangkan. Resiko komplikasi perdarahan harus dicatat pada rekam medis didiskusikan dengan pasien.

A. ATONIA UTERI