BAB I PENDAHULUAN -...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan merupakan sebuah usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan
dan perubahan yang direncanakan dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa,
negara, dan pemerintah.Pembangunan sangat dipengaruhi oleh dua komponen
utama yaitu sumberdaya alam dan sumberdaya manusia.Pembangunan yang
terjadi pada tiap-tiap daerah berbeda-beda.Hal ini dikarenakan kuantitas dan
kualitas sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia pada tiap-tiap daerah
juga berbeda-beda.Dua komponen utama dalam pembangunan tersebut sangat
berkaitan satu sama lain, adanya sumberdaya alam yang melimpah tanpa disertai
adanya sumberdaya manusia yang berkualitas maka tidak akan terjadi sebuah
pembangunan yang ideal (Siagian dalam Badruddin, 2009).
Sumberdaya manusia merupakan sebuah kuantitas dan kualitas penduduk
yang terdapat pada suatu daerah tertentu.Sumberdaya manusia dalam artian
kuantitas merupakan ketersediaan penduduk yang berada pada suatu daerah,
sedangkan sumberdaya manusia dalamartian kualitas adalah kualitas kehidupan
penduduknya. Kualitas tersebut dapat dilihat dari hidup lebih lama dan sehat,
lebih berpendidikan dan terampil, dan memiliki pendapatan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti: pemenuhan gizi, sandang, papan dan
lingkungan tempat tinggal yang baik, (Tukiran, 2010).
Hakekatnya manusia diciptakan laki-laki dan perempuan, sedangkan laki-
laki dan perempuan diciptakan berbeda, baik berbeda secara fisik maupun secara
biologis. Perbedaan tersebut menyebabkan fungsi antara laki-laki dan perempuan
pun menjadi berbeda, sehingga dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi
kesenjangan antara laki-laki dan perempuan.Kesenjangan yang kerap terjadi
adalah pada bidang pekerjaan, pendidikan, dan status sosial.
2
Perbedaan peran serta tanggung jawabantara laki-laki dan perempuan, yang
suatu saat dapat berubah tergantung pada waktu, hal ini lah yang dinamakan
gender.Pengertian gender dengan jenis kelamin (sex) berbeda, jenis kelamin
sendiri merupakan perbedaan secara biologis dan fisik antara laki-laki dan
perempuan yang bersifat permanen.Perbedaan fisik maupun biologis tersebut
merupakan penyebab utama terjadinya perbedaan peran dan tanggung
jawabantara laki-laki dan perempuan, (Suryanto, 2009).Untuk mengetahui
seberapa besar terjadinya ketimpangan antara laki-laki dan perempuan
makadiukur dengan menggunakan Indeks Pembangunan Gender (IPG).
Indeks Pembangunan Gender mempunyai fungsi sebagai alat evaluasi untuk
mengetahui kualiatas sumberdaya manusia pada suatu daerah, yang dalam
pengukuran parameternya dipisahkan menurut jenis kelamin.Selain itu Indeks
Pembangunan Gender juga digunakan untuk mengukur ketimpangan antara laki-
laki dan perempuan dalam pembangunan kualitas manusia. Semakin tinggi nilai
Indeks Pembangunan Gender hingga akan mencapai nilai 100 maka daerah
tersebut dapat dikatakan berhasil dalam pembangunan manusianya, (BPS, 2011).
Pada dasarnya Indeks Pembangunan Gender tidak jauh berbeda dengan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) variabel yang digunakan pun sama, hanya
dalam Indeks Pembangunan Gender lebih dirinci ke dalam jenis kelamin, karena
fungsi dasar Indeks Pembangunan Gender itu sendiri adalah untuk mengukur
ketimpangan gender pada pembangunan manusia. Indeks Pembangunan Manusia
merupakan alat ukur pembangunan manusia tanpa mempedulikan jenis
kelamin.Indeks Pembedayaan Gender (IDG) merupakan alat untuk mengukur
tingkat partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan pada bidang politik
dan ekonomi, (BPS, 2011).
Pada tahun 1990 Laporan Pembangunan Manusia merancang Indeks
Pembangunan Manusia untuk mengukur kemajuan sosial-ekonomi, sejak itu tiga
indeks tambahan dikembangkan, antara lain: Indeks Kemiskinan Manusia, Indeks
Pembangunan Gender, dan Indeks Pemberdayaan Gender. Indeks Pembangunan
3
Gender mulai dihitung di Indonesia pada tahun 1996, dan perhitungannya
dilakukan setiap tiga tahun sekali, berbeda dengan Indeks Pembangunan Manusia
yang dilakukan satu tahun sekali (BPS dan UNDP, 1997).
Nilai Indeks Pembangunan Gender pada tiap provinsi di Indonesia berbeda-
beda, dan tiap tahunnya pun dalam satu provinsi dapat berbeda-beda
nilainya.Demikian pula di Daerah Istimewa Yogyakarta.Daerah Istimewa
Yogyakarta memiliki 4 kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Sleman,
Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Gunung Kidul, dan Kota
Yogyakarta. Kondisi sosial seperti kesehatan dan pendidikan serta kondisi
ekonomi sangat mempengaruhi pencapaian nilai Indeks Pembangunan Gender di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Tabel 1.1 merupakanperkembangan Indeks
Pembangunan Gender di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tabel 1.1 Indeks Pembangunan Gender dan Peringkatnya Provinsi di Pulau
Jawa tahun 1999-2010
Nilai IPG Peringkat Nasional
Provinsi 1990 1996 1999 2002 2010 1990 1996 1999 2002 2010
DKI Jakarta 58,6 64,3 61,2 66,7 73,3 6 8 2 1 1
Jawa Barat 49,0 58,6 54,6 56,3 62,3 21 23 18 21 26
Jawa Tengah 55,6 62,7 57,4 58,7 65,7 11 15 10 12 11
D I Yogyakarta 65,7 70,7 66,4 65,2 72,5 1 1 1 2 2
Jawa Timur 47,6 58,8 53,2 56,3 65,1 24 22 23 19 15
Banten - - - 54,9 62,8 - - - 24 24
Sumber: BPS dan UNDP, 2002-2011
Tabel 1.1 menunjukkan nilai Indeks Pembangunan Gender di Pulau Jawa
menurut provinsi bervariasi, dari mulai peringkat yang paling tinggi hingga
peringkat yang rendah. Daerah Istimewa Yogyakarta walaupun mengalami
penurunan dalam nilai Indeks Pembangunan Gender maupun peringkat namun
masih lebih baik dibandingkan dengan provinsi lainnya, hal tersebut dapat
dibuktikan bahwa nilai Indeks Pembangunan Gender di Daerah Istimewa
4
Yogyakarta dari tahun 1990-2010 sealu lebih besar dari 65, dan dalam
peringkatnya menduduki peringkat 1 dan 2 pada tingkat nasional.Hal ini
dikarenakan, peningkatan nilai Indeks Pembangunan Gender Daerah Istimewa
Yogyakarta tidak sebaik DKI Jakarta.
Tabel 1.2 Indeks Pembangunan Gender dan Indeks Pembangunan Manusia
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1990-2010
Tahun 1990 1996 1999 2002 2005 2006 2010
IPM 68,5 71,8 68,7 70,8 73,5 73,7 75,77
IPG 65,7 70,7 66,4 65,2 70,2 70,3 72,5
Sumber: BPS dan UNDP, 1997-2011
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Gender di Daerah
Istimewa Yogyakarta dari tahun ke tahun semakin meningkat, begitu pula dengan
nilai Indeks Pembngunan Manusianya. Semakin tinggi nilai Indeks Pembangunan
Gender hingga melebihi nilai Indeks Pembangunan Manusia maka dapat
dikatakan tidak terjadi ketimpangan gender (BPS, 2008). Namun, faktanya nilai
Indeks Pembangunan Gender masih berada dibawah nilai Indeks Pembangunan
Manusia, yang menandakan di Daerah Istimewa Yogyakarta masih terjadi
ketimpangan gender (lihat tabel 1.2). Padahal dalam Intruksi Presiden Republik
Indonesia nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional, yang pada intinya bertujuan untuk meningkatkan
kedudukan, peran, dan kualitas perempuan, serta mewujudkan kesetaraan dan
keadilan gender, sehingga dengan melihat fakta dari data pada tabel 1.2 yang
menunjukkan bahwa ketimpangan gender masih terjadi, maka cita-cita INPRES
RI no.9 tahun 2000 tersebut dapat dikatakan belum tercapai.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka saat ini kajian tentang Indeks
Pembangunan Gender penting untuk diteliti. Hal-hal tersebutlah yang menjadikan
dasar penulis mengambil judul penelitian:
5
“Disparitas Spasial Indeks Pembangunan Gender Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun1999-2010”
1.2 Perumusan Masalah
Indeks Pembangunan Gender merupakan acuan untuk mengukur bagaimana
tingkat kesetaran gender pada suatu daerah. Kesehatan, pendidikan, dan ekonomi
merupakan indikator yang digunakan dalam Indeks Pembangunan Gender,
dimana dalam ketiga indikator tersebut diukur tingkat partisipasi perempuan dan
laki-lakinya.
Keberagaman serta keunikan pada masing-masing daerah dapat
menyebabkan adanya karakteristik perbedaan Indeks Pembangunan Gender, dan
seiring berjalannya waktu Indeks Pebangunan Gender pada masing-masing
daerah pun dapat berubah pula, sehingga dapat diketahui disparitas spasial Indeks
Pembangunan Gender kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun
1999-2010.
1.3 Tujuan Penelitian
Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui disparitas spasial
Indeks Pembangunan Gender di Provinsi Daerah Isimewa Yogyakarta, dengan
tujuan khusus untuk:
1. Mengetahui distribusi dan perkembangan Indeks Pembangunan Gender
menurut kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Mengetahui kontribusi antar indikator Indeks Pembangunan Gender dalam
tiap kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi analisis Indeks Pembangunan Gender di Daerah
Istimewa Yogyakarta.
6
2. Memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan yaitu
menambah bahan bacaan yang terkait dengan Indeks Pembangunan Gender.
3. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan pemerintah dalam menetapkan
kebijakan pembangunan gender.
1.5 Penelitian Sebelumnya
Pada sub bab ini diuraikan tentang penelitian-penelitian tentang
ketimpangan gender yang telah ada. Penelitian-penelitian tersebut berada pada
tabel 1.3. penelitian-penelitian tersebut dilakukan oleh: Ablasom Septinus
Runroby, Endry Fatimaningsih, Andrew Padgett dan Tonia Warnecke, dan
Swarna S Vepa. Pada hasil penelitian dalam tabel 1.4 menyatakan bahwa masih
terjadi ketimpangan gender.
7
Tabel 1.3 Penelitian Sebelumnya
No Nama Peneliti Tahun Judul Tujuan Metode Hasil dan Kesimpulan
1. Ablasom Septinus
Runroby
2008 Analisis Sensitive Gender dalam
Anggaran Pendidikan (Studi
Kasus Pemerintah Kota
Jayapura)
Menganalisis sejauh
mana alokasi anggara
belanja sektor
pendidikan pemerintah
Kota Jayapura tahun
2000-2005 sensitif
gender
Reduksi Data
Display Data
Triangulasi
APBD Pemerintah Kota Jayapura
tahun 2000-2005 dalam pembangunan
pendidikan dasar belum memenuhi
ketiga kategori dalam anggaran yaitu
sensitif gender, baik anggaran yang
specific targeted, alokasi anggaran
untuk meningkatkan kesempatan setara
dalam pekerjaan maupun pada kategori
anggaran umum yang mainsteaming
pun belum dapat diwujudkan. Yang
terjadi hanyalah anggaran yang bersifat
netral gender.
2. Endry
Fatimaningsih
2008 Analisis Situasi dan Kondisi
Perempuan dalam Perspektif
Gender di Kabupaten Lampung
Tengah
Menganalisis tentang
situasi dan kondisi
Perempuan dalam
perspektif gender di
Kabupaten Lampung
Tengah
Analisis
Deskriptif
Di Kabupaten Lampung Tengah,
sebagaimana lazimnya daerah-daerah
lain di Indonesia, perempuan dalam
konteks pembangunan daerah masih
dalam kondisi yang belum memuaskan.
Kenyataan ini ditunjukkan dengan
rendahnya partisipasi, kontrol dan
akses perempuan dalam berbagai
bidang pembangunan serta sedikitnya
perempuan yang memperoleh manfaat
dari pambangunan.
3. Andrew Padgett dan
Tonia Warnecke
2011 Diamonds in the Rubble: The
Women of Haiti Institutions,
Gender Equity and Human
Development in Haiti
Mengetahui kesetaraan
gender dan dampaknya
terhadap
pembangunan
ekonomi setelah
terjadinya gempa bumi
2010 di Haiti
Analisis
Deskriptif
Kuantitatf
Di Haiti kesetaraan gender masih
diabaikan, sehingga jenis kelamin
mengakibatkan ketidakmerataan dalam
bidang pendidikan, kesehatan, dan
ketenagakerjaan, hal tersebut telah
merusak hasil pembangunan ekonomi
dan pembangunan manusia, dengan
8
melemahkan produktivitas perempuan
dalam bidang ekonomi dan
meminimalkan peran perempuan dalam
masyarakat.
4. Swarna S Vepa 2007 Gender Equity and Human
Development
Mengkaji diskriminasi
gender dalam
pembangunan manusia
di India
Analisis
Deskriptif
Kuantitatif
Diskriminasi gender terhadap
perempuan di India meningkat, dan
pada masing-masing indikator
(kesehatan, pendidikan, dan ekonomi)
dalam pembangunan gender
mengalami penurunan. Masalah
kesehatan dan pendidikan merupakan
faktor utama penyebab terjadinya
peningkatan ketimpangan gender di
India, kemudian diikuti oleh faktor
ekonomi.
5. Gita Arfiani 2013 Disparitas Spasial Indeks
Pembangunan Gender Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun
1999-2010
Mengetahui distribusi
dan perkembangan
IPG menurut
kabupaten/kota di
D.I. Yogyakarta.
Mengetahui
kontribusi antar
indikator IPG tiap
kabupaten/kota di
D.I.Yogyakarta.
Analisis
Deskriptif
Kuantitatif
Analisis
Komparatif
Spasial
Analisis
Komparatif
Temporal
Kota Yogyakarta merupakan ibukota
Daerah Istimewa Yogyakarta yang
memiliki nilai Indeks Pembangunan
Gender dan indikatornya tertinggi di
Daerah Istimewa Yogyakarta pada
tahun 1999 -2010. Indikator yang
paling berkontribusi terhadap
pencapaian nilai Indeks Pembangunan
Gender adalah indeks kesehatan, dan
indikator kurang berkontribusi dalam
pencapaian Indeks Pembangunan
Gender adalah indeks ekonomi.
9
1.6 Telaah Pustaka
1.6.1 Pembangunan Sumberdaya Manusia
Tujuan dasar pembangunan ialah memperbesar spektrum pilihan
manusia.Pada dasarnya, pilihan-pilihan ini terbatas dan senantiasa berubah.
Manusia sering menghargai raihan-raihan yang tidak tampak dalam angka-
angka pendapatan dan pertumbuhan ekonomi: akses yang lebih besar
terhadap pengetahuan, nutrisi dan jasa kesehatan yang lebih baik,
kehidupan yang lebih terjamin, jamainan yang lebih besar bagi keamanan
terhadap kriminalitas dan kekerasan, pemanfaatan waktu senggang serta
kebebasan politik dan budaya serta ikut serta dalam kegiatan-kegiatan
masyarakat. Sasaran pembangunan adalah menciptakan suatu lingkungan
yang memungkinkan manusia menikmati kehidupan yang sehat dan kreatif
(Mahbub ul Haq dalam LIPI, 1998).
Mahbub ul Haq dalam LIPI (1998) melihat adanya empat komponen
utama dalam paradigma pembangunan manusia, yaitu pemerataan atau
kesetaraan (equity), berkelanjutan, produktivitas dan pemberdayaan.
Pembangunan manusia menempatkan manusia pada pusat perhatian
dalam usaha pembangunan.Tujuan akhir setiap usaha pembangunan ialah
memperlakukan manusia, laki-laki perempuan, dan anak-anak, sebagai
tujuan, untuk memperbaiki kondisi manusia dan memperbesar pilihan
manusia (Streeten dalam LIPI, 1998).
1.6.2 Gender
Kata gender adalah suatu istilah untuk menerangkan bagaimana
suatu budaya menginterpretasikan perbedaan kelamin, yaitu dalam
memberian arti bagi seseorang yang lahir sebagai laki-laki dan seorang
yang lahir sebagai perempuan, serta aturan-aturan yang mengatur
hubungan keduanya. Keadaan ini melahirkan stereotipe gender yang
10
berkaitan misalnya dengan citra, peran, kedudukan, kewajiban, dan
kegiatan dari kedua jenis kelamin ini dalam masyarakat (Raharjo, 1995).
Gender adalah suatu konsep dan interpretasi budaya dalam
memberikan arti seseorang lahir sebagai laki-laki, dan seorang lahir sebagai
perempuan, serta aturan-aturan yang mengatur hubungan
keduanya.Pandangan ini melahirkan stereotipe gender, seperti misalnya
karakteristik, aktivitas, dan diklasifikasaikan sebagai aktivitas dan
karakteristiknya laki-laki atau perempuan. Seringkali interpretasi budaya
ini lebih mewakili yang normatif dan ideal daripada kenyataan karena,
gender merupakan konsep dan interpretasi budaya maka manifestasinya
juga bermacam-macam, tergantung pada budaya, waktu, kelompok sosial-
ekonomi, pedesaan-perkotaan. Namun, yang paling penting dalam
membicarakan gender adalah bahwa didalam interpretasi budaya itu,
mengandung hubungan gender yang tidak setara/ asimetris, yang
menampatkan perempuan dalam kedudukan subordinasi. Hubungan gender
yang asimetris ini berdampak jauh terhadap perkembangan kualitas
sumberdaya manusia (Raharjo, 1995).
1.6.3 Indeks Pembangunan Manusia
Menurut UNDP (1995), Indeks Pembangunan Manusia mengukur
pencapaian rata-rata suatu negara dalam mengakses kemampuan dasar
manusia. Indeks Pembangunan Manusia mengukur apakah seseorang
menjalani hidup yang panjang dan sehat, berpendidikan dan
berpengetahuan, dan menikmati standar hidup layak.
Menurut BPS, UNDP, dan BAPPENAS (2002), Indeks
Pembangunan Manusia mengukur pencapaian keseluruhan dari suatu
negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu lamanya
hidup, pengetahuan, dan suatu standar hidup layak.Ketiganya diukur
dengan Angka Harapan Hidup, pencapaian pendidikan, dan pendapatan per
11
kapita yang telah disesuaikan menjadi peritas daya beli.Indeks
Pembangunan Manusia adalah suatu ringkasan dan bukan suatu ukuran
komprehensif dari pembangunan manusia.
Pramudya (2010) dalam penelitiannya memaparkan bahwa tujuan
utama dari pembangunan sumberdaya manusia adalah produktivitas, dan
untuk mencapai produktivitas yang tinggi dibutuhkan peningkatan kualitas
penduduk atau manusia, untuk mengukur kualitas penduduk digunakan
metode penghitungan Indeks Pembangunan Manusia yang diukur melalui
tingkat kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.
1.6.4 Indeks Pembangunan Gender
Menurut UNDP (1995), Indeks Pembangunan Gender digunakan
untuk mengukur pencapaian kemampuan dasar sama seperti Indeks
Pembangunan Manusia, tetapi lebih menekankan pada ketimpangan antara
perempuan dan laki-laki.
Menurut Tukiran (2010), Pembangunan Gender atau pembangunan
yang berhubungan dengan gender (Gender Development atau Gender
Related Development), ditujukan untuk mengetahui ada-tidaknya
ketimpangan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan dalam
pembangunan. Ketimpangan diantara laki-laki dan perempuan dinyatakan
dalam suatu angka atau indeks.Semakin besar ketimpangan diantara
keduanya dalam pembangunan manusia, semakin rendah nilai indeks
tersebut.
Titik berat pembangunan gender adalah berupaya memberdayakan
manusia tanpa membedakan gender sehingga mereka memiliki pilihan
yang lebih luas dalam menjalini kehidupan. Upaya tersebut dijabarkan
melalui akses yang lebih luas bagi penduduk untuk meningkatkan derajat
kesehatan, memperoleh pengetahuan dan ketrampilan, dan peluang untuk
menaikkan taraf ekonomi rumahtangga yang pada akhirnya akan
12
mendorong partisipasi mereka dalam pelaksanaan pembangunan, (BPS,
2011).
Menurut BPS, BAPPENAS, dan UNDP (2002) Indeks
Pembangunan Gender mengukur pencapaian dalam dimensi yang sama
juga dengan Indeks Pembangunan Manusia, namun lebih diarahkan untuk
mengungkapkan ketimpangan antara perempuan dan laki-laki. Indeks
Pembangunan Gender secara sederhana adalah Indeks Pembangunan
Manusia yang disesuaikan untuk menggambarkan ketimpangan gender.
Semakin besar ketimpangan gender dalam pembangunan dasar manusia,
semakin rendah Indeks Pembangunan Gender suatu negara relatif terhadap
Indeks Pembangunan Manusianya.
Nilai Indeks Pembangunan Gender berkisar antara 0 hingga 100.
Apabila nilai Indeks Pembangunan Gender sama dengan Indeks
Pembangunan Manusia diartikan bahwa tidak ada ketimpangan gender.
Nilai Indeks Pembangunan Gender yang lebih rendah dari Indeks
Pembangunan Manusia menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan gender
(BPS, 2008).
1.6.5 Indikator Kesehatan
Tujuan dari pembagunan dibidang kesehatan adalah agar semua
masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara merata, karena
dengan meningkatnya kualitas kesehatan penduduk akan meningkatkan
kualitas dan produktivitas penduduk juga (BPS, 2008).
Menurut BPS (2011), salah satu tujuan pembangunan di bidang
kesehatan adalah meningkatan derajat kesehatan masyarakat serta
mengupayakan agar semua lapisan masyarakat dapat memperoleh
pelayanan kesehatan secara mudah, murah, dan merata dengan cara
meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas dan sarana
kesehatan, dengan demikian diharapkan dapat tercapai derajat kesehatan
13
masyarakat yang lebih baik. Derajat kesehatan masyarakat dapat diukur
dengan menggunakan beberapa indikator antara lain angka harapan hidup
saat lahir.
Angka Harapan Hidup menggambarkan derajat kesehatan suatu
wilayah.Semakin tinggi angka harapan hidup semakin tinggi pula tingkat
kesehatan yang telah dicapai oleh penduduk di suatu wilayah (BPS, 2011).
Studi empiris di negara yang sedang berkembang seperti India dan
Kenya, mengenai kelangsungan hidup, bahwa faktor infrastrukur kesehatan
sangat mempengaruhi kelangsungan hidup seperti jumlah puskesmas,
jumlah rumah sakit, dan jumlah bidan, selain itu pendidikan juga
berpengaruh dalam meningkatkan kelangsungan hidup, (BAPPENAS,
2009).
1.6.6 Indikator Pendidikan
Menurut BPS (2008), salah satu indikator yang digunakan untuk
melihat tingkat pendidikannya. Pendidikan mempunyai hubungan positif
dengan bidang pembangunan lainnya.Perkembangan kehidupan sosial
ekonomi dewasa ini, peran pendidikan tidak hanya sebatas pada
kesempatan mengenyam pendidikan secara formal.Pada konteks yang lebih
luas, bekal pendidikan di luar bangku sekolah formal yang diperoleh
dengan berinteraksi dalam masyarakat juga bermanfaat membentuk
karakter dan kemampuan individu ecara komprehensif.
Proses pendidikan akan melahirkan sumberdaya manusia yang
memiliki kemampuan dan ketrampilan sebagai bekal untuk berperan dan
berinteraksi dalam masyarakat. Kemampuan dasar yang diperoleh dalam
proses belajar adalah kemampuan baca-tulis. Indikator ini dapat diukur
dengan angka melek huruf, yang merupakan proporsi penduduk berusia 15
tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis terhadap seluruh penduduk
berusia 15 tahun ke atas (BPS, 2008).
14
Partisipasi sekolah merupakan suatu indikator untuk mengukur
proporsi anak yang bersekolah pada suatu kelompok umur jenjang
pendidikan tertentu. Angka partisipasi sekolah memberikan gambaran
secara umum tentang banyaknya murid kelompok usia tertentu tanpa
memperhatikan jenjang pendidikan yang sedang diikuti (BPS, 2008).
Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia.Ketatnya persaingan dalam era globalisasi, perlu disiapkan
sumberdaya manusia yang berkualitas.Sehubungan dengan hal tersebut,
pemerintah senantiasa menyediakan sarana pendidikan untuk dimanfaatkan
secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga dapat tercipta
manusia yang berkualitas, baik dengan insan maupun sumberdaya
pembangunan (BPS, 2011).
Pendidikan yang ditamatkan merupakan indikator penting untuk
mengetahui tingkat kualitas penduduk, karena kualitas sumberdaya
manusia sangat ditentukan oleh jenjang pendidikan yang
ditamatkan.Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamtkan, semakin
luas peluang untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik (BPS, 2008).
1.6.7 Indikator Ekonomi
Dalam membicarakan kegiatan ekonomi tidak akan terlepas dengan
pembahasan mengenai faktor input dan output dari kegiatan tersebut. Salah
satu metode yang sering digunakan untuk mengukur output dari suatu
kegiatan ekonomi di suatu wilayah adalah pendapatan regional, dari
pendapatan regional tersebut maka akan diperoleh gambaran perekonomian
pada tahun tertentu dan petumbuhan ekonomi suatu wilayah dari waktu ke
waktu. Selain itu dari pendapatan regional juga dapat dilihat kontribusi
masing-masing sektor terhadap pendapatan regional tersebut (BPS, 2008).
Menurut BPS (2008), faktor input yang paling penting dalam kegitan
ekonomi adalah tenaga kerja, sehingga masalah ketenagakerjaan bekaitan
15
erat dengan kegiatn ekonomi. Ketenagakerjaan merupakan aspek yang
cukup penting dalam kehidupan manusia, karena mencakup dimensi sosial
dan ekonomi.
Faktor input paling penting dalam kegiatan ekonomi adalah tenaga
kerja, sehingga maslah ketenagakerjaan berkaitan erat dengan kegiatan
ekonomi. Ketenagakerjaan merupakan aspek yang cukup penting dalam
kehidupan manusia, karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial.
Beberapa indikator di bidang ketenagakerjaan, seperti tingkat partisipasi
angkatan kerja, pengangguran, persentase angkatan kerja yang bekerja
menurut lapangan pekaerjaan, status pekaerjaan, jenis pekerjaan, dan
jumlah jam kerja menunjukkan bahwa keberadaan perempuan sebagai
kelompok pekerja tidak mungkin diabaikan (BPS, 2011).
1.6.8 Metode Perhitungan Indeks Pembangunan Gender
Variabel yang digunakan untuk menghitung Indeks Pembangunan
Gender adalah: usia harapan hidup laki-laki dan perempuan, persentase
melek huruf laki-laki dan perempuan, rata-rata lama sekolah laki-laki dan
perempuan, persentase penduduk aktif secara ekonomi (TPAK) laki-laki
dan perempuan, dan upah diluar sektor pertanian laki-laki dan perempuan.
Dari setiap variabel tersebut, pada akhirnya didapatkan indeks usia harapan
hidup, indeks pendidikan, dan indeks distribusi pendapatan (Tukiran,
2010).
Metode perhitungan Indeks Pembangunan Gender terlebih dahulu
menghitung pencapaian yang disetarakan dengan tingkat pencapaian yang
merata –the equally distributed equivalent achievement [Xede] dengan
formula berikut:
Xede = (Pf Xf(1- Є)
+ Pm Xm (1- Є)
) 1/(1- Є)
16
Dimana:
Xf : Pencapaian Perempuan
Xm : Pencapaian Laki-laki
Pf : Proporsi Populasi Perempuan
Pm : Proporsi Populasi Laki-laki
Є : Parameter Penolakan Ketimpangan (=2)
Penghitungan komponen distribusi pendapatan menggunakan data
yang dikumpulkan dalam Survei Tenaga Kerja Nasional (Sakernas)
perhitungan dilakukan sebagai berikut:
1. Menghitung rasio upah perempuan terhadap upah laki-laki disektor
non pertanian [Wf];
2. Menghitung rata-rata upah denan formula:
Dimana:
Aecf : Proporsi perempuan dalam angkatan kerja (aktif secara
ekonomi)
Aecm : Proporsi laki-laki dalam angkatan kerja (aktif secara
ekonomi)
Wf : Rasio upah perempuan terhadap laki-laki di sektor non
pertanian
3. Menghitung rasio antara upah untuk masing-masing kelompok gender
dengan rata-rata [R]
W = (Aecf× Wf) + (Aecm × 1)
17
4. Menghitung upah yang disumbangkan oleh masing-masing kelompok
gender [IncC], dimana:
5. Menghitung proporsi pendapatan yang disumbangkan oleh masing-
masing kelompok gender [%IncC]
6. Menghitung Xede dari %IncC [Xede(Inc)]
7. Menghitung indeks distribusi pendapatan [IInc-dis]
Dimana:
PPP : Paritas daya beli (Purchasing PowerParity)
Prosedur penghitungan Indeks Pembangunan Gender:
1. Indeks dari masing-masing komponen Indeks Pembangunan Gender
dihitung dengan formula di atas, dengan nilai batas maksimum dan
minimum
2. Menghitung Xede dari tiap indeks
3. Menghitung Indeks Pembangunan Gender dengan formula:
Dimana:
Xede1 : Xede untuk harapan hidup
Xede2 : Xede untuk pendidikan
IInc-dis : Indeks distribusi Pendapatan
IncC= Aec(f/m) × R(f/m)
%IncC = IncC(f/m) / P(f/m)m
IInc-dis = [Xede(Inc) × PPP) - PPPmin]/[PPPmax-PPPmin]
IPG = 1/3 [Xede1 + Xede2 + IInc-dis]
18
Tabel 1.4 Batas Maksimum dan Minimum Komponen Indeks Pembangunan
Gender
Komponen Maksimum Minimum
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Usia Harapan Hidup 82,5 87,5 22,5 27,5
Angka Melek Huruf 100 100 0 0
Rata-rata lama sekolah 15 15 0 0
Konsumsi per kapita 732.720 300.000
Sumber: BPS, 2011
1.7 Kerangka Pemikiran
Indeks Pembangunan Gender mempunyai beberapa indikator, antara
lain: indeks kesehatan, indeks pendidikan, dan indeks ekonomi. Setiap indeks
tersebut memiliki parameter pengukuran, dalam indeks kesehatan diukur
dengan menggunakan Angka Harapan Hidup, dalam indeks pendidikan diukur
dengan Angka Melek Huruf dan Rata-rata lama sekolah, dan pada Indeks
Ekonomi diukur dengan kontribusi terhadap pendapatan.
Ketiga indikator tersebut masing-masing memiliki kontribusi dalam
pencapaian Indeks Pembangunan Gender. Besarnya kontribusi masing-masing
indikator dalam pencapaian Indeks Pembangunan Gender antara daerah satu
dengan daerah yang lain berbeda-beda, dan dalam setiap tahunnya pun juga
berbeda-beda pula, sehingga perlu diketahui bagaimana kontribusi antar
indikator terhadap pencapaian Indeks Pembangunan Gender di setiap daerah
dan setiap tahunnya.
Ketiga indikator tersebut mempunyai komponen masing-masing dalam
pengukurannya, sehingga darikomponen tersebut dapat diketahui gap
penduduk perempuan dan laki-laki setiap indeks dan trend masing-masing
19
komponen indikator Indeks Pembangunan Gender dalam setiap tahunnya,
dengan demikian jika gap dan trend tersebut dianalisis pada tiap-tiap daerah,
maka dapat diketahui disparitas spasialnya.
20
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
Kontribusi Indeks
Ekonomi terhadap
pencapaian Indeks
Pembangunan Gender
Kontribusi Indeks
Kesehatan terhadap
pencapaian Indeks
Pembangunan Gender
Kontribusi Indeks
Pendidikan terhadap
pencapaian Indeks
Pembangunan Gender
Indeks Pembangunan
Gender Kabupaten Kota
DIY tahun 1999-2010
Gap Indeks Kesehatan, Indeks
Pendidikan, dan Indeks
Ekonomi antara Perempuan dan
Laki-laki Kabupaten/Kota DIY
Tahun 1999-2010
Trend Indeks Indikator
Indeks Pembangunan Gender
Kabupaten/Kota DIY tahun
1999-2010
Disparitas Spasial Indeks
Pembangunan Gender
Kabupaten/Kota DIY Tahun
1999-2010
21
1.8 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana distribusi dan perkembangan Indeks Pembangunan Gender
menurut kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta?
2. Bagaimana kontribusi antar indikator Indeks Pembangunan Gender dalam tiap
kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta?
1.9 Batasan Operasional
1. Disparitas spasial,perbedaan suatu nilai dalam ruang satu dengan ruang
lainnya, yang dinmaksudkan nilai adalah Indeks Pembangunan Gender, dan
yang dimaksud ruang adalah kabupaten/kota (BPS, 2008).
2. Angka Harapan Hidup, perkiraan lama usia penduduk untuk hidup dengan
perkiraan pola mortalitas bersifat tetap (BPS, 2008).
3. Angka Melek Huruf, proporsi penduduk 15 tahun keatas yang dapat membaca
dan menulis (BPS, 2008).
4. Angka Partisipasi Sekolah, proporsi penduduk menurut kelompok umur
jenjang pendidikan yang bersekolah (BPS, 2008).
5. Indeks Kesehatan,indikator dalam indeks pembangunan gender yang dihitung
dengan data dasar angka harapan hidup penduduk laki-laki dan perempuan
(BPS, 2008).
6. Indeks Pendidikan,indikator dalam indeks pembangunan gender yang dihitung
dengan data dasar angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah penduduk
laki-laki dan perempuan (BPS, 2008).
7. Indeks Ekonomi, indikator dalam indeks pembangunan gender yang dihitung
dengan data dasar kontribusi penduduk laki-laki dan perempuan dalam
agkatan kerja dan pendapatan non pertanian (BPS, 2008).