BAB I PENDAHULUAN -...

21
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang direncanakan dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara, dan pemerintah.Pembangunan sangat dipengaruhi oleh dua komponen utama yaitu sumberdaya alam dan sumberdaya manusia.Pembangunan yang terjadi pada tiap-tiap daerah berbeda-beda.Hal ini dikarenakan kuantitas dan kualitas sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia pada tiap-tiap daerah juga berbeda-beda.Dua komponen utama dalam pembangunan tersebut sangat berkaitan satu sama lain, adanya sumberdaya alam yang melimpah tanpa disertai adanya sumberdaya manusia yang berkualitas maka tidak akan terjadi sebuah pembangunan yang ideal (Siagian dalam Badruddin, 2009). Sumberdaya manusia merupakan sebuah kuantitas dan kualitas penduduk yang terdapat pada suatu daerah tertentu.Sumberdaya manusia dalam artian kuantitas merupakan ketersediaan penduduk yang berada pada suatu daerah, sedangkan sumberdaya manusia dalamartian kualitas adalah kualitas kehidupan penduduknya. Kualitas tersebut dapat dilihat dari hidup lebih lama dan sehat, lebih berpendidikan dan terampil, dan memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti: pemenuhan gizi, sandang, papan dan lingkungan tempat tinggal yang baik, (Tukiran, 2010). Hakekatnya manusia diciptakan laki-laki dan perempuan, sedangkan laki- laki dan perempuan diciptakan berbeda, baik berbeda secara fisik maupun secara biologis. Perbedaan tersebut menyebabkan fungsi antara laki-laki dan perempuan pun menjadi berbeda, sehingga dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan.Kesenjangan yang kerap terjadi adalah pada bidang pekerjaan, pendidikan, dan status sosial.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan merupakan sebuah usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan

dan perubahan yang direncanakan dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa,

negara, dan pemerintah.Pembangunan sangat dipengaruhi oleh dua komponen

utama yaitu sumberdaya alam dan sumberdaya manusia.Pembangunan yang

terjadi pada tiap-tiap daerah berbeda-beda.Hal ini dikarenakan kuantitas dan

kualitas sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia pada tiap-tiap daerah

juga berbeda-beda.Dua komponen utama dalam pembangunan tersebut sangat

berkaitan satu sama lain, adanya sumberdaya alam yang melimpah tanpa disertai

adanya sumberdaya manusia yang berkualitas maka tidak akan terjadi sebuah

pembangunan yang ideal (Siagian dalam Badruddin, 2009).

Sumberdaya manusia merupakan sebuah kuantitas dan kualitas penduduk

yang terdapat pada suatu daerah tertentu.Sumberdaya manusia dalam artian

kuantitas merupakan ketersediaan penduduk yang berada pada suatu daerah,

sedangkan sumberdaya manusia dalamartian kualitas adalah kualitas kehidupan

penduduknya. Kualitas tersebut dapat dilihat dari hidup lebih lama dan sehat,

lebih berpendidikan dan terampil, dan memiliki pendapatan yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan dasar seperti: pemenuhan gizi, sandang, papan dan

lingkungan tempat tinggal yang baik, (Tukiran, 2010).

Hakekatnya manusia diciptakan laki-laki dan perempuan, sedangkan laki-

laki dan perempuan diciptakan berbeda, baik berbeda secara fisik maupun secara

biologis. Perbedaan tersebut menyebabkan fungsi antara laki-laki dan perempuan

pun menjadi berbeda, sehingga dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi

kesenjangan antara laki-laki dan perempuan.Kesenjangan yang kerap terjadi

adalah pada bidang pekerjaan, pendidikan, dan status sosial.

2

Perbedaan peran serta tanggung jawabantara laki-laki dan perempuan, yang

suatu saat dapat berubah tergantung pada waktu, hal ini lah yang dinamakan

gender.Pengertian gender dengan jenis kelamin (sex) berbeda, jenis kelamin

sendiri merupakan perbedaan secara biologis dan fisik antara laki-laki dan

perempuan yang bersifat permanen.Perbedaan fisik maupun biologis tersebut

merupakan penyebab utama terjadinya perbedaan peran dan tanggung

jawabantara laki-laki dan perempuan, (Suryanto, 2009).Untuk mengetahui

seberapa besar terjadinya ketimpangan antara laki-laki dan perempuan

makadiukur dengan menggunakan Indeks Pembangunan Gender (IPG).

Indeks Pembangunan Gender mempunyai fungsi sebagai alat evaluasi untuk

mengetahui kualiatas sumberdaya manusia pada suatu daerah, yang dalam

pengukuran parameternya dipisahkan menurut jenis kelamin.Selain itu Indeks

Pembangunan Gender juga digunakan untuk mengukur ketimpangan antara laki-

laki dan perempuan dalam pembangunan kualitas manusia. Semakin tinggi nilai

Indeks Pembangunan Gender hingga akan mencapai nilai 100 maka daerah

tersebut dapat dikatakan berhasil dalam pembangunan manusianya, (BPS, 2011).

Pada dasarnya Indeks Pembangunan Gender tidak jauh berbeda dengan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) variabel yang digunakan pun sama, hanya

dalam Indeks Pembangunan Gender lebih dirinci ke dalam jenis kelamin, karena

fungsi dasar Indeks Pembangunan Gender itu sendiri adalah untuk mengukur

ketimpangan gender pada pembangunan manusia. Indeks Pembangunan Manusia

merupakan alat ukur pembangunan manusia tanpa mempedulikan jenis

kelamin.Indeks Pembedayaan Gender (IDG) merupakan alat untuk mengukur

tingkat partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan pada bidang politik

dan ekonomi, (BPS, 2011).

Pada tahun 1990 Laporan Pembangunan Manusia merancang Indeks

Pembangunan Manusia untuk mengukur kemajuan sosial-ekonomi, sejak itu tiga

indeks tambahan dikembangkan, antara lain: Indeks Kemiskinan Manusia, Indeks

Pembangunan Gender, dan Indeks Pemberdayaan Gender. Indeks Pembangunan

3

Gender mulai dihitung di Indonesia pada tahun 1996, dan perhitungannya

dilakukan setiap tiga tahun sekali, berbeda dengan Indeks Pembangunan Manusia

yang dilakukan satu tahun sekali (BPS dan UNDP, 1997).

Nilai Indeks Pembangunan Gender pada tiap provinsi di Indonesia berbeda-

beda, dan tiap tahunnya pun dalam satu provinsi dapat berbeda-beda

nilainya.Demikian pula di Daerah Istimewa Yogyakarta.Daerah Istimewa

Yogyakarta memiliki 4 kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Sleman,

Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Gunung Kidul, dan Kota

Yogyakarta. Kondisi sosial seperti kesehatan dan pendidikan serta kondisi

ekonomi sangat mempengaruhi pencapaian nilai Indeks Pembangunan Gender di

Daerah Istimewa Yogyakarta. Tabel 1.1 merupakanperkembangan Indeks

Pembangunan Gender di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tabel 1.1 Indeks Pembangunan Gender dan Peringkatnya Provinsi di Pulau

Jawa tahun 1999-2010

Nilai IPG Peringkat Nasional

Provinsi 1990 1996 1999 2002 2010 1990 1996 1999 2002 2010

DKI Jakarta 58,6 64,3 61,2 66,7 73,3 6 8 2 1 1

Jawa Barat 49,0 58,6 54,6 56,3 62,3 21 23 18 21 26

Jawa Tengah 55,6 62,7 57,4 58,7 65,7 11 15 10 12 11

D I Yogyakarta 65,7 70,7 66,4 65,2 72,5 1 1 1 2 2

Jawa Timur 47,6 58,8 53,2 56,3 65,1 24 22 23 19 15

Banten - - - 54,9 62,8 - - - 24 24

Sumber: BPS dan UNDP, 2002-2011

Tabel 1.1 menunjukkan nilai Indeks Pembangunan Gender di Pulau Jawa

menurut provinsi bervariasi, dari mulai peringkat yang paling tinggi hingga

peringkat yang rendah. Daerah Istimewa Yogyakarta walaupun mengalami

penurunan dalam nilai Indeks Pembangunan Gender maupun peringkat namun

masih lebih baik dibandingkan dengan provinsi lainnya, hal tersebut dapat

dibuktikan bahwa nilai Indeks Pembangunan Gender di Daerah Istimewa

4

Yogyakarta dari tahun 1990-2010 sealu lebih besar dari 65, dan dalam

peringkatnya menduduki peringkat 1 dan 2 pada tingkat nasional.Hal ini

dikarenakan, peningkatan nilai Indeks Pembangunan Gender Daerah Istimewa

Yogyakarta tidak sebaik DKI Jakarta.

Tabel 1.2 Indeks Pembangunan Gender dan Indeks Pembangunan Manusia

Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1990-2010

Tahun 1990 1996 1999 2002 2005 2006 2010

IPM 68,5 71,8 68,7 70,8 73,5 73,7 75,77

IPG 65,7 70,7 66,4 65,2 70,2 70,3 72,5

Sumber: BPS dan UNDP, 1997-2011

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Gender di Daerah

Istimewa Yogyakarta dari tahun ke tahun semakin meningkat, begitu pula dengan

nilai Indeks Pembngunan Manusianya. Semakin tinggi nilai Indeks Pembangunan

Gender hingga melebihi nilai Indeks Pembangunan Manusia maka dapat

dikatakan tidak terjadi ketimpangan gender (BPS, 2008). Namun, faktanya nilai

Indeks Pembangunan Gender masih berada dibawah nilai Indeks Pembangunan

Manusia, yang menandakan di Daerah Istimewa Yogyakarta masih terjadi

ketimpangan gender (lihat tabel 1.2). Padahal dalam Intruksi Presiden Republik

Indonesia nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam

Pembangunan Nasional, yang pada intinya bertujuan untuk meningkatkan

kedudukan, peran, dan kualitas perempuan, serta mewujudkan kesetaraan dan

keadilan gender, sehingga dengan melihat fakta dari data pada tabel 1.2 yang

menunjukkan bahwa ketimpangan gender masih terjadi, maka cita-cita INPRES

RI no.9 tahun 2000 tersebut dapat dikatakan belum tercapai.

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka saat ini kajian tentang Indeks

Pembangunan Gender penting untuk diteliti. Hal-hal tersebutlah yang menjadikan

dasar penulis mengambil judul penelitian:

5

“Disparitas Spasial Indeks Pembangunan Gender Daerah Istimewa

Yogyakarta Tahun1999-2010”

1.2 Perumusan Masalah

Indeks Pembangunan Gender merupakan acuan untuk mengukur bagaimana

tingkat kesetaran gender pada suatu daerah. Kesehatan, pendidikan, dan ekonomi

merupakan indikator yang digunakan dalam Indeks Pembangunan Gender,

dimana dalam ketiga indikator tersebut diukur tingkat partisipasi perempuan dan

laki-lakinya.

Keberagaman serta keunikan pada masing-masing daerah dapat

menyebabkan adanya karakteristik perbedaan Indeks Pembangunan Gender, dan

seiring berjalannya waktu Indeks Pebangunan Gender pada masing-masing

daerah pun dapat berubah pula, sehingga dapat diketahui disparitas spasial Indeks

Pembangunan Gender kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun

1999-2010.

1.3 Tujuan Penelitian

Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui disparitas spasial

Indeks Pembangunan Gender di Provinsi Daerah Isimewa Yogyakarta, dengan

tujuan khusus untuk:

1. Mengetahui distribusi dan perkembangan Indeks Pembangunan Gender

menurut kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Mengetahui kontribusi antar indikator Indeks Pembangunan Gender dalam

tiap kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi analisis Indeks Pembangunan Gender di Daerah

Istimewa Yogyakarta.

6

2. Memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan yaitu

menambah bahan bacaan yang terkait dengan Indeks Pembangunan Gender.

3. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan pemerintah dalam menetapkan

kebijakan pembangunan gender.

1.5 Penelitian Sebelumnya

Pada sub bab ini diuraikan tentang penelitian-penelitian tentang

ketimpangan gender yang telah ada. Penelitian-penelitian tersebut berada pada

tabel 1.3. penelitian-penelitian tersebut dilakukan oleh: Ablasom Septinus

Runroby, Endry Fatimaningsih, Andrew Padgett dan Tonia Warnecke, dan

Swarna S Vepa. Pada hasil penelitian dalam tabel 1.4 menyatakan bahwa masih

terjadi ketimpangan gender.

7

Tabel 1.3 Penelitian Sebelumnya

No Nama Peneliti Tahun Judul Tujuan Metode Hasil dan Kesimpulan

1. Ablasom Septinus

Runroby

2008 Analisis Sensitive Gender dalam

Anggaran Pendidikan (Studi

Kasus Pemerintah Kota

Jayapura)

Menganalisis sejauh

mana alokasi anggara

belanja sektor

pendidikan pemerintah

Kota Jayapura tahun

2000-2005 sensitif

gender

Reduksi Data

Display Data

Triangulasi

APBD Pemerintah Kota Jayapura

tahun 2000-2005 dalam pembangunan

pendidikan dasar belum memenuhi

ketiga kategori dalam anggaran yaitu

sensitif gender, baik anggaran yang

specific targeted, alokasi anggaran

untuk meningkatkan kesempatan setara

dalam pekerjaan maupun pada kategori

anggaran umum yang mainsteaming

pun belum dapat diwujudkan. Yang

terjadi hanyalah anggaran yang bersifat

netral gender.

2. Endry

Fatimaningsih

2008 Analisis Situasi dan Kondisi

Perempuan dalam Perspektif

Gender di Kabupaten Lampung

Tengah

Menganalisis tentang

situasi dan kondisi

Perempuan dalam

perspektif gender di

Kabupaten Lampung

Tengah

Analisis

Deskriptif

Di Kabupaten Lampung Tengah,

sebagaimana lazimnya daerah-daerah

lain di Indonesia, perempuan dalam

konteks pembangunan daerah masih

dalam kondisi yang belum memuaskan.

Kenyataan ini ditunjukkan dengan

rendahnya partisipasi, kontrol dan

akses perempuan dalam berbagai

bidang pembangunan serta sedikitnya

perempuan yang memperoleh manfaat

dari pambangunan.

3. Andrew Padgett dan

Tonia Warnecke

2011 Diamonds in the Rubble: The

Women of Haiti Institutions,

Gender Equity and Human

Development in Haiti

Mengetahui kesetaraan

gender dan dampaknya

terhadap

pembangunan

ekonomi setelah

terjadinya gempa bumi

2010 di Haiti

Analisis

Deskriptif

Kuantitatf

Di Haiti kesetaraan gender masih

diabaikan, sehingga jenis kelamin

mengakibatkan ketidakmerataan dalam

bidang pendidikan, kesehatan, dan

ketenagakerjaan, hal tersebut telah

merusak hasil pembangunan ekonomi

dan pembangunan manusia, dengan

8

melemahkan produktivitas perempuan

dalam bidang ekonomi dan

meminimalkan peran perempuan dalam

masyarakat.

4. Swarna S Vepa 2007 Gender Equity and Human

Development

Mengkaji diskriminasi

gender dalam

pembangunan manusia

di India

Analisis

Deskriptif

Kuantitatif

Diskriminasi gender terhadap

perempuan di India meningkat, dan

pada masing-masing indikator

(kesehatan, pendidikan, dan ekonomi)

dalam pembangunan gender

mengalami penurunan. Masalah

kesehatan dan pendidikan merupakan

faktor utama penyebab terjadinya

peningkatan ketimpangan gender di

India, kemudian diikuti oleh faktor

ekonomi.

5. Gita Arfiani 2013 Disparitas Spasial Indeks

Pembangunan Gender Daerah

Istimewa Yogyakarta Tahun

1999-2010

Mengetahui distribusi

dan perkembangan

IPG menurut

kabupaten/kota di

D.I. Yogyakarta.

Mengetahui

kontribusi antar

indikator IPG tiap

kabupaten/kota di

D.I.Yogyakarta.

Analisis

Deskriptif

Kuantitatif

Analisis

Komparatif

Spasial

Analisis

Komparatif

Temporal

Kota Yogyakarta merupakan ibukota

Daerah Istimewa Yogyakarta yang

memiliki nilai Indeks Pembangunan

Gender dan indikatornya tertinggi di

Daerah Istimewa Yogyakarta pada

tahun 1999 -2010. Indikator yang

paling berkontribusi terhadap

pencapaian nilai Indeks Pembangunan

Gender adalah indeks kesehatan, dan

indikator kurang berkontribusi dalam

pencapaian Indeks Pembangunan

Gender adalah indeks ekonomi.

9

1.6 Telaah Pustaka

1.6.1 Pembangunan Sumberdaya Manusia

Tujuan dasar pembangunan ialah memperbesar spektrum pilihan

manusia.Pada dasarnya, pilihan-pilihan ini terbatas dan senantiasa berubah.

Manusia sering menghargai raihan-raihan yang tidak tampak dalam angka-

angka pendapatan dan pertumbuhan ekonomi: akses yang lebih besar

terhadap pengetahuan, nutrisi dan jasa kesehatan yang lebih baik,

kehidupan yang lebih terjamin, jamainan yang lebih besar bagi keamanan

terhadap kriminalitas dan kekerasan, pemanfaatan waktu senggang serta

kebebasan politik dan budaya serta ikut serta dalam kegiatan-kegiatan

masyarakat. Sasaran pembangunan adalah menciptakan suatu lingkungan

yang memungkinkan manusia menikmati kehidupan yang sehat dan kreatif

(Mahbub ul Haq dalam LIPI, 1998).

Mahbub ul Haq dalam LIPI (1998) melihat adanya empat komponen

utama dalam paradigma pembangunan manusia, yaitu pemerataan atau

kesetaraan (equity), berkelanjutan, produktivitas dan pemberdayaan.

Pembangunan manusia menempatkan manusia pada pusat perhatian

dalam usaha pembangunan.Tujuan akhir setiap usaha pembangunan ialah

memperlakukan manusia, laki-laki perempuan, dan anak-anak, sebagai

tujuan, untuk memperbaiki kondisi manusia dan memperbesar pilihan

manusia (Streeten dalam LIPI, 1998).

1.6.2 Gender

Kata gender adalah suatu istilah untuk menerangkan bagaimana

suatu budaya menginterpretasikan perbedaan kelamin, yaitu dalam

memberian arti bagi seseorang yang lahir sebagai laki-laki dan seorang

yang lahir sebagai perempuan, serta aturan-aturan yang mengatur

hubungan keduanya. Keadaan ini melahirkan stereotipe gender yang

10

berkaitan misalnya dengan citra, peran, kedudukan, kewajiban, dan

kegiatan dari kedua jenis kelamin ini dalam masyarakat (Raharjo, 1995).

Gender adalah suatu konsep dan interpretasi budaya dalam

memberikan arti seseorang lahir sebagai laki-laki, dan seorang lahir sebagai

perempuan, serta aturan-aturan yang mengatur hubungan

keduanya.Pandangan ini melahirkan stereotipe gender, seperti misalnya

karakteristik, aktivitas, dan diklasifikasaikan sebagai aktivitas dan

karakteristiknya laki-laki atau perempuan. Seringkali interpretasi budaya

ini lebih mewakili yang normatif dan ideal daripada kenyataan karena,

gender merupakan konsep dan interpretasi budaya maka manifestasinya

juga bermacam-macam, tergantung pada budaya, waktu, kelompok sosial-

ekonomi, pedesaan-perkotaan. Namun, yang paling penting dalam

membicarakan gender adalah bahwa didalam interpretasi budaya itu,

mengandung hubungan gender yang tidak setara/ asimetris, yang

menampatkan perempuan dalam kedudukan subordinasi. Hubungan gender

yang asimetris ini berdampak jauh terhadap perkembangan kualitas

sumberdaya manusia (Raharjo, 1995).

1.6.3 Indeks Pembangunan Manusia

Menurut UNDP (1995), Indeks Pembangunan Manusia mengukur

pencapaian rata-rata suatu negara dalam mengakses kemampuan dasar

manusia. Indeks Pembangunan Manusia mengukur apakah seseorang

menjalani hidup yang panjang dan sehat, berpendidikan dan

berpengetahuan, dan menikmati standar hidup layak.

Menurut BPS, UNDP, dan BAPPENAS (2002), Indeks

Pembangunan Manusia mengukur pencapaian keseluruhan dari suatu

negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu lamanya

hidup, pengetahuan, dan suatu standar hidup layak.Ketiganya diukur

dengan Angka Harapan Hidup, pencapaian pendidikan, dan pendapatan per

11

kapita yang telah disesuaikan menjadi peritas daya beli.Indeks

Pembangunan Manusia adalah suatu ringkasan dan bukan suatu ukuran

komprehensif dari pembangunan manusia.

Pramudya (2010) dalam penelitiannya memaparkan bahwa tujuan

utama dari pembangunan sumberdaya manusia adalah produktivitas, dan

untuk mencapai produktivitas yang tinggi dibutuhkan peningkatan kualitas

penduduk atau manusia, untuk mengukur kualitas penduduk digunakan

metode penghitungan Indeks Pembangunan Manusia yang diukur melalui

tingkat kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.

1.6.4 Indeks Pembangunan Gender

Menurut UNDP (1995), Indeks Pembangunan Gender digunakan

untuk mengukur pencapaian kemampuan dasar sama seperti Indeks

Pembangunan Manusia, tetapi lebih menekankan pada ketimpangan antara

perempuan dan laki-laki.

Menurut Tukiran (2010), Pembangunan Gender atau pembangunan

yang berhubungan dengan gender (Gender Development atau Gender

Related Development), ditujukan untuk mengetahui ada-tidaknya

ketimpangan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan dalam

pembangunan. Ketimpangan diantara laki-laki dan perempuan dinyatakan

dalam suatu angka atau indeks.Semakin besar ketimpangan diantara

keduanya dalam pembangunan manusia, semakin rendah nilai indeks

tersebut.

Titik berat pembangunan gender adalah berupaya memberdayakan

manusia tanpa membedakan gender sehingga mereka memiliki pilihan

yang lebih luas dalam menjalini kehidupan. Upaya tersebut dijabarkan

melalui akses yang lebih luas bagi penduduk untuk meningkatkan derajat

kesehatan, memperoleh pengetahuan dan ketrampilan, dan peluang untuk

menaikkan taraf ekonomi rumahtangga yang pada akhirnya akan

12

mendorong partisipasi mereka dalam pelaksanaan pembangunan, (BPS,

2011).

Menurut BPS, BAPPENAS, dan UNDP (2002) Indeks

Pembangunan Gender mengukur pencapaian dalam dimensi yang sama

juga dengan Indeks Pembangunan Manusia, namun lebih diarahkan untuk

mengungkapkan ketimpangan antara perempuan dan laki-laki. Indeks

Pembangunan Gender secara sederhana adalah Indeks Pembangunan

Manusia yang disesuaikan untuk menggambarkan ketimpangan gender.

Semakin besar ketimpangan gender dalam pembangunan dasar manusia,

semakin rendah Indeks Pembangunan Gender suatu negara relatif terhadap

Indeks Pembangunan Manusianya.

Nilai Indeks Pembangunan Gender berkisar antara 0 hingga 100.

Apabila nilai Indeks Pembangunan Gender sama dengan Indeks

Pembangunan Manusia diartikan bahwa tidak ada ketimpangan gender.

Nilai Indeks Pembangunan Gender yang lebih rendah dari Indeks

Pembangunan Manusia menunjukkan bahwa terjadi ketimpangan gender

(BPS, 2008).

1.6.5 Indikator Kesehatan

Tujuan dari pembagunan dibidang kesehatan adalah agar semua

masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara merata, karena

dengan meningkatnya kualitas kesehatan penduduk akan meningkatkan

kualitas dan produktivitas penduduk juga (BPS, 2008).

Menurut BPS (2011), salah satu tujuan pembangunan di bidang

kesehatan adalah meningkatan derajat kesehatan masyarakat serta

mengupayakan agar semua lapisan masyarakat dapat memperoleh

pelayanan kesehatan secara mudah, murah, dan merata dengan cara

meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas dan sarana

kesehatan, dengan demikian diharapkan dapat tercapai derajat kesehatan

13

masyarakat yang lebih baik. Derajat kesehatan masyarakat dapat diukur

dengan menggunakan beberapa indikator antara lain angka harapan hidup

saat lahir.

Angka Harapan Hidup menggambarkan derajat kesehatan suatu

wilayah.Semakin tinggi angka harapan hidup semakin tinggi pula tingkat

kesehatan yang telah dicapai oleh penduduk di suatu wilayah (BPS, 2011).

Studi empiris di negara yang sedang berkembang seperti India dan

Kenya, mengenai kelangsungan hidup, bahwa faktor infrastrukur kesehatan

sangat mempengaruhi kelangsungan hidup seperti jumlah puskesmas,

jumlah rumah sakit, dan jumlah bidan, selain itu pendidikan juga

berpengaruh dalam meningkatkan kelangsungan hidup, (BAPPENAS,

2009).

1.6.6 Indikator Pendidikan

Menurut BPS (2008), salah satu indikator yang digunakan untuk

melihat tingkat pendidikannya. Pendidikan mempunyai hubungan positif

dengan bidang pembangunan lainnya.Perkembangan kehidupan sosial

ekonomi dewasa ini, peran pendidikan tidak hanya sebatas pada

kesempatan mengenyam pendidikan secara formal.Pada konteks yang lebih

luas, bekal pendidikan di luar bangku sekolah formal yang diperoleh

dengan berinteraksi dalam masyarakat juga bermanfaat membentuk

karakter dan kemampuan individu ecara komprehensif.

Proses pendidikan akan melahirkan sumberdaya manusia yang

memiliki kemampuan dan ketrampilan sebagai bekal untuk berperan dan

berinteraksi dalam masyarakat. Kemampuan dasar yang diperoleh dalam

proses belajar adalah kemampuan baca-tulis. Indikator ini dapat diukur

dengan angka melek huruf, yang merupakan proporsi penduduk berusia 15

tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis terhadap seluruh penduduk

berusia 15 tahun ke atas (BPS, 2008).

14

Partisipasi sekolah merupakan suatu indikator untuk mengukur

proporsi anak yang bersekolah pada suatu kelompok umur jenjang

pendidikan tertentu. Angka partisipasi sekolah memberikan gambaran

secara umum tentang banyaknya murid kelompok usia tertentu tanpa

memperhatikan jenjang pendidikan yang sedang diikuti (BPS, 2008).

Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber

daya manusia.Ketatnya persaingan dalam era globalisasi, perlu disiapkan

sumberdaya manusia yang berkualitas.Sehubungan dengan hal tersebut,

pemerintah senantiasa menyediakan sarana pendidikan untuk dimanfaatkan

secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga dapat tercipta

manusia yang berkualitas, baik dengan insan maupun sumberdaya

pembangunan (BPS, 2011).

Pendidikan yang ditamatkan merupakan indikator penting untuk

mengetahui tingkat kualitas penduduk, karena kualitas sumberdaya

manusia sangat ditentukan oleh jenjang pendidikan yang

ditamatkan.Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamtkan, semakin

luas peluang untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik (BPS, 2008).

1.6.7 Indikator Ekonomi

Dalam membicarakan kegiatan ekonomi tidak akan terlepas dengan

pembahasan mengenai faktor input dan output dari kegiatan tersebut. Salah

satu metode yang sering digunakan untuk mengukur output dari suatu

kegiatan ekonomi di suatu wilayah adalah pendapatan regional, dari

pendapatan regional tersebut maka akan diperoleh gambaran perekonomian

pada tahun tertentu dan petumbuhan ekonomi suatu wilayah dari waktu ke

waktu. Selain itu dari pendapatan regional juga dapat dilihat kontribusi

masing-masing sektor terhadap pendapatan regional tersebut (BPS, 2008).

Menurut BPS (2008), faktor input yang paling penting dalam kegitan

ekonomi adalah tenaga kerja, sehingga masalah ketenagakerjaan bekaitan

15

erat dengan kegiatn ekonomi. Ketenagakerjaan merupakan aspek yang

cukup penting dalam kehidupan manusia, karena mencakup dimensi sosial

dan ekonomi.

Faktor input paling penting dalam kegiatan ekonomi adalah tenaga

kerja, sehingga maslah ketenagakerjaan berkaitan erat dengan kegiatan

ekonomi. Ketenagakerjaan merupakan aspek yang cukup penting dalam

kehidupan manusia, karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial.

Beberapa indikator di bidang ketenagakerjaan, seperti tingkat partisipasi

angkatan kerja, pengangguran, persentase angkatan kerja yang bekerja

menurut lapangan pekaerjaan, status pekaerjaan, jenis pekerjaan, dan

jumlah jam kerja menunjukkan bahwa keberadaan perempuan sebagai

kelompok pekerja tidak mungkin diabaikan (BPS, 2011).

1.6.8 Metode Perhitungan Indeks Pembangunan Gender

Variabel yang digunakan untuk menghitung Indeks Pembangunan

Gender adalah: usia harapan hidup laki-laki dan perempuan, persentase

melek huruf laki-laki dan perempuan, rata-rata lama sekolah laki-laki dan

perempuan, persentase penduduk aktif secara ekonomi (TPAK) laki-laki

dan perempuan, dan upah diluar sektor pertanian laki-laki dan perempuan.

Dari setiap variabel tersebut, pada akhirnya didapatkan indeks usia harapan

hidup, indeks pendidikan, dan indeks distribusi pendapatan (Tukiran,

2010).

Metode perhitungan Indeks Pembangunan Gender terlebih dahulu

menghitung pencapaian yang disetarakan dengan tingkat pencapaian yang

merata –the equally distributed equivalent achievement [Xede] dengan

formula berikut:

Xede = (Pf Xf(1- Є)

+ Pm Xm (1- Є)

) 1/(1- Є)

16

Dimana:

Xf : Pencapaian Perempuan

Xm : Pencapaian Laki-laki

Pf : Proporsi Populasi Perempuan

Pm : Proporsi Populasi Laki-laki

Є : Parameter Penolakan Ketimpangan (=2)

Penghitungan komponen distribusi pendapatan menggunakan data

yang dikumpulkan dalam Survei Tenaga Kerja Nasional (Sakernas)

perhitungan dilakukan sebagai berikut:

1. Menghitung rasio upah perempuan terhadap upah laki-laki disektor

non pertanian [Wf];

2. Menghitung rata-rata upah denan formula:

Dimana:

Aecf : Proporsi perempuan dalam angkatan kerja (aktif secara

ekonomi)

Aecm : Proporsi laki-laki dalam angkatan kerja (aktif secara

ekonomi)

Wf : Rasio upah perempuan terhadap laki-laki di sektor non

pertanian

3. Menghitung rasio antara upah untuk masing-masing kelompok gender

dengan rata-rata [R]

W = (Aecf× Wf) + (Aecm × 1)

17

4. Menghitung upah yang disumbangkan oleh masing-masing kelompok

gender [IncC], dimana:

5. Menghitung proporsi pendapatan yang disumbangkan oleh masing-

masing kelompok gender [%IncC]

6. Menghitung Xede dari %IncC [Xede(Inc)]

7. Menghitung indeks distribusi pendapatan [IInc-dis]

Dimana:

PPP : Paritas daya beli (Purchasing PowerParity)

Prosedur penghitungan Indeks Pembangunan Gender:

1. Indeks dari masing-masing komponen Indeks Pembangunan Gender

dihitung dengan formula di atas, dengan nilai batas maksimum dan

minimum

2. Menghitung Xede dari tiap indeks

3. Menghitung Indeks Pembangunan Gender dengan formula:

Dimana:

Xede1 : Xede untuk harapan hidup

Xede2 : Xede untuk pendidikan

IInc-dis : Indeks distribusi Pendapatan

IncC= Aec(f/m) × R(f/m)

%IncC = IncC(f/m) / P(f/m)m

IInc-dis = [Xede(Inc) × PPP) - PPPmin]/[PPPmax-PPPmin]

IPG = 1/3 [Xede1 + Xede2 + IInc-dis]

18

Tabel 1.4 Batas Maksimum dan Minimum Komponen Indeks Pembangunan

Gender

Komponen Maksimum Minimum

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

Usia Harapan Hidup 82,5 87,5 22,5 27,5

Angka Melek Huruf 100 100 0 0

Rata-rata lama sekolah 15 15 0 0

Konsumsi per kapita 732.720 300.000

Sumber: BPS, 2011

1.7 Kerangka Pemikiran

Indeks Pembangunan Gender mempunyai beberapa indikator, antara

lain: indeks kesehatan, indeks pendidikan, dan indeks ekonomi. Setiap indeks

tersebut memiliki parameter pengukuran, dalam indeks kesehatan diukur

dengan menggunakan Angka Harapan Hidup, dalam indeks pendidikan diukur

dengan Angka Melek Huruf dan Rata-rata lama sekolah, dan pada Indeks

Ekonomi diukur dengan kontribusi terhadap pendapatan.

Ketiga indikator tersebut masing-masing memiliki kontribusi dalam

pencapaian Indeks Pembangunan Gender. Besarnya kontribusi masing-masing

indikator dalam pencapaian Indeks Pembangunan Gender antara daerah satu

dengan daerah yang lain berbeda-beda, dan dalam setiap tahunnya pun juga

berbeda-beda pula, sehingga perlu diketahui bagaimana kontribusi antar

indikator terhadap pencapaian Indeks Pembangunan Gender di setiap daerah

dan setiap tahunnya.

Ketiga indikator tersebut mempunyai komponen masing-masing dalam

pengukurannya, sehingga darikomponen tersebut dapat diketahui gap

penduduk perempuan dan laki-laki setiap indeks dan trend masing-masing

19

komponen indikator Indeks Pembangunan Gender dalam setiap tahunnya,

dengan demikian jika gap dan trend tersebut dianalisis pada tiap-tiap daerah,

maka dapat diketahui disparitas spasialnya.

20

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

Kontribusi Indeks

Ekonomi terhadap

pencapaian Indeks

Pembangunan Gender

Kontribusi Indeks

Kesehatan terhadap

pencapaian Indeks

Pembangunan Gender

Kontribusi Indeks

Pendidikan terhadap

pencapaian Indeks

Pembangunan Gender

Indeks Pembangunan

Gender Kabupaten Kota

DIY tahun 1999-2010

Gap Indeks Kesehatan, Indeks

Pendidikan, dan Indeks

Ekonomi antara Perempuan dan

Laki-laki Kabupaten/Kota DIY

Tahun 1999-2010

Trend Indeks Indikator

Indeks Pembangunan Gender

Kabupaten/Kota DIY tahun

1999-2010

Disparitas Spasial Indeks

Pembangunan Gender

Kabupaten/Kota DIY Tahun

1999-2010

21

1.8 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana distribusi dan perkembangan Indeks Pembangunan Gender

menurut kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta?

2. Bagaimana kontribusi antar indikator Indeks Pembangunan Gender dalam tiap

kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta?

1.9 Batasan Operasional

1. Disparitas spasial,perbedaan suatu nilai dalam ruang satu dengan ruang

lainnya, yang dinmaksudkan nilai adalah Indeks Pembangunan Gender, dan

yang dimaksud ruang adalah kabupaten/kota (BPS, 2008).

2. Angka Harapan Hidup, perkiraan lama usia penduduk untuk hidup dengan

perkiraan pola mortalitas bersifat tetap (BPS, 2008).

3. Angka Melek Huruf, proporsi penduduk 15 tahun keatas yang dapat membaca

dan menulis (BPS, 2008).

4. Angka Partisipasi Sekolah, proporsi penduduk menurut kelompok umur

jenjang pendidikan yang bersekolah (BPS, 2008).

5. Indeks Kesehatan,indikator dalam indeks pembangunan gender yang dihitung

dengan data dasar angka harapan hidup penduduk laki-laki dan perempuan

(BPS, 2008).

6. Indeks Pendidikan,indikator dalam indeks pembangunan gender yang dihitung

dengan data dasar angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah penduduk

laki-laki dan perempuan (BPS, 2008).

7. Indeks Ekonomi, indikator dalam indeks pembangunan gender yang dihitung

dengan data dasar kontribusi penduduk laki-laki dan perempuan dalam

agkatan kerja dan pendapatan non pertanian (BPS, 2008).