BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf ·...

35
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bukti-bukti arkeologis merupakan bukti kongkrit yang menunjukkan bahwa abad ke- V M India mulai menanamkan pengaruhnya yang intens terhadap bumi Asia Tenggara, dalam hal ini Indonesia yang mencapai intensitas tertinggi (Poesponegoro, Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto 1993: 9-10). Bukti-bukti arkeologis (prasasti yang bertuliskan peristiwa penting) itulah yang merupakan satu-satunya bukti bahwa Indonesia mulai mengenal dan mengembangkan tradisi tulis sejak abad tersebut. Prasasti dan piagam-piagam agaknya kurang efisien sebagai media untuk menuangkan ide-ide, gagasan, dan peristiwa penting tersebut, mengingat bahannya seperti bebatuan dan lempengan tembaga tidak mampu mewadahi segenap ide-ide dan gagasan, serta peristiwa-peristiwa penting yang notabene harus disampaikan secara lengkap. Seiring berjalannya waktu para cendekiawan Jawa membuat suatu media yang dianggap layak dan mampu untuk mewadahi segenap ide dan gagasannya itu, media tersebut yakni rontal atau lontar, sebuah media yang terbuat dari daun pohon tal atau siwalan yang melalui suatu proses hingga mengeras menjadi lembaran-lembaran. Setelah datangnya bangsa barat, nampaknya juga mempengaruhi tradisi kesusastraan di Indonesia, bangsa kolonial mengenalkan sebuah media tulis yang dianggap lebih layak dan cukup dalam mewadahi segenap ide-ide dan gagasan yang dituangkan di dalam sebuah tulisan itu, media tersebut adalah kertas. Media-media tersebut di atas yang oleh para filolog disebut sebagai naskah. Naskah dalam filologi yakni media

Transcript of BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf ·...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bukti-bukti arkeologis merupakan bukti kongkrit yang menunjukkan

bahwa abad ke- V M India mulai menanamkan pengaruhnya yang intens terhadap

bumi Asia Tenggara, dalam hal ini Indonesia yang mencapai intensitas tertinggi

(Poesponegoro, Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto 1993: 9-10). Bukti-bukti

arkeologis (prasasti yang bertuliskan peristiwa penting) itulah yang merupakan

satu-satunya bukti bahwa Indonesia mulai mengenal dan mengembangkan tradisi

tulis sejak abad tersebut. Prasasti dan piagam-piagam agaknya kurang efisien

sebagai media untuk menuangkan ide-ide, gagasan, dan peristiwa penting

tersebut, mengingat bahannya seperti bebatuan dan lempengan tembaga tidak

mampu mewadahi segenap ide-ide dan gagasan, serta peristiwa-peristiwa penting

yang notabene harus disampaikan secara lengkap. Seiring berjalannya waktu para

cendekiawan Jawa membuat suatu media yang dianggap layak dan mampu untuk

mewadahi segenap ide dan gagasannya itu, media tersebut yakni rontal atau

lontar, sebuah media yang terbuat dari daun pohon tal atau siwalan yang melalui

suatu proses hingga mengeras menjadi lembaran-lembaran. Setelah datangnya

bangsa barat, nampaknya juga mempengaruhi tradisi kesusastraan di Indonesia,

bangsa kolonial mengenalkan sebuah media tulis yang dianggap lebih layak dan

cukup dalam mewadahi segenap ide-ide dan gagasan yang dituangkan di dalam

sebuah tulisan itu, media tersebut adalah kertas. Media-media tersebut di atas

yang oleh para filolog disebut sebagai naskah. Naskah dalam filologi yakni media

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

2

tulis yang terbuat dari kertas, daun tal, kulit binatang, daun papyrus dan lain

sebagainya yang mewadahi daripada teks. Media beserta isinya itulah yang

dijadikan sebagi objek dalam penelitian filologi.

Naskah merupakan media tulis yang berisikan teks, sebuah tulisan yang

digunakan untuk mencatat berbagai hal yang patut dilestarikan (Robson, 1994: 1).

Karya sastra yang terdapat di dalam naskah, diciptakan oleh seseorang sebagai

wahana untuk mengungkapkan pikiran, gagasan, serta kepercayaan mereka

(Robson, 1994: 8). Artinya, apa yang terdapat di dalam naskah merupakan

rekaman dari nilai-nilai yang ada pada masa nenek moyang hidup, karena penulis

mewakili orang yang hidup di zamannya yang mana pola pikir, gagasan, dan

kepercayaan pengarang kurang lebih sama dengan orang-orang disekitarnya.

Data naskah (manuskrip) yang dijadikan objek dalam penelitian kali ini

adalah naskah yang berjenis sastra wayang, dalam hal ini adalah teks kasusastran

yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) yang bersumber pada epos

Mahabarata dan digubah menjadi ceritera baru. Penggolongan ini didasarkan pada

pendapat Nancy K. Florida (2012: 39-41) yang mengklasifikasikan naskah Jawa

sebagai berikut:

1) Sejarah Jawa: Sejarah Jawa Sangkala, Karya abad 17, Islamisasi Jawa,

Jawa Abad 17 dan 18, Jawa abad 19 dan 20.

2) Silsilah.

3) Kehidupan istana & Administrasi: pangkat istana & gelar, peraturan

istana & protokol, pengetahuan adat istiadat keraton & upacara, payung

upacara (songsong), tempat, arsitektur, artifak, tanah & adinistrasi

keuangan.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

3

4) Piwulang (literature didaktik): ajaran martabat raja & kepandaian sebagai

negarawan, kebaktian terhadap kerajaan, pelajaran untuk wanita,

kritikisme sosial, seksologi.

5) Literatur hukum & Perjanjian

6) Sejarah Islam & Islamisasi: Sejarah Islam suci (sakral), Islamisasi Jawa,

sejarah dari Islamisasi.

7) Sejarah Eropa & negeri-negeri Eropa: Napoleon, Barons Sakèndhèr &

Sukmul.

8) Sêjarah Cina: sejarah Tang tiau, Sejarah Sam Kok.

9) Sejarah Pustaka Raja: Putaka Raja Purwa, Pustaka Raja Madya/Puwara,

Pustaka Raja Wasana, sejarah Pustaka Raja (Versi)

10) Roman sejarah: Ceritera Panji, Majapahit (Damarwulan)

11) Ramalan & Lambang (karakter raja & anggota kerajaan)

12) Seni: keris & pande besi, tekstil batik, kosmetik/rias, arsitektur &

pertukangan (kayu).

13) Hipologi

14) Ramalan penanggalan & perhitungan waktu

15) Primbon

16) Wayang: Ruwatan, adat dan Pengetahuan wayang, boneka wayang,

pakêm, lakon wayang gubahan

17) Sastra & ceritera sastra: sastra klasik & ceritera sastra, 1001 malam,

ceritera rakyat

18) Bahasa, linguistic (ilmu bahasa) & studi literature

19) Ensiklopedi

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

4

20) Fisiologi manusia

21) Islam: roman pengembaraan siswa, Cênthini, Jatiswara, Badrul Ngalam,

pemikiran Sufi (Suluk & Wirid), Al-Quran, sejarah, ilmu akherat

(eschatology), etika.

22) Ceritera Menak

23) Pelajaran religi

24) Geografi

25) Bungarampai

26) Musik & tari: notasi gamelan, Bedhayan, Santisawara, prosodi Macapat,

teori tari.

Atas dasar pendapat Nancy di atas, maka objek kajian kali ini tergolong

pada butir ke- 16 yakni wayang, yang secara spesifik dapat digolongkan pada

lakon wayang gubahan dengan Judul Sêrat Srikandhi Maguru Manah

(selanjutnya disingkat SSMM).

Naskah SSMM merupakan naskah yang cukup digemari pada zamannya,

terbukti dengan adanya banyak salinan naskah terkait yang ditemukan, dan

ditemukannya sebuah buku cetak bertuliskan aksara Jawa cetak dengan isi dan

bentuknya yang sama, serta versi yang sama pula. Naskah profan yang telah

beredar di masyarakat dan naskah itu telah dicetak, hal itu berarti dapat

diasumsikan bahwa naskah ini dulunya pernah populer. Pendapat ini sejalan

dengan pendapat Siti Baroroh Baried yang menyatakan bahwa “dalam hal teks

profan yang dianggap milik bersama, frekuensinya tinggi penyalinan

menunjukkan bahwa naskah itu sangat digemari” (1994 : 62).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

5

Pada saat menginventarisasi naskah dari berbagai katalog, telah diperoleh

informasi bahwa naskah SSMM ini berjumlah enam naskah yang terdapat pada 4

(empat) tempat penyimpanan naskah, sebagaimana rincian berikut:

1. Sêrat Srikandhi Maguru Manah, dengan nomor katalog RP 259 / 192

(808.543 Sri s ) (Nancy K. Florida, 2012: 200). (naskah A).

2. Sêrat Srikandi Maguru Manah bernomorkan katalog KS 412 / 270 Na.

(Nancy K. Florida, 1993 : 229). (naskah B)

3. Sêrat Carios Srikandhi Maguru Manah, dengan nomor katalog MN

436.2 / D 59 b (Nancy K. Florida, 2000: 306). (naskah C)

4. Sêrat Partakrama Dumugi Srikandhi Maguru Manah dengan nomor

katalog KS 411.0 / 273 Na (Nancy K. Florida, 1993 : 229)

5. Sêrat Srikandhi Maguru Manah dumugi Sêmbadra larung tuwin

Cèkèl Endralaya, dengan nomor katalog MN 438.0/ D158 (Nancy K.

Florida, 2000: 306)

6. Sêrat Partakrama, Srikandhi Maguru Jêmparing, dumugi Sêmbadra

Larung, dengan nomor katalog lokal 1838 (katalog lokal Yayasan Sastra

Lestari Surakarta)

Langkah selanjutnya adalah pengecekan data secara langsung di lapangan,

kuantitas data yang ditemukan tidak sama dengan informasi yang disebut dalam

katalog, salah satu naskah hilang dan tidak diketahui secara pasti apa penyebab

dan kapan naskah itu tidak berada pada tempat yang seharusnya, satu naskah

isinya tidak lengkap (sebagian ceritera hilang), dan satu naskah berbeda versi

meskipun masih dalam satu bentuk yang sama. Sehingga, atas dasar pertimbangan

filologis ketiga naksah tersebut gugur sebagai data utama utama penelitian. (1)

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

6

Naksah yang hilang tersebut berjudul Sêrat Srikandhi Maguru Manah dumugi

Sêmbadra Larung tuwin Cèkèl Endralaya, dengan nomor katalog MN 438.0/

D 158, pada saat pengecekan dilapangan, ternyata naskah terkait tidak ditemukan

di tempat penyimpanan yang ditunjukkan pada katalog (Reksapustaka

Mangkunegaran). (2) Naskah secara isi tidak lengkap, yakni Sêrat Parta Krama

dumugi Srikandhi Maguru Manah dengan nomor katalog KS 411.0 / 273 Na,

ketika dilakukannya pengecekan pada tempat keberadaan nasksah, naskah tersebut

bukan berjudul seperti tertulis di atas, melainkan hanya tertuliskan “Sêrat Parta

Krama” saja, selain itu pada saat pengecekan terhadap isi naskah, sekilas naskah

ini sama dengan naskah SSMM lainya, akan tetapi pada bagian ceritera Srikandhi

Maguru Manah, ceritera terputus di tengah-tengah dan tidak selesai. (3) Naskah

dengan judul Sêrat Srikandhi Maguru Jêmparing (selanjutnya disingkat SSMJ)

yang terdapat pada bendel naskah Sêrat Partakrama, Srikandhi Maguru

Jêmparing, dumugi Sêmbadra Larung dengan nomor katalog 1838 milik

Yayasan Sastra Lestari Surakarta. Secara tekstualitas naskah tersebut berbeda dari

mayoritas saksi naskah sejenis lainnya, meskipun secara bentuk sama yakni

Macapat. Letak perbedaan tersebut terdapat pada versi naskah, cara penulisan

berbeda dengan teks-teks naskah sejenis lainnya. Perbedaan tersebut nampak pada

pertengahan teks naskah, tepatnya pada akhir ceritera Partakrama, pergantian

ceritera ditulis masih dalam pupuh yang sama, dengan kata lain ceritera berganti

sebelum mandrawa pada, yakni pupuh ke- 46 tembang Dhandhanggula bait ke-

19. Pada bait ke-19 itulah ceritera sudah berganti, dari ceritera Partakrama ke

Srikandhi Maguru Jêmparing, sehingga pada bait 19 itu dianggap sebagai bait 1

(pertama) pada SSMJ. Pada akhir ceritera pun sama dengan awal ceritera, yakni

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

7

tidak ada tanda khusus untuk mengakhiri ceritera, melainkan pada pupuh ke 36

tembang Pocung bait ke 24 (halaman naskah 196) sudah berganti ceritera yakni

Sêmbadra Larung, sehingga bait 24 itu dianggap sebagai akhir dari SSMJ.

Mengingat dalam rangka implementasi langkah kerja filologi (perbandingan),

naskah yang dibandingkan haruslah sama antara jenis dan versinya, dan naskah

SSMJ dianggap menyimpang (versi yang berbeda), maka naskah ini gugur

sebagai data primer dalam penelitian filologis kali ini. Sehingga, naskah yang

dijadikan sebagai data primer dalam penelitian kali ini sejumlah tiga naskah.

Naskah yang terpilih sebagai data utama dalam penelitian kali ini adalah:

1. Sêrat Srikandhi Maguru Manah, dengan nomor katalog RP 259 / 192

(808.543 Sri s ) (Nancy K. Florida, 2012: 200) (naskah A).

2. Sêrat Srikandhi Maguru Manah bernomorkan katalog KS 412 / 270 Na.

(Nancy K. Florida, 1993 : 229) (naskah B).

3. Sêrat Carios Srikandhi Maguru Manah, dengan nomor katalog MN

436.2 / D 59 b (Nancy K. Florida, 2000: 306) (naskah C).

Naskah-naskah di atas merupakan naskah yang sesuai dengan kriteria data dalam

penelitian filologi tradisional, yang mana data berbentuk naskah-naskah tersebut

harus sejenis dan seversi, serta mempunyai kualitas yang baik (teks dapat dibaca,

serta tidak banyak bagian naskah yang hilang), sehingga dapat dilakukannya suatu

langkah kerja dalam penelitian filologis yang disebut perbandingan naskah. Bukti

bahwa naskah tersebut syarat dengan kriteria data penelitian filologi tradisional

adalah sebagai berikut:

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

8

1. Jenis dan versinya sama

Ketiga teks naskah memiliki jenis teks yang sama, yakni berjenis puisi,

berbentuk puisi Jawa Baru atau sering disebut tembang macapat/sêkar alit. Secara

versi, ketiga naskah sama, yakni memiliki urutan pupuh yang sama (lihat tabel 2

pada perbandingan naskah), dan jalan ceritera yang sama pula (lihat ikhtisar teks

pada deskripsi naskah).

2. Lengkap secara isi dan teks dapat dibaca

Mulai dari halaman pertama hingga halaman terakhir ketiga teks tidak

terdapat satu halaman pun yang hilang, mulai dari awal penulisan hingga akhir

penulisan. Pada naskah B tidak terdapat pupuh ke- 37 (lihat tabel 2) karena sudah

terdapat cap perpustakaan dibawah teks dan penulisan tidak berlanjut, sehingga

pada pupuh ke- 36 diangggap sebagai pupuh terakhir.

Alasan naskah dengan judul SSMM dijadikan sebagai objek penelitian,

karena naskah ini dipandang secara perspektif filologis dirasa perlu untuk segera

ditangani dengan beberapa alasan sebagai berikut:

Pertama, secara filologis ditemukan versi (naskah SSMJ) dan banyaknya

varian-varian dalam teks, yang mana apabila tidak segera ditangani secara

filologis dikhawatirkan akan mengaburkan pandangan dan menyesatkan pembaca

terhadap tipe mula teks naskah terkait. Dalam SSMM banyak ditemukan varian-

varian maupun kelainan bacaan, serta suku kata, kata, bahkan kelompok kata yang

korup, yang diakibatkan dari kesalahan secara tidak sengaja maupun sengaja oleh

penyalin, banyaknya aksara yang semakin tidak dapat terbaca karena tinta naskah

menindas teks sebaliknya (teks rekto verso ), serta media teks yang robek akibat

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

9

penggunaan terdahulu. Hal yang demikian membuat teks naskah tidak dapat

terbaca dengan jelas sehingga tidak memungkinkan apabila teks ini diterbitkan

dengan apa adanya, tanpa melalui proses filologis terlebih dahulu. Berikut contoh

dari sekian banyak penyimpangan dan kesalahan tulis dari sebuah transmisi

penyalinan:

a. Adanya Lacuna: yaitu bagian teks yang ditinggalkan (Siti Baroroh Baried,

1994: 65). Di bawah ini adalah contoh lacuna suku kata:

Gambar 1. Contoh lacuna suku kata.

Terdapat lacuna satu suku kata pada baris pertama bait ke- 13 pupuh VI tembang

mijil, halaman naskah 29, hanya tertulis “alin” seharusnya “asalin”. Sebagai data

pembanding berikut ditampilkan gambar dari teks naskah lainya.

Gambar 2. Contoh bacaan yang sama dari naskah pembanding.

Selanjutnya adalah contoh lacuna huruf. Lacuna huruf “suku”pada baris ke- 4,

bait ke- 18, pupuh VI tembang mijil, halaman naskah 29, kata “Jurang” tertulis

“jarang”.

Gambar 3. Contoh lacuna huruf.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

10

Sebagai pembetulan bacaan yang salah diambilkan dari bacaan naskah

pembanding yang dianggap benar, berikut ditampilkan bacaan dari teks naskah

pembanding.

Gambar 4. Contoh bacaan yang sama dari naskah pembanding.

b. Interpolasi: penambahan kata atau kalimat oleh si penyalin kepada naskah

yang disalinnya karena kekeliruan atau disengaja (Kamus filologi, 1977: 19).

Berikut contoh interpolasi:

Pada kata cèthine terdapat interpolasi suku kata “thi” yang disisipkan pada tengah

atas antarhuruf (pupuh VI tembang mijil, bait ke- 2 baris ke- 4, halaman naskah

27).

Gambar 5. Contoh interpolasi suku kata.

Bacaan yang mengalami interpolasi juga terdapat pada pupuh XI tembang

Kinanthi, bait ke- 30 baris ke- 3, halaman naskah 60, penambahan secara sengaja

oleh penulis dibubuhkan pada atas teks sebagai pengganti bacaan yang salah.

Gambar 6. Contoh interpolasi kata

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

11

Pada teks sebelumnya tertulis “dene padha wadon” lalu dibenarkan menjadi “dene

ta padha wanodya”.

c. Adisi: bagian yang kelebihan atau penambahan secara tidak sengaja, baik

huruf, suku kata, kata, bahkan kelompok kata.

Pada baris ke- 10, bait ke- 6 pupuh VII tembang Dhandhanggula, halaman naskah

33, ditemukan adisi huruf “layar” pada kata “ambabar” tertulis “ambarbar”.

Gambar 7. Contoh Adisi huruf

Gambar 8. Contoh Adisi huruf pada naskah pembanding

d. Kesalahan tulis berupa penggunaan huruf yang kurang tepat.

Kelainan bacaan jenis ini terjadi pada pupuh IX tembang Pangkur, bait

pertama, baris ke- 5 halaman naskah 44, terdapat pada kata “lamun” tertulis

“yamun”

Gambar 9. Contoh kesalahan tulis dalam penggunaan huruf yang kurang tepat.

Gambar 10. Bacaan yang sama dari naskah pembanding.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

12

Selain penyimpangan bacaan, terdapat pula beberapa lembar naskah yang

berlubang dan robek yang mengakibatkan beberapa huruf hilang dan sulit untuk

dibaca sebagaimana contoh berikut:

Gambar 11. Lembar naskah yang berlubang dan robek.

Hal tersebut di atas yang mendorong penelitian filologis ini harus

dilakukan, agar ditemukan sebuah teks yang dipandang asli dan nantinya tidak

menyesatkan bagi para pembaca. Varian-varian dan kelainan bacaan tersebut di

atas hanyalah sebagian kecil dari sekian yang ada pada data naskah. Melalui

sentuhan filologis, teks yang semula kadar keotentikannya itu diragukan, akan

kembali kuat dengan cara ditemukannya teks yang dipandang sebagai otograf.

Kajian filologis ini akan banyak membantu peneliti kemudian, dan pembaca yang

budiman dalam menelaah maupun mengkaji teks dalam naskah ini secara lebih

lanjut, dengan lebih terbantu dan tidak akan disesatkan dengan hal-hal seperti

contoh di atas.

Kedua, selain dari perspektif filologis, ditinjau dari sudut pandang isi teks

pun dianggap penting untuk menguak isi teks naskah SSMM, dikarenakan isi teks

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

13

naskah yang begitu menarik dan dirasa perlu dikaji secara lebih mendalam.

Menurut para ahli, SSMM merupakan bagian dari Sêrat Partayagnya yang mana

dalam satu Sêrat terdapat empat bagian lakon (episode), yang pertama adalah; (1)

Partakrama, (2) Srikandhi Maguru Manah, (3) Sêmbadra Larung, dan (4) Cèkèl

Waneng-Pati (Poerbatjaraka, 1954: 156). SSMM dikarang oleh R.Ng Sindusastra

di Surakarta pada tahun 1833 M (Nancy K. Florida, 2012: 200). R.Ng Sindusastra

merupakan carik/juru tulis KGPH Purbaya di ka-Purbayan ketika belum

dinobatkan menjadi raja di Surakarta, yang akhirnya KGPH Purbaya bergelar

menjadi ISKS Pakubuwono VII (Poerbatjaraka, 1954: 155).

SSMM merupakan naskah yang berisikan ceritera pewayangan Jawa, yang

mengisahkan tentang kisah asmara Arjuna dengan Srikandhi. Nilai-nilai yang

terkandung dalam ceritera SSMM ini sangatlah tinggi, ditinjau dari perspektif

yang lain, terlepas dari kisah percintaan, meskipun bukan merupakan karya sastra

didaktik, akan tetapi dalam lakon ini juga terkandung nilai-nilai edukatif dan

kepahlawanan seorang wanita (emansipasi). Ditinjau dari perspektif etik, apa yang

dilakukan Srikadhi dengan melancarkan rencana terselubung dan pergi dari

keraton tanpa sepengetahuan siapapun, memang melanggar etika dalam tata nilai

keraton, akan tetapi dibalik itu semua, Srikandhi mempunyai tujuan luhur, yakni

ingin menyelamatkan rakyat dan negeri Pancala dari Prabu Jungkung Mardeya,

seorang raja sabrang yang haus akan daerah kekuasaan (Mardjono, 2008: 8). Apa

yang dilakukan Srikandhi tidak semata-mata untuk memburu kesenangannya saja,

akan tetapi juga demi pengetahuan, sebagai seorang putri prajurit sudah

sepantasnya ia mempunyai keahliah di dalam memainkan senjata perang yang di

antaranya yakni panah. Srikandhi belajar memanah kepada Arjuna karena Arjuna

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

14

lah seorang yang dianggap paling mahir memainkan senjata panah pada

zamannya, dengan belajar kepada Arjuna, Srikandhi akan mampu menguasai

berbagai teknik memanah yang mana hal itu dapat ia gunakan ketika negara

Pancala diserang oleh mungsuh, termasuk para prajurit dari Paranggubarja.

Kegigihan Srikandhi di dalam memilih jodohnya sendiri, serta kepiawaiannya di

dalam berolah keprajuritan dan kanuragan, yang mana hal itu banyak ditekuni

oleh kaum laki-laki, nampaknya bertolak belakang dengan paradigma sebagian

besar kalangan priyayi Jawa di masa itu (masa dimana karya sastra tersebut lahir).

Sebagaimana yang telah kaprah dalam Budaya Jawa, wanita selalu dianggap

sebagai kanca wingking, pekerjaannya hanya macak, masak, manak, swarga

nunut naraka katut. Sistem patriarkat yang sangat kuat ini yang semakin

mendesak perempuan Jawa pada posisi inferior (Christiana Dwi Wardhana, 2015 :

10). Seperti halnya wanita dalam berbagai kasusastran Jawa pada umumnya

seperti Sêrat Candrarini, Sêrat Sandi wanita, Sêrat Wulangrèh Putri, Sêrat

Darma Wasita dan lain sebagainya, yang cenderung menyuruh wanita harus

perfect harus ini itu dan lain sebagainya. Sebagai contoh dalam serat Wulangrèh

Putri naskah yasan PB X, yang menyatakan bahwa seorang wanita (priyayi) tidak

boleh sekehendak hati sendiri, bertindak semaunya sendiri, harus patuh terhadap

perintah raja dan lain sebagainya (Nugraheni Eko Wardani, 2011: 69). Hal inilah

yang sangat menarik, mengapa teks yang mengandung nilai-nilai emansipasi

begitu digemari dan disebar luaskan di tengah-tengah kekentalan sistem patriarkat

di keraton, dan mengapa naskah ini dulunya justru ditulis oleh juru tulis keraton

atas perintah PB VII. Artinya ada sesuatu yang harus dikuak dari naskah ini guna

menemukan sesuatu yang penting tersebut.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

15

Ketiga, naskah SSMM secara filologis belum sama sekali tersentuh

sebagai objek penelitian. Berdasar informasi yang telah diperoleh dari berbagai

sumber literer maupun internet, seperti halnya Jurnal Manuskrip Nusantara

(JUMANTARA), daftar penelitian filologi UNS, serta berbagai situs di internet,

bahwa naskah dengan judul SSMM tersebut belum sama sekali dijadikan sebagai

objek penelitian filologi. Penelitian dengan mengangkat objek teks Srikandhi

Maguru Manah pernah dilakukan oleh Mardjono staf pengajar mata kuliah umum

di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, penelitian beliau meninjau teks

Srikandhi Maguru Manah dari perspektif yang berbeda (bukan filologis), itu pun

teks naskah yang dijadikan sebagai objek penelitian bukanlah manuskrip,

melainkan teks latin tulisan Sunardi DM pada tahun 1978. Bertolak belakang

dengan fakta yang terjadi di masyarakat saat ini, banyak para praktisi seni seperti

dalang atau pun sastrawan yang mengangkat sosok Srikandhi sebagai tokoh utama

dalam sebuah pertunjukan wayang (wayang kulit dan wayang orang) atau pun

sebagai sumber inspirasi dalam sebuah karya literer. Hal tersebut dapat dibuktikan

dengan adanya sebuah pertunjukan wayang kulit dengan mengangkat lakon

Banjaran Srikandhi yang dilakukan oleh seorang dalang putri dari kabupaten

Wonogiri bernama Nyi Wulan Panjangmas. Pertunjukan tersebut diselenggarakan

oleh pihak Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) pada tanggal 25 April 2013.

Dalam lakon tersebut juga termuat adegan ketika Srikandhi belajar memanah

hingga pernikahannya dengan Arjuna. Lakon wayang dengan judul yang sama

yakni Srikandhi Maguru Manah sering sekali dipentaskan dalam pertunjukan

wayang orang, antara lain paguyuban wayang orang Bathara dari Jakarta

mementaskan lakon tersebut di Senen Jakarta Pusat pada tanggal 3 Juli 2010.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

16

Group wayang Sriwedari juga mementaskan dengan lakon yang sama pada

tanggal 18 April 2016 di TVRI pusat Jakarta dan masih banyak lagi. Selain

pertunjukan seni, dalam karya literatur pun, sosok Srikandhi sering dijadikan

sumber inspirasi dalam pembuatan karya literatur, antara lain buku dengan judul

“Pesona Wanita dalam Khasanah Pewayangan” karangan Srikandhi Wintala

Achmad, yang mana dalam buku tersebut, juga membahas tentang sosok

Srikandhi sebagai tokoh wayang emansipasi.

Upaya penyelamatan naskah terhadap SSMM (naskah A dan B)

penangannya hanya sebatas pendeskripsian atas dasar keperluan katalogisasi saja,

bukan identifikasi secara lengkap dan terperinci apalagi secara filologis.

Sedangkan naskah C sudah mendapatkan sedikit upaya penyelamatan, yakni

dengan cara transliterasi teks, akan tetapi teks ditransliterasi dengan apa adanya

tanpa membenarkan teks yang kurang tepat. Mengingat usia naskah (A) yang

tergolong tua, yakni ditulis antara tahun 1893-1939 M, maka teks naskah dirasa

perlu untuk segera diselamatkan selagi teks sebagian besar masih dapat terbaca

Alasan-alasan tersebut di atas yang menguatkan tekat peneliti untuk

mengkaji lebih lanjut, baik secara filologis maupun kajian isinya terhadap teks

naskah SSMM ini. Peneliti memprediksi penelitian ini nantinya akan sangat

membantu sekali dalam dunia ilmu pengetahuan, baik secara tekstual maupun

substansial dari isi ceritera itu. maka dari itulah penelitian ini wajib dilakukan dan

harus dikembangkan di hari esok demi perkembangan dunia ilmu pengetahuan.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

17

B. Rumusan Masalah

Penelitian terhadap naskah SSMM ini difokuskan pada rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana suntingan teks dari SSMM yang dipandang asli dan bersih

dari kesalahan?

2. Bagaimana perspektif etik serta kesetaraan gender dalam Sêrat

Srikandhi Maguru Manah?

C. Tujuan penulisan

Tujuan yang akan dicapai pada penelitian ini adalah :

1. Menyajikan suntingan teks dari SSMM yang dipandang asli dan bersih

dari kesalahan, serta menyajikan ringkasan isi teks pada tiap pupuh-

nya.

2. Mengupas isi dari teks SSMM yang ditinjau dari perspektif etik serta

kesetaraan gender.

D. Batasan Masalah

Melalui naskah ini, baik secara kodekus, tekstualitas, bahasa maupun

substansi ceriteranya dapat dikaji melalui berbagai perspektif dan disiplin ilmu,

seperti halnya penelitian yang terfokus pada kodeks/naskahnya saja, yang mana

penelitian ini kaprah disebut dengan penelitian kodikologis. Melalui sejarah

teksnya, peneliti bisa saja mengkaji dari perspektif tekstologis. Kajian terhadap

substansi ceriteranya, seorang peneliti dapat melakukan pendekatan ilmiah

melalui sudut pandang intertekstualitas, berangkat dari perspektif verbal, peneliti

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

18

juga berhak mengkajinya dengan pendekatan linguistik deskriptif, serta tidak

menutup kemungkinan dari perspektif kesusastraannya, ataupun juga melalui

pendekatan kajian budaya dan sosisal humaniora lainnya.

Permasalahan demi permasalahan diperkirakan akan bermunculan, oleh

karena itulah dalam penelitian ini memberikan adanya pembatasan permasalahan.

Pada kajian kali ini menitikberatkan permasalahannya pada dua masalah utama,

yakni dari perspektif filologis dan kajian isinya. Kajian filologis digunakan

sebagai pisau analisis untuk mengupas segala permasalahan yang terdapat dalam

naskah, seperti adanya varian-varian dan kelainan bacaan yang diangap akan

menyesatkan para pembaca kemudian, sehingga penelitian ini harus dilakukan,

sedangkan dari perspektif kajia isinya, akan diungkapkan nilai-nilai didalamnya

melalui dua perspektif, yakni perspektif etik dan kesetaraan gender.

E. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini tentunya peneliti mengharapkan agar penelitiannya

berguna dan bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan. Dalam penelitian ini

peneliti mengharapkan dua manfaat yang dapat tercapai, yakni secara teoritis dan

manfaat secara praktis.

Pertama-tama adalah manfaat secara teoritis yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah:

1. Memberikan kontribusi terhadap dunia penilitan terutama penelitian

pernaskahan secara filologis.

2. Memperkaya penerapan filologis sebagai disiplin ilmu dalam

memberikan penanganannya terhadap naskah Jawa.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

19

3. Mampu memperluas cakrawala peneliti lebih lanjut karena terbukanya

ladang kajian yang baru.

4. Ingin menunjukan kepada khalayak umum bahwasanya kajian filologis

itu luas, dan tidak melulu pada filologi secara struktural saja.

Sedangkan manfaat praktis yang ingin tercapai pada peneitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Menyelamatkan naskah Sêrat Srikandi Maguru Manah agar terhindar dari

kepunahan, sehingga data yang tersimpan didalamnya yang notabene

penting itu akan tetap ada dan dapat dikembangkan di masa mendatang.

2. Diharapkan melalui kajian ini, para pembaca awam yang notabene

kesulitan membaca manuskrip Jawa dapat terbantu di dalam memahami

secara tekstual maupun kandungannya.

3. Dapat membantu para praktisi kesenian seperti para dhalang, maupun

budayawan didalam memahami isi ceritera, sehingga ceritera dalam Sêrat

Srikandhi Maguru Manah ini dapat dikembangkan menjadi suatu karya

yang baru (pakem wayang, pementasan wayang kulit, drama modern dll).

F. Kajian Teori

1. Pengertian Filologi

Secara etimologis, filologi berasal dari bahasa Yunani philologia yang

merupakan gabungan dari dua kata philos yang berarti “teman” dan logos berarti

“pembicaraan” atau ilmu, kemuadian diartikan menjadi “senang berbicara” dan

akhirnya melebar menjadi “senang ilmu” (Siti Baroroh Baried. 1994:2). Dalam

perkembangannya istilah filologi disebut sebagai suatu disiplin yang mengkaji

tentang bahasa, sastra dan budaya masa lampau yang ditulis oleh nenek moyang

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

20

di dalam suatu teks yang diwadahi dalam satu media yang disebut naskah.

Noorduyn mengungkapkan bahwa Filologi merupakan suatu disiplin yang

“mempelajari hasil pemakaian bahasa yaitu isinya yang sudah dihasilkan oleh

bahasa itu maupun sebagai percakap tetapi lebih khusus pemakaian bahasa secara

tertulis terutama pemakaian bahasa dari abad yang lalu” (1975: 19). Naskah yang

dimaksud dalam filologi ialah semua peninggalan tertulis nenek moyang kita yang

termaktub pada kertas, lontar, kulit kayu dan rotan. Naskah ini disebut

manuscripts atau handscripts.

2. Objek Filologi

Kodeks merupakan suatu bentuk yang kongkrit yang mewadahi daripada

suatu yang abstrak yaitu teks. Kodeks atau naskah beserta kandungannya (teks)

itulah yang sesungguhnya menjadi objek utama dalam penelitian filologi. Naskah

itulah yang menyimpan khasanah budaya, sastra dan bahsa masa lampau dimana

para leluhur masih hidup. Siti Baroroh Baried mengatakan bahwa “dari sejarah

lahirnya filologi sebagai istilah, dapat diketahui bahwa filologi mempunyai

sasaran kerja yang berupa naskah” (1994: 7).

3. Langkah Kerja Penelitian Filologi.

Seorang filolog di dalam mencari, memproses hingga pada penyajian

datanya, tentunya harus menjalani langkah-langkah kerja sebagaimana mestinya

pada penelitian filologi. Langkah kerja penelitian filologi menurut Masyarakat

Pernaskahan Nusantara (Manassa), terdiri atas penentuan sasaran penelitian,

inventarisasi naskah, observasi pendahuluan, penentuan naskah dasar, transliterasi

naskah dan penerjemahan teks. Dalam penelitian kali ini tidak hanya terfokus

pada langkah kerja menurut salah seorang ahli saja, melainkan juga ditambahkan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

21

pendapat ahli lainnya yakni Edi S. Ekadjati yang mengemukakan bahwa langkah

kerja penelitian filologi itu meliputi; (1) Inventarisasi naskah, (2) Deskripsi

naskah (identifikasi naskah), (3) Perbandingan naskah, (4) Pemilihan teks yang

akan diterbitkan, (5) Ringkasan isi naskah, (6) Alih aksara dan penyuntuingan

teks (1980 : 1-8). Sedangkan menurut Edward Djamaris (1991) langkah kerja

dalam penelitian filologi meliputi; (1) pengumpulan data naskah (inventarisasi),

(2) pengolahan data (deskripsi naskah), (3) perbandingan naskah, (4) kritik teks,

yang meliputi recentio, eliminatio, pengelompokan naskah, dan penentuan naskah

autoritarif, (5) transliterasai, Suntingan teks dan aparat kritik (Hal. 1-18).

Mengingat naskah yang akan diteliti dalam penelitian kali ini merupakan

naskah profan, serta kondisinya yang tidak memungkinkan apabia hanya dikupas

dengan satu langkah kerja menurut seorang ahli saja, maka teori ketiganya

dianggap akan saling melengkapi dan sangat mendukung. Sehingga hasil akhir

dalam penelitian filologis ini akan sesuai dengan yang diharapkan serta mengena

pada analisis datanya. Langkah kerja yang diterapkan pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Penentuan sasaran penelitian.

Dunia pernaskahan Jawa sangatlah luas, baik secara bentuk kongkrit

maupun abstraknya (naskah dan teks). Dalam tradisi literatur Jawa, sebelum

dikenalkannya media tulis berbentuk kertas oleh para pemerintah kolonial, tradisi

literer Jawa sudah mengenal suatu media tulis seperti daun tal atau disebut dengan

lontar (disebut juga rontal), kulit kayu, kulit binatang dan sebagainya. Dalam

naskah jawa kuna, banyak diketemukan naskah-naskah yang bermediakan

lontar/rontal yang di mana sebuah alat bernama pengutik sebagai alat untuk

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

22

memberi goresan pada lontar tersebut, dan diberikan minyak kemiri agar gorsan-

goresan itu nampak jelas (Zoetmulder, 1994: 43). Secara tekstualitas, pada

transmisi penyalinannya teks-teks kesusastraan Jawa banyak yang mendapatkan

apresisasi dari penyalin kemudian sehingga penyalin kemudian memposisikan

dirinya sebagai pengarang yang baru, oleh karenanya banyak terlahir versi-versi

yang baru pula. Selain versi yang ditimbulkan dari apresiasi para pengarang Jawa,

pengaruh yang ditimbulkan dunia barat pun juga mempengaruhi tradisi

kesusastraan Jawa. Setelah lahirnya tradisi cetak, kemudian banyak sekali teks-

teks naskah Jawa yang dicetak menjadi sebuah naskah yang baru.

Berdasar pada urian di atas, penentuan sasaran penelitian difokuskan pada

data naskah manuskrip Jawa yang dituliskan pada sebuah media kertas yang

berbentuk puisi Jawa baru (sêkar alit/macapat), dan berisi tentang ceritera

pewayangan yang bersumber dari epos Mahabarata (lakon gubahan), serta berisi

tentang kisah percintaan Arjuna dengan Dewi Wara Srikandhi yang bermula

ketika pertemuan mereka di Dwarawati hingga berujung pada pernikahan.

Menurut Nancy K. Florida (1993) Ceritera Srikandhi Maguru Manah ini

merupakan bagian ke dua dari ceritera Parta Yagnya (Hal. 229).

b. Inventarisasi Data

Inventarisasi merupakan langkah dini filologi sebelum menginjak langkah

kerja yang lain. Inventarisasi ialah suatu kegiatan filolog di dalam mencari dan

mengumpulkan data sebagai objek kajiannya (naskah) yang seversi dan sejenis.

Sebelum terjun ke lapangan filolog terlebih dahulu dapat memanfaatkan katalog-

katalog naskah terlebih dahulu, hal ini bertujuan untuk mempermudah para filolog

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

23

didalam mengumpulkan naskah yang sejenis dan seversi sebagai data utama

dalam penelitiannya.

c. Observasi pendahuluan

Setelah menginventarisir data dari sumber data berupa katalog, langkah

selanjutnya adalah melakukan pengecekan secara langsung ke tempat-tempat

penyimpanan naskah terkait. Dalam hal ini peneliti akan dapat mengetahui secara

langsung mengenai kondisi naskah yang akan dijadikan objek penelitiannya.

d. Identifikasi Naskah

Ketika peneliti sudah mengetahui secara langsung mengenai keadaan

datanya, maka langkah kerja yang dikerjakan selanjutnya adalah mengidentifikasi

objek penelitiannya itu. Peneliti wajib menuliskan mengenai kondisi naskah

dengan sebenar-benarnya baik secara kualitas, maupun kuantitas naskah yang

ditemukan. Identifikasi naskah ialah gambaran umum dan jelas serta terperinci

tentang aspek-aspek yang terdapat di dalam naskah, dengan tujuan mempermudah

pengenalannya terhadap naskah beserta konteks isinya (Emuch Hermansoemantri,

1986: 2). Melalui langkah kerja ini, filolog akan dengan mudah membandingkan

kualitas naskah yang telah dipilihnya sebagai naskah yang dianggapnya lebih baik

daripada naskah yang dieliminasinya, serta nantinya akan memudahkan para

pembaca untuk mengetahui wujud fisik maupun tekstual dari daskah yang

bersangkutan tanpa harus bertemu langsung dengan naskahnya.

e. Perbandingan Naskah

Langkah kerja ini dilakukan karena naskah yang dijadikan data primer

dalam penelitian ini merupakan naskah profan. Bagaimanapun telitinya,

kecermatan dan kehati-hatiannya seorang penyalin di dalam bekerja, tetap saja

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

24

tidak terhindar dari kesalahan meskipun sedikit (Edi S. Ekadjati, 1980). Oleh

karena banyaknya kegiatan penyalinan naskah, sehingga banyak terdapat teks

yang diwakili oleh lebih dari satu naskah, dan teks dalam naskah-naskah tersebut

tidak selalu sama bacaannya, atau yang berbeda dalam berbagai hal (Siti Baroroh

Baried, 1994). Pada tahapan ini, bacaan dari tiap-tiap naskah yang dikutipkan

dari bagian awal teks, tengah dan akhir teks (sebagai sempel) disejajarkan lalu

dibandingakan secara kualitas bacaan dengan mempertimbangkan beberapa unsur

seperti ketuaan leksikal, kesesuaiannya dengan konvensi puisi dll. Mungkin dalam

bacaan teks itu terdapat berbagai penyimpangan, seperti adanya tempat yang

korup, bagian teks yang terlampaui (lakuna), adanya tambahan (interpolasi) dari

penyalinan kemudian, kelebihan atau adanya penambahan pada suku kata, kata,

maupun kelompok kata (adisi) pada bagian teks, atau bahkan terjadi perbedaan

versi ceritera.

Berdasar pada perbandingan teks naskah, maka akan dapat diketahui teks

naskah yang secara kualitas lebih unggul dari teks-teks naskah lainnya. Seperti

halnya teks naskah yang merupakan salinan langsung dari teks naskah lainya,

teks-teks yang berbeda versi, dan teks yang mungkin hanya berupa fragmen, teks-

teks tersebut di pertimbangkan (recentio) guna memperoleh teks yang berkualitas

(Edwar Djamaris, 1991: 2). Teks-teks naskah yang secara kualitas kurang baik

akan digugurkan (eliminatio) dari data primer penelitian. Hal itu guna

menentukan naskah yang paling baik (ditinjau dari berbagai aspek) dan dapat

dipertanggungjawabkan sebagai dasar suntingan naskah.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

25

f. Pemilihan teks yang akan diterbitkan (penentuan teks sebagai dasar

suntingan)

Naskah yang telah melalui tahapan perbandingan, akan terlihat kualitas

dari masing-masing naskah itu, dan naskah yang memiliki kualitas lebih unggul

atau autoritatif tentunya akan menjadi naskah landasan. Edwar Djamaris (1991: 2)

mengemukaan bahwa “metode yang digunakan untuk menentukan naskah yang

autoritatif ini adalah metode objektif”. Dalam metode objektif ini penelitian

dilakukan secara sistematis mengenai hubungan kekeluargaan pada tiap-tiap teks

naskah atas dasar perbandingan naskah yang mengandung kesalahan bersama atau

kesalahan yang diturunkan (Siti Baroroh Baroied, 1994: 66).

Naskah-naskah yang memiliki kemiripan pada varian-variannya,

diasumsikan naskah-naskah tersebut dulunya berasal dari induk yang sama.

Dengan memperhatikan kelainan-kelainan bacaan bersama pada tiap-tiap teks

naskah, dapat ditentukan silsilah naskah (Siti Baroroh Baroied, 1994: 67). Metode

objektif yang sampai pada penentuan silsilah naskah ini disebut juga metode

stema, metode stema ini dianggap penting karena dapat menghindari subjektivitas

selera baik dan akal sehat pada pemilihan naskah landasan (Siti Baroroh Baroied,

1994: 67).

g. Transliterasi teks naskah.

Apabila peneliti telah menemukan naskah yang diasumsikan sebagai

naskah yang paling mendekati otograf, maka seorang filolog dapat langsung

mentransliterasi teks naskah tersebut. Transliterasi dalam hal ini adalah

pengalihan aksara dari aksara sumber ke aksara sasaran (Jawa ke latin), dengan

memperhatikan EYD dalam bahasa Jawa yang didasarkan pada Parama Sastra

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

26

Gagrak Anyar Basa Jawa (Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka, 2013), dan kamus

Baoesastra Djawa (Poerwadarminta, dkk, 1939) sebagai dasar acuan dalam

penulisan suntingan teks ini. Pentransliterasian aksara Jawa yang menggunakan

Sastra laku tetap ditulis sebagaimana ejaan dalam kaidah penulisan huruf latin

pada umumnya, tidak ditulis rangkap konsonan, seperti halnya penulisan pada

frasa prawirèng ngayuda (aksara Jawa) diteransliterasikan pada ejaan latin

menjadi prawirèng ayuda dsb. Hal ini tidak dimaksudkan merusak kemurnian

bahasa lama melainkan untuk menghindarkan pembaca dari kesesatan, apabila

pentransliterasian bahasa lama seperti kata ywang, ywa (aksara Jawa) pada huruf

Latin tetap ditulis ywang, ywa dan lain sebagainya.

h. Kritik Teks

Setelah selesai ditransliterasi seluruh bagian dari teks itu, maka barulah

peneliti mengkritisi bacaan teks naskah yang menjadi objek penelitianya. Kritik

teks bertujuan untuk menelusuri kembali suatu teks dalam bentuknya yang seasli

mungkin melalui jalan perbandingan teks yang sejenis dalam berbagai jenis dan

aspeknya (Achdiyati Ikram, 1992: 1). Dalam penelitian ini pengkritisian terhadap

teks dilakukan dalam bentuk tabel, varian-varian yang terdapat dalam teks akan

digolongkan pada jenisnya masing-masing dan akan dibetulkan atas dasar bacaan

lain yang terdapat pada teks naskah pembanding. Melalui kritik teks, bacaan pada

teks naskah akan bersih dari kesalahan dan akan dihasilkan sebuah suntingan teks

yang dianggap sebagai teks otentik, teks asli yang ditulis pengarang.

i. Suntingan Teks dan Aparat Krititk.

Suntingan teks merupakan hasil akhir dari sebuah penelitian filologi

tradisional. Dikarenakan objek pada kajian kali ini merupakan naskah jamak,

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

27

maka metode yang digunakan adalah metode penyuntingan naskah jamak, lebih

tepatnya yakni metode landasan. Pada tahapan ini, peneliti menyajikan teks yang

bersih dari kesalahan yang dianggap sebagai bentuk mulanya (autograf), dengan

landasan satu naskah yang diasumsikan sebagai naskah yang memiliki kualitas

paling unggul. Pada suntingan teks ini peneliti menyajikan teks dalam bentuk

yang sudah murni, artinya teks yang sudah diproses secara filologis. Segala

bentuk kelainan bacaan dibenarkan atas dasar naskah pembanding, sedangkan

varian-varian pada teks landasan akan ditampilkan pada aparat kritik. Hal ini

bertujuan agar pembaca ataupun peneliti kemudian mengetahui kondisi teks

semula dan teks yang sudah direkonstruksi.

j. Ringkasan Isi teks

Naskah SSMM merupakan naskah yang mempergunakan aksara Jawa dan

bahasa Jawa arkais yang notabene tidak semua orang dapat memahaminya lagi,

oleh karena hal tersebut ringkasan isi dapat memudahkan para pembaca atau para

peneliti lebih lanjut dalam penelaahan pertama isi teks naskah (Edi. S Ekadjati,

1980: 1). Ringkasan isi teks naskah kali ini diterapkan pada tiap-tiap pupuh teks

naskah guna mempermudah pembaca dalam memahami isi pokok teks naskah

pada tiap-tiap pupuh-nya.

4. Pengertian Etik dan Etika

Etik menurut Budiono adalah “pantas, sopan santun, susila”, sedangkan

etika adalah “kaidah-kaidah yang membimbing manusia untuk mengatur

kelakuannya untuk menjadi lurus dan baik dalam keselarasannya antara individu

dan masyarakat, semesta alam dan Tuhan” (2005: 163). Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia etik adalah “(1) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

28

dengan akhlak, (2) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan

atau masyarakat”(http://kbbi.web.id). Etika menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah “ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak

dan kewajiban moral (akhlak)” (http://kbbi.web.id).

Penerapan perspektif etik diterapkan untuk menilai kelakuan dua tokoh

utama dan seorang tokoh figuran dalam SSMM, dua tokoh utama tersebut adalah

Srikandhi dan Arjuna, sedangkan seorang tokoh figurannya adalah Rarasati.

Ketiga tokoh tersebut merupakan tokoh yang mana dalam ceritera dinilai banyak

melanggar kode etik dalam keraton, seperti tindakan terselubung Srikandhi,

penyembunyian Srikandhi oleh Arjuna, dan ketidakpatuhan Rarasati terhadap

perintah Arjuna. Tindakan terselubung Srikandhi sebagai wujud dari

perlawanannya terhadap perintah ayahnya ketika hendak dijodohkan dengan

Jungkung Mardeya sekilas nampak tidak etis bagi kalangan keraton sentris, akan

tetapi dari pada itu, apabila hal tersebut dilihat dari kacamata yang lain, Srikandhi

dapat dianggap sebagai seorang yang terpuji bahkan tindakannya itu dianggap

muluia apabila dilihat dari motif Srikandhi melakukan hal itu. Secara tidak

langsung Srikandhi ingin menyelamatkan rakyat dan negara Pancala dari seorang

raja dari tanah seberang yang ingin menguasai negara Pancala, selain itu Ia

sebagai putri prajurit ingin menambah pengetahuannya dalam hal berolah senjata

khususnya panah kepada Arjuna. Begitu pula dengan tindakan Arjuna

menyembunyikan Srikandhi di dalam taman Maduganda, hal itu sangat tidak etis

sebagai seorang kesatria, bahkan Ia dianggap mencoreng nama baik kakaknya

sendiri Prabu Yudhisthira raja negara Amarta. Tindakan Arjuna tersebut tidak

mutlak dianggap sebagai perbuatan tercela, karena sebenarnya dibalik itu semua

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

29

Ia mempunyai niat baik untuk menyelamatkan Srikandhi dari sebuah pernikahan

paksa, serta ingin mengajari Srikandhi dalam memanah dengan tanpa ada seorang

pun sebagai pengganggu. Selain dua tokoh utama tersebut, ada satu tokoh figuran

yakni Rarasati yang dianggap tidak mematuhi perintah suaminya sendiri. Ketika

Arjuna memerintahkan Rarasati untuk pulang ke Madukara, Rarasati menolaknya

dengan tegas, dan Ia nekat untuk menandingi Srikandhi dalam memanah. Hal ini

sangat tidak etis bagi seorang istri yang tidak mematuhi perintah suaminya

sendiri, akan tetapi tindakan Rarasati ini dapat dikatakan baik apabila dilihat dari

niat Rarasati yang ingin memuliakan suaminya dengan cara menunjukan

kepiawaianya dalam memanah di hadapan orang banyak.

5. Pengertian Feminisme

Feminisme secara harfiah berarti emansipasi wanita (Budiono, 2005: 175).

Secara definitif feminisme merupakan suatu gerakan sosial yang menginginkan

adanya penghargaan terhadap kaum perempuan beserta kesetaraan gender

(Wiyatmi, 2012: xv). Sebagaimana isi daripada teks naskah SSMM ini, yang

mana sangat menonjolkan seorang tokoh yakni Srikandhi, salah satu tokoh dalam

pewayangan, putri dari sang Raja Drupada yang berani menentang ayahnya

sendiri karena Ia akan dijodohkan dengan salah seorang raja dari negara

Paranggubarja yang bernama Jungkung Mardeya.

Hal inilah yang menarik, dimana perbedaan mencolok sekali dengan teks-

teks tulisan para carik keraton, yang mana selalu menggambarkan sosok wanita

yang harus patuh kepada perintah ayahnya apalagi ayahnya adalah seorang raja.

Sistem patriarkat ternyata tidak mempengaruhi isi dari karya sastra ini, disini tidak

sepenuhnya seorang ayah bahkan raja sekalipun berkuasa seenak dirinya sendiri.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

30

Srikandhi sebagai seorang perempuan pun tidak pasrah begitu saja, ada suatu

upaya yang besar didalam menentukan jodohnya sendiri, serta keinginannya yang

besar untuk berolah kanuragan dan terampil memanah yang mana hal itu tidak

wajar dipelajari oleh wanita, hal ini lebih menonjolkan sisi emasipasi wanita.

G. Sumber Data dan Data Penelitian

Sumber data merupakan tempat dimana data itu diperoleh, atau segala

sesuatu yang mampu memberikan informasi mengenai tempat di mana data itu

dapat diperoleh. Sumber data dalam suatu penelitian dapat berupa informan,

tempat, dokumen, kejadian, situs, dan lain sebagainya, selain itu penggunaan

sumber data tersebut juga tergantung pada kompleksitas dan fokus penelitianya

(Riyadi Santosa, 2014: 5). Nyoman Kutha Ratna berpendapat mengenai sumber

data penelitian adalah sebagai berikut:

Sumber data, baik untuk jenis data kuantitatif maupun kualitatif ada dua

macam, yaitu: a) sumber data primer, sumber aktual pada saat terjadinya

peristiwa pengumpulan data, seperti informan, responden, dan b) sumber

sekunder, dari tangan ke dua atau sumber lain yang telah ada sebelum

penelitian dilakukan, seperti artikel pada media masa, buku teks, publikasi

organisasi dan pemerintah, hasil penelitian baik yang dipublikasikan ataupun

tidak (Nyoman Kutha Ratna, 2010: 143)

Teori di atas tidak semuanya diterapkan pada analisis filologisnya,

dikarenakan penelitian filologi tradisional merupakan penelitian yang terfokus

pada studi pustaka, maka sumber data utama dalam penelitian filologi ini adalah

katalog, sedangkan informan, seperti orang-orang yang tahu mengenai tempat

penyimpanan naskah terkait didudukan sebagai sumber data sekunder. Buku cetak

serta penelitian sejenis juga dijadikan sebagai sumber data sekunder dalam

penelitian kali ini.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

31

Data menurut Kerlinger adalah “hasil penelitian, baik yang diperoleh

melalui pengamatan, wawancara, dan proses pemahaman lain, melaluinyalah

ditarik inferensi” (dalam Nyoman Kutha Ratna 2010: 141). Oleh karena data

penelitian filologi adalah naskah dan teks, maka data primer dalam penelitian kali

ini adalah naskah manuskrip yang berisi teks berjudul Sêrat Srikandhi Maguru

Manah.

H. Metode dan Teknik Penelitian

1. Bentuk dan Jenis Penelitian

Bentuk penelitian terhadap naskah berjudul Sêrat Srikandhi Maguru

Manah ini adalah penelitian filologi, guna menemukan teks yang benar-benar

murni bersih dari berbagai bentuk penyimpangan dan dipandang sebagai bentuk

mulanya.

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, atau dengan kata lain melalui

pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Jenis penelitian ini adalah jenis

penelitian pustaka (library research), yakni jenis penelitian yang melakukan

penelitiannya di kamar kerja peneliti atau di sebuah perpustakaan, dimana peneliti

dapat memperoleh informasi dan data tentang objek penelitiannya melalui buku-

buku atau alat-alat elektronik seperti kamera digital dan audiovisual (Atar Semi,

1993:8).

2. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Sebagaimana etimologinya, metode berasal dari akar kata meta dan hodos

(bahasa latin), meta berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah, sedangkan hodos

berarti jalan, cara, arah, hal itu berarti metode merupakan cara-cara, strategi yang

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

32

digunakan seorang peneliti, di dalam memahami realitas serta memecahkan suatu

permasalahan atau sebab akibat berikutnya (Nyoman Kutha Ratna, 2010: 84).

Menurut Nyoman Kutha Ratna “metode pada umumnya ada tiga macam,

yaitu: (a) metode pengumpulan data, (b) analisis data, dan (c) metode penyajian

analisis data” (Nyoman Kutha Ratna, 2010:84). Metode dalam penelitian filologi

terdapat beberapa macam disesuaikan dengan tahapan penelitiannya, metode yang

digunakan pada saat pengumpulan data adalah metode studi pustaka, yakni

pelacakan data pada sumber-sumber data berbentuk buku yakni katalog naskah

(Edwar Djamaris, 1991: 1), sedangkan teknik yang dilakukan untuk memperoleh

data adalah membaca dan mencatat. Pasca menginventarisir keseluruhan judul

naskah, langkah selanjutnya adalah verifikasi tentang keberadaan objeknya

dengan teknik observasi lapangan (tempat naskah itu diperoleh). Setelah data

ditemukan semua, data disimpan pada file digital dengan melalui tekhnik

digitalisasi, yakni naskah difoto dan hasil dari foto itu disimpan pada dokumen di

komputer peneliti.

3. Metode dan Teknik Analisis Data

Guna memperoleh makna penelitian yang maksmal, maka metode analisis

data dilakukan secara ekletik, baik terhadap teori, metode, teknik, maupun

datanya (Nyoman Kutha Ratna, 2010: 511). Sebagaimana yang tertera pada

bagian sebelumnya, bahwa metode pada penelitian filologi bermacam-macam

disesuaikan dengan tahapan penelitiannya, maka pada saat pengolahan data atau

analisis datanya, di tahap ke dua (pasca inventarisasi) menggunakan metode

deskriptif, yakni semua data yang diketemukan dideskripsikan dengan sejelas-

jelasnya, sehingga dapat terwujud gambaran umum dan terperinci mengenai data,

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

33

hal ini dilakukan guna mempermudah tahapan penelitian selanjutnya yakni kolasi

atau perbandingan naskah (Edwar Djamaris, 1991: 1). Teknik yang dilakukan

dalam metode ini adalah membaca dan mencatat. Membaca sekilas keseluruhan

teks, mengamati kondisi fisik naskah maupun isi naskah lalu dicatat, guna

memperoleh gambaran umum dan terperinci mengenai kondisi naksah secara

keseluruhan.

Pada tahapan ke tiga adalah perbandingan naskah guna menentukan teks

yang autoritatif sebagai naskah landasan/dasar suntingan. Pada tahapan ini metode

yang digunakan adalah metode objektif, yakni naskah diteliti secara sistematis

mengenai hubungan kekeluargaannya atas dasar sifat-sifat khusus pada tiap-tiap

teks naskah terkait (Edwar Djamaris, 1991: 2). Pada metode ini teknik yang

digunakan adalah membaca, mencatat, dan mengkomparasikan. Dalam hal ini

peneliti membaca teks literatur, dan mencatat (mentransliterasikan) beberapa bait

tembang sebagai sempel, yakni sepuluh bait teks bagian awal, sepuluh bait teks

bagian tengah, dan sepuluh bait teks bagian akhir, lalu dari bacaan tiap-tiap teks

naskah itu dibandingan dan diresensi kualitas teks dari masing-masing saksi, guna

menemukan teks naskah yang autoritatif atau teks yang berkualitas paling baik

sebagai dasar suntingan. Sebelum adanya perbandingan bacaan, terlebih dahulu

diadakan perbandingan umur naskah, dan perbandingan jumlah dan urutan bait

guna menentukan versi pada tiap-tiap naskah yang ditemukan. Mayoritas jenis

perbandingan dikemas dalam bentuk tabel.

Setelah naskah autoritatif ditemukan, maka akan disajikan suntingannya.

Namun demikian hal yang perlu diperhatikan sebelum penyuntingan teks adalah

transliterasi teks naskah. Pada tahapan ini, metode yang digunakan adalah metode

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

34

transliterasi. Dalam metode ini tekhnik yang digunakan adalah membaca, alih

aksara, dan mencatat. Membaca dalam artian membaca teks yang akan

ditransliterasi, lalu mengalih aksarakan melalui proses berfikir peneliti, dan hasil

dari berifikir itu dicatat pada sebuah kertas.

Tahap berikutnya yakni kritik teks. Sebelum memasuki tahapan akhir yakni

suntingan teks, langkah yang harus dilalui terlebih dahulu adalah kritik teks dalam

rangka pemurnian teks naskah yang akan disajikan suntingannya. Pada tahapan ini

metode yang digunakan adalah metode landasan. Metode induk atau legger

(landasan) ini digunakan apabila ditemukan salah satu naskah yang lebih unggul

kualitasnya apabila dibandingkan naskah sejenis yang ditemukan, ditinjau dari

perspektif bahasa, sastra, sejarah dan lain sebagainya sehingga dinyatakan sebagai

teks yang mengandung bacaan terbaik (Siti Baroroh Baied, 1994: 67). Tekhnik

yang dignakan dalam metode ini nyaris sama dengan tahap perbandingan, yakni

membaca, mencatat, dan membandingkan bacaan. Segala jenis kelainan bacaan

akan diklasifikasikan berdasarkan jenisnya masing-masing. Teks naskah yang

telah bersih dari bacaan yang menyesatkan akan disajikan sebagai teks terpilih,

dan bacaan lain dari teks naskah sejenis akan ditampilkan pada aparat kritik.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112042_bab1.pdf · yang berjenis puisi Jawa baru (tembang macapat) ... Berikut contoh ... Bacaan yang

35

J. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan.

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian,

Kajian teori, data dan sumber data, metode dan teknik, serta

sistematika penyajian.

BAB II Isi.

Pembahasan diawali dengan pembahasan kajian filologi yang

meliputi identifikasi naskah, perbandingan naskah, pemilihan teks

yang akan diterbitkan, transliterasi teks naskah beserta terjemahnya

ke dalam bahasa sasaran, kritik teks, suntingan teks dan aparat

krititk. Hal ini dilakukan guna menyajikan teks yang bersih dari

kesalahan, sehingga nantiunya tidak akan menyesatkan para

pembaca, serta bermanfaat untuk kajian bidang lain yang akan

menggunakan teks naskah ini sebagai bahan kajiannya.

Pada bagian kedua disajikan kajian isi guna mengupas isi teks

SSMM yang ditinjau dari perspektif etik dan kesetaraan gender.

BAB III Penutup.

Berisi simpulan dan saran, pada bagian akhir dicantumkan daftar

pustaka dan lampiran-lampiran.

Daftar Pustaka

Lampiran