BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

24
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan grup merupakan suatu kesatuan ekonomi yang tersusun dari perusahaan-perusahaan berbadan hukum mandiri yang dipandang sebagai induk dan anak perusahaan. 1 Pertumbuhan perusahaan grup di Indonesia semakin pesat dan perusahaan grup semakin menjadi tren yang dipilih oleh pelaku usaha di Indonesia meskipun belum terdapat pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup. Pertumbuhan pesat jumlah perusahaan grup di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai motif, antara lain meliputi penciptaan nilai tambah melalui sinergi dari beberapa perusahaan, upaya perusahaan mencapai keunggulan kompetitif yang melebihi perusahaan lain, motif jangka panjang untuk mendayagunakan dana-dana yang telah dikumpulkan, ataupun perintah peraturan perundang-undangan yang mendorong terbentuknya perusahaan grup. 2 Contoh peraturan perundang-undangan yang mendorong terbentuknya perusahaan grup yaitu Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, khususnya pada Pasal 10 yang menyatakan bahwa, (1) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir. (2) Badan Usaha yang melakukan 1 Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia, Erlangga, Jakarta, 2013, h. 16. 2 Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Group di Indonesia, Erlangga, Jakarta, 2010, h. 1.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perusahaan grup merupakan suatu kesatuan ekonomi yang tersusun

dari perusahaan-perusahaan berbadan hukum mandiri yang dipandang sebagai

induk dan anak perusahaan.1 Pertumbuhan perusahaan grup di Indonesia

semakin pesat dan perusahaan grup semakin menjadi tren yang dipilih oleh

pelaku usaha di Indonesia meskipun belum terdapat pengakuan yuridis

terhadap status perusahaan grup. Pertumbuhan pesat jumlah perusahaan grup

di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai motif, antara lain meliputi penciptaan

nilai tambah melalui sinergi dari beberapa perusahaan, upaya perusahaan

mencapai keunggulan kompetitif yang melebihi perusahaan lain, motif jangka

panjang untuk mendayagunakan dana-dana yang telah dikumpulkan, ataupun

perintah peraturan perundang-undangan yang mendorong terbentuknya

perusahaan grup.2

Contoh peraturan perundang-undangan yang mendorong terbentuknya

perusahaan grup yaitu Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak

dan Gas Bumi, khususnya pada Pasal 10 yang menyatakan bahwa, (1) Badan

Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu

dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir. (2) Badan Usaha yang melakukan

1Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia, Erlangga,

Jakarta, 2013, h. 16. 2Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Group di Indonesia,

Erlangga, Jakarta, 2010, h. 1.

2

Kegiatan Usaha Hilir tidak dapat melakukan Kegiatan Usaha Hulu. Kemudian

pada Pasal 13 menyatakan bahwa (1) Kepada setiap Badan Usaha atau Bentuk

Usaha tetap hanya diberikan 1 (satu) Wilayah Kerja. (2) Dalam hal Badan

Usaha atau Bentuk Usaha Tetap mengusahakan beberapa Wilayah Kerja,

harus dibentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap Wilayah Kerja. Pasal-

pasal tersebut mengatur mengenai dua ketentuan yang melarang atau

membatasi suatu badan usaha untuk menjalankan lebih dari satu kegiatan

usaha migas sebagaimana dimaksud, kecuali kegiatan usaha migas tersebut

dijalankan melalui konstruksi perusahaan grup.3

Peraturan perundang-undangan lain yang mendorong terbentuknya

perusahaan grup terdapat pada ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang

No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengizinkan seseorang

untuk mendirikan suatu perseroan. Memori penjelasan Pasal 7 ayat (1)

tersebut menjabarkan bahwa yang dimaksud dengan “orang” adalah orang

perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum

Indonesia atau asing. Memori penjelasan Pasal 7 ayat (1) ini memang tidak

ditujukan secara khusus sebagai bentuk pengaturan perusahaan grup. Namun,

perbuatan hukum suatu badan hukum untuk mendirikan perseroan lain

berimplikasi kepada timbulnya keterkaitan antara dua perseroan melalui

kepemilikan saham.4

Dalam suatu perusahaan grup terdapat induk perusahaan5 dan anak

perusahaan6 yang dapat dikatakan keduanya memiliki hubungan khusus antar

3 Ibid., h. 65.

4 Sulistiowati, Op.Cit., h. 20.

5 Induk perusahaan merupakan pimpinan sentral di dalam suatu perusahaan grup, yang

merupakan pemegang saham mayoritas dari saham anak perusahaan, sehingga didalam suatu

3

badan hukum mandiri. Induk perusahaan merupakan pemegang saham

mayoritas dari anak perusahaan. Kepemilikan saham induk pada anak

perusahaan menjadi alasan keberadaan bagi lahirnya keterkaitan induk dan

anak perusahaan. Keterkaitan induk dan anak perusahaan ini memberikan

kewenangan kepada Induk perusahaan untuk bertindak sebagai pimpinan

sentral perusahaan grup.7 Induk perusahaan atau yang biasa disebut holding

company adalah suatu perusahaan yang kegiatan utamanya adalah

melaksanakan investasi pada anak-anak perusahaan dan selanjutnya

melakukan pengawasan atas kegiatan manajemen anak-anak perusahaan.8

Pengendalian induk terhadap anak perusahaan tersebut ditujukan untuk

mendukung operasional dan tujuan strategis dari kepentingan bisnis

perusahaan grup.

Pengendalian induk terhadap anak perusahaan memungkinkan induk

untuk mendominasi pengurusan anak perusahaan. Hal ini berimplikasi kepada

ketidakmandirian yuridis anak perusahaan, karena anak perusahaan harus

menjalankan instruksi induk perusahaan. Dominasi induk terhadap pengurusan

anak perusahaan tidaklah selalu menimbulkan kerugian, tetapi kemungkinan

besar dapat menyebabkan opportunity lost pihak ketiga sebagai akibat dari

perbuatan hukum anak perusahaan yang menjalankan instruksi induk

(lanjutan footnote 5) perusahaan grup induk perusahaan dapat mengendalikan kegiatan anak

perusahaan. Dikatakan pemegang saham mayoritas karena induk perusahaan memiliki lebih dari

50% saham dari anak perusahaan. 6 Anak perusahaan di dalam suatu grup merupakan perusahaan yang berada di bawah

kendali induk perusahaan karena mayoritas saham anak perusahaan dimiliki oleh induk

perusahaan, sehingga dalam menjalankan kegiatannya anak perusahaan melaksanakan instruksi

dari induk perusahaan dan orientasi bisnis dari anak perusahaan bditujukan untuk mendukung

kepentingan bisnis perusahaan grup. 7Ibid., h. 5.

8Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2000, h. 153.

4

perusahaan. Karena konstruksi pengaturan ini memberikan peluang kepada

munculnya moral hazard atas sikap oportunitas induk perusahaan yang

memanfaatkan celah hukum dengan diberlakukannya limited liability9.

Dalam penelitian ini penulis akan lebih membahas pada perusahaan

grup yang anggotanya baik induk maupun anak perusahaan merupakan

Perseroan Terbatas (PT) karena terdapat pula anak perusahaan dari suatu

perusahaan grup berbentuk Firma (Fa) atau Commanditaire Venootschap (CV)

yang bukan berbentuk badan hukum. Pada prinsipnya, anak perusahaan dalam

perusahaan grup tidak harus berbentuk perseroan.10

Sedangkan untuk induk

perusahaan juga tidak ada keharusan bahwa induk perusahaan harus berbentuk

PT karena terdapat pula induk perusahaan yang berbentuk yayasan. Bentuk PT

dipilih karena PT merupakan badan hukum dan subjek hukum. Selain itu,

dalam PT terdapat pemisahan harta antara harta pribadi dan harta perseroan.

Dan juga PT merupakan salah satu bentuk badan usaha yang paling dipilih

oleh pelaku usaha khususnya di Indonesia.

Bentuk perusahaan grup dapat terjadi melalui dua cara. Cara pertama

adalah dengan sengaja didirikan PT baru, cara yang kedua, dengan jalan

mengambil alih saham dari PT yang sudah ada dan sudah berjalan yaitu yang

lebih dikenal dengan sebutan “akuisisi” atau pengambilalihan.11

Berdasarkan

Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas menyatakan bahwa Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang

dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih

9 Sulistiowati, Loc.Cit.

10Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia, Erlangga,

Jakarta, 2013, h. 16, dikutip dari Simanjuntak, 1994, Perusahaan Kelompok, h. 5. 11

Rudhi Prasetyo, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bakti, Bandung,

1996, h. 64.

5

saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan

tersebut. Terjadinya perusahaan grup juga terdapat cara lain yaitu melalui

pemisaham usaha dan joint venture.

Di Indonesia sudah terdapat pengaturan mengenai konsep dari

perusahaan grup tetapi belum terdapat pengaturan yang secara khusus

mengatur mengenai tanggung jawab di dalam perusahaan grup maka untuk

pengaturan tanggung jawab di dalam perusahaan grup sendiri masih

digunakan pengaturan mengenai Perseroan Terbatas atau dengan kata lain

masih digunakan pendekatan perseroan tunggal. Peraturan perundang-

undangan di Indonesia yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas (PT)

adalah Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas atau

biasa disebut UU PT. Dalam UU PT belum mengatur secara khusus mengenai

perusahaan grup. Tetapi terdapat beberapa ketentuan dalam UU PT yang dapat

diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam suatu grup. Hal

tersebut dikarenakan setiap anggota perusahaan grup, baik induk maupun anak

perusahaan merupakan badan hukum mandiri, tergabungnya suatu perusahaan

dalam perusahaan grup tidak menghapuskan status badan hukum perusahaan

tersebut sebagai perseroan tunggal (di sebut bentuk jamak secara yuridis).

Sehingga beberapa ketentuan UU PT masih diterapkan untuk perusahaan grup.

Dalam Pasal 3 ayat (1) UU PT menyatakan bahwa, Pemegang saham

Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat

atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan

melebihi saham yang dimiliki. Dari ketentuan tersebut apabila diterapkan pada

perusahaan grup maka dapat dikatakan bahwa induk perusahaan sebagai

6

pemegang saham dari anak perusahaan hanya bertanggung jawab sebesar

jumlah saham yang dimilikinya atas kerugian yang dialami anak perusahaan

atau atas tidak mampunya anak perusahaan memenuhi kewajiban terhadap

pihak ketiga. Tanggung jawab terbatas pemegang saham ini biasa disebut

sebagai limited liability. Berlakunya prinsip hukum perseroan sebagai subjek

hukum mandiri menyebabkan induk perusahaan tidak bertanggung jawab atas

perbuatan hukum anak perusahaan.12

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa induk perusahaan

merupakan pimpinan sentral dalam suatu perusahaan grup sehingga dapat

melakukan pengawasan terhadap kegiatan dari anak perusahaan. Sehingga

kurang tepat apabila limited liability diberlakukan kepada induk perusahaan,

meskipun induk perusahaan merupakan pemegang saham mayoritas dari anak

perusahaan tetapi di sisi lain induk perusahaan juga memiliki posisi sebagai

pimpinan sentral dalam suatu perusahaan grup yang dalam hal ini ikut

mengatur dan mengawasi kegiatan anak perusahaan.

Limited liability kurang tepat apabila diberlakukan pada induk

perusahaan juga dikarenakan induk perusahaan memiliki kewenangan berbeda

dibanding dengan pemegang pada umumnya. Melalui Rapat Umum Pemegang

Saham, holding company, sebagai pemegang saham dapat13

:

1. menentukan anggota Direksi perseroan;

2. menentukan Komisaris perusahaan;

3. melakukan pengawasan terhadap jalannya perseroan dan juga hal-hal lain

yang diwajibkan oleh Undang-Undang.

12

Sulistiowati, Op.Cit., h. 11. 13

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2000, h. 187.

7

Selain itu pemberlakuan limited liability pada perusahaan grup dirasa

tidak tepat apabila anak perusahaan mengalami kerugian atau tidak mampu

memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga akibat melaksanakan instruksi dari

induk perusahaan, sementara induk perusahaan memperoleh perlindungan

limited liability dengan bertanggung jawab tidak melebihi jumlah saham yang

dimiliki pada anak perusahaan. Tidak mampunya anak perusahaan dalam hal

ini adalah aset dari anak perusahaan yang tidak mencukupi untuk membayar

utang kepada kreditor (pihak ketiga) dan tidak mampunya anak perusahaan

tersebut terjadi dikarenakan anak perusahaan melaksanakan instruksi dari

induk perusahaan yang merupakan pimpinan sentral dalam suatu grup

perusahaan.

Apabila limited liability tetap di berlakukan kepada induk perusahaan

dikawatirkan induk perusahaan akan memanfaatkan tanggung jawab terbatas

tersebut untuk menghindari tanggung jawab atau mengambil keuntungan

tanpa memikirkan apa yang akan terjadi pada kondisi atau eksistensi dari anak

perusahaan. Misalnya dengan melakukan eksternalisasi kegiatan usaha yang

beresiko kepada anak perusahaan. Jika induk perusahaan dengan sengaja

memanfaatkan limited liability untuk menghindari tanggung jawab atau

memperoleh keuntungan tertentu, maka pada dasarnya yang dirugikan adalah

kreditor, pemegang saham minoritas, dan karyawan dari anak perusahaan.

Oleh sebab itu, seharusnya induk perusahaan tidak dilindungi dengan limited

liability karena anak perusahaan berada di bawah pengawasan dari induk

perusahaan. Terdapat ketentuan dalam pasal 1367 KUHPerdata menyatakan

bahwa seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang

8

disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang

disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau

disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.

Penerapan dan adopsi prinsip limited liability merupakan respon

terhadap aspek ekonomi dari perusahaan tunggal, sehingga tidak diarahkan

kepada perusahaan grup.14

In the simple corporation, the insulation of the

shareholder as investor from liability for the debts of the enterprise was

accomplished by limited liability for the investor. In the corporate group, the

extension of limited liability to the parent was not necessary to accomplish

this result.15

Pada perusahaan tunggal tanggung jawab pemegang saham

sebagai investor atas hutang perusahaan di selesaikan dengan tanggung jawab

terbatas. Pada perusahaan kelompok, perluasan dari tanggung jawab terbatas

pada induk perusahaan tidak diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang

terjadi. Karena pada dasarnya induk perusahaan diuntungkan dari adanya

limited liability.

Dalam UU PT juga diberlakukan doktrin piercing the corporate veil.

Secara harafiah piercing the corporate veil berarti mengoyak/menyingkapi

tirai/kerudung perusahaan. Sedangkan dalam ilmu hukum perusahaan istilah

tersebut sudah merupakan suatu doktrin atau teori yang diartikan sebagai suatu

proses untuk membebani tanggung jawab ke pundak orang atau perusahaan

lain atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perusahaan pelaku

(badan hukum), tanpa melihat pada fakta bahwa perbuatan tersebut

14

Sulistiowati, Op.Cit., h. 64. 15

Phillip I.Blumberg, “Limited Liability and Corporate Group”, Unconn Library Faculty

Article and Paper, 1986, h. 607.

9

sebenarnya dilakukan oleh perseroan pelaku tersebut.16

Doktrin piercing the

corporate veil diatur dalam Pasal 3 ayat (2) UU PT yang menyatakan,

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:

a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak

langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan

pribadi;

c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan

hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau

d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak

langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang

mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi

utang Perseroan.

(ketentuan ayat (1) mengatur mengenai limited liability)

Doktrin piercing the corporate veil mengasumsikan tanggung jawab

terbatas diibaratkan seperti cadar yang berpotensi untuk di salah gunakan oleh

pemegang saham (khususnya pemegang saham mayoritas atau pengendali)

untuk mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Dengan memposisikan PT

sebagai alter ego atau dummy (boneka) dari pemegang saham mayoritas atau

pengendali. Dan PT dijadikan instrumen untuk kepentingan pemegang saham

tersebut. Dengan demikian, sangat mungkin terjadi percampuran kepentingan

PT dengan kepentingan pemegang saham secara pribadi. Atau dengan kata

lain, secara substansial, tidak ada pemisahan harta lagi PT dengan harta

pribadi pemegang saham17

.

Dalam bukunya yang berjudul Doktrin-Doktrin Modern dalam

Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, Munir Fuady,

menuliskan beberapa contoh fakta yang secara universal mestinya teori

piercing the corporate veil dapat diterapkan, diuraikan pada poin 12 yaitu ....

Perusahaan holding dalam kelompok usaha lebih besar, kecenderungannya

untuk dimintakan tanggung jawab hukum atas kegiatan anak perusahaannya

16

Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam

Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, h. 7. 17

Tri Budiyono, Hukum Perusahaan Telaah Yuridis terhadap Undang-Undang No. 40

tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Griya Media, Salatiga, 2011, h. 104.

10

ketimbang pemegang saham individu dari perusahaan tunggal....18

. Pada

dasarnya induk perusahaan memang berbeda dengan pemegang saham pada

perusahaan tunggal. Penerapan doktrin piercing the corporate veil dalam

perusahaan grup bertujuan untuk melindungi pihak ketiga dari anak

perusahaan apabila induk perusahaan dengan sengaja memanfaatkan limited

liability untuk menghindari tanggung jawab atau memperoleh keuntungan.

Permasalahnya adalah, keuntungan yang diterima oleh pemegang

saham dalam hal ini induk perusahaan menimbulkan kerugian pada pihak-

pihak lain yang juga memiliki kepentingan terhadap perseroan. Untuk

mengimbanginya, tanggung jawab pemegang saham yang semula bersifat

terbatas kemudian diabaikan dan kepadanya diberlakukan tanggung jawab

secara pribadi.19

Sehingga untuk perusahaan grup khususnya untuk induk

perusahaan yang merupakan pemegang saham mayoritas anak perusahaan,

doktrin piercing the corporate veil dapat diterapkan apabila terbukti induk

perusahaan memanfaatkan limited liability yang diberikan untuk menghindari

tanggung jawab atau memperoleh keuntungan bagi induk perusahaan ataupun

untuk perusahaan grup.

Di dalam perusahaan grup, setiap PT dipandang mempunyai

kedudukan yang mandiri, sekalipun diantara beberapa PT itu mempunyai

hubungan sebagai induk perusahaan dan anak perusahaan, atau hubungan

sister company. Hubungan antara induk perusahaan dengan anak perusahaan,

atau hubungan sister company itulah dalam peraturan perundang-undangan

fiskal disebut sebagai “hubungan istimewa”. Dan manakala dalam bidang

18

Munir Fuady, Op.Cit., h. 9. 19

Tri Budiyono, Transplantasi Hukum Harmonisasi dan Potensi Benturan, Griya Media,

Salatiga, 2009, h. 152.

11

fiskal antara dua PT terdapat hubungan istimewa, maka keadaan antara kedua

PT tidak dipandang sebagai dua badan yang mandiri, melainkan dipandang

sebagai satu kesatuan ekonomis20

. Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-

Undang No 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang

No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, menyatakan bahwa deviden

termasuk menjadi objek pajak.21

Tetapi menurut kententuan dan penjelasan

Pasal 4 ayat (3) huruf f, menyatakan hal tersebut dapat dikecualikan terhadap

perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan istimewa (dalam hal ini

perusahaan yang memiliki saham minimal 25% saham perseroan lain).

Penyatuan orientasi kegiatan usaha induk dan anak-anak perusahaan

yang ditujukan untuk membentuk suatu kesatuan ekonomi dapat

menggunakan analogi dari tiga tingkatan stategi yang bersifat hierarkis, yang

meliputi sebagai berikut22

:

1. Strategi korporasi merupakan strategi pada tingkat perusahaan grup. Induk

perusahaan merumuskan strategi korporasi, termasuk tujuan dan cara

pencapaiannya, yang dijabarkan menjadi strategi bisnis anak-anak

perusahaan.

2. Strategi bisnis anak-anak perusahaan ini ditujukan untuk mendukung

kepentingan perusahaan grup, sebagaimana yang diformulasikan dalam

strategi korporasi.

3. Direksi anak perusahaan menjabarkan strategi fungsional untuk masing-

masing fungsi yang meliputi keuangan, produksi, pemasaran, dan sumber

daya manusia untuk mendukung strategi bisnis anak perusahaan.

Setiap perusahaan grup menjalankan fungsi sebagai kesatuan ekonomi.

Induk perusahaan bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan dan

mensinergikan kegiatan bisnis anak-anak perusahaan dalam suatu kesatuan

ekonomi yang secara kolektif mendukung kepentingan bisnis kelompok.

20

Kesatuan ekonomi disini merupakan gabungan dari perseroan-perseroan tunggal yang

terkait secara ekonomi oleh suatu kepemimpinan sentral. Sehingga perusahaan-perusahaan

tersebut menjadi satu kesatuan untuk mencapai tujuan yang sama. 21

Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bakti, Bandung,

1996, h. 236. 22

Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Group di Indonesia,

Erlangga, Jakarta, 2010, h. 78.

12

Perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi ditunjukkan melalui penyajian

laporan keuangan konsolidasi perusahaan grup, yaitu ketika induk perusahaan

mengonsolidasikan laporan keuangan anak-anak perusahaan menjadi laporan

keuangan konsolidasi induk dan anak perusahaan.23

Pengendalian induk

terhadap anak perusahaan bersifat faktual dari realitas bisnis perusahaan grup,

sehingga menyababkan ketidakmandirian secara ekonomi anak perusahaan.

Implikasi dari tergabungnya anak perusahaan dalam perusahaan grup

menciptakan kontradiksi antara aspek yuridis dan realitas bisnis. Anak

perusahaan memiliki kemandirian yuridis untuk melakukan perbuatan hukum.

Sebaliknya, perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi berimplikasi kepada

ketidakmandirian secara ekonomi anak perusahaan, karena sebagian atau

seluruh pengurusan anak perusahaan diarahkan untuk mendukung kepentingan

perusahaan grup.24

Namun menurut penulis, apabila dikaitkan dengan

tanggung jawab dari induk perusahaan terhadap tidak mampunya anak

perusahaan memenuhi kewajiban terhadap pihak ketiga khususnya yang

dikarenakan anak perusahaan menjalankan instruksi dari induk perusahaan,

maka seharusnya induk perusahaan dan anak perusahaan dalam suatu

perusahaan grup dipandang sebagai suatu kesatuan ekonomi. Sehingga

kedudukan mandiri perseroan sebagai bentuk jamak secara yuridis diterobos.

Konsekuensinya, induk perusahaan tidak mendapatkan perlindungan berupa

limited liability seperti pemegang saham pada perseroan tunggal. Sehingga

23

Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia, Erlangga,

Jakarta, 2013, h. 44. 24

Sulistiowati, “Doktrin-Doktrin Hukum Mengenai Tanggung Jawab Hukum dalam

Perusahaan Grup”, Jurnal Hukum Bisnis, Volumen 31, 2012, h. 8.

13

dibutuhkan sistem pertanggungjawaban lain yang tepat diterapkan untuk induk

perusahaan.

Dalam membahas mengenai tanggung seperti apa yang seharusnya

diterapkan dalam perusahaan grup di Indonesia, perlu dibahas pula pengaturan

mengenai perusahaan grup di dua negara lain yaitu Belanda dan Jerman. Sama

halnya dengan Indonesia, kerangka pegaturan perusahaan grup di Belanda

khususnya untuk sistem pertanggungjawaban dibangun atas konsepsi

perusahaan tunggal. Di Belanda struktur perusahaan grup tidak terbatas pada

perusahaan grup besar yang memiliki jangkauan bisnis internasional dengan

banyak anak perusahaan. Perusahaan-perusahaan dengan skala menengah

sering kali dijalankan dengan menggunakan konstruksi perusahaan grup,

biasanya terdiri dari satu induk perusahaan dengan satu atau lebih anak

perusahaan.25

Seperti juga induk perusahaan yang merupakan badan hukum

terpisah dengan badan hukum lainnya, anak perusahaan yang pada umumnya

berbentuk PT juga mempunyai kedudukan yang mandiri. Sebagai badan

hukum, anak perusahaan merupakan penyandang hak dan kewajiban sendiri

dan juga mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah secara yuridis dengan

harta kekayaan pemegang saham, tidak terkecuali apakah pemegang sahamnya

itu merupakan perusahaan induk atau perusahaan holding ataupun tidak.

Karena perusahaan-perusahaan yang tergabung di dalam perusahaan grup

dianggap sebagai kesatuan ekonomi, implikasinya ke dalam sektor hukum

antara lain berupa diterobosnya batas-batas kemandirian badan hukum anak

25

Sulistiowati, Op.Cit., h. 81.

14

perusahaan maupun perusahaan induk. Sebagai konsekuensi logis,

berkembanglah teori-teori hukum tentang26

:

a. Ikut ditariknya perusahaan induk atau perusahaan holding ataupun anak

perusahaan lain dalam satu grup dalam hal-hal tertentu untuk

mempertanggungjawabkan perbuatan hukum yang dilakukan oleh salah

satu atau lebih anak perusahaan;

b. Berwenangnya pihak perusahaan induk atau perusahaan holding dalam

batas-batas tertentu untuk mencampuri urusan bisnis anak perusahaan.

Lain halnya dengan Jerman, yang merupakan negara yang pertama kali

mengatur secara khusus hukum perusahaan grup (konzernrecht) melalui

amandemen Stock Corporatian Act atau Aktiengesetz (AktG) pada tahun 1965.

Konzernrecht menjadi standar atas pembebanan tanggung jawab induk

perusahaan dalam kerangka perusahaan grup yang mengatur secara khusus

dan menyeluruh perusahaan grup dan afiliasi, yang meliputi peraturan

perundang-undangan yang kontekstual dengan tanggung jawab dalam relasi

induk-anak perusahaan.27

Kerangka pengaturan perusahaan grup di Jerman

dibedakan atas perusahaan grup kontraktual dan perusahaan grup faktual. Pada

perusahaan grup kontraktual, alasan keberadaannya adalah sifat sukarela dari

induk perusahaan yang mengendalikan dan anak perusahaan yang

dikendalikan. Selanjutnya induk dan anak perusahaan menyusun perjanjian

pengendalian. Induk perusahaan menjalankan kesatuan ekonomi memiliki

kekuasaan untuk mengarahkan anak perusahaan. Kekuasaan ini dilegitimasi

oleh kontrak khusus dengan anak perusahaan.28

Sedangkan pada perusahaan

grup faktual, karakteristik perusahaan grup faktual tidak didasarkan pada

26

Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Group di Indonesia,

Erlangga, Jakarta, 2010, h. 47. 27

Sulistiowati, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup Di Indonesia, Erlangga,

Jakarta , 2013, h. 86. 28

Ibid., h. 89.

15

perjanjian pengendalian antara induk dan anak perusahaan terhadap

pengelolaan jalannya perusahaan grup. Sebaliknya, secara de-facto group

merupakan persilangan murni dalam penyusunan anggaran dasar yang

menjadi eksistensi dari isi pengaturan kelompok faktual.29

Dalam perusahaan

grup faktual hubungan induk dan anak perusahaan diatur dalam skema yang

terdapat dalam anggaran dasar anak perusahaan.

Konsekuensi dari kelompok kontraktual dan faktual adalah induk

perusahaan harus bertanggungjawab terhadap pinjaman dari anak perusahaan

berdasarkan apa yang diatur dalam perjanjian pengendalian untuk kelompok

kontraktual atau dengan mengikuti skema anggaran dasar untuk kelompok

faktual. Sudah terdapatnya kerangka pengaturan perusahaan grup di Jerman,

maka dapat dikatakan bahwa di Jerman tidak lagi menggunakan pendekatan

perseroan tunggal dan tidak adanya limited liability yang berikan kepada

induk perusahaan, sehingga induk perusahaan harus bertanggungjawab atas

instruksi yang diberikan kepada anak perusahaan. Berbeda dengan pengaturan

di Indonesia dan Belanda yang masih menerapkan pengaturan perseroan

tunggal untuk perusahaan grup karena belum terpadat peraturan perundangan

yang mengatur secara khusus mengenai tanggung jawab di dalam perusahaan

grup.

Dari apa yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk meneliti

mengenai “Tanggung Jawab Perdata Induk Perusahaan Di Dalam Suatu

Perusahaan Grup”. Tanggung jawab induk perusahaan disini dikhususkan

pada tanggung jawab induk perusahaan terhadap anak perusahaan. Di

29

Ibid., h. 90.

16

Indonesia diterapkan limited liability untuk induk perusahaan dan hal tersebut

dirasa kurang tepat sehingga harus ditemukan bentuk tanggung jawab seperti

apa yang sebaiknya diterapkan untuk induk perusahaan di dalam suatu

perusahaan grup. Sehingga dalam penelitian ini akan dibahas sistem

pertanggungjawaban perusahaan grup di Belanda dan Jerman. Dipilih sistem

pertanggungjawaban perusahaan grup di Belanda karena Belanda merupakan

negara yang dirasa sebagai kiblat sistem hukum Indonesia. Sedangkan Jerman

sebagai negara pertama yang mengatur mengenai perusahaan grup akan

dijadikan sebagai batu pijakan oleh penulis untuk dapat menganalisis

bagaimana seharusnya sistem pertanggungjawaban perusahaan grup di

Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Research Issue

Tanggung jawab perdata30

induk perusahaan (holding company) di dalam

suatu perusahaan grup.

2. Research Question

a. Bagaimana hubungan induk perusahaan dan anak perusahaan di dalam

suatu perusahaan grup di Indonesia ?

b. Bagaimana sistem pertanggungjawaban yang sebaiknya diterapkan

pada perusahaan grup di Indonesia ?

30

Tanggung jawab perdata merupakan akibat yang timbul dan harus ditanggung oleh

seseorang/badan hukum karena melakukan perbuatan hukum yang tidak sesuai atau melampaui

kententuan yang ada, sehingga seseorang/badan hukum tersebut harus bertanggung jawab (secara

perdata) dengan membayar suatu bentuk kompensasi atau ganti kerugian.

17

c. Bagaimana pertanggungjawaban induk perusahaan terhadap anak

perusahaan yang tidak mampu melaksanakan kewajiban terhadap

pihak ketiga akibat melaksanakan instruksi dari induk perusahaan ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui hubungan induk perusahaan dan anak perusahaan di

dalam suatu perusahaan grup.

2. Untuk mengetahui sistem pertanggungjawaban yang sebaiknya diterapkan

untuk perusahaan grup di Indonesia.

3. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab induk perusahaan terhadap

anak perusahaan yang tidak mampu melaksanakan kewajiban terhadap

pihak ketiga akibat melaksanakan instruksi dari induk perusahaan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teooritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini khususnya bagi akademisi dan

mahasiswa adalah menambah wawasan mengenai tanggung jawab di

dalam perusahaan grup, khususnya mengenai tanggung jawab induk

perusahaan terhadap anak perusahaan di dalam suatu perusahaan grup.

18

2. Manfaat Praktis

a. Bagi perusahaan yang tergabung dalam suatu grup yaitu bagi induk

perusahaan adalah dapat lebih mempertimbangkan posisi dan

eksistensi dari anak perusahaan dalam memberikan instruksi dan

melakukan pengawasan untuk mencapai tujuan dari perusahaan grup.

Khususnya dapat lebih memperhatikan posisi dari pihak ketiga

(kreditor), pemegang saham minoritas dan karyawan dari anak

perusahaan. Sedangkan bagi anak perusahaan adalah untuk mengetahui

bagaimana pertanggungjawaban induk perusahaan apabila anak

perusahaan mengalami kerugian atau tidak mampu melaksanakan

kewajiban dikarenakan melaksanakan instruksi dari induk perusahaan.

Sehingga anak perusahaan dapat lebih mempertimbangkan langkah

kedepannya dan diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi

kreditor, pemegang saham minoritas, dan karyawan..

b. Bagi pemerintah adalah dapat menjadi pertimbangan untuk pemerintah

menyusun peraturan perundang-undangan yang mengatur secara

khusus mengenai perusahaan grup di Indonesia.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis terdiri dari jenis penelitian,

metode pendekatan, dan jenis bahan hukum yang digunakan, yaitu sebagai

berikut:

19

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipilih oleh penulis adalah penelitian yuridis

normatif. Penelitian yuridis normatif adalah suatu proses untuk

menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-

doktrin hukum untuk menjawab isu hukum yang akan diteliti.31

Atau

sering dikatakan bahwa penelitian yuridis normatif membahas doktrin-

doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum.32

Dalam hal ini isu hukum yang

di teliti adalah tanggung jawab perdata induk perusahaan di dalam suatu

perusahan grup, untuk itu perlu dibahas mengenai Undang-Undang

Perseroan Terbatas, asas limited liability, doktrin piercing the corporate

veil, dll yang kemudian digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan

pada research question..

Penelitian yuridis normatif berbeda dengan penelitian sosiolegal.

Penelitian sosiolegal merupakan penelitian yang menitikberatkan perilaku

individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.33

Perbedaan

lain terletak pada sumber datanya, pada penelitian yuridis normatif

menggunakan peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan sebagai

bahan hukum primer dan bahan kepustakaan sebagai sebagai bahan hukum

sekundernya. Penelitian sosiolegal juga menggunakan data sekunder

sebagai data awalnya, yang kemudian dilanjutkan dengan data primer atau

data lapangan. Selain itu, dalam penelitian sosiolegal terkadang diperlukan

31

Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia

Publishing, Jawa Timur, 2009, h. 45. 32

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, h. 24. 33

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2007, h. 128.

20

hipotesis, sedangkan penelitian yuridis normatif tidak memerlukan

hipotesis34

.

2. Metode Pendekatan

Dalam penelitian mengenai tanggung jawab perusahaan di dalam

suatu perusahaan grup yang khususnya membahas mengenai tanggung

perdata induk perusahaan (holding company) di dalam suatu perusahaan

grup, metode pendekatan yang digunakan adalah:

a. Pendekatan Konseptual (Conceptual Aproach)

Pendekatan konseptual dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari

aturan hukum yang ada. Hal itu dilakukan karena memang belum atau

tidak ada aturan hukum untuk masalah yang dihadapi. Dalam

menggunakan pendekatan konseptual, peneliti perlu merujuk prinsip-

prinsip hukum. Prinsip-prinsip dapat diketemukan dalam pandangan-

pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum. Meskipun tidak

secara eksplisist, konsep hukum dapat juga diketemukan di dalam

undang-undang35

. Dalam penelitian ini penulis mencoba menemukan

sistem pertanggungjawaban yang seharusnya diterapkan dalam

perusahaan grup khususnya tanggung jawab induk perusahaan

terhadap anak perusahaan.

34

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2014, h. 133. 35

Ibid., h. 178.

21

b. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)

Pendekatan perbandingan dilakukan dengan mengadakan studi

perbandingan hukum. Studi perbandingan hukum merupakan kegiatan

untuk membandingkan hukum suatu negara dengan hukum negara lain

atau hukum dari suatu waktu tertentu dengan hukum dari waktu yang

lain36

. Dalam penelitian ini penulis membahas sistem

pertanggungjawaban perusahaan grup di negara Belanda dan Jerman.

3. Jenis Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.

Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan terdiri dari:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Buku III tentang

Perikatan).

2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).

3) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer. Menurut Peter Mahmud

Marzuki, bahan penelitian hukum sekunder adalah bahan-bahan berupa

36

Ibid., h. 172.

22

semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-

dokumen resmi, meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum,

jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan

pengadilan.37

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian

ini adalah buku-buku teks dan jurnal yang terkait dengan hukum

perusahaan, perusahaan grup dan hukum bisnis.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Black’s Law Dictionary.

F. Tabel Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya

No Nama

Penulis

Judul

Skripsi/Thesis

Rumusan

Masalah

Perbedaan

Dengan Skripsi

Ini

1. Rita

Dyah

Widaw

ati

Tanggungjawab

Induk Perusahaan

Terhadap

Perikatan yang

Dilakukan oleh

Anak Perusahaan

1. Bagaimana

hubungan

hukum antara

induk

perusahaan

dengan anak

perusahaan

dalam

Perusahaan

Grup ?

2. Bagaimana

tanggung jawab

Perbedaan

terletak pada

terobosan hukum

yang diberikan

oleh penulis yaitu

pertanggungjawa

ban seperti apa

yang seharusnya

diterapkan pada

induk perusahaan

apabila anak

perusahaan

37

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005, h. 66.

23

induk

perusahaan

terhadap

perikatan yang

dilakukan anak

perusahaan

dalam

perusahaan

grup ?

mengalami

kerugian akibat

melaksanakn

instruksi dari

induk

perusahaan.

2. Iwan Pertanggungjawa

ban Perusahaan

Induk Dalam

Perusahaan Grup

Selaku Pemegang

Saham Terhadap

Anak Perusahaan

yang Mengalami

Kerugian

Menurut Undang-

Undang No. 40

Tahun 2007

tentang Perseroan

Terbatas

1. Bagaimana

hubungan

antara induk

dan anak

perusahaan

dalam

perusahaan

grup ?

2. Bagaimana

keikutsertaan

perusahaan

induk

bertanggungjaw

ab terhadap

kerugian anak

perusahaan ?

3. Bagaimana

tanggung jawab

perusahaan

induk terhadap

kerugian anak

perusahaan

menurut

Undang-

Undang No. 40

Tahun 2007

tentang

Perseroan

Terbatas ?

Pada skripsi ini

hanya

menekankan pada

pertanggungjawa

ban perusahaan

grup berdasarkan

Undang-Undang

No. 40 Tahun

2007 tentang

Perseroan

Terbatas.

3. Ratna

Yuliani

Tanggung Jawab

Induk Perusahaan

Terhadap Anak

Perusahaan

1. Bagaimana

hubungan

hukum antara

induk

Perbedaan

terletak pada

terobosan hukum

yang diberikan

24

Dalam Suatu

Perusahaan

Kelompok

perusahaan

dengan anak

perusahaan

dalam

perusahaan

kelompok yang

dibentuk

melalui merger

?

2. Bagaimana

tanggung jawab

induk

perusahaan

terhadap

perikatan yang

dilakukan anak

perusahaan

dalam

perusahaan

kelompok ?

oleh penulis yaitu

pertanggungjawa

ban seperti apa

yang seharusnya

diterapkan pada

induk perusahaan

apabila anak

perusahaan

mengalami

kerugian akibat

melaksanakn

instruksi dari

induk

perusahaan.