BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...
-
Upload
nguyenthuan -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bank melaksanakan beberapa fungsi, diantaranya menyediakan dana
(financing) dan monitoring bagi perusahaan. Jika melaksanakan fungsinya dengan
baik, bank akan memberikan manfaat bagi perusahaan. Bank tidak hanya sekadar
membantu perusahaan yang mengalami kendala keuangan, namun juga berperan
membantu perusahaan yang memiliki kelebihan investasi. Bank diharapkan dapat
membantu meningkatkan kinerja perusahaan melalui investasi yang
menguntungkan. Akan tetapi, hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua
manfaat bank diperoleh perusahaan.
Chen et. al. (2016) menemukan bahwa di Cina, bank justru tidak
membantu memenuhi kebutuhan keuangan pada semua perusahaan. Bank justru
merugikan perusahaan swasta (private company), terutama bagi perusahaan tanpa
subsidi pemerintah, perusahaan dengan nilai produksi rendah, perusahaan
berukuran kecil (small size company), atau perusahaan dengan intensitas modal
rendah karena bank terbukti tidak meningkatkan return on sales (ROS) dan
pertumbuhan aset perusahaan, tetapi koefisien pembayaran bunganya (interest
payment) positif sangat signifikan. Artinya, hutang bank tidak memberikan
manfaat dalam memenuhi kebutuhan keuangan perusahaan, namun meningkatkan
biaya yang diakibatkan oleh tingginya pembayaran bunga. Di sisi lain, bagi
perusahaan pemerintah (state owned company), bank membantu menyediakan
dana dengan bunga lebih rendah dan meningkatkan kinerja perusahaan karena ada
2
faktor politis yang melatarbelakanginya. Hal ini merupakan salah satu akibat dari
adanya informasi asimetris yang disebabkan oleh bank tidak memiliki informasi
sebaik perusahaan sehingga bank bersifat indifferent terhadap perusahaan (Tsapin
dan Tsapin, 2014). Bank tidak mengetahui perusahaan mana yang berprospek baik
sehingga memberikan bunga yang tinggi untuk semua perusahaan.
Kendala keuangan merupakan kondisi perusahaan yang tidak memiliki
pendanaan internal yang cukup sehingga membutuhkan pendanaan eksternal.
Fazzari et. al. (1988), yang telah mengukur kendala keuangan dengan sensitivitas
investasi terhadap cash flow, menyatakan bahwa ketika biaya eksternal lebih
mahal daripada biaya internal, perubahan cash flow merupakan penentu belanja
modal marginal bagi perusahaan yang terkendala keuangan sehingga sensitivitas
investasi terhadap cash flow akan meningkat. Kaplan dan Zingales (1997)
memiliki pandangan yang berbeda, mereka menyatakan bahwa kendala keuangan
merupakan kondisi perusahaan ketika menghadapi hambatan biaya pendanaan
internal dan/atau eksternal. Perusahaan yang tidak terkendala keuangan akan
kurang sensitif jika dibandingkan dengan perusahaan yang terkendala keuangan.
Pada negara berkembang, yang sistem keuangannya lebih banyak
tergantung pada bank (bank-based system) dan kontrol ketat dari pemerintah,
bank berperan sebagai sumber pendanaan eksternal ketika perusahaan tidak
mampu mendanai investasinya dari sumber pendanaan internal (Love, 2013; Allen
et. al., 2005). Pilihan bagi perusahaan yang mempunyai kendala keuangan untuk
memenuhi kebutuhan dana dari sumber eksternal, yaitu bank dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya underinvestment (Myer dan Majluf, 1984;
3
Mukhopadhyay, 2005; Franzoni, 2007; Denis dan Sibilkov, 2007; Marhfor et. al.,
2013; Rahman, 2013). Bagi perusahaan yang kelebihan dana, bank diharapkan
dapat berperan dalam memonitor kegiatan perusahaan sehingga tidak terjadi
overinvestment (Franzoni, 2007; Aivazian et. al., 2003; Setiawan, 2012; Nam,
2014). Keterkaitan aktivitas perusahaan dengan bank dalam memanfaatkan jasa
perbankan dikenal dengan istilah bank-firm relationships (Agarwal dan Elston,
2001; Giannetti, 2003; Dass dan Massa, 2011), sedangkan peneliti lain
menggunakan istilah bank relationships.
Bank-firm relationships adalah penyediaan jasa keuangan oleh bank yang
melakukan investasi dalam memperoleh informasi spesifik perusahaan dan
mengevaluasi keuntungan dari investasi yang dilakukan melalui berbagai interaksi
dengan perusahaan yang sama sepanjang waktu dan/atau antarproduk (Boot,
2000; Nam, 2004). Bank-firm relationships dapat mengurangi kendala keuangan
dengan cara memacu lebih banyak investasi bagi perusahaan underinvestment.
Bank juga dapat mencegah perusahaan yang akan melakukan overinvestment
dengan cara monitoring. Akan tetapi, hal ini tergantung pada kualitas bank
(Setiawan, 2012) dan kesehatan bank (Tsapin dan Tsapin, 2014).
Suatu perusahaan mempunyai kendala keuangan apabila tidak memiliki
kecukupan dana untuk memilih investasi, dan memiliki keterbatasan untuk
memilih sumber keuangan eksternal, baik hutang maupun ekuitas. Kendala
keuangan dari suatu perusahaan ditandai dengan kekurangan cash flow, yang pada
umumnya terjadi pada perusahaan kecil dan/atau yang sedang tumbuh (Gochoco-
Bautista et. al., 2014), memiliki sedikit aset dan dividen rendah (Fazzari et. al.,
4
1988; Yung et. al., 2015; Pérez-Orive, 2016), serta melakukan investasi jangka
pendek pada aset yang mudah dijual dan tangible asset (Pérez-Orive, 2016).
Kendala keuangan juga terjadi pada perusahaan yang memiliki modal
likuid lebih banyak daripada modal ilikuid. Modal likuid adalah modal yang
mudah dijual kembali atau dapat menghasilkan output dalam jangka pendek,
sedangkan modal ilikuid adalah modal yang menghasilkan output dalam jangka
panjang dan tidak dapat dijual kembali dalam jangka pendek (Pérez-Orive, 2016).
Aivazian et. al. (2003) menyatakan bahwa perusahaan yang menunjukkan biaya
transaksi dan informasi tinggi di pasar keuangan disebut terkendala keuangan,
sedangkan perusahaan yang tidak menunjukkan biaya transaksi dan informasi
tinggi disebut tidak terkendala keuangan.
Kendala kas secara asimetris memengaruhi perusahaan besar dan kecil
pada tahapan siklus bisnis yang berbeda (Hovakimian dan Titman, 2006).
Perusahaan pada tahap siklus sedang tumbuh (growth) lebih banyak mempunyai
kendala keuangan, yang ditandai dengan cash flow dan cash stock rendah,
leverage tinggi, sangat bergantung pada pendanaan ekuitas, lambat berkembang,
dividen rendah, margin laba rendah, sedikit sumber keuangan untuk menutup
hutang, dan umumnya terjadi pada perusahaan kecil dan relatif muda (Kaplan dan
Zingales, 1997; Cleary, 1999; Whited dan Wu, 2006). Franzoni (2007) mengukur
kendala keuangan pada tahapan siklus bisnis berdasarkan index, meliputi KZ
index (Kaplan dan Zingales, 1997), Cleary index (Cleary, 1999), dan Whited &
Wu index (Whited dan Wu, 2006), serta membandingkan dengan overinvestment
yang terjadi pada perusahaan lebih besar, lebih tua, memiliki jangkauan lebih baik
5
dalam peringkat kredit, dan menghasilkan arus kas lebih banyak.
Berger dan Udel (1998) menyatakan bahwa perusahaan dalam tahapan
siklus sedang tumbuh (growth) secara signifikan tergantung pada akses keuangan
eksternal. Perusahaan kecil cenderung kekurangan informasi, dekat dengan
masalah insentif, dan terkendala kemampuannya untuk memilih sumber keuangan
eksternal. Kesempatan untuk melakukan investasi pada proyek ber-NPV positif
akan terkendala apabila penyedia dana, yaitu bank tidak dapat memverifikasi
akses ke proyek yang berkualitas sehingga terjadi adverse selection dan dana
tidak didiversifikasikan ke proyek alternatif yang dapat mengakibatkan moral
hazard.
Perusahaan yang sedang tumbuh cenderung memiliki informasi asimetris,
memiliki lebih banyak kesempatan untuk tumbuh, berukuran kecil, dan harus
memiliki struktur modal yang spesifik untuk dapat melakukan ekspansi ke siklus
berikutnya. Oleh karena itu, dukungan bank sangat penting pada siklus growth,
sedangkan pada siklus dewasa (mature), tingkat hutang sudah mulai menurun dan
peran bank sebagai monitoring menjadi kurang penting sehingga fungsi bank-firm
relationships semakin berkurang (La Rocca et. al., 2011). Perusahaan mature
yang sudah mapan lebih memilih pendanaan eksternal dari capital market untuk
mendapatkan keuntungan yang lebih besar di samping karena kondisi keuangan
yang sudah baik (Bond dan Meghir, 1994).
Keputusan investasi perusahaan tergantung pada kondisi keuangan, seperti
ketersediaan pendanaan internal, kemudahan akses kredit atau kemampuan untuk
menerbitkan ekuitas. Sumber pendanaan internal dan eksternal tidak selalu dapat
6
dikatakan sebagai substitusi sempurna. Ketersediaan sumber dana internal berupa
cash flow memengaruhi belanja investasi karena terdapat biaya kesempatan
(opportunity cost) yang dialokasikan untuk mendapatkan pembiayaan internal
daripada eksternal sehingga kebijakan investasi dan keuangan saling
memengaruhi (Fazzari et. al., 1988).
Pada kondisi ekonomi dengan biaya transaksi dan informasi yang
signifikan, akan sulit untuk membedakan secara empiris apakah investasi tersebut
disebabkan oleh perubahan kendala pasar modal atau disebabkan oleh perubahan
kesempatan pertumbuhan mendatang (Aivazian et. al., 2003). Meningkatnya cash
flow perusahaan saat ini (t0) atau internal net worth dapat mengurangi masalah
moral hazard dan adverse selection di pasar modal sehingga dapat meningkatkan
pasokan pendanaan perusahaan yang menghasilkan investasi.
Di sisi lain, meningkatnya kekayaan bersih mungkin hanya akan
memperbaiki peluang investasi (investment opportunity). Hubungan positif antara
kekayaan bersih (net worth atau cash flow) dan investasi ditunjukkan oleh
meningkatnya laba yang diharapkan, konsisten dengan model investasi neoklasik,
serta model Modigliani dan Miller (1958). Kemudahan akses kredit dapat
meningkatkan profit pada masa mendatang karena biaya modal menjadi lebih
murah. Namun demikian, Aivazian et. al. (2003) membuktikan bahwa
kemampuan untuk mengakses modal yang lebih murah dapat mengakibatkan
overinvestment, yaitu perusahaan akan melakukan investasi secara berlebihan
pada peralatan karena kekhawatiran kehilangan kesempatan pada masa
mendatang.
7
Bond dan Meghir (1994) meneliti pengaruh pendanaan internal terhadap
investasi, dinyatakan bahwa terdapat kendala bagi perusahaan untuk meraih
pendanaan eksternal yang akan digunakan untuk belanja investasi. Hasil
penelitiannya menemukan bahwa ketersediaan pendanaan internal (retained
earning) memengaruhi investasi. Implikasinya adalah ketika profit menunjukkan
siklus perusahaan belanja investasi tergantung pada siklus bisnis perusahaan,
sehingga belanja investasi sensitif terhadap fluktuasi aktivitas ekonomi.
Penelitian tentang kendala keuangan dan investasi telah banyak dilakukan
di Indonesia, namun belum dikaitkan dengan bank-firm relationships dan siklus
perusahaan. Beberapa penelitian tersebut lebih banyak meneliti secara parsial,
yaitu pengaruh kendala keuangan terhadap keputusan investasi (Hermeindito,
2004; Hidayat, 2010; Ameer, 2014), pengaruh investasi terhadap kinerja (Degrsye
dan Ongena, 2001; Heshmati dan Lööf, 2008; Arslan et. al., 2012), dan pengaruh
bank monitoring terhadap keputusan investasi (Setiawan, 2012) yang dikaitkan
dengan teori keagenan dan informasi asimetris.
Ameer (2014) meneliti pengaruh kendala keuangan terhadap investasi di
enam negara Asia, termasuk Indonesia. Penelitiannya menunjukkan adanya
perbedaan antara biaya eksternal dan biaya internal yang sangat tinggi pada pasar
modal tidak sempurna karena informasi asimetris, dan tingginya biaya keagenan
antara ekuitas dan hutang. Konsekuensinya adalah keputusan investasi perusahaan
sensitif terhadap ketersediaan pendanaan internal karena terdapat manfaat biaya
atas pendanaan eksternal (Harris et. al., 1994; Hubbard, 1998; Cleary, 1999).
Tingginya sensitivitas investasi terhadap cash flow menandakan adanya kendala
8
keuangan. Pada sampel perusahaan di Indonesia dengan rasio Q1 rendah terdapat
hubungan signifikan positif antara rasio investasi dan kesempatan untuk tumbuh;
hal ini mendukung hipotesis overinvestment. Sebaliknya, terdapat hubungan
positif antara rasio investasi dan cash flow pada rasio Q tinggi mendukung
sensitifitas cash flow lebih tinggi bagi perusahaan yang pertumbuhannya tinggi;
hal ini mendukung hipotesis underinvestment.
Perusahaan kecil akan mempunyai persentase pendanaan eksternal yang
lebih tinggi daripada perusahaan besar, karena perusahaan kecil berada pada awal
tahapan life cycle. Dengan demikian, perusahaan kecil lebih banyak
membutuhkan pendanaan eksternal untuk membiayai pertumbuhan investasinya.
Namun demikian, terlihat bahwa debt to equity ratio-nya lebih tinggi pada
perusahaan besar dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hasil penelitian di
Indonesia menunjukkan bahwa perusahaan besar memiliki kredit lebih baik, dan
kemudian dapat membayar bunga hutang lebih rendah sehingga semakin besar
perusahaan, semakin banyak menggunakan hutang (Agung, 2010). Hasil
penelitian ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Berger dan Udel (1998) yang
menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung membiayai investasinya melalui
pasar modal sehingga lebih sedikit menggunakan hutang bank.
Kuat lemahnya bank-firm relationships dapat diukur dari jumlah hubungan
dengan satu bank utama atau multiple bank (Yosano dan Lantara, 2010; Mouldi
et. al., 2011), durasi pinjaman perusahaan pada bank (Petersen dan Rajan, 1994;
Boot, 2000; Ongena dan Smith, 2000), bank size (Ongena dan Smith, 2000),
1 Q diukur dengan Tobins Q, yaitu rasio nilai pasar saham dan nilai pasar hutang dikurangi nilai
pasar asset keuangan terhadap nilai pasar persediaan dan nilai pasar modal (capital stock)
(Agung, 2000)
9
jumlah pinjaman pada bank (Cao et. al., 2010); threshold bank (Degryse dan
Ongena, 2001; Shen dan Wang, 2005; Ghosh, 2006), dan bank switching
(Degryse dan Ongena, 2001).
Di Indonesia jumlah pembiayaan perusahaan oleh bank dan nonbank dapat
digambarkan dalam Grafik 1.1 berikut ini.
Sumber: Kajian Stabilitas Sistem Keuangan, 2015. Data Diolah.
Grafik 1.1 Pembiayaan Perbankan dan Nonbank
Grafik 1.1 menunjukkan bahwa jenis pembiayaan melalui sektor
perbankan di Indonesia pada tiga tahun terakhir (2013 - 2015) berfluktuasi dan
cenderung menurun. Namun demikian, jumlahnya masih relatif tinggi
dibandingkan dengan pembiayaan melalui nonbank, yaitu Pasar Modal dan
Perusahaan Pembiayaan. Hal ini mengindikasikan bahwa peran perbankan di
Indonesia dalam melayani kredit bagi perusahaan masih lebih tinggi jika
dibandingkan dengan pembiayaan kredit bukan bank. Penurunan jumlah kredit
perbankan pada Triwulan I tahun 2014 disebabkan oleh meningkatnya suku bunga
dan diberlakukannya Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
dan Batu Bara.
SMT I SMT II SMT I SMT II SMT I
2013 2014 2015
Kredit Perbankan 251.26 333.75 175.29 206.15 153.74
Pembiayaan Non Bank 93.52 67.67 64.78 50.06 81.16
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Dan
a (
Rp
. T
rili
un
)
Pembiayaan Perbankan dan Nonbank (Rp.Triliun)
10
Pembiayaan perbankan yang digunakan untuk belanja investasi dapat
dilihat pada Grafik 1.2 berikut.
Sumber: Survei Perbankan, 2013, 2014, 2015. Data Diolah.
Grafik 1.2 Kredit Perbankan menurut Penggunaan
Grafik 1.2 menunjukkan bahwa penggunaan kredit untuk keperluan
investasi cenderung stabil jika dibandingkan dengan penggunaan kredit untuk
keperluan konsumsi dan modal kerja. Berfluktuasinya kredit modal kerja dan
kredit konsumsi disebabkan oleh adanya kebijakan penurunan jumlah kredit
perumahan dan/atau kredit tanpa agunan (KPR/KPA) serta dampak dari
berlakunya kebijakan pemerintah di sektor pertambangan pada Triwulan I tahun
2014. Pada Triwulan I tahun 2015 berlaku Undang-Undang Pertambangan yang
melarang ekspor bahan mentah tambang yang mengakibatkan penurunan kredit
modal kerja. Kenaikan kredit kosumsi pada Triwulan II tahun 2015 disebabkan
oleh berlakunya kebijakan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) tanpa bunga. Dari
rerata penggunaan kredit pada 2013 - 2015 terlihat bahwa 57,93% kredit
digunakan untuk pembiayaan modal kerja, 47,15% digunakan untuk investasi, dan
I-2013 II-2013 III-2013 IV-2013 I-2014 II-2014 III-2014 IV-2014 I-2015 II-2015 III-2015 IV-2015
Kredit Modal Kerja 33.7 70.5 80.9 76.1 23.1 90 73.2 72.6 9.4 63.7 59.2 42.8
Kredit Investasi 53.5 82 58.5 45.7 26.8 70.4 33.9 47.5 41.6 32.4 37.7 35.8
Kredit Konsumsi 6.9 31.8 25 14.6 -4.3 10.8 10.2 3.8 -4.3 75.4 28.9 45.7
-20
0
20
40
60
80
100
% k
red
it
Kredit Perbankan menurut Penggunaan (%)
11
20,38% untuk konsumsi. Artinya pemanfaatan kredit perbankan untuk
pembiayaan modal kerja dan kepentingan investasi cukup tinggi.
Pengujian pengaruh kendala keuangan terhadap investasi dimulai oleh
Fazzari et. al. (1988), Vogt (1994), Bond dan Meghir (1994), Schiantarelli (1995),
Kaplan dan Zingales (1997), Cleary (1999), Almeida et. al. (2004), Guariglia
(2008) yang menunjukkan bahwa investasi pada perusahaan kecil dan masih muda
mungkin terkendala oleh keuangan eksternal secara signifikan. Hal ini menjadi
perhatian pengambil kebijakan perusahaan. Penelitian Hermeindito (2004) dan
Hidayat (2010) di Indonesia menemukan bahwa likuiditas berpengaruh positif
terhadap keputusan investasi pada perusahaan yang terkendala keuangan lebih
sensitif daripada perusahaan yang tidak terkendala keuangan. Hasil penelitian
tersebut mendukung penelitian Fazzari et. al. (1988).
Penelitian ini bermaksud untuk (1) menguji pengaruh bank-firm
relationships terhadap kinerja perusahaan, (2) menguji pengaruh pendanaan
internal terhadap investasi, (3) menguji peran bank-firm relationships pada
pengaruh pendanaan internal terhadap investasi, (4) menguji peran bank-firm
relationships dalam mengurangi underinvestment dan overinvestment pada
perusahaan berdasar kondisi kendala keuangan, serta (5) menguji peran bank-firm
relationships dalam mengurangi underinvestment dan overinvestment berdasar
tahapan siklus bisnis perusahaan.
Teori yang mendasari penelitian ini meliputi teori bank-firm relationships,
teori informasi asimetris, dan teori keagenan. Teori bank-firm relationships
menyatakan bahwa bank-firm relationships dapat mereduksi masalah informasi
12
asimetris yaitu adverse selection dan moral hazard (Boot dan Thakor, 1994).
Teori keagenan mengatakan bahwa bank-firm relationships dapat mengurangi
agency conflict, yaitu agency cost of free cash flow (Boot, 2000; Rajan, 1992).
Bank sebagai sumber pendanaan eksternal dapat mengurangi masalah adverse
selection pada perusahaan undervalued yang mengumumkan sumber
keuangannya pada bank (Krishnaswami et. al., 1999). Pengumuman atas
pendanaan bank akan menjadi informasi yang menyenangkan (favourable
information) bagi pasar sehingga memberikan reaksi positif pada harga saham
(James dan Smith, 2000). Permasalahan moral hazard dapat memengaruhi
substitusi aset dan underinvesment dalam struktur penempatan kredit perusahaan.
Permasalahan substitusi aset berkait dengan kerugian insentif atas terbatasnya
hutang.
Perusahaan yang memiliki jumlah kas berlebih tidak mempunyai kendala
keuangan sehingga manajer berpotensi melakukan moral hazard untuk
membelanjakan kas secara berlebih dan berpotensi terjadi agency of free cash
flow. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya overinvestment. Bank-firm
relationships berperan memonitor kegiatan perusahaan untuk mengontrol aliran
arus kas sehingga mengurangi terjadinya overinvestment.
Perusahaan dengan kendala keuangan rendah dan memiliki kesempatan
investasi tinggi lebih berpeluang untuk melakukan investasi pada proyek-proyek
yang menghasilkan Net Present Value (NPV) positif. Keberhasilan perusahaan
dalam menginvestasikan dananya pada proyek-proyek dengan NPV positif dapat
mendorong perusahaan meningkatkan kinerja. Hasil studi terdahulu menunjukkan
13
bahwa investasi perusahaan memengaruhi secara positif kinerja perusahaan
(Degryse dan Ongena, 2001; Heshmati dan Lööf, 2008; Hsu et. al., 2009; Cao et.
al., 2010; Arslan et. al., 2012).
1.2 Permasalahan Penelitian
Perusahaan yang mempunyai kendala keuangan akan kesulitan melakukan
investasi sehingga memengaruhi kinerjanya. Bank-firm relationships dapat
mengurangi kendala keuangan sehingga perusahaan dapat melakukan investasi
dengan baik (pada proyek ber-NPV positif) dan akan meningkatkan kinerja
perusahaan.
Perusahaan yang mempunyai kendala keuangan akan mengalami kesulitan
investasi sehingga kinerjanya menjadi rendah. Hal ini mengakibatkan terjadinya
underinvestment, kecuali jika perusahaan mempunyai bank-firm relationships
yang baik. Pengaruh bank-firm relationships tersebut akan lebih kuat pada
perusahaan yang berada pada tahap growth daripada tahap mature.
Perusahaan yang tidak mempunyai kendala keuangan akan kelebihan
investasi, tetapi belum tentu memiliki kinerja yang tinggi. Hal ini mengakibatkan
terjadinya overinvestment, kecuali jika perusahaan mempunyai bank-firm
relationships yang baik. Pengaruh bank-firm relationships tersebut akan lebih
kuat bagi perusahaan yang berada pada tahap mature daripada tahap growth.
Implikasi dari permasalahan tersebut adalah sebagai berikut.
(1) Apakah bank-firm relationships berpengaruh terhadap kinerja perusahaan?
(2) Apakah pendanaan internal berpengaruh terhadap investasi?
14
(3) Apakah bank-firm relationships dapat memperkuat pengaruh pendanaan
internal terhadap investasi?
(4) Apakah bank-firm relationships dapat mengurangi underinvestment bagi
perusahaan yang mempunyai kendala keuangan?
(5) Apakah bank-firm relationships dapat mengurangi overinvestment bagi
perusahaan yang tidak mempunyai kendala keuangan?
(6) Apakah peran bank-firm relationships dalam mengurangi underinvestment
lebih kuat pada perusahaan dalam tahap growth?
(7) Apakah peran bank-firm relationships dalam mengurangi overinvestment
lebih kuat pada perusahaan dalam tahap mature?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran bank-firm relationships
dalam mengurangi masalah informasi asimetris (underinvestment) dan konflik
keagenan (overinvestment) pada perusahaan nonkeuangan dengan kondisi kendala
keuangan pada tahap sedang tumbuh (growth) dan dewasa (mature) dalam
melakukan investasi dan kinerja.
Tujuan penelitian diuraikan sebagai berikut.
(1) Menguji pengaruh bank-firm relationships terhadap kinerja perusahaan
(2) Menguji pengaruh pendanaan internal terhadap investasi.
(3) Menguji peran bank-firm relationships pada pengaruh pendanaan internal
terhadap investasi.
(4) Menguji peran bank-firm relationships dalam mengurangi underinvestment
bagi perusahaan yang mempunyai kendala keuangan.
15
(5) Menguji peran bank-firm relationships dalam mengurangi overinvestment
bagi perusahaan yang tidak mempunyai kendala keuangan.
(6) Menguji peran bank-firm relationships untuk mengurangi underinvestment
pada tahap growth perusahaan.
(7) Menguji peran bank-firm relationships untuk mengurangi overinvestment
pada tahap mature perusahaan.
1.4 Keaslian Penelitian
Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian-penelitian terdahulu yang
belum konsisten. Myers dan Majluf (1984) dan Fazzari et. al. (1998) menyatakan
bahwa adanya informasi yang berbeda di pasar dapat menyebabkan perusahaan
menghadapi kendala keuangan (financial constraint). Penelitian tersebut
menemukan bahwa perusahaan dengan kendala keuangan tinggi yang diproksi
dengan rasio pembayaran dividen memengaruhi kebijakan investasi. Penelitian
pengaruh kendala keuangan terhadap investasi oleh Fazzari et. al., 1998; Almeida
dan Campello, 2003; Almeida et. al., 2004, dijelaskan dengan perilaku Pecking
Order dan informasi asimetris (Vogt, 1994). Arslan et. al., (2012) telah menguji
kefleksibelan keuangan, investasi, dan kinerja perusahaan berdasarkan ukurannya,
pembayaran dividen, umur perusahaan, dan kelompok afiliasi bisnis. Hermeindito
(2004) menunjukkan bahwa perbedaan kelompok sampel dalam model investasi
dan leverage berdasarkan peluang investasi belum memberikan simpulan yang
kuat apakah yang berlaku adalah teori urutan pematukan modal atau teori
keagenan aliran kas bebas. Analisis investasi dan leverage berbasis kendala
pendanaan menunjukkan hasil yang tercampur (mixed). Hasil analisis lebih
16
mendukung prediksi teori urutan pematukan modal, tetapi persoalan keagenan
aliran kas bebas juga muncul pada hubungan modal hutang, perubahan hutang,
dan levering. Dengan demikian, kedua teori tidak dapat menjelaskan hubungan
modal internal dan leverage.
Penelitian tentang pengaruh kendala keuangan terhadap investasi
menjelaskan pula bahwa aliran kas hutang atau perubahan hutang bukan sebagai
mekanisme kontrol pemilik untuk menekan investasi lebih, melainkan sebagai
sumber pendanaan untuk pembiayaan investasi. Dengan demikian, hasil analisis
belum menunjukkan perbedaan yang jelas antara pengaruh aliran kas hutang pada
investasi perusahaan yang memiliki investasi lebih dan perusahaan yang memiliki
investasi kurang. Penelitian tersebut belum secara jelas mengungkapkan apakah
kriteria dan hasil empiris yang mengklasifikasi perusahaan kendala pendanaan
rendah dan tinggi terjadi karena perbedaan informasi asimetris atau karena
kesulitan keuangan. Namun demikian, pengujian tersebut belum memasukkan
bank-firm relationships sebagai moderasi dalam menguji pengaruh ketersediaan
pendanaan internal terhadap investasi dan pengaruh bank-firm relationships
terhadap kinerja.
Shen dan Wang (2005), yang meneliti peran bank-firm relationships pada
keputusan investasi dan kendala keuangan, menemukan bahwa bank-firm
relationships dapat mereduksi informasi asimetris dalam fungsinya sebagai
investasi. Penelitian bank-firm relationships di negara-negara Eropa dan Asia
menunjukkan bahwa perusahaan dengan sedikit jumlah hubungan bank dapat
mereduksi informasi asimetris. Informasi asimetris juga dapat direduksi bilamana
17
perusahaan memiliki jumlah cash on hand lebih sedikit, jumlah hutang bank lebih
banyak, dan waktu kontrak bank lebih lama (Degryse dan Ongena, 2001; Shen
dan Wang, 2005). Penelitian Setiawan (2012) tentang bank monitoring, kebijakan
perusahaan, dan kinerja perusahaan membuktikan bahwa bank monitoring dapat
mengurangi kebijakan overinvestment perusahaan yang muncul karena adanya
masalah agensi free cash flow dan dapat mengurangi kebijakan underinvestment
perusahaan yang muncul karena adanya masalah informasi asimetris tinggi (biaya
modal tinggi) di pasar modal.
Penelitian ini menguji pengaruh bank-firm relationships terhadap kinerja
perusahaan, peran bank-firm relationships bagi perusahaan yang mempunyai
kendala keuangan dan dalam tahapan siklus sedang tumbuh (growth) dan dewasa
(mature) pada pengaruh pendanaan internal terhadap investasi serta keterkaitan
bank-firm relationships dalam mengurangi masalah informasi asimetris
(underinvestment) dan konflik keagenan (overinvestment). Penelitian ini merujuk
pada Fazzari et. al. (1998) yang meneliti kendala keuangan dan investasi; Degryse
dan Ongena (2001) tentang bank-firm relationships dan keuntungan perusahaan;
Arslan et. al. (2012) tentang pengaruh kendala keuangan terhadap investasi,
kemudian pengaruh investasi terhadap kinerja perusahaan; Shen dan Wang (2005)
tentang pengaruh bank-firm relationship terhadap reduksi informasi asimetris
terkait dengan pendanaan perusahaan sebagai fungsi investasi; Tsapin dan Tsapin
(2014) tentang apakah bank dapat memitigasi underinvestment dan
overinvestment, serta Bulan dan Yan (2010) dan La Rocca et. al. (2011) tentang
pendanaan perusahaan pada tahapan siklus bisnis.
18
Penelitian sebelumnya belum memasukkan tahap siklus perusahaan ketika
menguji pengaruh bank-firm relationships dalam mengurangi underinvestment
dan overinvestment. Dalam penelitian ini perusahaan dikelompokkan dalam tahap
growth dan mature pada pengujian peran bank-firm relationships dalam
mengurangi underinvestment dan overinvestment
Fazzari et. al. (1998) menemukan bahwa investasi perusahaan dengan
pendanaan internal lebih sensitif bagi perusahaan yang memiliki aliran kas
berfluktuasi daripada perusahaan yang sudah mapan dengan dividen tinggi.
Degryse dan Ongena (2001) menemukan bahwa perusahaan yang berhubungan
dengan banyak bank dapat menurunkan keuntungan perusahaan, sedangkan
perusahaan yang tidak mengganti bank-firm relationships dan bermitra dengan
satu main bank dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
Arslan et. al. (2012) menemukan bahwa terdapat hubungan signifikan
positif antara financial flexibility yang diproksi dengan cash flow terhadap
keputusan investasi yang diproksi dengan rasio belanja modal atas aset total.
Pengujian berikutnya menunjukkan adanya hubungan signifikan positif antara
keputusan investasi terhadap kinerja perusahaan yang diproksi Tobin’s Q. Shen
dan Wang (2005) menemukan bahwa investasi kurang sensitif terhadap cash flow
pada bank-firm relationships kuat yang diproksi dengan jumlah bank sedikit.
Implikasinya adalah bahwa perusahaan menahan cash flow yang lebih sedikit
untuk kepentingan investasi mendatang. Sebaliknya, perusahaan dengan bank
relationships lemah, investasinya lebih sensitif pada cash flow. Hasil penelitian
19
menunjukkan robust ketika bank-firm relationships diukur dengan jumlah
pinjaman dan lama meminjam.
La Rocca et. al. (2011) menyebutkan bahwa pada tahap awal bisnis,
hutang merupakan hal penting dan merupakan pilihan utama. Sebaliknya pada
tahap siklus dewasa (mature), perusahaan berusaha menyeimbangkan struktur
modalnya dengan menyubstitusi hutang dengan modal internal. Pola tahapan
siklus keuangan ini homogen pada industri yang berbeda dan konsisten sepanjang
waktu. Pada tahap siklus sedang tumbuh (growth) perusahaan memiliki hutang
bank lebih banyak dan berangsur-angsur menurun seiring dengan usia perusahaan
yang semakin dewasa (mature) (Petersen dan Rajan, 1994; La Rocca et. al., 2011;
Chan et. al., 2011).
Perusahaan yang memiliki bank-firm relationships kuat membantu
memenuhi kebutuhan pendanaan sehingga tidak melakukan underinvestment dan
mengurangi informasi asimetris pada tahap siklus sedang tumbuh (growth),
sedangkan pada tahap siklus dewasa (mature) bank-firm relationships membantu
mengontrol perusahaan untuk mengurangi konflik keagenan (Rajan, 1992) yang
diakibatkan oleh agency of free cash flow sehingga tidak terjadi overinvestment.
Perusahaan dengan bank-firm relationships kuat dapat mereduksi biaya keagenan
dan meningkatkan akses terhadap modal sehingga meningkatkan kinerja
perusahaan (Agarwal dan Elston, 2001).
1.5 Kontribusi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa kontribusi sebagai
berikut.
20
1) kontribusi teoretis
Pada teori informasi asimetris, perusahaan yang mempunyai kendala
keuangan dapat mengakibatkan terjadinya underinvestment, namun dapat
dikurangi dengan bank-firm relationships yang kuat. Pada teori konflik
keagenan, perusahaan yang tidak mempunyai kendala keuangan dapat
mengakibatkan perusahaan melakukan overinvestment, namun dapat dikurangi
dengan bank-firm relationships yang kuat.
2) kontribusi empiris
Penelitian ini mengembangkan hasil penelitian sebelumnya tentang bank firm
relationships yang masih bersifat parsial, serta menguatkan temuan empiris
tentang pengaruh cash flow terhadap investasi. Penelitian ini juga
mengembangkan penelitian tentang bank-firm relationships terkait dengan
underinvestment dan overinvestment serta siklus perusahaan.
3) kontribusi kebijakan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kebijakan pada
perusahaan nonkeuangan dan bagi industri perbankan di Indonesia.
a. Pada perusahaan nonkeuangan di Indonesia, perusahaan yang ilikuid dapat
berakibat underinvestment, namun dapat dikurangi dengan bank-firm
relationships yang kuat. Pada perusahaan yang kelebihan likuiditas, dapat
berakibat overinvestment karena adanya agency of free cash flow, namun
dapat diawasi dengan peran bank sebagai mitra pembiayaan perusahaan.
b. Pada industri perbankan di Indonesia, terdapat pergeseran peran bank
dalam membantu pembiayaan perusahaan, terutama perusahaan pada tahap
21
siklus sedang tumbuh (growth) sehingga dapat meningkatkan kinerja, dan
pada tahap siklus dewasa (mature), bank berperan melakukan pengawasan
untuk mengurangi masalah konflik keagenan.
4) kontribusi metodologis
Penelitian ini mengembangkan model interaksi dua variabel moderasi dalam
menguji peran bank-firm relationships untuk mengurangi underinvestment dan
overinvestment pada perusahaan nonkeuangan di Indonesia dengan
mempertimbangkan siklus perusahaan.