BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penggunaan lahan menurut Malingreau (1978) (dalam Ritohardoyo,
2009) adalah segala macam campur tangan manusia, baik secara permanen
ataupun secara skil terhadap suatu sekumpulan sumber daya alam dan sumber
daya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk
mencukupi kebutuhan-kebutuhan manusia baik secara spiritual ataupun
secara kebendaan ataupun keduanya.
Data penggunaan lahan saat ini dirasakan semakin penting karena laju
pertumbuhan penduduk yang tinggi membuat penggunaan lahan oleh manusia
pada daerah yang luas dan tersebar benar-benar sangat kompleks.
Penggunaan lahan pada saat sekarang (present land use) merupakan pertanda
adanya dinamika dari eksploitasi oleh manusia (baik secara perorangan
maupun masyarakat) terhadap sekumpulan sumberdaya alam untuk
memenuhi kebutuhannya (Ritohardoyo, 2009).
Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan
baik dalam keperluan produksi pertanian, perkebunan, industri, jasa serta
permukiman mendorong lahirnya pemikiran tentang bagaimana mengambil
keputusan pemanfaatan lahan yang paling menguntungkan dari sumber daya
yang terbatas. Dengan keadaan seperti ini perlu suatu perencanaan
penggunaan lahan dan penataan kembali penggunaan lahan agar dapat
dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu perlu dilakukan kesesuaian
penggunaan lahan agar bentuk penggambaran tingkat kecocokan sebidang
lahan untuk suatu penggunaan tertentu dapat berjalan dengan baik
Kesesuaian penggunaan lahan tersebut tentunya memerlukan data
yang mampu menyajikan informasi penggunaan lahan yang tepat. Dengan
menggunakan teknik penginderaan jauh mampu menyajikan informasi
tentang penggunaan lahan karena dapat menyajikan informasi detail
2
penggunaan lahan pada suatu daerah. Melalui penginderaan jauh dapat
diketahui informasi tentang suatu wilayah tanpa kontak langsung dengan
daerah yang dikaji. Untuk itu teknik penginderaan jauh lebih praktis dan
efisien dalam mengumpulkan informasi mengenai suatu daerah.
Peta penggunaan lahan berisikan hasil delineasi jenis guna lahan yang
ada diseluruh daerah kajian yang mana memuat fungsi dominan untuk suatu
kawasan, blok peruntukan, atau persil lahan (Permen PU No. 20 Tahun 2011).
Pemetaan penggunaan lahan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
informasi tentang penggunaan lahan pada suatu lokasi. Pemetaan penggunaan
lahan dilakukan sesuai kebutuhan. Pemetaan penggunaan lahan dapat
dilakukan dengan skala detail maupun skala menengah. Penginderaan jauh
dan sistem informasi geografi digunakan sebagai sarana pengolahan peta
penggunaan lahan, karena penginderaan jauh dan sistem informasi geografi
telah berkembang pesat dan mampu memaksimalkan pekerjaan. Banyaknya
jenis citra penginderaan jauh dengan berbagai macam resolusi, baik spektral,
spasial maupun temporal telah mendorong teknologi ini sebagai salah satu
alat untuk memperoleh data sumberdaya bumi yang cukup handal dan dapat
disesuaikan dengan kebutuhan para penggunanya.
Pemanfaatan citra satelit untuk pemetaan penutup lahan ataupun
penggunaan lahan di Indonesia pada saat ini sudah banyak dilakukan,
terutama untuk pemetaan pada skala tinjau, detail dan semi detil. Namun,
pemetaan penggunaan lahan skala detail masih sangat minim di Indonesia
karena resolusi spasial citra penginderaan jauh yang banyak beredar di
Indonesia masih berkisar 10 meter ke atas. Selain minim, kebanyakan
pemetaan detail hanya berpusat di pulau jawa. sedangkan kebutuhan akan
data penggunaan lahan terutama data yang detail sangat diperlukan untuk
pembuatan peta-peta tematik bertema kekotaan oleh instansi pemerintah.
Menggunakan citra satelit dapat menghemat waktu dan tenaga serta lebih
murah dibandingkan dengan survey langsung di lapangan. Namun demikian
untuk menjaga akurasi data yang dihasilkan, pekerjaan lapangan harus tetap
dilakukan.
3
Peta penggunaan lahan dapat digunakan sebagai dasar dari
perencanaan detail kota. Sebagian besar kota-kota di Indonesia ialah kota-
kota yang tengah berkembang, sehingga perencanaan, pemanfaatan, dan
pengendalian pemanfaatan perlu dilakukan sejak dini guna memaksimalkan
fungsi kota yang berkembang. Hal ini tentu saja membutuhkan data
penggunaan lahan yang akurat dan cukup detail untuk wilayah perkotaannya.
1.2. Perumusan Masalah
Kota mengalami fenomena yang sangat dinamis dalam berbagai segi
kehidupan. Sifat kota yang dinamis dan berkembang dapat berdampak positif,
tetapi tidak jarang menimbulkan masalah. Maka dari itu pemantauan kota dari
aspek fisik tidak dapat diabaikan. Pertumbuhan kota yang cepat memerlukan
pemahaman akan masalah aktual dan pengambilan keputusan yang cepat dan
akurat.
Kabupaten Kotawaringin Timur merupakan salah satu kabupaten yang
mempunyai perkembangan yang pesat. Namun, Pemerintah Kabupaten
Kotawaringin Timur belum mempunyai informasi dan peta penggunaan lahan
dengan skala yang detail. Peta-peta yang sudah ada tidak memiliki skala yang
detail, hanya memuat informasi penggunaan lahan secara umum, misalnya
untuk penggunaan lahan bangunan tidak dibedakan lagi menurut
kegunaannya seperti masjid, pasar, lembaga pendidikan, perkantoran dan
lain-lain. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan
yang melatarbelakangi penelitian ini :
1. Bagaimana kemampuan citra penginderaan jauh beresolusi tinggi
yaitu citra Quickbird untuk mengidentifikasi bentuk dan jenis
penggunaan lahan pada daerah kajian?
2. Seberapa besar peran penginderaan jauh dan sistem informasi
geografis dalam memetakan penggunaan lahan pada daerah kajian?
4
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas. Maka penelitian
yang berjudul : “Aplikasi Citra Quickbird Untuk Pemetaan Penggunaan
Lahan di Sebagian Wilayah Kecamatan Kota Besi Kabupaten
Kotawaringin Timur” perlu untuk dilakukan.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan dan judul yang dikemukakan,
penelitian ini bertujuan untuk :
1. Interpretasi penggunaan lahan melalui citra Quickbird komposit
321 perekaman 5 mei 2012.
2. Membuat peta penggunaan lahan pada daerah kajian yaitu sebagian
Kecamatan Kota Besi, Kabupaten Kotawaringin Timur.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Secara akademis, penelitian ini dijadikan sebagai prasyarat dalam
menyelesaikan program Diploma pada program studi Penginderaan Jauh
dan Sistem Informasi Geografi Universitas Gadjah Mada.
2. Menambah pengetahuan tentang aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem
Informasi Geografi untuk pembuatan Peta Penggunaan Lahan dengan
sakala detail dengan menggunakan citra Quickbird
3. Mampu memperoleh peta penggunaan lahan yang cukup akurat dan
detail pada sebagian Kecamatan Kota Besi, Kabupaten Kotawaringin
Timur
4. Peta Penggunaan Lahan dapat digunakan sebagai perumusan kebijakan,
rencana, pemanfaatan terkait lahan terbangun dan vegetasi yang terdapat
pada sebagian Kecamatan Kota Besi.
5
1.5. Tinjauan Pustaka
1.5.1 Penginderaan Jauh
Penginderaan Jauh merupakan ilmu atau teknik dan seni untuk
mendapatkan informasi tentang objek, wilayah, atau gejala dengan gejala
dengan cara menganalisis data yang diperoleh dari suatu alat tanpa
berhubungan langsung dengan objek, wilayah atau gejala yang sedang
dikaji (Lillesand dan Keifer,1979).
Penginderaan jauh merupakan variasi teknik yang dikembangkan
untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. informasi tersebut
berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan dan dipancarkan dari
permukaan bumi (Lindgren dalam Sutanto, 1985).
Penginderaan Jauh memiliki komponen – komponen seperti :
a. Sumber tenaga terdiri atas tenaga alamiah ( sinar matahari) dan tenaga
buatan (berupa gelombang mikro )
b. Atmosfer adalah lapisan udara yang terdiri atas berbagai jenis
gas,antara lain; karbon dioksida,nitrogen dan oksigen. Oleh karena itu
di dalam indraja terdapat istilah jendela atmosfer yaitu bagian spectrum
gelombang elektromagnetik yang dapat mencapai bumi.
c. Interaksi antara Tenaga dan Objek dapat terlihat pada rona yang
dihasilkan.
d. Sensor dan Wahana
Sensor merupakan alat pemantau yang dipasang pada wahana. Sensor
dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: Sensor fotografik merekam objek
melalui proses kimiawi yang dapat dipasang pada pesawat udara
maupun satelit. Sensor elektronik merupakan sensor yang bekerja
secara elektrik dalam bentuk sinyal,direkam pada pita magnetic
selanjutnya dapat diproses menjadi data visual atau digital dengan
menggunakan computer. Wahana adalah kendaraan yang digunakan
untuk membawa sensor guna mendapatkan data indraja.Wahana dapat
dibedakan menjadi 3 kelompok: 1) pesawat terbang rendah sampai
menengah (low to medium altitude aircraft) yaitu ketinggian peredaran
6
antara pesawat 1000 m – 9.000 m diatas permukaan bumi 2) pesawat
terbang tinggi (high altitude aircraft), ketinggian peredaran pesawat tsb
lebih dari 18.000 m diatas permukaan bumi 3) satelit, ketinggian
peredaran satelit antara 400 km – 900 km diatas permukaan bumi.
e. Perolehan data: Secara manual diperoleh melalui interpretasi citra.
Secara numeric diperoleh dengan menggunakan computer.
f. Pengguna data: Data indraja sangat bermanfaat untuk memperoleh data
spasial yang dapat digunakan dalam berbagai bidang.
g. Citra indraja adalah gambaran suatu gejala atau objek sebagai hasil
rekaman dari sebuah sensor,baik dengan cara optic,elektrooptik maupun
elektronik.
Spektral signature untuk objek/target yang sama akan berubah
terhadap waktu dan jarak. Demikian pula, setiap objek di permukaan
mempunyai spektral signature yang berbeda dalam menyerap dan
memantulkan gelombang elektromagnetik.
Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau
citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti
pentingnya obyek tersebut (Estes dan Simonett dalam Sutanto, 1986).
Dalam interpretasi citra, dilakukan pengkajian citra melalui proses
penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi dan menilai arti pentingnya
obyek yang tergambar pada citra.
Pengenalan obyek yang tergambar pada citra dilakukan dengan tiga
rangkaian kegiatan yang diperlukan antara lain deteksi, identifikasi dan
analisis. Deteksi yaitu pengamatan atas adanya suatu obyek. Identifikasi
ialah mupaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunajan
keterangan yang cukup. Kemudian tahap analisis yaitu pengumpulan
keterangan lebih lanjut sehingga dapat disimpulkan obyek yang terdeteksi
pada citra (Lintz Jr. dan Simonett, 1976 dalam Sutanto).
Unsur interpretasi terdiri dari delapan butir, yaitu rona atau warna,
ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan, situs, dan asosiasi.
7
1. Rona ialah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra,
sedangkan warna adalah wujud yang tampak oleh mata dengan
menggunakan spektrum sempit dari spektrum tampak.
2. Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi
atau kerangka suatu obyek (Lo, 1976 dalam Sutanto). Bentuk
merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat
dikenali berdasarkan bentuknya saja.
3. Ukuran ialah atribut obyek yang berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan
volume. Ukuran obyek pada citra merupakan fungsi skala.
4. Tekstur ialah frekuensi perubahan rona ada citra (Lillesand dan Kiefer,
1979 dalam Sutanto) atau pengulangan rona kelompok obyek yang
terlalu kecil untuk dibedakan secara individual (Estes dan Simonett,
1975 dalam Sutanto).
5. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi
banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah.
6. Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau obyek berada di daerah
gelap. Namun, bayangan sering merupakan kunci interpretasi yang
penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dengan
bayangannya.
7. Situs bukan merupakan ciri obyek secara langsung, melainkan dalam
kaitannya dengan lingkungan sekitarnya. Situs diartikan sebagai letak
suatu obyek terhadap obyek lain di sekitarnya (Estes dan Simonett,
1975 dalam Sutanto).
8. Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu
dengan obyek lain. Karena adanya keterkaitan ini maka terlihatnya
suatu obyek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya obyek
lain.
Unsur-unsur interpretasi citra disusun secara jenjang atau secara
hirarki. Susunan ini didasarkan pada tingkat kerumitan interpretasi setiap
unsurnya.
8
Situs → paling rumit
Asosiasi
Ukuran → menengah
Tekstur, Pola
Rona/warna, Bentuk → paling sederhana/
Bayangan mudah dilihat
Gambar 1.1 Piramida unsur-unsur interpretasi (Sumber: Panduan Praktikum
Interpretasi Citra untuk Penggunaan Lahan dan Vegetasi, 2012)
1.5.2 Sistem Informasi Geografi
Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information
System (GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja
dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau
dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan
kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan
(spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan
Wiradisastra, 2000). Sedangkan menurut Anon (2001; dalam As-syakur
2007) Sistem Informasi geografi adalah suatu sistem Informasi yang dapat
memadukan antara data grafis (spasial) dengan data teks (atribut) objek
yang dihubungkan secara geogrfis di bumi (georeference). Disamping itu,
SIG juga dapat menggabungkan data, mengatur data dan melakukan
analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat
dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang
berhubungan dengan geografi.
Aplikasi SIG dapat digunakan untuk berbagai kepentingan selama
data yang diolah memiliki refrensi geografi, maksudnya data tersebut
9
terdiri dari fenomena atau objek yang dapat disajikan dalam bentuk fisik
serta memiliki lokasi keruangan (Indrawati, 2002 dalam Husein).
Tujuan pokok dari pemanfaatan Sistem Informasi Geografis adalah
untuk mempermudah mendapatkan informasi yang telah diolah dan
tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau obyek.Ciri utama data yang
bisa dimanfaatkan dalam Sistem Informasi Geografis adalah data yang
telah terikat dengan lokasi dan merupakan data dasar yang belum
dispesifikasi (Dulbahri, 1993; dalam As-Syakur 2007).
Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data
spasial dan data atribut dalam bentuk digital, dengan demikian analisis
yang dapat digunakan adalah analisis spasial dan analisis atribut.Data
spasial merupakan data yang berkaitan dengan lokasi keruangan yang
umumnya berbentuk peta.Sedangkan data atribut merupakan data tabel
yang berfungsi menjelaskan keberadaan berbagai objek sebagai data
spasial.
Penyajian data spasial mempunyai tiga cara dasar yaitu dalam bentuk
titik, bentuk garis dan bentuk area (polygon). Titik merupakan
kenampakan tunggal dari sepasang koordinat x,y yang menunjukkan lokasi
suatu obyek berupa ketinggian, lokasi kota, lokasi pengambilan sample
dan lain-lain. Garis merupakan sekumpulan titik-titik yang membentuk
suatu kenampakan memanjang seperti sungai, jalan, kontus dan lain-lain.
Sedangkan area adalah kenampakan yang dibatasi oleh suatu garis yang
membentuk suatu ruang homogen, misalnya: batas daerah, batas
penggunaan lahan, pulau dan lain sebagainya.
Struktur data spasial dibagi dua yaitu model data raster dan model
data vektor.Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi
empat (grid)/sel sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur.Data vektor
adalah data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan,
10
menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik,
garis atau area (polygon) (Barus dan Wiradisastra, 2000).
Lukman (1993) menyatakan bahwa sistem informasi geografi
menyajikan informasi keruangan beserta atributnya yang terdiri dari
beberapa komponen utama yaitu:
1. Masukan data merupakan proses pemasukan data pada komputer dari
peta, data statistik, data hasil analisis penginderaan jauh data hasil
pengolahan citra digital penginderaan jauh, dan lain-lain. Data-data
spasial dan atribut baik dalam bentuk analog maupun data digital
tersebut dikonversikan kedalam format yang diminta oleh perangkat
lunak sehingga terbentuk basisdata (database). Menurut Anon (2003;
dalam As-syakur, 2007) basisdata adalah pengorganisasian data yang
tidak berlebihan dalam komputer sehingga dapat dilakukan
pengembangan, pembaharuan, pemanggilan, dan dapat digunakan
secara bersama oleh pengguna.
2. Penyimpanan data dan pemanggilan kembali (data storage dan retrieval)
ialah penyimpanan data pada komputer dan pemanggilan kembali
dengan cepat (penampilan pada layar monitor dan dapat
ditampilkan/cetak pada kertas).
3. Manipulasi data dan analisis ialah kegiatan yang dapat dilakukan
berbagai macam perintah misalnya overlay antara dua tema peta,
membuat buffer zone jarak tertentu dari suatu area atau titik dan
sebagainya. Anon (2003; dalam As-syakur, 2007) mengatakan bahwa
manipulasi dan analisis data merupakan ciri utama dari SIG.
Kemampuan SIG dalam melakukan analisis gabungan dari data spasial
dan data atribut akan menghasilkan informasi yang berguna untuk
berbagai aplikasi.
4. Pelaporan data ialah dapat menyajikan data dasar, data hasil pengolahan
data dari model menjadi bentuk peta atau data tabular. Menurut Barus
dan wiradisastra (2000). Bentuk produk suatu SIG dapat bervariasi baik
11
dalam hal kualitas, keakuratan dan kemudahan pemakainya. Hasil ini
dapat dibuat dalam bentuk peta, tabel angka: teks di atas kertas atau
media lain (hard copy), atau dalam cetak lunak (seperti file elektronik).
1.5.3 Citra Digital
Interaksi antara tenaga dan objek hasil perekaman menghasilkan dua
jenis data, yaitu: data visual dan data numerik. Menurut Hornby (1974;
dalam Sutanto, 1992) bahwa citra adalah gambaran yang tampak pada
cermin atau melalui lensa kamera. Sedangkan Simonett dkk (1983; dalam
Sutanto, 1986:6) mengemukakan bahwa citra adalah gambaran suatu objek
biasanya berupa gamabaran objek pada foto yang dihasilkan dengan cara
optic, elektro-optik, optic mekanik atau elektronik.
Selain data visual (citra) juga diperoleh data citra (numeric), karena
tiap objek mempunyai karakteristik yang berbeda, maka tiap objek akan
memantulkan atau memancarkan tenaga elektromagnetik membentuk
karakteristik berbeda, juga dalam interaksinya antara tenaga dan objek
dipengaruhi oleh kondisi atmosferik.
Citra digital adalah citra yang diperoleh, disimpan, dimanipulasi, dan
ditampilkan dengan basis logika biner. Citra digital biasanya dihasilkan
melalui bantuan pemindai atau skaner (scanner), meskipun dewasa ini
citra digital juga bisa diperoleh melalui berbagai macam kamera digital
dengan harga murah, bahkan yang telah terintegrasi dengan telpon seluler
sekalipun. Citra digital penginderaan jauh diperoleh dari sistem perekaman
melalui sensor yang dipasang pada pesawat terbang ataupun satelit. Citra
dalam format digital biasanya disimpan pada media magnetik, optik,
ataupun media lainya (disket, hard disk, compact disk, CCT atau computer
compatible tape, optical disk dan flash disk), serta dapat ditampilkan
menjadi gambar pada layar monitor komputer. Dalam tulisan ini, citra
digital penginderaan jauh adalah citra yang menggambarkan kenampakan
permukaan (atau dekat permukaan) bumi, dan yang diperoleh melalui
proses perekaman pantulan (reflectance), pancaran (emittance), ataupun
12
hamburan balik (backscatter) gelombang elektromagnetik dengan sensor
optik-elektronik yang terpasang pada suatu wahana (platform), baik itu
wahana di menara (crane), pesawat udara maupun wahana ruang angkasa.
1.5.4 Quickbird
Quickbird merupakan satelit penginderaan jauh yang diluncurkan
pada tanggal 18 Oktober 2001 di California, U.S.A. Dan mulai
memproduksi data pada bulan Mei 2002. Quickbird diluncurkan dengan
98º orbit sun-synchronous dan misi pertama kali satelit ini adalah
menampilkan citra digital resolusi tinggi untuk kebutuhan komersil yang
berisi informasi geografi seperti sumber daya alam.
Satelit Quickbird mampu untuk men-download citra dari
stasiun three mid-latitude yaitu Jepang, Itali dan U.S (Colorado).
Quickbird juga memperoleh data tutupan lahan atau kebutuhan lain untuk
keperluan GIS berdasarkan kemampuan Quickbird untuk menyimpan data
dalam ukuran besar dengan resolusi tertinggi dan medium-inclination, non
– polar orbit.
Setelah meng-orbitselama 90 hari, Quickbird akan memperoleh citra
dengan nilai resolusi, Panchromatic sebesar 61 cm dan Multispectral
sebesar 2.44 meter. Pada resolusi 61 cm bangunan, jembatan, jalan-jalan
serta berbagai infrastruktur lain dapat terlihat secara detail. Quickbird
dapat digunakan untuk berbagai aplikasi terutama dalam hal perolehan
data yang memuat infrastruktur, sumber daya alam bahkan untuk
keperluan pengelolaan tanah (manajemen, pajak). Sedangkan untuk
keperluan industri, citra Quickbird dapat memperoleh cakupan daerah
yang cukup luas sebesar 16.5 km atau 10.3 mil. Satelit Quickbird memiliki
spesifikasi tertentu sebagai berikut :
13
Tabel 1.1 Spesifikasi Satelit Quickbird
Peluncuran
Tanggal : 18 Oktober 2001
Range waktu Peluncuran : 1851-1906 GMT (1451-
1506 EDT)
Roket Peluncur : Delta II
Lokasi Peluncuran : SLC-2W, Vandenberg Air Force
Base, California
Orbit
Tinggi: 450 km, 98 derajat, sun-synchronous
inclination
Putaran ke lokasi yg sama : 2-3 hari tergantung posisi
Lintang
Periode orbit : 93.4 minutes
Perekaman Per Orbit ~128 gigabits (sekitar 57 image area tunggal)
Lebar Sapuan & Luas
Area
Lebar Sapuan : 16.5 kilometer di atas nadir dan
kemampuan sapuan tanah : 544 km di pusat daerah
lintasan satelit (hingga ~30° off-nadir) Areas of
interest
Single Area: 16.5 km x 16.5 km
Strip: 16.5 km x 115 km
Ketelitian Kesalahan radius 23 meter, dan kesalahan linear 17
meter (tanpa titik kontrol)
Resolusi Sensor &
Spectral Bandwidth
Pankromatik
61 centimeter (2 ft)
Ground Sample
Distance (GSD) pada
nadir
Black & White: 445
s/d 900 nanometer
Multispektral
2.4 meter (8 ft) GSD
pada nadir
Blue: 450 – 520
nanometer
Green: 520 – 600
nanometer
Red: 630 – 690
nanometer
Near-IR: 760 – 900
nanometer
Dynamic Range 11-bit per pixel
Kapasitas Penyimpanan 128 gigabit
Dimensi & Umur Satelit Perkiraan usia : s/d tahun 2010
Bobot : 1050 Kg, panjang 3.04-meter (10-ft).
Sumber: http://imahagiregion3.wordpress.com/
14
Gambar 1.2 Satelit Quickbird (sumber: digitalglobe.com)
Tabel 1.2 Spesifikasi Sensor Quickbird
Band Panjang Gelombang Resolusi Spasial
Band 1 0,45 – 0,52 µm (blue) 2.44 – 2.88 meter
Band 2 0,52 – 0,60 µm (green) 2.44 – 2.88 meter
Band 3 0,63 – 0,69 µm (red) 2.44 – 2.88 meter
Band 4 0,76 – 0,90 µm (near-infrared) 2.44 – 2.88 meter
Sumber: http://imahagiregion3.wordpress.com/
1.5.5 Perangkat Lunak ArcGIS
ArcGIS merupakan suatu software yang diciptakan oleh ESRI yang
digunakan dalam Sistem Informasi Geografi. ArcGIS merupakan Software
pengolah data spasial yang mampu mendukung berbagai format data
gabungan dari tiga software yaitu ArcInfo, ArcView dan ArcEdit yang
mempunyai kemampuan komplit dalam geoprocessing, modelling dan
scripting serta mudah diaplikasikan dalam berbagai type data. Dekstop
ArcGis terdiri dari 4 modul yaitu Arc Map, Arc Catalog, Arc Globe, dan
Arc Toolbox dan model builder.
Arc Map mempunyai fungsi untuk menampilkan peta untuk proses,
analisis peta, proses editing peta, dan juga dapat digunakan untuk
mendesain secara kartografis.
15
Arc Catalog digunakan untuk management data atau mengatur
managemen file – file, jika dalam Windows fungsinya sama dengan
explor.
Arc Globe dapat digunakan untuk data yang terkait dengan data yang
universal, untuk tampilan 3D, dan juga dapat digunkan untuk
menampilkan geogle earth.
Model Boolder digunakan untuk membuat model boolder / diagram
alur.
Arc Toolbox digunakan untuk menampilkan tools – tools tambahan.
Inputing data dalam ArcGIS dapat dilakukan dengan beberapa cara,
salah satunya adalah melalu digitasi. Metode digitasi ini juga dapat
dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : digitasi melalu meja digitizer,
digitasi melalui layar monitor komputer maupun digitasi langsung dari
permukaan bumi dengan bantuan alat GPS receiver. Pada bagian ini akan
dibahas metode digitasi melalui layar monitor komputer yang lebih dikenal
dengan screen digitizing. Untuk dapat melakukan inputing data melalui
metode ini maka data yang akan dimasukan harus berupa citra digital
satelit penginderaan jauh dalam monitor komputer. Jika data kita berupa
citra digital satelit penginderaan jauh maka data ini bisa langsung
ditampilkan, tetapi jika data berupa peta tercetak atau foto udara cetak
(hardcopy) maka harus dilakukan scanning terlebih dahulu dari data yang
bersangkutan.
Informasi grafis atau geometri milik suatu objek spasial dapat
dimasukkan ke dalam beberapa bentuk seperti :
a) Titik (dimensi nol [point])
Titik adalah representasi grafis atau geometri yang paling sederhana
bagi objek spasial. Representasi ini tidak memiliki dimensi, tetapi dapat
diidentifikasikan di atas peta dan dapat ditampilkan pada layar monitor
dengan menggunakan simbol – simbol tertentu. Skala pera akan
16
menentukan apakah suatu objek akan ditampilkan sebagai titik atau
poligon (area/luasan).
b) Garis (satu dimesnsi [line atau polyline])
Garis adalah bentuk geometri linier yang akan menghubungkan
paling sedikit dua titik dan digunakan untuk merepresentasikan objek –
objek yang berdimensi satu.
c) Poligon (dua dimensi [area])
Geometri poligon digunakan untuk merepresentasikan objek – objek
dua dimensi. Unsur –unsur spasial ”danau”, ”batas propinsi”, ”batas kota”,
”batas persil tanah milik” adalah beberapa contoh tipe entitas dunia nyata
yang pada umumnya direpresentasikan sebagai objek – objek dengan
geometri poligon (area). Namun, representasi ini masih akan bergantung
pada skala peta atau sajian akhir (baik sebagai titik maupun poligon),
terlepas dari apapun medianya.
Selain data grafis, data lain yang penting adalah data atribut. Data
attribut ini merupakan data yang terikat dengan data grafis, secara
sederhana data attribut ini merupakan keterangan identitas yang dimiliki
satu obyek dalam data grafis. Untuk melakukan inputing data attribut pada
data grafis yang telah dibangun dapat dilakukan dengan ArcMap. Setelah
melakukan data grafis melalui proses digitasi.
1.5.6 Penggunaan Lahan dan Penutup Lahan
Lahan secara geografis (Vink, 1975 dalam Ritohardoyo) sebagai
suatu wilayah tertentu di atas permukaan bumi, khususnya meliputi semua
benda penyusun biosfer yang dapat dianggap bersifat menetap atau
berpindah berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, meliputi atmosfer,
tanah, dan batuan induk, topografi, air, tumbuh-tumbuhan dan binatang,
serta akibat-akibat kegiatan manusia pada masa lalu maupun sekarang,
17
yang semuanya memiliki pengaruh nyata terhadap penggunaan lahan oleh
manusia, pada masa sekarag maupun masa yang akan datang.
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang
mencakup pengertian lingkungan fisik maupun iklim, topografi ataupun
relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi yang semua secara
potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976,
dalam Ritohardoyo). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk
yang telah dipengaruhi berbagai aktifitas flora, fauna dan manusia baik di
masa lalu maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan lahan pasang surut
yang telah di reklamasikan atau tindakan konservasi tanah pada suatu
lahan tertentu. Penggunaan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan
karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan oleh adanya
keterbatasan dalam penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik dan
kualitas lahannya, bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahan secara
berkesinambungan. Pada suatu peta tanah atau peta sumber daya lahan hal
tersebut dinyatakan dalam satuan peta yang dibedakan berdasarkan sifat-
sifatnya yang terditi atas iklim, landform (topografi/relief), tanah dan
hidrologi.
Pemisahan suatu lahan sangat penting untuk keperluan analisis
kesesuaian lahan bagi suatu tipe penggunaan lahan. Penggunaan lahan
menurut Malingreau (1978; dalam Ritohardoyo,2009) adalah segala
macam campur tangan manusia, baik secara permanen ataupun secara skil
terhadap suatu sekumpulan sumber daya alam dan sumber daya buatan,
yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi
kebutuhan-kebutuhan manusia baik secara spiritual ataupun secara
kebendaan ataupun keduanya.
Penutup lahan ialah sesuatu yang menggambarkan Konstrukasi
vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan. Konstruksi tersebut
seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Tiga
kelas data secara umum yang tercakup dalam penutup lahan: (1) struktur
fisik yang dibangun oleh manusia, (2) fenomena biotik seperti vegetasi
18
alami, tanah pertanian dan kehidupan binatang, (3) tipe pembangunan.
Jadi, berdasarkan pada pengamatan penutup lahan, diharapkan dapat
menduga kegiatan manusia dan penggunaan lahan. Namun, ada aktivitas
manusia yang tidak dihubungkan secara langsung dengan tipe penutup
lahan seperti aktivitas rekreasi. Masalah-masalah lain termasuk
penggunaan ganda yang dapat menjadi secara multan atau terjadi secara
alternatif, penyusunan penggunaan vertikal, dan ukuran areal minimum
dari pemetaan. Selanjutnya, pemetaan penggunaan lahan dan penutup
lahan membuat beberapa keputusan bijak harus dibuat dan peta hasil tidak
dapat dihindari mengandung beberapa informasi yang digeneralisasikan
menurut skala dan tujuan aplikasinya (Sutanto, 1996).
Informasi penggunaan lahan adalah penutup lahan permukaan
bumi dan penggunaan penutup lahan tersebut pada suatu daerah. Informasi
penggunaan lahan berbeda dengan informasi penutup lahan yang dapat
dikenali secara langsung dari citra satelit penginderaan jauh. Sementara
informasi penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia dalam
suatu lahan atau penggunaan lahan atau fungsi lahan, sehingga tidak selalu
dapat ditaksir secara langsung dari citra penginderaan jauh, namun secara
tidak langsung dapat dikenali dari asosiasi penutup lahannya (Hardiyanti,
2001).
1.6 Penelitian Sebelumnya
Penelitian tentang pemetaan penggunaan lahan dengan memanfaatkan
data penginderaan jauh dan sistem informasi geografi yang sudah pernah
dilakukan, akan menjadi referensi dan pembanding terhadap penelitian yang
akan dilakukan ini. Beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan yaitu:
1. Penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Citra Satelit Quickbird untuk
Pembuatan Peta Penggunaan Lahan dengan Skala Detail Di Kota Tegal
Jawa Tengah” pada tahun 2005 ini menggunakan metode on screen
19
digitizing dengan software ArcView dan penggunaan lahan dibedakan
dengan klasifikasi gabungan yang dibuat oleh I Made Sandy,
Malingreau dan Bakosurtanal. Hasil dari penelitian ini adalah Peta
Penggunaan Lahan Skala Detail Kota Tegal Jawa Tengah 1: 3.000
(Purnomo, 2005)
2. Penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Citra Ikonos untuk Pemetaan
Penggunaan Lahan Desa Jagalan dan Desa Singosaren Kecamatan
Banguntapan Kabupaten Bantul” pada tahun 2005 ini menggunakan
citra Ikonos dan interpretasi objek dilakukan dengan software ArcView.
Hasil akhir dari penelitian ini adalah Peta Penggunaan Lahan yang
menyajikan penyebaran ruangan dari sekumpulan kelas-kelas
penggunaan ruang-ruang terpilih. (Setyorini, 2005)
Penelitian yang akan dilakukan jika dibandingkan dengan penelitian
yang sudah ada lebih mendekati dengan penelitian yang pertama, karena
metode yang dilakukan sama dan jenis data penginderaan jauh yang
digunakan juga sama. Hal yang menjadi pembanding adalah alat yang
digunakan dan klasifikasi yang digunakan. Pada penelitian tersebut klasifikasi
gabungan yang digunakan belum sesuai jika digunakan untuk daerah
penelitian ini.