BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

19
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan lahan menurut Malingreau (1978) (dalam Ritohardoyo, 2009) adalah segala macam campur tangan manusia, baik secara permanen ataupun secara skil terhadap suatu sekumpulan sumber daya alam dan sumber daya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan manusia baik secara spiritual ataupun secara kebendaan ataupun keduanya. Data penggunaan lahan saat ini dirasakan semakin penting karena laju pertumbuhan penduduk yang tinggi membuat penggunaan lahan oleh manusia pada daerah yang luas dan tersebar benar-benar sangat kompleks. Penggunaan lahan pada saat sekarang (present land use) merupakan pertanda adanya dinamika dari eksploitasi oleh manusia (baik secara perorangan maupun masyarakat) terhadap sekumpulan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhannya (Ritohardoyo, 2009). Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan baik dalam keperluan produksi pertanian, perkebunan, industri, jasa serta permukiman mendorong lahirnya pemikiran tentang bagaimana mengambil keputusan pemanfaatan lahan yang paling menguntungkan dari sumber daya yang terbatas. Dengan keadaan seperti ini perlu suatu perencanaan penggunaan lahan dan penataan kembali penggunaan lahan agar dapat dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu perlu dilakukan kesesuaian penggunaan lahan agar bentuk penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu dapat berjalan dengan baik Kesesuaian penggunaan lahan tersebut tentunya memerlukan data yang mampu menyajikan informasi penggunaan lahan yang tepat. Dengan menggunakan teknik penginderaan jauh mampu menyajikan informasi tentang penggunaan lahan karena dapat menyajikan informasi detail

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan lahan menurut Malingreau (1978) (dalam Ritohardoyo,

2009) adalah segala macam campur tangan manusia, baik secara permanen

ataupun secara skil terhadap suatu sekumpulan sumber daya alam dan sumber

daya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk

mencukupi kebutuhan-kebutuhan manusia baik secara spiritual ataupun

secara kebendaan ataupun keduanya.

Data penggunaan lahan saat ini dirasakan semakin penting karena laju

pertumbuhan penduduk yang tinggi membuat penggunaan lahan oleh manusia

pada daerah yang luas dan tersebar benar-benar sangat kompleks.

Penggunaan lahan pada saat sekarang (present land use) merupakan pertanda

adanya dinamika dari eksploitasi oleh manusia (baik secara perorangan

maupun masyarakat) terhadap sekumpulan sumberdaya alam untuk

memenuhi kebutuhannya (Ritohardoyo, 2009).

Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan

baik dalam keperluan produksi pertanian, perkebunan, industri, jasa serta

permukiman mendorong lahirnya pemikiran tentang bagaimana mengambil

keputusan pemanfaatan lahan yang paling menguntungkan dari sumber daya

yang terbatas. Dengan keadaan seperti ini perlu suatu perencanaan

penggunaan lahan dan penataan kembali penggunaan lahan agar dapat

dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu perlu dilakukan kesesuaian

penggunaan lahan agar bentuk penggambaran tingkat kecocokan sebidang

lahan untuk suatu penggunaan tertentu dapat berjalan dengan baik

Kesesuaian penggunaan lahan tersebut tentunya memerlukan data

yang mampu menyajikan informasi penggunaan lahan yang tepat. Dengan

menggunakan teknik penginderaan jauh mampu menyajikan informasi

tentang penggunaan lahan karena dapat menyajikan informasi detail

2

penggunaan lahan pada suatu daerah. Melalui penginderaan jauh dapat

diketahui informasi tentang suatu wilayah tanpa kontak langsung dengan

daerah yang dikaji. Untuk itu teknik penginderaan jauh lebih praktis dan

efisien dalam mengumpulkan informasi mengenai suatu daerah.

Peta penggunaan lahan berisikan hasil delineasi jenis guna lahan yang

ada diseluruh daerah kajian yang mana memuat fungsi dominan untuk suatu

kawasan, blok peruntukan, atau persil lahan (Permen PU No. 20 Tahun 2011).

Pemetaan penggunaan lahan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan

informasi tentang penggunaan lahan pada suatu lokasi. Pemetaan penggunaan

lahan dilakukan sesuai kebutuhan. Pemetaan penggunaan lahan dapat

dilakukan dengan skala detail maupun skala menengah. Penginderaan jauh

dan sistem informasi geografi digunakan sebagai sarana pengolahan peta

penggunaan lahan, karena penginderaan jauh dan sistem informasi geografi

telah berkembang pesat dan mampu memaksimalkan pekerjaan. Banyaknya

jenis citra penginderaan jauh dengan berbagai macam resolusi, baik spektral,

spasial maupun temporal telah mendorong teknologi ini sebagai salah satu

alat untuk memperoleh data sumberdaya bumi yang cukup handal dan dapat

disesuaikan dengan kebutuhan para penggunanya.

Pemanfaatan citra satelit untuk pemetaan penutup lahan ataupun

penggunaan lahan di Indonesia pada saat ini sudah banyak dilakukan,

terutama untuk pemetaan pada skala tinjau, detail dan semi detil. Namun,

pemetaan penggunaan lahan skala detail masih sangat minim di Indonesia

karena resolusi spasial citra penginderaan jauh yang banyak beredar di

Indonesia masih berkisar 10 meter ke atas. Selain minim, kebanyakan

pemetaan detail hanya berpusat di pulau jawa. sedangkan kebutuhan akan

data penggunaan lahan terutama data yang detail sangat diperlukan untuk

pembuatan peta-peta tematik bertema kekotaan oleh instansi pemerintah.

Menggunakan citra satelit dapat menghemat waktu dan tenaga serta lebih

murah dibandingkan dengan survey langsung di lapangan. Namun demikian

untuk menjaga akurasi data yang dihasilkan, pekerjaan lapangan harus tetap

dilakukan.

3

Peta penggunaan lahan dapat digunakan sebagai dasar dari

perencanaan detail kota. Sebagian besar kota-kota di Indonesia ialah kota-

kota yang tengah berkembang, sehingga perencanaan, pemanfaatan, dan

pengendalian pemanfaatan perlu dilakukan sejak dini guna memaksimalkan

fungsi kota yang berkembang. Hal ini tentu saja membutuhkan data

penggunaan lahan yang akurat dan cukup detail untuk wilayah perkotaannya.

1.2. Perumusan Masalah

Kota mengalami fenomena yang sangat dinamis dalam berbagai segi

kehidupan. Sifat kota yang dinamis dan berkembang dapat berdampak positif,

tetapi tidak jarang menimbulkan masalah. Maka dari itu pemantauan kota dari

aspek fisik tidak dapat diabaikan. Pertumbuhan kota yang cepat memerlukan

pemahaman akan masalah aktual dan pengambilan keputusan yang cepat dan

akurat.

Kabupaten Kotawaringin Timur merupakan salah satu kabupaten yang

mempunyai perkembangan yang pesat. Namun, Pemerintah Kabupaten

Kotawaringin Timur belum mempunyai informasi dan peta penggunaan lahan

dengan skala yang detail. Peta-peta yang sudah ada tidak memiliki skala yang

detail, hanya memuat informasi penggunaan lahan secara umum, misalnya

untuk penggunaan lahan bangunan tidak dibedakan lagi menurut

kegunaannya seperti masjid, pasar, lembaga pendidikan, perkantoran dan

lain-lain. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan

yang melatarbelakangi penelitian ini :

1. Bagaimana kemampuan citra penginderaan jauh beresolusi tinggi

yaitu citra Quickbird untuk mengidentifikasi bentuk dan jenis

penggunaan lahan pada daerah kajian?

2. Seberapa besar peran penginderaan jauh dan sistem informasi

geografis dalam memetakan penggunaan lahan pada daerah kajian?

4

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas. Maka penelitian

yang berjudul : “Aplikasi Citra Quickbird Untuk Pemetaan Penggunaan

Lahan di Sebagian Wilayah Kecamatan Kota Besi Kabupaten

Kotawaringin Timur” perlu untuk dilakukan.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan dan judul yang dikemukakan,

penelitian ini bertujuan untuk :

1. Interpretasi penggunaan lahan melalui citra Quickbird komposit

321 perekaman 5 mei 2012.

2. Membuat peta penggunaan lahan pada daerah kajian yaitu sebagian

Kecamatan Kota Besi, Kabupaten Kotawaringin Timur.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini dijadikan sebagai prasyarat dalam

menyelesaikan program Diploma pada program studi Penginderaan Jauh

dan Sistem Informasi Geografi Universitas Gadjah Mada.

2. Menambah pengetahuan tentang aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem

Informasi Geografi untuk pembuatan Peta Penggunaan Lahan dengan

sakala detail dengan menggunakan citra Quickbird

3. Mampu memperoleh peta penggunaan lahan yang cukup akurat dan

detail pada sebagian Kecamatan Kota Besi, Kabupaten Kotawaringin

Timur

4. Peta Penggunaan Lahan dapat digunakan sebagai perumusan kebijakan,

rencana, pemanfaatan terkait lahan terbangun dan vegetasi yang terdapat

pada sebagian Kecamatan Kota Besi.

5

1.5. Tinjauan Pustaka

1.5.1 Penginderaan Jauh

Penginderaan Jauh merupakan ilmu atau teknik dan seni untuk

mendapatkan informasi tentang objek, wilayah, atau gejala dengan gejala

dengan cara menganalisis data yang diperoleh dari suatu alat tanpa

berhubungan langsung dengan objek, wilayah atau gejala yang sedang

dikaji (Lillesand dan Keifer,1979).

Penginderaan jauh merupakan variasi teknik yang dikembangkan

untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. informasi tersebut

berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan dan dipancarkan dari

permukaan bumi (Lindgren dalam Sutanto, 1985).

Penginderaan Jauh memiliki komponen – komponen seperti :

a. Sumber tenaga terdiri atas tenaga alamiah ( sinar matahari) dan tenaga

buatan (berupa gelombang mikro )

b. Atmosfer adalah lapisan udara yang terdiri atas berbagai jenis

gas,antara lain; karbon dioksida,nitrogen dan oksigen. Oleh karena itu

di dalam indraja terdapat istilah jendela atmosfer yaitu bagian spectrum

gelombang elektromagnetik yang dapat mencapai bumi.

c. Interaksi antara Tenaga dan Objek dapat terlihat pada rona yang

dihasilkan.

d. Sensor dan Wahana

Sensor merupakan alat pemantau yang dipasang pada wahana. Sensor

dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: Sensor fotografik merekam objek

melalui proses kimiawi yang dapat dipasang pada pesawat udara

maupun satelit. Sensor elektronik merupakan sensor yang bekerja

secara elektrik dalam bentuk sinyal,direkam pada pita magnetic

selanjutnya dapat diproses menjadi data visual atau digital dengan

menggunakan computer. Wahana adalah kendaraan yang digunakan

untuk membawa sensor guna mendapatkan data indraja.Wahana dapat

dibedakan menjadi 3 kelompok: 1) pesawat terbang rendah sampai

menengah (low to medium altitude aircraft) yaitu ketinggian peredaran

6

antara pesawat 1000 m – 9.000 m diatas permukaan bumi 2) pesawat

terbang tinggi (high altitude aircraft), ketinggian peredaran pesawat tsb

lebih dari 18.000 m diatas permukaan bumi 3) satelit, ketinggian

peredaran satelit antara 400 km – 900 km diatas permukaan bumi.

e. Perolehan data: Secara manual diperoleh melalui interpretasi citra.

Secara numeric diperoleh dengan menggunakan computer.

f. Pengguna data: Data indraja sangat bermanfaat untuk memperoleh data

spasial yang dapat digunakan dalam berbagai bidang.

g. Citra indraja adalah gambaran suatu gejala atau objek sebagai hasil

rekaman dari sebuah sensor,baik dengan cara optic,elektrooptik maupun

elektronik.

Spektral signature untuk objek/target yang sama akan berubah

terhadap waktu dan jarak. Demikian pula, setiap objek di permukaan

mempunyai spektral signature yang berbeda dalam menyerap dan

memantulkan gelombang elektromagnetik.

Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau

citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti

pentingnya obyek tersebut (Estes dan Simonett dalam Sutanto, 1986).

Dalam interpretasi citra, dilakukan pengkajian citra melalui proses

penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi dan menilai arti pentingnya

obyek yang tergambar pada citra.

Pengenalan obyek yang tergambar pada citra dilakukan dengan tiga

rangkaian kegiatan yang diperlukan antara lain deteksi, identifikasi dan

analisis. Deteksi yaitu pengamatan atas adanya suatu obyek. Identifikasi

ialah mupaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunajan

keterangan yang cukup. Kemudian tahap analisis yaitu pengumpulan

keterangan lebih lanjut sehingga dapat disimpulkan obyek yang terdeteksi

pada citra (Lintz Jr. dan Simonett, 1976 dalam Sutanto).

Unsur interpretasi terdiri dari delapan butir, yaitu rona atau warna,

ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan, situs, dan asosiasi.

7

1. Rona ialah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra,

sedangkan warna adalah wujud yang tampak oleh mata dengan

menggunakan spektrum sempit dari spektrum tampak.

2. Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi

atau kerangka suatu obyek (Lo, 1976 dalam Sutanto). Bentuk

merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat

dikenali berdasarkan bentuknya saja.

3. Ukuran ialah atribut obyek yang berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan

volume. Ukuran obyek pada citra merupakan fungsi skala.

4. Tekstur ialah frekuensi perubahan rona ada citra (Lillesand dan Kiefer,

1979 dalam Sutanto) atau pengulangan rona kelompok obyek yang

terlalu kecil untuk dibedakan secara individual (Estes dan Simonett,

1975 dalam Sutanto).

5. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi

banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah.

6. Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau obyek berada di daerah

gelap. Namun, bayangan sering merupakan kunci interpretasi yang

penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dengan

bayangannya.

7. Situs bukan merupakan ciri obyek secara langsung, melainkan dalam

kaitannya dengan lingkungan sekitarnya. Situs diartikan sebagai letak

suatu obyek terhadap obyek lain di sekitarnya (Estes dan Simonett,

1975 dalam Sutanto).

8. Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu

dengan obyek lain. Karena adanya keterkaitan ini maka terlihatnya

suatu obyek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya obyek

lain.

Unsur-unsur interpretasi citra disusun secara jenjang atau secara

hirarki. Susunan ini didasarkan pada tingkat kerumitan interpretasi setiap

unsurnya.

8

Situs → paling rumit

Asosiasi

Ukuran → menengah

Tekstur, Pola

Rona/warna, Bentuk → paling sederhana/

Bayangan mudah dilihat

Gambar 1.1 Piramida unsur-unsur interpretasi (Sumber: Panduan Praktikum

Interpretasi Citra untuk Penggunaan Lahan dan Vegetasi, 2012)

1.5.2 Sistem Informasi Geografi

Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information

System (GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja

dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau

dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan

kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan

(spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan

Wiradisastra, 2000). Sedangkan menurut Anon (2001; dalam As-syakur

2007) Sistem Informasi geografi adalah suatu sistem Informasi yang dapat

memadukan antara data grafis (spasial) dengan data teks (atribut) objek

yang dihubungkan secara geogrfis di bumi (georeference). Disamping itu,

SIG juga dapat menggabungkan data, mengatur data dan melakukan

analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat

dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang

berhubungan dengan geografi.

Aplikasi SIG dapat digunakan untuk berbagai kepentingan selama

data yang diolah memiliki refrensi geografi, maksudnya data tersebut

9

terdiri dari fenomena atau objek yang dapat disajikan dalam bentuk fisik

serta memiliki lokasi keruangan (Indrawati, 2002 dalam Husein).

Tujuan pokok dari pemanfaatan Sistem Informasi Geografis adalah

untuk mempermudah mendapatkan informasi yang telah diolah dan

tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau obyek.Ciri utama data yang

bisa dimanfaatkan dalam Sistem Informasi Geografis adalah data yang

telah terikat dengan lokasi dan merupakan data dasar yang belum

dispesifikasi (Dulbahri, 1993; dalam As-Syakur 2007).

Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data

spasial dan data atribut dalam bentuk digital, dengan demikian analisis

yang dapat digunakan adalah analisis spasial dan analisis atribut.Data

spasial merupakan data yang berkaitan dengan lokasi keruangan yang

umumnya berbentuk peta.Sedangkan data atribut merupakan data tabel

yang berfungsi menjelaskan keberadaan berbagai objek sebagai data

spasial.

Penyajian data spasial mempunyai tiga cara dasar yaitu dalam bentuk

titik, bentuk garis dan bentuk area (polygon). Titik merupakan

kenampakan tunggal dari sepasang koordinat x,y yang menunjukkan lokasi

suatu obyek berupa ketinggian, lokasi kota, lokasi pengambilan sample

dan lain-lain. Garis merupakan sekumpulan titik-titik yang membentuk

suatu kenampakan memanjang seperti sungai, jalan, kontus dan lain-lain.

Sedangkan area adalah kenampakan yang dibatasi oleh suatu garis yang

membentuk suatu ruang homogen, misalnya: batas daerah, batas

penggunaan lahan, pulau dan lain sebagainya.

Struktur data spasial dibagi dua yaitu model data raster dan model

data vektor.Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi

empat (grid)/sel sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur.Data vektor

adalah data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan,

10

menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik,

garis atau area (polygon) (Barus dan Wiradisastra, 2000).

Lukman (1993) menyatakan bahwa sistem informasi geografi

menyajikan informasi keruangan beserta atributnya yang terdiri dari

beberapa komponen utama yaitu:

1. Masukan data merupakan proses pemasukan data pada komputer dari

peta, data statistik, data hasil analisis penginderaan jauh data hasil

pengolahan citra digital penginderaan jauh, dan lain-lain. Data-data

spasial dan atribut baik dalam bentuk analog maupun data digital

tersebut dikonversikan kedalam format yang diminta oleh perangkat

lunak sehingga terbentuk basisdata (database). Menurut Anon (2003;

dalam As-syakur, 2007) basisdata adalah pengorganisasian data yang

tidak berlebihan dalam komputer sehingga dapat dilakukan

pengembangan, pembaharuan, pemanggilan, dan dapat digunakan

secara bersama oleh pengguna.

2. Penyimpanan data dan pemanggilan kembali (data storage dan retrieval)

ialah penyimpanan data pada komputer dan pemanggilan kembali

dengan cepat (penampilan pada layar monitor dan dapat

ditampilkan/cetak pada kertas).

3. Manipulasi data dan analisis ialah kegiatan yang dapat dilakukan

berbagai macam perintah misalnya overlay antara dua tema peta,

membuat buffer zone jarak tertentu dari suatu area atau titik dan

sebagainya. Anon (2003; dalam As-syakur, 2007) mengatakan bahwa

manipulasi dan analisis data merupakan ciri utama dari SIG.

Kemampuan SIG dalam melakukan analisis gabungan dari data spasial

dan data atribut akan menghasilkan informasi yang berguna untuk

berbagai aplikasi.

4. Pelaporan data ialah dapat menyajikan data dasar, data hasil pengolahan

data dari model menjadi bentuk peta atau data tabular. Menurut Barus

dan wiradisastra (2000). Bentuk produk suatu SIG dapat bervariasi baik

11

dalam hal kualitas, keakuratan dan kemudahan pemakainya. Hasil ini

dapat dibuat dalam bentuk peta, tabel angka: teks di atas kertas atau

media lain (hard copy), atau dalam cetak lunak (seperti file elektronik).

1.5.3 Citra Digital

Interaksi antara tenaga dan objek hasil perekaman menghasilkan dua

jenis data, yaitu: data visual dan data numerik. Menurut Hornby (1974;

dalam Sutanto, 1992) bahwa citra adalah gambaran yang tampak pada

cermin atau melalui lensa kamera. Sedangkan Simonett dkk (1983; dalam

Sutanto, 1986:6) mengemukakan bahwa citra adalah gambaran suatu objek

biasanya berupa gamabaran objek pada foto yang dihasilkan dengan cara

optic, elektro-optik, optic mekanik atau elektronik.

Selain data visual (citra) juga diperoleh data citra (numeric), karena

tiap objek mempunyai karakteristik yang berbeda, maka tiap objek akan

memantulkan atau memancarkan tenaga elektromagnetik membentuk

karakteristik berbeda, juga dalam interaksinya antara tenaga dan objek

dipengaruhi oleh kondisi atmosferik.

Citra digital adalah citra yang diperoleh, disimpan, dimanipulasi, dan

ditampilkan dengan basis logika biner. Citra digital biasanya dihasilkan

melalui bantuan pemindai atau skaner (scanner), meskipun dewasa ini

citra digital juga bisa diperoleh melalui berbagai macam kamera digital

dengan harga murah, bahkan yang telah terintegrasi dengan telpon seluler

sekalipun. Citra digital penginderaan jauh diperoleh dari sistem perekaman

melalui sensor yang dipasang pada pesawat terbang ataupun satelit. Citra

dalam format digital biasanya disimpan pada media magnetik, optik,

ataupun media lainya (disket, hard disk, compact disk, CCT atau computer

compatible tape, optical disk dan flash disk), serta dapat ditampilkan

menjadi gambar pada layar monitor komputer. Dalam tulisan ini, citra

digital penginderaan jauh adalah citra yang menggambarkan kenampakan

permukaan (atau dekat permukaan) bumi, dan yang diperoleh melalui

proses perekaman pantulan (reflectance), pancaran (emittance), ataupun

12

hamburan balik (backscatter) gelombang elektromagnetik dengan sensor

optik-elektronik yang terpasang pada suatu wahana (platform), baik itu

wahana di menara (crane), pesawat udara maupun wahana ruang angkasa.

1.5.4 Quickbird

Quickbird merupakan satelit penginderaan jauh yang diluncurkan

pada tanggal 18 Oktober 2001 di California, U.S.A. Dan mulai

memproduksi data pada bulan Mei 2002. Quickbird diluncurkan dengan

98º orbit sun-synchronous dan misi pertama kali satelit ini adalah

menampilkan citra digital resolusi tinggi untuk kebutuhan komersil yang

berisi informasi geografi seperti sumber daya alam.

Satelit Quickbird mampu untuk men-download citra dari

stasiun three mid-latitude yaitu Jepang, Itali dan U.S (Colorado).

Quickbird juga memperoleh data tutupan lahan atau kebutuhan lain untuk

keperluan GIS berdasarkan kemampuan Quickbird untuk menyimpan data

dalam ukuran besar dengan resolusi tertinggi dan medium-inclination, non

– polar orbit.

Setelah meng-orbitselama 90 hari, Quickbird akan memperoleh citra

dengan nilai resolusi, Panchromatic sebesar 61 cm dan Multispectral

sebesar 2.44 meter. Pada resolusi 61 cm bangunan, jembatan, jalan-jalan

serta berbagai infrastruktur lain dapat terlihat secara detail. Quickbird

dapat digunakan untuk berbagai aplikasi terutama dalam hal perolehan

data yang memuat infrastruktur, sumber daya alam bahkan untuk

keperluan pengelolaan tanah (manajemen, pajak). Sedangkan untuk

keperluan industri, citra Quickbird dapat memperoleh cakupan daerah

yang cukup luas sebesar 16.5 km atau 10.3 mil. Satelit Quickbird memiliki

spesifikasi tertentu sebagai berikut :

13

Tabel 1.1 Spesifikasi Satelit Quickbird

Peluncuran

Tanggal : 18 Oktober 2001

Range waktu Peluncuran : 1851-1906 GMT (1451-

1506 EDT)

Roket Peluncur : Delta II

Lokasi Peluncuran : SLC-2W, Vandenberg Air Force

Base, California

Orbit

Tinggi: 450 km, 98 derajat, sun-synchronous

inclination

Putaran ke lokasi yg sama : 2-3 hari tergantung posisi

Lintang

Periode orbit : 93.4 minutes

Perekaman Per Orbit ~128 gigabits (sekitar 57 image area tunggal)

Lebar Sapuan & Luas

Area

Lebar Sapuan : 16.5 kilometer di atas nadir dan

kemampuan sapuan tanah : 544 km di pusat daerah

lintasan satelit (hingga ~30° off-nadir) Areas of

interest

Single Area: 16.5 km x 16.5 km

Strip: 16.5 km x 115 km

Ketelitian Kesalahan radius 23 meter, dan kesalahan linear 17

meter (tanpa titik kontrol)

Resolusi Sensor &

Spectral Bandwidth

Pankromatik

61 centimeter (2 ft)

Ground Sample

Distance (GSD) pada

nadir

Black & White: 445

s/d 900 nanometer

Multispektral

2.4 meter (8 ft) GSD

pada nadir

Blue: 450 – 520

nanometer

Green: 520 – 600

nanometer

Red: 630 – 690

nanometer

Near-IR: 760 – 900

nanometer

Dynamic Range 11-bit per pixel

Kapasitas Penyimpanan 128 gigabit

Dimensi & Umur Satelit Perkiraan usia : s/d tahun 2010

Bobot : 1050 Kg, panjang 3.04-meter (10-ft).

Sumber: http://imahagiregion3.wordpress.com/

14

Gambar 1.2 Satelit Quickbird (sumber: digitalglobe.com)

Tabel 1.2 Spesifikasi Sensor Quickbird

Band Panjang Gelombang Resolusi Spasial

Band 1 0,45 – 0,52 µm (blue) 2.44 – 2.88 meter

Band 2 0,52 – 0,60 µm (green) 2.44 – 2.88 meter

Band 3 0,63 – 0,69 µm (red) 2.44 – 2.88 meter

Band 4 0,76 – 0,90 µm (near-infrared) 2.44 – 2.88 meter

Sumber: http://imahagiregion3.wordpress.com/

1.5.5 Perangkat Lunak ArcGIS

ArcGIS merupakan suatu software yang diciptakan oleh ESRI yang

digunakan dalam Sistem Informasi Geografi. ArcGIS merupakan Software

pengolah data spasial yang mampu mendukung berbagai format data

gabungan dari tiga software yaitu ArcInfo, ArcView dan ArcEdit yang

mempunyai kemampuan komplit dalam geoprocessing, modelling dan

scripting serta mudah diaplikasikan dalam berbagai type data. Dekstop

ArcGis terdiri dari 4 modul yaitu Arc Map, Arc Catalog, Arc Globe, dan

Arc Toolbox dan model builder.

Arc Map mempunyai fungsi untuk menampilkan peta untuk proses,

analisis peta, proses editing peta, dan juga dapat digunakan untuk

mendesain secara kartografis.

15

Arc Catalog digunakan untuk management data atau mengatur

managemen file – file, jika dalam Windows fungsinya sama dengan

explor.

Arc Globe dapat digunakan untuk data yang terkait dengan data yang

universal, untuk tampilan 3D, dan juga dapat digunkan untuk

menampilkan geogle earth.

Model Boolder digunakan untuk membuat model boolder / diagram

alur.

Arc Toolbox digunakan untuk menampilkan tools – tools tambahan.

Inputing data dalam ArcGIS dapat dilakukan dengan beberapa cara,

salah satunya adalah melalu digitasi. Metode digitasi ini juga dapat

dilakukan dengan beberapa cara, yaitu : digitasi melalu meja digitizer,

digitasi melalui layar monitor komputer maupun digitasi langsung dari

permukaan bumi dengan bantuan alat GPS receiver. Pada bagian ini akan

dibahas metode digitasi melalui layar monitor komputer yang lebih dikenal

dengan screen digitizing. Untuk dapat melakukan inputing data melalui

metode ini maka data yang akan dimasukan harus berupa citra digital

satelit penginderaan jauh dalam monitor komputer. Jika data kita berupa

citra digital satelit penginderaan jauh maka data ini bisa langsung

ditampilkan, tetapi jika data berupa peta tercetak atau foto udara cetak

(hardcopy) maka harus dilakukan scanning terlebih dahulu dari data yang

bersangkutan.

Informasi grafis atau geometri milik suatu objek spasial dapat

dimasukkan ke dalam beberapa bentuk seperti :

a) Titik (dimensi nol [point])

Titik adalah representasi grafis atau geometri yang paling sederhana

bagi objek spasial. Representasi ini tidak memiliki dimensi, tetapi dapat

diidentifikasikan di atas peta dan dapat ditampilkan pada layar monitor

dengan menggunakan simbol – simbol tertentu. Skala pera akan

16

menentukan apakah suatu objek akan ditampilkan sebagai titik atau

poligon (area/luasan).

b) Garis (satu dimesnsi [line atau polyline])

Garis adalah bentuk geometri linier yang akan menghubungkan

paling sedikit dua titik dan digunakan untuk merepresentasikan objek –

objek yang berdimensi satu.

c) Poligon (dua dimensi [area])

Geometri poligon digunakan untuk merepresentasikan objek – objek

dua dimensi. Unsur –unsur spasial ”danau”, ”batas propinsi”, ”batas kota”,

”batas persil tanah milik” adalah beberapa contoh tipe entitas dunia nyata

yang pada umumnya direpresentasikan sebagai objek – objek dengan

geometri poligon (area). Namun, representasi ini masih akan bergantung

pada skala peta atau sajian akhir (baik sebagai titik maupun poligon),

terlepas dari apapun medianya.

Selain data grafis, data lain yang penting adalah data atribut. Data

attribut ini merupakan data yang terikat dengan data grafis, secara

sederhana data attribut ini merupakan keterangan identitas yang dimiliki

satu obyek dalam data grafis. Untuk melakukan inputing data attribut pada

data grafis yang telah dibangun dapat dilakukan dengan ArcMap. Setelah

melakukan data grafis melalui proses digitasi.

1.5.6 Penggunaan Lahan dan Penutup Lahan

Lahan secara geografis (Vink, 1975 dalam Ritohardoyo) sebagai

suatu wilayah tertentu di atas permukaan bumi, khususnya meliputi semua

benda penyusun biosfer yang dapat dianggap bersifat menetap atau

berpindah berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, meliputi atmosfer,

tanah, dan batuan induk, topografi, air, tumbuh-tumbuhan dan binatang,

serta akibat-akibat kegiatan manusia pada masa lalu maupun sekarang,

17

yang semuanya memiliki pengaruh nyata terhadap penggunaan lahan oleh

manusia, pada masa sekarag maupun masa yang akan datang.

Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang

mencakup pengertian lingkungan fisik maupun iklim, topografi ataupun

relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi yang semua secara

potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976,

dalam Ritohardoyo). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk

yang telah dipengaruhi berbagai aktifitas flora, fauna dan manusia baik di

masa lalu maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan lahan pasang surut

yang telah di reklamasikan atau tindakan konservasi tanah pada suatu

lahan tertentu. Penggunaan yang optimal memerlukan keterkaitan dengan

karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan oleh adanya

keterbatasan dalam penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik dan

kualitas lahannya, bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahan secara

berkesinambungan. Pada suatu peta tanah atau peta sumber daya lahan hal

tersebut dinyatakan dalam satuan peta yang dibedakan berdasarkan sifat-

sifatnya yang terditi atas iklim, landform (topografi/relief), tanah dan

hidrologi.

Pemisahan suatu lahan sangat penting untuk keperluan analisis

kesesuaian lahan bagi suatu tipe penggunaan lahan. Penggunaan lahan

menurut Malingreau (1978; dalam Ritohardoyo,2009) adalah segala

macam campur tangan manusia, baik secara permanen ataupun secara skil

terhadap suatu sekumpulan sumber daya alam dan sumber daya buatan,

yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi

kebutuhan-kebutuhan manusia baik secara spiritual ataupun secara

kebendaan ataupun keduanya.

Penutup lahan ialah sesuatu yang menggambarkan Konstrukasi

vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan. Konstruksi tersebut

seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Tiga

kelas data secara umum yang tercakup dalam penutup lahan: (1) struktur

fisik yang dibangun oleh manusia, (2) fenomena biotik seperti vegetasi

18

alami, tanah pertanian dan kehidupan binatang, (3) tipe pembangunan.

Jadi, berdasarkan pada pengamatan penutup lahan, diharapkan dapat

menduga kegiatan manusia dan penggunaan lahan. Namun, ada aktivitas

manusia yang tidak dihubungkan secara langsung dengan tipe penutup

lahan seperti aktivitas rekreasi. Masalah-masalah lain termasuk

penggunaan ganda yang dapat menjadi secara multan atau terjadi secara

alternatif, penyusunan penggunaan vertikal, dan ukuran areal minimum

dari pemetaan. Selanjutnya, pemetaan penggunaan lahan dan penutup

lahan membuat beberapa keputusan bijak harus dibuat dan peta hasil tidak

dapat dihindari mengandung beberapa informasi yang digeneralisasikan

menurut skala dan tujuan aplikasinya (Sutanto, 1996).

Informasi penggunaan lahan adalah penutup lahan permukaan

bumi dan penggunaan penutup lahan tersebut pada suatu daerah. Informasi

penggunaan lahan berbeda dengan informasi penutup lahan yang dapat

dikenali secara langsung dari citra satelit penginderaan jauh. Sementara

informasi penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia dalam

suatu lahan atau penggunaan lahan atau fungsi lahan, sehingga tidak selalu

dapat ditaksir secara langsung dari citra penginderaan jauh, namun secara

tidak langsung dapat dikenali dari asosiasi penutup lahannya (Hardiyanti,

2001).

1.6 Penelitian Sebelumnya

Penelitian tentang pemetaan penggunaan lahan dengan memanfaatkan

data penginderaan jauh dan sistem informasi geografi yang sudah pernah

dilakukan, akan menjadi referensi dan pembanding terhadap penelitian yang

akan dilakukan ini. Beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan yaitu:

1. Penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Citra Satelit Quickbird untuk

Pembuatan Peta Penggunaan Lahan dengan Skala Detail Di Kota Tegal

Jawa Tengah” pada tahun 2005 ini menggunakan metode on screen

19

digitizing dengan software ArcView dan penggunaan lahan dibedakan

dengan klasifikasi gabungan yang dibuat oleh I Made Sandy,

Malingreau dan Bakosurtanal. Hasil dari penelitian ini adalah Peta

Penggunaan Lahan Skala Detail Kota Tegal Jawa Tengah 1: 3.000

(Purnomo, 2005)

2. Penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Citra Ikonos untuk Pemetaan

Penggunaan Lahan Desa Jagalan dan Desa Singosaren Kecamatan

Banguntapan Kabupaten Bantul” pada tahun 2005 ini menggunakan

citra Ikonos dan interpretasi objek dilakukan dengan software ArcView.

Hasil akhir dari penelitian ini adalah Peta Penggunaan Lahan yang

menyajikan penyebaran ruangan dari sekumpulan kelas-kelas

penggunaan ruang-ruang terpilih. (Setyorini, 2005)

Penelitian yang akan dilakukan jika dibandingkan dengan penelitian

yang sudah ada lebih mendekati dengan penelitian yang pertama, karena

metode yang dilakukan sama dan jenis data penginderaan jauh yang

digunakan juga sama. Hal yang menjadi pembanding adalah alat yang

digunakan dan klasifikasi yang digunakan. Pada penelitian tersebut klasifikasi

gabungan yang digunakan belum sesuai jika digunakan untuk daerah

penelitian ini.