BAB I Fixx Banget

download BAB I Fixx Banget

of 12

Transcript of BAB I Fixx Banget

  • 7/31/2019 BAB I Fixx Banget

    1/12

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang MasalahHidup layak merupakan hak asasi manusia yang diakui secara universal

    oleh konstitusi Indonesia, yaitu UUD 1945, secara eksplisit mengakui hal itu

    dengan mengamanatkan bahwa tugas pokok pemerintah Republik Indonesia

    adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta

    mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini artinya

    pemerintah menjamin hak asasi setiap warga negara untuk memiliki kehidupan

    yang layak dan tugas pemerintah untuk menjamin terwujudnya hal itu.

    Pembangunan nasional terlebih yang menitikberatkan pada pembangunan

    ekonomi pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umum yang

    adil dan merata bagi seluruh rakyat.

    Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan

    pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

    panjang. Gagasan diatas mengandung tiga unsur, yaitu : (1) pembangunan

    ekonomi sebagai suatu proses berarti perubahan yang terus menerus yang di

    dalamnya telah mengandung unsur-unsur kekuatan sendiri untuk investasi baru;

    (2) usaha meningkatkan pendapatan perkapita; (3) kenaikan pendapatan per kapita

    harus berlangsung dalam jangka panjang (Suryana: 2000).

    Namun sebagai upaya memperbaiki tingkat kesejahteraan sosial ekonomi

    masyarakat luas, tujuan dasar pembangunan ekonomi tidaklah semata-mata hanya

  • 7/31/2019 BAB I Fixx Banget

    2/12

    untuk mengejar pertumbuhan PDB atau PDRB, namun juga untuk menciptakan

    pemerataan pendapatan antar masyarakat. Karena ketidakmerataan distribusi

    pendapatan masyarakat juga merupakan permasalahan pembangunan.1

    Masalah ketimpangan pendapatan telah lama menjadi persoalan pelik

    dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh sejumlah

    negara miskin dan berkembang. Menurut Lincoln Arsyad banyak negara sedang

    berkembang megalami tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi pada tahun 1960-an

    mulai menyadari bahwa pertumbuhan yang semacam itu hanya sedikit manfaatnya

    dalam memecahkan masalah kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi tinggi gagal

    untuk mengurangi bahkan menghilangkan besarnya kemiskinan absolute. Dengan

    kata lain, pertumbuhan GDP per kapita yang cepat tidak secara otomatis

    meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Karena apa yang disebut dengan proses

    trickle down effect dari manfaat pertumbuhan ekonomi bagi penduduk miskin

    tidak terjadi seperti apa yang diharapkan.2

    Distribusi pendapatan suatu daerah dapat menentukan bagaimana

    pendapatan daerah yang tinggi mampu menciptakan perubahan-perubahan dan

    perbaikan-perbaikan dalam masyarakat, seperti mengurangi kemiskinan,

    pengangguran dan kesulitan-kesulitan lain dalam masyarakat. Distribusi

    pendapatan yang tidak merata tidak akan menciptakan kemakmuran bagi

    golongan tertentu. Antara pertumbuhan ekonomi yang pesat dan distribusi

    pendapatan terdapat suatu trade off yang membawa implikasi bahwa pemerataan

    dalam pembagian pendapatan hanya dapat dicapai jika laju pertumbuhan ekonomi

    1

    Arsyad, Lincolin. 1997. Ekonomi Pembangunan. Ed. 3, Yogyakarta. Bagian Penerbitan STIE YKPN, h. 1722ibid

  • 7/31/2019 BAB I Fixx Banget

    3/12

    diturunkan.dengan demikian, perrtumbuhan ekonomi yang tinggi selalu akan

    disertai dengan memburuknya distribusi pendapatan atau terjadi kenaikan

    ketimpangan relative.

    Masalah kesenjangan pendapatan telah lama menjadi topik pembicaraan

    dan sudah banyak pula penelitian yang dilakukan oleh para peneliti. Penelitian

    berkembang setelah pertama kali dilakukan oleh Simon Kuznets pada tahun 1955

    yang kemudian terkenal dengan Hipotesis U-Terbalik yang menyatakan bahwa

    pada awalnya pertumbuhan berdampak pada peningkatan kesenjangan

    pendapatan, tetapi pada suatu batas tertentu pertumbuhan ekonomi akan

    menghasilkan pemerataan.

    Salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga dapat terlihat dari tingkat

    pendapatan total maupun pendapatan per kapita. Indikator lain adalah distribusi

    pendapatan pada suatu wilayah yang di ukur dengan menggunakan indeks gini.

    Indeks gini juga digunakan untuk mengukur tingkat pemerataan pendapatan dan

    pengeluaran rumah tangga pada masing-masing wilayah. Hasil perhitungan indeks

    gini Indonesia dari tahun 2004-2009 terlihat stagnan dan masih merupakan

    ketimpangan sedang.3

    3Badan Pusat Statistik, Indikator Pembangunan Berkelanjutan, 2010, hal 42

  • 7/31/2019 BAB I Fixx Banget

    4/12

    GAMBAR 1.1

    Perkembangan Koefesien Gini Indonesia Tahun 2004-2009

    Perkembangan koefisien gini di atas menunjukkan bahwa dari tahun 2004

    - 2007 terjadi kenaikan yang cukup signifikan. Dari 0.33 pada tahun 2004,

    perlahan namun pasti terjadi kenaikkan pada tahun 2005 menjadi 0.346 dan pada

    tahun 2006 naik sebesar 0.12 menjadi 0.358, dan terakhir terjadi kelonjakkan

    kenaikan indeks gini menjadi 0.376 pada tahun 2007. Hal ini terjadi karena

    situasi ekonomi kisaran tahun 2004 - 2007 mengalami fluktuasi. Dari gambar di

    atas tercermin bahwa walaupun masih dalam kisaran ketimpangan sedang, namun

    telah terjadi peningkatan ketidakmerataan dalam pembangunan. Untuk melihat

    besarnya pemerataan pembangunan per propinsi di Indonesia, dapat diperhatikan

    table di bawah ini:

    0.3

    0.31

    0.32

    0.33

    0.34

    0.35

    0.36

    0.37

    0.38

    2004 2005 2006 2007 2008 2009

  • 7/31/2019 BAB I Fixx Banget

    5/12

    TABEL 1.2

    Gini Ratio Menurut Propinsi, 2007-20094

    Propinsi 2007 2008 2009

    Aceh 0.27 0.27 0.29

    Sumatera Utara 0.31 0.31 0.32

    Sumatera Barat 0.31 0.29 0.30

    Riau 0.32 0.31 0.33

    Kepulauan Riau 0.30 0.30 0.29

    Jambi 0.31 0.28 0.27

    Sumatera Selatan 0.32 0.30 0.31

    Kepulauan Bangka

    Belitung

    0.26 0.26 0.29

    Bengkulu 0.34 0.33 0.30

    Lampung 0.39 0.35 0.35

    DKI Jakarta 0.34 0.33 0.36

    Jawa Barat 0.34 0.35 0.36

    Banten 0.37 0.34 0.37

    Jawa Tengah 0.33 0.31 0.32

    DI Yogyakarta 0.37 0.36 0.38

    Jawa Timur 0.34 0.33 0.33

    Bali 0.33 0.30 0.31

    Nusa Tenggara Barat 0.33 0.33 0.35

    4Perkembangan Beberapa Indicator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia, Mei 2011, h.45.

  • 7/31/2019 BAB I Fixx Banget

    6/12

    Nusa Tenggara Timur 0.35 0.34 0.36

    Kalimantan Barat 0.31 0.31 0.32

    Kalimantan Tengah 0.30 0.29 0.29

    Kalimantan Selatan 0.34 0.33 0.35

    Kalimantan Timur 0.33 0.34 0.38

    Sulawesi Utara 0.32 0.28 0.31

    Gorontalo 0.39 0.34 0.35

    Sulawesi Tengah 0.32 0.33 0.34

    Sulawesi Selatan 0.37 0.36 0.39

    Sulawesi Barat 0.31 0.31 0.30

    Sulawesi Tenggara 0.35 0.33 0.36

    Maluku 0.33 0.31 0.31

    Maluku Utara 0.33 0.33 0.33

    Papua 0.41 0.40 0.38

    Papua Barat 0.30 0.31 0.35

    Indonesia 0.36 0.35 0.37

    Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat, BPS

    Data diatas menunjukkan bahwa masih banyak ketimpangan yang terjadi

    di tiap-tiap propinsi di Indonesia. terutama untuk propinsi yang terdapat di luar

    pulau jawa. Ada beberapa propinsi, seperti propinsi Bangka Belitung, Nusa

    Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara,

  • 7/31/2019 BAB I Fixx Banget

    7/12

    Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Papua Barat yang mengalami kenaikan

    koefesien gini sebanyak 0.3-0.5.

    Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang amat penting

    dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu

    negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian

    akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.

    Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan

    faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada

    gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi

    yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka

    diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan

    turut meningkat. Meskipun demikian, banyak ahli ekonomi yang kurang sepakat

    karena banyak faktor-faktor lain diluar pendapatan yang dapat mempengaruhi

    tingkat kemiskinan dan kesejahteraan.

    Menurut Dudley Seers, setidaknya ada tiga masalah pokok yang perlu

    diperhatikan dalam mengukur tingkat pembangunan suatu negara, yaitu tingkat

    kemsikinan, pengangguran dan ketmpangan di berbagai bidang. Pertumbuhan

    ekonomi yang tinggi hanya akan berarti apabila diikuti oleh pemerataan atas hasil-

    hasil pembangunan yang pada gilirannya akan mengurangi jumlah pengangguran

    dan penduduk miskin.5

    Gambar 1.1

    Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2004 - 2009

    5Badan Pusat Statistik,Analisis Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan Distribusi Pendapatan, hal. 59

  • 7/31/2019 BAB I Fixx Banget

    8/12

    Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

    Secara umum kinerja perekonomian Indonesia selama periode 2004-2009

    menunjukkan kemajuan yang menggembirakan. Ekonomi tumbuh 5.0 persen pada

    tahun 2004 dan terus meningkat hingga mencapai 6.1 persen pada tahun 2008.

    Namun, pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi nasional belum

    menyentuh masyarakat menengah ke bawah. Akibatnya, daya beli masyarakat

    tidak merata, dan timbul kesenjangan social yang cukup lebar. Masyarakat miskin

    semakin kehilangan daya beli, kontras kondisinya dengan kalangan atas. Menurut

    data BPS, orang dikatakan miskin jika tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan

    2.100 kilokalori per hari. Jumlah kebutuhan kalori tersebut jika dinominalkan

    sekitar 5 ribu rupiah per hari atau sekita 155.000 rupiah per bulan. Namun, perlu

    juga kebutuhan dasar diliar pangan, yaitu mencakup bahan bakar, pendidikan,

    kesehatan yang berkisar Rp 56.000/bulan. Jadi dengan demikian garis kemiskinan

    pengeluaran Rp 212.000/bulan/orang. Saat ini jumlah penduduk miskin di

    Indonesia mencapai 31 juta orang atau 13.3% dari total populasi penduduk.

    Kriteria BPS tersebut, berbeda dengan criteria Bank Dunia yang mengkategorikan

    pendapatan per hari masyarakat miskin dibawah 2 dolar AS. Dengan patokan

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    2004 2005 2006 2007 2008 2009

  • 7/31/2019 BAB I Fixx Banget

    9/12

    tersebut, setidaknya 50.6% populasi penduduk Indonesia atau sekitar 117 juta

    orang masuk kategori miskin. Semestinya pertumbuhan perekonomian Indonesia

    diikuti dengan penurunan angka kemiskinan yang lebih cepat. Namun, kondisi

    tersebut belum terealisasi karena terkendala masalah distribusi pendapatan, yakni

    pertambahan pendapatan orang miskin tidak secepat peningkatan pendapatan

    kalangan atas.6

    Fakta lain juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cukup

    mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tidak terlalu berdampak pada

    pengurangan jumlah pengangguran. Kendati dalam tiga tahun terakhir mengalami

    penurunan yang cukup signifikan, namun tingkat pengangguran terbuka pada

    tahun 2009 masih cukup tinggi yaitu sebesar 8,14 persen atau setara dengan 9,26

    juta jiwa. Di samping pengangguran terbuka, masalah setengah menganggur, yaitu

    orang-orang yang bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu juga menjadi

    persoalan pelik karena jumlahnya mencapai 31,36 juta orang.7

    Pengangguran sendiri terjadi karena berbagai faktor, jumlah kesempatan

    kerja yang tersedia umumnya lebih kecil dari jumlah angkatan kerja yang ada,

    padahal jumlah penganggur yang ada dari tahun ke tahun sudah cukup besar.

    Kondisi ini lambat laun terjadi penumpukkan jumlah pengangguran yang makin

    besar. Situasi ini diperparah dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan

    kelangkaan investasi dari para investor sehingga tidak ammpu menyerap

    pertambahan tenaga kerja. Faktor lain yang juga berpengaruh besar adalah

    6

    Koran Jakarta, Senin, 4 Juli 2011, Disparitas Daya Beli Masih Lebar:7Ibid, hal 5

  • 7/31/2019 BAB I Fixx Banget

    10/12

    kompetensi pencari kerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan di pasar kerja

    sehingga terjadi miss atau kesenjangan di pasar kerja.

    Besarnya jumlah penganggur ini harus dicarikan solusinya karena dapat

    menimbulkan berbagai dampak sosial yang dapat mengganggu pembangunan.

    Selain itu dapat menimbulkan konsekuensi peningkatan kemiskinan dan juga

    ketimpangan distribusi pendapatan.

    Jika diteliti secara mendalam, banyak hal yang menyebabkan

    ketimpangan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi ketimpangan menurut

    Adrian Coto (2006) selain pertumbuhan ekonomi dan pengangguran adalah

    angkatan partisipasi kasar (tingkat pendidikan) dan aglomerasi. Selain itu menurut

    Irma Adelman dan Cynthia T. Morris, 1973, faktor-faktor yang menyebabkan

    ketimpangan distribusi pendapatan, yaitu: pertambahan penduduk, inflasi,

    ketidakmerataan pembangunan daerah, investasi, mobilitas sosial, kebijaksanaan

    subtitusi impor, nilai tukar dan juga industri kerajinan rakyat.8

    Dari semua faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketimpangan

    distribusi pendapatan, peneliti tertarik untuk meneliti dua faktor penting, yaitu

    pertumbuhan ekonomi dan pengangguran.

    B. Identifikasi Masalah

    Berdasarkan masalah tersebut, maka dikemukakan identifikasi masalah

    yang dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, yaitu sebagai berikut:

    8Lincolin Arsyad, opcit

  • 7/31/2019 BAB I Fixx Banget

    11/12

    1. Apakah terdapat pengaruh antara pertumbuhan ekonomi dengan distribusipendapatan?

    2. Apakah terdapat pengaruh antara pengangguran dengan distribusipendapatan?

    3. Apakah terdapat pengaruh antara tingkat pendidikan terhadap distribusipendapatan?

    4. Apakah terdapat pengaruh antara produktivitas tenaga kerja terhadapdistribusi pendapatan

    5. Apakah terdapat pengaruh antara pertumbuhan penduduk dengan distribusipendapatan?

    6. Apakah terdapat pengaruh potensi wilayah terhadap distribusi pendapatan?

    C. Pembatasan Masalah

    Mengingat kompleksnya masalah yang timbul dan hal ini tidak

    memungkinkan bagi peneliti untuk membahas semua masalah di dalam penelitian

    ini, maka penelitian ini dibatasi pada masalah Pengaruh pertumbuhan ekonomi

    dan pengangguran terhadap distribusi pendapatan.

    D. Perumusan Masalah

    Berdasarkan pembatasan masalah, peneliti merumuskan permasalahan di

    dalam penelitian ini sebagai berikut: Apakah terdapat pengaruh Pertumbuhan

    Ekonomi dan Pengangguran terhadap Distribusi Pendapatan ?

  • 7/31/2019 BAB I Fixx Banget

    12/12

    E. Kegunaan Penelitian

    Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi semua

    pihak baik secara teoritis maupun secara praktis.

    1. Secara teoretis, penelitian ini dapat berguna untuk menambah referensi dankhasanah ilmu tentang jumlah dan tingkat pendidikan tenaga kerja serta

    pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga penelitian ini dapat

    menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan bagi semua pihak.

    2. Secara praktis, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan, masukan,serta referensi bagi penelitian selanjutnya dan juga penelitian ini dapat

    digunakan sebagai instrumen evaluasi terhadap jumlah dan tingkat pendidikan

    tenaga kerja kaitannya terhadap pertumbuhan ekonomi.