BAB 4 Hasil Dan Pembahasan RevisiR1

24
BAB IV TUGAS KERJA 4.1 Metodologi Praktek Kerja Lapangan Metodologi PKL yang dilakukan di PT. KPC adalah observasi lapangan, yaitu mengamati proses pengolahan limbah terkontaminasi B3 hidrokarbon minyak bumi PT. KPC, lokasi tempat penyimpanan sementara (TPS) limbah B3 Sangatta North dan mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan pengolahan limbah terkontaminasi B3 hidrokarbon minyak bumi di tempat PKL. Dalam tahap pelaksanaan ini perlu melakukan kajian pustaka untuk melihat hubungan antara lapangan dengan teori. Sedangkan dalam tahap penyusunan laporan, selain melakukan evaluasi hasil pengamatan lapangan juga dilakukan analisa dan pembahasan mengenai keadaan di tempat PKL. Salah satu analisa yaitu dengan melakukan suatu perbandingan antara teori dan kenyataan yang ada di lapangan. Adapun metode pengumpulan data, dilakukan dengan : 1. Data Primer Merupakan metode pengumpulan data, dengan cara melaksanakan pengamatan secara langsung di lokasi pelaksanaan kerja praktek, serta wawancara (interview) 44

description

hasil

Transcript of BAB 4 Hasil Dan Pembahasan RevisiR1

Page 1: BAB 4 Hasil Dan Pembahasan RevisiR1

BAB IV

TUGAS KERJA

4.1 Metodologi Praktek Kerja Lapangan

Metodologi PKL yang dilakukan di PT. KPC adalah observasi lapangan, yaitu

mengamati proses pengolahan limbah terkontaminasi B3 hidrokarbon minyak bumi PT.

KPC, lokasi tempat penyimpanan sementara (TPS) limbah B3 Sangatta North dan

mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan pengolahan limbah terkontaminasi B3

hidrokarbon minyak bumi di tempat PKL. Dalam tahap pelaksanaan ini perlu

melakukan kajian pustaka untuk melihat hubungan antara lapangan dengan teori.

Sedangkan dalam tahap penyusunan laporan, selain melakukan evaluasi hasil

pengamatan lapangan juga dilakukan analisa dan pembahasan mengenai keadaan di

tempat PKL. Salah satu analisa yaitu dengan melakukan suatu perbandingan antara teori

dan kenyataan yang ada di lapangan.

Adapun metode pengumpulan data, dilakukan dengan :

1. Data Primer

Merupakan metode pengumpulan data, dengan cara melaksanakan pengamatan

secara langsung di lokasi pelaksanaan kerja praktek, serta wawancara (interview)

yakni metodepengumpulan data informasi denganmengajukan pertanyaan

secaralangsung pada staf yang berwenangatau berkaitan langsung dengan

obyekstudi.

2. Data Sekunder

Metode ini merupakan metode pengumpulan data sekunder meliputi kegiatan

pengumpulan data sekunder data literatur, makalah, dan data pendukung lainnya

seperti metode pengumpulan data informasi.

44

Page 2: BAB 4 Hasil Dan Pembahasan RevisiR1

Gambar 4.1 Diagram Alir Praktek Kerja Lapangan (PKL)

45

Studi Pustaka

Observasi Lapangan

Pengumpulan Data

Data Sekunder :

Peraturan-peraturan tentang pengolahan limbah hidrokarbon.

Buku pedoman pengelolaan hidrokarbon versi 3.1 dan pengelolaan limbah versi 3.2 tahun 2008 departemen lingkungan PT. Kaltim Prima coal (KPC).

Laporan pengelolaan triwulan limbah B3, tahun 2011

EvaluasiHasilPengamatanLapangandengan Data

Perusahaan

Hasil dan Kesimpulan

Laporan

Data Primer :

ObservasiWawancaraDokumentasi (foto/gambar)

Page 3: BAB 4 Hasil Dan Pembahasan RevisiR1

4.2. Pengolahan Limbah Terkontaminasi Hidrokarbon Minyak Bumi

PT. KPC

PT. KPC melakukan pengolahan limbah terkontaminasi hidrokarbon secara thermal dan

bioremediasi. Lokasi pengolahan sendiri berada di wilayah Sangatta North.

4.2.1 Pengolahan Secara Thermal

Pengolahan ini dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup Nomor: 276 Tahun 2010 tentang izin pengoperasian alat pengolahan

(Insinerator) limbah bahan berbahaya dan beracun PT. KPC. Dalam surat keputusan ini

menjelaskan limbah yang diizinkan untuk diinsinerasi adalah filter bekas beroli, majun

bekas beroli, dan limbah medis.

Spesifikasi alat insinerator sebagai berikut:

Tipe insinerator : DRO 100 KPC

Kapasitas insinerator :100 kg/jam

Jenis operasi :Batch

Suhu chamber I :600oC – 800oC

Suhu chamber II :800oC – 1200oC

Volume chamber I :3,0 m3

Volume chamber II :3,0 m3

Tinggi cerobong :8,5 m

Diameter cerobong :0,30 m

Bahan bakar :Solar

Dalam SK KepMen ini juga mengatur proses pengoperasian insinerator, seperti:

i. Mengoperasikan insinerator limbah B3 sesuai dengan standard operating procedure

(SOP);

ii. Pengumpanan limbah awal ke ruang bakar setelah proses pemanasan insinerator pada

ruang bakar pertama mencapai temperatur minimum 700oC dan ruang bakar kedua

900oC;

46

Page 4: BAB 4 Hasil Dan Pembahasan RevisiR1

iii.Selama pembakaran limbah B3 dikondisikan temperatur ruang bakar pertama

antara600oC sampai 800oC dan ruang bakar kedua antara 1000oC sampai 1200oC;

iv. Pada saat pengumpanan limbah B3 berikutnya dikondisikan temperatur ruang bakar

pertama minimum 700oC dan ruang bakar kedua minimum 900oC;

v. Alat pengendali emisi gas buang tetap dioperasikan selama insinerator beroperasi.

vi. pH water spray harus normal (6-8)

Selain itu juga mengatur untuk melakukan pemantauan temperatur insinerator saat

pengoperasian berlangsung dan jumlah limbah B3 yang diolah, dan parameter emisi

yang dilakukan tiga bulan sekali, parameter-parameter yang diperhatikan dapat dilihat

pada tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Parameter dan Baku Mutu Emisi Udara untuk Pengolahan limbah B3

No. Parameter Kadar Maksimum Satuan

1. Partikel 50 Mg/Nm3

2. Sulfur Dioksida (SO2) 250 Mg/Nm3

3. Nitrogen Dioksida (NO2) 300 Mg/Nm3

4. Hidrogen Fluorida (HF) 10 Mg/Nm3

5. Hidrogen Klorida (HCl) 70 Mg/Nm3

6. Karbon Monoksida (CO) 100 Mg/Nm3

7. Total Hidrogen (sebagai CH4) 35 Mg/Nm3

8. Arsen (As) 1 Mg/Nm3

9. Kadmium (Cd) 0,2 Mg/Nm3

10. Kromium (Cr) 1 Mg/Nm3

11. Timbal (Pb) 5 Mg/Nm3

12. Merkuri (Hg) 0,2 Mg/Nm3

13. Talium (Tl) 0,2 Mg/Nm3

14. Opasitas 10 %

Sumber: SK KepMen No.267 Tahun 2010

Catatan: Efisensi pembakaran (EP) sama atau lebih besar 99,99%

47

Page 5: BAB 4 Hasil Dan Pembahasan RevisiR1

Gambar 4.2 Flow Chart Pengolahan Secara Thermal

Limbah terkontaminasi hidrokarbon minyak bumi yang diolah secara insinerasi dengan

insenerator yang lakukan PT. KPC adalah berupa filter bekas beroli dan limbah medis.

Untuk lokasi pengolahan ini berada di areal Tempat Penyimpanan Sementara (TPS)

limbah B3 Sangatta North yang menjadi lokasi pengumpulan material padat

terkontaminasi hidrokarbon minyak bumi.

Setiap melakukan aktivitas pengolahan karyawan harus menggunkan Alat Pelindung

Diri (APD) yang sesuai. Pengolahan limbah dilakukan dari tahap persiapan limbah filter

yang akan diambil dari tempat penyimpanan sementara filter bekas beroli. Filter akan

48

Pemilahan filter

TPS

penimbangan

Persiapan pembakaran

Penirisan

pembakaran

pembongkaran

PIHAK KETIGA BERIZIN

Oli bekas

pendinginan

Pemilahan sisa

pembakaran

Abu sisa pembakaran

Scrap besi

TPS Tanjung

Bara Yard 2

Penampungan besi tua

Limbah medis

Rumah sakit

TPS Limbah Oli Bekas di lube farm

Murung Area

FilterOli

Bekas

Page 6: BAB 4 Hasil Dan Pembahasan RevisiR1

dipilah terlebih dahulu untuk memisahkan filter yang siap diolah dan yang belum dapat

diolah karena harus dilakukan proses pemotongan filter terlebih dahulu, namun proses

ini jarang dilakukan karena proses pemotongan sudah dilakukan oleh hampir semua

penghasil limbah tersebut sebelum limbah dikirim ke TPS limbah B3 Sangatta North.

Karena terbatasnya jumlah limbah yang diperbolehkan untuk diolah maka sebagian

limbah yang tidak dapat diolah akan dikirim ke pihak ketiga berizin. Wadah filter bekas

beroli yang akan diolah akan menggunakan Industrial Bulk Container (IBC). Untuk

limbah medis akan langsung diambil oleh petugas insinerator dan langsung diolah

dengan insinerator. Karena untuk limbah medis akan diupayakan untuk diolah dalam

waktu 24 jam. Sesuai izin Jumlah pembakaran yang dilakukan adalah 100 kg/jam untuk

limbah filter dan 40 kg/jam untuk limbah medis dengan waktu kerja selama 8 jam/hari.

Setelah limbah filter bekas yang akan diolah telah terisi penuh dalam wadah IBC, maka

IBC akan diangkat menggunakan forklift lalu ditimbang menggunakan floor scale.

Setelah itu dilakukan perhitungan berat bersih filter dalam IBC (dengan telah terlebih

dahulu mengetahui berat IBC). Sebelum melakukan pembakaran filter akan di

pindahkan dari wadah IBC ke wadah kantong plastik agar memudahkan proses

pembakaran (wadah kantong plastik memiliki daya tampung 12 kg sampai 15 kg dalam

1 kantong plastik). Jika dalam proses pemindahan ini terdapat limbah filter yang

memiliki kadar oli yang tinggi maka akan ditiriskan terlebih dahulu sebelum

diinsinerasi.

Persiapan insinerator juga harus diperhatikan dari pemeriksaan kondisi perangkat-

perangkat insinerator seperti kondisi air, solar, fan, NaOH, burner, dan chamber.Setelah

kondisi insenerator telah dipastikan baik, maka pengoperasian insinerator dapat

dilakukan. Nyalakan genset kemudian menyalakan control panel insinerator,

danaktifkan ID FAN untuk mengurangi tekanan udara yang tertahan dalam chamber

(ruang bakar) 2 dari pembakaran sebelumnya, setelah itu nyalakan circulation pump

untuk menangkap partikel-partikel dalam gas dari hasil pembakaran, selanjutnya supply

fan untuk membantu proses pembakaran. Setelah semua ini dinyalakan maka burner 2

pada chamber 2 dapat dinyalakan setelah itu burner 1 pada chamber 1 dinyalakan.

49

Page 7: BAB 4 Hasil Dan Pembahasan RevisiR1

Pembakaran dimulai saat suhu chamber 1 antara 550oC sampai 600oC dan chamber 2

antara 800oC sampai 900oC. Pembakaran pertama dengan berat limbah tidak lebih dari

40 kg (3 kantong plastik). Setelah limbah terbakar burner 1 pun dimatikan karena fungsi

burner 1 hanya sebagai pemanas chamber 1 dan pemancing api awal. Dalam chamber 1

saat proses ini sampai selesai sumber api berasal dari limbah. Untuk pembakaran

selanjutnya pada suhu antara 600oC sampai 700oC jumlah limbah yang dibakar

sebanyak 4 kantong plastik atau tidak lebih 60 kg/jam, jika ada limbah medis yang akan

diolah maka diinsenerasi secara bertahap sesuai dengan jumlah limbah yang diizinkan

diolah perjam.

Proses pembongkaran dilakukan saat limbah yang dibakar tidak tampak bara yang

menyala (hal ini menandakan limbah telah terbakar sempurna) dan suhu chamber 1

sudah pada 200oC. Sebelum pembongkaran, wadah penampung aliran oli bekas yang

keluar dari proses pembakaran di pindahkan dalam wadah penampung oli bekas,

kemudian pembongkaran hasil pembakaran dalam chamber 1 dilakukan dan hasil

pembakaran di tampung dalam wadah yang terbuat dari besi yang berukuran + 3m x 1m

x 0,2m.

Setelah itu hasil pembakaran akan didinginkan, dan keesokkan harinya akan dipisahkan

abu dan scrap besi. Wadah yang digunakan untuk scrap besi berupa IBC dan untuk abu

digunakan wadah berupa drum yang setelah terisi penuh akan diisolasi sesuai dengan

tata cara pengemasan limbah B3 yang diatur dalam Kep. BAPEDAL No. 1 tahun 1995.

Scrap besi akan ditampung di tempat penampungan besi tua dan abu akan dikirim ke

TPS limbah B3 Tanjung Bara Yard 2 yang kemudian akan dikirim ke pihak ketiga. Pada

proses penirisan filter bekas beroli, oli bekas yang terkumpul di wadah penirisan akan

dikirim ke TPS limbah B3 lube farm murung area.

Jumlah limbah B3 yang diolah menggunakan insinerator dapat dilihat di tabel 4.2.

50

Page 8: BAB 4 Hasil Dan Pembahasan RevisiR1

Tabel 4.2 Jumlah Limbah B3 yang Diolah Menggunakan Insinerator

Bulan

Limbah B3

Abu sisa bakaranFilter bekas beroli (kg)Limbah medis (kg)

Limbah dibakar Scrap Metal

Okt 10.401,50 4.532,50 325,00 1.120,00

Nov 9.763,00 3.532,00 324,50 1.280,00

Des 11.878,50 5.129,50 309,00 800,00

∑ 32.043,00 13.194,00 958,50 3.200,00

Sumber:Laporan pengelolaan limbah B3 triwulan IV tahun 2011 PT. KPC.

Berdasarkan data diatas diperoleh jumlah harian limbah yang dibakar adalah:

1) Limbah filter yang dibakar tiap hari kerja adalah 534,05 kg/hari

2) Limbah medis yang dibakar tiap hari kerja adalah 15,98 kg/hari

Hasil pembakaran berupa abu yang dihasilkan dari proses ini selama seminggu adalah

267 kg. Scrap besi yang dihasilkan berjumlah 1.099,5 kg. Maka dari pengolahan limbah

B3 ini dengan cara insinerasi menyisakan 41,18% sisa scrap metal dari limbah filter dan

9,7% abu sisa bakaran dari limbah filter dan limbah medis.

Hasil pengukuran kualitas udara emisi cerobong insinerator pada triwulan IV tahun

2011 dapat dilihat pada tabel 4.3.

51

Page 9: BAB 4 Hasil Dan Pembahasan RevisiR1

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Kualitas Udara Emisi cerobong insinerator

No. ParameterKadar

Maksimum

Hasil Analisis

Filter

(100kg)

Medis

(40kg)

1. Partikel (Mg/Nm3) 50 15,46 10,95

2. Sulfur Dioksida (SO2) (Mg/Nm3) 250 9 6

3. Nitrogen Dioksida (NO2) (Mg/Nm3) 300 72 62

4. Hidrogen Fluorida (HF) (Mg/Nm3) 10 <0,1 <0,1

5. Hidrogen Klorida (HCl) (Mg/Nm3) 70 6 4

6. Karbon Monoksida (CO) (Mg/Nm3) 100 <3 <3

7. Total Hidrogen (sebagai CH4) (Mg/Nm3) 35 <1 <1

8. Arsen (As) (Mg/Nm3) 1 <0,001 <0,001

9. Kadmium (Cd) (Mg/Nm3) 0,2 <0,005 <0,005

10. Kromium (Cr) (Mg/Nm3) 1 <0,005 <0,005

11. Timbal (Pb) (Mg/Nm3) 5 <0,01 <0,01

12. Merkuri (Hg) (Mg/Nm3) 0,2 <0,001 <0,001

13. Talium (Tl) (Mg/Nm3) 0,2 <0,002 <0,02

14. Opasitas (%) 10 5 5

Sumber:Laporan pengelolaan limbah B3 triwulan IV tahun 2011 PT. Kaltim Prima Coal.

4.2.2 Pengolahan Secara Bioremediasi di BTU PT. KPC

Pengolahan ini dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup

Nomor 184 Tahun 2010 tentang izin pengolahan limbah minyak bumi dan tanah

terkontaminasi minyak bumi secara bioremediasi PT. KPC. Dalam surat keputusan ini

menjelaskan limbah yang diolah secara bioremediasi adalah tanah terkontaminasi

pelumas bekas dari kegiatan workshop, stasiun pengisian bahan bakar minyak (BBM),

dan lokasi tumpahan lainnya di PT. KPC. Produksi limbah B3 yang akan diolah

sebanyak 40 m3/bulan. Pengolahan dilakukan secara eksitu pada fasilitas pengolahan.

Fasilitas pengolahan terdiri dari 4 (empat) sel dengan luas masing-masing sel (25 x 29)

m. Titik koordinat lokasi, yaitu:

1) Titik A: LS: 0o33’30.56453” dan BT: 117o28’38,06467”

2) Titik B: LS: 0o33’30.10644” dan BT: 117o28’36,45022”

52

Page 10: BAB 4 Hasil Dan Pembahasan RevisiR1

3) Titik C: LS: 0o33’27.76460” dan BT: 117o28’36,86809”

4) Titik D: LS: 0o33’28.26665” dan BT: 117o28’38,55142”

Tinggi tumpukan tanah yang diolah maksimal 30 cm. Kapasitas tampung fasilitas

pengolahan adalah 1450 m3. Konstruksi dasar berupa Compacted clay yang dilengkapi

saluran lindi dan sistem drainase tertutup. Untuk menampung limpasan air hujan

dilengkapi dengan leacheate box sehingga air limpasan tidak keluar ke lingkungan.

Fasilitas juga dilengkapi dengan sumur pantau yang diletakkan pada hulu dan hilir unit

pengolahan bioremediasi.

1) Upstream :LS: 0o27’30.53673” dan BT: 117o28’39,64940”

2) Downstream :LS: 0o33’32.02961” dan BT: 117o28’38,54977”

Pengolahan tanah dilakukan saat konsentrasi maksimum Total Petroleum Hydrocarbon

(TPH) awal < 15% berat kering juga menguji kadar logam berat dengan standar baku

mutu, dapat dilihat pada tabel 4.5. Pengolahan dilakukan dengan teknik landfarming,

lama pengolahan 6 bulan dengan menggunakan bakteri lokal dan bukan hasil rekayasa

genetika (Genetically Modified Organisms/GMO). Jika menggunakan surfaktan harus

bersifat mudah diurai dan non-toksik. Proses pengadukkan dilakukan secara teratur dan

mempertahankan nilai kadar air optimum limbah yang diolah sebesar 70% sampai 80%.

Air lindi dalam kolam penampungan disirkulasikan lagi ke fasilitas pengolahan untuk

menjaga kelembaban.

Pemantauan juga dilakukan untuk TPH dalam sel pengolahan setiap dua minggu sekali.

Melakukan perhitungan jumlah total bakteri minimal dua kali sebulan untuk efektifnya

pengolahan. Menganalisa sampel air tanah dari sumur pantau pada awal proses, proses

pengolahan, dan akhir proses dengan parameter yang diukur adalah pH dan Electrical

Conductivity (EC) minimum dua minggu sekali, serta analisa TPH minimum tiga bulan

sekali. Untuk tanah hasil olahan dilakukan juga uji toksikologi dengan Lethal Dose Fifty

(LD50). Hasil dari LD50 tidak boleh lebih dari 50 mg/kg berat badan dari hewan uji.

Berikut tabel 4.4 menjelaskan standar baku mutu untuk kadar logam berat tanah

terkontaminasi minyak bumi.

53

Page 11: BAB 4 Hasil Dan Pembahasan RevisiR1

Tabel 4.4 Standar Kadar Logam Berat Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi

No ParameterNilai Maksimum

(mg/kg berat kering)

1. Arsenic 30

2. Cadmium 5

3. Chromium 250

4. Copper 100

5. Cobalt 50

6. Lead 300

7. Mercury 2

8. Molybdenum 40

9. Nikel 100

10. Tin 50

11. Selenium 10

12. Zinc 500

Sumber: SK KepMen No.184 Tahun 2010

54

Page 12: BAB 4 Hasil Dan Pembahasan RevisiR1

Gambar 4.3 Flow Chart Pengolahan Secara Bioremediasi

Pengolahan tanah, kerikil maupun pasir terkontaminasi hidrokarbon yang dilakukan PT.

KPC adalah dengan metode bioremediasi untuk mendegradasi senyawa hidrokarbon

yang terkandung dalam tanah terkontaminasi hidrokarbon minyak bumi. Potensi

munculnya limbah tanah terkontaminasi hidrokarbon minyak bumi dalam kawasan PT.

KPC yakni dari aktivitas workshop, proses pengisian bahan bakar minyak (BBM), dan

lokasi tumpahan lainnya. Jika terjadi kontaminasi terhadap tanah, kerikil, maupun pasir

akan dikumpul pada wadah berupa Bin jika yang terkontaminasi dalam jumlah besar

dan dapat dikumpulkan pada wadah lain seperti drum jika tanah atau kerikil atau pasir

dalam jumlah kecil. kemudian limbah terkontaminasi ini akan dikirim ke BTU berizin

milik PT. KPC.Tanah yang di kirim ke BTU tidak dapat langsung diolah, karena akan

dilakukan perlakuan terlebih dahulu. Tanah yang kadar airnya tinggi (lumpur) akan di

55

Workshop dan Stasiun pengisian BBM dan Lokasi tumpahan lainnya

Tanah, kerikil, maupun pasir terkontaminasi

Unit Pengolahan Bioremediasi

Sel 4 Sel 3

Sel 1 dan sel 2

TPH < 1% kemudian uji TCLP, PAH, BTEX, dan LD50

Lokasi penyimpanan tanah hasil olahan bioremediasi.

Perangkap Oli

Air Terkontaminasi

Hidrokarbon

Leacheate box Air

Page 13: BAB 4 Hasil Dan Pembahasan RevisiR1

tampung dalam sel 3 yang berfungsi sebagai penampung tanah berkadar air tinggi.

Dalam sel 3 ini tanah akan ditampung sementara karena setelah kadar air dalam tanah

telah berkurang (struktur tanah mengeras) tanah akan dipindahkan ke sel 4. Jika tanah

yang masuk dalam BTU memiliki kadar air yang rendah maka tanah dapat langsung di

tampung di sel 4.

Pemindahan tanah dari sel 4 menggunakan excavator dan dump truck. Setelah tanah

terkontaminasi dipindahkan, tanah terkontaminasi diratakan dan tinggi timbunan tanah

terkontaminasi tidak boleh lebih dari 30cm. Dalam proses perataan ini dinding (tanggul)

sel diberi jarak + 1m dari jarak tanah terkontaminasi. Hal ini bertujuan agar air limpasan

dapat mengalir menuju leacheate box (kolam lindi) dan oil trap. Air yang tertampung

dalam leacheate box dapat digunakan sebagai sumber air untuk menjaga kelembaban

tanah olahan pada sel 1 dan sel 2. Pengolahan dilakukan setelah kandungan TPH <15%

pada tanah dalam sel 1 dan 2.

Pengolahan dilakukan dengan pemberian nutrisi berupa pupuk urea, pupuk NPK, dan

bakteri. Bakteri yang digunakan yaitu bakteri petrophilic yang didapatkan dari hasil

pembiakkan bakteri tersebut di daerah nursery PT. Kaltim Prima Coal. Kemudian

melakukan pembajakkan untuk mengoptimalkan proses degradasi dengan

mengkondisikan tanah tercampur sempurna dengan nutrisi juga oksigen yang dapat

membantu mengoptimalkan kinerja bakteri mendegradasi senyawa hidrokarbon.

Perlakuan ini dilakukan tiap 2 minggu sekali. Dan setiap 2 minggu sekali dilakukan

pengujian TPH tanah.

Hal lain yang dipantau yaitu air tanah di areal BTU dengan menganalisa kondisi air

tanah dari sumur pantau pada awal proses, proses pengolahan, dan akhir proses dengan

parameter yang diukur adalah pH dan Electrical Conductivity (EC) minimum dua

minggu sekali, serta analisa TPH minimum tiga bulan sekali. Setelah tanah yang diolah

memiliki kadar TPH < 1%, selanjutnya analisa dilanjutkan dengan uji TCLP, PAH,

BTEX dan LD50. Setelah hasil dari semua analisa memenuhi baku mutu yang ditentukan

oleh Pemerintah, Kemudian tanah akan di tampung diareal penampungan tanah hasil

olahan bioremediasi. Dalam proses pengolahan di BTU, air yang keluar dari unit

56

Page 14: BAB 4 Hasil Dan Pembahasan RevisiR1

pengolahan akan dipantau dan diuji sesuai dengan ketentuan dari Per.MenLH No. 4

tahun 2007. Juga pemantauan terhadap air tanah yang mengacu pada Kep.MenLH No.

128 tahun 2003. Berikut tabel-tabel hasil uji proses pengolahan dari awal hingga akhir

pengolahan.

Tabel 4.5 Kadar TPH Tanah Siklus 3 Sebelum Pengolahan

No. Kode SampelHasil Analisis

(mg/kg)

Hasil Analisis

(kg/kg)Hasil Analisis (%)

1. Lateral 1 14544 0,014544 1,4544

2. Lateral 2 16245 0,016245 1,6245

3. Lateral 3 13371 0,013371 1,3371

4. Lateral 4 24184 0,024184 2,4184

5. Lateral 5 9656 0,009656 0,9656

6. Komposit 1 17854 0,017854 1,7854

7. Komposit 2 22884 0,022884 2,2884

Tabel 4.6 Kadar TPH Akhir Pengolahan Tanah Siklus 3

No. Kode SampelHasil Analisis

(mg/kg)

Hasil Analisis

(kg/kg)Hasil Analisis (%)

1. Lateral 1 4943 0,004943 0,4943

2. Lateral 2 6951 0,006951 0,6951

3. Lateral 3 8480 0,008480 0,8480

4. Lateral 4 5200 0,005200 0,5200

5. Lateral 5 4785 0,004785 0,4785

6. Komposit 1 3353 0,003353 0,3353

7. Komposit 2 3024 0,003024 0,3024

57

Page 15: BAB 4 Hasil Dan Pembahasan RevisiR1

Tabel 4.7 Hasil Analisis pada Tanah Olahan Siklus 3

No. Parameter Analisis Komposit 1 Komposit 2

1. NTK (mg/kg) 1838,4 1810,2

2. Total P (mg/kg) 1,8 2,3

3. pH 6,67 6,79

4. TPC (CFU/gr) 1,749 x 106 1,075 x 106

5. BTEX (mg/kg) Ttd Ttd

6. PAH (mg/kg Ttd Ttd

Tabel 4.8 Analisis TCLP (Toxity Characteristic Leaching Procedure)

Kadar Logam Berat Tanah siklus 3 hasil olahan BTU

No Parameter (mg/L)*

Hasil Uji

(mg/L)

Komposit 1 Komposit 2

1. Arsen (As) 5 <0,0001 <0,0001

2. Barium (Ba) 100 0,980 2,100

3. Boron (B) 500 0,511 <0,001

4. Cadmium (Cd) 1 <0,001 0,015

5. Chromium (Cr) 5 0,170 0,330

6. Copper (Cu) 10 1,920 2,460

7. Lead (Pb) 5 0,025 0,050

8. Mercury (Hg) 0,2 <0,00001 <0,00001

9. Selenium (Se) 1 0,035 0,028

10. Silver (Ag) 5 0,082 <0,001

11. Zinc (Zn) 50 1,820 5,180

*: berdasarkan PP No.18 dan PP No.85 tahun 1999

58

Page 16: BAB 4 Hasil Dan Pembahasan RevisiR1

Tabel 4.9 Analisis LD50(Lethal Dose Fifty) Siklus 3

Dosis (mg/kg)

Tingkat Kamatian pada komposit 1

Jantan Betina

0 24 48 72 96 0 24 48 72 96

500 - - - - - - - - - -

5.000 - - - - - - - - - -

15.000 - - - - - - - - - -

30.000 - - - - - - - - - -

50.000 - - - - - - - - - -

Dosis (mg/kg)Tingkat Kematian pada komposit 2

Jantan Betina

500 - - - - - - - - - -

5.000 - - - - - - - - - -

15.000 - - - - - - - - - -

30.000 - - - - - - - - - -

50.000 - - - - - - - - - -

Berdasarkan pada PP 18 dan 85 tahun 1999 yang mengisyaratkan agar dosis pengujian

dari 500mg/kg sampai 50.000mg/kg. Pengujian dilakukan pada tikus jantan dan betina

dengan mencampurkan sampel limbah pada makanannya. Diketahui limbah tidak

termasuk limbah B3 karena semua tikus yang diujikan selama lima hari tidak ada yang

mati dengan dosis-dosis yang telah ditentukan.

59