4. Hasil Dan Pembahasan

46
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan Perusahaan Daerah Rumah Pemotongan Hewan Kota Malang (PD. RPH) merupakan RPH milik pemerintah daerah yang beroperasi di Jl. Kolonel Sugiono no. 176, kecamatan Sukun Kota Malang. PD. RPH Kota Malang mulai dibangun sejak tahun 1937, dan mulai beroperasi pada tahun 1938 hingga saat ini. Peralatan yang ada di RPH masih sama sejak pertama kali di bangun, karena menurut pihak RPH kondisi peralatan masih sangat bagus dan layak untuk digunakan dalam proses produksi. Waktu operasional RPH terbagi menjadi 2 bagian, yaitu operasional kantor pada pukul 09.00 – 16.00 WIB dan operasional produksi atau proses pemotongan pada pukul 23.00 – 07.00 WIB. Apabila ada masyarakat yang ingin melakukan pemotongan hewan diluar jam operasional produksi tetap diperbolehkan, dengan syarat-syarat tertentu seperti mengajukan surat perizinan. PD. RPH memiliki luas lahan 1,1 hektar yang dibagi menjadi bagian-bagian seperti kandang permanen, kandang sementara, ruang pemotongan, ruang distribusi. PD RPH Kota Malang berada dibawah pengawasan Dinas Peternakan Kota Malang, yang kantornya berada dalam satu lingkungan dengan RPH. PD. RPH Kota Malang menyediakan fasilitas kandang dan peralatan untuk pemotongan untuk masyarakat umum dan juga dilengkapi dengan klinik pemeriksaan hewan. PD RPH Kota Malang memiliki fasilitas pemotongan sapi, kambing dan babi. Pemotongan sapi dan babi dilakukan di kandang pusat RPH Kota Malang, namun tempat pemotongan dan metode pemotongannya berbeda, sedangkan 18

description

bab 4

Transcript of 4. Hasil Dan Pembahasan

Page 1: 4. Hasil Dan Pembahasan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Gambaran Umum Perusahaan

Perusahaan Daerah Rumah Pemotongan Hewan Kota Malang (PD.

RPH) merupakan RPH milik pemerintah daerah yang beroperasi di Jl.

Kolonel Sugiono no. 176, kecamatan Sukun Kota Malang. PD. RPH Kota

Malang mulai dibangun sejak tahun 1937, dan mulai beroperasi pada tahun

1938 hingga saat ini. Peralatan yang ada di RPH masih sama sejak pertama

kali di bangun, karena menurut pihak RPH kondisi peralatan masih sangat

bagus dan layak untuk digunakan dalam proses produksi. Waktu operasional

RPH terbagi menjadi 2 bagian, yaitu operasional kantor pada pukul 09.00 –

16.00 WIB dan operasional produksi atau proses pemotongan pada pukul

23.00 – 07.00 WIB. Apabila ada masyarakat yang ingin melakukan

pemotongan hewan diluar jam operasional produksi tetap diperbolehkan,

dengan syarat-syarat tertentu seperti mengajukan surat perizinan.

PD. RPH memiliki luas lahan 1,1 hektar yang dibagi menjadi bagian-

bagian seperti kandang permanen, kandang sementara, ruang pemotongan,

ruang distribusi. PD RPH Kota Malang berada dibawah pengawasan Dinas

Peternakan Kota Malang, yang kantornya berada dalam satu lingkungan

dengan RPH. PD. RPH Kota Malang menyediakan fasilitas kandang dan

peralatan untuk pemotongan untuk masyarakat umum dan juga dilengkapi

dengan klinik pemeriksaan hewan. PD RPH Kota Malang memiliki fasilitas

pemotongan sapi, kambing dan babi. Pemotongan sapi dan babi dilakukan di

kandang pusat RPH Kota Malang, namun tempat pemotongan dan metode

pemotongannya berbeda, sedangkan untuk kambing memiliki kandang

sendiri di daerah sekitar Pasar Sukun. Skala pemotongan di RPH berkisar

antara 30 – 50 ekor sapi/hari, dengan rata-rata pemotongan 40 ekor/hari.

PD. RPH Kota Malang, sebagai perusahaan daerah milik pemerintah

harus memiliki standard pelayanan dan juga terus mengembangkan

industrinya, agar tidak kalah saing oleh RPH milik swasta. Sesuai dengan

tugas pokok dan fungsi dari RPH sebagai sarana pelayanan masyarakat

dalam penyediaan daging sehat, serta sebagai unit penghasil pendapatan

daerah, RPH mempunyai visi sebagai berikut:

“Mewujudkan PD. RPH sebagai tempat pemotongan yang terkemuka dan

ramah lingkungan”

18

Page 2: 4. Hasil Dan Pembahasan

Untuk mewujudkan visi tersebut PD RPH Kota Malang melakukan upaya-

upaya yang dirumuskan ke dalam misi yang ingin dicapai, yaitu:

1. Meningkatkan sarana dan prasarana tempat pemotongan hewan

potong sebagai pelayanan prima dalam penyediaan daging.

2. Meningkatkan profesionalisme karyawan dan kinerja manajemen

menuju Perusahaan Daerah yang mandiri.

3. Melakukan diversifikasi usaha guna meningkatkan pendapatan

perusahaan dan karyawan.

4. Menjaga kelestarian lingkungan agar tetap bersih dan sehat.

RPH memiliki pelayanan di bidang pemotongan hewan untuk jagal

dan masyarakat umum. RPH juga memberikan layanan kepada mahasiswa

ataupun siswa yang ingin mempelajari kegiatan pemotongan yang ada di

RPH. Pelayanan yang tersedia antara lain pelayanan pemotongan hewan,

penitipan hewan, dan juga pelayanan untuk praktikum atau penelitian.

Pelayanan yang dimiliki oleh RPH dilakukan untuk menunjang ketercapaian

visi dan misi yang dimiliki oleh RPH.

Produk utama yang dihasilkan oleh RPH adalah daging atau karkas,

selain itu juga RPH menghasilkan bagian-bagian lain dari hewan khususnya

sapi, seperti kulit, jeroan, tulang kaki, kepala, dan bagian-bagian lainnya.

Hasil produksi tersebut di distribusikan oleh RPH ke pasar-pasar yang ada di

Kota Malang, distribusi tersebut dilakukan terjadwal setiap harinya. Hari

senin distribusi karkas dilakukan ke Pasar.....dst. Saat ini RPH sudah

mampu untuk menambah pemasukkan dari produk samping seperti isi

rumen kotoran sapi, untuk dijadikan pupuk, kompos, dan biogas, namun

sayangnya produk tersebut tidak di olah sendiri oleh pihak RPH, melainkan

dibawa ke TPA Supiturang untuk diolah disana.

Sumber energi yang digunakan oleh RPH berasal dari PLN,

konsumsi listrik kantor dan kandang dibuat terpisah sehingga tidak

mengganggu satu sama lainnya. Perusahaan juga dilengkapi dengan genset

untuk mencegah terhentinya proses produksi apabila terjadi pemadaman

listrik. Sumber air di RPH tidak menggunakan air PAM melainkan

menggunakan sumur, RPH memiliki 6 sumur yang dipompakan menuju

tandon air yang dimiliki oleh RPH. Air dicampurkan dengan EM4 dengan

rasio 1:100 dan didiamkan selama 3 hari sebelum dipindahkan menuju

tandon air lainnya untuk digunakan dalam proses produksi. Pertimbangan

19

Page 3: 4. Hasil Dan Pembahasan

perusahaan tidak menggunakan air PAM adalah karena di dalam air PAM

sudah terkandung zat lainnya dalam proses penyediaan air, sementara

untuk air tanah atau air sumur sendiri masih murni dan lebih baik untuk

proses produksi di RPH.

RPH Kota Malang memiliki 3 buah kandang permanen yang masing-

masing dari kandang permanen memiliki kapasitas >70 ekor sapi. Kondisi

dari kandang permanen di RPH Kota Malang saat dilakukan observasi

menyebarkan bau tidak enak dan juga sangat kotor karena banyak sekali

kotoran dari sapi, akan tetapi pihak RPH mengaku bahwa kandang tersebut

dibersihkan setiap hari dan kotoran sapi akan di tampung untuk dijadikan

pupuk kandang. Sumber makanan dari hewan sapi didapat dari petani

rumput disekitar RPH.

4.2 Sistem ManajemenSaat ini PD. RPH Kota Malang memiliki 48 orang karyawan tetap

yang dibagi menjadi beberapa bagian. Sebanyak 14 orang karyawan

memiliki tugas pada bidang produksi, yaitu jam operasional malam hari yaitu

pukul 23.00 WIB – 07.00 WIB dan 34 bertugas pada jam operasional kantor

yaitu pukul 09.00 – 16.00 WIB. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Malang

no.17 tahun 2002 RPH Kota Malang memiliki struktur organisasi seperti

terlihat pada lampiran 2 masing-masing memiliki fungsi dan tugas pokok

yang berbeda. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa PD. RPH

berada langsung dibawah pengawasan Dinas Peternakan Kota Malang,

yang artinya juga berada langsung dibawah tanggungjawab dari Walikota

Malang. Perusahaan daerah dipimpin oleh Direktur dalam melaksanakan

tugasnya, yang dibantu oleh bagian-bagian dan sub-bagian seperti pada

lampiran 1 struktur organisasi.

Berikut adalah penjelasan tugas pokok dan fungsi dari setiap bagian:

1. Direktur

Direktur mempunyai tugas pokok memimpin, mengawasi dan

mengendalikan seluruh kegiatan operasional di RPH Kota Malang.

Adapun fungsi dari direktur adalah:

1. Pelaksana pembinaan administratif, organisasi dan tata-laksana,

serta kepegawaian di RPH.

2. Pemberi kebijakan pengurusan dan pengelolaan RPH

20

Page 4: 4. Hasil Dan Pembahasan

3. Menyusun dan menyampaikan program kerja RPH baik tahunan

maupun 5 tahunan, serta menyampaikan anggarannya.

4. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan RPH

5. Mewakili perusahaan baik di dalam dan di luar pengadilan

6. Mengadakan perjanjian kerjasama usaha dengan pihak ketiga

sesuai persetujuan badan pengawas.

2. Badan Pengawas

Badan pengawas memiliki masa periode 3 tahun. Badan

pengawas terdiri dari 3 orang yang merupakan unsur-unsur

pemerintahan daerah dan instansi yang berhubungan dengan

pemotongan hewan. Badan pengawas mempunyai tugas pokok

menetapkan kebijakan umum, melaksanakan pembinaan, melakukan

pengawasan dan pengendalian terhadap RPH. Adapun fungsi dari

badan pengawas adalah sebagai berikut:

1. Mengawasi seluruh kegiatan operasional RPH

2. Pemberi pembinaan terhadap anggaran dan keuangan RPH

3. Membina usaha pengembangan RPH

4. Memberi saran dan pendapat kepada Walikota Malang terhadap

rencana pinjaman dan ikatan hukum dengan pihak lain

5. Memberi saran dan pendapat kepada Walikota Malang terhadap

program kerja yang diajukan oleh Direktur RPH.

6. Memberi pendapat dan saran kepada Walikota Malang atas

laporan dari RPH

Badan pengawas memiliki wewenang dalam bentuk koordinatif

kepada direktur RPH, wewenang dari badan pengawas antara lain:

1. Memberi peringatan kepada direktur yang tidak menjalankan

tugas sesuai dengan ketentuan dan program kerja yang berlaku

dan telah disetujui

2. Memeriksa direktur apabila ada dugaan merugikan RPH

3. Mengesahkan rencana kerja dan anggaran RPH

4. Menerima atau menolak pertanggungjawaban keuangan dan

program kerja yang telah diajukan oleh Direktur RPH

3. Satuan Pengawas Internal (SPI)

Satuan pengawas internal (SPI) merupakan perpanjangan

tangan direktur yang melaksanakan tugas direktur dalam bidang

21

Page 5: 4. Hasil Dan Pembahasan

pengawasan, penelitian, pengembangan dan pengawasan RPH. SPI

memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Melaksanakan koordinasi dan kegiatan penelitian atas

pengelolaan RPH.

2. Melaksanakan evaluasi kegiatan dan memberikan saran-saran

perbaikan.

3. Membuat laporan hasil pemeriksaan

4. Menyusun rencana terhadap langkah-langkah yang diambil oleh

Direktur.

5. Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang diberikan Direktur.

SPI dibantu oleh 2 (dua) sub-bagian, yang bertujuan untuk membantu

pengerjaan teknis dari fungsi dan tugas pokok yang dimiliki oleh SPI.

Adapun sub-bagian dari SPI adalah:

a. Urusan pengawasan produksi keuangan dan materiil (UP2KM)

Kepala urusan pengawasan produksi keuangan dan materiil

memiliki tugas pokok melaksanakan pengawasan dan

pemeriksaan dibidang produksi, keuangan dan materiil. Fungsi

dari kepala UP2KM adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan atas proses dan

kualitas pelayanan, serta merancang langkah-langkah

perbaikan.

2. Melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan atas pengelolaan

usaha budidaya hewan potong, kualitas dan kuantitas hasil

budidaya, serta merancang langkah-langkah

pengembangannya

3. Melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan atas jumlah

hewan yang dibudidayakan, dipotong, dan yang ada di kandang

penginapan.

4. Melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan atas

penyelenggaraan administrasi keuangan.

5. Melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan atas kekayaan

dan administrasi barang maupun prosedur keluar masuk

barang.

22

Page 6: 4. Hasil Dan Pembahasan

b. Urusan pengawasan umum, penelitian dan pengembangan

Kepala urusan umum, penelitian dan pengembangan memiliki

fungsi sebagai berikut:

a. Mengawasi dan memeriksa segala sesuatu yang berhubungan

dengan tata usaha

b. Mengawasi dan memeriksa hal-hal yang berhubungan dengan

kesejahteraan dan pembinaan pegawai.

c. Mengawasi pelaksanaan pengelolaan limbah

d. Mengumpulkan data yang meliputi segala aktivitas RPH dan

menyusun data hasil penelitian di bidang pengadaan, produksi,

keuangan, pelayanan, pemasaran dan lainnya.

e. Melaksanakan penelitian tugas pekerjaan yang dapat

menimbulkan hambatan dalam usaha peningkatan efisiensi dan

produktifitas kerja.

f. Mengumpulkan, mengolah dan menyusun laporan tahunan

hasil kegiatan yang dilakukan RPH.

4. Bagian Administrasi Umum

Kepala bagian administrasi umum memiliki tugas pokok membantu

direktur dalam bidang administrasi, keuangan, kepegawaian,

perlengkapan teknis dan sanitasi. Kepala bagian umum memiliki

fungsi sebagai berikut:

a. Mengatur administrasi perkantoran, kepegawaian, keuangan dan

barang.

b. Menyusun rencana pendapatan dan belanja, laporan keuangan,

neraca dan laporan rugi-laba secara berkala.

c. Melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian

barang

d. Melaksanakan kegiatan pembangunan, pengelolaan bangunan

dan IPAL milik RPH

e. Menyusun laporan pelaksanaan tugas dan saran kepada Direktur

Kepala bagian administrasi umum dibantu oleh 3 (tiga) sub-bagian,

yaitu:

a. Sub bagian umum dan SDM

Kepala sub-bagian umum dan SDM, memiliki fungsi sebagai

berikut:

23

Page 7: 4. Hasil Dan Pembahasan

a. Bertanggung jawab atas kegiatan surat menyurat, kearsipan,

dan dokumentasi.

b. Bertanggung jawab atas kegiatan yang berkaitan dengan

hubungan masyarakat.

c. Melaksanakan persiapan rapat, menerima tamu, mengatur tata

ruang dan kebersihan kantor.

d. Melaksanakan kegiatan administrasi kepegawaian.

b. Sub bagian keuangan

Kepala sub bagian keuangan memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Menyusun anggaran pendapatan dan belanja tahunan.

b. Melaksanakan pemungutan, penerimaan dan penyimpanan

keuangan

c. Melaksanakan pembayaran gaji, rekening listrik, pajak, dan

seluruh kewajiban keuangan.

d. Menyusun laporan keuangan dan laporan hasil pelaksanaan.

c. Sub bagian perlengkapan teknik dan sanitasi (PTS)

Kepala sub bagian PTS memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan pemeliharaan

barang habis pakai, barang investasi maupun bangunan.

b. Melaksanakan administrasi pengelolaan barang dengan

menyelenggarakan inventarisir.

c. Mengelola administrasi RPH yang terkait dengan tanah,

bangunan, mesin-mesin, alat komunikasi dan lainnya.

d. Menyediakan kebutuhan bahan bakar, pelumas, dan peralatan.

e. Melaksanakan penghitungan barang persediaan dan inventaris

secara berkala.

f. Melaksanakan pembersihan lingkungan, saluran, serta

mengatur dan merawat penghijauan tanaman.

g. Menyusun laporan pelaksanaan tugas.

5. Bagian Pemotongan Hewan

Kepala bagian pemotongan hewan memiliki tugas pokok

melaksanakan pengendalian, pengawasan dan pelayanan dalam

proses produksi yaitu pemotongan hewan. Kepala bagian

pemotongan hewan memiliki fungsi:

a. Melaksanakan pemeriksaan hewan yang akan dipotong

24

Page 8: 4. Hasil Dan Pembahasan

b. Melaksanakan pelayanan pemotongan hewan berdasarkan

ketentuan yang berlaku.

c. Mengelola tempat pemotongan dan menjaga kebersihan ruang,

kandang, dan lingkungannya

d. Mengelola sarana dan prasarana pemotongan hewan

e. Menyusun laporan pelaksanaan tugas

RPH Kota Malang terpusat di Jalan Kolonel Sugiono, akan tetapi juga

memiliki cabang di daerah sekitar pasar sukun. Kepala bagian

pemotongan hewan dalam memudahkan pekerjaan mengelola

tempat pemotongan hewan serta mengawasi prosesnya dibantu oleh

2 (dua) sub bagian, sehingga pengawasan menjadi menyeluruh baik

di pusat maupun di cabang. Sub bagian pada bagian pemotongan

hewan, yaitu:

a. Sub bagian pemotongan hewan pusat

Kepala sub bagian pemotongan hewan pusat memiliki tugas pokok

melaksanakan pemotongan hewan di RPH pusat, dan memiliki

fungsi sebagai berikut:

a. Melaksanakan kegiatan pemotongan hewan di RPH Pusat

secara aman, tertib, lancar dan bersih.

b. Bertanggungjawab atas pelayanan penggunaan sarana dan

prasarana pemotongan hewan serta merawatnya.

c. Bertanggungjawab atas kebersihan ruangan, peralatan,

kandang, saluran, lingkungan tempat pemotongan serta

membuang sisa limbah pemotongan dan kotoran kandang ke

tempat yang ditentukan.

d. Mengawasi dan membina cara pengangkutan daging.

e. Menyusun laporan pelaksanaan tugas.

b. Sub bagian pemotongan hewan cabang

Kepala sub bagian pemotongan hewan cabang memiliki tugas

pokok melaksanakan dan mengawasi pemotongan hewan di RPH

cabang. Fungsi yang dimiliki oleh kepala sub bagian pemotongan

hewan cabang sama seperti kepala sub bagian pemotongan

hewan pusat, yang membedakan hanya tempat dimana Kasubbag

bertanggung jawab.

25

Page 9: 4. Hasil Dan Pembahasan

6. Bagian Budidaya Hewan Potong

Kepala bagian budidaya hewan potong mempunyai tugas

melaksanakan pengembangan budidaya hewan potong dan usaha

pemasaran di RPH. Kepala bagian budidaya hewan potong memiliki

tugas sebagai berikut:

a. Melaksanakan pengelolaan budidaya hewan potong, dengan

cara pembesaran dan penggemukan

b. Melaksanakan pengadaan pakan hewan bagi hewan potong

c. Memasarkan hasil pemotongan hewan maupun bibit hewan

potong

d. Melaksanakan administrasi sarana produksi dan pemasaran

e. Melaksanakan pengembangan usaha lainnya

f. Menyusun laporan pelaksanaan tugas

Kepala bagian budidaya hewan potong dibantu oleh 2 (dua) sub

bagian yang membantu melaksanakan tugas dan fungsinya, adapun

sub bagian dari budidaya hewan potong adalah:

a. Sub bagian budidaya hewan potong

Kepala sub bagian budidaya hewan potong mempunyai tugas

melaksanakan pengembangan budidaya hewan potong. Sub

bagian budidaya hewan potong memiliki fungsi sebagai berikut:

a. Melaksanakan pembesaran dan penggemukan hewan potong

menurut tata cara dan teknik beternak.

b. Menyediakan pakan yang memenuhi syarat bagi sapi.

c. Melakukan pembibitan sapi potong jenis unggul dengan

inseminasi buatan

d. Mendata, mencatat dan menganalisa kegiatan untuk

pengembangan usaha.

b. Sub bagian usaha dan pemasaran

Fungsi dari Kepala sub bagian usaha dan pemasaran antara lain:

a. Bertanggungjawab atas pengadaan bibit hewan potong sesuai

dengan standar harga dan mutu,

b. Bertanggungjawab atas pengadaan sarana produksi

peralatan, makanan, obat-obatan sesuai dengan standar

harga dan mutu.

26

Page 10: 4. Hasil Dan Pembahasan

c. Memasarkan produk hasil budidaya berupa hewan potong dan

daging menurut harga umum yang berlaku

d. Mendata, mencatat, dan menganalisa kegiatan untuk bahan

pengembangan usaha.

PD. RPH Kota Malang selain manajemen SDM dalam bentuk

struktural organisasi juga memiliki beberapa kebijakan yang termasuk

sebagai sistem manajemen perusahaan. Sistem manajemen yang

dicanangkan oleh RPH Kota Malang antara lain, sistem manajemen

pemeliharaan, sistem Quality Control pada karkas, serta manajemen

kesehatan dan keselamatan kerja.

Manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3) meliputi beberapa

aspek, antara lain standard keselamatan pekerja terutama para pekerja atau

karyawan yang bekerja pada proses produksi atau pemotongan hewan,

pemeriksaan kesehatan kepada para pegawai, dan juga memberikan

asuransi kepada karyawan. Manajemen atau sistem K3 yang dibuat oleh

perusahaan ternyata belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Perlindungan

keselamatan dan kebersihan para pegawai yang bekerja pada proses

produksi sangat minim, padahal RPH memiliki dokumen standard K3 pada

karyawan. Observasi lapang membuktikan, bahwa para karyawan yang

bekerja di malam hari atau pada saat proses produksi hanya menggunakan

sepatu boots karet, kaos dan celana panjang, serta beberapa ada yang

menggunakan masker. Menurut standar K3 dan juga kebersihan tentunya,

seharusnya para pekerja dilengkapi dengan cattlepack atau baju kandang,

masker, penutup kepala, sarung tangan dan juga penutup telinga serta

sepatu boots. Fungsi dari masker dan penutup kepala adalah agar karkas

tidak terkontaminasi oleh bakteri yang ada dari mulut pekerja dan juga agar

tidak ada rambut yang rontok dan mengenai daging, sehingga daging atau

karkas tetap terjaga higienitasnya. Penutup telinga berfungsi untuk

melindungi pendengaran pekerja dari suara-suara yang dapat mengganggu

sistem pendengaran. Cattlepack atau baju pengaman berfungsi untuk

melindungi pekerja dari kontak langsung kulit dengan hewan, dan mencegah

terjadinya penularan virus yang mungkin saja ada di hewan potong tersebut,

selain itu juga mencegah karkas terkontaminasi keringat dari pekerja.

Sarung tangan berfungsi untuk menjaga kualitas karkas agar tidak

terkontaminasi bakteri yang ada pada tangan pekerja. Kelengkapan tersebut

27

Page 11: 4. Hasil Dan Pembahasan

tidak digunakan oleh para pekerja, saat wawancara singkat dengan pekerja

ada berbagai alasan mengapa para pekerja tidak menggunakan

perlengkapan standard tersebut, salah satunya adalah jika menggunakan

cattlepack , sarung tangan, masker dan lainnya dapat mengganggu proses

pekerjaan karena panas ataupun tidak nyaman.

Manajemen K3 lainnya yang tidak kalah penting adalah kualitas

kandang penampungan hewan, baik kandang permanen ataupun kandang

sementara. Kandang sementara yang dimiliki oleh RPH Kota Malang jika

diperhatikan dengan seksama dan mempertimbangkan keamanan, maka

dapat dibilang tidak sepenuhnya layak untuk digunakan. Seperti pada

Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa kondisi kandang sementara sudah tidak

baik, pembatas yang terbuat dari beton sudah terlihat keropos dan besi-

besinya berkarat. Kondisi kandang tersebut tentu saja tidak aman terhadap

keselamatan para pekerja apabila ada sapi yang mengamuk dan kandang

tidak layak, maka akan ada kemungkinan sapi tersebut dapat merusak

kandang dan membahayakan bagi pekerja di RPH maupun lingkungan RPH.

Gambar 4.1 Kandang transit

Selain manajemen K3 pihak RPH juga memiliki sistem manajemen

terhadap proses produksi. Salah satu bidang yang berperan penting pada

proses produksi adalah bidang pemeliharaan. Bidang pemeliharaan

bertanggung jawab terhadap kondisi peralatan-peralatan di RPH. Bidang

pemeliharaan bertugas untuk melakukan pengontrolan kondisi peralatan

setiap harinya, melakukan perbaikan apabila terjadi kerusakan, dan tentu

saja perawatan terhadap seluruh peralatan. Pengecekan dan perawatan

peralatan dilakukan setiap hari pada saat sebelum dan sesudah produksi,

hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada peralatan yang

28

Page 12: 4. Hasil Dan Pembahasan

dapat menyebabkan terganggunya proses pemotongan, sehingga dapat

menimbulkan kerugian pada perusahaan. Bidang pengecekan tentu memiliki

SOP dalam melakukan perawatan terhadap peralatan di RPH, SOP tersebut

harus dipahami oleh seluruh karyawan yang bertugas di bagian produksi

RPH agar semua karyawan dapat menjaga peralatan-peralatan yang ada di

RPH. Kondisi yang terjadi di lapang memang benar bahwa kandang

dibersihkan setiap harinya dengan SOP yang sudah ada, peralatan juga

diberikan pelumas sebelum waktu operasional produksi dan setelah produksi

juga peralatan dibersihkan dengan hati-hati. Akan tetapi, SOP perawatan

tersebut tidak diketahui atau dipahami oleh seluruh karyawan secara baik.

Pengecekan peralatan hanya dilakukan oleh 1 orang pekerja yang

bertanggung jawab setiap harinya terhadap peralatan produksi. Hal ini tentu

sangat tidak efektif, karena jika 1 (satu) orang karyawan tersebut

berhalangan untuk hadir, tidak ada karyawan yang dapat menggantikannya

sehingga kepala bagian pemotongan hewan ataupun kepala sub bagiannya

harus langsung menggantikan tugas karyawan tersebut. Selain tentang

efektivitas pekerja, kondisi peralatan di RPH Kota Malang memang masih

sangat baik, mulai dari katrol, timbangan, meat hook, hingga pisau untuk

memotong hewan.

Manajemen lingkungan yang baik memiliki peranan penting dalam

tercapainya misi dari RPH Kota Malang. Manajemen lingkungan termasuk

didalamnya adalah kebersihan lingkungan RPH, penggunaan energi listrik

dan konsumsi air, higienitas proses produksi dan juga pengelolaan limbah

hasil produksi. Pihak RPH sudah membuat poster-poster atau tata-tertib

yang berlaku tentang kebersihan lingkungan, selain itu juga dalam SOP dari

pihak RPH kandang, tempat pemotongan, dan seluruh sarana prasarana di

RPH dibersihkan setiap hari. SOP tersebut benar dilakukan oleh pihak RPH,

namun ada beberapa kekurangan, misalnya saja pada station pembersihan

karkas, air bekas pembersihan rumen sebaiknya langsung dialirkan ke IPAL

yang ada, akan tetapi ternyata air tersebut didiamkan di kolam dan baru

dibuang setelah akan mencuci rumen yang baru. Penggunaan listrik dan air

di RPH dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu konsumsi untuk kantor dan

konsumsi untuk kandang. Siang hari yaitu pada saat waktu operasional

kantor, listrik hanya bisa di gunakan di kantor dan peneraangan saat siang

hari menggunakan cahaya matahari. Pada malam hari, yaitu pada saat

29

Page 13: 4. Hasil Dan Pembahasan

proses produksi atau pemotongan hewan berlangsung seluruh lampu di

kantor dimatikan, kecuali pada lantai 1 (satu) yaitu ruang kepala bagian

budidaya hewan dan kepala bagian pemotongan hewan. Aliran listrik

dipusatkan pada kandang dan station-station produksi. RPH juga dilengkapi

dengan genset berbahan bakar (gambar 4.2), untuk mencegah terjadinya

pemadaman listrik yang dapat mengganggu berjalannya proses produksi.

Penggunaan air di RPH menggunakan air sumur, RPH memiliki 6 titik galian.

Air yang dipompa ditampung ke 2 tandon air, tandon air yang pertama

digunakan untuk penggunaan air di kantor, sementara tandon air yang kedua

digunakan untuk proses produksi dengan air yang sudah di campur dengan

EM4, tandon air yang kedua berbentuk seperti rumah seperti pada Gambar

4.3. Peneliti melakukan observasi pengecekan kebocoran air ataupun kran di

RPH, menurut pihak RPH apabila ada kebocoran pihak RPH bertindak

segera menanggulangi atau memperbaikinya, melihat kondisi lapang

memang tidak ada keran yang bocor baik di kandang maupun di kantor,

hanya saja terkadang karyawan lupa mematikan kran air yang ada di toilet di

RPH, yang menyebabkan terjadinya pemborosan penggunaan air.

Gambar 4.2 Genset

Gambar 4.3 Bak penampungan air dengan EM4

30

Page 14: 4. Hasil Dan Pembahasan

Rumah Pemotongan Hewan yang baik harus memiliki standard

kualitas terhadap produk yang dihasilkan. Untuk itu RPH Kota Malang

memiliki klinik kesehatan hewan untuk memeriksa kesehatan dan keamanan

dari hewan potong baik sebelum maupun sesudah dipotong. Hal tersebut

bertujuan untuk melindungi masyarakat yang mengkonsumsi karkas dari

penyakit dari hewan yang berbahaya seperti sapi gila. Kualitas hewan dan

daging atau karkas sangat dijaga oleh RPH Kota Malang, sehingga dari

bagian pemotongan hewan akan mengawasi dan mengevaluasi setiap

harinya yaitu berperan sebagai seorang Quality Control (QC).

Sesuai dengan SNI 01-6159-1999 tentang Rumah Pemotongan

Hewan, RPH yang baik harus memiliki sistem Hazard Analysis and Critical

Control Point (HACCP). HACCP merupakan sistem yang digunakan untuk

mengawasi proses untuk mengetahui, mengukur serta mengendalikan

bahaya yang mungkin muncul yang dapat mengganggu kualitas dan

keamanan produk. RPH Kota Malang belum sepenuhnya menerapkan

sistem HACCP pada proses produksi, saat ini RPH Kota Malang hanya

melakukan identifikasi kesehatan dan kualitas pada hewan dan karkas,

sementara pada proses produksi perlu ditentukan titik-titik kritis mana saja

yang dapat menimbulkan bahaya pencemaran pada hewan dan daging.

Proses produksi yang panjang sangat memungkinkan terjadinya

perkembangan bakteri di tempat produksi, untuk itu sangat diperlukan

pengawasan pada titik-titik tertentu produksi atau dalam HACCP disebut titik

kritis untuk tetap menjaga kualitas dari daging sapi potong.

4.3 Proses produksiRPH Kota Malang memiliki proses produksi yang sama seperti RPH

pada umumnya, mulai dari tahap penerimaan hewan potong hingga

pengangkutan daging/karkas. Proses produksi tersebut diatur dalam SNI

yang berlaku untuk RPH, adapun tahapan produksinya adalah sebagai

berikut:

1. Tahap penerimaan hewan potong dan penampungan hewan

Hewan yang diantar dibawa ke pos penjagaan terlebih dahulu untuk

melakukan pendaftaran. Hewan yang diantarkan harus diturunkan

secara hati-hati dari kendaraan agar hewan tidak stress, namun di

RPH Kota Malang penurunan hewan terkadang dilakukan secara

paksa dan akhirnya hewan-hewan pun menjadi stress. Setelah itu,

31

Page 15: 4. Hasil Dan Pembahasan

hewan potong dimasukkan ke dalam kandang permanen (Gambar

4.4). Hewan tersebut diistirahatkan selama 12 jam sebelum dilakukan

pemotongan. Hasil dari observasi lapang menunjukkan bahwa

perlakuan pekerja terhadap hewan-hewan sangat berbeda dengan

SOP yang berlaku, terkadang hewan diturunkan paksa dari truk

dengan cara ditarik ataupun di tendang, sehingga hewan menjadi

stress. Selain itu juga, hewan yang seharusnya diistirahatkan selama

12 jam terkadang sebelum 12 jam sudah langsung dipotong, padahal

tujuan dari pengistirahatan hewan adalah agar darah pada hewan

terkonsentrasi atau berpusat pada peredaran darah besar, sehingga

pada waktu penyembelihan darah hewan dapat lebih cepat keluar

dengan sempurna. Selain diistirahatkan selama 12 jam hewan harus

dipuasakan selama minimal 8 jam, akan tetapi di RPH hewan diberikan

makanan berlebih yang mungkin bertujuan agar hewan tersebut

bobotnya bertambah, padahal dipuasakannya hewan tersebut

bertujuan agar isi perut dapat keluar sempurna, sehingga pada saat

pemotongan tidak terkontaminasi atau terhindar dari bakteri yang

terdapat pada feses hewan.

Gambar 4.4 Kandang Permanen

2. Tahap pemeriksaan ante-mortem

Pemeriksaan ante-mortem dilakukan oleh dokter hewan dan petugas

yang ditunjuk oleh dokter hewan. Pemeriksaan ante-mortem dilakukan

di kandang dengan kemudian diberikan tanda hewan yang telah

diperiksa dan tidak bermasalah, sementara hewan yang sakit harus

masuk ke kandang isolasi dan diobati terlebih dahulu.

32

Page 16: 4. Hasil Dan Pembahasan

3. Persiapan pemotongan

Persiapan dan kebersihan ruang dan peralatan untuk penyembelihan

harus menjadi perhatian utama, termasuk pula kebersihan dari

karyawan yang terlibat dalam proses produksi. Sebelum di potong

hewan diistirahatkan di kandang sementara atau kandang transit

(gambar 4.5) yang berkapasitas 50 hewan, setelah itu hewan yang

akan dipotong ditimbang dan dibersihkan terlebih dahulu kemudian

digiring menuju tempat pemotongan (Gambar 4.6). Kebersihan

merupakan hal yang harus menjadi perhatian utama, akan tetapi

setelah diperhatikan kebanyakan dari para pekerja memakai baju

seadanya, dan tidak menggunakan perlengkapan lain seperti sarung

tangan, masker, dan juga penutup kepala. Hal tersebut sangat tidak

baik, mengingat mudah sekali terjadinya pertukaran bakteri dari para

pekerja dan juga hewan potong. Bukan hanya hewan potong yang

akan terkontaminasi bakteri, kesehatan para pekerjapun bisa saja

akan terganggu akibat dari pertukaran bakteri tersebut. Penggiringan

hewan pada tahap ini pun terkadang dilakukan secara paksa, tidak

jarang hewan ditarik paksa dan ditendang, perlakuan tersebut dapat

membuat hewan stress dan merubah kualitas daging potong nantinya.

Penggiringan dengan metode paksa tersebut memang lebih efisien

dalam penggunaan waktu, namun kualitas dari daging potong juga

harus tetap diperhatikan. Tahap persiapan pemotongan dilakukan di 2

(dua) tempat yaitu pada kandang transit yang memiliki 9 lampu

berkapasitas 40 watt, sehingga listrik yang digunakan adalah 360 watt,

dan menggunakan air untuk mencuci kurang lebih 150 liter/ekor,

sehingga identifikasi munculnya limbah pada proses ini adalah air sisa

pencucian hewan ternak.

Gambar 4.5 kandang transit

33

Page 17: 4. Hasil Dan Pembahasan

Gambar 4.6 Ruang pemotongan

4. Pemotongan

Pelaksanaan pemotongan dilakukan oleh modin atau juru sembelih

yang ditunjuk dan harus dilakukan menurut syariat Islam dengan

membaca basmallah, menghadap kiblat, dan tidak boleh dilakukan

penyiksaan. Setelah hewan benar-benar mati dilakukan pemotongan

kepala dan digantung agar pengeluaran darah sempurna. Namun

pemisahan kepala biasanya dilakukan sebelum hewan benar-benar

mati, dan kepala tergeletak di lantai yang tentu tidak higienis. Jika

sesuai dengan SOP yang berlaku di RPH hewan yang dipotong

seharusnya digantung agar pengeluaran darah sempurna, akan tetapi

di RPH Kota Malang semua hewan yang mati dibiarkan di lantai

seperti terlihat pada Gambar 4.7 dan mungkin saja tercemar oleh

mikroorganisme yang bersifat patogen. Tahap pemotongan dilakukan

di ruang pemotongan yang memiliki 13 buah lampu 40 watt, sehingga

daya listrik yang digunakan adalah sebesar 520 watt, pada tahap ini

digunakan kurang lebih 100liter/ekor. Identifikasi munculnya limbah

pada proses ini adalah air bekas menyiram lantai serta darah sapi

yang berceceran dari sapi yang sudah disembelih sebanyak kurang

lebih 20liter/ekor (Baller et.al,1982).

34

Page 18: 4. Hasil Dan Pembahasan

Gambar 4.7 Kondisi hewan dilantai

5. Tahap pengulitan dan pemotongan daging karkas.

Proses pengulitan dilakukan jika hewan benar-benar mati dan

pengulitan harus dilakukan di atas scradel. Pengulitan harus dilakukan

secara hati-hati agar tidak merusak kulit dan membuang daging sia-

sia. Setelah dikuliti, karkas harus digantung tidak boleh ditaruh di lantai

dan jerohan ditaruh di atas kereta jerohan (Gambar 4.8). Pengulitan

terkadang dilakuan dengan tergesa-gesa sehingga kadang merusak

kulit dan membuang daging sia-sia. Lagi-lagi pada proses produksi

diutamakan efisiensi waktu, namun tidak mempertimbangkan kualitas

produk olahan. Pemotongan daging (Gambar 4.9) dilakukan sesuai

dengan bagian-bagian dari sapi yang akan dipasarkan, pemotongan

daging dilakukan di bagian yang sama dengan tempat pengulitan.

Tahap pengulitan membutuhkan daya listrik sebesar 400 watt pada

ruangan pengulitan, dan dapat diidentifikasi munculnya limbah adalah

air bekas pencucian ruangan dan juga darah dari sapi.

35

Page 19: 4. Hasil Dan Pembahasan

Gambar 4.8 Kereta jeroan

Gambar 4.9 Dapur pemotongan daging

6. Pencucian organ dalam

Organ dalam hewan atau jeroan dikeluarkan secara hati-hati,

kemudian harus dicuci pada air yang mengalir, untuk mencegah

terjadinya pengendapan lemak pada bak pencucian. Jika sesuai

dengan SOP pencucian dilakukan menggunakan air yang mengalir,

akan tetapi kondisi lapang menunjukkan bahwa bak air digunakan

untuk mencuci jeroan dari hewan. Kondisi bak air yang digunakan

dapat dilihat pada Gambar 4.10 dan 4.11, kondisi air tidak mengalir

bahkan cenderung kotor. Input dari proses ini adalah air sebesar

670,11 liter/ekor dan daya listrik sebesar 400watt, sehingga dapat

diidentifikasi munculan limbah adalah berupa air bekas cucian dan

juga darah serta lemak yang berceceran.

36

Page 20: 4. Hasil Dan Pembahasan

Gambar 4.10 bak pencuci jeroan

Gambar 4.11 bak pembilas jeroan

7. Tahap pemeriksaan post-mortem

Pemeriksaan post-mortem dilakukan oleh Dokter hewan, apabila

dinyatakan sehat dan tidak bermasalah diberi stempel dan dapat

dipasarkan, namun apabila mengandung penyakit atau zat yang bisa

membahayakan masyarakat, daging tidak boleh dibawa keluar dari

RPH dan harus dikubur atau dibakar. Daging yang tidak layak

terkadang tidak dimusnahkan, akan tetapi dibagikan kepada para

karyawan yang bekerja pada malam hari, hal ini tentu dapat

membahayakan jika terjadi penularan penyakit pada karyawan yang

mengkonsumsi daging tersebut meskipun biasanya yang dibagikan

adalah yang tidak layak untuk di pasarkan namun dirasa masih aman

untuk dikonsumsi.

37

Page 21: 4. Hasil Dan Pembahasan

8. Pengangkutan hewan karkas

Karkas yang sudah dinyatakan sehat dan tidak bermasalah dibawa

menuju ruang distribusi. Pengangkutan karkas pada RPH Kota Malang

dilakukan dengan mobil box, colt, dan gerobak. Menurut SNI

pengangkutan karkas harus menggunakan mobil box tertutup dan

memiliki pendingin, jika pengangkutan dilakukan dengan

menggunakan alat seperti di RPH Kota Malang dapat memungkinkan

untuk karkas terkontaminasi mikroorganisme dan virus yang ada di

udara yang mungkin berbahaya bagi para konsumen.

9. Pembersihan

Pembersihan tempat produksi dilakukan dengan beberapa cara.

Pembersihan lantai dan dinding menggunakan air bertekanan tinggi

yang sudah dicampur dengan EM4, fungsi dari EM4 sendiri adalah

untuk menghilangkan bau pada kandang. Pembersihan meja

pemotongan dilakukan dengan menggunakan sabun, agar seluruh

lemak dapat terangkat dari meja pemotongan. Pembersihan peralatan

dilakukan menggunakan air hangat, agar lemak dan darah yang

menempel pada peralatan lebih mudah untuk hilang. Air yang

digunakan untuk proses pembersihan kemudian dibuang ke saluran-

saluran pembuangan untuk menuju ke IPAL. Input dari proses

pembersihan tentu saja air untuk membersihkan ruangan, sedangkan

identifikasi munculan limbahnya adalah berupa air, sabun, dan juga

darah sapi.

Proses pemotongan sapi dilakukan setiap hari kecuali hari sabtu,

setiap harinya RPH memotong 30-50 sapi, dan stock hewan didapatkan dari

juragan atau pedagang sapi setiap hari. Jumlah hewan yang ditampung

dapat mencapai 100 ekor hewan perharinya seperti pada Tabel 4.1 berikut

ini.

Tabel 4.1 Stock ternak di RPH beserta jumlah yang dipotong

Tanggal Jumlah stock (ekor) Jumlah hewan di

potong (ekor)

4/4/2015 109 42

5/4/2015 107 38

6/4/2015 113 46

7/4/2015 102 44

38

Page 22: 4. Hasil Dan Pembahasan

8/4/2015 121 49

9/4/2015 98 48

11/4/2015 101 43

12/4/2015 99 37

13/4/2015 119 48

14/4/2015 111 45

15/4/2015 129 49

16/4/2015 102 46

4.4 Penanganan LimbahLimbah yang dihasilkan oleh RPH terdiri dari limbah padat, limbah

cair serta limbah udara. Limbah cair yang dihasilkan oleh RPH antara lain

adalah limbah hasil pembersihan kandang, pencucian sapi, darah, lemak,

dan sanitasi. Limbah padat yang dihasilkan oleh RPH Kota Malang yang

paling banyak adalah limbah kotoran hewan, sedangkan limbah udara

adalah gas dari sapi dan juga bau menyengat dari kandang dan kotoran

sapi.

Penanganan limbah cair di RPH Kota Malang menggunakan instalasi

pengolahan air limbah (IPAL) sederhana yang berupa sistem filtrasi

menggunakan bebatuan dan ijuk (Gambar 4.12). Limbah yang dihasilkan

dari seluruh station yang ada di RPH dialirkan menggunakan saluran-saluran

(Gambar 4.13) menuju ke IPAL yang berada di antara ruang pemotongan

dan ruang pembersihan isi perut/jeroan. Setelah masuk kedalam IPAL filtrasi

tersebut, limbah cair dari outlet (gambar 4.14) langsung dibuang atau

dialirkan ke sungai yang berada tepat dibelakang RPH. Kondisi IPAL dapat

dibilang sudah tidak layak, seperti dapat dilihat pada gambar 4.15. Pihak

RPH tidak melakukan uji kualitas effluen pada IPAL, yang melakukan uji

secara berkala adalah BLH Jawa Timur, pengujian dilakukan setiap 3 bulan

sekali dan jika terjadi masalah maka pihak RPH akan langsung ditegur untuk

segera memperbaiki sistem yang bermasalah. Hasil uji kandungan BOD,

COD dan NH3 dari kandungan limbah di inlet (lampiran 1) dapat dilihat

bahwa kandungan BOD, COD maupun NH3-N dari limbah cair RPH di inlet

sangat jauh melebihi baku mutu limbah RPH, kadar BOD mencapai 1427

mg/L, COD 4030 mg/L, dan NH3-N mencapai 294,4 mg/L, dengan metode

pengolahan limbah cair di RPH yang hanya menggunakan ijuk dan batu kali,

39

Page 23: 4. Hasil Dan Pembahasan

dapat dibilang bahwa pengolahan limbah dengan metode filtrasi tersebut

tidak akan berpengaruh banyak pada penurunan kadar BOD, COD, maupun

NH3-N pada limbah cair dari proses produksi. Penanganan limbah padat di

RPH Kota Malang tidak dilakukan langsung di RPH, pihak RPH hanya

membersihkan kandang dan menampung kotoran sapi di bak besar (gambar

4.16), dan menjualnya ke TPA Supiturang untuk diolah disana dijadikan

pupuk, kompos, dan juga biogas. Bau menyengat yang ditimbulkan oleh

hewan yang berada di RPH Kota Malang memang sangat menyengat, akan

tetapi hal tersebut tidak mendapatkan protes dari masyarakat sekitar,

sehingga pihak RPH merasa bahwa hal tersebut tidak akan mengganggu

jalannya proses produksi, sehingga tidak diperlukan untuk membuat sistem

penanganan polutan udara tersebut.

Gambar 4.12 IPAL

Gambar 4.13 Saluran menuju IPAL

40

Page 24: 4. Hasil Dan Pembahasan

Gambar 4.14 Outlet IPAL

Gambar 4.15 Kondisi IPAL

Gambar 4.16 Bak penampung kotoran sapi

4.5 Analisis Data Hasil observasi di RPH Kota Malang, dapat ditentukan beberapa

variabel internal maupun eksternal yang mempengaruhi penentuan strategi

penerapan produksi bersih yang dapat dilakukan. Tabel 4.2 menunjukkan

41

Page 25: 4. Hasil Dan Pembahasan

variabel dari internal perusahaan yang meliputi sumber daya manusia,

proses produksi, produk, harga, tempat distribusi dan layanan konsumen.

Tabel 4.3 menunjukkan variabel-variabel eksternal dari perusaahan yang

mempengaruhi keadaan perusahaan, variabel eksternal meliputi aspek

ekonomi, sosial, budaya, politik dan kondisi pasar.

Tabel 4.2 Variabel InternalNO. VARIABEL DIMENSI1. Sumber Daya Manusia

(SDM)a. Jumlah Pegawaib. Pendidikanc. Ketersediaan tenaga ahlid. Training atau pelatihane. Koordinasi intern dalam perusahaanf. Insentif, Bonus dan Penghargaang. Pemahaman pegawai terhadap seluruh proses

2. Proses Produksi dan manajemen

a. SOP Proses Produksib. Efektifitas dan efisiensi prosesc. Program pengembangand. Kelengkapan sarana dan prasaranae. Proses remediasi limbahf. Kesehatan dan Keselamatan Kerjag. manajemen pemeliharaan

3. Produk a. Kualitas daging potongb. Kualitas hewanc. Produk sampingan selain dagingd. Produk dari limbah

4. Keuangan a. Biaya operasionalb. Harga jasa penitipan hewanc. Harga jasa pemotongan hewan

5. Sistem Distribusi a. Lokasi operasional perusahaanb. Luas cakupan wilayah distribusic. Kendaraan angkutan distribusi

6. Layanan Konsumen a. Penyelesaian terhadap komplainb. Pelayanan terhadap masukan, kritik, dan saran.c. Pelayanan perawatan hewan ternakd. Pelayanan pemotongan hewan ternake. Akses untuk kritik dan saran

Tabel 4.3 Variabel Eksternal

NO. VARIABEL DIMENSI1. Ekonomi a. Nilai tukar mata uang rupiah

b. Harga bahan bakuc. Harga jual daging potongd. Fluktuasi harga bahan bakare. Tarif dasar listrikf. tarif dasar PDAM

2. Sosial a. Pro-Kontra masyarakat terhadap keberadaan RPH

42

Page 26: 4. Hasil Dan Pembahasan

b. Dampak limbah RPH terhadap lingkungan masyarakat.c. Pemanfaatan petani rumput untuk pakan ternakd. Perubahan gaya hidup masyarakate. pertumbuhan pendudukf. urbanisasi

3. Budaya a. Budaya konsumtif masyarakat terhadap daging.

4. Politik a. Kebijakan pemerintah tentang standar kualitas daging Sapi dan Hewan ternakb. stabilitas politik nasionalc. Regulasi perdagangan dalam dan luar negerid. AEC

5. Pasar a. Persaingan dengan RPH lainb. Ancaman pendatang baruc. Ancaman turunnya minat masyarakat terhadap daging sapid. Kebutuhan pasare. ancaman produk pengganti

Tahap selanjutnya setelah menentukan variabel-variabel tersebut,

dilakukan pengelompokan variabel berdasarkan klasifikasi variabel tersebut,

apakah merupakan kekuatan, kelemahan, peluang, atau ancaman.

Pengelompokan variabel seperti pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Pengelompokan SWOT

NO. Variabel Dimensi

1.

2.

3.

4.

5.

STRENGHTSDM

Proses Produksi

Produk

Keuangan

Tempat distribusi

a. Koordinasi intern dalam perusahaanb. Insentif, bonus dan penghargaanc. Pemahaman pegawai terhadap seluruh proses.

a. SOP Proses produksib. Program pengembanganc. Kelengkapan sarana dan prasaranad. Manajemen pemeliharaane. Penggunaan listrik dan air

a. Kualitas daging potongb. Kualitas hewanc. Produk sampingan selain daging

a. Harga jasa penitipan hewanb. Biaya operasionalc. Harga jasa pemotongan hewan

a. Lokasi operasional perusahaanb. Luas cakupan wilayah distribusi

43

Page 27: 4. Hasil Dan Pembahasan

6. Layanan konsumen a. Pelayanan perawatan hewan ternakb. Pelayanan pemotongan hewan ternakc. Pelayanan terhadap masukan, kritik dan saran

1.

2.

3.

4.

5.

WeaknessSDM

Proses produksi

Produk

Sistem Distribusi

Layanan konsumen

a. Jumlah pegawaib. Pendidikan Pegawaic. Ketersediaan tenaga ahlid. Training atau pelatihan

a. Efektivitas dan efisiensi prosesb. proses remediasi limbahc. Kesehatan dan Keselamatan kerja

a. Produk dari limbah

a. kendaraan angkutan distribusi

a. Penyelesaian terhadap komplainb. akses untuk kritik dans saran

1.

2.

3.

4.

5.

OpportunitiesEkonomi

Sosial

Budaya

Politik

Pasar

a. Harga bahan bakub. Harga jual daging potongc. Tarif dasar PDAM

a. pemanfaatan petani rumput untuk pakan ternakb. Pertumbuhan pendudukc. Urbanisasi

a. budaya konsumtif masyarakat terhadap daging

a. regulasi perdagangan dalam dan luar negerib. AEC

a. Kebutuhan Pasar

1.

2.

3.

THREATEkonomi

Sosial

Politik

a. nilai tukar mata uang rupiahb. fluktuasi harga bahan bakarc. Tarif dasar listrik

a. pro-kontra masyarakat terhadap keberadaan RPHb. dampak limbah RPH terhadap lingkungan masyarakatc. Perubahan gaya hidup masyarakat

a. kebijakan pemerintah tentang standar kualitas daging sapi dan hewan ternak

44

Page 28: 4. Hasil Dan Pembahasan

4 Pasar

b. stabilitas politik nasional

a. persaingan dengan RPH lainb. ancaman pendatang baruc. ancaman turunnya minat masyarakatd. ancaman produk pengganti

Setelah melakukan pengelompokan variabel, tahap selanjutnya

adalah penentuan bobot tiap variabel. Pembobotan dilakukan peneliti

bersama dengan Kepala Bagian Adiministrasi Umum yaitu Pak Didi. Bobot

tiap variabel menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel tersebut

terhadap kondisi perusahaan, bobot tersebut berkisar antara 0,00 (tidak

berpengaruh) hingga 1,00 (sangat berpengaruh). Pembobotan dilakukan

dengan mempertimbangkan berbagai kondisi yang ada di RPH Kota Malang.

Untuk mencegah subjektifitas, maka pembobotan dilakukan oleh peneliti dan

juga pihak dari RPH. Pembobotan harus dilakukan secara berhati-hati,

karena akan berpengaruh terhadap hasil akhir dari analisa strategi.

Selanjutnya dilakukan penyebaran kuesionair untuk 3 orang

responden, yaitu Kepala Bagian Budidaya Hewan, Kepala Bagian

Pemotongan Hewan, dan Kepala Bagian Umum PD RPH Kota Malang,

penyebaran kuesioner ini berfungsi untuk menentukan rating atau skala dari

setiap variabel. Penyebaran kuesioner dilakukan kepada 3 responden agar

dapat diketahui rata-rata dari skala yang diberikan oleh ke 3 orang

responden, dan mencegah penilaian secara subjektif. Nilai dari skala

berkisar antara 1 – 4, dengan nilai 4 yaitu sangat penting dan 1 yaitu tidak

penting. Berikut ini hasil dari penyebaran kuesionair dan perhitungan rata-

rata rating yang diberikan, dapat dilihat lampiran 2.

Tahap selanjutnya yaitu menentukan faktor-faktor kekuatan,

kelemahan, peluang, dan ancaman apa saja yang memiliki nilai rata-rata

rating tertinggi yang artinya dianggap paling penting, untuk mengetahui skala

prioritas dalam perumusan strategi. Masing-masing dari tiap faktor harus

disamakan jumlahnya, dalam hal ini peneliti mengambil masing-masing 5

faktor yang memiliki nilai rata-rata tertinggi untuk dijadikan skala prioritas.

Untuk analisis internal variabel dengan nilai rata-rata tertinggi untuk

kekuatan dari RPH antara lain SOP proses produksi, kelengkapan sarana

dan prasarana, manajemen pemeliharaan, kualitas daging potong, dan

kualitas hewan. Kelemahan dari RPH antara lain, kekurangan jumlah

pegawai, proses yang kurang efektif dan efisien, pengolahan limbah tidak

45

Page 29: 4. Hasil Dan Pembahasan

maksimal, SOP tentang K3 tidak dijalankan dengan baik, dan juga

kendaraan distribusi tidak sesuai SNI. Setelah dilakukan skala prioritas,

maka dihitung skor dari masing-masing variabel yaitu perkalian antara bobot

dengan skala, untuk strengh atau kekuatan skornya bernilai positif (+)

sementara untuk weakness atau kelemahan skornya bernilai negatif (-), hasil

perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 perhitungan skor faktor SW

VARIABELbobot 

Skala 

 Skor 

STRENGHTSOP Proses Produksi 0.07 4 0.28Kelengkapan sarana dan prasarana 0.07 4 0.28Manajemen pemeliharaan 0.07 3.666667 0.256667Kualitas daging potong 0.09 4 0.36Kualitas hewan 0.09 4 0.36

1.536667WEAKNESS    Kekurangan jumlah pegawai 0.03 2 -0.06Proses yang kurang efektif dan efisien 0.05 3 -0.15Pengolahan limbah tidak maksimal 0.05 3 -0.15SOP tentang K3 tidak dijalankan dengan baik 0.05 3 -0.15Kendaraan angkutan distribusi tidak sesuai SNI 0.03 2.666667 -0.08      -0.59

Perhitungan skor untuk analisis eksternal memiliki tahapan yang

sama dengan analisis internal. Untuk peluang atau opportunities bernilai

positif (+) dan untuk ancaman atau threat bernilai negatif (-). Hasil

perhitungan untuk analisis kondisi eksternal dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Perhitungan Skor faktor OT

VARIABELBobot

Rating rata-rata Skor

 OPPORTUNITIES Harga bahan baku 0.03 3.66667 0.11Harga jual daging potong 0.03 4 0.12Pemanfaatan petani rumput untuk pakan ternak 0.05 3.33333 0.16667Budaya konsumtif masyarakat terhadap daging 0.03 3 0.09Kebutuhan Pasar 0.1 3.66667 0.36667      0.85333THREAT

46

Page 30: 4. Hasil Dan Pembahasan

Nilai tukar mata uang rupiah 0.06 3 -0.18Fluktuasi harga bahan bakar 0.1 3.66667 -0.3667Perubahan gaya hidup masyarakat 0.05 3 -0.15Stabilitas politik nasional 0.06 3 -0.18Ancaman turunnya minat masyarakat 0.04 3 -0.12      -0.9967

Setelah mendapatkan skor, maka skor dari masing-masing faktor di

total untuk mendapatkan strenght posture dan competitive posture. Dari hasil

penjumlahan didapatkan skor total dari kekuatan adalah 1.536667,

kelemahan -0.59, peluang 0.85333, dan ancaman -0.9967. Strenght posture

didapat dari penjumlahan antara kekuatan dan kelemahan, competitive

posture didapatkan dari penjumlahan antara peluang dan ancaman. Hasil

perhitungan dari strenght posture adalah sebesar 0.946667 dan dari

competitive posture adalah sebesar -0.14333. Strenght posture kemudian

menjadi sumbu X dan competitive posture menjadi sumbu Y dalam

grafik/matriks SWOT (Grafik 4.1).

-1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2

-1.5

-1

-0.5

0

0.5

1

SWOTPosisi Existing

Grafik 4.1 kondisi existing RPH Kota Malang

Dapat dilihat pada Grafik 4.1 bahwa kondisi RPH saat ini berada di

kuadran II yaitu dimana kuadran II merupakan posisi dimana RPH sedang

berada di posisi yang baik akan tetapi akan menghadapi banyak tantangan

besar kedepannya. Strategi yang paling tepat untuk dilakukan ketika suatu

perusahaan berada di kuadran II adalah strategi diversifikasi, yaitu strategi

pengembangan produk untuk meningkatkan daya saing eksternal, serta

memperbanyak strategi taktis yang dilakukan terutama dalam langkah-

47

Page 31: 4. Hasil Dan Pembahasan

langkah pembenahan internal perusahaan yang akan berpengaruh terhadap

kesiapan RPH dalam menghadapi tantangan yang berasal dari eksternal.

4.6 Rekomendasi StrategiSetelah melakukan analisa kondisi saat ini di RPH Kota Malang,

dapat diketahui bahwa RPH Kota Malang perlu melaksanakan beberapa

perbaikan dalam rangka penerapan produksi bersih. Dari hasil analisis

SWOT diketahui bahwa strategi yang dapat digunakan dalam kondisi RPH

saat ini adalah strategi diversifikasi. Untuk itu penulis memberikan beberapa

rekomendasi yang dapat dilakukan untuk perbaikan di RPH Kota Malang.

Strategi tersebut antara lain:

1. Menerapkan sistem screening awal dan evaluasi lingkungan.

Strategi ini merupakan strategi yang paling sederhana, jika dapat

diterapkan akan memperbaiki kondisi lingkungan dan proses produksi

lebih ramah lingkungan. Beberapa opsi yang dapat dilakukan dalam

penerapan strategi ini adalah, melakukan standarisasi pakaian tenaga

kerja, termasuk masker, sepatu, dan perlengkapan lainnya untuk

mencegah pertukaran bakteri, memberikan pengarahan terhadap

pekerja tentang pentingnya menjaga kebersihan pada proses produksi

karena mempengaruhi mutu daging, membuat SOP produksi untuk

memudahkan pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya, menjaga

kebersihan ruang produksi, membersihkan seluruh peralatan langsung

saat selesai digunakan agar lemak dan darah tidak sulit dibersihkan dari

peralatan.

2. Memanfaatkan limbah padat untuk pembuatan pupuk kandang dan

biogas.

RPH Kota Malang setiap harinya menampung lebih dari 100 sapi

di kandang permanen, kotoran yang dihasilkan oleh sapi dapat

dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk kandang ataupun biogas. Selama

ini pembuatan pupuk, kompos, dan biogas dilakukan oleh pihak ketiga

yaitu diberikan ke TPA Supiturang. Jika pihak RPH mau mengelolanya

sendiri maka keuntungan dari penjualan pupuk kandang akan

menambah pemasukan untuk pihak RPH. Keuntungan pihak RPH

menjual pupuk kandang akan lebih besar daripada sekedar menjual

kotoran sapi ke pihak ketiga. Selain itu jika RPH memanfaatkan kotoran

sapi untuk membuat biogas dengan pembuatan digester plant sendiri

48

Page 32: 4. Hasil Dan Pembahasan

maka keuntungan yang dapat diperoleh oleh pihak RPH juga akan

meningkat. Setiap satu ekor sapi menghasilkan kurang lebih 2 m3

biogas perhari, jika rata-ratas stok sapi di RPH Kota Malang mencapai

100 ekor/hari maka dapat diperoleh:

Produksi biogas = 100 ekor/hari x 2 m3/hari

= 200 m3/hari

Menurut Padmono dan Mulyanto (1995), kadar metan yang dihasilkan

adalah 60%, maka potensi biogas yang dapat digunakan untuk

mengasilkan listrik adalah 120 m3/hari. Estimasi pembuatan biodigester

plant menurut departemen Pertanian (2010) adalah Rp 100.000.000,-

dari literatur tentang pembuatan teknologi biogas di indonesia, modal

kerja operasional biogas termasuk modal kerja generator listrik dengan

berbahan bakar solar untuk membangkitkan daya listrik 2500 watt,

dengan konsumsi solar 100mL/jam dan 0,39m3 biogas/kWh (Widodo,

T.W dari Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong).

Kebutuhan listrik untuk penerangan kandang RPH Kota Malang adalah

sebesar 135 kWh (Data RPH Kota Malang, 2015) dan dinyalakan mulai

pukul 18.00 WIB – 06.00 WIB. Pembuatan biodigester oleh RPH sendiri

akan memberikan penghematan terutama pada penggunaan listrik untuk

keperluan kandang hewan.

3. Merapihkan lagi sistem manajemen K3.

Salah satu kelemahan yang dimiliki oleh PD. RPH Kota Malang

adalah pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. K3

merupakan aspek yang sangat penting dalam industri apapun, untuk

mencapai kualitas RPH yang maksimal maka perlu dilakukan lagi

perapihan sistem manajemen K3. Aspek yang perlu diperhatikan antara

lain yaitu keamanan dan keselamatan pekerja, maka perlu diberlakukan

standarisasi kerapihan atau pakaian dan perlengkapan pekerja dalam

proses produksi, perbaikan kandang transit untuk mencegah terjadinya

hal-hal yang tidak diinginkan, serta mencegah rusaknya sarana dan

prasarana yang ada di RPH Kota Malang. Penggunaan cattlepack untuk

pekerja di lapangan akan mejadi salah satu tindakan preventif atau

pencegahan, yang nantinya akan lebih hemat jika para pekerja

disediakan cattlepack dan perlengkapan lainnya daripada harus

membiayai pekerja untuk pengobatan apabila sakit.

49

Page 33: 4. Hasil Dan Pembahasan

4. Menerapkan sistem HACCP

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa sistem HACCP

sangat penting untuk diterapkan di RPH, sehingga untuk memiliki daya

saing yang lebih dibandingkan dengan RPH lainnya PD RPH Kota

Malang harus mulai menerapkan sistem HACCP, karena untuk

mencapai standar internasional salah satu syaratnya adalah memiliki

sistem HACCP dalam perusahaan. Selain itu juga sistem HACCP dapat

menjadi salah satu metode untuk strategi pencegahan terjadinya bahaya

yang dapat merugikan berbagai pihak, sehingga dibutuhkan perbaikan

dan implementasi sistem HACCP di RPH Kota Malang.

5. Re-design IPAL

IPAL yang dimiliki oleh RPH Kota Malang sangat sederhana,

yaitu hanya dengan proses filtrasi oleh ijuk dan bebatuan, sehingga

dirasa perlu untuk mendesain ulang IPAL agar limbah cair yang

dihasilkan oleh proses produksi dapat diolah dengan maksimal hingga

menghasilkan air yang aman untuk dibuang ke sungai maupun diolah

lagi untuk menjadi air baku. Pihak RPH juga harus memiliki hasil analisis

limbah yang dihasilkan, agar dapat menjadi salah satu pertimbangan

evaluasi IPAL untuk melakukan re-design IPAL.

6. Pelatihan tenaga kerja atau penambahan tenaga kerja

Permasalahan yang dihadapi oleh RPH Kota Malang salah

satunya adalah tenaga kerja yang minim, saat proses produksi tenaga

kerja yang ada di jam operasional hanya 12 orang untuk mengerjakan

seluruh proses produksi mulai dari persiapan hingga pembersihan

kandang, hal tersebut sangat tidak efisien dan membuat para pekerja

harus bekerja dengan terlalu berat. Untuk itu salah satu strategi yang

dapat diterapkan oleh RPH Kota Malang adalah melakukan

penambahan tenaga kerja dan juga pelatihan tenaga kerja terutama

masalah SOP Proses produksi dan manajemen lingkungan. Sehingga

nantinya PD. RPH Kota Malang mampu meningkatkan produktivitasnya

dan mampu menjadi RPH berdaya saing nasional maupun internasional.

50