Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

6
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Pengamatan Parameter Pengamatan Sampel 150°C (391) Tanpa glukosa, 150°C (592) 120°C (473) Aroma Kacang dan mentega kuat Butter, kacang dan gula tapi tidak terlalu kuat Aroma gula hingga tidak beraroma Warna Kuning cerah Putih pucat, buram Kuning tidak rata Rasa Dominan butter Sangat manis Butter dan gula seimbang Daya Patah/ Retak Mudah patah Rapuh Tidak retak (lembek) 4.2 Pembahasan Praktikum pembuatan brittle candy dengan perlakuan suhu pemanasan yang berbeda dilakukan uji sensosris deskriptif oleh panelis tidak terlatih sebanyak 22 orang. Adapun parameter yang diujikan meliputi tekstur, warna, rasa dan aroma brittle candy. 4.1.1 Aroma Aroma merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk, sebab sebelum dimakan. Menurut Winarno (2002),

description

paper

Transcript of Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

Page 1: Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Parameter Pengamatan

Sampel

150°C (391) Tanpa glukosa, 150°C (592) 120°C (473)

Aroma Kacang dan mentega kuat

Butter, kacang dan gula tapi tidak terlalu kuat

Aroma gula hingga tidak

beraroma

Warna Kuning cerah Putih pucat, buram Kuning tidak rata

Rasa Dominan butter Sangat manis Butter dan gula

seimbang

Daya Patah/ Retak Mudah patah Rapuh Tidak retak

(lembek)

4.2 Pembahasan

Praktikum pembuatan brittle candy dengan perlakuan suhu pemanasan yang

berbeda dilakukan uji sensosris deskriptif oleh panelis tidak terlatih sebanyak 22

orang. Adapun parameter yang diujikan meliputi tekstur, warna, rasa dan aroma

brittle candy.

4.1.1 Aroma

Aroma merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan tingkat

penerimaan konsumen terhadap suatu produk, sebab sebelum dimakan. Menurut

Winarno (2002), bahwa aroma yang enak dapat menarik perhatian konsumen dan

kemungkinan besar memiliki rasa yang enak pula sehingga konsumen lebih

cenderung menyukai makanan dari aromanya.

Berdasarkan data hasil uji sensoris yang diperoleh bahwa brittle candy

dengan perlakuan pemanasan suhu 150°C dengan glukosa memmpunyai aroma

kacang dan butter yang kuat, pada perlakuan pemanansan suhu 150°C tanpa glukosa

memiliki aroma butter, gula dan kacang yang tidak terlalu kuat dan pada perlakuan

Page 2: Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

pemanasan suhu 120°C aroma gula tidak begitu menyengat seperti kedua perlakuan

lainnya. Adanya aroma yang timbul pada brittle candy hal ini karena adanya proses

karamelisasi selama proses pemanasan berlangsung. Sedangkan pada perlakuan

pemanasan dengan suhu 120°C aroma gula cenderung sangat rendah, hal ini karena

suhu yang digunakan lebih rendah. Sukrosa dalam gula belum melebur secara

sempurna. Menurut Winarno (1992) titik lebur sukrosa pada adalah 160°C.

Karamelisasi sukrosa memberikan kontribusi pada aroma dan warna coklat (gelap)

yang menghasilkan senyawa maltol dan isomaltol yang memiliki aroma kuat dan rasa

yang manis (Tjahjaningsih, 1996 dalam Harun dkk., 2013).

4.1.2 Rasa

Rasa merupakan atribut sensori yang tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan cita rasa

produk pangan. Rasa adalah sensasi yang diterima oleh alat pengecap kita yang

berada dirongga mulut. Rasa ditimbulkan oleh senyawa yang larut dalam air yang

berinteraksi dengan reseptor pada lidah dan indera perasa (trigeminal) pada rongga

mulut (Soekarto,1985). Menurut Winarno (1997), rasa dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa

yang lain. Berdasarkan hasil uji organoleptik yang telah diperoleh bahwa brittle

candy dengan pemanasan 150 °C dengan menggunakan sirup glukosa dan tanpa

sirup glukosa serta pemanasan suhu 120°C masing-masing memiliki rasa yang

berbeda berturut-turut yakni dominan butter, sangat manis dan butter dan gula

seimbang. Dapat diketahui bahwa pada suhu yang sama yakni 150°C memiliki rasa

yang dominan butter dengan penmabahan sirup glukosa dan sangat manis tanpa

penambahan sirup glukosa. Hal ini karena pada perlakuan tanpa sirup gukosa

konsentrasi gula Kristal putih lebih tinggi daripada dengan sirup glukosa. Menurut

Hidayat dan Ikarisztiana (2004) menyatakan bahwa sirup glukosa digunakan untuk

memberikan flavor tambahan. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa

dengan ditambahkan glukosa akan memperbaiki flavor dari brittle, dan perbaikan

flavor tersebut ditandai dengan rasa dominan butter dari brittle. Namun pada

perlakuan pemanasan dengan suhu 120°C memiliki rasa butter dan gula seimbang hal

Page 3: Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

ini karena adanya pemanasan suhu yang lebih rendah. Selain itu proses karamelisasi

yang terjadi juga dipengaruhi oleh suhu pemanasan yang digunakan. Menurut

penilaian panelis dari ketiga sampel, yang memiliki rasa lebih enak terdapat pada

sampel pertama dengan rasa yang dominan adalah butter.

4.1.3 Warna

Berdasarkan pengamatan melalui uji organoleptik yang telah dilakukan

didapatkan bahwa pada suhu 150°C dengan penambahan sirup slukosa dan tanpa

sirup glukosa serta pemanasan dnegan suhu 120°C masing-masing memiliki warna

yang berbeda berturut-turut yakni kuning cerah, putih pucat buram dan kuning tidak

rata. Dari data tersebut dapat diketahui hal utama yang menyebabkan perbedaan pada

warna brittle candy adalah suhu pemanasan. Hal ini karena suhu pemanasan pada

proses pembuatan permen sangat mempengatuhi daya larut gula seama roses

pemanansan berlangsung. Menuruut Buckle dkk., (1987), sari buah harus dikentalkan

dengan cepat sampai pada titik kritis bagi pembentukan gel dan sistem pektin-gula-

asam. Pendidihan yang terlalu lama tidak hanya menyebabkan hidrolisis pektin dan

penguapan dari asam, tetapi juga menyebabkan kehilangan cita rasa dan warna.

Beradasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya suhu

berpengaruh signifikan terhadap warna yang terbentuk hal ini juga terkait proses

karamelisasi gula yang sedang berlangsung. Proses karamelisasi optimal terjadi

apabila suhu optimal tercapai.

Menurut Winarno (1997), karamelisasi disebabkan oleh reaksi gula pereduksi

dengan gugus amina primer atau pemakaian suhu tinggi pada sukrosa. Dalam brittle,

suhu pemasakan yang tinggi menyebabkan terjadinya sebagian karamelisasi gula,

menghasilkan warna coklat khas dan flavor mirip karamel. Senyawa-senyawa hasil

karamelisasi dapat berperan dalam mencegah kristalisasi gula.

4.1.4 Tekstur (Daya Patah atau Retak)

Berdasarkan pengamatan melalui uji organoleptik yang telah dilakukan

didapatkan bahwa pada suhu 150°C dengan penambahan sirup slukosa dan tanpa

sirup glukosa serta pemanasan dnegan suhu 120°C masing-masing memiliki tekstur

Page 4: Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

yang berbeda-beda berturut mudah patah, rapuh dan sticky (lengket) atau lembek.

Faktor utama yang menyebabkan perbedaan tekstur yang dihasilkan adalah suhu

pemanasan pada proses pembuatan brittle candy.

Tekstur keras sangat dipengaruhi oleh penambahan gula dan suhu yang

digunakan. Semakin besar konsentrasi gula yang ditambahkan maka reaksi

karamelisasi akan tercapai. Semakin tinggi suhu maka banyak air yang diuapkan

sehingga konsentrasi gula semakin pekat menyebabkan tekstur permen yang keras,

rapuh, dan mudah retak(Moore dan Dial, 1997).

Sementara pada perlakuan pemanasan dengan suhu 120°C mempunyai tekstur

yang lengket dan alot ketika dikunyah (menempel di gigi). Menurut litelatur lengket

pada permen hard candy dikarenakan adonan akan mengalami lewat jenuh sehingga

karbohidrat pada gula tidak stabil.