BAB 4

18
BAB IV PEMBAHASAN An. S umur 19 tahun Sdr S mengalami kecelakaan lalu lintas sekitar 3 jam smrs, ditabrak mobil ketika berjalan kaki. Pasien sempat tidak sadarkan diri, muntah sebanyak 7 kali, terdapat perdarahan dari hidung, tidak ada perdarahan dari teliga, mata tidak kebiruan. Dari pemeriksaan fisik diketahui Keadaan umum : Gelisah GCS E2M4V2 , pupil 5mm/ 2mm dengan refleks minimal. Tanda vital Tekanan Darah: 150/80 mmHg, HR : 56 kali per menit, RR: 20 kali per menit, Suhu: 35.6˚ C, denga Berat Badan Perkiraan 50 kg. Tidak didapatkan jejas ataupun deformitas baik di regio kepala maupun abdomen sehingga dilakukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut. Hasil brain CT- Scan tanpa kontras menunjukkan adanya fraktur di bagian temporal dekstra dengan adanya perdarahan epidural dengan perkiraan volume 90 cc yang membentang pada area parieto temporal dan pergeseran midline shift > 1 cm. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dengan jumlah leukosit 20.300. Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya, tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita seperti adanya, akan

description

epidural hematoma

Transcript of BAB 4

Page 1: BAB 4

BAB IV

PEMBAHASAN

An. S umur 19 tahun Sdr S mengalami kecelakaan lalu lintas sekitar 3 jam

smrs, ditabrak mobil ketika berjalan kaki. Pasien sempat tidak sadarkan diri,

muntah sebanyak 7 kali, terdapat perdarahan dari hidung, tidak ada perdarahan

dari teliga, mata tidak kebiruan. Dari pemeriksaan fisik diketahui Keadaan

umum : Gelisah GCS E2M4V2 , pupil 5mm/ 2mm dengan refleks minimal. Tanda

vital Tekanan Darah: 150/80 mmHg, HR : 56 kali per menit, RR: 20 kali per

menit, Suhu: 35.6˚ C, denga Berat Badan Perkiraan 50 kg. Tidak didapatkan jejas

ataupun deformitas baik di regio kepala maupun abdomen sehingga dilakukan

pemeriksaan penunjang lebih lanjut.

Hasil brain CT- Scan tanpa kontras menunjukkan adanya fraktur di bagian

temporal dekstra dengan adanya perdarahan epidural dengan perkiraan volume 90

cc yang membentang pada area parieto temporal dan pergeseran midline shift > 1

cm. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dengan

jumlah leukosit 20.300.

Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang

membungkusnya, tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita

seperti adanya, akan mudah sekali  terkena cedera dan mengalami kerusakan.

Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat di perbaiki lagi. Cedera kepala dapat

mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian masalah merupakan

akibat langsung dari cedera kepala. Efek-efek ini harus dihindari dan di temukan

secepatnya dari tim medis untuk menghindari rangkaian kejadian yang

menimbulkan gangguan mental dan fisik dan bahkan kematian.(1)

Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak

memungkinkan perluasan intracranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding

atau tabula yang di pisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar di sebit tabula

eksterna, dan dinding bagian dalam di sebut tabula interna. Struktur demikian

memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang

Page 2: BAB 4

lebih ringan . tabula interna mengandung alur-alur yang berisiskan arteria

meningea anterior, media, dan p0osterior. Apabila fraktur tulang tengkorak

menyebabkan tekopyaknya salah satu dari artery-artery ini, perdarahan arterial

yang di akibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat manimbulkan

akibat yang fatal kecuali  bila di temukan dan diobati dengan segera.

Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges

adalah dura mater, arachnoid, dan pia mater (1)

1. Dura mater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua

lapisan:

Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh

periosteum yang membungkus dalam calvaria

Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang

kuat yang berlanjut terus di foramen mágnum dengan dura mater

spinalis yang membungkus medulla spinalis

2. Arachnoidea mater cranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang laba-

laba

3. Pia mater cranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak

pembuluh darah.

Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan

dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu

cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur

tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah

frontal atau oksipital.(8)

Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen

spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.

Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma

akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom

bertambah besar. (8)

Page 3: BAB 4

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada

lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian

medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini

menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim

medis.(1)

Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation

retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini

terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini

mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan

kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan

respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda

babinski positif.(1)

Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan

terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar.

Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan

deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.(1)

Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus

keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur

mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu

beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat,

kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran

ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid.

Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural

hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat

atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval

karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase

sadar. (8)

Sumber perdarahan : (8)

Page 4: BAB 4

Artery meningea ( lucid interval : 2 – 3 jam )

Sinus duramatis

Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a.

diploica dan vena   diploica

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf

karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura

sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi

trans dan infra tentorial.

Diambil kesimpulan bahwa pasien ini memiliki status ASA IIIE dan harus

dilakukan kraniotomi. Indikasi kraniotomi Volume hamatom > 30 ml

( kepustakaan lain > 44 ml), Keadaan pasien memburuk, dan Pendorongan garis

tengah > 3 mm.

Kraniotomi adalah mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan

untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial. Prosedur ini dilakukan

untuk meghilangkan tumor, mengurangi tekanan intakranial, mengevaluasi

bekuan darah dan mengontrol hemoeragi.

Sebelum operasi ini dilakukan pasien harus mendapatkan anestesi yang

adekuat agar selama operasi rasa nyeri dan gelisah yang ditimbulkan tidak

terjadi.

Jenis anestesi yang digunakan adalah anestesi umum. Teknik Anestesi

Intubasi, OPA 9 mm , ET ϕ 7.5, Semi-Closed, Ventilator (Volume Control)

dengan volume tidal 350 ml. Obat-obatan :Ondansetron 4mg/2cc, Midazolam

3.5mg/3.5cc, Efedrin 10mg/cc, Fentanil 0.05mg/2cc, Ketolorac 30mg/cc,

Tramadol 100mg/2cc, Propofol 100mg/10cc, dan Atrakurium 50mg/5cc.

Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral

disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible.

Anestesi memungkinkan pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan

menimbulkan sakit yang tak tertahankan, mempotensiasi eksaserbasi fisiologis

yang ekstrim, dan menghasilkan kenangan yang tidak menyenangkan.

Page 5: BAB 4

Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai

dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen

anestesi yang ideal (trias anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi

otot. Praktek anestesi umum juga termasuk mengendalikan pernapasan,

pemantauan fungsi-fungsi vital tubuh selama prosedur anestesi. Tahapannya

mencakup induksi, maintenance, dan pemulihan.

Dilakukan induksi anestesi dan pemeliharaan. Untuk persiapan

induksi anestesi diperlukan ‘STATICS’:

S : Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.

Laringo-Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai

dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.

T : Tube Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon

(cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).

A : Airway Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa

hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk

menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga

supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.

T : Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau

tercabut.

I : Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic

(kabel) yang mudah dibengkokan untuk pemandu

supaya pipa trakea mudah dimasukkan.

C : Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia

S : Suction penyedot lender, ludah danlain-lainnya.

Dalam kasus ini digunakan induksi intravena. Paling banyak dikerjakan dan

digemari. Indksi intravena dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut

dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan dalam kecepatan antara 30-60 detik.

Page 6: BAB 4

Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harsu diawasi

dan selalu diberikan oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.

Obat-obat induksi intravena:

1. Benzodiazepine. Diazepam dan midazolam mungkin dapat berguna baink

untuk sedasi maupun untuk induksi anestesia karen aboat ini memiliki

minimal efek pada hemodinamik. Diazepam, 0,1-0,2 mg/kg, dapat

diberikan untuk menginduksi anestesia dan dapat diulangi jika perlu,

sampai batas 0,3-0,6 mg/kg. Midazolam, 0,2 mg/kg, dapat digunakan

untuk induksi dan dapat diulangi bila perlu

2. Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic

dengan kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan intravena sering

menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan

lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg,

dosis rumatan untuk anestesia intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis

sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. pengenceran hanya boleh

dengan dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada

wanita hamil.

3. Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) Diberikan dosis tinggi.

Tidak menggaggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk

induksi pasien dengan kelianan jantung. Untuk anestesia opioid digunakan

fentanil dosis 20-50 mg/kg dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.

4. Muscle relaxant yang adekuat memfasilitasi mekanikal ventilasi dan

mengurangi ICP.

a. Vecironium memiliki minimal ataupun tanpa efek pada ICP,

tekanan darah, atau denyut jantung dan efektif pada pasien dengan

trauma kepala. Obat ini memiliki inisial dosis yaitu 0,08-0,1 mg/kg

diikuti pemberian infus 1-1,7 mcg/kg/menit

b. Pancuronium tidak menimbulkan peningkatan ICP tapi dapat

menimbulkan hipertensi dan takikardia karena efek vagolitiknya,

oleh karena itu dapat meningkatkan resiko pada pasien.

Page 7: BAB 4

c. Atracurium tidak memiliki efek pada ICP. Karena onsetnya yang

cepat dan durasi yang pendek, dosis bolus 0,5-0,6 mg/kg diikuti

dengan pemberian melalui infus 4-10 mcg/kg/menit diberikan

dengan monitoring dari neuromuskular blok.

d. Rocuronium berguna saat intubasi karena efeknya yang cepat dan

sedikit efek pada intrakranial. Untuk mempertahankan, obat

dengan durasi lebih lama dibutuhkan.

Untuk pemeliharaan digunakan obat anestetik inhalasi. Berikut beberapa

pertimbangan penggunaan anestetik inhalasi yang dapat digunakan:

1) Isoflurane. Depresan metabolik yang potent, isofluran memiliki

sedikit efek pada aliran darah otak dan tekanan intrakranial

daripada halotan. Karena isofluran menekan metabolisme serebral,

obat ini mungkin memiliki efek melindungi saat iskemi tidak berat.

Isofluran dengan konsenterasi >1 dari minimum alveolar

konsentrasi harus dihindari karena dapat menimbulkan peningkatan

substansial pada ICP.

2) Sevoflurane. Pada model kelinci “cryogenic brain injury”,

peningkatan ICP muncul dengan kenaikan tekanan darah lebih

tinggi dibandingkan dengan penggunaan halotan. Pada studi klinis,

walaupun efek pada hemodinamik serbral sevoflurane mirip

dengan isoflurane. Efek yang tidak menguntungkan pada

sevoflurane yaitu metabolitnya yang bersifat racun pada

konsenterasi yang tinggi.

3) Desflurane. Desflurane pada konsenterai yang tinggi dapat

meningkatkan ICP.

4) Nitrous Oxide (N2O). N2O mendilatasi pembuluh darah otak,

karena itu dapat meningkatkan ICP. Pasien dengan hipertensi

intrakranial sebaiknya tidak menggunakan obat ini. N2O juga

dihindari pada pneumochepalus atau pneumothorax karena N2O

berdifusi ke rongga udara lebih cepat dibandingkan dengan

Page 8: BAB 4

nitrogen, oleh karena itu dapat meningkatkan volume di dalam

rongga udara.

Selain itu diperlukan stabilisasi kardiuvaskular dan TIK, yaitu:

a. Stabilisasi kardiovaskuler14

1) Resusitasi cairan.

a) Larutan kristaloid dan koloid. Kristaloid isotonik dan

hipertonik dan larutan koloid dapat diberikan untuk menjaga

volume intravaskular yang adekuat.

b) Produk darah dan darah. Pasien yang mempunyai nilai

hematokrit yang rendah membutuhkan tranfusi untuk

mengoptimalkan oxygen delivery. Hematokrit idealnya

dipertahankan diatas 30%.

c) Efek samping larutan yang mengandung glukosa. Larutan yang

mengandung glukosa sebaiknya dihindarkan karena

hiperglikemia dihubungkan dengan perburukan neurologis.

Glukosa sebaiknya digunakan hanya untuk menangani

hipoglikemia. Kadar plasma sebesar 80-150 mg/dL sebaiknya

dicapai. Kadar plasma diatas 200 mg/dL

2) Inotropik dan vasopresor.

Jika tekanan darah dan cardiac output tidak dapat diperbaiki

melalui resusitasi cairan, pemberian inotropik dan vasopresor

secara intravena mungkin diperlukan. Infus fenilefrin atau dopamin

direkomendasikan untuk menjaga Cerebral Perfusion Pressure

diatas 60 mmHg.

b. Penanganan peningkatan TIK14

1) Hiperventilasi

Jika terdapat bukti terjadinya herniasi transtentorial pada pasien

dengan trauma kepala berat, hiperventilasi sampai kadar PaCO2

sebesar 30 mmHg karena hiperventilasi dapat dengan cepat dan

efektif menurunkan TIK.

Page 9: BAB 4

2) Terapi diuretik

Manitol, 0,25-1 g/kgBB secara intravena diberikan dalam 10 menit

pada pasien dengan sangkaan herniasi transtentorial. Osmolaritas

serum dijaga dan tidak boleh melebihi 320 mOsm/L.

3) Posisi

Menaikkan posisi kepala 10-30o memfasilitasi drainase CSF dan

menurunkan TIK. Efek penurunan TIK ini ditiadakan pada

kaadaan dimana tekanan darah sistemik menurun.

4) Kortikosteroid

Sebelumnya kortikosteroid diperkirakan mempunyai manfaat

dalam mengurangi edema otak yang juga menurunkan TIK pada

pasien dengan trauma kepala. Namun, beberapa laporan terakhir

menunjukkan perburukan pada pasien yang diberikan terapi

kortikosteroid. Karena itu, kortikosteroid tidak berperan dalam

penanganan trauma kepala meskipun bermanfaat pada trauma

spinal.

Setelah operasi terlewati, pasien di mobilisasi menuju ICU berikut yang perlu

diperhatikan pasca operasi:

a. Umum

1) Posisi pasien headup 30 derajat dengan posisi netral yaitu tidak

miring ke kiri atau ke kanan, tidak hiperekstensi atau hiperfleksi.

2) Bila perlu diventilasi, pertahankan normokapni. Harus dihindari

PaCO2 < 35 mmHg selama 24 jam pertama setelah cedera kepala.

3) Kendalikan tekanan darah dalam batas autoregulasi. Sistolik tidak

boleh kurang dari 90 mmHg. Pasca cedera kepala terapi bila

tekanan arteri rerata > 130 mmHg.

4) Infus dengan NaCl 0.9%, batasi pemberian RL, bias diberikan

koloid. Hematokrit pertahankan 33%.

5) Bila Hb < 10 gr% beri darah. Biasanya pada pasien sehat ( bukan

kelainan serebral) transfuse diberikan bila Hb < 8 gr%.

Page 10: BAB 4

6) Untuk mengendalikan kejang bias diberikan phenytoin 10-15

mg/kg bb dengan kecepatan 50 mg/menit. Bila sedang memberikan

phenytoin terjadi kejang berikan diazepam 5-10 mg intravena (0,3

mg/kg bb) perlahan –lahan selama 1-2 menit.

b. Proteksi serebral dilakukan dengan berbagai jalan, yaitu:18

1) Basic Methods

Dapat dilakukan dengan cara jalan nafas yang bebas, oksigenasi

yang adekuat, cegah hiperkarbi (selalu dalam normokarbia ,

hiperventilasi hanya bila ada herniasi otot dan bila PaCO2 < 35

mmHg harus dipasang alat pantau SJO2), pengendalian tekanan

darah (harus normotensi, sistolik jangan < 90 mmHg),

pengendalian tekanan intraklanial (terapi bila tekanan intraklanial

> 20 mmHg, herniasi otak sudah dapat terjadi pada tekanan

intraklanial < 20 – 25 mmHg), mempertahakan tekanan perfusi

otak (tekanan peruse otak harus > 70 mmHg), pengendalian

kejang. Metode dasar ini yang harus dilakukan pertama kali dalam

melakukan proteksi otak.

2) Farmakologi

Pemberian obat yang meningkatkan resistensi pembuluh darah

serebral dapat secara cepat mengurangi tekanan intracranial. Jenis-

jenisnya adalah

a) Pentotal

Menyebabkan kontriksi pembuluh darah serebral, yang

menurunkan aliran darah ke otak dan karena itu menurunkan

peningkatan tekanan intrakranial.

b) Pentobarbital

Digunakan untuk mengatur tekanan intrakranial apabila cara

terapi lain gagal. Dosis bolus 10 mg/kg selama lebih dari 30

menit dilanjutkan dengan dosis 1-1,5 mg/kg dapat

menimbulkan koma.

c) Barbiturat

Page 11: BAB 4

Memberikan proteksi otak dengan cara menurunkan

metabolisme otak. Masalah utama dengan barbiturate adalah

adanya penurunan arteri rerata, yang apabila tidak dapat

dikendalikan dapat menurunkan perfusi ke otak. Mekanisme

barbiturate dalam menurunkan CMR adalah karena penurunan

influks Ca, blockade terowongan Na, inhibisi pembentukan

radikal bebas, potensiasi aktivitas GABAergic. Menghambat

transfer glukosa melalui barrier darah otak. Rasisonalisasi

utama penggunaan barbiturat untuk proteksi melawan iskemi

adalah mengurangi kebutuhan energy jaringan dengan menekan

fungsi aktivitas listrik sel.

3) Hipotermi

Hipotermia ringan adalah ditujukan untuk mengurangi tekanan

intrakranial pada pasien dengan cedera kepala dengan

menurunkan metabolism otak, memperlambat depolarisasi

anoksik/iskemik, memelihara homeostasis ion, menurunkan

excitatory neurotransmisi, mencegah atau mengurangi kerusakan

sekunder terhadap perubahan biokimia. Obat yang menekan

menggigil secara sentral, pelumpuh otot, dan ventilasi mekanis

diperlukan bila dilakukan teknik hipotermi. Di dalam OK suhu

pertahankan 34-35° C ,pascabedah di ICU 36 C.