Bab 4 Bab 5

94
Bab 4 Batuan Reservoir Reservoir adalah bagian kerak bumi yang mengandung minyak dan gasbumi. Cara terdapatnya minyakbumi di bawah permukaan haruslah memenuhi beberapa syarat, yang merupakan unsur-unsur suatu reservoir minyak bumi. Unsur tersebut adalah: 1) BATUAN RESERVOIR, sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi oleh minyak dan gasbumi. Biasanya batuan reservoir berupa lapisan batuan yang berongga-rongga ataupun berpori-pori. 2) LAPISAN PENUTUP (cap-rock), yaitu suatu lapisan yang tidak permeabel atau lulus minyak, yang terdapat di atas suatu reservoir dan menghalangi minyak dan gas yang keluar dari reservoir. 3) PERANGKAP RESERVOIR (reservoir trap), yaitu suatu unsur pembentuk reservoir yang bentuknya sedemikian rupa sehingga lapisan beserta penutupnya merupakan bentuk konkav ke bawah dan menyebabkan minyak dan gasbumi berada di bagian teratas reservoir. Bentuk perangkap ini sangat ditentukan oleh cara terdapatnya minyakbumi, yaitu selalu berasosiasi dengan air di mana air mempunyai berat jenis yang jauh lebih tinggi. 4.1 PENGERTIAN BATUAN RESERVOIR, POROSITAS, DAN PERMEABILITAS Batuan reservoir adalah wadah di bawah permukaan yang mengandung minyak dan gas. Ruangan penyimpanan minyak dalam reservoir berupa rongga-rongga atau pori-pori yang terdapat di antara butiran mineral atau dapat pula di dalam rekahan batuan yang mempunyai porositas rendah. Pada hakekatnya setiap batuan

description

batuan reservoir dan perangkap reservoir

Transcript of Bab 4 Bab 5

Page 1: Bab 4 Bab 5

Bab 4

Batuan Reservoir

Reservoir adalah bagian kerak bumi yang mengandung minyak dan gasbumi. Cara

terdapatnya minyakbumi di bawah permukaan haruslah memenuhi beberapa syarat, yang

merupakan unsur-unsur suatu reservoir minyak bumi.

Unsur tersebut adalah:

1) BATUAN RESERVOIR, sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi oleh minyak dan

gasbumi. Biasanya batuan reservoir berupa lapisan batuan yang berongga-rongga

ataupun berpori-pori.

2) LAPISAN PENUTUP (cap-rock), yaitu suatu lapisan yang tidak permeabel atau lulus

minyak, yang terdapat di atas suatu reservoir dan menghalangi minyak dan gas yang

keluar dari reservoir.

3) PERANGKAP RESERVOIR (reservoir trap), yaitu suatu unsur pembentuk reservoir

yang bentuknya sedemikian rupa sehingga lapisan beserta penutupnya merupakan

bentuk konkav ke bawah dan menyebabkan minyak dan gasbumi berada di bagian

teratas reservoir. Bentuk perangkap ini sangat ditentukan oleh cara terdapatnya

minyakbumi, yaitu selalu berasosiasi dengan air di mana air mempunyai berat jenis

yang jauh lebih tinggi.

4.1 PENGERTIAN BATUAN RESERVOIR, POROSITAS, DAN PERMEABILITAS

Batuan reservoir adalah wadah di bawah permukaan yang mengandung minyak dan gas.

Ruangan penyimpanan minyak dalam reservoir berupa rongga-rongga atau pori-pori yang

terdapat di antara butiran mineral atau dapat pula di dalam rekahan batuan yang mempunyai

porositas rendah. Pada hakekatnya setiap batuan dapat bertindak sebagai batuan reservoir asal

mempunyai kemampuan untuk dapat menyimpan serta melepaskan minyakbumi. Dalam hal

ini batuan reservoir harus mempunyai porositas yang memberikan kemampuan untuk

menyimpan; juga kelulusan atau permeabilitas, yaitu kemampuan untuk melepaskan

minyakbumi itu. Jadi, secara singkat dapat disebutkan bahwa reservoir harus berongga-rongga

atau berpori-pori yang berhubungan. Porositas dan permeabilitas sangat erat hubungannya,

sehingga dapat dikatakan bahwa permeabilitas tidak mungkin tanpa adanya porositas,

walaupun sebaliya belum tentu demikian. Batuan dapat bersifat sarang, tetapi tidak

permeabel.

Menurut Payne (1942), perbedaan antara porositas dan permeabilitas ialah, bahwa porositas

menentukan jumlah cairan yang terdapat sedangkan permeabilitas menentukan jumlahnya

Page 2: Bab 4 Bab 5

yang dapat diproduksikan. Di lain pihak, suatu batuan reservoir dapat juga bertindak sebagai

lapisan penyalur aliran minyak dan gasbumi dari tempat minyakbumi tersebut keluar dari

batuan induk (migrasi primer) ke tempat berakumulasinyadalam suatu perangkap. Bagian

suatu perangkap yang mengandung minyak atau gas disebut reservoir. Jadi, reservoir

merupakan bagian kecil daripada batuan reservoir yang berada dalam keadaan sedemikian

sehingga membentuk suatu perangkap.

4.2 POROSITAS

4.2.1 PENERTIAN POROSITAS

Porositas suatu medium adalah perbandingan volum rongga-rongga pori terhadap volum total

seluruh batuan. Perbandingan ini biasanya dinyatakan dalam persen dan disebut porositas.

RUMUS: Porositas = ϕ = volum pori−pori

volumkeseluruhanbatuan x 100%

Porositas dapat juga dinyatakan dalam ‘acre-feet’, yang berartu volum yang dinyatakan

sebagai luas dalam ‘acre’ dan ketebalan reservoir dalam kaki (feet).

Selain itu dikenal juga istilah porositas efektif, yaitu apabila bagian rongga-rongga di dalam

batuan berhubungan, sehingga dengan demikian porositas efektif biasanya lebih kecil

daripada rongga pori-pori total yang biasanya berkisar dari 10 sampai 15 persen.

RUMUS: Porositas = ϕe = volum pori−pori bersambunganvolumbatuankeseluruhan

x 100%

4.2.2 BESARAN POROSITAS

Porositas tentu dapat berkisar dari nol sampai besar sekali, namun biasanya berkisar antara 5

sampai 40 persen, dan dalam praktiknya berkisar hanya dari 10 sampai 20 persen saja.

Porositas 5 persen biasanya disebut porositas tipis (marginal porosity) dan umumnya bersifat

non-komersil, kecuali jika dikompensasikan oleh adanya beberapa faktor lain. Secara teoritis

porositas tidak bisa lebih besar dari 47,6 persen. Hal ini disebabkan karena keadaan

sebagaimana terlihat pada Gambar 4.4, yang berlaku untuk porositas jenis intragranuler.

Dalam gambar tersebut dapat dilihat suatu kubus yang terdiri dari 8 seperdelapan bola,

sebagaimana dapat dilihat pada butir-butir oolit. Porositas maximum yang didapatkan adalah

dalam susunan kubus dan secara teoritis nilai yang didapatkan adalah sebagai berikut:

RUMUS: Porositas = ϕ = volum pori−porivolumkeseluruhan

x 100%

Jari-jari butirbole = r

Isi setiap bola = 4 π r3

3

Page 3: Bab 4 Bab 5

Umpamakan dalam kubus terdapat 8 bola penuh (dan bukan 8 seperdelapan bola), sehingga

isi seluruh butiran dalam kubus:

8 x 43π r3

= 323πr 3

Sisi kubus = 2 x 2r = 4r, sehingga isi seluruh kubus = (4r)3 = 64r3

Ruang pori-pori dalam kubus = isi kubus – isi seluruh bola

=64r3 - 323πr 3

= 64r3 – 33,5r3 = 30,5r3

Porositas = 30,5 r3

64 r3 x 100% = 47,6%

Jika susunan merupakan rhombohedron, maka volum kubus

= 4r x 4r x 4r sin 60o = 64 sin 60r3 = 48,8r3

Volum rongga = 48,8r3 - 33,5r3 = 15,3r3

ϕ = 15,348,5

x 100% = 25,9%

Jelaslah bahwa dalam hal ini porositas tidak tergantung daripada besar butir. Jika kita

subtitusikan r untuk angka berapa saja maka kita akan tetap mendapatkan angka 47,6 tersebut.

Besarnya porositas itu ditentukan dengan berbagai cara, yaitu

1) Di laboratorium, dengan porositometer yang didasarkan hukum Boyle: gas digunakan

sebagai penggantu cairan untuk menentukan volum pori tersebut;

2) Dari log listrik, log sonik, dan log radioaktivitas;

3) Dari log kecepatan pemboran;

4) Dari pemeriksaan dan perkiraan secara mikroskopi;

5) Dari hilangnya inti pemboran.

4.2.3 SKALA VISUL PEMERIAN POROSITAS

Di lapangan bisa kita dapatkan perkiraan secara visuil dengan menggunakan peraga visuil.

Penentuan ini bersifat semi-kuantitatif dan dipergunakan suatu skala sebagai berikut:

0 – 5%, dapat diabaikan (negligible)

5 – 10%, buruk (poor)

10 – 15%, cukup (fair)

15 – 20%, baik (good)

20 – 25%, sangat baik (very good)

>25%, istimewa (excellent)

Pemeriksaan secara mikroskopi untuk jenis porositas dapat pula dilakukan secara kualitatif.

Antara lain ialah jenis:

Page 4: Bab 4 Bab 5

1) Antar butir (intergranuler), yang berarti bahwa pori-pori didapat di antara butir-butir.

2) Antara kristal (interkristalin), di mana pori-pori berada di antara kristal-kristal.

3) Celah dan rekah, yaitu rongga terdapat di antara celah-celah.

4) Bintik-bintik jarum (point-point porosity), berarti bahwa pori-pori merupakan bintik-

bintik terpisah-pisah, tanpa kelihatan bersambungan.

5) Ketat (tight), yang berarti butir-butir berdekatan dan kompak sehingga pori-pori kecil

sekali dan hampir tidak ada porositas.

6) Padat (dense), berarti batuan sangat kecil sehingga hampir tidak ada porositas.

7) Gerowong (vugular), yang berarti rongga-rongga besar berdiameter beberapa mili dan

kelihatan sekali bentuk-bentuknya tidak beraturan, sehingga porositas besar.

8) Bergua-gua (cavernous), yang berarti rongga-rongga besar sekali malahan benar-benar

merupakan gua-gua, sehingga porositas sangat besar.

4.3 PERMEABILITAS

4.3.1 PENGERTIAN PERMEABILITAS

Kelulusan atau permeabilitas adalah suatu sifat batuan reservoir untuk dapat meluluskan

cairan melalui pori-pori yang berhubungan, tanpa merusak partikel pembentuk atau kerangka

batuan tersebut.

Definisikan permeabilitas dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:

q = km

. dpdy

(Hukum Darcy)

dimana q dinyatakan dalam sentimeter per sekon, k dalam darcy (permeabilitas), viskositas m

dinyatakan dalam sentipoise, dan dpdx

adalah gradien hidrolik yang dinyatakan dalam atmosfer

per sentimeter.

Dengan demikian jelaslah bahwa permeabilitas adalah k yang dinyatakan dalam Darcy.

Definisi API untuk 1 Darcy: suatu medium berpori mempunyai kelulusan (permeabilitas)

sebesar 1 darcy, jika cairan berfasa satu dengan kekentalan 1 sentipoise mengalir dengan

kecepatan 1 cm/sekon melalui penampang seluas 1 cm2 pada gradien hidrolik satu atmosfer

(76,0 mmHg) per sentimeter dan jika cairan tersebut seluruhnya mengisi medium tersebut.

Dari definisi di atas tidak dijelaskan hubungan antara permeabilitas dan porositas. Memang

sebetulnya tidak ada hubungan antara permeabilitas dengan porositas. Batuan yang permeabel

selalu sarang (porous), tetapi sebaliknya, batuan yang sarang belum tentu permeabel. Hal ini

disebabkan karena batuan yang berporositas lebih tinggi belum tentu pori-porinya

berhubungan satu dengan yang lain. Juga sebaliknya dapat dilihat, bahwa porositas tidak

Page 5: Bab 4 Bab 5

tergantung dari besar butir, dan permeabilitas merupakan suatu fungsi yang langsung terhadap

besar butir.

4.3.2 BESARAN PERMEABILITAS

Sebagaimana telah disebutkan di atas, biasanya permeabilitas dinyatakan dalam ‘darcy’, yaitu

untuk menghormati DARCY yang memproklamasikan pertama kalinya hukum aliran dalam

medium yang berpori. Jadi suatu permeabilitas dengan k = 2 darcy berarti suatu aliran sebesar

2 cc per sekon yang didapatkan melalui suatu penampang seluas 1 sentimeter persegi panjang

1 sentimeter, di bawah suatu tekanan perbedaan satu atmosfer untuk suatu cairan yang

mempunyai kekentalan (viskositas) 1 sentipoise. Pada hakekatnya permeabilitas suatu batuan

biasanya kurang dari satu darcy dan oleh karenanya dalam praktek permeabilitas dinyatakan

dalam milidarcy (1 md = 0,001 darcy).

Sebagai contoh untuk batuan yang sarang tetapi tidak permeabel, dapat ditunjukkan misalnya:

suatu serpih mempunyai permeabilitas yang sangat rendah, sedangkan porositasnya bisa sama

dengan batupasir. McKelvey (1962) memberikan nilai permeabilitas 9 x 10-6 md untuk serpih

yang telah kompak, tetapi porositasnya yaitu 24%. Untuk batupasir dengan porositas sama,

misalnya 22,7% (batupasir Bradford; dari daerah Pennsylvania) ternyata mempunyai

permeabilitas 36,6 md (Fettke, 1934). Dalam prakteknya permeabilitas berkisar antara 5

sampai 1000 milidarcy.

Cara penentuan permeabilitas adalah:

1) Dengan parameter, suatu alat pengukur yang mempergunakan gas.

2) Dengan penaksiran kehilangan sirkulasi dalam pemboran

3) Dari kecepatan pemboran.

4) Berdasarkan test produksi terhadap penurunan tekanan dasar lubang (bottom-hole

pressure-decline).

4.3.3 SKALA PERMEABILITAS SEMI-KUANTITATIF

Secara perkiraan di lapangan dapat juga dilakukan pemerian semikuantitatif sebagai berikut:

1. Ketat (tight), kurang dari 5 md.

2. Cukup (fair), antara 5 sampai 10 md.

3. Baik (good), antara 10 sampai 100 md.

4. Baik sekali (very good), antara 100 sampai 1000 md.

4.3.4 PERMEABILITAS RELATIF DAN EFEKTIF

Page 6: Bab 4 Bab 5

Permeabilitas bergantung sekali kepada ada atau tidaknya cairan ataupun gas di dalam rongga

yang sama. Sebagai contoh, misalnya saja adanya air dan minyak. Gambar 4.1

memperlihatkan permeabilitas relatif.

Gambar 4.1

Penjenuhan air diperlihatkan pada absis dan dinyatakan dalam persen air, koordinat

menunjukkan fraksi permeabilitas daripada fluida yang bersangkutan terhadap keadaan jika

seluruh batuan tersebut dijenuhi oleh cairan tersebut saja. Maka pada penjenuhan air kira-kira

20%, permeabilitas relatif minyak terhadap permeabilitas jika seluruhnya diisi oleh minyak

adalah sedikit di bawah 0,7 kali, sedangkan jika penjenuhan air itu kira-kira 50% maka

permeabilitas keseluruhannya adalah 0,3 kali daripada jika seluruh batuannya diisi oleh air

saja atau oleh minyak saja. Pada penjenuhan 90% maka minyak sudah tidak mempunyai

permeabilitas lagi sehingga air sendiri saja yang bergerak. Dari grafik ini jelaslah, bahwa

minyak baru dapat bergerak jika mempunyai penjenuhan lebih daripada 10% dan air sama

sekali tidak bisa bergerak jika penjenuhannya di bawah 20%.

Gambar 4.2

Hal ini juga jelas sama untuk gas dan minyak (Gambar 4.2). Hal yang sama dapat dilihat, jika

penjenuhan minyak sama sekali tidak bisa bergerak dan hanya gas saja yang dapat bergerak.

Secara berangsur-angsur permeabilitas meningkat maupun secara relatif sangat lambat yaitu

sampai 100% dijenuhi oleh minyak.

4.4 HAKEKAR RONGGA PORI

4.4.1 KLASIFIKASI RONGGA PORI

Dilihat dari segi asal terjadinya, rongga-rongga pori dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:

1. PORI PRIMER (rongga primer), atau disebut juga antar-butir (inter-granuler).

2. PORI SEKUNDER atau pori yang dibentuk kemudian. Pori sekunder disebut juga

terinduksikan, yang berarti porositasnya dibentuk oleh beberapa gejala dari luar,

seperti gejala tektonk dan pelarutan. Pada umumnya porositas sekunder mengubah

bentuk hubungan antara pori-pori dan dengan demikian juga mempengaruhi

permeabilitas.

Porositas primer dibentuk pada waktu batuan diendapkan, jadi sangat tergantung pada faktor

sedimentasi. Batuan yang telah mempunyai porositas primer dapat juga kemudian

dimodifikasikan oleh porositas sekunder misalnya saja perubahan bentuk, dan sebagainya.

Pada umumnya porositas antar butiran atau primer merupakan sifat porositas batuan pasir atau

klastik, sedangkan jenis yang ke dua terutama merupakan sifat batuan karbonat. Dalam batuan

karbonat pori-pori primer itu tidak saja bersifat intragranuler tetapi dapat juga terjadi karena

Page 7: Bab 4 Bab 5

berbagai macam jenis proses intergranuler lainnya: suatu klasifikasi pori-pori primer menurut

Choquette dan Pray (1970) memberikan pembagian jenis porositas yang lebih menyeluruh

yang terbagi dalam 15 jenis utama, serta memberikan pula pembagian faktor genesis serta

ukuran-ukurannya. Jenis porositas tersebut khususnya berlaku untuk batuan karbonat, dan

hanya sebagian kecil saja berlaku untuk batuan pasir.

Jenis dasarnya adalah: (1) memilih kemas, (2) tidak memilih kemas, dan (3) memilih kemas

atau tidak. Jenis yang tidak memilih kemas (2) dan yang memilih kemas atau tidak (3)

termasuk porositas yang sekunder.

1) Jenis porositas yang memilih kemas (fabric-selective) adalah:

a. Antar-partikel. Pori-pori terdapat di antara partikel atau intergranular; berlaku

terutama untuk batupasir dan jga untuk batuan karbonat.

b. Intra-partikel. Pori-pori terdapat di dalam butirannya sendiri. Sebagai contoh ialah

suatu fosil yang di dalamnya terdapat lubang-lubang, dan sebagainya.

c. Antar-kristal. Pori-pori terdapat antara kristal-kristal.

d. Cetakan (moldic). Suatu rongga terjadi karena terdapatnya suatu fosil dalam lumpur

karbonat. Hilangnya fosil oleh pelarutan, meninggalkan rongga yang tercetak oleh

fosil itu.

e. Fenestral. Beberapa butir pembentuk batuan hilang sama sekalisehingga membentuk

rongga-rongga yang sangat besar.

f. Perlindungan (shelter). Rongga-rongga telah dilindungi misalnya oleh fosil, dan

sebagainya, sehingga tidak diisi oleh batuan sedimen.

g. Kerangka pertumbuhan (growth framework). Pertumbuhan kerangka, misalkan

kerangka binatang koral yang mengakibatkan rongga yang diisi oleh binatang tersebut

menjadi rongga terbuka.

2. Porositas yang tidak memilih kemas ada 4 macam, yaitu:

a. Rekahan (fracture). Rongga-rongga yang terjadi karena tekanan luar menyebabkan

terjadinya celah-celah dalam batuan.

b. Saluran (channel). Pelarutan dan sebagainya menyebabkan terjadinya saluran antar

rongga-rongga.

c. Gerowong (vug). Lubang-lubang besar terjadi biasanya karena pelarutan.

d. Gua-gua (cavern). Pelarutan lubang-lubang yang seringkali terjadi sehingga membesar

menjadi rongga yang dapat dimasuki orang.

3. Porositas yang memilih kemas atau tidak, ada 4 macam, yaitu:

a. Retakan (breksi). Karena pematahan atau retakan, maka batuan hancur menjadi

bongkah-bongkah kecil dan terjadilah rongga-rongga di antaranya.

Page 8: Bab 4 Bab 5

b. Pemboran batuan. Rongga-rongga terjadi karena suatu kerangka ataupun batuan yang

yang telah keras mengalami pemboran oleh hewan, terutama moluska.

c. Bioturbasi (burrow). Batuan yang baru saja diendapkan mengalami berbagai

penggalian oleh binatang sehingga timbul rongga-rongga.

d. Penciutan. Sedimen yang telah diendapkan menjadi kering dan menciut, sehingga

terjadi berbagai retakan yang dapat menimbulkan pori-pori.

Choquette and Pray (1970) juga memberikan pembagian ukuran pori-pori, misalnya batas

antara 4 sampai 256 milimeter disebut suatu megapori, yang dibagi antara megapori kecil

dengan ukuran antara 4 sampai 32 milimeter dan megapori besar antara 32 sampai dengan

126 milimeter. Mesopori berukuran antara 1/16 sampai 4 milimeter: mesopori kecil 1/16

sampai ½ milimeter, dan mesopori besar ½ sampai 4 milimeter. Mikropori berukuran di

bawah 1/16 milimeter (lihat Tabel 4.1).

Tabel 4.1

4.4.2 RONGGA PORI PRIMER

Rongga-rongga primer dalam hal pori-pori antar butir terjadi pada waktu batuan tersebut

terbentuk. Jadi pada waktu butiran diendapkan terjadilah rongga-rongga di antara butiran.

Berbagai faktor yang mempengaruhi besar kecilnya pori-pori adalah:

1) BESAR BUTIR. Besar butir mempengaruhi ukuran pori-pori, tetapi sama sekali tidak

mempengaruhi porositas total daripada batuan, setidak-tidaknya tidak untuk untuk

pasir kasar ataupun halus. Misalnya satu meter kubik kelereng mempunyai porositas

yang sama dengan satu meter kubik mimis, dengan syarat bahwa cara penumpukannya

sama. Lain halnya dengan permeabilitas, yaitu apabila butir-butir lebih besar sehingga

terjadi pori-pori yang lebih besar, maka juga permeabilitasnya jauh lebih besar.

Menurut Mutting (1934) , batuan pasir yang menghasilkan minyakbumi biasanya tidak

banyak yang lebih halus daripada 0,09 mm dan jarang sekali yang lebih kasar dari

0,21 mm. Pasir yang ukurannya sama kalau diendapkan akan memberikan porositas

39% dan jika diagitasikan dapat menjadi 38, malah lebih kecil lagi tetapi biasanya

lebih besar dari 30%. Dalam hal pasir yang demikian garis pori maksimal rata-rata

adalah 0,2 kali diamater butir. Dengan demikian permeabilitas merupakan fungsi

daripada besar butir: lebih besar pori-porinya, lebih besar juga permeabilitasnya.

Hubungan antara ukuran pori dengan permeabilitas adalah bahwa di bawah tekanan

yang sama, dengan pori-pori 5 kali lebih besar akan didapatkan minyak 25 kali lebih

banyak. Dengan demikian kita melihat hubungan lebih langsung antara ukuran pori

dengan permeabilitas.

Page 9: Bab 4 Bab 5

2) PEMILAHAN. Pemilahan (sorting) adalah cara penyebaran berbagai macam besar

butir. Misalnya, jika sedimen itu diendapkan dalam arus yang kuat maka

pemilahannya akan lebih baik dan dengan demikian memberikan besar butir yang

hampir sama. Jika pemilahan sangat buruk, batuan akan terdiri daripada butir-butir

dari berbagai ukuran.

Gambar 4.3

Dengan demikian rongga yang terdapat di antara butiran besar akan diisi butiran yang

lebih kecil lagi sehingga porositasnya berkurang. Telah dijelaskan bahwa hanya 0,3

bagian pasir yang mempunyai besar butir rata-rata 0,2 mm dapat masuk ke dalam pori-

pori pasir yang aslinya. Dengan demikian, serpih dan juga lanau akan mempunyai

porositas sangat tinggi karena besar butirnya yang sama. Tetapi jika bagian yang halus

cukup banyak mengisi pori-pori batupasir maka batuan tersebut tidak terlalu baik.

Sebagai contoh ialah batuan ‘greywacke’ yang termasuk suatu turbidit. Greywacke

daripada suatu turbidit terdiri dari butiran pasir dalam massa dasar lempung. Selain

pemilahan besar butir, terdapatnya matriks juga berpengaruh pada porositas dan

permeabilitas batuan. Pengaruh pemilahan dapat dilihat pada Gambar 4.3, di mana

porositas juga dipengaruhi tetapi terutama permeabilitasnya.

3) BENTUK DAN KEBUNDARAN BUTIR. Bentuk suatu butiran klastik didefinisikan

sebagai suatu hubungan terhadap suatu bole yang dipakai sebagai standar, sedangkan

kebundaran didasarkan atas ketajaman atau penyudutan daripada pinggiran butir. Jika

bentuk butir menyeleweng dari bentuk bola, maka hal ini akan mempengaruhi

permeabilitas batuan. Bentuk butiran menghasilkan suatu penyusunan butir yang lebih

ketat atau lebih lepas dan dengan demikian menentukan bentuk dan besaran rongga.

Pada umumnya, jika bentuk butiran mendekati bentuk bola maka porositas dan

permeabilitasnya meningkat. Segala bentuk yang menyudut biasanya memperkecil

rongga, karena masing-masing sudutnya akan mengisi rongga yang ada, dan

karenanya akan memberikan kemas yang lebih ketat. Hal ini terutama akan

memperbesar permukaan butir dan memperkecil porositas, terutama juga

permeabilitasnya.

4) PENYUSUNAN BUTIR. Penyusunan butir adalah pengaturan kepadatan daripada

susunan bola butir satu terhadap yang lainnya. Suatu batuan klastik terdiri dari butiran

yang merupakan unsur bundar yang berukuran seragam dan memberikan berbagai

macam kemungkinan bagaimana semua bole tersebut dapat diatur. Dalam bentuk dan

ukuran yang lebih beranekaragam lagi akan memberikan cara pengaturan yang lebih

kontras lagi.

Page 10: Bab 4 Bab 5

Gambar 4.4

Penyusunan butiran dan kemas saling berhubungan dengan eratnya, tetapi tidaklah

merupakan hal yang sama. Penyusunan butir sangat mempengaruhi porositas. Butiran

yang berbentuk bola dan seragam akan memberikan angka porositas 47,6% untuk

penyusunan kubus yang paling terbuka, dan 25,9% untuk penyusunan rhombohedral

(Gambar 4.4). Permeabilitas tergantung pada besar butir, bentuk, dan juga pada

penyusunan butiran tersebut. Untuk besar butir yang seragam maka porositas hanya

tergantung pada cara penyusunan butiran (packing) dan secara teoritis tak tergantung

dari besar butir. Penyusunan butir ditentukan oleh kompaksi setelah sedimentasi.

5) KOMPAKSI DAN SEMENTASI. Kompaksi dan sementasi juga mempengaruhi besar

kecilnya rongga-rongga yang ada, dan pada umumnya memperkecil atau menyusutkan

pori-pori yang telah ada. Kompaksi akan menyebabkan penyusunan yang lebih ketat

sehingga sebagian rongga-rongga akan hilang. Sementasi terjadi jika rongga-rongga

terisi oleh larutan yang diendapkan semen, misalnya ‘sparry calcite’. Suatu batupasir

yang tidak tersementasikan, misalnya, akan mempunyai porositas lebih besar tetapi

biasanya bersifat lepas-lepas.

Penyebaran butir dalam reservoir sangat tergantung pada tekstur batuan dan tekstur erat sekali

hubungannya dengan mekanika pengendapannya. Misalnya, batupasir yang diendapkan oleh

arus traksi pada umumnya lebih baik karena pemilahannya lebih baik, kebundarannya lebih

sempurna dan besar butirnya lebih seragam. Di lain pihak kalau terjadi suatu sementasi atau

penyusunan, maka terjadilah penyusutan daripada rongga-rongga pori. Batupasir yang

diendapkan arus turbidit sama sekali tidak memperlihatkan pemilahan, sehingga berbagai

macam besar butir didapatkan bersama-sama. Selain itu didapatkan pula masadasar lempung

di antara butiran sehingga membuat lapisan batupasir turbinit suatu reservoir yang kurang

baik. Dalam hal batugamping, banyak sekali butirannya yang khusus terdiri daripada klastik

atau yang disebut kalkarenit. Bagi batugamping berlaku pula pengaruh berbagai faktor

geologi yang sama seperti pada batupasir yaitu pemilahan, penyusunan butir, besar butir, dan

sebagainya. Misalnya saja, sebagai suatu contoh ekstrim adalah gamping oolit, yang terdiri

daripada susunan bola yang hampir sempurna, sehingga porositasnya besar sekali.

Di lain pihak batugamping yang terdiri dari berbagai fragmen fosil (misalnya bioklastik)

dengan butiran yang menyudut, memberikan penyusunan butir yang ketat sehingga

porositasnya kurang baik karena rongga-rongga akan sangat kecil. Dalam hal batuan karbonat,

sementasi merupakan faktor yang sangat penting, terutama karena semen berasal dari

butirannya sendiri sehingga terdapat sementasi dalam klastik batuan karbonat. Hal yang

demikian sering sekali terjadi.

Page 11: Bab 4 Bab 5

PEMBESARAN DAN PENYUSUTAN PORI-PORI

Rongga-rongga yang telah terbentuk dapat mengalami pembesaran ataupun penyusutan

karena beberapa proses tertentu. Penyusutan biasanya terjadi karena kompaksi dan

penyemenan sebagaimana telah dibahas di atas, sedangkan pembesaran biasanya dibentuk

karena pelarutan. Proses ini terutama terjadi di dalam batuan karbonat dan lebih jarang di

dalam batuan pasir.

4.4.3 RONGGA PORI SEKUNDER

Pori-pori yang terjadi setelah batuan dibentuk biasanya tidak mempunyai hubungan dengan

proses sedimentasi. Porositas sekunder terjadi karena diinduksikan. Proses pembentukan pori-

pori sekunder adalah sebagai berikut:

1) PORI-PORI PELARUTAN. Proses ini terutama terjadi dalam batuan karbonat. Selain

merupakan proses utama dalam menambah porositas merupakan pula proses

pembesaran rongga-rongga pori yang telah ada. Rongga-rongga terjadi atau

dibesarkan karena daya larut yang berbeda-beda daripada mineral pembentuknya,

misalnya perbedaan daya larut antara mineral kalsit, aragonit, dolomit, dan magnesit.

Pori-pori pelarutan biasanya terjadi di dekat jalur pelapukan atau pada bidang

ketidakselarasan. Macam porositas yang didapatkan adalah gerowong. (vug).

2) PORI-PORI RETAKAN ATAU REKAH-REKAH. Rongga-rongga jenis ini terutama

didapatkan dalam batuan yang pegas, misalnya batuan karbonat, batuan serpih, dan

juga rijang. Beberapa penyebab terbentuknya rekahan ialah:

a. DILATANSI PADA GEJALA STRUKTUR. Dislokasi sering sering menyangkut

perubahan volum batuan yang sering diimbangi oleh terjadinya kekosongan. Hal ini

dapat terjadi karena patahan dan perlipatan,

Patahan. Lapisan batuan yang mengalami pematahan dapat retak-retak dan rekah-rekah

sepanjang bidang pematahan ataupun dapat menutup, terutama dalam keadaan penyobekan

(shearing). Tertutupnya atau terbukanya sobekan yang terjadi tergantung dari kompetensi

batuan, di mana terutama sudut gesekan dalam (angle of internal friction) memegang peranan.

Gambar 4.5 memperlihatkan patahan melalui 3 lapisan batuan dengan perbedaan sudut

sehingga menyebabkan refraksi yang mengakibatkan kekosongan dalam lapisan tengah yang

dikompensir oleh rekahan yang membuka sehingga memberikan porositas (Billings, 1960).

Gambar 4.5

Contoh porositas rekahan yang berasosiasi dengan patahan ialah lapangan minyak Tanjung di

Kalimantan dan mungkin juga lapangan minyak Jatibarang di Jawa Barat.

Page 12: Bab 4 Bab 5

Pelipatan. Pada pelipatan konsentris, terjadilah tegangan atau gaya tarikan pada puncak-

puncak antiklin dan lembah-lembah sinklin sehingga menimbulkan retak-retak. Contoh dari

gejala ini adalah lapangan minyak Kirkuk di Irak, di mana gamping dari formasi Asmari

retak-retak pada puncak antiklin.

b. PENGEMBANGAN BATUAN PADA PENGHILANGAN BEBAN YANG

BERADA DI ATASNYA. Dalam keadaan terpendam, lapisan batuan terdapat dalam

kompresi. Pengangkatan serta erosi menghilangkan beban ini dapat mengakibatkan

dilantasi atau perekahan. Jenis rekahan semacam itu dapat diharapkan pada bidng

ketidakselarasan.

c. REDUKSI VOLUM KARENA KOMPAKSI. Pengendapan lempung biasanya disertai

kadar air yang tinggi. Kompaksi mengakibatkan keluarnya air tersebut dan reduksi

volum terjadi karena kompaksi yang dikompensasi oleh adanya rekahan-rekahan.

Menurut Waldschmidt, Fitzgerald, dan Lunsford (1956), rekahan dapat dibagi menjadi 4

golongan besar:

Terbuka, dengan pemisahan dinding rekahan yang jelas.Sebagian terisi, dengan dinding rekahan dilapisi oleh kristal.Terisi, dengan rekahan seluruhnya diisi oleh kristal.Tertutup, tidak kelihatan adanya pemisahan dinding rekahan.

Retakan dan rekahan ini dapat tertambahkan di atas pori-pori intergranular dan memperbaiki

porositas.

Pada suatu batuan reservoir bisa didapatkan 2 jenis permeabilitas oleh karena retakan ini:

Permeabilitas dan porositas rendah di dalam bongkahan di antara retakan; permeabilitas dan

porositas tinggi di dalam rekahannya sendiri.

Porositas dan rekahan biasanya dapat ditentukan dari perbedaan perhitungan log sonik dan log

densitas. Log sonik tidak dapat mendeteksi rekahan yang vertikal.

Gambar 4.6

4.5 BATUAN RESERVOIR KLASTIK DETRITUS – BATUPASIR

Dua macam batuan yang penting untuk bertindak sebagai reservoir adalah: BATUPASIR dan

GAMPING atau KARBONAT. Diagram pada Gambar 4.6 memperlihatkan bahwa 60 persen

daripada reservoir minyak terdiri daripada batupasir, 30 persen terdiri daripada batugamping

dan sisanya batuan lainnya. Namun dewasa ini batugamping memegang peranan besar sekali

dan pada suatu ketika akan merupakan batuan yang jauh lebih penting daripada batupasir.

4.5.1 JENIS-JENIS KLASTIK DETRITUS

4.5.1.1 Batupasir

Page 13: Bab 4 Bab 5

Batupasir termasuk golongan batuan klastik detritus dan sebetulnya yang dimaksud batupasir

di sini adalah batuan detritus pada umumnya yang berkisar dari lanau sampai konglomerat.

Namun secara praktis hanyalah batupasir yang dibahas.

Batupasir merupakan reservoir yang paling penting dan yang paling banyak di dunia ini, 60%

daripada semua batuan reservoir adalah batupasir. Porositas yang didapatkan di dalam

batupasir ini hanya bersifat intergranuler. Pori-pori terdapat di antara butir-butir dan

khususnya terjadi secara primer, jadi rongga-rongga terjadi pada waktu pengendapan. Namun

tidak dapat dipungkiri, bahwa setelah pengendapat tersebut dapat terjadi berbagai modifikasi

daripada rongga-rongga, misalnya sementasi ataupun pelarutan daripada semen dan juga

proses sekunder lainnya seperti peretakan. Batupasir terutama terdiri dari mineral kuarsa dan

dapat dibagi atas 3 jenis, yaitu:

1) BATUPASIR KUARSA. Batuan ini sangat penting dan kebanyakan reservoir

batupasir adalah pasir kuarsa. Batupasir kuarsa biasanya merupakan batuan reservoir

sangat baik karena pemilahannya sangat baik, butirannya berbentuk bundar dan

padanya tidak terdapat matriks kecuali semen saja. Contoh di Indonesia adalah

misalnya, Formasi Talang Akar di Sumatera Selatan dan di Laut Jawa bagian barat,

Formasi Air Benakat di Sumatera Setalan, juga Formasi Tanjung di Kalimantan dan

formasi Keutapang di Aceh.

2) BATUPASIR GREYWACKE. Batupasir greywacke biasanya terdiri dari fragmen

berbagai macam batuan seperti rijang, batuan beku seperti basalt, feldspar, dan juga

mineral mafik serta mineral lainnya. Yanng sangat penting adalah bahwa greywacke

itu mempunyai matriks dan hal ini mengurangi porositasnya. Juga pemilahannya tidak

baik, sehingga sebagai batuan reservoir, greywacke tidak terlalu baik.

3) BATUPASIR ARKOSE. Batupasir ini terutama terdiri dari kuarsa dan felspar.

Biasanya cukup bersih tetapi kebundaran daripada butirannya tidak terlalu baik karena

bersudut-sudut dan juga pemilahan tidak terlalu baik. Arkose biasanya didapatkan

sebagai hasil pelapukan batuan granit. Sebagai contoh adalah ‘ganite wash’ di

Pendopo, Sumatera Selatan yang bisa bertindak sebagai batuan reservoir.

4.5.1.2 Konglomerat dan Detritus Kasar

Konglomerat dan detritus kasar dapat juga bertindak sebagai batuan reservoir. Misalnya saja,

pada Formasi Talang akar di Sumatera Selatan terdapat apa yang dinamakan ‘Gritsand

member’ yang merupakan juga suatu reservoir di dalam formasi tersebut. Juga jelas, bahwa

makin kasar batuan itu, pori-porinya makin besar dan karenanya permeabilitasnya menjadi

lebih baik. Juga di Formasi Tanjung, konglomerat bertindak sebagai batuan reservoir.

Page 14: Bab 4 Bab 5

4.5.1.3 Batulanau

Batulanau kadang-kadang juga dapat bertindak sebagai batuan reservoir, tetapi karena besar

butirnya yang halus maka permeabilitas batulanau ini kurang begitu baik. Namun jika

seandainya kemudian mengalami retak-retak atau pelarutan maka permeabilitasnya sangat

banyak ditolong dan batulanau ini dapat juga bertindak sebagai batuan reservoir.

4.5.2 FASIES, BENTUK, DAN UKURAN TUBUH BATUPASIR

FASIES, GEOMETRI, DAN PENYEBARAN BATUAN RESERVOIR DETRITUS

Fasies, geometri, dan penyebaran batuan reservoir saling erat berhubungan. Sering-sering

geometri serta penyebaran ini ditentukan oleh fasies atau lingkungan pengendapan. Oleh

karenanya seringkali dilakukan penelitian terhadap lingkungan pengendapan lapisan pasir.

Pada umumnya kita mendapatkan 3 macam fasies:

Batupasir yang diendapkan sebagai endapan sungai (fluviatil), misalnya Formasi Talang Akar

bagian bawah, ‘the Gritsand Member’ dan Formasi Tanjung

Batupasir yang diendapkan dalam lingkungan campuran atau dekat pantai. Batupasir yang

diendapkan ke dalam lingkungan ini adalah yang paling banyak dan akan dibahas lebih

lanjut,, antara lain pengendapan dari suatu delta, pengendapan pantai, dan lain sebagainya.

Batupasir marin yaitu batupasir yang diendapkan dalam laut, misalnya saja batupasir paparan

(shelf-sand), lensa pasir neritik dan turbidit.

Bentuk ukuran dan orientasi daripada lapisan reservoir tergantung sekali pada asal mula

jadinya batuan tersebut. Maka hal ini juga memperlihatkan bagaimana pentingnya mekanisme

pengendapan/sedimentasi terhadap lapisan-lapisan reservoir.

UKURAN DAN BENTUK: ukuran suatu lapisan reservoir dapat dinyatakan dalam tebal dan

luas. Tebal suatu lapisan reservoir, baik lapisan itu batupasir maupun batugamping, dapat

berkisar dari 1 ½ sampai 500 m. Di Amerika Serikat ketebalan rata-ratanya adalah 13 m (39

kaki). Di Indonesia ketebalan lapisan suatu reservoir, terutama lapisan pasir, jika kurang dari

2 m sudah tidak lagi dianggap ekonomis.

Luas lapisan reservoir ataupun penyebaran batuannya tentu saja beraneka ragam, dari mulai

lensa kecil seluas beberapa ratus meter saja, sampai ke suatu lapisan selimut (blanket sand).

Tentu luas lapisan reservoir ini merupakan salah satu parameter daripada bentuk lapisan

reservoir tersebut. Berbagai penulis telah membuat penggolongan ukuran serta bentuk batuan

reservoir. Penggolongan Krynine (1940) didasarkan atas perbandingan lebar atau luas

terhadap tebal atau kira-kira luas berbanding volum. Dalam klasifikasi ini Krynine sama

Page 15: Bab 4 Bab 5

sekali tidak melihatnya dalam hubungan bentuk 3 dimensii, tetapi hanya 2 dimensi.

Klasifikasinya adalah sebagai berikut:

1) Pasir lapisan selimut (blanket sand, sheet sand), jika perkiraan luas (lebar) lapisan

reservoir terhadap volum (tebal) lebih besar dari 1000 : 1.

2) Tabuler, jika perkiraan luas (lebar) terhadap volum (tebal) berbanding 1000 : 1 sampai

5 : 1.

3) Prisma, jika perkiraan luas (lebar) berbanding volum (tebal) di antara 50 : 1 sampai 5 :

1.

4) Tali-sepatu (shoe-string sand), jika lebar terhadap tebal adalah 5 : 1 atau lebih kecil

lagi.

Dalam praktek sangatlah sulit untuk mengklasifikasi jenis lapisan pasir menurut cara ke satu

Krynine, yaitu penggolongan pasir selimut. Untuk ini terjadi berbagai pengertian. Konsep

Krynine untuk mengklasifikasikan berbagai macam bentuk serta ukuran lapisan pasir yang

berdasarkan perbandingan lebar terhadap tebal, sebagai perkiraan luas terhadap volum,

diteruskan oleh McGugan (1965) dengan konsepsinya yang disebut sebagai faktor presistensi

(persistent factor) dan dinyatakannya sebagai berikut:

Faktor presistensi = luasarea satuan

ketebalanrata−rata satuan

Jadi pada hakekatnya cara ini sama dengan konsepsi Krynine, hanya sekarang perhitungan

dilakukan dengan luas dan bukan dengan lebar, dan dibandingkan terhadap ketebalan rata-

rata, dan bukan terhadap volum. Menurut faktor presistensi, suatu lapisan pasir dikatakan

suatu selimut (sheet atau blanket) jika memenuhi anngka lebih dari 396 x 106 dan biasanya hal

ini terdapat pada lapisan pasir neritis-litoral pada suatu paparan (shelf) atau kraton.

Jelas klasifikasi Krynine maupun presistensi McGugan tidaklah membedakan antara bentuk

sama-sisi (equant) dengan bentuk memanjang (elongate). Justru bentuk ini penting untuk

dibedakan, karena dalam eksplorasi penyebaran serta arah penyebaran lapisan pasir sangat

diperhatikan sebagai ternyata pengertian dari ‘trend’ atau arah jalur pasir tersebut berorientasi.

Klasifikasi yang berikutnya adalah oleh Rich (1923) dan Potter (1962). Kedua penulis ini

membedakan:

1) Tubuh barupasir yang sama sisi. Sebagai contoh misalnya, lapisan selimut (blanket)

atau lembaran (sheet) dan menurut penulis, sekarang juga termasuk lensa-lensa.

2) Tubug batupasir memanjang. Misalnya, bentuk prisma, bentuk tali-sepatu (shoe-

string), dan sebagainya. Dalam hal ini bentuk memenjang harus mempunyai dimensi

panjang minimal 100 kali lebar.

Page 16: Bab 4 Bab 5

4.5.2.1 Tubuh Batupasir Sama-Sisi

Perbedaan antara lensa dengan suatu lapisan pasir selimut (blanket sand) tidak mudah dapat

dikatakan, tetapi untuk hal ini dapat dipergunakan faktor presistensi. Jadi menurut McGugan,

untuk dapat dikatakan ‘blanket sand’ harus dipenuhi faktor 396 x 106; atau menurut Krynine,

perbandingan lebar terhadap tebal harus minimal 1000 : 1. Untuk hal yang disebut terakhir,

maka tentu suatu lensa dapat dikatakan terhadap suatu lapisan pasir yang lebarnya 1000 meter

dengan ketebalan 1 meter atau yang lebarnya 1 km dengan ketebalan 10 meter. Tetapi dalam

prakteknya, lensa lebih kecil dan penyebarannya hanya beberapa kilometer saja kadangkala

kurang dari 1 kilometer, sedangkan ketebalannya beberapa meter. Mungkin lebih cocok

disebut sebagai suatu prisma dari Krynine.

LENSA PASIR. Lensa terjadi dengan berbagai macam cara:

1) Pembentukan di darat, yaitu dalam endapan fluvial sebagai suatu gosong tanjung

(point bar). Pada meander sungai terjadi endapan pasir pada bagian dalam belokan-

belokan yang kemudian karena terjadi proses penyelewengan aliran, meander potong

memotong, dan terbentuklah lensa pasir yang terisolasi. Karena cara meander ini sagat

tergantung juga pada lereng lembah tempat meander ini terdapat, maka lensa dapat

saja berkoalesi menjadi suatu lapisan batupasir tali-sepatu (shoe-string sand). Lensa

biasanya bersifat sedikit banyak ‘elongate’ tetapi belum merupakan bentuk yanng

betul-betul memanjang. Contoh daripada point bar sand, yaitu di Amerika Serikat

dalam cekungan J – D di daerah Nebraska, misalnya saja dalam formasi Redfork di

mana jelas pasir membentuk lensa (Gambar 4.7).

2) Lensa dapat juga terbentuk dalam pengendapan suatu delta, terutama dalam suatu

delta yang dangkal. Di dalam delta terdapat saluran penyebar (distributary channels)

yang pada dasarnya terendapkan lapisan pasir. Maka sama juga halnya seperti pada

suatu meander, karena memanjangnya aliran sungai maka pada suatu ketika saluran

menjadi terlalu panjang dan terjadilah suatu pembobolan tanggul (crevasse) sebagai

suatu penyelewengan aliran.

Gambar 4.7

Terbentuklah aliran baru, sedang aliran yang lama boleh dikatakan mati. Sedimen dari

saluran penyebar juga diendapkan di mulut delta sebagai endapan pasir, lanau, dan

lempung dalam lingkungan laut dangkal dan kadang-kadang juga dalam payau-payau

sehingga membentuk semacam suatu kipas di muka delta. Jika saluran ini kemudian

mati, maka seluruh aliran pasir tersebut menjadi suatu lensa yang sering berbentuk

‘lobate’ (Gambar 4.8).

Page 17: Bab 4 Bab 5

Lensa yang dibentuk oleh suatu delta di laut yang dangkal menjadi kompleks sekali

dengan sering terjadinya perpindahan saluran, terjadilah suatu sistem lensa yang

tumpuk menumpuk.

Tergantung daripada proses kecepatan serta dalamnya air tempat pasir diendapkan,

maka didapatkan juga kemungkinan koalesi lensa menjadi satu. Hal ini terjadi di delta

yang dangkal (Koesoemadinata, 1970 atau Vischer, 1968).

Perbedaan lensa delta dan gosong tanjung (point bar). Dalam hal lensa pasir yang dibentuk

oleh suatu delta, maka pasir bergradasi secara lateral terhadap lanau dan serpih. Lain halnya

dengan tubuh pasir di dalam endapan meander, yang memperlihatkan suatu kontak erosi yang

tajam dengan dasarnya dan juga secara lateral sedangkan ke atas bergradasi ke lapisan

endapan aluvial yang halus. Lensa yang diendapkan oleh suatu gosong tanjung biasanya

membentuk suatu sistem yang memanjang dan tegak lurus terhadap pinggiran daripada

cekungan terhadap mana sungai mengalir. Delta umumnya dibentuk pada laut yang dangkal,

misalnya bagian dalam dari suatu paparan (shelf). Pasir yang dibawa oleh saluran penyebar

diendapkan di mulut sungai sebagai gosong pasir dalam lingkungan lautan yang dangkal,

sehingga membentuk tubuh pasir yang menerus di sekitar delta yang sedang tumbuh, dan

kemudian membentuk suatu kipas yang menerus selama delta tersebut maju.

Gambar 4.8

Walaupun demikian bentuk lensa dengan jelas memperlihatkan suatu sumbu yang

berorientasikan dengan sudut yang besar terhadap pinggiran cekungan. Dalam hal ini lensa

yang demikian bergradasi secara lateral ataupun secara ke bawah terhadap lapisan yang lebih

halus dari pro-delta dan kadang-kadang ditutupi dengan suatu ketidakselarasan oleh suatu

endapan delta halus lainnya. Jika delta terbentuk di laut yang dalam, maka tubuh batupasir

yang terjadi akan bersifat lebih memanjang daripada lensa.

Lensa pasir yang terbentuk oleh proses pembentukan delta sangat penting bagi akumulasi

minyakbumi. Misalnya di Indonesia, hal ini khas sekali, terdapat di lapangan minyak Attaka,

di mana lensa-lensanya terpisah satu dengan yang lain. Juga di Nigeria lensa pasir dari delta

sungai Niger sangat penting bagi adanya akumulasi minyakbumi.

SELIMUT PASIR. Banyak lapisan pasir dinyatakan sebagai suatu ‘sheet’ atau ‘blanket sand’.

Hal ini memang merupakan konsepsi yang ideal daripada suatu lapisan reservoir yang

diperlihatkan di dalam diagram. Namun sebetulnya suatu bentuk lapisan pasir yang demikian

itu jarang sekali didapat. Biasanya didapatkan di daerah paparan di atas suatu kraton,

misalnya saja lapisan pasir berumur Kambrium di Amerika Serikat seperti ‘Postdam

Sandstone’ yang lapisan pasirnya tersebar luas sekali. Pasir ini biasanya sangat murni,

berbutir bundar-bundar, terpilah baik, dan berasosiasi dengan karbonat. Pembentukan lapisan

Page 18: Bab 4 Bab 5

pasir yang demikian mungkin terjadi di laut yang sangat dangkal di mana pengendapan terjadi

di atas alas gelombang dan tersebar sangat meluas.

Mungkin sekali pasir tersebut adalah hasil pengendapan kembali dari perombakan batupasir

yang sebelumnya, juga mungkin terbentuk sebagai jalur yang mengalami retribusi. Namun

ada kalanya pasir yang demikian itu berbentuk lensa yang lebih daripada satu, yang berkoalesi

menjadi selimut yang luas. Kebanyakan lapisan pasir yang terdapat secara meluas seperti

Formasi Air Benakat di Sumatera bukanlah merupakan lapisan selimut (sheet sand) dalam arti

yang sebenarnya, tetapi lebih merupakan amalgamasi koalesi daripada lapisan yang

memanjang yang bersifat lensa yang mengalami proses koalesi lateral ataupun vertikal.

4.5.2.2 Tubuh Batupasir Memanjang

Bentuk tubuh batupasir yang memanjang mungkin lebih banyak terdapat daripada yang

berbentuk lensa ataupun yang berbentuk selimut. Pada umumnya dapat dibagi 2 macam

bentuk yang memanjang:

1) TUBUH PASIR BERBENTUK TALI-SEPATU (shoe-string sand)

2) TUBUH BATUPASIR GOSONG PENGHALANG (bar-sand atau sand bar)

Tubuh batupasir penghalang ini pada umumnya terjadi pada pengendapan di pantai. Tubuh

lapisan batupasir yang bersifat memanjang pada permulaannya memang diketahui di daerah

Pensylvania pada tahun 1860-an, demikian pula pengetahuan bahwa lapisan tersebut biasanya

membentuk suatu jalur yang memanjang dan diketahui dari sering mengelompoknya lapangan

minyak ataupun telaga minyak pada suatu garis lurus atau memperlihatkan adanya suatu

‘trend’. Bentuk batupasir yang demikian mungkin lebih banyak dan lebih normal daripada

yang bersifat sama-sisi dan merupakan lapisan reservoir utama. Arah (trend) lapisan pasir

yang demikian juga membentuk perangkap yang dinamakan perangkap stratigrafi.

Pengetahuan mengenai bentuk lapisan pasir yang memanjang ini diketahui dari pengalaman

pemboran di Amerika Serikat ataupun di negara lain, dari geologi bawah permukaan atau dari

penyelidikan mengenai endapan batupasir pantai (beach sand) yang dilakukan di berbagai

bagian dunia, terutama di sekitar daerah Teluk Mexico.

PASIR TALI-SEPATU. Beberapa pengetahuan mengenai bentuk ini terutama berdasarkan

pengkajian batupasir Venango, oleh Carell (1876, 1886) di Amerika Serikat. Dari pengkajian

ini, ternyata lapisan minyak terjadi pada satu garis yang lurus atau berbelok-belok di seluruh

daerah. Dalam hal ini orientasi atau trend daripada tubuh-tubuh batupasir yang memanjang

sangatlah penting, dan sangat mempengaruhi lokasi pemboran. Salah satu lapisan batupasir

minyak berbentuk tali-sepatu yang terkenal adalah dari Kansas sebelah Timur, dari lapisan

yang berumur Karbon (zaman Pensylvania). Rich (1923) berkesimpulan bahwa pasir ini

Page 19: Bab 4 Bab 5

merupakan pengisian satu saluran yang telah tersayat ke dalam lapisan yang ada di bawahnya,

yaitu Formasi Cherokee. Terlihat sangat jelas tidak adanya peralihan antara pasir dengan

serpih, sehingg batasnya bersifat tajam atau sebagai batas erosi. Contoh lain adalah lapisan

Bartlesville di Kansas, yang terkenal dengan nama Golden Lane. Selain itu juga batupasir

(umur kapur) di Nebraska merupakan contoh daripada pengisian suatu saluran ataupun

lembah. Mengenai batupasir ini, Exum, Dunham, dan Harms (1967) berkesimpulan, bahwa

reservoirnya diendapkan sebagai suatu pengisian lembah berbentuk prisma batupasir yang

panjangnya 20 mil, lebarnya 2000 kaki dan tebalnya 50 sampai 80 kaki. Batas-batas daripada

tubuh ini adalah batas erosi. Minyak terperangkap di tempat di mana arah pengisian lembah

memotong antiklin (Gambar 4.9). Cara terbentuknya lapisan berbentuk tali-sepatu ini dapat

juga terjadi pada meander atau pada gososng tanjung sungai (point bar sand) yang terkoalesi

ke hilir. Dengan demikian sebetulnya pasir tali-sepatu tediri daripada lensa yang mengarah

dan memberikan suatu bentuk yang lenggak-lenggok atau sinuous.

Gambar 4.9

PASIR PANTAI. Tubuh batupasir gosong sebetulnya terdiri dari berbagai macam, antara lain:

1) Pulau gosong atau barrier island. Dalam zaman sekarang gejala ini terdapat di

sepanjang Atlantik dan di Amerika Serikat. Contoh lapisan pasir yang demikian

adalah Formasi Foxhill yang berumur Kapur Atas di daerah Rocky Mountains yang

dibuktikan oleh Weimer (1963).

2) Batupasir gosong lepas pantai (offshore bar). Seringkali pulau gosong (barrier island)

dan gosong lepas pantai (offshore bar) dikacaukan satu dengan yang lain.

3) Pasir pesisir (beach sand).

Penyelidikan lingkungan modern di teluk Mexico oleh Could (dikutip dalam buku ‘Source

book of Petroleum Geology’, 1967) memperlihatkan bahwa tubuh batupasir yang berbentuk

di lingkungan dekat pantai pada pinggiran suatu cekungan biasanya berorientasi sejajar

dengan jurus pengendapan. Batupasir ini dan juga sedimen lainnya ditransport oleh arus

sepanjang pantai (longshre current), dan karena proses akresi sedimen terbentuklah suatu

dataran pantai. Tubuh batupasir jenis ‘pulau gosong’yang merupakan suatu mata rantai yang

panjangnya 3000 mil sepanjang pantai Texas lebih merupakan lingkungan pasir yang khas.

Pulau Galveston (suatu contoh pulau gosong) mempunyai lebar rata-rata 2 mil dan panjang 28

mil. Tebal maksimal lapisan ini adalah 40 kaki. Menurut Exam dan Harm (1967) reservoir

yang dibentuk sebagai gosong laut dangkal bertubuh lensa dengan bentuk elips yang

panjangnya 2 sampai 5 mil, lebarnya ½ sampai 2 ½ mil, dan tebalnya kurang dari 25 kaki.

Batupasir ini secara lateral berangsur-angsur menjadi batulumpur lautan. Posisi gosong laut

reservoir ini dapat diramalkan dengan memetakan perbandingan pasir/serpih, hal mana tidak

Page 20: Bab 4 Bab 5

dapat dilakukan untuk reservoir pengisi lembah karena batas-batasnya adalah batas erosi.

Bentuk tubuh batupasir gosong lepas pantai biasanya berbentuk linier dan sejajar dengan jurus

pengendapan, sedangkan suatu pengendapan sungai biasanya tegak lurus atau memotong

jurus pengendapan dan mempunyai bentuk yang lenggak-lenggok (sinuous).

TUBUH BATUPASIR TURBIDIT. Adanya endapan turbidit dikemukakan pertama kali oleh

Daly (1936), kemudian disusul oleh Kuenen (1947). Batuan yang terbentuk dari arus ini

disebut turbidit (Sanders dan Carozzi, 1957). Banyak lapangan minyak kemudian

reservoirnya dikenal sebagai turbidit, antara lain di cekungan Los Angelos (Barbat, 1958) dan

cekungan Ventura di California (Sullwold, 1961). Suatu hal yang penting daripada lapisan

turbidit ialah adanya lapisan pasir yang kasar yang berbentuk interkalasi dalam lapisan serpih

yang diendapkan di laut yang dalam. Misalnya saja di cekungan Ventura, berbagai bukti

foraminifera menunjukkan bahwa kedalaman laut dari cekungan tersebut pada zaman Tersier

Atas adalah beberapa ribu kaki (Natland dan Kuenen, 1951). Sejumlah tulisan mengenai

beberapa turbidit dalam eksplorasi minyakbumi disusun oleh Passega (1954). Bentuk lapisan

turbidit itu tidak begitu jelas, tetapi dapat berupa bentuk lensa, bentuk saluran, ataupun bentuk

kipas.

4.5.3 KESIMPULAN MENGENAI TUBUH BATUPASIR

Dari pembahasan di atas jelaslah, bahwa lapisan pasir tidaklah seperti kue lapis sebagaimana

diharapkan oleh para ahli reservoir. Pada umumnya lapisan pasir berbentuk lensa atau

memanjang yang tebatas, oleh karena itu, proses regresi-transgersi, proses meander dan

proses-proses lainnya menyebabkan tubuh-tubuh yang terbatas ini merupakan suatu susunan

yang sangat kompleks dan ruwet. Menurut Krynine (1948) tubuh berbentuk tali-sepatu dan

juga lensa merupakan batubata dari bentuk lain yang disebabkan karena proses coalescing,

anastomising, bifurcating, branching, dendritic, dan en-echelon. Dapatlah dipahami batupasir

selimut pada hakekatnya terdiri dari lensa, prisma, atau bentuk tabular yang merapat menjadi

satu atau berbentuk multi-lateral. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.10. Jika cara

merapatnya tidak sempurna, yang biasanya demikian maka akan terdapat interkalasi serpih di

antaranya.

Gambar 4.10

Ini justru memperlihatkan bahwa suatu lapisan yang kelihatannya seolah-olah merupakan

suatu lapisan yang luas, sebetulnya terdiri dari berbagai macam lapisan yang merapat secara

lateral dan disisipi oleh lapisan serpih.

Walaupun masing-masing lapisan kelihatannya dapat dikorelasikan, tetapi pada dasarnya hal

ini tidak dapat dilakukan karena memang di antaranya terhalanng lapisan serpih. Dengan

Page 21: Bab 4 Bab 5

demikian tidak terdapat kesinambungan dalam sifat reservoir dan tiap lensa merupakan

reservoir yang berdiri sendiri.

Kompleks tubuh batupasir tersebut juga dikatakan bertingkat banyak (multistory) atau berupa

suatu berkas (bundle) (Sulwold, 1958). Sebagai contoh lapisan batupasir semacam itu ialah

Formasi Talang akar, yang antara lain terdiri dari 52 lapisan di struktur Pendopo. Suatu hal

yang penting lagi mengenai tubuh batupasir tersebut adalah adanya konsepsi ‘arah’ (trend)

yang biasanya sering dipergunakan dalam eksplorasi minyakbumi. Apakah hal ini diketahui

dengan pengetahuan mengenai mulajadi batupasir atau tidak, namun jelas bahwa lapisan

reservoir batupasir ini memperlihatkan berbagai pole tertentu. Dengan mengetahui asal mula

jadi lapisan batupasir tersebut, tentu peramalan yang lebih tepat dapat dilakukan.

Dalam hal geometri batupasir, ada tiga masalah utama yaitu:

1) Merekonstruksikan geometri secara tepat;

2) Mengetahui apa artinya dari segi asal mula jadi;

3) Mengetahui pola penyebaran lapisan sedimen dari asal-mulajadi tertentu dengan suatu

situasi pengendapan yang analog.

Dalam hal ini gejala-dalam seperti struktur sulang-siur, orientasi butir, bekas aliran, lapisan

dengan urutan besar butir tertentu serta hubungan suatu tubuh batupasir terhadap lapisan yang

ada di atas dan di bawahnya maupun secara lateral adalah sangat penting dalam

menginterpretasikan asal-mulajadinya. Terutama jika sumur kontrol sangat sedikit untuk

mendefinisikan bentuk tubuh tersebut.

BEBERAPA GEJALA YANG MENCIRIKAN BERBAGAI MACAM TUBUH

BATUPASIR:

Shelton (1967) memperlihatkan bahwa lingkungan batupasir dapat ditentukan dengan

membandingkan geometri dan gejala-dalam lapisan pasir dengan model stratigrafi. Misalnya

saja antara aluvial, gosong laut, dan batupasir turbidit, ciri dari setiap model dapat ditentukan

dari segi:

a) Geometri: Posisi geografi dan arah (trend), posisi vertikal, panjang lebar, ketebalan,

dan perbatasan .

b) Gejala-dalam (internal features): Struktur sedimen, tekstur, susunan butir.

Pemisahan bentuk geometri berdasarkan berbagai gejala tadi juga berpengaruh terhadap

penyebaran porositas dan permeabilitas. Sebagai contoh misalnya, suatu lapisan pasir pengisi

lembah atau saluran biasanya lebih berpori di bagian bawah dan menjadi kurang di bagian

atas. Pada log listrik ini nampak bentuk kurva yang sifatnya seperti suatu lonceng. Di lain

pihak suatu lapisan pasir pantai yang regresif, biasanya porositasnya berkurang ke bawah atau

Page 22: Bab 4 Bab 5

menjadi lebih tinggi ke atas sehingga dalam kurva log listrik diperlihatkan suatu bentuk

seperti kipas.

Di Amerika Serikat, dari semua perangkap stratigrafi diketahui bahwa:

a. Pasir pengisi saluran: 7%

b. Pasir gosong (bar): 23%

c. Pasir pesisir (beach): 19%

d. Pasir dekat pantai laut: 19%

e. Perubahan fasies lainnya: 7%

Pada umumnya lensa pasir dan tubuh pasir merupakan unsur utama dalam pembentukan

perangkap stratigrafi, namun selain itu diperlukan juga unsur perangkap lainnya, seperti unsur

tektonik, pelengkungan ataupun kemiringan wilayang (Milikan, 1940).

Dapat pula disimpulkan di sini bahwa penggolongan bentuk lapisan batupasir ini sering

dilakukan atas dasar asal mulajadi semua lapisan tersebut. Misalnya, istilah yang

dipergunakan mempunyai makna kombinasi asal-mulajadi dan geometri, seperti pasir selimut

(blanket sand), pasir lembaran (sheet sand), pasir paparan (shelf sand), kipas aluvial (alluvial

fans), pasir saluran (channel sand), pasir tali-sepatu (shoe-string sand), delta, jari-jari gosong

(bar finger), lidah (tongue), pesisir (beach), gosong (bar), onggokan/angin (dunes), cheniers,

estuary, teras-teras terbentuk gelombang (wave-build terrace), pasir sayap (flank sand),

saluran sungai (fluvial channel), saluran delta (delta channel), turbidit, pasir neritik (neritic

sand), dan sebagainya.

4.5.4 BERBAGAI CONTOH RESERVOIR BATUPASIR

Contoh batupasir sebagai batuan reservoir, misalnya ialah dari Amerika Serikat, di daerah

Midcontinent yang berumur Karbon dan Ordovisium yang mempunyai porositas 15 sampai

25 persen dan permeabilitas antara 25 sampai 400 milidarcy (Milikan, 1940).

Contoh lain adalah pasir yang berumur Kapur dari Texas Timur dan Louisiana Utara dan

Arkansas Selatan dengan porositas berkisar dari 20 sampai 30 persen sedangkan permeabilitas

berkisar dari 50 sampai 2000 milidarcy. Lapisan reservoir berumur Tersier di Gulfcoast dan

Texas Barat Daya mempunyai porositas 25 sampai 32 persen dan permeabilitas berkisar dari

100 sampai 2000 milidarcy. Di California, lapisan pasir berumur Tersier yang berbentuk lensa

mempunyai porositas berkisar dari 12 sampai 25 persen dan permeabilitas dari 25 sampai

5000 milidarcy (Milikan 1940).

Menurut Levorsen (1967), lapangan minyak Burgan di Kuwait merupakan lapangan minyak

terbesar di dunia yang sampai dewasa ini memproduksi minyakbumi dari lapisan batupasir

sebagai reservoir. Menurut Gregg (1958) batupasir Burgan yang berumur Kapur Tengah

Page 23: Bab 4 Bab 5

mempunyai ketebalan bersih kira-kira 8000 kaki. Beberapa dari lapisan pasir tersebut

mempunyai permeabilitas sampai 4000 milidarcy. Ini barulah dapat dikatakan batupasir yang

istimewa.

Di Amerika Serikat, reservoir batupasir yang paling besar adalah di lapangan minyak Texas

yang memproduksikan minyakbumi dari batupasir Woodbine yang berumur Kapur Atas.

Lapisan ini menurut Hudnal dan Eaton (1968) panjangnya 44,32 mil yang memanjang arah

Timur Laut-Barat Daya, lebarnya 4,94 mil memanjang dalam arah Barat-Timur dan luasnya

meliputi 40.000 acres dengan ketebalan rata-rata 35 kaki dan berkisar dari 0 sampai 102 kaki.

Lapisan pasir ini mempunyai porositas 25% dan permeabilitas rata-rata 1,5 darcy dengan

maksimum 4 darcy (Minor dan Hanna, 1941). Produksi dari lapangan Texas Timur ini sampai

Januari 1968 adalah 3 milyar barrel.

Contoh lain daripada batupasir reservoir yang berbentuk lensa adalah lapangan Bell Creek di

Montana, Amerika Serikat, yang ditemukan pada tahun 1967 (McGregor dan Biggs, 1968).

Lapangan ini panjangnya 12 mil, lebarnya 1 sampai 3 mil dan memproduksi 50.000 barrel per

hari, dengan cadangan yang diperkirakan 200.000.000 barrel. Reservoir ini yang dinamakan

‘Muddy Sandstone’, terbentuk dalam suatu kompleks pengendapan air dangkal dekat pantai

dalam keadaan fasa regresif di antara dua transgresi laut besar pada zaman Kapur Tua. Lensa

tipis batupasir ini tebalnya hanya 20 kaki, tetapi porositasnya berkisar sampai 13.500

milidarcy. Batupasirnya sangat halus sampai halus.

Lapangan minyak Pembina di Alberta, Canada, ditemukan pada tahun 1953 yang juga

didapatkan dari reservoir batupasir dengan porositas/permeabilitas rendah. Ketebalan bersih

dari batuan ini berkisar dari beberapa kaki sampai maksimum 67 kaki dan rata-rata 12,5 kaki.

Porositas dan permeabilitasnya juga berkisar banyak sekali, dengan rata-rata 12,5 persen dan

24 milidarcy. Tetapi lapangan minyak yang berumur Kapur Atas ini menempati daerah seluas

755.000 acre. Minyak yang telah dihasilkan telah lebih dari 390 juta barrel dan gas sebanyak

291 milyar kaki kubik. Sampai akhir 1965 cadangan yang masih didapatkan berjumlah

1.298.000.000 barrel minyakbumi dan 981 milyar kaki kubik gas.

Lapangan minyak Saring di Libia yang ditemukan pada tahun 1961 adalah salah satu

lapangan minyak raksasa dan menurut Sandford (1968), batupasirnya berumur Kapur dan

mempunyai porositas rata-rata 18 sampai 19 persen sedangkan permeabilitas rata-ratanya

beberapa ratus milidarcy dengan beberapa lapisan tipis dari 2 sampai 3 darcy. Setiap sumur

mempunyai kapasitas 28.000 barrel per hari. Cadangan minyaknya 12 sampai 15 milyar barrel

di tempat dengan ketinggian kolom minyak maksimum 3000 meter.

Sebagai contoh lapisan pasir yang bersifat arkosa ialah misalnya, di Texas-Panhandle.

Lapisan arkosa ini terdapat dalam suatu jalur yang lebarnya 5 mil dan panjangnya 70 mil.

Page 24: Bab 4 Bab 5

Reservoir sebetulnya terdiri daripada jari-jemari antara serpih merah dan arkosa yang bersih

dengan ketebalan yang berkisar dari 0 sampai 2800 kaki atau lebih, sebagaimana terdapat

dalam salah satu jalur. Seluruh lapangan ini panjangnya 125 mil dan meliputi kelompok

pegunungan yang terkubur (Amarillo Mountains). Ketebalan bersih arkosa di suatu daerah

adalah 10 sampai 20 kaki, produksi kumulatif telah mencapai 1,09 milyar barrel (sampai akhir

1967). Contoh batupasir turbidit yang penting adalah dari Los Angeles dan Ventura Basin,

California. Di sini batuan utamanya adalah greywacke. Produksi kumulatif dari 2 daerah ini

telah mencapai 4,9 milyar barrel. Data lebih lanjut mengenai lapisan ini tidak didapatkan.

Hal ini dapat kita bandingkan dengan lapangan minyak Caltex di Indonesia yang sampai kini

telah memproduksi lewat 1 milyar barrel.

4.6 BATUAN RESERVOIR KARBONAT – GAMPING

Batuan karbonat merupakan batuan reservoir penting untuk minyak dan gasbumi. Dari 75

persen daratan yang dibawahi oleh batuan sedimen, kira-kira 1/5 dari masa sedimen ini terdiri

dari batuan karbonat (gamping dan dolomit). Menurut Knebel dan Rodriguez (1956), 59

persen lapangan minyak yang besar terdapat dalam batuan reservoir batupasir, tetapi 40

persen terdapat dalam batuan karbonat. Jadi keseluruhannya meliputi suatu cadangan 87,3

milyar barrel. Di Timur Tengah saja terdapat 79 milyar barrel. Beberapa daerah penting yang

mempunyai batuan karbonat sebagai reservoir adalah Texas Barat, sebelah Utara Mexico, di

sebelah Barat Canada, dan di Venezuela. Dewasa ini batuan karbonat merupakan batuan

reservoir yang cukup penting di Indonesia dengan ditemukannya minyak di Formasi Baturaja

di Laut Jawa, Formasi Kujung di Laut Jawa Timur dan juga dengan ditemukannya lapangan

minyak dengan produksi yang besar dari Formasi Kais di Irian Jaya. Lain halnya dengan

batuan pasir pasir, reservoir batugamping lebih sulit dan lebih kompleks sifatnya. Hal ini

disebabkan karena adanya berbagai macam porositas sebagaiman telah dibahas. Selain

berbagai macam jenis porositas, juga struktur sangat memperngaruhi porositas tersebut dan

juga adanya dolomitasi. Di tahun enam puluhan pengetahuan mengenai batuan karbonat

menjadi sangat luas karena penelitian yang dilakukan secara besar-besaran oleh banyak

perusahaan minyak.

Pada umumnya batuan karbonat dapat dibagi 4 macam, yaitu:

1) BATUAN KARBONAT YANG BERSIFAT KERANGKA atau yang secara populer

dikatakan sebagai suatu terumbu (reef).

2) BATUAN KARBONAT YANG BERSIFAT KLASTIK.

3) BATUAN KARBONAT YANG BERSIFATAFANITIK ATAU BATUGAMPING

HALUS.

Page 25: Bab 4 Bab 5

4) BATUAN KARBONAT YANG BERSIFAT DOLOMIT DAN KRISTALIN.

Dari keempat batugamping tersebut semuanya dapat bertindak sebagai batuan reservoir, tetapi

yang sangat menarik perhatian dan sangat penting bagi batuan reservoir adalah: terumbu,

dolomit, dan batugamping klastik.

Dalam bab ini lebih dulu akan dibahas mengenai batugamping ‘reef’ kemudian batugamping

klastik dan baru terakhir mengenai dolomit. Dalam hal ini juga akan langsung dibahas

mengenai bentuk tubuh batuan reservoir karbonat. Perlu dicatat di sini bahwa penyebaran

porositas dan bentuk daripada batuan reservoir sangat erat hubungannya dengan perangkap

minyak atau yang disebut perangkap stratigrafi.

4.6.1 TERUMBU KARBONAT SEBAGAI BATUAN RESERVOIR

Terumbu (reef) dapat merupakan batuan reservoir yang sangat penting. Pada umumnya

terumbu terdiri daripada suatu kerangka dari koral, ganggang, dan sebagainya yang tumbuh

dalam laut yang bersih, berenergi gelombang tinggi dan mengalami banyak pembersihan

sehingga rongga-rongga antaranya khususnya menjadi sangat bersih. Juga di antara kerangka

tersebut terdapat banyak fragmen koral, dan foraminifera dari butiran bioklastik lainnya.

Tetapi karena pertumbuhan ini terjadi di daerah yang berenergi tinggi maka biasanya menjadi

lebih bersih. Dalam hal ini porositas yang didapatkan terutama berada dalam kerangka yang

berbentuk rongga-rongga bekas binatang hidup yang biasanya kemudian disemen dengan

sparry calcite sehingga porositasnya diperkecil. Adakalanya porositasnya juga diperbesar

karena mengalami pelarutan lebih lanjut sehingga menjadi sangat gerowong atau bergua-gua.

Seringkali dalam reservoir semacam itu didapatkan lubang-lubang atau gerowong, yang

dalam pemboran mengakibatkan hilangnya banyak lumpur pemboran sehingga pipa bor tiba-

tiba jatuh.

4.6.1.1 Bentuk Reservoir Terumbu

Bantuk batuan reservoir kerangka terumbu ini terbatas sekali karena terumbu koral yang juga

diikat oleh ganggang dan sebagainya hanya tumbuh pada beberapa keadaan tertentu. Pada

umumnya dapat dibedakan menjadi 2 macam reservoir terumbu, yaitu:

1) Terumbu yang bersifat ‘fringing’, atau merupakan suatu bentuk yang memanjang di

lepas pantai.

2) Terumbu yang bersifat terisolir di sana-sini, yang disebut sebagai suatu ‘pinnacle’ atau

‘patch reef’ atau secara tepat dikatakan sebagai bioherm, yang muncul di sana-sini

sebagai berbagai bentuk kecil secara tidak teratur.

Page 26: Bab 4 Bab 5

Suatu terumbu juga berasosiasi dengan bioklastik lainnya dan membentuk suatu akumulasi

sedimen. Kadang-kadang terumbu itu menjadi satu sehingga membentuk suatu kompleks

terumbu. Terumbu yang terbentuk linier, atau sebagai penghalang (barrier) biasanya

bentuknya selain memanjang juga seringkali cukup besar serta memperlihatkan suatu asimetri

dan biasanya terdapat pada pinggiran suatu cekungan. Seringkali terumbu jenis demikian

terdapat pada pinggiran suatu paparan, yaitu di tempat di mana suatu paparan yang landai dan

berenergi rendah tiba-tiba berubah menjadi suatu cekungan yang dalam, sehingga pada ujung

paparan ini terbentuk kompleks terumbu yang merupakan pennghalang (Gambar 4.11).

Gambar 4.11

Biasanya terdapat suatu struktur tubuh tertentu yang terdiri dari inti terumbu (reef-core) dan di

mukanya dalam arah laut terbuka terhimpun hancuran akibat erosi gelombang pada terumbu

tersebut dan membentuk suatu terumbu-muka (fore-reef). Inti terumbu yang memanjang itu

merupakan suatu penghalang yang efektif sehingga di belakangnya terjadi suatu laguna yang

airnya tenang. Laguna ini sering disebut suatu terumbu belakang (back-reef), yang sangat baik

untuk pembentukan evaporit atau pengkonsentrasian garam air laut sehingga memungkinkan

terjadinya dolomit. Laguna ini kadang-kadang bisa merupakan daerah yang sangat luas di

mana gamping yang berenergi rendah terbentuk yang sebetulnya adalah gamping afanatik. Di

sini kadang-kadang juga tumbuh terumbu yang terpisah-pisah yang disebut ‘patch reef’. Jelas

sekali, bahwa terumbu muka dan juga bioklastik yang berasosiasi dengan terumbu ini

merupakan suatu bentuk tubuh yang memanjang, berselang-seling antara terumbu dengan

klastik karbonat yang berenergi tinggi dan seringkali merupakan trend yang sangat khusus.

Contoh suatu terumbu yang memanjang yang merupakan suatu trend yang terkenal adalah

Golden Lane di daerah Tampico, Mexico. Bentuk reservoir ini merupakan suatu trend atau

jalur yang panjangnya 70 sampai 145 km. Panjang yang mempunyai produksi adalah 85 km

dan lebar rata-rata 1 km, Terumbu ini biasanya terdiri dari cetakan-cetakan moluska, rudista,

dan koral sehingga diperoleh porositas jenis primer. Selain itu juga porositas dibentuk karena

patahan, retakan, dan lain-lain.

Contoh lain adalah terumbu Leduc-Woodbend di Canada sebelah Barat. Terumbu yang

disebut D-reefs terdapat dalam formasi Nisku dan Formasi Leduc (Gambar 4.12) terdiri dari

kerangka crinoid dan merupakan juga terumbu yang memanjang. Tetapi pada beberapa

tempat terdapat kombinasi yang lebih merupakan sebagai suatu bioherm. Misalnya saja

Rainbow Member mempunyai tebal 756 kaki dan terdiri daripada terumbu yang

didolomitasikan dan porositas yang didapatkan adalah jenis gerowong (vug) dan interkristal

yang baik sekali. Terumbu di Leduc/Woodbend itu mungkin dapat menghasilkan 284 juta

barrel.

Page 27: Bab 4 Bab 5

Contoh yang penting daripada suatu terumbu di Timur Tengah adalah di Irak. Di sini terdapat

suatu terumbu yang berumur Kapur dan Tersier. Lapangan minyak yang terdapat di sini

adalah lapangan minyak Kirkuk di Irak Utara yang terdiri daripada suatu kompleks terumbu

Tersier dan juga terumbu fosil lainnya yang berumur Kapur Atas Tengah maupun Bawah.

Singkapannya sangat berbitumina. Lapangan kirkuk ini 60 mil panjangnya dan produksi di

tahun 1954 telah mencapai 165,9 juta barrel dan cadangan yang dieprkirakan adalah 7 milyar

barrel.

4.6.1.2 Terumbu Tiang

Lapangan yang bersifat terumbu tiang (pinnacle) ditemukan di Libya yaitu lapangan Idris

dalam cekungan Sirte yang didapatkan dari suatu terumbu berumur Paleosen. Satu umur

kadang-kadang bisa menghasilkan 17 ribu barrel sampai 74.000 barrel per hari. Jenis terumbu

ini kadang-kadang mempunyai suatu garis tengah yang hanya 2 sampai 3 km saja.

Gambar 4.12

Contoh yang baik untuk terumbu tiang sebagai reservoir ialah yang didapatkan baru-baru ini

di Irian Jaya, yaitu lapangan minyak Kasim dan Jaya. Sebetulnya telah pula ditemukan

sebelumnya lapangan minyak Klamono-Klamanuk dan juga lapangan minyak Wasian dan

Mogoi, tetapi dengan produksi yang tidak begitu menyolok. Lapangan minyak Kasim-Jaya

(Gambar 9.48) merupakan suatu akumulasi terumbu yang tumbuh di atas suatu kompleks

terumbu yang merupakan suatu landasan. Bentuk terumbu Kasim-Jaya itu terdiri daripada

batuan karbonat berenergi tinggi yang panjangnya 7 km dan lebarnya 2,5 sampai 3,5 km dan

mempunyai ketinggian atau relief vertikal 760 m di atas landasan tempat terumbu tersebut

tumbuh. Porositasnya berkisar dari 14 persen sampai 40 persen dengan rata-rata 20 sampai 25

persen. Kolom minyak yang terdapat di sini adlaah 128 m. Sumur Jaya mempunyai nilai yang

sangat menyolok, yaitu dengan porositas lebih dari 30 persen dalam suatu kolom minyak

setinggi lebih dari 100 m, malah kadang-kadang porositasnya melebihi 42 persen. Sumur

Kasim juga memberikan suatu produksi antara 21 sampai 23.000 barrel per hari (Vincellete,

1973).

Contoh lain daripada batuan reservoir ini ialah di dalam Formasi Baturaja di Laut Jawa

sebelah Barat yaitu lapangan minyak Kitty yang menghasilkan minyaknya juga dari terumbu

batugamping (lihat Gambar pada bab mengenai Geologi Minyak Indonesia).

Lapangan minyak Jaya dan Kasim merupakan terumbu yang bersifar pinnacle dan bukan

terumbu yang memanjang seperti di Leduc atau Golden Lane di Mexico dan tidak pula seperti

yang terdapat di lapangan minyak Kirkuk. Dewasa ini terumbu yang bersifat pinnacle ini

menjadi penting sekali. Jelas pula bahwa terumbu berasosiasi dengan dolomitisasi.

Page 28: Bab 4 Bab 5

Mengingat bahwa bentuk tubuh batuan terumbu ini sangat terbatas, malahan kadang-kadang

kecil sekali, maka sering pada suatu eksplorasi bentuk tubuh kecil ini terlewat. Oleh karena

itu eksplorasi harus sangat teliti dan harus pula didasarkan pada beberapa analisis fasies

batuan karbonat.

4.6.2 GAMPING KLASTIK

Gamping klastik sering juga merupakan reservoir yang sangat baik, terutama dalam

asosiasinya dengan oolit, dan sering disebut sebagai kalkarenit.

Jadi jelas, bahwa batuan reservoir yang terdapat di dalam oolit itu merupakan pengendapan

yang berenergi tinggi dan didapatkan dalam jalur sepanjang pantai atau jalur dangkal dengan

arus arus gelombang kuat. Porositas yang didapatkan biasanya ialah jenis porositas

intergranuler, yang kadang-kadang juga diperbesar oleh adanya pelarutan. Porositas bisa

mencapai setinggi 32 persen tetapi hanya mempunyai permeabilitas 5 milidarcy.

Batuan reservoir oolit terdapat misalnya di cekungan Illinnois (Amerika Serikat), di mana

terdapat oolit dalam gamping yang berumur Karbonat. Lapisan oolit ini disebut McClosky

sand. Batuan ini terdiri daripada oolit yang kadang-kadang juga bersifat dolomit. Pori-pori

terdapat di antara butirannya, dan porositasnya bisa mencapai 10,3 persen dengan

permeabilitas rata-rata 429 milidarcy (Arnold, 1939). Ketebalan rata-rata adalah 3 meter

dengan faktor ‘recovery’ 3.000 barrel per acre. Dari suatu daerah seluas 10.000 acre,

diperkirakan seluruhnya dapat menghasilkan minyakbumi 30.000.000 barrel.

Contoh yang paling penting adalah di Saudi Arabia yaitu dari formasi Arab berumur Jura

Muda, terutama dari anggota D. Formasi Arab ini memberikan hampir semua minyak yang

diproduksikan di Saudi Arabia dan terdiri terutama dari oolit yang telah terkristalisasi dan

terdolomitisasi. Selain itu porositas yang besar diperoleh karena terjadinya gerowong (vug)

yang besar dengan cara pelarutan. Lapangan minyak yang produksinya berasal dari batuan ini

adalah lapangan minyak Ghawar yang panjangnya 140 mil dan luasnya 875 mil persegi

dengan kolom minyak maksimal 1.300 kaki. Satu sumur berpotensi memproduksikan 8.000

sampai 19.000 barrel per hari. Dari lapangan ini pada tahun 1957 telah diproduksikan 1,216

milyar barrel dari 229 sumur. Produksi total dari lapangan ini diperkirakan 35 milyar barrel.

4.6.3 DOLOMIT

Dolomit merupakan batuan reservoir karbonat yang jauh lebih penring dari jenis batuan

karbonat lainnya. Harus diingat pula, bahwa kebanyakan dari batuan karbonat seperti terumbu

ataupun oolit sedikit banyak telah pula ikut didolomitasikan. Cara terjadinya dolomit ini tidak

begitu jelas, tetapi pada umumnya dolomit ini bersifat sekunder atau sedikit banyak dibentuk

Page 29: Bab 4 Bab 5

sesudah sedimentasi. Masalah cara pembentukan porositas dalam dolomit banyak

menghasilkan berbagai macam interpretasi. Salah satu teori mengenai hal ini ialah bahwa

porositas timbul karena dolomitisasi batuan gamping sehingga molekul kalsit diganti oleh

molekul dolomit, dan karena molekul dolomit lebih kecil daripada molekul kalsit maka

hasilnya akan merupakan pengecil volum sehingga timbullah rongga-rongga. Jadi jelaslah

adanya hubungan antara dolomitisasi dan porositas.

Dolomit yang biasanya mempunyai porositas yang baik bersifat sukrosik yaitu berbentuk

hampir menyerupai gula pasir. Rupa-rupanya dolomit ini terbentuk karena pembentukan

kristal dolomit yang bersifat euhedron dan tumbuh secara tidak teratur di antara kalsit. Kalsit

yang belum digantikan oleh dolomit terlarutkan, oleh karena daya larut kalsit lebih besar

daripada dolomit. Dengan demikian terbentuk porositas interkristalin, karena kristal dolomit

yang masih tertinggal sulit larut. Pelarutan kalsit ini menyebabkan terjadinya pori-pori. Hal

ini terjadi dalam gamping afanatik dengan partikel-partikel yang berukuran pasir tersebar

sana-sini, yang kemudian mudah sekali didolomitisasikan. Sering juga di dalam dolomit ini

terdapat porositas yang bersifat gerowong yang mungkin disebabkan karena banyak kalsit

yang belum diganti oleh dolomit, dan berbentuk ‘patches’ atau bentuk yang lebih besar

daripada satu kristal. Semua bentuk itu kemudian dilarutkan dan menghasilkan porositas

gerowong ini. Dolomitisasi juga terjadi dalam batuan gamping yang bersifat terumbu. Bahkan

banyak koral yang besar sehingga memperlihatkan porositas interkristalin.

Porositas yang terjadi karena dolomitisasi ini telah menimbulkan banyak diskusi di masa yang

lalu. Dewasa ini pengetahuan mengenai dolomitisasi diketahui lebih baik, antara lain bahwa

dolomitisasi terjadi tidak lama setelah sedimentasi atau dalam bahasa Inggrisnya

‘penecontemporaneous’. Dalam hal ini ada dua macam dolomit yang terjadi, yaitu:

1) DOLOMIT YANG BERSIFAT PRIMER, terbentuk dalam suatu laguna atau laut

tertutup yang sangat luas, dengan temperatur sangat tinggi. Misalnya, di tepi laut

Persia (Illing, Welles, dan Taylor, 1965) terdapat suatu paparan yang dangkal tetapi

luas dan tertutup dari laut terbuka di mana terjadi evaporasi sangat cepat. Keadaan

demikian menghasilkan air laut yang kadar garamnya jauh lebih tinggi dari pada laut

biasa. Selain itu terjadi pula pengendapan kalsir secara kimia, karena keluarnya CO2

oleh temperatur yang tinggi, dan kemudian menghasilkan pengendapan kalsiumsulfat

ataupun gipsum dan anhydrit. Dengan demikian kadar Mg/Ca akan lebih tinggi

daripada air laut biasa. Air yang demikian akan menyerap ke dalam sedimen gamping

yang telah terendapkan lebih dulu dan kemudian merubah gamping tersebut menjadi

dolomit yang bersifat sukrosik. Cara pembentukan dolomit yang serupa terjadi di

daerah gurun di tepi teluk tersebut dan disebut ‘sebkha’. Di sini air tanah yang bersifat

Page 30: Bab 4 Bab 5

air laut menguap dibantu oleh gerakan kapiler, dan dalam pori-pori diendapkan

dolomit primer.

2) DOLOMIT YANG BERSIFAT RUBAHAN (replacement), terutama terjadi pada

dolomitisasi gamping yang bersifat terumbu. Proses pembentukan dolomit ini

dikemukakan oleh Deffeyef, Lucia, dan Weyl (1965) dengan suatu teori yang disebut

teori Supratidal Seepage Reflux. Di sini dijelaskan bahwa terumbu yang bersifat

penghalang akan membentuk suatu laguna di belakangnya. Laguna ini hanya terisi air

laut pada waktu-waktu badai, dan air laut yang terdapat di belakang terumbu yang

menghalangi itu menjadi sangat tinggi kegaramannya sehingga terjadi peningkatan

perbandingan Mg/Ca. Sebelumnya tentu CaCO4 atau gipsumdapat diendapkan terlebih

dahulu. Tetapi endapan gipsum yang demikian itu biasanya mudah sekali larut

kembali dalam air tawar yang berasal dari hujan dan juga karena air laut. Akan tetapi

air garam yang terjebak di dalam laguna yang demikian, Mg-nya akan sangat tinggi

dan juga berat jenisnya akan meningkat. Oleh karena itu terjadi suatu perembasan

kembali (reflux) melalui pori-pori yang terdapat dalam gamping kerangka maupun

terumbu tersebut untuk kembali lagi ke laut bebas. Pada waktu perembasan melalui

kerangka gamping, terjadilah dolomitisasi. Teori ini dapat diterima terutama untuk

terumbu Perm (El-Capitan Reef di Amerika Serikat) yang dikemukakan oleh King

(1946). Teori ini disebut juga reflux rembasan (seepage reflux) yang pertama kali

ditemukan oleh Adams dan Rhodes (1960) dan dapat menerangkan terjadinya

dolomitisasi gamping terumbu. Dengan demikian jelaslah, bahwa dolomitisasi ini

merupakan proses yang paling penting dan asosiasinya dengan porositas sangatlah

jelas.

Sebagai contoh batuan reservoir dolomit, misalnya ialah di Chio Barat dan Indiana bagian

Timur di mana batugamping Trenton yang berumur Ordovisium juga terdolomitisasikan.

Salah satu lapangannya adalah lapangan Lima, Indiana, yang panjangnya 150 mil dan

lebarnya dari 1 sampai 20 mil. Lapangan ini menghasilkan sumur yang berproduksi dari 100

sampai 20 barrel, tetapi kadang-kadang 1000 sampai 2000 barrel per hari. Contoh daripada

suatu reservoir yang telah didolomitisasikan adalah lapangan minyak Pozarica di Mexico. Di

sini jelas kelihatan bahwa litologi yang bersifat kerangka, terdolomitisasi sangat kuat dan

memperlihatkan porositas yang bersifat gerowong dan kadang-kadang bersifat intergranuler.

Mungkin pada permulaannya porositas bersifat kerangka dan kemudian dimodifikasikan

karena pelarutan dan dolomitisasi.

4.6.4 GAMPING AFANITIK

Page 31: Bab 4 Bab 5

Batugamping yang bersifat afanitik dapat pula bertindak sebagai batuan reservoir, terutama

kalau porositasnya didapatkan secara sekunder (inducted), misalnya karena peretakan ataupun

karena pelarutan di bawah suatu ketidakselarasan. Salah satu contoh adalah lapangan minyak

di Iran. Menurut Hull dan Warman (1968), lapangan minyak di Iran itu produksinya berasal

dari gamping Formasi Asmari yang berumur Oligo-miocene. Salah satu lapangannya adalah

Lapangan Mesjid’i Sulaeman. Gamping itu sangat halus dan ketat dan tidak memperlihatkan

adanya porositas, tetapi lapangan minyak di Formasi Asmari ini betul-betul berukuran raksasa

dengan cadangan lebih dari 1 milyar barrel. Seluruh porositas di sini dibentuk dalam rekahan

yang disebabkan karena perlipatan. Lapangan tersebut terdapat dalam suatu daerah yang

stratigrafinya sangat konstan, tetapi terdapat dalam perlipatan dengan amplitudo besar dalam

lapisan gamping yang sangat ketat ini.

Juga di lapangan minyak lainnya, seperti Kirkuk dan Ain Zalah di Irak, lapangan minyak

Durham di Qatar, rekahan serta pematahan memegang peranan penting dalam batuan

reservoir yang secara primer bersifat sangat ketat.

4.7 BATUAN RESERVOIR ANEKA RAGAM

Berbagai macam batuan lainnya dapat pula bertindak sebagai batuan reservoir walaupun tidak

dalam jumlah cukup besar. Misalnya saja dalam serpih batu lanau ataupun dalam batu rijang

bisa terbentuk suatu reservoir disebabkan karena rekahan sehingga meeupakan suatu lapangan

minyak.

Lapangan Florence di Colorado yang menghasilkan minyak dan serpih bernama Pierce Shale,

berumur Kapur Bawah-Kapur Atas dan produksi sama sekali didapatkan dari serpih ini.

Lapangan minyak Rangley di Colorado sebelah barat juga memproduksi 2 ½ juta barrel

minyak dari serpih yang berumur Kapur Atas.

Lapangan minyak Roosevelt dan lapangan minyak Duchesne di Utah dalam Formasi Green

River dan Wasatch berumur Miosen dan bersifat non-marin. Minyak di lapangan ini

didapatkan dari serpih dan lanau yang rekah-rekah atau patah-patah. Produksi untuk lapangan

Roosevelt diperkirakan bisa mencapai 58 juta barrel.

Lapangan minyak Spraberry di Texas Barat merupakan suatu ‘trend’ yang lebarnya 50 sampai

70 mil dan panjang sampai 150 mil. Formasi yang menghasilkan adalah suatu serpih hitam

yang kadang-kadang lanauan dengan ketebalan kira-kira seribu kaki. Di antaranya juga

terdapat selang-seling gamping dan dolomit yang tipis. Reservoir itu mempunyai

permeabilitas 0,5 milidarcy dengan porositas 8 persen, tetapi karena rekahan maka terdapat

produksi cukup besar yang pada tahun 1955 secara kumulatif telah mencapai 67, 5 juta barrel.

Page 32: Bab 4 Bab 5

Jelaslah, bahwa walaupun serpih tidak merupakan batuan reservoir yang utama tetapi tetap

memberikan cadangan yang cukup besar. Di Amerika Serikat sampai tahun 1953 saja, telah

terdapat produksi sebanyak 45,5 milyar barrel di mana 1,5 persen atau 0,7 milyar barrel

terdapat dari reservoir jenis demikian.

Batuan beku dan batuan metamorf dapat pula bertindak sebagai batuan reservoir jika terdapat

dalam keadaan rekah-rekah. Menurut Landes (1960), minyak bisa didapatkan dalam batuan

dasar yang bersifat batuan beku atau metamorf seperti terdapat di Venezuela, California,

Kansas, Maroko, dan yang secara total telah memproduksi minyak sebanyak 100 juta barrel.

Produksi permulaan dari batuan reservoir jenis terpecah-pecah atau rekah-rekah biasanya

dapat mencapai 17.000 barrel tiap hari. Salah satu contoh misalnya, ialah di Kuba di mana

reservoir didapatkan dari batuan beku-ultra basa seperti serpentin. Di sana terdapat 8 lapangan

minyak yang pada tahun 1964 menghasilkan 710 barrel minyak tiap hari, antara lain juga dari

batuan vulkanik yang bersifat patah-patah atau rekah-rekah. Di Kuba minyak lebih banyak

diproduksi dari batuan beku daripada batuan sedimen.

BATUAN VULKANIK. Di Indonesia batuan ini mendapatkan perhatian yang khusus karena

didapatkannya minyak di Jatibarang (Jawa Barat) yaitu dalam lava dan tufa. Di sini

sebetylnya produksi didapatkan dari rekahan atau retak-retak yang terjadi dalam batuan

tersebut dan bukan dari porositas primer. Contoh lain adalah lapangan minyak Tanjung

(Kalimantan Tenggara), di mana minyak didapatkan pada dasar cekungan. Di sini batuan

diabas yang terlibat dalam retakan-retakan dan patahan-patahan merupakan reservoir yang

cukup penting.

Ciri-ciri daripada reservoir batuan vulkanik tersebut adalah bahwa karena sifat retakan

tersebut, produksi permulaan tinggi sekali, tetapi kemudian produksi menurun dengan cepat

pula. Dapat disimpulkan bahwa batuan reservoir vulkanik atau batuan beku ini merupakan

kekecualian daripada suatu aturan umum. Hanya di berbagai tempat saja di mana secara

kebetulan batuan dasar atau batuan beku itu retak-retak karena patahan, atau karena beberapa

sebab tektonik lainnya berada dekat dengan batuan sedimen yang mengandung miyak, maka

mereka bertindak sebagai batuan reservoir. Hal seperti itu sama sekali bukan merupakan suatu

yang umum.

Page 33: Bab 4 Bab 5

Bab 5

Perangkap Reservoir

Perangkap reservoir merupakan unsur paling penting dalam cara terdapatnya minyak dan

gasbumi. Malahan explorasi atau pencaharian minyak dan gasbumi sampai kini ditujukan

kepada pencaharian perangkap. Istilah perangkap atau jebakan (trap), mengandung arti

seolah-olah minyak terjebak atau tersangkut dalam suatu keadaan sehingga tidak bisa lepas

lagi. Hal ini disebabkan karena walaupun minyak merupakan suatu fasa tersendiri, namun

selalu berada bersama-sama dengan air (air formasi).

PENGERTIAN PERANGKAP HIDROSTATIK DAN HIDRONDINAMIK – TEORI

POTENSIAL

Adanya perbedaan fisik antara minyak dengan air yang tidak saling melarutkan dan terutama

juga perbedaan berat-jenis ke dua zat itu, maka minyak akan selalu naik ke atas dan menurut

teori akan mencari tempat dengan potensi yang paling rendah. Dari segi teori medan, maka

setiap tetes minyak akan mengikuti garis-garis gaya sampai berada di suatu titik dengan

potendi yang paling rendah. Dalam keadaan hidrostatik, maka satu-satunya gaya adalah gaya

berat yang arahnya vertikal. Karena sifat minyak yang lebih ringan daripada air, maka gaya

tersebut akan berarah ke atas. Setiap tetes minyak akan terus mengikuti garis vertikal sampai

tetes-tetes itu mendapatkan tempat di mana ia tidak dapat kemana-mana lagi, yaitu suatu titik

di mana potensialnya paling rendah. Dengan demikian setiap tetes minyak itu akan selalu

mencari daerah di mana bidang potensialnya paling rendah. Semua bidang potensial itu

biasanya horizontal atau tegak lurus pada garis-garis gaya dan makin ke atas letaknya nilai

potensialnya makin rendah.

Sepanjang bidang potensial yang sama besar gayanya akan sama, sehingga untuk

menggerakkan atau menahan setiap tetes minyak sepanjang bidang ini tidak diperlukan gaya.

Bidang potensial ini sangat penting dipandang dari segi pengertian tutupan (closure). Dalam

prakteknya bidang ini adalah batas antara air dan minyak dalam reservoir. Jika air berada

dalam keadaan statik maka satu-satunya gaya adalah vertikal ke atas. Keadaan ini disebut

suatu perangkap hidrostatik. Tetapi jika terdapat berbagai gaya lain, misalnya air bergerak ke

suatu arah, maka resultannya adalah suatu gaya yang tidak vertikal ke atas tetapi agak miring

(Gambar 5.1).

Dengan demikian juga bidang potensial, dalam hal ini bidang batas air-minyak akan miring.

Maka dalam keadaan ini ada atau tidak adanya perangkap harus juga diterangkan oleh bidang

potensial yang miring ini. Dengan demikian perangkap dikatakan dalam keadaan

Page 34: Bab 4 Bab 5

hidrodinamik. Dipandang dari segi sejarahnya, teori perangkap dikemukakan oleh Sterry Hunt

yang mengatakan, bahwa minyak bumi selalu terdapat di atas atau di puncak suatu antiklin.

Gambar 5.1

Berbagai prinsip mengenai minyak dan air serta prinsip lainnya yang menyatakan, bahwa

miyak itu selalu mencari tempat yang tinggi belum begitu jeals pada waktu itu dan mungkin

diberikan untuk menerangkan mengapa minyak berakumulasi di atas puncak suatu antiklin.

Sebetulnya perangkap adalah tidak lain daripada bentuk lapisan penyekat.

Lapisan penyekat itu dibentuk sedemikian rupa sehingga minyak tidak dapat lari ke mana-

mana lagi. Bentuk ini akan menahan tetes-tetes minyak dalam perjalanannya sepanjang garis-

garis gaya.

Oleh karena itu kita bisa membagi perangkap dalam 2 jenis:

1) PERAGKAP DALAM KEADAAN HIDROSTATIK

2) PERANGKAP DALAM KEADAAN HIDRODINAMIK

5.1 PERANGKAP DALAM KEADAAN HIDROSTATIK – KLASIFIKASI UMUM

Di dalam perangkap yang berada dalam keadaan hidrostatik, tetes minyak akan selalu

berusaha bergerak vertikal ke atas. Untuk ini harus terdapat suatu pembentuk dari lapisan

reservoir sedemikian rupa sehingga tetes-tetes ini tidak akan lari kemana-mana lagi. Dalam

hal ini dapat kita analogikan dengan air pada permukaan bumi; karena gaya berat air akan

selalu berusaha bergerak ke bawah dan dengan demikian untuk menangkap air yang selalu

meluncur ke bawah harus dibentuk suatu wadah yang menutup air itu dari segala arah kecuali

dari atas. Misalnya, suatu mangkok yang bisa diisi sampai pinggirannya. Dalam hal

perangkap minyak maka dapat dimisalkan mangkok ini dibalikkan, dan di sini mangkoknya

ialah lapisan penyekat. Pembentukan lapisan penyekat dan lapisan reservoir pada umumnya

dapat terjadi secara: struktur, stratigrafi, dan kombinasi antara struktur dan stratigrafi.

Dalam hal perangkap yang lapisan penyekatnya dibentuk karena keadaan struktur maka

lapisan ini dapat dilipat ataupun dipatahkan sehingga lapisan reservoir ini pun ikut dibentuk

dari berbagai arah disebabkan karena struktur. Dalam hal perangkap stratigrafi maka

pembentukan disebabkan karena sedimentasi, antara lain karena sedimentasi lapisan penyekat

itu mengelilingi lapisan reservoir sedemikian rupa sehingga lapisan penyekat tersebut secara

otomatis menutupnya dari berbagai macam arah terutama dari arah atas. Dalam hal perangkap

kombinasi maka penutupan mempergunakan elemen struktur ataupun elemen stratigrafi.

Pembagian perangkap semacam ini dikemukakan oleh Levorsen (1958). Sebetulnya terdapat

juga beberapa klasifikasi lainnya misalnya oleh Clap, de Sitter dan lain-lain, (Tabel 5-1 dan

Tabel 5-2) namun klasifikasi Levorsen sangat sederhana dan pokoknya asal unsur-unsur

Page 35: Bab 4 Bab 5

penutup tadi memenuhi persyaratan sehingga sebetulnya kemungkinan dari pada ini banyak

sekali.

Tabel 5.1

5.2 PERANGKAP STRUKTUR

Perangkap struktur merupakan perangkap yang paling orisinil dan sampai dewasa ini

merupakan perangkap yang paling penting. Jelas di sini berbagai unsur perangkap yang

membentuk lapisan penyekat dan lapisan reservoir sehingga dapat menangkap minyak,

disebabkan karena gejala tektonik atau struktur, misalnya pelipatan dan pematahan.

Sebetulnya, kedua unsur ini merupakan unsur utama dalam pembentukan perangkap.

5.2.1. PERANGKAP LIPATAN (PETA STRUKTUR BERKONTUR PENGERTIAN

TUTUPAN)

Perangkap yang disebabkan perlipatan ini merupakan perangkap utama, perangkap yang

paling penting dan merupakan perangkap yang pertama kali dikenal dalam pengusahaan

minyakbumi. Unsur yang mempengaruhi pembentukan perangkap ini ialah lapisan penyekat

dan penutup yang berada di atasnya dan dibentuk sedemikian rupa sehingga minyak tidak bisa

lari kemana-mana, (Gambar 5.2). Minyak tidak bisa lari ke atas karena terhalang oleh lapisan

penyekat, juga ke pinggir terhalang oleh lapisan penyekat yang melengkung ke daerah

pinggir, sedangkan ke bawah terhalang oleh adanya batas air-minyak atau bidang

ekipotensial. Namun harus diperhatikan pula bahwa perangkap ini harus ditinjau dari segi 3

dimensi, jadi bukan saja ke barat dan timur, tetapi juga ke arah utara-selatan harus terhalang

oleh lapisan penyekat.

Gambar 5.2

PETA STRUKTUR BERKONTUR: Cara menggambarkan keadaan yang demikian itu, selain

dengan penampang juga harus dinyatakan dalam 3 dimensi antara lain dengan adanya suatu

denah yang memperlihatkan lengkungan daripada bidang perlapisan tadi. Cara pengutaraan

demikian disebut cara sistem kontur struktur. Sebetulnya kontur struktur ini diperlihatkan oleh

garis-garis kontur yang tidak lain merupakan garis-garis batas lapisan penyekat dengan

lapisan reservoir yang mewakilinya pada ketinggian yang sama. Apabila kita bayangkan

sekarang suatu antiklin sebagai suatu mangkok yang memanjang dan tertelungkup dan pada

beberapa kedalaman tertentu dipotong oleh bidang horizontal (Gambar 5.3). Misalnya pada

setiap interval 5 atau 100 meter terdapat bidang-bidang horizontal yang memotong bidang

mangkok atau bidang lengkung daripada antiklin itu.

Gambar 5.3

Page 36: Bab 4 Bab 5

Garis potong yang terjadi biasanya berbentuk garis lengkung yang tertutup. Untuk suatu

bentuk bola, garis potong berbentuk lingkaran. Dengan memproyeksikan semua garis ini pada

bidang horizontal yang terdapat pada bagian atasnya, kita mendapatkan garis-garis kontur,

yang secara jelas memperlihatkan penutupan lapisan reservoir dari berbagai arah. Makin di

luar kedudukan bentuk ini, makin rendahlah kedudukan lapisan penyekat. Jelaslah di sini,

bahwa untuk terdapatnya suatu perangkap bukan semata-mata struktur antiklin saja yang

diperlukan tetapi juga bentuk lapisan penyekat yang sedemikian rupa (misalnya disebabkan

karena struktur) sehingga karena pelengkungan ataupun karena patahan atau gejala struktur

lainnya penutupan penyekat lapisan reservoir terjadi dari semua arah kecuali dari bawah.

Gambar 5.4

PENGERTIAN TUTUPAN (closure)

Batas bawah suatu akumulasi minyak ditentukan oleh batas air-minyak yang disebut bidang

ekipotensial. Dalam keadaan hidrostatik bidang ekipotensial horizontal. Jadi, titik tertinggi di

mana bidang horizontal menyinggung, lapisan penyekat merupakan bidang atas maksimal dari

air-minyak, karena jika batas ini lebih rendah, minyak akan melimpah keluar dari perangkap.

Dengan demikian, juga sebagaimana wadah suatu cairan pada permukaan bumi, maka suatu

perangkap mempunyai titik limpah, dan batas maksimal wadah dapat diisi oleh cairan disebut

‘tutupan’ (closure). Tutupan ini ditentukan oleh adanya titik limpah (spill-point). Titik limpah

adalah suatu titik pada perangkap di mana kalau minyak bertambah, minyak mulai melimpah

ke bagian lainnya yang lebih tinggi dari kedudukannya dalam perangkap ini. Gambar 5.4

memperlihatkan hubungan titik limpah dengan batas maksimal perangkap itu dapat diisi

minyak. Batas maksimal ini yang secara areal diperlihatkan dalam peta strukutur disebut

tutupan areal (areal closure), sedangkan tinggi kolom minyak yang maksimal disebut tutupan

vertikal (vertical closure). Dalam mengevaluasi suatu perangkap minyak, tutupan ini sangat

penting karena menentukan besar kecilnya cadangan yang mungkin didapatkan dalam suatu

perangkap. Jadi jelaslah, bahwa yang dimaksud dengan ‘closure’ ini bukan semata-mata batas

air-minyak atau batas minyak, tetapi batas maksimal di mana minyak dapat menempato

perangkap. Dengan demikian, terdapatnya berbagai macam jenis lipatan tidaklah menjadi soal

yang penting perangkap harus tertutup dari segala arah. Gambar 5.5 dan 5.6 memperlihatkan

berbagai macam contoh perangkap lipatan, terutama antiklin.

Gambar 5.5 Gambar 5.6

Di sini terlihat berbagai macam bentuk perangkap, yaitu memanjang, melengkung asimetris,

simetris, pendek, dan sebagainya. Ditinjau dari segi peristilahan, maka lipatan yang tertutup

dan melengkung dari segala arah ini disebut juga suatu antiklin yang menujam-ganda (double

plunging).

Page 37: Bab 4 Bab 5

Jadi antiklin ini menujam ganda dan sumbu panjangnya dibandingkan terhadap sumbu

pendeknya lebih besar dari pada 2/3, maka bentuk lipatan yang demikian disebut kubah

(dome).

Jika antiklin mempunyai perbandingan sumbu panjang terhadap sumbu pendeknya di antara

2/3 dan 1/3, maka pelipatan ini disebut suatu branchi-antiklin, jika kurang daripada 1 : 3

disebut suatu struktur antiklin. Perangkap lipatan didapatkan dalam berbagai jenis, tetapi

seringkali merupakan rangkaian antiklin yang mengikuti suatu arah sumbu tertentu. Maka

seringkali di atas rangkaian antiklin ini terdapat tutupan tersendiri yang dinamakan

‘kulminasi’ daripada antiklin. Kulminasi inilah yang merupakan perangkapnya dan bukan

antiklinnya sendiri. Contoh daripada kulminasi di atas suatu sumbu antiklin adalah antiklin

Ledok-Wonocolo-Kidangan. Lapangan minyak itu semuanya terdapat di atas suatu antiklin

tetapi merupakan kulminasi sendiri (Gambar 5.7). Terdapatnya suatu antiklin dalam arah

(trend) tertentu merupakan hal yang biasa sekali. Di lain pihak sering antiklin tidak panjang

tetapi bersifat seperti kubah yang penempatannya tidak beraturan. Tetapi sering pula kubah ini

berada sepanjang sumbu antiklin yang lebih memanjang.

PENILAIAN SUATU PERANGKAP LIPATAN:

Persoalan yang dihadapi dalam mengevaluasikan suatu perangkap lipatan terutama ialah

mengenai ada tidaknya tutupan, jadi tidak dipersoalkan apakah lipatan itu ketat atau landai,

yang penting adalah tutupan.

Gambar 5.7 Gambar 5.8

Suatu lipatan dapat saja terbentuk tanpa terjadinya suatu tutupan sehingga tidak dapat disebut

suatu perangkap. Selain itu juga ada tidaknya tutupan sangat tergantung pada faktor struktur

dan posisinya ke dalam. Misalnya, pada permukaan dapat saja kita mendapatkan suatu

tutupan tetapi makin ke dalam, tutupan itu menghilang. Menurut Levorsen (1958)

menghilangnya tutupan ini disebabkan faktor bentuk lipatan serta pengaruhnya ke dalam,

antara lain:

1) Bentuk lipatan, yaitu apakah lipatan sejajar atau sebangun. Dalam hal lipatan sejajar

atau konsentrik, maka lipatan makin ke dalam makin menghilang atau makin kecil

tutupannya dan kadang-kadang menghilang sama sekali. Di lain pihak apabila lapisan

terlipat sedang, maka makin ke dalam akan lebih baik (Gambar 5.8).

2) Pelipatan bersifat diapir atau tidak selaras,yaitu cara pelipatan di atas, dan di bawah

suatu lapisan tertentu yang tidak sama. Hal ini disebabkan karena pengaruh adanya

berbagai lapisan yang tidak kompeten. Lapisan bisa saja terlihat bagus sekali menjadi

antiklin dengan tutupan, tetapi bisa pula terdapat suatu lapisan yang tidak kompeten

yang di bawahnya ternyata tidak terdapat pelipatan sama sekali, atau telah berubah

Page 38: Bab 4 Bab 5

menjadi suatu bentuk diapir. Sebagai contoh misalnya, lapangan Kirkuk, Irak (Gambar

5.9).

Gambar 5.9 sampai Gambar 5.13

3) Pelipatan berulang, yaitu pelipatan yang terjadi secara berulang-ulang pada waktu

berlangsungnya sedimentasi. Jadi, dari atas bisa kelihatan suatu lipatan yang landai

yang memperlihatkan tutupan pada permukaan, tetapi ke bawah makin berubah atau

menjadi lebih ketat serta tidak memperlihatkan tutupan (Gambar 5.10).

4) Ketidakselarasan, jelas mempunyai efek yang penting. Suatu lipatan yang ada di atas

suatu ketidakselarasan mungkin saja tidak terdapat di bawahnya, karena struktur yang

di atas dan di bawah tentu akan berlainan (Gambar 5.11).

5) Lipatan asimetris, memberikan bidang sumbu yang miring, sehingga menentukan pula

lokasi daripada penutupan atau kulminasi. Maka dalam mengevaluasi suatu lipatan

yang asimetris ada kalanya kulminasi pada permukaan itu telah tergeser ke arah

miringnya sumbu kelipatan (Gambar 5.12).

6) Konvergensi lapisan, yaitu menipisnya lapisan ke suatu arah. Karena pengaruh

penipisan per lapisan ke suatu arah, maka adanya suatu tutupan pada permukaan dapat

saja menghilang pada kedalaman di mana lapisan reservoir terdapat (Gambar 5.13).

Dalam mengevaluasikan suatu tutupan, kita harus yakin apakah semua lapisan itu

berkonvergensi atau tidak.

Dalam hal mengevaluasikan pelipatan sebagai perangkap selain dari adanya tutupan juga

harus dievaluasi apakah tutupan tersebut terdapat pada lapisan reservoir. Jika kita menemukan

berbagai macam lapisan reservoir pada berbagai kedudukan stratigrafi, maka tutupan yang

terdapat pada suatu lapisan reservoir belum tentu terdapat pada lapisan yang berada di

bawahnya atau di atasnya. Dalam menilai prospek-prospek yang terdapat pada berbagai

macam lapisan reservoir menyebabkan keharusan dievaluasinya pula tutupan untuk setiap

lapisan reservoir. Misalnya diadakan pemetaan kontur struktur pada bagian atas lapisan

reservoir tertentu, maka peta ini hanya berlaku untuk satu perangkap dan tidak bisa dipakai

untuk mengevaluasikan semua perangkap yang ada pada berbagai lapisan reservoir. Hal ini

dapat diatasi dengan membuat berbagai penampang seismik serta memetakan kontur struktur

untuk tiap lapisan reservoir. Tetapi dalam prakteknya tentu tidak semua lapisan reservoir

dapat dikontur, misalnya tidak terdapatnya lapisan penunjuk yang jelas.

Walaupun demikian dengan memperhatikan berbagai faktor di atas tadi, maka dalam

mempelajari penampang seismik serta mengevaluasi setiap lapisan reservoir harus

diperhatikan beberapa pengaruh faktor tersebut sehingga diketahui apakah di dalam lapisan

reservoir tersebut betul-betul terdapat perangkap serta tutupan ataukan tidak.

Page 39: Bab 4 Bab 5

5.2.2 PERANGKAP PATAHAN

Patahan dapat juga bertindak sebagai unsur penyekat minyak dalam penyaluran penggerakan

minyak selanjutnya. Kadang-kadang dipersoalkan pula apakah patahan tersebut bersifat

penyekat ataukah penyalur. Dalam hal ini Smith (1966) berpendapat bahwa persoalan patahan

sebagai penyekat sebetulnya tergantung dari tekanan kapiler. Pengkajian teoritis

memperlihatkan bahwa patahan dalam batuan yang basah air tergantung pada tekanan kapiler

dari medium dalam jalur patahan tersebut. Besar-kecilnya tekanan yang disebabkan karena

pelampungan minyak atau kolom minyak terhadap besarnya tekanan kapiler menentukan

sekali apakah patahan itu bertindak sebagai suatu penyalur atau penyekat. Jika tekanan

tersebut lebih besar daripada tekanan kapiler maka minyak masih dapat tersalurkan melalui

patahan, tetapi jika lebih kecil maka patahan tersebut akan bertindak sebagai suatu penyekat.

Patahan yang berdiri sendiri tidaklah dapat membentuk suatu perangkap. Ada beberapa unsur

lain yang harus dipenuhi untuk terjadinya suatu perangkap yang betul-betul hanya disebabkan

karena patahan:

Gambar 5.14

1) ADANYA KEMIRINGAN WILAYAH. Lapisan yang tidak miring atau sama sekali

sejajar tidak dapat membentuk perangkap, karena walaupun minyak tersekat dalam

arah pematahan tetapi dalam arah lain tidak ada penyekatan kecuali kalau ketiga pihak

lainnya tertutup oleh berbagai macam patahan. Dalam hal yang disebut akhir ini sukar

sekali dapat dibayangkan bagaimana minyak itu masuk ke dalam perangkap tersebut.

2) HARUS ADA PALING SEDIKIT DUA PATAHAN YANG BERPOTONGAN. Jika

hanya terdapat suatu kemiringan wilayang dan suatu patahan di satu pihak, maka

dalam suatu penampang mungkin kelihatannya sudah terjadi suatu perangkap. Tetapi

harus dipenuhi pula syarat bahwa perangkap atau penutupan itu terjadi dalam 3

dimensi. Maka dalam dimensi lainnya harus juga terjadi pematahan untuk menutup ke

arah tersebut (Gambar 5.14).

Gambar 5.15 Gambar 5.16

3) ADANYA SUATU PELENGKUNGAN LAPISAN ATAU SUATU PELIPATAN.

Dalam hal ini patahan merupakan suatu unsur penyekat dalam satu arah, sedangkan

arah lainnya tertutup oleh adanya pelengkungan dari perlapisan atau bagian daripada

pelipatan (Gambar 5.15).

4) PELENGKUNGAN DARIPADA PATAHANNYA SENDIRI DAN KEMIRINGAN

WILAYAH. Dalam hal ini di suatu arah mungkin lapisan itu miring, tetapi di pihak

Page 40: Bab 4 Bab 5

lainnya justru terdapat patahan yang melengkung sehingga semua arah tertutup oleh

patahan dan kemiringan wilayah (Gambar 5.16).

Dalam prakteknya jarang sekali terdapat perangkap patahan yang mmurni. Patahan biasanya

hanya merupakan suatu pelengkungan daripada suatu perangkap struktur. Yang lebih banyak

terjadi adalah asosisasi dengan lipatan, seperti misalnya di satu arah terdapat suatu

pelengkungan atau hidung suatu antiklin, dan di daerah lainnya terdapat patahan yang

menyekat perangkap dari arah lain. Dalam hal ini patahan pada perangkap dapat dibagi atas

tiga macam.

5.2.2.1 Patahan Normal

Patahan normal biasa sekali terjadi sebagai suatu unsur perangkap. Biasanya minyak lebih

sering terdapat di dalam ‘hanging wall’ daripada di dalam ‘foot wall’, terutama dalam

kombinasi dengan adanya lipatan. Contoh patahan normal sebagai unsur pelengkap suatu

perangkap dari lapangan minyak di Laut Jawa adalah lapangan minyak Arjuna (Gambar

5.17), Cinta (Gambar 9.15) dan sebagainya.

Juga lapangan minyak di Mangun-Jaya dan Tanjung tiga merupakan contoh lain (Gambar

5.17).

Jadi pelipatan lemah atau pelengkungan lapisan dilengkapi oleh suatu patahan normal.

Gambar 5.17

5.2.2.2 Patahan Naik

Patahan naik juga dapat bertindak sebagai suatu unsur perangkap dan biasanya selalu

berasosiasi dengan lipatan yang ketat ataupun asimetris. Patahan naik itu dapat dibagi lagi

dalam asosiasi:

1) PATAHAN NAIK DENGAN LIPATAN ASIMETRI. Sebagai contoh misalnya,

lapangan minyak Talang Akar Pendopo (Gambar 9.11) di Sumatera Selatan. Di satu

pihak terdapat lipatan dan di pihak lain terdapat patahan naik. Juga Kampung Minyak

di Sumatera Selatan sebagaimana terlihat pada Gambar 9.12 memperlihatkan sesar

naik yang hampir mendatar sebagai suatu patahan perangkap. Tepat dikatakan di sini

bahwa perangkap dapat terbentuk di bawah patahan tersebut ataupun di atasnya, tetapi

terutama di bawahnya.

2) PATAHAN NAIK YANG MEMBENTUK SUATU SESAR SUNGKUP ATAU

SUATU ‘NAPPE’. Misalnya di Canada sebelah Barat di lapangan Turner Valley. Di

sini sesar sungkup merupakan suatu unsur penting untuk terdapatnya suatu perangkap

(Gambar 5.18).

Page 41: Bab 4 Bab 5

Gambar 5.18

5.2.2.3 Patahan Tumbuh

Dewasa ini dikenal semacam patahan yang dinamakan patahan tumbuh, yaitu suatu patahan

normal yang terjadi secara bersamaan dengan akumulasi sedimen. Di satu pihak (footwall)

sedimen tetap tipis sedangkan di ‘hanging wall’ selain terjadinya penurunan, sedimentasi

berlangsung terus sehingga dengan demikian terjadi suatu lapisan yang sangat tebal.

Gambar 5.19

Seringkali patahan tumbuh ini menyebabkan adanya suatu ‘roll-over’ sehingga juga di sini

kita lihat suatu kombinasi antara pelipatan yang memperlihatkan tutupan dan di pihak lain

suatu patahan. Suatu ‘roll-ober’ dalam patahan tumbuh sanngat penting karena asosiasinya

dengan terdapatnya minyakbumi.

Struktur ‘roll-over’ ini terutama didapatkan di daerah Gulfcoast. Jadi, perangkap ini

merupakan kombinasi antara patahan dan pelipatan; di sini pelipatan disebabkan karena

pematahan. Sering patahan tumbuh ini ke bawah menghilang atau kemudian membelok

menjadi patahan yang sejajar dengan suatu perlapisan (Gambar 5.19).

5.2.2.4 Patahan Transversal

Patahan transversal/horizontal atau disebut pula wrench-faults atau strike-slip fault dapat juga

bertindak sebagai perangkap. Harding (1974, hal. 1920-1304), menekankan pentingnya unsur

patahan transversal sebagai pelengkap perangkap struktur. Pada umumnya perangkap patahan

transversal merupakan pemancungan oleh penggeseran patahan terhadap kulminasi setengah

lipatan dan pelengkungan struktur pada bagian penujaman yang terbuka. Harding (1974)

memberikan beberapa contoh yang bersifat penggeseran kecil, yaitu Scipio-Albion di

Michigan dan Sussex-Meadow Creek di Cekungan Powder River, Wyoming, Amerika

Serikat; penggeseran menengah, misalnya, di Cekungan Los Angeles;

Gambar 5.20

dan penggeseran besar, misalnya, sepanjang patahan San Andreas di California dan beberapa

lapangan minyak di Sumatera, di mana kedudukan en echelon dari perangkap antiklin

ditafsirkan sebagai berasosiasi dengan sesar Sumatera. Dalam ketiga hal ini ternyata

komponen naik masih memegang peranan. Mertosono (1975) membahas lapangan minyak

Pungut dan Tandun di Sumatera Tengah sebagai contoh untuk perangkap patahan transversal

(Gambar 5.20). Di sini pula ternyata komponen gerakan vertikal yang merupakan patahan

naik di lapangan Tandun dan patahan normal di lapangan Pungut masih memegang peranan

penting (Gambar 5.21).

Page 42: Bab 4 Bab 5

Gambar 5.21

5.2.2.5 Perangkap Kubah Garam

Kubah garam merupakan salah satu perangkap yang penting untuk akumulasi minyakbumi.

Kubah garam merupakan semacam suatu perlipatan bersifat diapir. Suatu lapisan garam yang

terdapat pada kedalaman tertentu, karena sifat garam yang plastis dan juga karena berat jenis

yang rendah sering menusuk ke dalam sedimen yang berada di atasnya dan membentuk

semacam suatu tiang atau suatu pilar dan menyundul sedimen yang ada di atasnya sehingga

berbentuk suatu kubah. Beberapa lapisan yang tertusuk biasanya ikut terangkat dan seolah-

olah ‘membaji’ terhadap kolom garam ini dan sering merupakan suatu jebakan minyak yang

baik.

Gambar 5.22

Di sini sulit untuk disebut sebagai suatu perangkap patahan, tetapi sangat khas sebagai

perangkap kubah garam. Seringkali kubah garam itu ke atas mengembang berbentuk seperti

jamur dan didapatkan perlapisan pasir yang membentuk perangkap itu berada di bawah

naungan ‘payung’ garam tersebut (Gambar 5.22).

Selain itu, juga di atas kubah tersebut pelapisan pasir dapat membentuk kubah yang seolah-

olah terlipat dan membentuk suatu kubah yang bundar. Sering pula terjadi pematahan normal

yang radier sehingga membagi kubah itu dalam beberapa segmen. Di atas lapisan garam itu

seringkali terjadi lapisan gips, dan karena aktivitas bakteri gips ini diuraikan menjadi kalsium

karbonat (batugamping) dan belerang sehingga seringkali merupakan suatu tambang belerang.

Istilah ‘caprock’ berasal dari perangkap kubah garam yang sebetulnya ialah gamping yang

menutupp kubah garam ini.

5.2.2.6 Tektonik dan Penjebakan Minyak

Dewasa ini dipersoalkan mengenai apakah perlipatan itu terbentuk karena gaya tangensial

atau gaya vertikal. Dengan konsep tektonik lempeng dewasa ini, maka pada pinggiran

pertemuan dua lempeng (misalnya lempeng samudera dan lempeng benua) terjadi berbagai

gaya kompresi yang menyebabkan terjadinya perlipatan yang ketat sekali. Namun dalam

cekungan sedimen, perlipatan yang ketat ini tidaklah terlalu baik untuk terjebaknya minyak

karena struktur menjadi terlalu ruwet. Minyakbumi lebih banyak terjebak dalam struktur

perlipatan yang sangat landai dan seringkali perlipatan ini berasosiasi dengan patahan normal.

Hal ini terbukti di Laut Jawa, di Utara Jawa Barat di mana lipatan itu berhubungan dengan

patahan yang terdapat menerus ke dalam dasar cekungan. Juga dewasa ini timbul suatu

konsepsi mengenai terbentuknya lipatan karena gaya vertikal, yaitu pematahan dalam batuan

Page 43: Bab 4 Bab 5

dasar menyebabkan gerakan turun naik daripada balok-balok atau bongkah-bongkah patahan

ini, sehingga menyebabkan perlipatan di atasnya. Perlipatan ini sering berhubungan dengan

pelipatan patahan tumbuh sebagaimana telah diutarakan sebelumnya. Juga dengan sistem ini

lipatan yang didapatkan sering merupakan lipatan yang sangat landai, tetapi juga dapat

berkembang membentuk sesar naik. Dalam tektonik patahan bongkah ini (block-faulting)

seringkali bentuk antiklin lebih menyerupai suatu kubah daripada antiklin yang memanjang.

Tetapi adakalanya juga semua bentuk ini memanjang sepanjang patahan dan dibarengi dengan

adanya sesar naik. Sebagai contoh misalnya, Talang Akar Pendopo.

Di lain pihak jelas pula, bahwa lipatan dapat memperlihatkan adanya patahan yang terus naik

ke atas. Patahan ini kebanyakan bersifat patahan tumbuh (growth fault) sehingga seringkali

patahan itu mati sebelum mencapai ke permukaan. Adanya patahan tumbuh ini terlihat sangat

baik di Laut Jawa Utara sebagaimana tampak pada Gambar 5.23. Terdapatnya patahan

sebagai penyebab pelipatan itu terutama terdapat dalam cekungan sedimen di belakang suatu

busur lipatan yang ketat atau yang disebut sebagai cekungan daratan muda (foreland-basin)

dan juga dalam cekungan penarik pisahan (pull-apart), misalnya di pantai samudra Atlantik

atau mungkin juga di Pantai Kalimantan Timur.

Gambar 5.23

Selain itu, sering pula lipatan terjadi bukan semata-mata karena gaya tektonik tetapi karena

pembebanan atau kompaksi yang terdapat di atas suatu peninggian batuan dasar (basement

high). Lipatan yang demikian disebut ‘supratenous folding’ dan biasanya merupakan tempat

tumbuhnya terumbu. Dengan demikian dalam eksplorasi regional batuan dasar itu selain

mendapatkan perhatian khusus. Peninggian batuan dasar itu selain memperlihatkan lipatan

juga ada kemungkinan membentuk suatu sumber sedimen yang memungkinkan

diendapkannya sedimen kasar di sekitarnya. Di lain pihak justru di dalam lapisan sedimen

klastik dasar tidak didapatkan basement high, karena tempat terjadinya sedimentasi itu bukan

merupakan daerah sedimentasi tetapi daerah erosi.

5.3 PERANGKAP STRATIGRAFI

Menurut Levorsen (1958), perangkap stratigrafi adalah suatu istilah umum untuk perangkap

yang terjadi karena berbagai variasi lateral dalam litologi suatu lapisan reservoir atau

penghentian dalam kelanjutan penyaluran minyak dalam bumi.

Konsepsi perangkap stratigrafi sebetulnya telah dikenal dikenal sejak ditemukannya

akumulasi minyakbumi yang dihubungkan degan fasies, seperti dikemukakan oleh Carll

(1880) untuk lapangan minyak di daerah Venango (Amerika Serikat), oleh Orton (1889)

untuk lapangan dalam reservoir gamping di Ohio-Indiana, dan oleh Phinney (1891), juga

Page 44: Bab 4 Bab 5

untuk lapangan gas di Indiana. Akan tetapi konsepsi ini secara resmi diusulkan dan diberi

nama ‘Perangkap Stratigrafi’ oleh Levorsen (1936). Ia pada waktu itu sadar akan banyaknya

perangkap yang tidak ditemukan tanpa memanfaatkan pengetahuan geologi.

5.3.1 PRINSIP PERANGKAP STRATIGRAFI

Prinsip perangkap stratigrafi adalah bahwa minyak dan gasbumi terjebak dalam perjalanannya

ke atas terhalang dari segala arah terutama dari bagian atas dan pinggir, karena batuan

reservoir menghilang atau berubah fasies menjadi batuan lain atau batuan yang karakteristik

dari pada reservoir menghilang sehingga merupakan penghalang permeabilitas (permeability

barrier).

Gambar 5.24

Beberapa unsur utama perangkap stratigrafi (Gambar 5.24), ialah:

1) Adanya perubahan sifat litologi dengan beberapa sifat reservoir, ke satu atau beberapa

arah sehingga merupakan penghalang permeabilitas.

2) Adanya lapisan penutup/penyekat yang menghimpit lapisan reservoir tersebut ke arah

atas atau ke pinggir.

3) Kedudukan struktur lapisan reservoir yang sedemikian rupa sehingga dapat menjebak

minyak yang naik. Kedudukan struktur ini sebetulnya melokalisasi posisi tertinggi dari

pada daerah potensial rendah dalam lapisan reservoir yang telah tertutup dari arah atas

dan pinggir oleh beberapa unsur tersebut di atas.

Kedudukan struktur ini dapat disebabkan oleh kedudukan pengendapan atau juga karena

kemiringan wilayah. Perubahan sifat litologi/sifat reservoir ke suatu arah daripada lapisan

reservoir dapat disebabkan:

a) Pembajian, di mana lapisan reservoir yang dihimpit di antara lapisan penyekat menipis

dan menghilang (Gambar 5.25).

b) Penyerpihan (shale-out), di mana ketebalan lapisan tetap, akan tetapi sifat litologi

berubah; misalnya reservoir batupasir, secara berangsur-angsur menjadi serpih. Pada

umumnya perubahan ini disertai dengan jari-jemari antara batupasir dan serpih.

Kadnag-kadang penyerpihan disebut pula permukaan fasies (Gambar 5.26).

c) Persentuhan dengan bidang erosi, di mana suatu lapisan reservoir dapat berakhir ke

suatu arah karena:

Gambar 5.25 Gambar 5.26

1) TERPANCUNG OLEH EROSI: Hal ini terutama terdapat di bawah bidang

ketidakselarasan (Gambar 5.27).

Page 45: Bab 4 Bab 5

2) LAPISAN RESERVOIR TERBATAS OLEH BIDANG EROSI: Hal ini disebabkan

lapisan diendapkan di atas suatu permukaan erosi, yang terutama terdapat di atas

bidang ketidakselarasan, misalnya terdapat dalam ‘channel-sand’, ‘strikevalley-sand’

(Gambar 5.28).

Gambar 5.27 Gambar 5.29

Pada hakekatnya, perangkap stratigrafi didapatkan karena letak posisi struktur tubuh batuan

reservoir sedemikian sehingga batas lateral tubuh tersebut merupakan penghalang

permeabilitas ke arah atas atau ke pinggir. Jika tubuh batuan reservoir itu kecil dan sangat

terbatas, posisi struktur tidak begitu penting, karena seluruhnya atau sebagian besar dari tubuh

tersebut merupakan perangkap. Posisi struktur hanya menyesuaikan letak hidrokarbon pada

bagian tubuh reservoir (Gambar 5.29).

Jika tubuh reservoir memanjang atau meluas, maka posisi struktur sangat penting. Perangkap

tidak akan terjadi jika tubuh reservoir berada dalam keadaan horizontal. Jika bagian tengah

tubuh terlipat, maka perangkap yang terjadi adalah perangkap struktur (antiklin). Untuk

terjadinya perangkap stratigrafi, maka posisi struktur lapisan reservoir harus sedemikian

sehingga salah satu batas lateral tubuh reservoir (yang dapat berupa umur di atas tadi),

merupakan penghalang permeabilitas ke atas (Gambar 5.24 sampai 5.28). Dalam hal ini,

minyak bumi mula-mula dapat terkumpul secara stratigrafi pada salah satu ujung lapisan

tubuh reservoir miringan wilayah atau kemiringan pengendapan asli; bisa pula karena gerakan

tektonik, minyak bumi berpindah dan berakumulasi pada tengah-tengah lapisan reservoir,

yang karena perlipatan mendapat posisi tertinggi (potensial rendah lokal yang terisolir),

sehingga merupakan perangkap struktur (Gambar 9.20).

5.3.1.1 Pengutaraan Perangkap Stratigrafi

Perangkap stratigrafi dinyatakan dalam:

1) Penampang geologi. Gejala penyerpihan, pembajian, dan sebagainya diperlihatkan

oleh bidang perlapisan yang nyata. Sumur pengendali diperlihatkan secara tegas.

2) Bentuk peta reservoir. Mengingat unsur pembentukan perangkap maka peta reservoir

harus dinyatakan sebagai:

a. Peta struktur berkontur, yang memperlihatkan kedudukan lapisan reservoir terutama

kemiringan wilayah.

b. Peta fasies, yang memperlihatkan berbagai perubahan yang terjadi secara lateral pada

lapisan, yang dapat dinyatakan dalam:

Gambar 5.30

Page 46: Bab 4 Bab 5

I. PETA ISOPACH: yang memperlihatkan ketebalan lapisan reservoir. Peta seperti ini sangat

baik memperlihatkan tubuh reservoir yang dibatasi secara lateral oleh ‘pembajian’ dan batas

erosi, karena dalam hal ini lapisan secara tegas dipisahkan oleh bidang perlapisan. Jika lensa-

lensa atau lapisan individuil yang dipetakan, maka pemetaan disebut ‘lense mapping’

(Gambar 5.30).

II. PETA ISOLITH: yang seperti ‘net-sand-map’, memperlihatkan ketebalan bersih atau

interval lapisan yang terdiri dari beberapa lapisan reservoir, yang menghilang satu per satu ke

suatu arah. Peta seperti ini memperlihatkan perubahan fasies atau berkurangnya tubuh lapisan

reservoir, misalnya untuk suatu delta (Gambar 5.31).

Gambar 5.31 dan 5.32

III. PETA PERBANDINGAN PASIR-SERPIH (sand-shale ratio map), yang memperlihatkan

dengan garis kontur perbandingan jumlah ketebalan interkalasi pasir terhadap sisipan serppih

pada suatu interval lapisan. Peta ini lebih tepat untuk perubahan fasies yang bersifat

penyerpihan yang diwujudkan oleh jari-jemari (Gambar 5.32).

IV. PETA PALEOTOPOGRAFI, yang sering pula disebut isobath map; memperlihatkan

struktur atau kedalamandari bidang ketidakselarasan. Hal ini terutama penting untuk

perangkap ketidakselarasan (Gambar 5.44).

5.3.2 KLASIFIKASI PERANGKAP STRATIGRAFI

Perangkap stratigrafi biasanya diklasifikasikan bersama-sama dengan perangkap struktur

seperti oleh Clapp (1929), Wilhem (1945), de sitter (1949). Klasifikasi khas perangkap

stratigrafi yang pertama tercerminkan dalam publikasi Seismograph Service Coorporation

sebagai berikut (Dott dan Reynolds, 1969):

a. Perubahan porositas atau permeabilitas

b. Penumpangan (overlap) lateral dan vertikal

c. Perangsuran (gradation) dari fasies atau pelensaan

d. Pemancungan (truncation)

e. Ketidakselarasan

f. Keadaan lingkungan pengendapan

Klasifikasi terakhir yang dilakukan oleh Rittenhouse (1972), merupakan perbaikan klasifikasi

Levorsen (1954) yang terlampir pada Tabel 5-2. Penggolongan ini didasarkan atas hubungan

perangkapp terhadap ketidakselarasan, dan selanjutnya atas asal mula jadi tubuh batuan

reservoir, sehingga tidak lain terutama merupakan klasifikasi tubuh batuan reservoir. Perlu

dinyatakan di sini bahwa klasifikasi ini memasukkan pula perangkap yang terjadi karena

pematahan dan retakan lokal.

Page 47: Bab 4 Bab 5

Klasifikasi yang akan dipergunakan di sini adalah menurut Levorsen (1954), karena

klasifikasi ini cukup sederhana, memberikan pengertian yang luas, dan tidak bertele-tele

kepada hal yang detail, walaupun juga memperlihatkan ketidak-konsekuenan. Klasifikasi ini

diadaptasikan/disederhanakan sebagai berikut:

Perangkap stratigrafi primer Levorsen (1954)

I. TUBUH BATUAN RESERVOIR TERBATAS (LENSA)

a. Batuan reservoir klastik detritus dan volkanik.

b. Batuan reservoir karbonat; terumbu, bioherm.

II. PEMBAJIAN, PERUBAHAN FASIES ATAUPUN POROSITAS DARI LAPISAN

RESERVOIR KE SUATU ARAH REGIONAL ATAUPUN LOKAL DARI:

a. Batuan reservoir klastik detritus

b. Batuan reservoir karbonat

Perangkap stratigrafi sekunder Levorsen (1954).

III. PERANGKAP KETIDAKSELARASAN

PEMBAHASAN:

Dalam membahas perangkap stratigrafi tidak dapat diberikan contoh dari Indonesia, kecuali

terumbu. Hal ini disebabkan karena eksplorasi di Indonesia belum meningkat

kepadapencaharian perangkap stratigrafi.

5.3.3 PERANGKAP TUBUH BATUAN RESERVOIR TERBATAS

5.3.3.1 Batuan Reservoir Klastik

Batuan reservoir klastik sering membentuk lensa-lensa ataupun juga tubuh-tubuh yang

memanjang tetapi terbatas penyebarannya, seperti ‘point-bar sand’, ‘bar-finger sand’, atau

‘epineritic lenticular sand’. Dalam hal ini lensa-lensa jarang berdiri sendiri dan terdapat secara

berkelompok, bertumpuk satu dengan yang lain merupakan satu kompleks. Seringkali

kompleks ini merupakan suatu seri lapisan dan jika terlipat secara kebetulan dan terdapat pada

sumbu suatu antiklin akan dikirakan sebagai suatu perangkap struktur. Namun dalam hal ini

akan kelihatan, karena setiap lensa mempunyai batas air-minyak tersendiri, malahan jenis

minyakbumi yang berbeda. Hal ini akan lebih jelas lagi jika ternyata minyak juga didapatkan

dalam lensa-lensa pada struktur sinklin (Contoh: Red Wash field, White River Unit,

Koesoemadinata, 1970).

Gambar 5.33

Tubuh batupasir tali-sepatu (shoe-string sand) juga dapat seluruhnya diisi oleh minyak dan

gasbumi dan dengan demikian merupakan pula perangkap stratigrafi jenis ini. Sebagai contoh

lain mengenai hal ini dapat dilihat dalam bab 4, mengenai batuan reservoir. Juga gosong pasir

Page 48: Bab 4 Bab 5

pantai (beach sand, bar sand) dapat merupakan perangkap tersendiri. ‘Channel sand’ dapat

bertindak sebagai perangkap, terutama jika berasosiasi dengan lipatan landai. Dengan

demikian minyak sebagian terperangkap karena terbatasnya penyebaran batuan reservoir, dan

sebagaian karena letak ketinggian daripada penyebaran tersebut (Gambar 5.33).

5.3.3.2 Batuan Reservoir Karbonat

Batuan reservoir karbonat secara mutlak diwakili oleh terumbu (reef) atau bioherm yang

secara tegas merupakan perangkap yang terjadi karena terbatasnya penyebaran tubuh batuan

reservoir. Sangat spektakuler adalah terumbu tiang (pinnacle reeefs), seperti yang terdapat di

lapangan Kasim dan Jaya di Irian Jaya (Gambar 5.34). Terumbu penghalang (barrier reef)

atau yang memanjang dapat diklasifikasikan sebagai perangkap stratigrafi dalam kategori

dalam kategori ini, terutama jika akumulasi terdapat pada kulminasi daripada jajaran terumbu

ini.

Tabel 5.2 – tabel 5-2a

Gambar 5.34 gambar 5.35

Dalam peta, perangkap ditunjukkan dengan garis kontur yang menyatakan batas atas batuan

reservoir dengan lapisan penyekat di atasnya, yang merupakan bentuk morfologi yang sering

memotong bidang per lapisan, karena pada umumnya merupakan batas perubahan fasies yang

agak tajam (Gambar 5.35). Perangkap lain dalam kategori ini adalah terjadinya porositas lokal

yang terisolir dalam tubuh batuan karbonat yang sering-sering disebabkan oleh dolomitisasi

ataupun pelarutan dan perubahan diagenesa lainnya. Sering perangkap demikian disebut

‘replacement trap’. Dalam kategori demikian juga retakan dalam batuan karbonat yang

terlokalisasi dan dapat dimasukkan sebagai ‘lensa’. Di dalam peta, perangkap yang demikian

hanya dapat diperlihatkan oleh garis-garis kontur iso-porositas.

5.3.3.3 Batuan Reservoir Lainnya

Batuan reservoir jenis lain dapat pula merupakan perangkap stratigrafi, misalnya batuan yang

mengalami retakan secara lokal (contoh dalam serpih: lapangan Duschesne, Utah) dan

menurut Levorsen (1954) terutama lensa-lensa batuan volkanik.

Tubuh batuan seperti basalt ataupun serpentin diintrusikan ke dalam formasi penutupnya, dan

batuan volkanik tersebut retak-retak pada waktu pendinginan. Juga lensa-lensa tuff dalam

bentuk kerucut aslinya yang tertutup sedimen sebagai lapisan penyekat dapat dimasukkan

sebagai perangkap dalam kategori ini. Perangkap macam ini sangat jarang. Levorsen (1958)

memberikan sebagai contoh, yaitu di daerah Texas (Hilbig pool) dan di Cuba.

Page 49: Bab 4 Bab 5

5.3.4 PERANGKAP PEMBAJIAN FASIES – POROSITAS LAPISAN RESERVOIR

Perangkap jenis ini lebih umum terdapat, akan tetapo unsur kedudukan struktur atau

kemiringan wilayah lapisan reservoir ini memegang peranan penting. Bahkan pada umumnya

kombinasi dengan perangkap struktur lebih sering terdapat, seperti misalnya, pelengkungan

lapisan sebagai pelengkap. Untuk menunjukkan jenis perangkap ini harus pula disertakan peta

struktur wilayah.

5.3.4.1 Reservoir Klastik Detritus

Reservoir jenis ini sering merupakan perangkap stratigrafi dalam kategori ketidaklanjutan

posositas atau sifat reservoir yang disebabkan pembajian ke atas atau penyerpihan ke atas.

1) PEMBAJIAN KE ATAS, biasanya berasosiasi dengan pasir pantai yang bersifat

transgresif pada suatu bidang ketidakselarasan yang bersifat penumpangan progresif

(progressive onlapping). Seringkali kemiringan sedimen asli (original dipslope) cukup

bertindak sebagai kemiringan wilayah. Penyekatan dari atas biasanya disebabkan sifat

transgresi yang melompat-lompat, sehingga di atas lapisan pasir pantai diendapkan

lapisan serpih marin (Gambar 5.36). Tutupan (closure) biasanya ditentukan oleh

stratigrafi. Batas pembajian biasanya tidak lurus tetapi bergerigi, karena ketidakrataan

paleotopografi di atasmana transgresi berlangsung. Lapisan batupasir ini ke arah

cekungan juga dapat berubah fasies menjadi serpih dan terjadi perangkap yang

tergantung pula dari kemiringan wilayah.

Gambar 5.36

Dalam hal ini bentuk lapisan reservoir adalah suatu prisma, akan tetapi hanya bagian

yang menaik ke atas (updip) saja bertindak sebagai perangkap. Peta yang dapat

memperlihatkan perangkap jenis ini dengan baik adalah peta isopach, di mana garis

nol merupakan batas perangkap dan menentukan tutupan.

2) PENYERAPAN KE ATAS, biasanya berasosiasi dengan pasir pantai yang bersifat

regresif dan juga transgresif jika tidak berasosiasi dengan ketidakselarasan.

Penyerpihan terjadi karena pasir pantai berjari-jemari dengan serpih non-marin, seperti laguna

atau rawa dan lapisan batubara. Juga seringkali kemiringan wilayah sesuai dengan kemiringan

lereng sedimentasi aslinya (original dip-slope).

Gambar 5.37

Ke arah cekungan, penyerpihan dapat terjadi seperti halnya dengan lapisan pasir pantai

transgresif, tetapi perangkap stratigrafi hanya dapat terjadi jika kemiringan wilayah terbalik

dengan kemiringan lereng pengendapan aslinya (Gambar 5.37).

Page 50: Bab 4 Bab 5

Peta terbaik untuk menunjukkan jenis perangkap ini adalah peta perbandingan pasir-serpih, di

mana nilai tertentu merupakan batas perangkap dan menentukan tutupan stratigrafi. Untuk

cara lebih mendetail, misalnya memetakan satu lapisan reservoir, lebih baik dipetakan

berdasarkan ‘isolith’ dari pasir dengan porositas minimal tertentu, misalnya 5%. Data diambil

dari micro-log.

Perangkap pembajian atau penyerpihan ke atas ini jarang berdiri sendiri dan sering merupakan

jalur-jalur lapangan minyak sejajar terhadap garis pantai-purba, dan berada secara tersusun

(regional wedge belt of permeabilities).

Sebagai contoh misalnya Frio sand, oligoscene di Gulfcoast, Texas (Gambar 5.38).

Gambar 5.38

5.3.4.2 Reservoir Karbonat

Dalam hal pembatasan porositasnya ke arah atas kemiringan lebih ruwet daripada reservoir

klastik detritus. Hal ini disebabkan karena perubahan pengendapan, tetapi juga karena

perubahan diagenesa dan dolomitisasi, dan mungkin hal yang disebut terakhir ini merupakan

faktor yang lebih penting.

Pembedaan antara pembajian dengan perubahan fasies sukar dilakukan dan pada umumnya

penghalang permeabilitas disebabkan karena perubahan fasies.

Dalam hal terumbu perangkap perubahan fasies dapat pula terjadi jika terumbu tumbuh dalam

keadaan transgresi atau regresi (Link, 1951), sehingga merupakan suatu kompleks terumbu.

Ke arah daratan kompleks ini dapat berubah fasies menjadi gamping laguna yang tidak

permeabel, sehingga arah kemiringan regional ke arah daratan akan memberikan perangkap.

Gambar 5.39

Juga kemiringan ke arah cekungan akan memberikan hal yang sama, karena fasies terumbu

akan kembali menjadi fasies gamping cekungan (basinal limestone). Hal yang sama akan

didapatkan dalam gamping klastik, seperti oolit dan kalkarenit, yang ke arah darat berubah ke

fasies gamping laguna yang berenergi rendah ke arah laut berubah ke gamping cekungan yang

juga berenergi rendah. Dari segi perubahan fasies perubahan ke arah darat mungkin lebih

cepat daripada ke arah laut, sehingga lereng ke atas darat mungkin lebih cepat daripada ke

arah laut. Dengan demikian lereng ke arah darat akan memberikan perangkap stratigrafi yang

lebih baik (Gambar 5.39).

Perubahan diagenesa mungkin merupakan faktor yang lebih penting daripada perubahan

fasies pada perangkap stratigrafi karbonat. Pembentukan perangkap diagenesa dapat terjadi

tidak lama sesudah atau pada waktu pengendapan atau setelah pengukuran yang lumayan,

Page 51: Bab 4 Bab 5

malahan mungkin setelah litifikasi yang extensif. Menurut Rittenhouse (1972) penghalang

permeabilitas dapat terjadi secara lateral karena:

1) Suatu batuan non-reservoir telah dirubah ke arah bawah kemiringan menjadi batuan

reservoir. Batuan yang tidak diubah atau diubah secara kurang extensif bertindak

sebagai penghalang permeabilitas pada bagian atas atau secara lateral. Pengubahan

batuan non-reservoir menjadi berpori terutama terjadi karena dolomitisasi, pelarutan,

dan juga breksiasi dan peretakan. Di antara beberapa faktor itu, penggantian oleh

dolomitisasi adalah yang paling penting.\

Sebagai contoh misalnya, lapangan Empire Abo, di New Mexico (Le May, 1972,

Gambar 5.40) dan Black Lake di Lousiana (White, 1972).

2) Suatu batuan reservoir sebagian telah diubah menjadi batuan non-reservoir dalam ke

arah atas kemiringan dan bertindak sebagai penghalang permeabilitas. Dalam hal ini,

kompaksi dan sementasi yang disebabkan oleh pemasukan air tawar merupakan faktor

penting (Friedman, 1967).

Gambar 5.40

5.3.5 PERANAN DAERAH BATUAN DASAR TINGGI DALAM PEMBENTUKAN

PERANGKAP STRATIGRAFI

Daerah peninggian batuan dasar penting dalam pembentukan perangkap stratigrafi. Daerah

peninggian ini merupakan perbukitan atau paleotopografi. Pada waktu transgresi, daerah

tersebut merupakan pulau dari nama klastik detritus dierosi dan diendapkan sebagai pantai

sekelilingnya. Transgresi selanjutnya akan menenggelamkan pulau tersebut dan serpih atau

karbonat akan menutupinya, sehingga sekeliling daerah tinggi itu terdapat pembajian lapisan

pasir ke atas kemiringan terhadap bukit-bukit terpendam tadi. Contoh yang demikian

didapatkan pada bukit Pendopo dalam Formasi Talang Akar.

Di lain pihak setelah bukit itu tenggelam, daerah itu menjadi daerah dangkal dan merupakan

tempat terbentuknya terumbu.

5.4 PERANGKAP KOMBINASI STRUKTUR DAN STRATIGRAFI

Tanpa disadari, perangkap minyakbumi kebanyakan merupakan kombinasi perangkap struktur

dan stratigrafi, di mana setiap unsur stratigrafi dan unsur struktur merupakan faktor bersama

dalam membatasi bergeraknya atau menjebak minyak bumi. Perlu diketahui bahwa dalam

perangkap itu selalu terdapat bagian yang terbuka ke bawah. Beberapa kombinasi antara unsur

struktur dan unsur stratigrafi adalah:

Page 52: Bab 4 Bab 5

5.4.1 KOMBINASI LIPATAN – PEMBAJIAN

Dalam Gambar 5.41 dapat dilihat bahwa kombinasi lipatan – pembajian dapat terjadi karena

di salah satu pihak pasir menghilang dan di lain pihak hidung antiklin menutup arah lainnya.

Maka jelas hal ini sering terjadi pada perangkap stratigrafi yang normal. Kombinasi lain

adalah antara perangkap stratigrafi yang berbentuk lensa dan pelipatan. Hal ini terjadi dalam

endapan delta, di mana sebetulnya unsur struktur hanya merupakan pelengkap saja, yaitu

tanda bahwa dengan adanya struktur akan terjadi akumulasi.

Tetapi dengan adanya pelipatan maka penyebaran daripada akumulasi akan terkonsentrasi

dalam bagian tertinggi dari tiap lensa dalam kompleks. Contoh lain kombinasi pembajian –

pelipatan, adalah yang hanya terjadi pada suatu peninggian dasar (basement high)

sebagaimana telah dibahas sebelumnya, di mana kompaksi serpih akan mengakibatkan

pelipatan. Juga seringkali peninggian ini menjadi lokus daripada suatu pelipatan di kemudian

hari dan dengan demikian di sini akan didapatkan suatu kombinasi antara pelipatan dan

pembajian.

Gambar 5.41

5.4.2 KOMBINASI PATAHAN – PEMBAJIAN

Kombinasi ini merupakan aspek penting pada perangkap stratigrafi. Pembajian yang

berkombinasi dengan patahan jauh lebih biasa daripada pembajian yang berdiri sendiri.

Gambar 5.42

Misalnya di satu pihak terdapat suatu kemiringan wilayah yang membatasi geraknya minyak

ke suatu arah dan di arah lain ditahan oleh suatu patahan sedangkan di arah yang lainnya lagi

dibatasi oleh pembajian. Maka di sini jelas suatu kemiringan wilayah adalah sangat penting

(Gambar 5.42).

Hal ini dapat juga terjadi pada kombinasi antara patahan dengan suatu bentuk tubuh batupasir

ataupun batuan karbonat yang terbatas. Misalnya suatu lensa dan patahan, suatu bentuk tali-

sepatu dengan patahan, bahkan juga suatu terumbu dengan patahan. Dapat disimpulkan di sini

bahwa berbagai kemungkinan antara pelipatan, patahan, dan perubahan stratigrafi dapat

terjadi untuk membentuk perangkap. Dalam hal ini kemungkinan itu terlalu banyak untuk

dapat diperinci satu per satu.

5.5 PERANGKAP KETIDAKSELARASAN DAN PERANGKAP SEKUNDER

5.5.1 PERANGKAP PALEOMORFOLOGI

Perangkap ketidakselarasan sedikit banyak juga merupakan kombinasi antara stratigrafi

dengan pelipatan. Stratigrafi dalam arti kata bahwa gejala ketidakselarasam merupakan gejala

Page 53: Bab 4 Bab 5

stratigrafi, sedangkan perangkap lainnya misalkan pelipatan dan patahan merupakan gejala

struktur. Sebagaimana diketahui terdapat berbagai macam ketidakselarasan antara lain:

a. Ketidakselarasan sejajar (disconformity)

b. Ketidakselarasan bersudut (angular unconformity)

c. Bukan keselarasan (nonconformity)

Pada umumnya yang dapat membentuk suatu perangkap ialah ketidakselarasan bersudut,

sedangkan untuk ketidakselarasan lainnya diperlukan juga unsur lain. Suatu ketidakselarasan

dapat menghilang ke suatu arah, bahkan dapat berpotongan atau berkonvergensi menjadi satu.

Pada suatu gejala ketidakselarasan, gejala stratigrafi dapat terjadi selain di bawah bidang

ketidakselarasan tersebut juga di atasnya dalam bentuk suatu penjangkauan transgresi

(transgressive overlap) (Gambar 5.43).

Gambar 5.43

Dalam hal yang disebut terakhir, maka masing-masing lapisan pasir yang berada pada urutan

di atasnya akan berada jauh ke suatu arah daripada yang berada di bawahnya. Dengan

demikian hal ini memberi kesempatan akan adanya perangkap stratigrafi seperti suatu

pembajian. Dalam hal ini jelas bahwa perangkap stratigrafi yang berada di atas

ketidakselarasan dapat kita golongkan sebagai perangkap stratigrafi. Sebagaimana telah

dibahas sebelumnya, di bawah bidang ketidakselarasan biasanya semua lapisan yang berpori-

pori dan permeabel, terpancung oleh berbagai lapisan yang ada di atasnya. Seringkali lapisan

di atasnya itu merupakan suatu lapisan yang kedap, misalnya suatu lapisan serpih yang

diendapkan pada waktu transgresi yang mendadak di atas permukaan ketidakselarasan. Selain

itu juga lapisan yang berada di bawah ketidakselarasan itu mungkin sangat peka terhadap

pelapukan sehingga rongga-rongga pororsitas yang baik. Misalnya, batugamping yang pada

pelapukan sering membentuk gua-gua dan rongga-rongga yang disebabkan karena pelarutan.

Hal ini jelas sangat menguntungkan dan selain akan merupakan bentuk-bentuk perangkap,

juga akan menghasilkan porositas sekunder.

Jelaslah, bahwa perangkap ketidakselarasan yang disebabkan pemancungan ini harus ditinjau

juga dalam 3 dimensi. Maka dalam hal ini pembuatan suatu peta paleontologi atau sering

disebut juga sebagai peta bawah singkapan (subcorp map) atau peta pandangan cacing

(worm’s eye view map) sangat penting. Peta paleontologi tidak lain adalah suatu peta yang

memperlihatkan penyebaran berbagai macam formasi serta satuan batuan di bawah bidang

ketidakselarasan, seolah-olah bidang lapisan yang berada di atas bidang ketidakselarasan itu

dihilangkan. Maka dari peta ini akan kelihatan adanya jalur-jalur lapisan yang berpori seperti

batupasir ataupun batugamping.

Gambar 5.44

Page 54: Bab 4 Bab 5

Hal lain yang juga sangat penting untuk dihayati adalah bahwa permukaan suatu

ketidakselarasan tidaklah selalu rata, malahan seringkali terdapat bekas-bekas bukit yang

terpendam sebagai sisa daripada erosi. Dengan mengadakan pengonturan bidang erosi ini,

akan didapatkan peta paleotopografi atau paleomorfologi yang memperlihatkan berbagai

bentuk struktur dan suatu penutupan (closure), dan melengkapi gejala perangkap tadi.

Perangkap yang terbentuk sering dinamai perangkap paleomorfologi (paleomorphic traps,

Martin, 1966). Maka perangkap ini boleh dikatakan sebagai kombinasi daripada penyebaran

perlapisan yang yang terpancung dengan paleotopografi yang merupakan daerah tinggi.

Secara teori, perangkap yang demikian tidak terjadi pada ketidakselarasan sejajar, jika saja

lapisan penutupnya merupakan lapisan permeabel. Akan tetapi dalam hal ini erosi dapat

membentuk pegunungan ataupun perbukitan pada lapisan reservoir sebelum kemudian ditutup

oleh lapisan penutup di atasnya. Juga jelas di sini, bahwa suatu pengkonturan daripada bidang

erosi atau peta paleomorfologi sangatlah penting dalam penentuan perangkap (Gambar 5.44).

5.5.2 PERANGKAP PENYUMBATAN ASPAL

Perangkap jenis ini juga dapat dikaitkan sebagai perangkap yang berhubungan dengan bidang

erosi atau disebut pula perangkap sekunder. Seringkali lapisan minyak yang tererosi

membentuk suatu rembasan sebagaimana telah dibahas di dalam Bab 3. Dalam rembasan ini

seringkali bagian cairan yang mudah menguap meninggalkan suatu residu yang kemudian

menjadi suatu sumbat bagi perembasan minyak selanjutnya. Dengan demikian terbentuklah

suatu perangkap minyak. Juga dalam hal ini harus diperhatikan mengenai keadaan 3 dimensi

dari penyebaran lapisan secara lateral. Perangkap jenis ini tidak banyak terjadi.

5.5.3 PERANGKAP STRATIGRAFI DALAM TIGA DIMENSI

Untuk pencarian perangkap stratigrafi dan juga perangkap kombinasi stratigrafi dan struktur

dimintakan pengertian lebih mendalam mengenai stratigrafi dan juga dalam metoda untuk

memperlihatkan perubahan yang terjadi dalam lapisan atau yang juga disebut sebagai

perubahan fasies. Dalam hal ini pemetaan di bawah permukaan berdasarkan data yang

didapatkan dari sumur sangatlah penting, seperti misalnya, pembuatan peta isopach, iso-

fasies, perbandingan pasir-serpih dan sebaginya. Juga dapat dilihat di atas bahwa peta seperti

peta paleotopografi ataupun peta paleogeologi akan sangat membantu dalam memberi

pengertian yang lebih baik mangenai penyebaran lapisan dan juga bagaimana kelakuan

lapisan itu secara lateral.

Gambar 5.45

Page 55: Bab 4 Bab 5

Dewasa ini metode seismik telah maju sekali, sedemikian rupa sehingga sering dapat

memperlihatkan gejala paleomorfologi itu secara jelas. Cara seismik untuk

menginterpretasikan adanya suatu terumbu telah dikembangkan. Misalnya saja dengan

penemuan terumbu di Irian Jaya, metode seismik telah memperlihatkan kemampuannya

seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5.45. metode seismik selain dapat memperlihatkan

pembajian dan sebagainya, juga dapat menginterpretasikan litologi dengan menggunakan

analisa kecepatan, sehingga seringkali dapat dibuat peta perbandingan pasir serpih atau juga

perbandingan klastik karbonat.

5.6 KLASIFIKASI PERANGKAP DE SITTER

Beberapa klasifikasi perangkap telah diusulkan oleh Clapp (1910, 1917), Wilson (1934),

Heald (1940), Heroy (1941), Sanders (1943), Wilhem (1945), dan Brod (1945) (Tabel 5-2).

Semua klasifikasi tersebut tentunya mengutamakan berbagai hal yang pada waktu itu

dianggap penting. Klasifikasi ini sebetulnya merupakan pengetahuan secara ikhtisar mengenai

jenis perangkap. Telah dibahas sebelumnya bahwa kemungkinan jenis perangkap banyak

sekali, sehingga klasifikasi hanya sekedar merupakan suatu ikhtisar saja. Pada Gambar 5.46

diberikan klasifikasi oleh de Sitter (1950) yang didasarkan atas dua unsur terpenting, yaitu

unsur struktur (tektonik) dan unsur stratigrafi. Dalam hal ini de Sitter mengadakan klasifikasi

dinyatakan dalam suatu matriks A, B, C, masing-masing merupakan kelompok unsur

perangkap utama, stratigrafi, ketidakselarasan, berbagai bentuk bentuk tektonik dan intrusi.

Gambar 5.46

A. VARIASI LATERAL DALAM PERMEABILITAS:

a. Lensa-lensa pasir dan gamping, khususnya batupasir berbentuk tali-sepatu. Ini

merupakan saluran ataupun pantai yang telah menjadi fosil dan juga terumbu koral

yang fosil.

b. Berbagai variasi permeabilitas dan porositas lokal, primer ataupun sekunder dalam

batugamping, misalnya karena pelarutan, breksi, dan karena tekstur oolit.

c. Variasi lateral dalam permeabilitas pada batupasir, di mana dalam hal yang ekstrim

ssama dengan lensa-lensa pasir.

d. Penyumbatan pori-pori oleh aspal dan gejala lain.

B. KETIDAKSELARASAN:

a. Batuan reservoir adalah lenih muda atau berada di atas ketidakselarasan.

b. Batuan reservoir pasir, konglomerat dasar atau breksi dasar sebagai eluvial di atas

ketidakselarasan.

Page 56: Bab 4 Bab 5

c. Batuan reservoir yang merupakan formasi yang terpancung.

C BERBAGAI BENTUK TEKTONIK:

a.1 Pelipatan landai, α; teras, β; hidung, γ: kubah, δ; dan ambang. Dalam berbagai bentuk

tektonik yang landai in, perubahan variasi permeabilitas terjadi secara primer, di mana besar

butir memegang peranan penting. Dalam hal yang terakhir ini kadang-kadang perbedaan

dalam kompaksi juga memperlihatkan bentuk yang menyerupai bentuk tektonik.

a.2 Antiklin, α; simetris, β; asimetris, γ: tersungkup, δ; struktur diapir.

b Kubah pada umumnya dapat dimasukkan dalam C a.1.

1. Patahan yang terdapat dalam lipatan, misalnya patahan yang memanjang dan patahan

yang memotong suatu antiklin.

2. Patahan yang disebabkan karena efek kubah patahan radier.

3. Patahan bongkah (block-faulting), patahan dalam moniklin.

4. Akumulasi pada breksi tektonik dalam jalur-jalur patahan (misalnya breksi serpih,

breksi pasir, ataupun breksi gamping).

c Intrusi:

1. Intrusi garam, α; di atas garam dalam formasi yang terlipat, β; dalam penutup garam,

γ: dalam formasi yang terpancung oleh tiang garam.

2. Intrusi batuan beku.

Dalam golongan pertama, berbagai varisai dalam permeabilitas dan porositas memegang

peranan yang penting, terutama permeabilitas dalam lapisan yang tidak terlipatkan.

Kemiringan kecil cukup untuk dapat menjebak minyak. Akumulasi antiklin yang minyaknya

terdapat di bagian bawah struktur yang landai, pada umumnya termasuk dalam golongan ini,

akumulasi ketidakselarasan sangat penting dan merupakan akumulasi yang menjadi satu,

misalnya dalam lapangan minyak Texas Timur dan juga akumulasi gas dalam Texas

Panhandle.

Pada hakekatnya, akumulasi tektonik adalah yang paling berbeda. Pada golongan pertama

pelipatan landai memperlihatkan perubahan dari golongan ketidakselarasan menjadi golongan

perubahan atau variasi dalam permeabilitas. Dalam hal ini bentuk yang disebabkan karena

kompaksi, oleh de Sitter dimasukkan sebagai tektonik, karena punggungan tempat sedimen

diendapkan sebetulnya mempunyai asal tektonik, dan kompaksi dari serpih yang berlebihan

pada sampingan punggung itu sebetulnya justru hanya berfungsi untuk lebih menonjolkannya

lagi.

Pembentukan kubah seringkali terjadi karena tiang garam yang mendesak ke atas. Misalnya

saja pada C. a. 1 sama dengan C. c. 1. Di sini harus dibedakan antara struktur yang lemah dan

struktur yang kuat yang disebabkan karena perbedaan dalam sifat serta juga jarangnya ada

Page 57: Bab 4 Bab 5

bentuk peralihan. Tetapi banyak sekali kasus yang sedikit disangsikan. Akumulasi atau

perangkap patahan banyak sekali teradapat, biasanya berada dalam struktur yang dilipat

secara keras, tetapi kadang-kadang juga berdiri sendiri dalam kombinasi dengan

ketidakselarasan. Intrusi garam memegang peranan penting dalam beberapa daerah di dunia.

Hanya masalahnya adalah apakah antiklin diapir dengan inti garam dimasukkan dalam C. a.

atau C. a. 2.

5.7 PERANGKAP DALAM KEADAAN HIDRODINAMIK

Dalam keadaan hidrodinamik, minyak dapat terjebak selain dalam keadaan yang telah dibahas

di atas, juga dalam keadaan struktur dan stratigrafi lainnya, sehingga menambah kemungkinan

terdapatnya akumulasi minyak dan gas bumi.

Gambar 5.47

Gradien hidrodinamik didapatkan jika lapisan reservoir tersingkap pada permukaan dan

menerima air, kemudian mengalirkannya ke luar pada titik yang lebih rendah, sehingga timbul

perbedaan potensial.

Hal ini akan menyebabkan adanya permukaan potensiometri yang miring (ketinggian sampai

mana air akan naik pada setiap titik jika tempat tersebut dibor) yang merupakan gradien.

Gradien tersebut dinyatakan dalam dhdx

= meter/kilometer atau feet/mile (Gambar 5.47).

Dalam keadaan hidrodinamik, akumulasi dapat diterangkan oleh teori King Hubbert (1953).

Dalam teori ini diterangkan bahwa minyak dan gas bumi (setelah beraada dalam fase

menerus) akan bergerak dan berkumpul pada bagian kerak bumi (perangkap) yang secara

lokal mempunyai potensial paling rendah. Tidak mungkin minyak dan gas bumi bergerak

menuju medan potensial yang lebih tinggi, walaupun perjalanannya ke potensial yang lebih

rendah. Dengan demikian bidang batas air-minyak akan selalu merupakan suatu bidang

ekipotensial.

Dalam keadaan hidrostatik, maka bidang ini horizontal, karena yang bekerja hanyalah gaya

gravitasi/pelampungan. Jika ada gradien hidrodinamik maka resultan kedua gaya ini menjadi

miring, dengan demikian bidang ekipotensial (OWC) juga miring, dengan rumus kemiringan:

tan θ = dzdl

= pw

ρw−ρo x dhdl

untuk:

θ = sudut kemiringan batas air-minyak atau bidang ekipotensial

dzdl

= gradien kemiringan bidang ekipotensial

ρw = berat jenis air

Page 58: Bab 4 Bab 5

ρo = berat jenis minyak/gas

dhdl

= gradien hidrodinamik (gradien bidang ekipotensial)

Gambar 5.48

Dengan demikian kemiringan bidang batas air-minyak tergantung dari besar kecilnya gradien

hidrodinamik dan perbedaan berat jenis air dan minyak/gas, terutama yang terakhir ini.

Gradien hidrodinamik tergantung dari letak topografi tempat lapisan reservoir masukan air

(intake) dan di mana air keluar, yang menyebabkan bidang potensiometri miring (permukaan

kenaikan air jika dibor dan permeabilitas, lebih besar gradien hidrodinamik (dhdl

¿ dan lebih

miring bidang potensiometri. Perbedaan berat jenis, terutama disebabkan derajat API minyak

dan gas bumi. Dari rumus jelas sekali, bahwa lebih besar ρo, ρw – ρo makin kecil dan

kemiringan lebih besar.

A Perbedaan berat jenis minyak dan gas dapat menimbulkan perbedaan kemiringan (Gambar

5.48; 5.49), dan dalam keadaan extreme ada pemisahan minyak dan gas (Gambar 5.49).

Dalam suatu lapisan reservoir yang tipis, dapat terjadi bahwa gas hanya terdapat di satu sayap

saja.

Gambar 5.49 – 5.52

B Keadaan hidrodinamik dapat menimbulkan perangkap baru, dengan konsepsi tutupan yang

berlainan. Tutupan hidrodinamik (hydrodinamic closure) di sini, adalah jarak tegak dari

bidang ekipotensial yang menutup suatu wadah yang konkav ke atas sehingga timbul

perangkap hidrodinamik.

a. Hitung antiklin atau teras, dapat bertindak sebagai perangkap, jika arah gerak air

diketahui (Gambar 5.50).

b. Perubahan permeabilitas lokal, dapat menyebabkan mencuramnya bidang

potensiometri, sehingga gradien hidrodinamik menjadi tinggi secara lokal yang

menyebabkan bidang ekipotensial melengkung. Dalam keadaan suatu komoklin dapat

ditimbulkan suatu perangkap hidrodinamik (Gambar 5.51).

c. Dalam bidang perangkap stratigrafi hidrodinamik dapat timbul pemikiran baru (Hill,

Colburn, and Knights, 1963). Tekanan hidrodinamik dapat menambah atau

mengurangi tekanan masuk (entry pressure) atau tekanan penggeser (displacement

pressure).

Perubahan fasies, tak selalu memberikan suatu ‘shale-out’ atau ‘wedge-out’, atau terutama

perubahan porositas/permeabilitas. Dari porositas besar kecil terjadilah kapilaritas, karena

perbedaan tegangan permukaan antara air dan minyak. Pada Gambar 5.52 terlihat bahwa air

dapat masuk ke dalam lanau, tetapi untuk minyak diperlukan tekanan masuk (entry pressure)

Page 59: Bab 4 Bab 5

yang sesuai dengan tekanan ini (dalam fase menerus). Tetapi jika arah gradien hidrodinamik

dari atas ke bawah (down-dip) maka akan terjadi suatu akumulasi, karena tekanan ini akan

melawan pelampungan (buoyancy), sehingga tekanan masuk tak dapat diarungi. Sebaluknya,

jika gradien hidrodinamik ke arah atas dari kemiringannya, yaitu jika ada perbedaan

permeabilitas dan arah gradien hidrodinamik ke arah bawah dari kemiringan.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa gradien hidrodinamik menimbulkan beberapa konsepsi baru

dalam akumulasi minyak. Akumulasi ini dalam 3 dimensi dapat terlihat pada Gambar 5.54.

Jelas terlihat bahwa perubahan dalam arah dan besar gradien sangat sensitif untuk menambah

atau meniadakan suatu akumulasi. Suatu akumulasi dapat terusir sama sekali dari suatu

struktur antiklin dengan tutupan yang baik, karena adanya gradien hidrodinamik yang cukup

besar dengan arah tertentu. Konsepsi hidrodinamik masih dalam taraf penelitian, dan belum

dapat diterapkan secara operasionil. Di Indonesai baru di Irian Barat (Lapangan Minyak

Klamono) terdapat bukti adanya keadaan hidrodinamik, namun perangkap dalam konsepsi ini

belum ditemukan.

Gambar 5.53 – 5.54