BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf ·...

62
BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktu Untuk mengukur kebaikan suatu sistem kerja diperlukan prinsip-prinsip pengukuran kerja ( work measurement ) yang meliputi teknik-teknik pengukuran waktu psikologis dan fisiologis. Sebagai bagian dari pengukuran kerja tersebut, pengukuran waktu ( time study ) bertujuan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan yang dijadikan waktu standar, yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan pekerjaannya yang dijalankan dengan sistem kerja terbaik. Hal yang perlu diperhatikan bahwa waktu baku yang dicari adalah suatu pengerjaan secara normal, wajar dan suatu pekerjaan yang secara rutin dilakukan oleh pekerja atau operator yang telah terlatih. Ini menunjukkan bahwa waktu baku yang dicari bukanlah waktu penyelesaian yang diselesaikan secara tidak wajar seperti terlampau cepat atau terlampau lambat. Meskipun pengukuran waktu pada awalnya lebih banyak diterapkan dalam kaitannya dengan upah perangsang, namun pada saaat ini pengukuran waktu dan tenik- teknik pengukuran kerja lainnya memiliki manfaat di berbagai bidang antara lain : (Barnes, p257-259) 1. Untuk menentukan jadwal dan perencanaan kerja 2. Untuk menentukan standar biaya dan membantu persiapan anggaran 3. Untuk memperkirakan biaya sebuah produk sebelum diproduksi, termasuk mempersiapkan penawaran dan menentukan harga jual.

Transcript of BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf ·...

Page 1: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

BAB 3

LANDASAN TEORI

3.1 Pengukuran Waktu

Untuk mengukur kebaikan suatu sistem kerja diperlukan prinsip-prinsip

pengukuran kerja ( work measurement ) yang meliputi teknik-teknik pengukuran waktu

psikologis dan fisiologis. Sebagai bagian dari pengukuran kerja tersebut, pengukuran

waktu ( time study ) bertujuan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan

yang dijadikan waktu standar, yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang

pekerja normal untuk menyelesaikan pekerjaannya yang dijalankan dengan sistem kerja

terbaik. Hal yang perlu diperhatikan bahwa waktu baku yang dicari adalah suatu

pengerjaan secara normal, wajar dan suatu pekerjaan yang secara rutin dilakukan oleh

pekerja atau operator yang telah terlatih. Ini menunjukkan bahwa waktu baku yang

dicari bukanlah waktu penyelesaian yang diselesaikan secara tidak wajar seperti

terlampau cepat atau terlampau lambat.

Meskipun pengukuran waktu pada awalnya lebih banyak diterapkan dalam

kaitannya dengan upah perangsang, namun pada saaat ini pengukuran waktu dan tenik-

teknik pengukuran kerja lainnya memiliki manfaat di berbagai bidang antara lain :

(Barnes, p257-259)

1. Untuk menentukan jadwal dan perencanaan kerja

2. Untuk menentukan standar biaya dan membantu persiapan anggaran

3. Untuk memperkirakan biaya sebuah produk sebelum diproduksi, termasuk

mempersiapkan penawaran dan menentukan harga jual.

Page 2: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

18

4. Untuk menentukan pemanfaatan mesin, jumlah mesin yang dapat dioperasikan

seorang operator, dan membantu penyeimbangan lini perakitan.

5. Untuk menentukan standar waktu yang digunakan sebagai dasar pemberian upah

perangsang bagi tenaga kerja langsung dan tidak langsung.

6. Untuk menentukan standar waktu yang digunakan sebagai dasar pengendalian

biaya tenaga kerja

Pada garis besarnya teknik-teknik pengukuran waktu dibagi kedalam dua bagian

(Sritomo, 2000, p170), pertama secara langsung dan kedua secara tidak langsung. Cara

pertama disebut demikian karena pengukurannya dilaksanakan secara langsung yaitu

ditempat dimana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan. Dua cara yang termasuk

didalamnya adalah cara jam berhenti dan sampling pekerjaan. Sebaliknya cara tidak

langsung melakukan perhitungan waktu tanpa harus berada ditempat pekerjaan yaitu

dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan

melalui elemen-elemen pekerjaan atau elemen-elemen gerakan.

3.1.1 Pengukuran Waktu Jam Berhenti

Untuk memperoleh hasil yang baik, yaitu yang dapat dipertanggungjawabkan

maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan

menggunakan jam henti. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat

diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang

berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain.

Dibawah ini adalah beberapa langkah yang perlu diikuti agar maksud diatas dapat

tercapai.

Page 3: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

19

3.1.2 Langkah-Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran

3.1.2.1 Penetapan Tujuan Pengukuran

Sebagaimana halnya dengan kegiatan lain, tujuan melakukan kegiatan harus

ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal penting yang harus

diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, beberapa tingkat

ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut.Tingkat

ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan

oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat

banyak karena keterbatasan waktu. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan

maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Sedangkan tingkat

keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh

memenuhi syarat ketelitian tadi. Kedua tingkat ketelitian maupun tingkat keyakinan

diatas dinyatakan dalam persen.

3.1.2.2 Melakukan Penelitian Pendahuluan

Hal yang ingin diperoleh dari pengukuran waktu adalah waktu yang pantas

diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Suatu perusahaan

biasanya menginginkan waktu kerja yang sesingkat-singkatnya agar dapat meraih

keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan demikian tidak akan diperoleh jika

kondisi kerja dari pekerjaan-pekerjaan yang ada di perusahaan tersebut tidak menunjang

tercapainya hal tersebut. Selain itu, hal yang sama dapat terjadi apabila cara-cara kerja

yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan belum baik. Untuk mendapatkan waktu

penyelesaian yang baik maka perbaikan cara kerja juga perlu dilakukan. Mempelajari

kondisi kerja dan cara kerja kemudian memperbaikinya, adalah apa yang dilakukan

Page 4: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

20

dalam langkah penelitian pendahuluan. Tentunya ini berlaku jika pengukuran dilakukan

atas pekerjaan yang telah ada bukan pekerjaan yang baru. Dalam keadaan seperti

terakhir, maka yang dilakukan bukanlah memperbaiki melainkan merancang kondisi dan

cara kerja yang baik yang baru sama sekali. Setelah itu perlu dilakukan pembakuan

secara tertulis sistem kerja yang baik untuk keperluan sebelum, pada saat-saat, maupun

sesudah pengukuran dilakukan dan waktu baku didapatkan.

3.1.2.3 Memilih Operator

Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang

begitu saja diambil dari pabrik. Orang tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan

tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik, dan dapat diandalkan hasilnya. Syarat-

syarat tersebut adalah berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama.

3.1.2.4 Melatih Operator

Walaupun operator yang baik telah didapat, pada kondisi tertentu masih

diperlukan pelatihan hal tersebut dikarenakan kondisi dan cara kerja pada saat penelitian

pendahuluan mengalami perubahan sehingga operator harus dilatih terlebih dahulu agar

terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah ditetapkan.

3.1.2.5 Mengurai Pekerjaan Atas Elemen Pekerjaan

Pada tahap ini pekerjaan dipecah menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan

gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen inilah yang diukur

waktunya. Berikut ini disebutkan beberapa alasan untuk melakukan penguraian

pekerjaan atas elemen-elemennya:

Page 5: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

21

1. Menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan

2. Memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen karena ketrampilan

bekerjanya operator belum tentu sama untuk semua bagian dari gerakan-gerakan

kerjanya.

3. Memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku yang mungkin saja

dilakukan operator.

4. Memungkinkan dikembangkannya Data Waktu Standard atas tempat kerja yang

bersangkutan.

Walaupun demikian ketentuan ini tidak bersifat mutlak, artinya jika alasan-

alasan diatas dianggap tidak penting atau dirasakan tidak akan terjadi maka langkah ini

tidak perlu dilakukan.

Pedoman penguraian pekerjaan atas elemen-elemennya, yaitu:

1. Sesuai dengan ketelitian yang diinginkan, uraikan pekerjaan menjadi elemen-

elemennya serinci mungkin, tetapi masih dapat diamati oleh indra pengukur dan

dapat direkam waktunya dengan jam henti yang digunakan.

2. untuk memudahkan, elemen-elemen pekerjaan hendaknya berupa satu atau

beberapa elemen gerakan misalnya seperti yang dikembangkan oleh Gelbreth.

3. Jangan sampai ada elemen yang tertinggal; jumlah dari semua elemen harus tepat

sama dengan satu pekerjaan yang bersangkutan.

4. Elemen yang satu hendaknya dipisahkan dengan elemen yang lain secara jelas.

Batas-batas diantaranya harus dapat dengan mudah diamati agar tidak ada

keragu-raguan dalam menentukan bagaimana suatu elemen berakhir dan

bilamana elemen berikutnya bermula.

Page 6: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

22

3.1.2.6 Menyiapkan Alat-Alat Pengukuran

Setelah kelima langkah diatas dijalankan dengan baik, tibalah sekarang pada

langkah terakhir sebelum melakukan pengukuran yaitu menyiapkan alat-alat yang

diperlukan. Adapun alat-alat tersebut adalah:

1. Jam henti

2. Lembaran-lembaran pengamatan

3. Pena atau pinsil

4. Papan pengamatan

3.1.3 Melakukan Pengukuran Waktu

Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu kerja

dari setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat ukur.Bila operator telah

siap didepan mesin atau ditempat kerja lain yang waktu kerjanya akan diukur, maka

pengukur memilih posisi didekat operator untuk mengamati dan mencatat. Posisi

pengukur hendaknya tidak mengganggu kegiatan ataupun konsentrasi dari operator yang

diamati. Umumnya posisi agak menyimpang dibelakang operator sejauh 1,5 meter

merupakan tempat yang baik. Berikut ini adalah hal-hal yang dikerjakan selama

pengukuran berlangsung.

Hal pertama yang dilakukan adalah melakukan pengukuran pendahuluan. Tujuan

dari pengukuran pendahuluan ini ialah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus

dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Seperti telah

dikemukakan, tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan ini ditetapkan pada saat

menjalankan langkah penetapan tujuan pengukuran.

Pengukuran pendahuluan pertama dilakukan dengan melakukan beberapa buah

Page 7: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

23

pengukuran yang banyaknya ditentukan oleh pengukur. Setelah pengukuran tahap

pertama ini dijalankan, tiga hal harus diikuti yaitu menguji kenormalan data, menguji

keseragaman data, menghitung jumlah pengukuran yang diperlukan, dan bila jumlah

pengukuran belum mencukupi dilanjutkan dengan pengukuran pendahuluan kedua. Jika

tahap kedua selesai maka dilakukan lagi ketiga tahap diatas. Begitu seterusnya hingga

jumlah keseluruhan pengukuran mencukupi untuk tingkat-tingkat ketelitian dan

keyakinan yang dikehendaki.

Pemrosesan hasil pengukuran dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

1. Kelompokkan hasil pengukuran ke dalam subgrup-subgrup dan hitung harga rata-

ratanya dari tiap subgrup :

nXikX ∑=

dimana : n = ukuran subgrup, yaitu banyaknya data dalam satu subgrup

k = jumlah subgrup yang terbentuk

Xi = data pengamatan

2. Hitung rata-rata keseluruhan, yaitu rata-rata dari harga rata-rata subgrup :

kkX

X ∑=

3. Hitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian :

( )1NXXi

σ

2

−= ∑

dimana : N = jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan

4. Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup :

Page 8: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

24

xσ =

3.1.3.1 Uji Kecukupan Data

Pengukuran yang ideal adalah pengukuran dengan data yang sangat banyak

karena dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti. Dengan tidak melakukan

pengukuran yang sangat banyak, maka pengukur akan kehilangan sebagian kepastian

akan ketetapan/rata–rata waktu penyelesaian yang sebenarnya. Tingkat ketelitian dan

tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan pengukur

setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak. Tingkat

ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu

penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

sebenarnya yang harus dicari). Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya

keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Inipun

dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%

memberi arti bahwa pengukur membolehkan rata-rata hasil pengukurannya menyimpang

sejauh 10% dari rata-rata sebenarnya, dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal ini

adalah 95%.

Perhitungan uji kecukupan data dilakukan setelah semua harga rata-rata subgrup

berada dalam batas kontrol. Rumus dari kecukupan data adalah:

( )2

iX

2Xi2XiNsZ

N'⎥⎥⎥

⎢⎢⎢

∑ ∑−=

Page 9: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

25

dimana:

N’ = jumlah pengukuran data minimum yang dibutuhkan

N = jumlah pengukuran pendahuluan yang telah dilakukan setelah dikurangi data

pengukuran di luar BKA atau BKB

Z = bilangan konversi pada distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan

s = tingkat ketelitian

Jumlah pengukuran waktu dapat dikatakan cukup apabila jumlah pengukuran

data minimum yang dibutuhkan secara teoritis lebih kecil atau sama dengan jumlah

pengukuran pendahuluan yang sudah dilakukan (N’≤ N). Jika jumlah pengukuran masih

belum mencukupi, maka harus dilakukan pengukuran lagi sampai jumlah pengukuran

tersebut cukup.

3.1.3.2 Uji Keseragaman Data

Uji keseragaman data bertujuan untuk mengetahui apakah data siklus yang

diambil telah seragam atau belum. Suatu data dikatakan seragam bila berada dalam

rentang batas kendali tertentu. Rentang batas kendali tersebut adalah batas kendali atas

(BKA) dan batas kendali bawah (BKB), dimana rumusnya adalah sebagai berikut

).( −+=x

ZxBKA σ

).( −−=x

ZxBKB σ

Dimana : Z = bilangan konversi dari tingkat kepercayaan yang diinginkan

ke distribusi normal

Tingkat kepercayaan = 90%, maka Z = 1.65

Page 10: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

26

95%, maka Z = 2.00

99%, maka Z = 3.00

3.1.3.3 Uji Kenormalan Data

Uji kenormalan data bertujuan untuk menentukan apakah data yang diperoleh

telah berdistribusi normal atau tidak. Uji yang dipakai adalah uji kebaikan suai

(goodness of fit test) yang didasarkan pada seberapa baik kesesuaian antara frekuensi

yang diamati dalam data contoh dengan frekuensi harapan yang didasarkan pada sebaran

yang dihipotesiskan.

Uji kenormalan data didasarkan pada rumus (Walpole, 1995, p326):

∑ −=

eieioi 2

2 )(χ

dimana : oi = frekuensi pengamatan dalam sel ke-i

=ei frekuensi harapan dalam sel ke-i

Langkah-langkah dalam uji kenormalan data :

1. Hitung rata-rata dan standar deviasi sample

in

Xix Σ=

dimana : x = harga rata-rata sample

in = jumlah subgroup

1

)( 2

−−Σ

=N

xXiσ

dimana : N = jumlah data seluruhnya

Page 11: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

27

2. Hitung range

range = minχχ −maks

3. Hitung jumlah kelas

Jumlah kelas = 1 + 3.33 log N

4. Tentukan lebar ( interval ) kelas

kRI =

dimana : I = lebar kelas

R = range

k = jumlah kelas

5. Tentukan interval untuk setiap kelas

6. Tentukan batas atas untuk setiap kelas

7. Hitung frekuensi teramati ( oi ) untuk setiap interval kelas

8. Hitung nilai Z normal pada setiap kelas

σ

xBatasAtasZ −=

9. Tentukan luas daerah berdasarkan nilai Z dengan berpedoman pada tabel luas

wilayah di bawah kurva normal

P ( Z ) = P ( Za < Z < Zb )

= P ( Za < Zb ) – P ( Z > Za )

10. Hitung frekuensi harapan ( ei ) setiap kelas

=ie P ( Z ) x N

Page 12: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

28

11. Hitung total nilai 2χ hitung yang diperoleh

∑ −=

eieioihitung

22 )(χ

12. Tentukan nilai ),(2 vαχ tabel

13. Jika :

hitung2χ > tabel2χ , data tidak berdistribusi normal.

hitung2χ < tabel2χ , data berdistribusi normal.

3.2 Perhitungan Waktu Baku

Jika pengukuran pendahuluan telah dilakukan, yaitu semua data yang didapat

memiliki keseragaman yang dikehendaki dan jumlahnya telah memenuhi tingkat-tingkat

ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka langkah selanjutnya adalah mengolah

data tersebut sehingga memberikan waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu baku

dari data yang terkumpul tersebut adalah sebagai berikut:

Hitung waktu siklus rata-rata dengan:

NX

Ws i∑=

Dimana

Xi = Waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan

N = Jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan

Hitung waktu normal dengan:

pWsWn ×=

Page 13: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

29

Dimana p adalah faktor penyesuaian. Faktor ini diperhitungkan jika pengukur

berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar, sehingga

hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan dulu untuk mendapatkan waktu siklus

rata-rata yang wajar. Jika pekerja bekerja dengan wajar, maka faktor

penyesuaiannya sama dengan 1 (p=1), artinya waktu siklus rata-rata sudah

normal. Jika bekerjanya terlalu lambat maka menormalkannya pengukur harus

memberi harga p yang lebih kecil dari 1 (p<1), dan sebaliknya harga p akan lebih

besar dari 1 (p>1), jika bekerja cepat. Pada poin selanjutnya penyesuaian akan

dibahas secara lebih mendalam.

Hitung waktu baku dengan:

AllWnWb +=

Dimana All adalah kelonggaran atau allowance yang diberikan kepada pekerja

untuk menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal. Kelonggaran ini

diberikan untuk hal-hal seperti kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique

dan gangguan-gangguan yang mungkin terjadi yang tidak dapat dihindarkan oleh

pekerja. Umumnya kelonggaran dinyatakan dalam persen dari waktu normal.

Pada poin selanjutnya kelonggaran akan dibahas secara lebih mendalam.

3.2.1 Penyesuaian

Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja

yang ditunjukkan oleh operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja

tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah diburu waktu atau karena menjumpai kesulitan-

kesulitan seperti kondisi ruangan yang buruk. Sebab-sebab seperti ini mempengaruhi

kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu

Page 14: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

30

penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari adalah waktu

yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar.

Dalam menilai wajar atau tidaknya suatu pekerjaan sangatlah bergantung dari si

pengukur pengalaman serta kepekaan pengukur sangatlah berpengaruh namun untuk

memudahkan pemilihan konsep wajar, seorang pengukur dapat mempelajari bagaimana

bekerjanya seorang operator yang dianggap normal, yaitu jika operator yang dianggap

berpengalaman bekerja tanpa usaha-usaha yang berlebihan sepanjang hari kerja,

menguasai cara kerja yang ditetapkan, dan menunjukkan kesungguhan dalam

menjalankan pekerjaannya.

Sehubungan dengan faktor penyesuaian maka dikembangkan beberapa cara

untuk mendapatkan harga p. Cara-cara tersebut adalah cara persentase, Shumard,

Westinghouse dan Objektif.

3.2.1.1 Persentase

Cara Persentase merupakan cara yang paling awal digunakan dalam melakukan

penyesuaian. Disini besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukur

melalui pengamatannya selama melakukan pengukuran. Jadi sesuai dengan

pengamatannya, pengukur menentukan harga p yang menurutnya akan menghasilkan

waktu normal bila harga ini dikalikan dengan waktu siklus. Misalnya si pengukur

berpendapat bahwa p=110%. Jika waktu siklus telah ditentukan sama dengan 14,6

menit, maka waktu normalnya adalah:

menitWnWn

pWsWn

6,161,16,14

=×=×=

Page 15: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

31

Dengan cara tersebut terlihat bahwa penyesuaian dilakukan secara sangat sederhana

sehingga menimbulkan kekurang telitian akibat cara dari “kasarnya” cara penilaian.

3.2.1.2 Shumard

Cara Shumard memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas

performance kerja dimana setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri.

Tabel 3.1 Penyesuaian Menurut Cara Shumard

Kelas PenyesuaianSuperfast 100Fast + 95Fast 90Fast - 85Excellent 80Good + 75Good 70Good - 65Normal 60Fair + 55Fair 50Fair - 45Poor 40

Disini pengukur diberi patokan untuk menilai performance kerja operator menurut

kelas-kelas seperti pada tabel diatas.

Sebagai contoh, seorang operator yang dipandang bekerja normal diberi nilai 60

dan nilai ini dijadikan pembanding dengan nilai lain untuk memperoleh penyesuaian.

Bila performance seorang operator dinilai Excellent maka dia mendapat nilai 80, dan

karenanya faktor penyesuaiannya adalah:

33,16080

==p

Page 16: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

32

Jika waktu siklus rata-rata sama dengan 276,4 detik, maka waktu normalnya adalah:

ikWnWn

pWsWn

det6,36733,14,276

=×=

×=

3.2.1.3 Westinghouse

Cara Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap

menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu ketrampilan, usaha,

kondisi kerja dan konsistensi. Setiap faktor terbagi dalam kelas-kelas dengan nilainya

masing-masing.

Ketrampilan atau skill adalah kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan.

Untuk keperluan penyesuaian ketrampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri

dari setiap kelas seperti yang dikemukakan dalam Tabel 3.2 berikut ini:

Page 17: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

33

Tabel 3.2 Kelas Ketrampilan dalam Westinghouse

Kelas Ciri-ciri Super Skill 1. Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya. 2. Bekerja dengan sempurna. 3. Tampak seperti telah terlatih dengan sangat baik. 4. Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sulit untuk diikuti. 5. Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin. 6. Perpindahan dari satu elemen ke elemen lainnya tidak terlalu terlihat karena lancarnya.

7. Tidak terkesan adanya gerakkan-gerakkan berpikir dan merencanakan apa yang akan

dikerjakan selanjutnya. 8. Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah pekerja yang baik. Exelent Skill 1. Percaya pada diri sendiri. 2. Tampak cocok dengan pekerjaannya. 3. Terlihat telah terlatih baik. 4. Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran atau pemeriksaan. 5. Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutannya dijalankan tanpa kesalahan. 6. Menggunakan peralatan dengan baik. 7. Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu. 8. Bekerjanya cepat tetapi halus. 9. Bekerja berirama dan terkoordinasi. Good Skill 1. Kualitas hasil baik. 2. Bekerjanya tampak lebih baik dari pada kebanyakan pekerjaan pada umumnya. 3. Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang ketrampilannya lebih rendah. 4. Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap. 5. Tidak memerlukan banyak pengawasan. 6. Tiada keragu-raguan. 7. Bekerja dengan stabil. 8. Gerakan terkoordinasi dengan baik. 9. Gerakan-gerakannya cepat. Average Skill 1. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri. 2. Gerakannya cukup cepat. 3. Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan yang direncanakan. 4. Tampak sebagai pekerja yang cakap. 5. Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tiadanya keragu-raguan. 6. Mengkoordinasikan tangan dan pikiran dengan cukup baik. 7. Tampak cukup terlatih karenanya mengetahui seluk-beluk pekerjaannya. 8. Bekerjanya cukup teliti. 9. Secara keseluruhan cukup memuaskan. Fair Skill 1. Tampak terlatih tapi belum cukup baik. 2. Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya. 3. Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakan. 4. Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.

5. Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah ditempatkan dipekerjaan

itu cukup lama. 6. Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan namun tampak tidak terlalu yakin. 7. Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri. 8. Jika tidak bekerja sungguh-sungguh outputnya akan sangat rendah. 9. Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan pekerjaannya. Poor Skill 1. Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran. 2. Grakan-gerakannya kaku. 3. Terlihat ketidak yakinannya dalam urutan-urutan kerja. 4. Seperti tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan. 5. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya. 6. Ragu-ragu dalam melakukan gerakan. 7. Sering melakukan kesalahan. 8. Tidak ada kepercayaan diri. 9. Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri.

Page 18: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

34

Dengan pembagian tersebut pengukuran menjadi lebih terarah dalam menilai kewajaran

pekerja dilihat dari segi ketrampilan. Karenanya faktor penyesuaian yang akan diperoleh

dapat lebih obyektif.

Usaha atau Effort adalah kesungguhan yang ditunjukan atau diberikan operator

ketika melakukan pekerjaan. Untuk Usaha atau Effort cara Westinghouse juga

membaginya dalam kelas-kelas dengan cirinya masing-masing dari setiap kelas seperti

yang dikemukakan dalam Tabel 3.3 berikut ini:

Page 19: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

35

Tabel 3.3 Kelas Usaha dalam Westinghouse

Kelas Ciri-ciri Excessive Effort 1. Kecepatannya sangat berlebihan. 2. Usahanya sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan kesehatannya. 3. Kecepatan ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang hari. Exelent effort 1. Jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi. 2. Gerakan-gerakan lebih ekonomis daripada operator lainnya. 3. Penuh perhatian pada pekerjaannya. 4. Banyak memberi saran-saran. 5. Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang. 6. Percaya kepada kebaikan maksud pengukuran waktu. 7. Tidak dapat bertahan lebih dari beberapa hari. 8. Bangga atas kelebihannya. 9. Gerakan yang salah jarang terjadi. 10.Bekerja sistematis. 11.Perpindahan antar elemen tidak terlihat. Good Effort 1. Bekerja berirama. 2. Waktu menganggur hampir tidak ada. 3. Penuh perhatian pada pekerjaannya. 4. Senang pada pekerjaannya. 5. Kecepatan baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari. 6. Percaya kepada kebaikan maksud pengukuran waktu. 7. Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang. 8. Dapat memberi saran untuk perbaikan. 9. Tempat kerja diatur baik dan rapih. 10.Menggunakan alat-alat dengan tepat dan baik. 11.Memelihara peralatan dengan baik. Average Effort 1. Tidak sebaik good, tetapi lebih baik dari poor. 2. Bekerja dengan stabil. 3. Menerima saran-saran tapi tidak dilaksanakan. 4. Set up dilaksanakan dengan baik. 5. Melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan. Fair Effort 1. Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal. 2. Kadang-kadang tidak memperhatikan pekerjaannya. 3. Kurang sungguh-sumgguh. 4. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya. 5. Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku. 6. Alat-alat yang dipakainya tidak selalu yang terbaik. 7. Kecenderungan kurang perhatian terhadap pekerjaannya. 8. Terlampau hati-hati. 9. Sistematika kerja sedang-sedang saja. 10.Gerakan-gerkan kurang terencana. Poor Effort 1. Banyak membuang waktu. 2. Tidak ada minat dalam bekerja. 3. Tidak mau menerima saran-saran. 4. Tampak malas dan lambat dalam bekerja. 5. Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu. 6. Tempat kerja tidak diatur rapih. 7. Tidak menggunakan peralatan yang sesuai. 8. Mengubah-ubah tata letak peralatan yang telah diatur. 9. Set up kerja tidak baik.

Page 20: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

36

Dari uraian diatas terlihat adanya korelasi antara ketrampilan dengan usaha. Kedua

faktor tersebut adalah hal-hal yang dapat terjadi secara terpisah dalam pelaksanaan

pekerjaan. Karenanya cara Westinghouse memisahkan keduanya dalam rangka

penyesuaian.

Kondisi kerja atau Condition pada cara Westinghouse adalah kondisi fisik

lingkungan seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Bila tiga

faktor lainnya, yaitu ketrampilan, usaha dan konsistensi dicerminkan oleh operator,

maka kondisi kerja merupakan sesuatu diluar operator yang diterima apa adanya oleh

operator tanpa banyak kemampuan merubahnya. Kondisi kerja dibagi dalam enam kelas

yaitu: Ideal, Good, Average, Fair dan Poor.

Konsistensi atau Consistensy merupakan faktor yang sangat penting untuk

diperhatikan karena kenyataannya bahwa pada setiap pengukuran waktu, angka-angka

yang dicatat tidak pernah semuanya sama. Selama masih dalam batas kewajaran masalah

tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan.

Sebagaimana halnya dengan faktor-faktor lain, konsistensi juga dibagi dalam enam kelas

yaitu: Perfect, Excellent,Good, Average, Fair and Poor.

Angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dari faktor-faktor diatas

disebutkan pada Tabel 3.4 berikut ini:

Page 21: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

37

Tabel 3.4 Penyesuaian Menurut Westinghouse

Faktor Kelas Lambang Penyesuaian

Ketrampilan Super Skill A1 + 0,15 A2 + 0,13 Excellent B1 + 0,11 B2 + 0,08 Good C1 + 0,06 C2 + 0,03 Average D 0,00 Fair E1 - 0,05 E2 - 0,10 Poor F1 - 0,16 F2 - 0,22 Usaha Excessive A1 + 0,13 A2 + 0,12 Excellent B1 + 0,10 B2 + 0,08 Good C1 + 0,05 C2 + 0,02 Average D 0,00 Fair E1 - 0,04 E2 - 0,08 Poor F1 - 0,12 F2 - 0,17 Kondisi Kerja Ideal A + 0,06 Excellenty B + 0,04 Good C + 0,02 Average D 0,00 Fair E - 0,03 Poor F - 0,07 Konsistensi Perfect A + 0,04 Excellent B + 0,03 Good C + 0,01 Average D 0,00 Fair E - 0,02 Poor F - 0,04

Page 22: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

38

Sebagai contoh jika waktu siklus rata-rata sama dengan 124,6 detik dan waktu ini

dicapai dengan ketrampilan pekerja yang dinilai fair (E1), usaha good (C2), kondisi

excellent (B) dan kondisi poor (F), maka penjumlahan ke empat faktor diatas

ditambahkan terhadap p=1, yaitu:

Ketrampilan : Fair (E1) = - 0,05

Usaha : Good (C2) = + 0,02

Kondisi : Excellent (B) = + 0,04

Konsistensi : Poor (F) = - 0,04

Jumlah : - 0,03

Jadi p = (1-0,03) atau p = 0,97

Sehingga waktu normalnya adalah:

ikWnWn

pWsWn

det9,12097,06,124

=×=

×=

3.2.1.4 Obyektif

Cara Obyektif yaitu cara menentukan penyesuaian dengan memperhatikan dua

faktor, yaitu: kecepatan kerja dan tingkat kesulitan pekerjaan. Kedua faktor tersebut

dipandang secara bersama-sama untuk menentukan berapa harga p dalam memperoleh

waktu normal.

Kecepatan kerja adalah kecepatan dalam melakukan pekerjaan dalam pengertian

biasa. Disini pengukur harus melakukan penilaian tentang kewajaran kecepatan kerja

Page 23: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

39

yang ditunjukan oleh operator. Kecepatan kerja berlambang p1 dan ditentukan seperti

dalam cara persentase namun yang dilihat hanya dari segi kecepatan kerjanya saja.

Untuk faktor kesulitan kerja disediakan sebuah tabel seperti pada Tabel 3.5 yang

menunjukkan berbagai keaadaan kesulitan kerja seperti apakah pekerjaan tersebut

memerlukan banyak anggota badan dan lain sebagainya. Angka yang ditunjukan disini

adalah perseratus dan jika nilai dari setiap kondisi kesulitan kerja yang bersangkutan

dengan pekerjaan yang sedang diukur dijumlahkan akan menghasilkan p2 yaitu notasi

bagi bagian penyesuaian obyektif untuk tingkat penyesuaian pekerjaan dengan

ditambahkan 1 sebagaimana dalam cara Westinghouse. Setelah didapat p1 dan p2,

keduanya dikalikan maka diperoleh harga p atau penyesuaian.

Page 24: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

40

Tabel 3.5 Penyesuaian Menurut Tingkat Kesulitan ( Cara Obyektif )

Keadaan Lambang Penyesuaian Anggota terpakai Jari A 0 Pergelangan tangan dan jari B 1 Lengan bawah, pergelangan tangan dan jari C 2 Lengan atas, lengan bawah, dst. D 5 Badan E 8 Mengangkat beban dari lantai dengan kaki E2 10 Pedal kaki Tanpa pedal, atau satu pedal sumbu dibawah kaki F 0 Satu atau dua pedal sumbu tidak dibawah kaki G 5 Penggunaan tangan Keadaan tangan saling bantu atau bergantian H 0 Kedua tangan mengerjakan pekerjaan sama pada saat sama H2 18 Koordinasi mata dengan tangan Sangat sedikit I 0 Cukup dekat J 2 Konstan dan dekat K 4 Sangat dekat L 7 Lebih kecil dari 0,04 cm M 10 Peralatan Dapat ditangani dengan mudah N 0 Dengan sedikit kontrol O 1 Perlu kontrol dan penekanan P 2 Perlu penanganan dan hati-hati Q 3 Mudah pecah dan patah R 5 Berat beban (kg) tangan kaki

0,45 B-1 2 1 0,90 B-2 5 1 1,35 B-3 6 1 1,80 B-4 10 1 2,25 B-5 13 1 2,70 B-6 15 3 3,15 B-7 17 4 3,60 B-8 19 5 4,05 B-9 20 6 4,50 B-10 22 7 4,95 B-11 24 8 5,40 B-12 25 9 5,85 B-13 27 10 6,30 B-14 28 10

Page 25: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

41

Sebagai contoh apabila suatu pekerjaan diperlukan gerakan-gerakan lengan bagian atas

siku, pergelangan tangan dan jari (C), tidak ada pedal kaki (F), kedua tangan bekerja

bergantian (H), koordinasi mata dengan tangan sangat dekat (L), alat yang dipakai hanya

memerlukan sedikit kontrol (O) dan berat benda yang ditangani 2,3 kg maka:

Bagian badan yang dipakai : C = 2

Pedal kaki : F = 0

Cara menggunakan kekuatan tangan : H = 0

Koordinasi mata dengan tangan : L = 7

Peralatan : O = 1

Berat : B-5 = 13

Jumlah = 23

Sehingga p2 = (1 + 0,23) = 1,23

Dimana p1 telah ditentukan sebesar 0,9

Faktor penyesuaian : p = p1 x p2

p = 0,9 x 1,23

p = 1,11

3.2.1.5 Bedaux dan Sintesa

Dua cara lain yang dikembangkan untuk lebih mengobyektifkan penyesuaian

adalah cara Bedaux dan Sintesa. Pada dasarnya cara Bedaux tidak banyak berbeda

dengan cara Shumard, hanya saja nilai-nilai pada cara Bedaux dinyatakan dalam “B”

Page 26: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

42

seperti misalnya 60B atau 70B.

Sedangkan cara Sintesa agak berbeda dengan cara-cara lainnya, dimana dalam

cara ini waktu penyelesaian setiap elemen gerakan dibandingkan dengan harga-harga

yang diperoleh dari tabel-tabel data waktu gerakkan untuk kemudian dihitung harga rata-

ratanya.

3.2.2 Kelonggaran

Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu: kelonggaran untuk kebutuhan

pribadi, kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique, dan hambatan-hambatan yang

tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan

oleh pekerja, dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun

dihitung. Karenanya seusai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal,

kelonggaran perlu ditambahkan untuk memperoleh waktu baku.

3.2.2.1 Kelonggaran Untuk Kebutuhan Pribadi

Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti minum

sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, kekamar kecil, bercakap-cakap dengan

teman sekerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejemuan dalam kerja.

Kebutuhan-kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang mutlak diperlukan oleh

pekerja karena apabila dilarang maka tidak hanya merugikan pekerja (karena merupakan

tuntutan psikologis dan fisiologis yang wajar) namun juga akan merugikan perusahaan

karena dengan kondisi demikian pekerja tidak dapat bekerja dengan baik bahkan hampir

dapat dipastikan bahwa produktifitas akan menurun.

Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan seperti itu berbeda-beda

Page 27: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

43

dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena tiap pekerjaan mempunyai

karakteristiknya masing-masing.

3.2.2.2 Kelonggaran Untuk Menghilangkan Rasa Lelah (Fatique)

Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah

maupun kualitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran

adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat

dimana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitan kedalam

menentukan pada saat-saat dimana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh

timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat

menyebabkannya.

Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan

performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari

normaldan ini akan menambah rasa fatique. Bila hal ini berlangsung terus pada akhirnya

akan terjadi fatique total atau kelehan total yang menyebabkan pekerja tidak mampu lagi

melakukan pekerjaannya. Pada Tabel 3.6 akan ditunjukan besarnya kelongaran untuk

kebutuhan pribadi dan untuk menghilangkan rasa fatique dalam berbagai kondisi kerja.

Page 28: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

44

Tabel 3.6 Besarnya Kelonggaran Berdasar Faktor-faktor yang Berpengaruh

A. Tenaga yang dikeluarkan Ekivalen beban Pria Wanita(kg)

1. Dapat diabaikan bekerja dimeja, duduk tanpa beban 0,0-6,0 0,0-6,02. Sangat ringan bekerja dimeja, berdiri 0,00-2,25 6,0-7,5 6,0-7,53. Ringan menyekop, ringan 2,25-9,00 7,5-12,0 7,5-16,04. Sedang mencangkul 9,00-18,00 12,0-19,0 16,0-30,05. Berat mengayun palu yang berat 19,00-27,00 19,0-30,06. Sangat berat memanggul beban 27,00-50,00 30,0-50,07. Luar biasa berat memanggul karung berat diatas 50 kg

B. Sikap kerja

1. Duduk bekerja duduk, ringan2. Berdiri diatas 2 kaki badan tegak, tertumpu 2 kaki3. Berdiri diatas 1 kaki satu kaki mengerjakan alat kontrol4. Berbaring pada sisi depan atau belakang5. Membungkuk membungkuk, tertumpu 2 kaki

C. Gerakan kerja

1. Normal ayunan bebas dari palu2. Agak terbatas ayunan terbatas dari palu3. Sulit membawa beban berat 1 tangan4. Pada anggota badan terbatas bekerja tangan diatas kepala5. Seluruh anggota badan terbatas bekerja dilorong sempit

D. Kelelahan mata *)baik buruk

1. Pandangan terputus-putus membawa alat ukur 0,0-6,0 0,0-6,02. Pandangan hampir terus-menerus pekerjaan teliti 6,0-7,5 6,0-7,53. Pandangan menerus fokus berubah memeriksa cacat pada kain 7,5-12,0 7,5-16,0

12,0-19,0 16,0-30,04. Pandangan menerus fokus tetap pemeriksaan yang sangat teliti 19,0-30,0

30,0-50,0

E. Keadaan temperatur **) Temperatur (oC) Lemah normal Berlebihan

1. Beku dibawah 0 diatas 10 diatas 122. Rendah 0-13 10-0 12-53. Sedang 13-22 5-0 8-04. Normal 22-28 0-5 0-85. Tinggi 28-38 5-40 8-1006. Sangat tinggi diatas 38 diatas 40 diatas 100

F. Keadaan atmosfer ***)

1. Baik ventilasi baik, udara segar2. Cukup ventilasi kurang baik ada bau-bauan3. Kurang baik ada debu yang banyak4. Buruk ada bau-bauan beracun

G. Keadaan lingkungan yang baik

1. Bersih, sehat, cerah tidak bising2. Siklus kerja berulang 5-10 detik3. Siklus kerja berulang 0-5 detik4. Sangat bising5. Faktor dapat menurunkan kualitas6. Terasa ada getaran lantai7. Keadaan yang luar biasa

pria = 0 - 2,5%wanita = 2 - 5,0%

Kelonggaran

Pencahayaan

5-155-100-50-51-30-10

10-20

1,0-2,50,00-1,0

catatan pelengkap : kelonggaran untuk kebutuhan pribadi bagi :

5-100-50

***) Dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklim**) Tergantung juga pada keadaan ventilasi*) Kontras antara warna hendaknya diperhatikan

Contoh PekerjaanFaktor

10-155-100-50-50

4,0-102,5-4,02,5-4,0

Page 29: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

45

3.2.2.3 Kelonggaran Untuk Hambatan-Hambatan tak Terhindarkan

Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tiadak akan lepas dari berbagai

hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindari seperti mengobrol yang berlebihan dan

menganggur dengan sengaja ada pula hambatan yang tidak dapat dihindari karena

berada diluar kekuasaan pekerja untuk dikendalikan. Bagi hambatan yang pertama jelas

tidak ada pilihan selain mnghilangkannya, sedangkan bagi hambatan yang tidak dapat

dihindari walaupun harus diusahakan serendah mungkin. Oleh karena itu hambatan akan

tetap ada dan karenanya harus diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku.

Beberapa contoh yang termasuk hambatan tak terhindarkan adalah: meminta

petunjuk kepada pengawas, melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin, memperbaiki

kemacetan singkat, mengasah peralatan potong, mengambil peralatan khusus atau bahan

khusus dari gudang,hambatan-hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun bahan

ataupun mesin berhenti karena listrik mati.

Besarnya hambatan untuk kejadian-kejadian seperti ini sangat bervariasi dari

suatu pekerjaan ke pekerjaan yang lain bahkan stasiun kerja ke stasiun kerja yang lain.

Salah satu cara yang biasa digunakan untuk menentukan besarnya kelonggaran bagi

hambatan tak terhindarkan adalah dengan melakukan sampling pekerjaan.

3.2.2.4 Menyertakan Kelonggaran dalam Perhitungan Waktu Baku

Langkah pertama adalah menentukan besarnya kelonggaran untuk ketiga hal

diatas yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan hambatan yang

tidak terhindarkan. Kesemuanya, yang biasanya dinyatakan dalam persentase

dijumlahkan dan dikalikan dengan waktu normal untuk kemudian dijumlahkan dengan

waktu normal sehingga diperoleh waktu baku.

Page 30: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

46

3.3 Peta Kerja

Peta kerja merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk

berkomunikasi secara luas dan sekaligus melalui peta kerja kita bisa mendapatkan

informasi-informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metode kerja. Peta kerja

menggambarkan suatu kerja produksi dimana melaluinya dapat dilihat semua langkah

atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja dari awal hingga produk jadi atau

selesai.

Apabila kita melakukan pengamatan secara seksama terhadap suatu peta kerja,

maka usaha untuk memperbaiki suatu metode kerja dari suatu proses produksi akan

lebih mudah dilaksanakan. Perbaikan yang mungkin dilakukan antara lain: kita bisa

menghilangkan operasi-operasi yang tidak perlu, menggabungkan suatu operasi dengan

operasi lainnya, menemukan suatu urutan-urutan kerja atau proses produksi yang lebih

baik, menentukan mesin yang lebih ekonomi, menghilangkan waktu menunggu antara

operasi dan sebagainya. Pada dasarnya semua perbaikan tersebut ditujukan untuk

mengurangi biaya produksi secara keseluruhan. Dengan demikian, dapat dikatakan

bahwa peta kerja merupakan alat yang baik untuk menganalisa suatu pekerjaan sehingga

mempermudah dalam perencanaan perbaikan kerja.

Peta kerja terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu:

1. Peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja keseluruhan

2. Peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja setempat

Sedangkan pada kedua kelompok tersebut terdiri dari jenis-jenis peta kerja sebagai alat

untuk menganalisa kegiatan kerja yang dilakukan. Adapun jenis-jenis peta kerja tersebut

adalah:

Page 31: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

47

1. Peta kerja keseluruhan:

Peta Proses Operasi

Peta Aliran Proses

Peta Proses Kelompok Kerja

Diagram Aliran

2. Peta kerja setempat:

Peta Pekerja dan Mesin

Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan

3.3.1 Lambang-Lambang yang Digunakan dalam Peta Kerja

Pada tahun 1947, American Society of Mechanical Engineers (ASME) membuat

standar lambang-lambang yang terdiri dari lima macam lambang, yaitu:

Tabel 3.7 Lambang-lambang yang Diusulkan ASME

Lambang

Keterangan

Operasi: suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda mengalami perubahan sifat, baik fisik maupun kimiawi, mengambil informasi atau memberikan informasi pada suatu keadaan juga termasuk operasi.

Pemeriksaan: Suatu kegiatan pemeriksaan terjadi apabila benda kerja atau peralatan mengalami pemeriksaan baik untuk segi kualitas maupun kuantitas.

Transportasi: Suau kegiatan transportasi terjadi apabila benda kerja, pekerja ataupun perlengkapannya mengalami perpindahan tempat yang bukan merupakan bagian dari operasi.

D Menunggu: Proses menunggu terjadi apabila benda kerja, pekerja atau perlengkapan tidak mengalami kegiatan apa-apa selain menunggu.

Penyimpanan: Proses penyimpanan terjadi apabila benda kerja disimpan untuk jangka waktu yang cukup lama dan untuk mengambilnya diperlukan suatu prosedur tertentu.

Page 32: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

48

3.3.2 Peta Proses Operasi

Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-

langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan operasi dan

pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi produk jadi utuh atau komponen, dan juga

dapat memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa lebih lanjut.

Adapun kegunaan dari Peta Proses Operasi adalah:

Dapat mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.

Dapat memperkirakan kebutuhan akan bahan baku.

Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik.

Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.

Sebagai alat untuk latihan kerja.

dan lain sebagainya.

Untuk membuat suatu Peta Proses Operasi maka terdapat beberapa prinsip yang

perlu diikuti. Prinsip tersebut adalah:

Pertama-tama pada baris paling atas dinyatakan kepala “Peta Proses Operasi”

yang diikuti oleh identifikasi lain seperti: nama obyek, nama pembuat peta,

tanggal dipetakan, cara lama atau sekarang, nomor petadan nomor gambar.

Material yang akan diproses diletakan diatas garis horizontal, yang menunjukan

bahwa material tersebut masuk kedalam proses.

Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menujukan terjadinya

perubahan proses.

Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai

dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau

sesuai dengan proses yan terjadi.

Page 33: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

49

Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri dan

prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.

3.4 Keseimbangan Lini

Keseimbangan lini merupakan suatu metode penugasan sejumlah pekerjaan atau

elemen kerja ke dalam stasiun-stasiun kerja produksi sehingga setiap stasiun kerja

tersebut memiliki waktu yang tidak melebihi waktu siklusnya. Keterkaitan sejumlah

pekerjaan dalam satu lini produksi harus dapat dipertimbangkan dalam menentukan

pembagian pekerjaan ke dalam masing-masing stasiun kerja. Dengan demikian, dapat

dikatakan line balancing merupakan proses untuk membagi pekerjaan ke dalam stasiun

kerja sedemikian rupa sehingga mempunyai waktu penyelesaian yang mendekati sama.

Tujuannya adalah untuk memenuhi waktu siklus atau kapasitas produksi yang

diinginkan dengan menggunakan stasiun kerja yang minimum. Hubungan atau saling

keterkaitan antara satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya digambarkan dalam suatu

precedence diagram atau diagram pendahuluan. ( Elyased, A,p259 ; Bedworth, David,

p361 )

3.4.1 Terminologi Keseimbangan Lini

Terminologi keseimbangan lintasan, antara lain: ( Elyased, A, p345 )

1. Produk rakitan ( Assembled product )

Adalah produk yang telah melewati proses dari serangkaian stasiun kerja dimana

produk akan menjadi lengkap dan sempurna setelah melewati stasiun terakhir.

Page 34: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

50

2. Elemen kerja ( Work element )

Adalah bagian dari keseluruhan pekerjaan dalam proses perakitan.

3. Stasiun kerja ( Work station )

Adalah sebuah lokasi pada lini perkaitan atau pembuatan suatu produk dimana

pekerjaan diselesaikan baik secara manual maupun otomatis.

4. Total waktu pengerjaan ( Total work content )

Adalah jumlah dari seluruh waktu pengerjaan setiap elemen pekerjaan dari suatu

lintasan.

5. Waktu proses stasiun kerja ( Work station process time )

Merupakan penjumlahan dari seluruh waktu pengerjaan setiap elemen kerja yang

berada di dalam stasiun kerja tersebut.

6. Waktu siklus ( Cycle time )

Adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menyelesaikan 1 unit produk dari

lini perakitan dengan asumsi setiap assembly mempunyai kecepatan yang

konstan.

CT = day

Outputday

meoductionTiPr

7. Diagram pendahuluan ( Precedence diagram )

Adalah suatu gambaran secara grafis dari urutan pekerjaan yang memperlihatkan

keseluruhan operasi pekerjaan dan ketergantungan masing-masing elemen kerja,

dimana elemen kerja tertentu tidak dapat dikerjakan sebelum elemen kerja yang

mendahuluinya dikerjakan terlebih dahulu.

Page 35: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

51

3.4.2 Ukuran Performansi Keseimbangan Lini

Hal-hal yang menjadi ukuran untuk mengetahui performansi keseimbangan

lintasan adalah sebagai berikut ( Elyased, A, p345 ):

1. Efisiensi stasiun kerja ( Station efficiency )

Adalah rasio dari waktu stasiun kerja terhadap waktu siklus atau waktu stasiun

kerja terbesar.

%100xCT

WbSE st=

2. Efisiensi Lini ( Line efficiency )

Adalah rasio dari total waktu stasiun terhadap keterkaitan waktu siklus dengan

jumlah stasiun kerja yang dinyatakan dalam presentase.

%100)(

xCTkWb

LE st∑=

dimana : LE = line efficiency

Wbst = waktu baku stasiun kerja i

k = jumlah stasiun kerja

CT = waktu siklus (Wb maks)

3. Waktu menganggur ( Idle time )

Adalah selisih antara waktu siklus dengan waktu stasiun. Perbedaan antara waktu

siklus dengan waktu stasiun disebut juga idle time.

Waktu menganggur = WiWd −

Total waktu menganggur = ∑=

−n

iWiWdn

1.

Page 36: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

52

Dimana, Wd = waktu stasiun kerja terbesar

Wi = waktu sebenarnya pada setiap stasiun

n = jumlah stasiun kerja

4. Keseimbangan waktu senggang ( Balance delay )

Adalah rasio dari total waktu menganggur dengan keterkaitan waktu siklus dan

jumlah stasiun kerja. Atau dengan kata lain, jumlah antara balance delay dan line

efficiency sama dengan satu

%100.

.1 x

Wdn

WiWdnBD

n

t∑=

−=

atau,

%100.

.x

CTkWbCTk

BD st∑−=

5. SI ( Smoothness index )

Adalah suatu index yang menunjukkan kelancaran relatif dari suatu

keseimbangan lini perakitan. Suatu SI sempurna jika nilainya 0 atau disebut

perfect balance.

2)(∑ −= stWbCTSI

6. Kapasitas produksi ( Production output )

Adalah kemampuan lini perkaitan dalam menghasilkan produk dalam selang

waktu tertentu.

Kapasitas produksi = )CT(sWaktuSiklu

oduksiPrWaktu

Page 37: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

53

3.4.3 Langkah-Langkah Keseimbangan Lini

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penyeimbangan lini adalah

sebagai berikut :

1. Tentukan hubungan antara pekerjaan-pekerjaan yang terlibat dalam suatu lini

produksi dan hubungan/keterkaitan antar pekerjaan tersebut yang digambarkan

dalam precedence diagram.

2. Menentukan waktu siklus yang dibutuhkan dengan menggunakan rumus :

dayOutput

daymeoductionTi

CTCycleTimePr

)( =

3. Menentukan jumlah minimum stasiun kerja teoritis yang dibutuhkan untuk

memenuhi pembatas waktu siklus dengan rumus :

N =ngCTterpanja

ElemenjaanSetiapkerPeldariWaktuJumlahTota

4. Memilih metode untuk melakukan penyeimbangan lini

5. Menghitung efisiensi lini, efisiensi stasiun kerja, waktu menganggur, dan

balance delay, berdasarkan metode yang dipilih untuk melihat performansi

keseimbangan lintasan produksi.

6. Menghitung kapasitas produksi ( production output ) yang dihasilkan, dan

produktivitas pekerja ( labour productivity )

Kapasitas produksi = sWaktuSiklu

oduksiPrWaktu

Produktivitas pekerja = Operator.xJuml)jam(odPr.Wkt

oduksiPrKapasitas

Page 38: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

54

3.4.4 Metode Keseimbangan Lini

Metode Keseimbangan Lini terdiri dari beberapa metode, diantaranya adalah

metode matematika, metode trial and error, dan metode heuristic. Pada metode

matematika akan lebih efektif bila digunakan pada permasalahan keseimbangan lini

yang sederhana. Sedangkan metode heuristic lebih efektif bila digunakan pada

permasalahan keseimbangan lini perakitan yang kompleks.

Ada beberapa metode keseimbangan lini diantaranya adalah metode heuristic.

Heuristic berasal dari bahasa Yunani yang berarti menemukan. Metode Heuristic ini

pertama kali digunakan oleh Simon dan Newl untuk menggambarkan pendekatan

tertentu.dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan. Model Heuristic

menggunakan aturan-aturan logis dalam memecahkan masalah. Banyak operasi dapat

dideskripsikan secara verbal atau diformulasikan dalam bentuk matematika. Tetapi

untuk masalah yang terlalu besar atau memiliki hubungan relasi yang terlalu kompleks

akan menghasilkan suatu bentuk matematika yang rumit, sehingga untuk masalah yang

demikian sering menggunakan metode heuristic. Metode ini tidak menjamin hasil yang

optimal, tetapi jika didisain secara baik dan diuji, dalam dalam jangka waktu lama solusi

tersebut akan memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan tidak

menggunakan metode heuristic. Keuntungan dari metode ini adalah ( Martinich, 1997,

p197-198 ):

• Sederhana dan mudah dimengerti karena biasanya didasarkan pada beberapa ide

yang sama dalam menyelesaikan suatu masalah.

• Menyelesaikan masalah secara cepat karena didasarkan pada aturan yang

sederhana.

Page 39: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

55

• Lebih murah bila dibandingkan dengan metode lain.

• Usaha yang dikeluarkan relatif kecil.

Metode heuristic terbagi ke dalam beberapa metode yang akan dijelaskan berikut ini:

Metode Largest Candidate Rule

Metode ini merupakan metode yang paling sederhana.

Langkah-langkah penyeimbangan lini dengan metode Largest Candidate Rule : (

Groover, M, p149)

1. Membuat precedence diagram

2. Mengurutkan elemen kerja berdasarkan waktu proses masing-masing

dari yang paling besar sampai yang paling kecil. dengan

memperhatikan keterkaitan antar operasi. Dimana operasi yang

memiliki waktu operasi yang lebih besar yang dikelompokkan dalam

satu stasiun kerja tidak boleh melangkahi operasi pendahulunya.

3. Menyusun elemen-elemen kerja ke dalam stasiun kerja. Penyusunan

elemen kerja ke dalam stasiun kerja mempertimbangkan precedence

diagram dan tabel LCR dan waktunya.

Dengan ketentuan sebagai berikut :

• Elemen kerja pada stasiun kerja pertama diambil dari urutan

yang paling atas

• Elemen kerja pindah ke stasiun kerja berikutnya apabila

jumlah elemen kerja telah melebihi waktu siklus.

Page 40: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

56

• Elemen kerja yang memiliki waktu yang lebih besar yang

dikelompokkan dalam satu stasiun kerja tidak boleh

melangkahi elemen kerja sebelumnya.

4. Menghitung performansi lini.

Metode Ranked Positional Weight

Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Hedgelson & Birnie. Metode ini

mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan ke dalam stasiun kerja menurut beban

pembebanan masing-masing dalam precedence diagram. Berat pembebanan

yang disebut dengan positional weight dihitung dengan menjumlahkan waktu

proses elemen pekejaan mulai dari elemen pertama sampai dengan elemen

terkahir menurut urutan pengerjaan dalam precedence diagram. (Bedworth,

David, p364)

Langkah-langkah penyeimbangan lini dengan metode Ranked Positional Weight:

1. Menentukan bobot posisi ( positional weight ) masing-masing elemen

kerja, yaitu jumlah waktu operasi tersebut dengan operasi yang

mengikutinya.

Langkah ini dilakukan dengan cara membuat precedence matrix yang

akan menunjukkan keterkaitan suatu operasi dengan operasi

pengikutnya.

2. Mengurutkan bobot posisi dimulai dari stasiun kerja yang memiliki

bobot posisi terbesar sampai dengan yang terkecil.

Page 41: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

57

3. Menyusun elemen-elemen kerja ke dalam stasiun kerja, dengan criteria

total waktu operasi lebih kecil dari waktu siklus ( Wb maks ) yang

ditetapkan.

Penyusunan elemen-elemen kerja ini harus mempertimbangkan 2 hal,

yaitu :

• Waktu siklus, total waktu elemen kerja tidak boleh lebih dari

waktu siklus yang ditetapkan.

• Precedence diagram, elemen kerja harus disusun menurut

precedence diagram, satu elemen tidak boleh melewati

elemen sebelumnya.

4. Menghitung performansi lini.

Metode Region Approach

Metode Region Approach dikembangkan oleh Mansoor untuk mengatasi

kekurangan metode bobot posisi. Metode ini juga belum mampu menghasilkan

solusi optimal, namun sudah cukup baik dan mendekati optimal. Pada dasarnya,

metode ini membagi precedence diagram dan wilayah-wilayah ( region )

menurut prioritas pekerjaan. ( Bedworth, D, p370-371 ) Dengan kata lain, dasar

dari metode ini adalah memprioritaskan elemen kerja berdasarkan pembagian

wilayah-wilayah, dimana elemen yang memiliki waktu lebih besar dalam

wilayah yang sama mendapat prioritas utama.

Page 42: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

58

Langkah-langkah penyeimbangan lini dengan metode Region Approach :

1. Membuat precedence diagram

2. Membagi operasi dalam beberapa wilayah dari kiri ke kanan dengan

syarat dalam satu daerah tidak boleh ada operasi yang saling

bergantungan.

Kumpulkan semua pekerjaan ke wilayah precedence yang terakhir. Hal

ini akan meyakinkan bahwa pekerjaan dengan sedikit ketergantungan

akan paling sedikit dipertimbangkan untuk pekerjaan paling akhir

dalam jadwal.

3. Mengurutkan waktu pekerjaan dalam tiap-tiap wilayah dari yang

terbesar hingga terkecil. Ini akan meyakinkan pekerjaan terbesar akan

dipertimbangkan terlebih dahulu, dan memberikan kesempatan untuk

memperoleh kombinasi yang lebih baik dengan pekerjaan-pekerjaan

yang lebih kecil.

4. Mengumpulkan pekerjaan-pekerjaan dengan urutan sebagai berikut :

• Mula-mula wilayah paling kiri

• Dalam sebuah wilayah, didahulukan pekerjan yang memiliki

waktu terbesar.

5. Mengelompokkan elemen kerja dalam stasiun kerja, berdasarkan syarat

tidak melebihi waktu siklus yang ditetapkan.

6. Meneruskannya hingga semua elemen pekerjaan ditempatkan pada

semua stasiun kerja.

7. Menghitung performansi lini.

Page 43: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

59

Metode J-Wagon

Yang diutamakan dalam metode ini adalah elemen kerja yang memiliki jumlah

elemen kerja terbanyak yang mengikutinya. Pada dasarnya, metode J.Wagon

sangat mirip dengan metode Ranked Positional Weight, hanya saja yang dipakai

sebagai bobotnya bukan waktu tetapi jumlah elemen kerja yang mengikuti suatu

elemen pekerjaan. Langkah-langkah untuk melakukan keseimbangan lini dengan

menggunakan metode ini adalah sebagai berikut (Chase, et.al., 2004, p194) :

1. Buat precedence digaram.

2. Tentukan bobot untuk setiap elemen kerja, kriteria penentuan bobot ini

berdasarkan jumlah elemen kerja yang mengikuti suatu elemen kerja

tersebut.

3. Urutkan bobot itu dari yang paling besar ke yang paling kecil. Apabila

ada lebih dari satu elemen kerja yang memiliki nilai bobot yang sama,

maka prioritas penugasan elemen kerja ke stasiun kerja akan diberikan

kepada elemen kerja yang memiliki waktu pengerjaan yang lebih besar.

4. Tugaskan elemen-elemen kerja itu ke dalam stasiun kerja dengan syarat

jumlah total waktu stasiun kerja tidak boleh melebihi waktu siklus dan

juga elemen pendahulunya telah dikerjakan.

5. Jika penugasan suatu elemen kerja membuat waktu stasiun kerja

melebihi waktu siklus, maka tempatkan elemen kerja tersebut pada

stasiun kerja berikutnya selama tidak menyalahi precedence diagram.

6. Ulangi langkah ke 3 dan 4 sampai semua elemen kerja sudah

dikelompokkan ke dalam stasiun kerja.

Page 44: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

60

Metode COMSOAL (Computer Method for Sequencing Operations for Assembly

Lines)

Metodologi dasar COMSOAL yang dikembangkan oleh A.L. Arcus (1966),

didasarkan pada berkembangnya sejumlah besar pemecahan yang layak bagi

keseimbangan lini. Metodologi yang dikembangkan oleh Arcus ini dilakukan

dengan pembobotan untuk memilih tugas yang sesuai dengan precedence

diagram melalui perkalian lima bobot dasar sebagai berikut:

1. Bobotlah tugas yang sesuai dengan proporsi waktu tugas. Pengaruh

pembobotan ini adalah memberikan tugas yang lamapeluang lebih

tinggi untuk dipilih ketimbang tugas yang singkat.

2. Bobotlah tugas yang sesuai dengan 1/x, dimana x adalah jumlah total

tugas yang belum dipilih ke dalam stasiun dikurangi 1, dikurangi

dengan jumlah semua tugas yang mengikuti tugas yang sedang

dipertimbangkan. Pengaruh dari aturan dua ini adalah memberikan

kepada tugas-tugas yang mempunyai banyak tugas yang mengikutinya

peluang lebih besar untuk dipilih dibandingkan dengan tugas yang

mempunyai sedikit tugas yang mengikutinya.

3. Bobotlah tugas yang sesuai dengan jumlah total semua tugas yang

mengikutinya ditambah satu. Akibat dari aturan ini adalah

mendahulukan tugas yang bila terpilih akan digantikan dan dengan

demikian memperluas daftar tersedia.

4. Bobotlah tugas yang sesuai dengan waktu tugas tersebut dan waktu

semua tugas yang mengikutinya. Hasil dari aturan ini adalah

menggabungkan manfaat aturan satu dan tiga dengan memilih tugas

Page 45: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

61

yang lama secara dini pada tiap-tiap stasiun di keseluruhan urutan atau

dengan mendahulukan tugas yang walupun singkat tetapi cenderung

akan memperluas daftar sediaan.

5. Bobotlah tugas yang sesuia dengan jumlah total tugas yang

mengikutinya ditambah satu, dibagi dengan jumlah tingkat yang

ditempati oleh tugas-tugas yang mengikutinya. Pengaruh dari

pembobotan ini adalah memberikan tugas yang memiliki rantai

terpanjang untuk dipilih.

6. HItunglah rasio yang diperoleh dari perkalian faktor-faktor diatas

sehingga elemen yang memiliki rasio terbesar dapat masuk ke dalam

pembagian stasiun. Namun yang perlu diingat bahwa suatu elemen

dapat masuk ke dalam stasiun kerja bila elemen-elemen yang

mendahuluinya sudah lebih dahulu ditugaskan dan waktu siklus yang

tersisa masih mencukupi.

3.5 Tahap Pengambilan Keputusan

Untuk mengambil suatu keputusan, terutama keputusan yang bersifat strategis

maupun taktis sangatlah disarankan untuk mengikuti langkah-langkah sistematis dalam

proses pengambilan keputusan. Menurut Simon (1977) ada 3 tahap utama atau fase

pengambilan keputusan yaitu: intelligence, design and choice. Kemudian dia

menambahkan fase keempat yaitu implementation. Dan monitoring dapat dijadikan

sebagai fase kelima namun kegiatan monitoring dapat juga dilihat sebagai fase

intelligence dimana pada fase tersebut hasil dari implementasi dijadikan sebagai

feedback untuk kemudian dievaluasi kembali sehingga dihasilkan keputusan terbaik.

Page 46: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

Gambar konseptual dari proses pengambilan keputusan dapat dilihat pada Gambar

3.1 berikut ini:

Gambar 3.1 Fase Pengambilan Keputusan

1. The Intelligence Phase

Intelligence Phase dalam pengambilan keputusan merupakan tahap pengamatan

terhadap lingkungan perusahaan secara keseluruhan.

3 The Design Phase

Tahap ini meliputi bagaimana menemukan, mengembangkan dan menganalisa

kemungkinan-kemungkinan penyelesaian dari masalah yang ada. Merupakan

tahap pemodelan yang meliputi konseptualisasi masalah dan abstraksi masalah ke

dalam kebutuhannya terhadap data, baik data kualitatif maupun kuantitatif yang

diperlukan sebagai variabel input dalam suatu model.

Page 47: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

63

5 The Choice Phase

Pemilihan (choice) merupakan tindakan yang sangat kritis dalam suatu tahap

pengambilan keputusan. Keputusan aktual dibuat pada tahap ini serta komitmen

untuk mengikutinya. Pada kenyataannya batasan antara kedua tahap design and

choice tidaklah jelas karena pada tahap choice juga memberikan feedback pada

tahap choice.

6 The Implementation Phase

Pada tahap ini dilakukan penerapan suatu keputusan berdasarkan pilihan pada

tahap sebelumnya. Dalam tahap ini diperlukan komitmen dari seluruh pihak yang

terkait terutama pihak manajemen puncak.

3.6 Sistem Pendukung Keputusan

Pengambilan keputusan merupakan aktivitas manajemen berupa pemilihan

tindakan dari beberapa alternatif yang telah dirumuskan sebelumnya untuk memecahkan

suatu masalah atau suatu konflik dalam manajemen.

Jadi Sistem Pendukung Keputusan (SPK) merupakan suatu sistem berbasis

komputer yang ditujukan untuk membantu pengambilan keputusan dalam memanfaatkan

data dan model-model tertentu. SPK digunakan untuk membantu manajemen dalam

pengambilan keputusan dengan menghasilkan berbagai alternatif pilihan. Menurut

Turban, SPK sendiri merupakan suatu alat untuk mengoptimalisasi keputusan yang akan

diambil dengan menyediakan berbagai alternatif keputusan yang dihasilkan dari metode

tertentu yang sesuai dengan masalah yang berkaitan dan intuisi dari si manajer atau

sipengambil keputusan tersebut.

Page 48: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

Sistem berbasis komputer merupakan kata kunci dalam SPK, karena hampir tidak

mungkin kita tidak memanfaatkan komputer sebagai alat bantu terutama untuk

menyimpan data dan membangun model. Penggunaan model ini berkaitan dengan sifat

permasalahan yang bersifat semi terstruktur atau tidak terstruktur, jadi semakin

banyaknya perbendaharaan model yang dimiliki oleh suatu sistem maka alternatif

keputusan yang dapat diciptakannya juga semakin kaya.

3.6.1 Karakteristik dan Kemampuan SPK

Gambar 3.2 Karakteristik dan Kemampuan SPK

Page 49: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

65

Karakteristik dan kemampuan yang dimiliki oleh SPK dapat dijabarkan sebagai

berikut:

1. Mendukung pengambil keputusan, terutama pada permasalahan yang sifatnya

semi terstruktur dan tidak terstruktur.

2. Mendukung semua level manajerial.

3. Mendukung individual juga suatu kelompok kerja.

4. Mendukung keputusan interdependent dan sequential. Keputusan dapat dibuat

satu kali, beberapa kali ataupun berulang-ulang.

5. Mendukung semua fase proses pengambilan keputusan: intelligence, design,

choice, and implementation.

6. Mendukung bermacam-macam jenis pengambilan keputusan.

7. SPK harus dapat beradaptasi dan fleksible dengan perubahan pada hal-hal dasar

sehingga dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah yang serupa.

8. SPK memberikan kemudahan bagi pengguna baik dalam tampilan maupun

kemudahan penggunaan.

9. SPK lebih memberatkan kepada efektifitas suatu keputusan bukan pada efisiensi

keputusan.

10. SPK mendukung pengambil keputusan bukan menggantikan peran pengambil

keputusan. Sehingga keputusan sepenuhnya berada di tangan si pengambil

keputusan.

11. Pengguna dapat dengan mudah memodifikasi sistem sederhana.

12. Model digunakan sebagai alat untuk menganalisa suatu keadaan atau

permasalahan tertentu.

13. Pengaksesan data dapat dilakukan pada berbagai sumber, format dan jenis data.

Page 50: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

1. Dapat digunakan secara sendiri-sendiri pada satu lokasi maupun secara kelompok

pada tempat yang terpisah. Hal ini memungkinkan dengan menggunakan

networking dan teknologi Web.

3.6.1 Komponen Sistem Pendukung Keputusan

SPK terdiri dari beberapa komponen, yaitu:

• Subsistem Data: Subsistem data merupakan penyedia data bagi sistem.

• Subsistem Model: SPK mampu mengintegrasikan data-data yang disimpannya

dengan model-model yang ada. Maka subsistem model ini bertugas untuk

mengelola berbagai model seperti finansial, statistik, ilmu manajemen maupun

model kuantitatif lainnya.

• Subsistem User Interface (antar muka): Pengguna berkomunikasi dengan SPK

melalui perantaraan subsistem ini

• Subsistem Knowledge-based: Subsistem ini dapat mendukung subsistem lainnya

atau berdiri sebagai komponen interdependent.

Gambar 3.3 Skema SPK

Page 51: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

67

3.7 Analisa dan Perancangan Sistem Berorientasi Objek

3.7.1 Konsep OOAD

Object oriented telah menjadi pendekatan yang dominan dalam kegiatan analisa

dan perancangan sistem terkomputerisasi. Analisa berorientasi obyek (object oriented

analysis) dapat diartikan sebagai kegiatan penelitian terhadap problem domain untuk

mendapatkan spesifikasi dari behavior yang dapat diamati secara eksternal, juga

mendapatkan pernyataan yang layak, konsisten dan lengkap terhadap apa yang

dibutuhkan serta mendapatkan karakteristik fungsional dan operasional terkuantifir.

OOAD merupakan kegiatan untuk mengambil behavior yang dapat diamati secara

eksternal dan menambahkan detail yang dibutuhkan bagi implementasi sistem komputer

actual, termasuk di dalamnya intraksi manusia, manajemen tugas serta detail manajemen

data.

Secara singkat, analisis adalah kegiatan melakukan investigasi dari permasalahan

yang ada. Sedangkan perancangan atau desain adalah solusi logis (logical solution) dari

permasalahan yang ada agar sistem dapat memenuhi kebutuhan yang ada. Dengan

demikian, OOAD dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mencari problem domain dan

solusi logisnya dari perspektif obyek.

Penggunaan metode object oriented ini mempunyai keunggulan dibandingkan

dengan metode lainnya dalam pengembangan sistem. Keunggulan tersebut adalah:

1. Menyatakan situasi yang nyata dalam konteks yang intuitif dan natural

2. Lebih mudah pada saat melakukan implementasi

3. Hemat dalam hal biaya perawatan sistem

Sistem secara konteks dalam OOAD dideskripsikan terdiri dari 2 (dua) bagian,

yaitu problem domain dan application domain. Sistem secara nyata mempunyai

Page 52: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

68

beberapa komponen di dalamnya. Arsitektur dari komponen sistem ini merefleksikan

konteks dari sistem.

Gambaran mengenai sistem konteks dapat dilihat pada Gambar 3.3 berikut,

sedangkan arsitektur sistem ditampilkan pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 System Context

Gambar 3.5 System Architecture

Page 53: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

69

3.7.2 Object dan Class

Basis dari pengembangan software berbasis objek adalah objek itu sendiri.

Menurut Mathiassen (2000, p4), dalam tahap analisis objek digunakan untuk

mengorganisasi pengertian programmer tentang konteks dari sistem yang ingin

dirancang, sedangkan dalam tahap perancangan , objek itu digunakan untuk

mendefiniskan sistem itu sendiri. Dibawah ini adalah pengertian tentang Class dan

Objek :

Objek merupakan sebuah entitas nyata yang memiliki identity, state, dan

behavior. Dalam pengembangan software berbasis objek, Objek ini merepresentasikan

objek di dunia nyata.

Sedangkan Class mendeskripsikan beberapa objek yang memiliki structure,

behavior dan attribut yang sama, dimana class merupakan cetak biru dari objek. Atribut

umumnya digunakan untuk data , seperti angka dan string. Sedangkan behavior

merupakan operasi yang dapat dilakukan oleh objek yang diwakili class tersebut.

3.7.3 Encapsulation, Inheritance dan Polymorphism

Encapsulation, Inheritance dan Polymorphism merupakan konsep pemrograman

berbasis objek, dimana sebuah pemrograman berbasiskan objek harus memenuhi kriteria

tersebut, pengertian dari masing – masing kriteria tersebut adalah :

• Encapsulation

Dalam OOA&D memiliki definisi bahwa sebuah objek harus memiliki

kemampuan untuk menyembunyikan informasi penting dan tidak dapat diakses

oleh objek lain yang tidak memiliki akses dalam objek itu, hal ini dapat

direalisasikan dalam bentuk penggunaan variabel private, public, dan protected,

Page 54: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

70

dimana variabel public dapat diakses oleh semua objek, sedangkan protected

hanya dapat diakses oleh class turunan dari class tersebut. Dan variabel private

hanya dapat diakses oleh fungsi dalam class itu sendiri.

• Polymorphism

Merupakan kemampuan untuk mendefinisikan beberapa class dengan fungsi

yang berbeda, namun memiliki nama metode dan properti yang identik dan dapat

digunakan secara bergantian pada saat program dijalankan.

• Inheritance

Merupakan kemampuan objek untuk menurunkan sifat, metode, atribut, dan

variabel yang dimiliki oleh class dasarnya tanpa menggunakan banyak kode

program, serta dapat ditambahkan metode , atribut, dan variabel baru.

Kemampuan-kemampuan diatas dibutuhkan untuk mendapatkan sebuah software

yang fleksibel, karena dapat disesuaikan dengan kondisi kebutuhan, juga sangat dinamis

dalam penggunaannya, karena dapat menggunakan ulang class yang telah dibuat

sebelumnya.

3.8 Unified Modelling Languange (UML)

3.8.1 Sejarah UML

Unified Modelling Language (UML) dikembangkan dengan tujuan untuk

menyederhanakan dan mengkonsolidasikan sejumlah besar metode pengembangan

object oriented yang muncul.

Unified Modelling Language (UML) adalah sebuah bahasa yang berdasarkan

grafik/gambar untuk memvisualisasi, menspesifikasikan, membangun, dan

Page 55: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

71

pendokumentasian dari sebuah sistem pengembangan software berbasis OO (Object

Oriented). Pendekatan analisa dan rancangan dengan menggunakan model OO mulai

diperkenalkan sekitar pertengahan 1970 hingga akhir 1980 dikarenakan pada saat itu

aplikasi software sudah meningkat dan mulai komplek. Sebelum tahun 1980 awal,

dimana C dan C++ berkembang, developer software masih menggunakan sistem

pemrograman struktural. Pemrograman yang umum digunakan adalah Cobol di tahun

1967 dan berkembang dengan pesat di tahun 1970. Sejak penggunaan OOAD (Object

Oriented Analysis and Design) pertama di bahasa pemrograman Smalltalk di awal tahun

1980, banyak metode OOAD yang mulai muncul, diantaranya seperti Shlaer/Mellor,

Coad/Yourdon, Booch, Rumbaugh, dan lainnya.

Pada tahun 1994, Booch dan Rumbaugh bergabung di Rational Software Corp

dan membentuk sebuah standar yang baru. Pada awal tahun 1996, OMG (Object

Management Group) mengajukan proposal untuk bertanggung jawab pada

pengembangan dan penyatuan metode pengembangan berbasis objek, inilah yang terus

dikembangkan menjadi UML. Jumlah yang menggunakan metoda OO mulai diuji

cobakan dan diaplikasikan antara tahun 1989 hingga tahun 1994, seperti halnya oleh

Grady Booch dari Rational Software Co. yang dikenal dengan OOSE (Object-Oriented

Software Engineering) dan James Rumbaugh dari General Electric yang dikenal dengan

OMT (Object Modelling Technique).

Kelemahan saat itu mulai disadari oleh Booch maupun Rumbaugh, ketika

mereka bertemu rekan lainnya, Ivar Jacobson dari Objectory. Kelemahan saat itu adalah

tidak adanya standar penggunaan model yang berbasis OO, sehingga mereka mulai

mendiskusikan untuk mengadopsi masing-masing pendekatan metoda OO untuk

Page 56: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

72

membuat suatu model bahasa yang seragam, yaitu UML (Unified Modeling Language)

dan dapat digunakan oleh seluruh dunia.

Secara resmi bahasa UML dimulai pada bulan oktober 1994, ketika Rumbaugh

bergabung dengan Booch untuk membuat sebuah proyek pendekatan metoda yang

seragam dari masing-masing metoda mereka. Saat itu baru dikembangkan draft metoda

UML version 0.8 dan diselesaikan, serta di release pada bulan oktober 1995. Bersamaan

dengan saat itu, Jacobson bergabung dan UML tersebut diperkaya ruang lingkupnya

dengan metoda OOSE sehingga muncul release version 0.9 pada bulan Juni 1996.

Hingga saat ini, sejak Juni 1998 UML version 1.3 telah diperkaya dan direspons oleh

OMG (Object Management Group), Anderson Consulting, Ericsson, Platinum

Technology, Object Time Limited, dan lain-lain, serta di pelihara oleh OMG yang

dipimpin oleh Cris Kobryn. UML adalah standar dunia yang dibuat oleh Object

Management Group (OMG), sebuah badan yang bertugas mengeluarkan standar-standar

teknologi object oriented dan software component.

Gambar 3.6 Terbentuknya Unified Modelling Language (UML)

Sumber : Dharwiyanti, Wahono, http://ikc.tuxed.org/umum/yanti-uml.php, 2003

Page 57: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

73

3.8.2 UML Diagram

UML adalah sebuah modeling language, bukanlah sebuah method. Sebagian

besar method, paling tidak dalam prinsipnya, terdiri dari sebuah modeling language dan

sebuah proses. Modeling language adalah notasi (terutama grafikal) yang digunakan

method untuk mengekspresikan rancangan. Proses adalah nasihat atas langkah-langkah

apa yang perlu diambil dalam menjalankan sebuah rancangan.Berikut ini merupakan

standarisasi diagram-diagram yang terdapat dalam UML, yang digunakan untuk

memodelkan sistem itu sendiri, yaitu :

3.8.2.1 Class Diagram

Class diagram menggambarkan kumpulan dari class, interface, collaboration,

dan hubungannya. Diagram ini merupakan diagram yang paling umum ditemukan dalam

memodelkan sistem berorientasi objek. Class diagram sangatlah penting tidak hanya

untuk visualisasi, menentukan, dan mendokumentasikan model struktural, tetapi juga

untuk mengkonstruksikan sistem yang executable.

Class menggambarkan keadaan (atribut/properti) suatu sistem, sekaligus

menawarkan layanan untuk memanipulasi keadaan tersebut (metode/fungsi), sehingga

class memiliki tiga area pokok yaitu nama, atribut, dan metode. (Dharwiyanti, Wahono,

2003, online).

Beberapa hubungan antar class adalah sebagai berikut :

1. Asosiasi, yaitu hubungan statis antar class. Umumnya menggambarkan class

yang memiliki atribut berupa class lain, atau class yang harus mengetahui

eksistensi class lain.

2. Agregasi, yaitu hubungan yang menyatakan bagian (“terdiri atas”).

Page 58: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

74

3. Pewarisan, yaitu hubungan hirarkis antar class. Class dapat diturunkan dari class

lain dan mewarisi semua atribut dan metode class asalnya dan menambahkan

fungsionalitas baru, sehingga ia disebut anak dari class yang diwarisinya.

Kebalikan dari pewarisan adalah generalisasi.

4. Hubungan dinamis, yaitu rangkaian pesan (message) yang di-passing dari satu

class kepada class lain. Hubungan dinamis dapat digambarkan dengan

menggunakan sequence diagram yang akan dijelaskan kemudian.

Sumber: www. smart draw.com

Gambar 3.7 Contoh Class Diagram

3.8.2.2 State Chart Diagram

Statechart diagram menggambarkan behaviour dari sebuah sistem dan perubahan

keadaan dari satu state ke state lainnya yang mungkin dilakukan oleh suatu objek.

Pada umumnya statechart diagram menggambarkan class tertentu (satu class

dapat memiliki lebih dari satu statechart diagram). Diagram ini menekankan pada

metode (event) dari objek. Dalam UML, state digambarkan berbentuk segiempat dengan

sudut membulat dan memiliki nama sesuai kondisinya saat itu. Transisi antar state

umumnya memiliki kondisi guard yang merupakan syarat terjadinya transisi yang

bersangkutan, dituliskan dalam kurung siku. Action yang dilakukan sebagai akibat dari

Page 59: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

75

event tertentu dituliskan dengan diawali garis miring. Titik awal dan akhir digambarkan

berbentuk lingkaran berwarna penuh dan berwarna setengah. (Dharwiyanti, Wahono,

2003, online). Notasi-notasi dalam statechart diagram dapat dilihat pada contoh

statechart untuk customer bank di bawah ini :

Open

[amount,date] / Amount deposited

[date,amount] / Amount withdrawn

[date] / Account opened [date] / Amount closed

Sumber: Mathiassen et al., 2000

Gambar 3.8 Contoh Statechart Diagram

3.8.2.3 Use Case Diagram

Use case adalah pola interaksi antara sistem dengan aktor di dalam application

domain. Aktor adalah abstraksi dari user atau sistem lain yang berinteraksi dengan

sistem. Use Case diagram menggambarkan fungsionalitas yang diharapkan dari sebuah

sistem. Yang ditekankan adalah “apa” yang diperbuat sistem, dan bukan “bagaimana”.

Use Case diagram digunakan untuk menyusun requirement dari sebuah sistem,

mengkomunikasikan rancangan dengan klien, dan merancang test case untuk semua

feature yang ada pada sistem.

Page 60: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

76

Sumber: www.visual-paradigm.com

Gambar 3.9 Contoh Use Case Diagram

3.8.2.4 Sequence Diagram

Sequence diagram adalah sebuah interaction diagram yang menekankan pada

urutan waktu penyampaian dari suatu pesan. Sequence diagram menggambarkan

interaksi antar objek di dalam dan di sekitar sistem (termasuk pengguna, display, dan

sebagainya) berupa message yang digambarkan terhadap waktu. Sequence diagram

terdiri atar dimensi vertikal (waktu) dan dimensi horizontal (objek-objek yang terkait).

Sequence diagram biasa digunakan untuk menggambarkan skenario atau

rangkaian langkah-langkah yang dilakukan sebagai respons dari sebuah event untuk

menghasilkan output tertentu. Diawali dari apa yang men-trigger aktivitas tersebut,

proses dan perubahan apa saja yang terjadi secara internal dan output apa yang

dihasilkan. Masing-masing objek, termasuk aktor, memiliki lifeline vertikal. Message

digambarkan sebagai garis berpanah dari satu objek ke objek lainnya. Pada fase desain

berikutnya, message akan dipetakan menjadi operasi atau metoda dari class. Activation

bar menunjukkan lamanya eksekusi sebuah proses, biasanya diawali dengan diterimanya

sebuah message. (Dharwiyanti, Wahono, 2003, online).

Page 61: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

77

Sumber: www. smart draw.com

Gambar 3.10 Contoh Sequence Diagram

3.8.2.5 Coponent Diagram

Component diagram menggambarkan struktur dan hubungan antar komponen

piranti lunak, termasuk ketergantungan (dependency) di antaranya.

Sumber: www. smart draw.com

Gambar 3.11 Contoh Component Diagram

3.8.2.6 Deployment Diagram

Deployment (physical) diagram menggambarkan secara jelas bagaimana

komponen di-deploy dalam infrastruktur sistem, di mana komponen akan diletakkan

(pada mesin, server atau piranti keras apa), bagaimana kemampuan jaringan pada lokasi

tersebut, spesifikasi server, dan hal-hal lain yang bersifat fisikal.

Page 62: BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1 Pengukuran Waktuthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-1-00214-TISI-Bab 3.pdf · penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian

78

Sumber: www. smart draw.com

Gambar 3.12 Contoh Deployment Diagram