Bab 2 revisi

47

Click here to load reader

Transcript of Bab 2 revisi

Page 1: Bab 2 revisi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN

ASUMSI DASAR

2.1 Tinjauan Pustaka

Tinjauan Pustaka adalah dasar berpijak dari sisi kajian teori dan kerangka

konseptual. Tinjauan pustaka dibuat dengan cukup lengkap agar seluruh bagian

dari karya ilmiah terdukung oleh konsep teoritis. Jadi dapat disimpulkan tinjauan

pustaka yaitu peninjauan kembali pustaka-pustaka yang terkait serta membuktikan

kesesuaian dalam penelitian.

2.1.1 Kebijakan Publik

Dimensi paling inti dari suatu kebijakan publik adalah proses kebijakan.

Di sini kebijakan publik dilihat sebagai sebuah proses kegiatan atau sebagai satu

kesatuan sistem yang bergerak dari satu bagian ke bagian lain secara

berkesinambungan, saling menentukan dan saling membentuk. Kebijakan publik

merupakan hal yang sangat vital, karena menyangkut kepentingan warga

masyarakat. Sebelum diimplementasikan, suatu kebijakan dapat juga mengalami

kemunduran karena gagal mencapai maksud dan tujuan. Menurut David Easton

dalam Agustino (2006:8) sebagai berikut:

11

Page 2: Bab 2 revisi

12

Kebijakan publik merupakan keputusan politik yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah. Karena itu, karakteristik khusus dari kebijakan publik adalah bahwa keputusan politik tersebut dirumuskan sebagai ‘otoritas’ dalam sistem politik, yaitu “para senior, kepala tertinggi, eksekutif, legislatif, para hakim, administrator, penasehat, para raja, dan sebagainya

Easton mengatakan bahwa mereka-mereka berotoritas dalam sistem politik

dalam rangka memformulasikan kebijakan publik itu adalah:

orang-orang yang terlibat dalam urusan sistem politik sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab dalam suatu masalah tertentu dimana pada satu titik mereka diminta untuk mengambil keputusan dikemudian hari kelak diterima serta mengikat sebagian besar anggota masyarakat selama waktu tertentu.

Sedangkan menurut Hogwood dan Gunn dalam Suharto (2005:4)

menyatakan bahwa kebijakan publik adalah “seperangkat tindakan pemerintah

yang didesain untuk mencapai hasil-hasil tertentu”. Mengacu pada definisi yang

dikemukakan oleh Hogwood dan Gunn, kebijakan publik mencakup beberapa hal

yaitu:

1. Bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum pernyataan-pernyataan yang ingin dicapai

2. Proposal tertentu yang mencerminkan keputusan-keputusan pemerintah yang dipilih

3. Kewenangan formal seperti undang-undang atau peraturan pemerintah4. Program, yakni seperangkat kegiatan yang mencakup rencana penggunaan

sumber daya lembaga dan strategi pencapaian tujuan5. Keluaran (output), yaitu apa yang nyata telah disediakan oleh pemerintah

sebagai produk dari kegiatan tertentu

Menurut Agustino (2008:8) beberapa karakteristik utama dari kebijakan

publik adalah sebagai berikut:

1. Pada umumnya kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada tindakan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu daripada perilaku yang berubah atau acak;

Page 3: Bab 2 revisi

13

2. Kebijakan publik pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daripada keputusan yang terpisah-pisah;

3. Kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol inflasi atau menawarkan perumahan rakyat;

4. Kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun negatif. Secara positif, kebijakan melibatkan beberapa tindakan pemerintah yang jelas dalam menangani suatu permasalahan; secara negative, kebijakan public dapat melibatkan suatu keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan suatu tindakan atau tidak mengerjakan apapun, padahal dalam konteks tersebut keterlibatan pemerintah amat diperlukan;

5. Kebijakan publik, paling tidak secara positif didasarkan pada hokum dan merupakan tindakan yang bersifat memerintah.

Berdasarkan teori-teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebijakan

publik adalah suatu kebijakan yang dibuat oleh pemegang / pemangku kekuasaan

publik dan meliputi serangkaian kegiatan yang diputuskan oleh pemerintah yang

terdiri dari berbagai kegiatan yang pada dasarnya ditujukan untuk publik dengan

tujuan dan maksud tertentu.

2.1.2 Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi kebijakan publik merupakan tahap yang krusial dalam

proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar

mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Menurut Bernadine R Wijaya

dan Susilo Supardo (2006:81) bahwa implementasi adalah proses

mentransformasikan suatu rencana ke dalam praktik. Dalam Nugroho (2009:618)

memberi makna implementasi kebijakan sebagai cara agar sebuah kebijakan dapat

mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Ditambahkan pula, bahwa

untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada,

Page 4: Bab 2 revisi

14

yaitu: langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui

formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tesebut. Secara

umum dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1

Sekuensi (Rangkaian) Implementasi Kebijakan

Sumber: Nugroho (2009: 619)

Rangkaian implementasi kebijakan, dari gambar di atas, dapat dilihat

dengan jelas yaitu mulai dari program, ke proyek, dan kegiatan. Model tersebut

mengadaptasi mekanisme yang lazim dalam manajemen, khususnya manajemen

sektor publik. Ripley dan Franklin dalam Winarno (2007:145) berpendapat

bahwa:

Implementasi adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit) atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output). Implementasi mencakup, 1. Badan-badan pelaksana yang ditugasi oleh undang-undang dengan

tanggung jawab melaksanakan program harus mendpatkan sumber-

Page 5: Bab 2 revisi

15

sumber yang dibutuhkan agar implementasi berjalan lancar. Sumber-sumber ini meliputi personil, peralatan, lahan tanah, bahan mentah dan uang.

2. Badan-badan pelaksana mengembangkan bahasa anggaran dasar menjadi anrahan-arahan konkret, regulasi serta rencana-rencana dan desain program.

3. Badan pelaksana harus mengngorganisasikan kegiatan-kegiatan mereka dengan menciptakan unit-unit birokrasi dan rutinitas untuk mengatasi beban capaian program.

Van Metter Van Horn mendefinisikan Implementasi Kebijakan sebagai

berikut:

”Policy implementation encompasses those actions by public and private individuals (and groups) that are directed at the achievement of goals and objectives set forth in prior policy decisions”. Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan (Agustino, 2006:153).

Sementara itu, Grindle merumuskan definisi yang berbeda dari beberapa

definisi-definisi diatas, beliau memandang implementasi sebagai berikut:

”Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada actionprogram dari individual project dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai” ( Agustino, 2006:153).

Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena di sini

masalah-masalah yang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di lapangan. Selain

itu, ancaman utama adalah konsistensi implementasi. Proses perencanaan selalu

mengalami dinamika dalam pelaksanaanya sehingga mempengaruhi perubahan

target capaian kinerja. Seperti dalam pelaksanaan APBD yang disusun

berdasarkan kebijakan-kebijakan pembangunan yang dituangkan dalam Rencana

Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang diturunkan menjadi program dan kegiatan

Page 6: Bab 2 revisi

16

dalam perjalanannya selalu mengalami perubahan indikator dan asumsi-asumsi

yang telah ditetapkan. Suatu program kebijakan yang telah diambil sebagai

alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh

badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah.

Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang

memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini

berbagai kepentingan mendapat dukungan para pelaksana namun beberapa yang

lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana (Winarno, 2007:34).

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan

adalah suatu proses pelaksanaan kebijakan setelah kebijakan itu dirumuskan oleh

pemegang keputusan hingga mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan dan /

atau sasaran kebijakan itu sendiri.

2.1.3 Model-model Pendekatan Implementasi Kebijakan

Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak

variabel atau faktor dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu

sama lain. Rencana adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah 60%, 20%

sisanya adalah bagaimana kita mengendalikan implementasi. Menurut Tachjan

(2006:26) menjelaskan tentang unsur-unsur dari implementasi kebijakan yang

mutlak harus ada yaitu:

1. Unsur pelaksana;

2. Adanya program yang dilaksanakan ; serta

3. Target group atau kelompok sasaran.

Page 7: Bab 2 revisi

17

Selain itu, terdapat juga beberapa faktor penentu penolakan dan penundaan

kebijakan antara lain adalah adanya kebijakan yang bertentangan dengan sistem

nilai yang ada; tidak adanya kepastian hukum; adanya keanggotaan seseorang

dalam organisasi; adanya ketidakpatuhan selektif terhadap hukum. Sedangkan,

model-model implementasi kebijakan publik yaitu:

2.1.3.1 Implementasi Sistem Rasional (Top-Down)

Menurut Parsons (2006), model implementasi inilah yang paling pertama

muncul. Model rasional ini berisi gagasan bahwa implementasi adalah menjadikan

orang melakukan apa-apa yang diperintahkan dan mengontrol urutan tahapan

dalam sebuah sistem. Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam Ratmono (2008),

berpendapat bahwa implementasi top down adalah proses pelaksanaan keputusan

kebijakan mendasar. Beberapa ahli yang mengembangkan model implementasi

kebijakan dengan perspektif top down adalah sebagai berikut:

2.1.3.1.1 Implementasi Kebijakan Publik Model Donald Van Metter dan

Carl Van Horn

Menurut Donald Van Metter dan Carl Van Horn dalam Nugroho (2008),

implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor

dan kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang mempengaruhi kebijakan

publik adalah sebagai berikut:

1. Aktifitas implementasi dan komunikasi antar organisasi

2. Karakteristik agen pelaksana/implementor

3. Kondisi ekonomi, sosial dan politik

4. Kecendrungan (dispotition) pelaksana/implementor

Page 8: Bab 2 revisi

18

Van Metter dan Van Horn menawarkan suatu model dasar yang dilukiskan

dalam gambar 2.2 model yang mereka tawarkan membentuk kaitan antara

kebijakan dan kinerja yakni tidak hanya menentukan hubungan-hubungan antara

variabel bebas dan variabel terikat. Mengenai kepentingan variabel-variabel

tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Standar dan Tujuan Kebijakan

Menurut van Metter van Horn, identifikasi indikator-indikator kinerja

merupakan tahap yang krusial dalam analisis implementasi kebijakan.

Indikator-indikator kinerja ini menilai sejauhmana ukuran-ukuran dasar atau

standar dan tujuan kebijakan telah direalisasikan.

Gambar 2.2

Gambar 2.2 Model Proses Implementasi Kebijakan Donald Van Meter dan

Carl Van Horn

Sumber: Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses. 2007. Hal. 157

Komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksana

Standar dan tujuan kebijakan

Sumber-sumber kebijakan

Ciri-ciri badan pelaksana

Sikap para pelaksana Prestasi

Kinerja

Lingkungan : ekonomi, sosial dan ekonomi

Page 9: Bab 2 revisi

19

2. Sumber-sumber Kebijakan

Sumber-sumber yang dimaksud mencakup dana atau perangsang lain yang

mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif dalam praktik

implementasi kebijakan, kita seringkali mendengar para pejabat maupun

pelaksana mengatakan bahwa kita tidak mempunyai cukup dana untuk

membiayai program-program yang telah direncanakan. Dengan demikian,

dalam beberapa kasus besar kecilnya dana akan menjadi faktor yang

menentukan keberhasilan implementasi kebijakan.

3. Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksana

Implementasi akan berjalan efektif bila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan

dipahami oleh individu-individu yang bertanggung jawab dalam kinerja

kebijakan.

4. Karakteristik badan-badan pelaksana

Unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam

mengimplementasikan kebijakan:

1) Kompetensi dan ukuran staf suatu badan;

2) Tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan-keputusan sub-unit

dan proses dalam badan-badan pelaksana;

3) Sumber-sumber politik suatu organisasi;

4) Vitalitas suatu organisasi;

5) Tingkat komunikasi ’terbuka’ yang didefinisikan sebagai jaringan kerja

komunikasi horosontal dan vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan

Page 10: Bab 2 revisi

20

secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar

organisasi;

6) Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan pembuat

keputusan atau pelaksana keputusan.

5. Kondisi ekonomi, sosial dan politik

Kondisi ekonomi, sosial dan politik merupakan variabel selanjutnya yang

diidentifikasi oleh Van Metter dan Van Horn. Sekalipun dampak dari faktor-

faktor ini kecil namun mungkin mempunyai efek yang mendalam terhadap

pencapaian badan-badan pelaksana.

6. Kecenderungan Pelaksana (Implementors)

Para pelaksana yang mempunyai pilihan-pilihan negatif mungkin secara

terbuka akan menimbulkan sikap menentang tujuan-tujuan program ini

diakibatkan karena tujuan-tujuan kebijakan yang telah ditetapkan sebelumnya

mungkin bertentangan dengan sistem nilai pribadi para pelaksana, kesetiaan

ekstraorganisasi, perasaan akan kepentingan diri sendiri atau karena

hubungan yang ada dan yang lebih disenangi.

7. Kaitan antara komponen-komponen Model

Implementasi merupakan proses yang dinamis. Sejauhmana ukuran-ukuran

dasar dan tujuan-tujuan kebijakan di transmisikan kepada para pelaksana

dengan jelas, tepat, konsisten dan dalam cara yang tepat pada waktunya.

Page 11: Bab 2 revisi

21

8. Masalah Kapasitas

Bagaimana masalah-masalah kapabilitas dapat menghambat implementasi ini

dihambat oleh faktor-faktor seperti staf yang kurang terlatih dan terlalu

banyak pekerjaan, informasi yang tidak memadai, sumber-sumber keuangan

atau hambatan waktu yang tidak memungkinkan.

2.1.3.1.2 Implementasi Kebijakan Publik Model George Edward III

Menurut Edward III (1980), salah satu pendekatan studi implementasi

adalah harus dimulai dengan pernyataan abstrak, seperti yang dikemukakan

sebagai berikut, yaitu:

1. Apakah yang menjadi prasyarat bagi implementasi kebijakan? 

2. Apakah yang menjadi faktor penghambat utama bagi keberhasilan

implementasi kebijakan?

Gambar 2.3 Dampak Langsung dan Tidak Langsung pada Implementasi

Sumber: Winarno, Kebijakan Publik Teori dan Proses, 2007 Hal 208

KOMUNIKASI

STRUKTUR BIROKRASI

SUMBER-SUMBER

KECENDERUNGAN-KECENDERUNGAN

IMPLEMENTASI

Page 12: Bab 2 revisi

22

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Edward III mengusulkan 4 (empat)

variabel yang sangat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, yaitu:

a) Communication (komunikasi)Komunikasi merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas. Untuk menghindari terjadinya distorsi informasi yang disampaikan atasan ke bawahan, perlu adanya ketetapan waktu dalam penyampaian informasi, harus jelas informasi yang disampaikan, serta memerlukan ketelitian dan konsistensi dalam menyampaikan informasi. Menurut Edward dalam Winarno (2012:178) terdapat tiga indikator yang dapat dipakai atau digunakan dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut, yaitu: transmisi, kejelasan, konsistensi.

b) Resourcess (sumber-sumber)Sumber-sumber dalam implementasi kebijakan memegang peranan penting, karena implementasi kebijakan tidak akan efektif bilamana sumber-sumber pendukungnya tidak tersedia. Yang termasuk sumber-sumber dimaksud adalah:

a. Staf yang relatif cukup jumlahnya dan mempunyai keahlian dan keterampilan untuk melaksanakan kebijakan 

b. Informasi yang memadai atau relevan untuk keperluan implementasic. Dukungan dari lingkungan untuk mensukseskan implementasi

kebijakan atau fasilitasd. Wewenang yang dimiliki implementor untuk melaksanakan kebijakan.

c) Dispotition or attitude (sikap)Berkaitan dengan bagaimana sikap implementor dalam mendukung suatu implementasi kebijakan. Seringkali para implementor bersedia untuk mengambil insiatif dalam rangka mencapai kebijakan, tergantung dengan sejauh mana wewenang yang dimilikinya. Hal yang perlu dicermati pada variabel ini adalah: pengangkatan birokrat dan insentif.

d) Bureaucratic structure (struktur birokrasi)Suatu kebijakan seringkali melibatkan beberapa lembaga atau organisasi dalam proses implementasinya, sehingga diperlukan koordinasi yang efektif antar lembaga-lembaga terkait dalam mendukung keberhasilan implementasi. Salah satunya adalah adanya Standar operasional Prosedur (SOP), fragmentasi atau penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi (Winarno, 2012: 209).

Dari pernyataan diatas, maka hal yang dapat disimpulkan adalah

komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi saling berhubungan satu

sama lainnya. Dapat dilihat pada gambar 2.3 bahwa keempat unsur tersebut saling

berhubungan dan timbal balik terbukti dengan tanda panah yang digambarkan.

Page 13: Bab 2 revisi

23

Maka satu sama lain unsur merupakan satu kesatuan yang utuh, jika satu memiliki

kecenderungan maka unsur yang lain akan terpengaruhi.

2.1.3.1.3 Implementasi Kebijakan Publik Model Daniel Mazmanian dan Paul

Sabatier

Mazmanian dan Sabatier (1983), mendefinisikan implementasi sebagai

upaya melaksanakan keputusan kebijakan, sebagaimana pendapat mereka :

“Implementation is the carrying out of basic policy decision, usually incorporated in a statute but wich can also take the form of important executives orders or court decision. Ideally, that decision identifies the problems to be pursued, and, in a vaiety of ways, ‘structures’ the implementation process”.

Menurut model ini, implementasi kebijakan dapat diklasifikan ke dalam

tiga variabel, yaitu:

a. Variabel independen, yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki. Ini berkaitan dengan tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan;tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran;proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi; dan cakupan perubahan perilaku yang diharapkan.

b. Variabel intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan. Ini berisi kejelasan isi kebijakan; seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoretis; besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut; seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana; kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana; tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakandan seberapa luas akses kelompok luar untuk masuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan.

c. Variabel dependen, yaitu variabel-variabel yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosial ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dan risorsis konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi dan komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana (Nugroho, 2008 dan Subarsono, 2011).

Page 14: Bab 2 revisi

24

Gambar 2.4 Tahap Proses Implementasi Kebijakan

Sumber : Agustino, Dasar-dasar Kebijakan Publik, 2006 Hal 144-149

2.1.3.1.4 Implementasi Kebijakan Publik Model Merilee S. Grindle 

Menurut Grindle dalam Wibawa (1994), implementasi kebijakan

ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah

bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan

dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari

kebijakan tersebut. Isi kebijakan, mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan b. Jenis manfaat yang akan dihasilkanc. Derajat perubahan yang diinginkand. Kedudukan pembuat kebijakane. Pelaksana program f. Sumber daya yang dikerahkan

Page 15: Bab 2 revisi

25

Dari isi kebijakan tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa lebih kepada

masalah internal yang dilakukan. Sementara itu, konteks implementasinya adalah: 

a. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat b. Karakteristik lembaga dan penguasa c. Kepatuhan dan daya tanggap

Didalam konteks kebijakan, ini termasuk pada bidang lingkungan luar yang

lebih dominan mempengaruhi suatu kebijakan.

2.1.3.2 Implementasi Kebijakan Bottom Up

Model implementasi dengan pendekatan bottom up muncul sebagai kritik

terhadap model pendekatan rasional (top down). Parsons (2006), mengemukakan

bahwa yang benar-benar penting dalam implementasi adalah hubungan antara

pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan. Model pendekatan bottom up

menekankan pada fakta bahwa implementasi di lapangan memberikan keleluasaan

dalam penerapan kebijakan. Menurut Smith dalam Islamy (2001), implementasi

kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu :

a. Idealized policy, yaitu pola interaksi yang digagas oleh perumus kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan merangsang target group untuk melaksanakannya.

b. Target groups, yaitu bagian dari policy stake holders yang diharapkan dapat mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan. Karena kelompok ini menjadi sasaran dari implementasi kebijakan, maka diharapkan dapat menyesuaikan pola-pola perilakukan dengan kebijakan yang telah dirumuskan.

c. Implementing organization, yaitu badan-badan pelaksana yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan. 

d. Environmental factors, yaitu unsur-unsur di dalam lingkungan yang mempengaruhi implementasi kebijakan seperti aspek budaya, sosial, ekonomi dan politik.

Page 16: Bab 2 revisi

26

2.1.4 Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

2.1.4.1 Pengertian Program

Ada dua pengertian untuk istilah program yaitu pengertian secara khusus

dan umum. Menurut pengertian secara umum program dapat diartikan sebagai

rencana. Menurut Arikunto (2004:2), apabila program ini langsung dikaitkan

dengan evaluasi program maka program didefinisikan sebagai suatu unit atau

kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu

kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam

suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang. Ada tiga pengertian penting

dan perlu ditekankan dalam menentukan program, yaitu:

1. Realisasi atau implementasi suatu kebijakan

2. Terjadi dalam waktu relative lama bukan kegiatan tunggal tetapi jamak

berkesinambungan

3. Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang

2.1.4.2 Gambaran Umum Jaminan Kesehatan Nasional

Gambaran Umum Program Jaminan Kesehatan Nasional sesuai amanat

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

(SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) ditetapkan bahwa operasional BPJS Kesehatan dimulai

sejak tanggal 1 Januari 2014. BPJS Kesehatan sebagai Badan Pelaksana

merupakan badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program

jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Page 17: Bab 2 revisi

27

Tujuan diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional ini adalah

untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan

kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh

Pemerintah. Masyarakat sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional yang

diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dan stakeholder terkait tentu perlu

mengetahui prosedur dan kebijakan pelayanan dalam memperoleh pelayanan

kesehatan sesuai dengan haknya. Untuk itu diperlukan Buku Panduan Praktis

yang diharapkan dapat membantu pemahaman tentang hak dan kewajiban

stakeholder terkait baik Dokter/Dokter Gigi yang bekerjasama dengan BPJS

Kesehatan, Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,

Peserta BPJS Kesehatan maupun pihak-pihak yang memerlukan informasi tentang

program Jaminan Kesehatan Nasional.

Maksud dan Tujuan

Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota

keluarganya. Setiap peserta berhak untuk memperoleh Jaminan kesehatan yang

bersifat komprehensif (menyeluruh) yang terdiri dari:

a. pelayanan kesehatan pertama, yaitu Rawat

2. Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap

3. Tingkat Pertama (RITP)

a. pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan,

4. yaitu Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) dan

5. Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL)

a. pelayanan persalinan

Page 18: Bab 2 revisi

28

b. pelayanan gawat darurat

c. pelayanan ambulan bagi pasien rujukan dengan

6. kondisi tertentu antar fasilitas kesehatan

a. pemberian kompensasi khusus bagi peserta

7. di wilayah tidak tersedia fasilitas kesehatan

8. memenuhi syaratManfaat jaminan yang diberikan kepada peserta

9. dalam bentuk pelayanan kesehatan yang

10. bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan

11. kebutuhan medik sesuai dengan standar pelayanan

12. medik.

Fasilitas kesehatan (Faskes) adalah fasilitas kesehatan yang digunakan dalam

menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif,

preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah dan/atau Masyarakat.

2.1.4.3 Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah perlindungan kesehatan agar

peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang

telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Jaminan Kesehatan

diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan ekuitas

(pasal 19 UU SJSN Nomor 40 Tahun 2004). Jaminan kesehatan harus dapat

memberikan perlindungan, manfaat dan akses pelayanan kesehatan yang sama

Page 19: Bab 2 revisi

29

untuk seluruh penduduk. Penyelenggaraan JKN harus dapat menyatukan sekaligus

penggerak berbagai subsistem yang ada dalam reformasi sistem. JKN adalah

singkatan dari Jaminan Kesehatan Nasional, JKN merupakan nama program,

sedangkan BPJS merupakan badan penyelenggara yang kinerjanya nanti diawasi

oleh DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional). Pada awal 2014, PT Askes menjadi

BPJS Kesehatan, selanjutnya pada 2015 menyusul, PT Jamsostek menjadi BPJS

Ketenagakerjaan.

1. Kepesertaan JKN

Sesuai Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN), dengan adanya JKN, maka seluruh masyarakat Indonesia

akan dijamin kesehatannya. Dan juga kepesertaanya bersifat wajib tidak terkecuali

juga masyarakat tidak mampu karena metode pembiayaan kesehatan individu

yang ditanggung pemerintah.

2. Iuran JKN

Sesuai Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 jenis Iuran dibagi

menjadi:

a. Iuran Jaminan Kesehatan bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah

daerah dibayar oleh Pemerintah Daerah (orang miskin dan tidak mampu). 

b. Iuran Jaminan Kesehatan bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PNS,

Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara, Pegawai pemerintah non pegawai

negeri dan pegawai swasta) dibayar oleh Pemberi Kerja yang dipotong

langsung dari gaji bulanan yang diterimanya. 

Page 20: Bab 2 revisi

30

c. Pekerja Bukan Penerima Upah (pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja

mandiri) dan Peserta bukan Pekerja (investor, perusahaan, penerima

pensiun, veteran, perintis kemerdekaan, janda, duda, anak yatim piatu dari

veteran atau perintis kemerdekaan) dibayar oleh Peserta yang bersangkutan. 

Untuk jumlah iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah

yang terdiri atas PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, Pejabat Negara, dan Pegawai

Pemerintah Non Pegawai Negeri akan dipotong sebesar 5 persen dari gaji atau

Upah per bulan, dengan ketentuan 3 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 2

persen dibayar oleh peserta. Tapi iuran tidak dipotong sebesar demikian secara

sekaligus. Karena secara bertahap akan dilakukan mulai 1 Januari 2014 hingga 30

Juni 2015 adalah pemotongan 4 persen dari Gaji atau Upah per bulan, dengan

ketentuan 4 persen dibayar oleh Pemberi Kerja dan 0,5 persen dibayar oleh

Peserta. Namun mulai 1 Juli 2015, pembayaran iuran 5 persen dari Gaji atau Upah

per bulan itu menjadi 4 persen dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1 persen oleh

Peserta.Sementara bagi peserta perorangan akan membayar iuran sebesar

kemampuan dan kebutuhannya. Untuk saat ini sudah ditetapkan bahwa:

1. Untuk mendapat fasilitas kelas I dikenai iuran Rp 59.500 per orang per

bulan

2. Untuk mendapat fasilitas kelas II dikenai iuran Rp 42.500 per orang per

bulan

3. Untuk mendapat fasilitas kelas III dikenai iuran Rp 25.500 per orang per

bulan

Page 21: Bab 2 revisi

31

Pembayaran iuran ini dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulan dan

apabila ada keterlambatan dikenakan denda administratif sebesar 2 persen dari

total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan. Dan besaran

iuran Jaminan Kesehatan ditinjau paling lama dua tahun sekali yang ditetapkan

dengan Peraturan Presiden.

3. Fasilitas Peserta JKN

A. Untuk peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran)

a. Pekerja penerima upah ( PNS, Anggota TNI/POLRI, Pejabat Negara,

Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri dan Pegawai Swasta, akan

mendapatkan pelayanan kelas I dan II

b. Pekerja bukan penerima upah (Pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja

mandiri, karyawan swasta) akan mendapatkan pelayanan kelas I, II dan III

sesuai dengan premi dan kelas perawatan yang dipilih.

c. Bukan pekerja (investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis

kemerdekaan serta janda, duda, anak yatim piatu dari veteran atau perintis

kemerdekaan. Termasuk juga wirausahawan, petani, nelayan, pembantu

rumah tangga, pedagang keliling dan sebagainya) bisa mendapatkan kelas

layanan kesehatan I, II, dan III sesuai dengan premi dan kelas perawatan

yang dipilih.

B. Penerima Bantuan Iuran (PBI)

Page 22: Bab 2 revisi

32

1. Orang yang tergolong fakir miskin dan tidak mampu yang dibayarkan preminya

oleh pemerintah mendapatkan layanan kesehatan kelas III

4. System pelayanan

Direktur Kepersertaan BPJS, Sri Endang Tidarwati mengatakan bahwa sistem

pelayanan BPJS akan lebih baik karena didukung oleh SDM yang banyak dan

terlatih. Sementara bila semua data lengkap dan seluruh isian dalam formulir

sudah terisi dengan baik, pihak BPJS (Badan penyelenggara Jaminan Sosial)

mengklaim prosedur pendaftaran menjadi peserta JKN (Jaminan Kesehatan

Nasional) cukup 15 menit. Manfaat JKN mencakup pelayanan pencegahan dan

pengobatan termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan

kebutuhan medis. Seperti misalnya untuk pelayanan pencegahan (promotif dan

preventif), peserta JKN akan mendapatkan pelayanan:

1. Penyuluhan kesehatan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai

pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.

2. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri

pertusis tetanus dan Hepatitis B (DPT-HB), Polio dan Campak.

3. Keluarga Berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar,

vasektomi dan tubektomi

4. Skrining kesehatan diberikan secara selektif yang ditujukan untuk

mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko

penyakit tertentu.

5. Jenis penyakit kanker, bedah jantung, hingga dialisis (gagal ginjal).

Page 23: Bab 2 revisi

33

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan

meliputi :

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non

spesialistik mencakup:

1.      Administrasi pelayanan

2.      Pelayanan promotif dan preventif

3.      Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis

4.      Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif

5.      Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

6.      Transfusi darah sesuai kebutuhan medis

7.      Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama

8.      Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi

b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan

mencakup:

1. Rawat jalan, meliputi:

a. Administrasi pelayanan

b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter

spesialis dan sub spesialis

Page 24: Bab 2 revisi

34

c. Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis

d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

e. Pelayanan alat kesehatan implant

f. Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi

medis

g. Rehabilitasi medis

h. Pelayanan darah

i. Pelayanan kedokteran forensik

j. Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan

2.    Rawat Inap yang meliputi: 

a. Perawatan inap non intensif

b. Perawatan inap di ruang intensif

c. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri

6. Alur pembuatan kartu BPJS Kesehatan

Direktur Pelayanan PT Askes Fadjriadinur mengatakan bahwa Anda bisa datang

ke kantor BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) kemudian melakukan hal

berikut:

1. Mengisi formulir pendaftaran

2. Pembayaran premi

Page 25: Bab 2 revisi

35

Anda akan diberikan virtual account atau kode bank untuk pembayaran premi

pertama yang bisa dilakukan melalui ATM atau bank terdekat yang saat ini sudah

bekerjasama yaitu bank BRI, BNI dan Mandiri.

Untuk biaya premi peserta mandiri dengan perawatan kelas 3, sebulan hanya Rp

25.500 per orang, untuk perawatan kelas II sebulan Rp 42.500 per orang dan

perawatan kelas I sebesar Rp 50.000 per orang. Adapun besaran premi pada

kelompok pekerja sebesar 5 persen dari gaji pokoknya, 2 persen dibayarkan oleh

yang bersangkutan dan 3 persen dibayarkan oleh perusahaan tempat pekerja

bekerja.

3. Mendapat kartu BPJS Kesehatan yang berlaku di seluruh Indonesia

Setelah membayar premi, nantinya Anda akan mendapat kartu BPJS Kesehatan

yang menjadi bukti bahwa Anda merupakan peserta JKN. Saat ini fasilitas

kesehatan yang dimiliki pemerintah otomatis melayani JKN.Sementara fasilitas

kesehatan milik swasta yang dapat melayani JKN jumlahnya terus

bertambah.Hanya tinggal sekitar 30 persen saja yang belum bergabung.

7. Alur pelayanan kesehatan

- Untuk pertama kali setiap peserta terdaftar pada satu fasilitas kesehatan tingkat

pertama (Puskesmas) yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan setelah mendapat

rekomendasi dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.

Page 26: Bab 2 revisi

36

- Dalam jangka waktu paling sedikit 3 (tiga) bulan selanjutnya peserta berhak

memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama yang diinginkan.

- Peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat

pertama tempat peserta terdaftar, kecuali berada di luar wilayah fasilitas kesehatan

tingkat pertama tempat peserta terdaftar atau dalam keadaan kegawatdaruratan

medis.

Direktur Pelayanan PT Askes Fadjriadinur menambahkan, bila sudah aktif

menjadi peserta, alur pelayanan menggunakan pola rujukan berjenjang yang

dimulai dari sistem layanan primer hingga tersier. Ia mengatakan, layanan primer

terdiri atas Puskemas, klinik dokter pribadi serta klinik pratama (klinik swasta).

Jadi nanti setiap orang mulai berobat dari sistem layanan primer dulu sehingga

menghindari penumpukkan di satu rumah sakit.Khusus untuk keadaan darurat

seperti kecelakaan atau penyakit yang tidak bisa ditangani di layanan primer, bisa

langsung ke rumah sakit.

Terciptanya pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat di Kota Serang didukung pula dengan langkah dan kebijakan yang

Page 27: Bab 2 revisi

37

diambil oleh Pemerintah. Beberapa asumsi kebijakan pemerintah sudah tertuang dalam asumsi Kebijakan Umum Anggaran (KUA), namun ada beberapa penyesuaian sehingga terjadi perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan tersebut tertuang dalam Kebijakan Umum Perubahan APBD (KU-PAPBD) 2012 Kota Serang ini, diantaranya adalah:

a. Optimalisasi pelayanan dasar meliputi : pendidikan, kesehatan serta infrastruktur dasar (Jalan, Jembatan, Lingkungan, Sanitasi dan Persampahan)

b. Optimalisasi administrasi pelayanan perkantoran, peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur pemerintah dan peningkatan kapasitas lembaga Perwakilan Rakyat Daerah

c. Peningkatan Pengelolaan Keuangan Daerahd. Peningkatan Pengelolaan Manajemen Asete. Optimalisasi Penyelenggaraan Pemilukadaf. Penguatan sistem informasi publik g. Peningkatan Sarana Prasarana Kepariwisataan dan Olahraga

Sebagaimana pernyataan diatas, bahwa peningkatan pengelolaan keuangan

daerah menjadi salah satu kebijakan yang mengalami perubahan. Maka penelitian

ini membantu pemerintah khususnya pemerintah daerah Kota Serang dalam

mencapai kebijakan tersebut.

2.2 Penelitian Terdahulu

Menyambut Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional oleh Ronald Yusuf1 dan Hidayat Amir2

Dalam Sehubungan dengan pelaksanaan program JKN, Pemerintah memiliki kewajiban bukan hanyauntuk membayar iuran PBI tapi juga sebagian iuran para aparatur negara baik yang aktifmaupun pensiun. Selain itu, untuk menunjang keberhasilan program ini, Pemerintah jugadiminta untuk memberikan anggaran tambahan khusus untuk menambah fasilitas kesehatanyang dibutuhkan. Sebagaimana yang sudah dibahas sebelumnya, salah satu penyebabrendahnya utilisasi Jamkesmas adalah kesulitan dalam mengakses fasilitas kesehatan.Fasilitas kesehatan yang dimaksud dapat berupa bangunan (seperti rumah sakit atau

Page 28: Bab 2 revisi

38

puskesmas), tenaga medis, alat kesehatan, atau obat-obatan.Terkait iuran PBI program JKN, dalam Medium Term Budget Framework (MTBF),Pemerintah telah mengalokasikan peningkatan anggaran yang signifikan dan telahmemperhitungkan kualitas serta kesinambungan fiskal. Apabila dalam realisasinya terdapatkekurangan dana, terdapat beberapa alternatif cara untuk mendanainya. Penghematan belanjaKementerian/Lembaga tentunya akan dilakukan. Selain itu, realokasi belanja antar sektor,seperti mengurangi besaran subsidi BBM, dapat juga dilakukan.Keberhasilan program JKN bukan hanya ditentukan dari bertambahnya anggaran belanjaPemerintah. Tata kelola yang baik dalam sistem layanan kesehatan juga memegang perananyang vital. Segala permasalahan dalam pelaksanaan program Jamkesmas dapat dibenahi olehPemerintah melalui tata kelola yang baik. Satu hal penting yang wajib dilakukan Pemerintahadalah perbaikan sistim pendataan penduduk khususnya penduduk miskin. Pemerintah harusbekerja keras bersama dengan BPJS Kesehatan guna memastikan mereka yang miskin dantidak mampu dapat mendapatkan layanan kesehatan program JKN.Hal penting lainnya adalah integrasi jaminan kesehatan daerah dengan program JKN. Di eraotonomi daerah, Pemerintah Daerah (Pemda) memang memiliki kewenangan dalammelaksanakan berbagai kebijakan di daerah termasuk penggunaan dana AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Meski demikian, sangat diharapkan agar Pemdabijak dalam menggunakan APBD-nya. Dana yang ada sebaiknya tidak diberikan untuksesuatu hal yang sesungguhnya sudah diberikan oleh Pemerintah Pusat. Akan lebih baik danlebih bermanfaat apabila dana lebih tersebut digunakan untuk menunjang program JKNseperti tambahan fasilitas kesehatan atau membantu iuran program JKN bagi mereka yang

membutuhkan tetapi belum/tidak ada dalam daftar PBI.

Page 29: Bab 2 revisi

39

Sedangkan pada penelitian ini, peneliti berusaha mencari bagaimana implementasi yang dijalankan terkait program Jaminan Kesehatan Nasional diKota Serang pada Semester awal saat program tersebut diluncurkan dengan badan pengelola yang baru dalam proses sistem jaminan sosial nasional.

1.2 Kerangka Pemikiran Penelitian

Kerangka pemikiran penelitian ini menggambarkan alur pikiran peneliti

sebagai kelanjutan dari teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca.

Berdasarkan observasi awal peneliti,

Adapun identifikasi yang peneliti temukan dari latar belakang diatas

adalah sebagai mana tercantum dalam gambar bahwa dari identifikasi masalah

yang dijelaskan pada bab I akan diperkuat dengan menggunakan teori Edward III

yang menjelaskan bahwa

1. Communication (komunikasi).

Komunikasi merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik

dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas.Untuk menghindari terjadinya

distorsi informasi yang disampaikan atasan ke bawahan, perlu adanya ketetapan

waktu dalam penyampaian informasi, harus jelas informasi yang disampaikan,

serta memerlukan ketelitian dan konsistensi dalam menyampaikan informasi.

2. Resourcess (sumber-sumber)

Sumber-sumber dalam implementasi kebijakan memegang peranan

penting, karena implementasi kebijakan tidak akan efektif bilamana sumber-

sumber pendukungnya tidak tersedia. Yang termasuk sumber-sumber dimaksud

adalah:

Page 30: Bab 2 revisi

40

a) Staf yang relatif cukup jumlahnya dan mempunyai keahlian dan

keterampilan untuk melaksanakan kebijakan 

b) Informasi yang memadai atau relevan untuk keperluan implementasi

c) Dukungan dari lingkungan untuk mensukseskan implementasi kebijakan

d) Wewenang yang dimiliki implementor untuk melaksanakan kebijakan.

3. Dispotition or attitude (sikap)

Berkaitan dengan bagaimana sikap implementor dalam mendukung suatu

implementasi kebijakan. Seringkali para implementor bersedia untuk mengambil

insiatif dalam rangka mencapai kebijakan, tergantung dengan sejauh mana

wewenang yang dimilikinya.

4. Bureaucratic structure (struktur birokrasi)

Suatu kebijakan seringkali melibatkan beberapa lembaga atau organisasi

dalam proses implementasinya, sehingga diperlukan koordinasi yang efektif antar

lembaga-lembaga terkait dalam mendukung keberhasilan implementasi. Maka

disusunlah alur berpikir sebagai berikut:

Identifikasi Masalah

1. Dalam melaksanakan beberapa program kebijakan sumber-sumber kebijakan yang tersedia minim

2. Terkait Standar Pelayanan Minimal (SPM), belum meratanya akses pelayanan kesehatan di Kota Serang karena terbatasnya sarana prasarana pendukung pelayanan.

3. Ketidakterbukaan informasi dan pengelolaan keuangan anggaran di SKPD yang bersangkutan.

4. Kurangnya koordinasi antar pemangku kebijakan, baik pusat dan daerah maupun di internal SKPD yang bersangkutan atau antar SKPD terkait.

5. Masih terdapat ketidaksesuaian perhitungan anggaran yang dilakukan pemerintah yakni anggaran kesehatan yang ditetapkan dalam Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 pasal 171 tentang kesehatan yang tidak mencapai 10 %. Di Kota Serang nyatanya yang terjadi hanya baru mencapai 1,7 %.

Page 31: Bab 2 revisi

41

Gambar 2.5 Kerangka Berfikir Peneliti(Sumber: Peneliti, 2014)

2.3 Asumsi Dasar

Asumsi dasar dalam penelitian kuantitatif disebut sebagai hipotesis.

Sedangkan dalam penelitian kualitatif adalah kesimpulan sementara berdasarkan

atas temuan pada saat pra penelitian dengan kajian teoritis pada bab 2. Asumsi ini

ditulis dengan tujuan tidak untuk diuji kebenarannya.

Implementasi Kebijakan Menurut Edward III (1980): a) Communication (komunikasi)

ketetapan waktu dalam penyampaian informasi; Kejelasan informasi yang disampaikan, serta ketelitian dan konsistensi dalam menyampaikan informasi.

b) Resourcess (sumber-sumber)a. Staf yang relatif cukup jumlahnya dan mempunyai keahlian dan keterampilan

untuk melaksanakan kebijakan b. Informasi yang memadai atau relevan untuk keperluan implementasic. Dukungan dari lingkungan untuk mensukseskan implementasi kebijakand. Wewenang yang dimiliki implementor untuk melaksanakan kebijakan.

c) Dispotition or attitude (sikap)Berkaitan dengan bagaimana sikap implementor dalam mendukung suatu implementasi kebijakan. Seringkali para implementor bersedia untuk mengambil insiatif dalam rangka mencapai kebijakan, tergantung dengan sejauh mana wewenang yang dimilikinya.

d) Bureaucratic structure (struktur birokrasi)Suatu kebijakan seringkali melibatkan beberapa lembaga atau organisasi dalam proses implementasinya, sehingga diperlukan koordinasi yang efektif antar lembaga-lembaga terkait dalam mendukung keberhasilan implementasi. 

Output

Mengetahui bagaimanakah Implementasi Perda Nomor 7 Tahun 2012 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Anggaran Belanja Daerah Kota Serang

Tahun Anggaran 2012 di Dinas Kesehatan Kota Serang

Page 32: Bab 2 revisi

42

Berdasarkan pada kerangka pemikiran yang telah dipaparkan diatas,

peneliti telah melakukan observasi awal terhadap objek penelitian. Maka peneliti

berasumsi bahwa implementasi tersebut berjalan dengan presentase keberhasilan

99,3% berdasarkan LAKIP 2012. Anggaran kesehatan yang ditetapkan dalam

Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 pasal 171 tentang kesehatan yang tidak

mencapai 10 %. Di Kota Serang nyatanya yang terjadi hanya baru mencapai 1,7

%. Namun dalam pelaksanannya belumlah berjalan dengan baik, efektif,

ekonomis dan efisien.