BAB 2 Jurnal - Copy

16
BAB 2. LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Lansia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (BPS, 2010). Berdasarkan data dari WHO (2010) lanjut usia dibagi menjadi empat kelompok yaitu middle age (45-59 tahun), elderly (60-74 tahun), old (75-90 tahun) dan very old (di atas 90 tahun) (Nugroho, 2005). Masa lanjut usia adalah periode yang di mulai pada usia 60 tahun dan berakhir dengan kematian. Masa ini adalah masa penyesuaian diri atas berkurangnya kekuatan dan kesehatan, menata kembali kehidupan, masa pensiun dan penyesuaian diri dengan peran sosial baru (Santrock, 2006). Lanjut usia adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan (potensial) ataupun karena sesuatu hal tidak lagi mampu berperan secara aktif dalam pembangunan (tidak potensial) (Depkes, 2001). 2.1.1. Klasifikasi Lansia Menurut Maryam (2008), lima klasifikasi pada lansia antara lain: a. Pra lansia Seseorang yang berusia 45-59 tahun 4

description

jurnal

Transcript of BAB 2 Jurnal - Copy

Page 1: BAB 2 Jurnal - Copy

BAB 2. LANDASAN TEORI

2.1. Konsep Lansia

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah penduduk

yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (BPS, 2010). Berdasarkan data dari

WHO (2010) lanjut usia dibagi menjadi empat kelompok yaitu middle age (45-59

tahun), elderly (60-74 tahun), old (75-90 tahun) dan very old (di atas 90 tahun)

(Nugroho, 2005).

Masa lanjut usia adalah periode yang di mulai pada usia 60 tahun dan

berakhir dengan kematian. Masa ini adalah masa penyesuaian diri atas

berkurangnya kekuatan dan kesehatan, menata kembali kehidupan, masa pensiun

dan penyesuaian diri dengan peran sosial baru (Santrock, 2006). Lanjut usia

adalah seorang laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik

yang secara fisik masih berkemampuan (potensial) ataupun karena sesuatu hal

tidak lagi mampu berperan secara aktif dalam pembangunan (tidak potensial)

(Depkes, 2001).

2.1.1. Klasifikasi Lansia

Menurut Maryam (2008), lima klasifikasi pada lansia antara lain:

a. Pra lansia

Seseorang yang berusia 45-59 tahun

b. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

c. Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia

60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan

d. Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan

yang masih dapat menghasilkan barang/ jasa

4

Page 2: BAB 2 Jurnal - Copy

e. Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya

bergantung pada bantuan orang lain.

2.1.2. Tipe Lansia

Menurut Maryam (2008), beberapa tipe lansia bergantung pada karakter,

pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya. Tipe

tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Tipe arif bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman menyesuaikan diri dengan perubahan

jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,

dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan

b. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru dan selektif dalam

mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan

c. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,

tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak

menuntut

d. Tipe pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan

melakukan pekerjaan apa saja

e. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,

pasif dan acuh tidak acuh

Seiring tahap kehidupan, lansia memiliki tugas perkembangan khusus.

Menurut Potter dan Perry (2005), tujuh kategori utama tugas perkembangan lansia

meliputi:

a. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan

Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring terjadinya

penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi. Hal ini tidak

dikaitkan dengan penyakit, tetapi hal ini adalah normal.

5

Page 3: BAB 2 Jurnal - Copy

b. Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan

Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh karena itu

mungkin perlu untuk meyesuaikan dan membuat perubahan karena

hilangnya peran bekerja.

c. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan

Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian pasangan, teman, dan kadang

anaknya. Kehilangan ini sering sulit diselesaikan, apalagi bagi lansia yang

menggantungkan hidupnya dari seseorang yang meninggalkannya dan

sangat berarti bagi dirinya.

d. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia

Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri selama

penuaan. Mereka dapat memperlihatkan ketidakmampuannya sebagai

koping dengan menyangkal penurunan fungsi, meminta cucunya untuk

tidak memanggil mereka “nenek” atau menolak meminta bantuan dalam

tugas yang menempatkankeamanan mereka pada resiko yang besar.

e. Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup

Lansia dapat mengubah rencana kehidupannya. Misalnya kerusakan fisik

dapat mengharuskan pindah ke rumah yang lebih kecil dan untuk seorang

diri

f. Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa

Lansia sering memerlukan penetapan hubungan kembali dengan anak-

anaknya yang telah dewasa

g. Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup

Lansia harus belajar menerima akivitas dan minat baru untuk

mempertahankan kualitas hidupnya. Seseorang yang sebelumnya aktif

secara sosial sepanjang hidupnya mungkin merasa relatif mudah untuk

bertemu orang baru dan mendapat minat baru. Akan tetapi, seseorang yang

introvert dengan sosialisasi terbatas, mungkin menemui kesulitan bertemu

orang baru selama pensiun.

6

Page 4: BAB 2 Jurnal - Copy

2.2 Demensia

2.2.1 Pengertian

Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi

intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi

hidup sehari-hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami

penurunan daya ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas

kehidupan seharihari (Nugroho, 2008). Sementara itu menurut Lumbantobing

(1995) demensia adalah himpunan gejala penurunan fungsi intelektual, umumnya

ditandai terganggunya minimal tiga fungsi yakni bahasa, memori, visuospasial,

dan emosional.

2.2.2 Penyebab Umum Demensia

Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi

3 golongan besar:

a. Sindorma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak

dikenal, sering pada golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri,

mungkin kelainan terdapat pada tingkat subseluler atau secara

biokimiawi pada system enzim, atau pada metabolism seperti yang

ditemukan pada penyakit Alzheimer dan demensia senilis.

b. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat

diobati, penyebab utama dalam golongan ini diantaranya:

1) Penyakit degenerasi spino-serebelar

2) Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert

3) Khorea Huntington

4) Penyakit Jacob-creutzfels dll

c. Sindroma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati,

dalam golongan ini di antaranya:

1) Penyakit cerebro kardiovaskuler

2) Penyakit-penyakit metabolic

3) Gangguan nutrisi

4) Akibat intoksikasi menahun

7

Page 5: BAB 2 Jurnal - Copy

5) Hidrosefalus komunikans

Demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif yang sedemikian berat

sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari- hari dan aktivitas sosial.

Kemunduran kognitif pada demensia biasanya diawali dengan kemunduran

memori atau daya ingat (pelupa). Demensia terutama yang disebabkan oleh

penyakit Alzheimer berkaitan erat dengan usia lanjut. Penyakit alzheimer ini 60%

menyebabkan kepikunan atau demensia dan diperkirakan akan meningkat terus.

Gejala klasik penyakit demensia alzheimer adalah kehilangan memori

(daya ingat) yang terjadi secara bertahap, termasuk kesulitan menemukan atau

menyebutkan kata yang tepat, tidak mampu mengenali objek, lupa cara

menggunakan benda biasa dan sederhana, seperti pensil, lupa mematikan kompor,

menutup jendela atau menutup pintu, suasana hati dan kepribadian dapat berubah,

agitasi, masalah dengan daya ingat, dan membuat keputusan yang buruk dapat

menimbulkan perilaku yang tidak biasa.

Gejala ini sangat bervariasi dan bersifat individual. Gejala bertahap

penyakit alzheimer dapat terjadi dalam waktu yang berbeda- beda, bisa lebih cepat

atau lebih lambat. Gejala tersebut tidak selalu merupakan penyakit alzheimer,

tetapi apabila gejala tersebut berlangsung semakin sering dan nyata, perlu

dipertimbangkan kemungkinan penyakit alzheimer (Nugroho, 2008).

2.2.3 Kriteria Derajat Demensia

a. Ringan : walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan aktivitas

sosial, kapasitas untuk hidup mandiri tetap dengan hygiene personal

cukup dan penilaian umum yang baik.

b. Sedang : Hidup mandiri berbahaya diperlakukan berbagai tingkat

suportivitas

c. Berat : aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu sehingga tidak

berkesinambungan, inkoheren.

8

Page 6: BAB 2 Jurnal - Copy

2.2.4 Alat Ukur Demensia

Untuk mengetahui ada tidaknya demensia pada lansia digunakan tes Mini

Mental State Examination (tes mini mental) untuk mendeteksi adanya dan tingkat

kerusakan intelektual.

2.3 Terapi Musik

2.3.1. Pengertian Terapi Musik

Musik merupakan seni yang melukiskan pemikiran dan perasaan manusia

lewat keindahan suara. Musik merupakan refleksi perasaan suatu individu atau

masyarakat. Musik merupakan hasil dari cipta dan rasa manusia atas kehidupan

dan dunianya. Musik mampu menenangkan pikiran saat bosan, gundah, dan juga

sebagai terapi reaktif (Lan, 2009). Terapi musik terdiri dari dua kata yaitu terapi

dan musik. Kata terapi berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk

membantu atau menolong orang. Biasanya kata tersebut digunakan dalam konteks

masalah fisik dan mental (Djohan, 2006).

2.3.2 Klasifikasi Terapi Musik

Dalam dunia penyembuhan dengan musik, dikenal 2 macam terapi musik,

yaitu :

a. Terapi musik aktif.

Terapi musik aktif adalah keahlian menggunakan musik dan

elemen musik untuk meningkatkan, mempertahankan dan

mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional, dan spiritual.

Terapi musik aktif ini dapat dilakukan dengan cara mengajak klien

bernyanyi, belajar main alat musik, bahkan menggunakan lagu singkat

atau dengan kata lain terjadi interaksi yang aktif antara yang diberi

terapi dengan yang memberi terapi (Halim, 2003 cit Purwanta, 2007).

b. Terapi musik pasif

Terapi musik pasif adalah terapi musik dengan cara mengajak klien

mendengarkan musik. Hasilnya akan efektif bila klien mendengarkan

musik yang disukainya (Halim, 2003 cit Purwanta, 2007). Terapi musik

9

Page 7: BAB 2 Jurnal - Copy

pasif merupakan terapi musik yang murah, mudah dan efektif. Terapi

musik pasif merupakan terapi yang tidak melibatkan pasien, bertujuan

untuk menjadikan pasien rileks dan tenang (Deviana, 2011). Hal

terpenting dalam terapi musik pasif adalah pemilihan jenis musik harus

tepat dengan kebutuhan pasien.

2.3.3 Pengaruh Terapi Musik

Terapi musik memiliki pengaruh dan manfaat yang besar pada setiap

orang yang mendengarkannya. Terapi musik juga dapat berpengaruh

pada sistem saraf otak kita. Terdapat tiga sistem saraf dalam otak yang

akan terpengaruh oleh musik yang didengarkan, yaitu:

c. Sistem otak yang memproses perasaan.

Musik adalah bahasa jiwa, musik mampu membawa perasan

kearah mana saja. Musik yang Anda dengar akan merangsang sistem

saraf yang akan menghasilkan suatu perasaan. Perangsangan sistem

saraf ini mempunyai arti penting bagi pengobatan, karena sistem

saraf ambil bagian dalam proses fisiologis (Deviana, 2011). Dalam

ilmu kedokteran jiwa, jika emosi tidak harmonis, maka akan

mengganggu sistem lain dalam tubuh kita, misalnya sistem

pernapasan, sistem endokrin, sistem immune, sistem kardiovaskuler,

sistem metabolik, sistem motorik, sistem nyeri, sistem temperatur

dan lain sebagainya. Semua sistem tersebut dapat bereaksi positif

jika mendengar musik yang tepat (Silvia, 2009).

d. Sistem otak kognitif

Aktivasi sistem otak kognitif dapat terjadi walaupun seseorang

tidak mendengarkan atau memperhatikan musik yang sedang

diputar. Musik akan merangsang sistem ini secara otomatis,

walaupun seseorang tidak menyimak atau memperhatikan musik

yang sedang diputar (Silvia, 2009). Jika sistem ini dirangsang maka

akan dapat meningkatkan memori, matematika, logika, bahasa,

musik dan emosi.

10

Page 8: BAB 2 Jurnal - Copy

Musik berhasil merangsang pola pikir dan menjadi jembatan

bagi pemikiran-pemikiran yang lebih kompleks. Didukung pula oleh

Goleman (1995) dalam Martin Gardiner (1996) dari hasil

penelitiannya mengatakan seni dan musik dapat membuat para siswa

lebih pintar, musik dapat membantu otak berfokus pada hal lain yang

dipelajari (Fauzi, 2008). Penelitian lain terkait dengan pengaruh

musik yaitu mampu menjadikan seseorang berpikir logis dan intutif,

sekaligus cerdas, kreatif, jujur, dan tajam perasaannya (Sirait, 2006).

e. Sistem dalam tubuh.

Musik secara langsung bisa mempengaruhi kerja otot kita. Detak

jantung dan pernafasan bisa melambat atau cepat secara otomatis,

tergantung alunan musik yang didengar. Bahkan bayi dan orang

tidak sadar pun tetap terpengaruh oleh alunan musik (Sacks, 2011).

Musik mampu mempengaruhi sistem dalam tubuh kita, termasuk

hormon-hormon dalam tubuh. Musik mampu mempengaruhi denyut

jantung dan tekanan darah dengan merangsang hormon adrenalin.

Jenis musik tertentu ternyata dapat memberikan efek relaksasi.

Musik yang menenangkan ini juga dipakai dalam pengobatan

penderita infark miokard (serangan jantung), pasien sebelum operasi,

bahkan untuk menurunkan stress pasien yang menunggu di ruang

tunggu praktek (Sirait, 2006).

2.3.4 Terapi musik kelompok

Terapi musik memiliki sedikit perbedaan dengan terapi musik

kelompok, namun efek dan manfaatnya tetap sama (Mohammadi et al.,

2009). Terapi musik kelompok adalah salah satu kombinasi baru yang

merupakan hasil adaptasi penggabungan antara terapi musik secara aktif

maupun secara pasif (Chen et al., 2009).

Terapi musik kelompok dapat dilakukan dengan berbagai cara.

Menurut Mohammadi et al., (2009) terdapat 5 tahapan terapi musik yang

dapat dilakukan, yaitu: 1) memainkan alat musik, 2) bernyanyi, 3) menari,

11

Page 9: BAB 2 Jurnal - Copy

4) mendengarkan lagu atau musik, 5) Live music (mengekspresikan diri

lewat musik). Bentuk pengekspresian diri ini bisa berupa puisi,

kemarahan, teriakan, kekesalan, dan nyanyian. Berbeda dari Mohammadi

et al., (2009), Chen et al., (2009) membagi terapi musik kelompok

menjadi 8 fase/tahapan, yaitu:

1) Tahap awal

Tahap awal fase merupakan tahap perkenalan dimana fasilitator

atau peneliti dan peserta memperkenalkan diri masing-masing.

Perkenalan ini meliputi nama, latar belakang singkat untuk para

peserta dan peneliti. Setelah perkenalan yang singkat perlu ada

sedikit penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan oleh peneliti

(Chen et al., 2009). Tahap perkenalan ini diharapkan dapat

menambah keakraban dan kepercayaan antara peserta dan

peneliti/fasilitator.

2) Pemanasan

Fase pemanasan merupakan fase pelenturan otot-otot terutama

otot tangan dan persendian, yang dapat dilakukan dalam fase ini

adalah kegiatan pijat memijat ataupun senam ringan. Pemijatan dapat

dilakukan secara mandiri, bergantian ataupun saling memijat antar

peserta lansia (Pacchetti et al., 2001). Fase pemanasan ini dapat

diiringi dengan menggunakan alunan musik dan dapat juga diselingi

dengan game/permainan, sehingga membuat suasana lebih santai.

3) Menari

Fase menari dapat dilakukan dengan bantuan alunan musik. Para

peserta menari mulai dari ritme lambat sampai cepat mengikuti

irama musik yang diberikan dan ditentukan oleh peneliti

(Mohammadi et al., 2009). Menari membuat lansia dan para peserta

menjadi santai dan secara tidak lansung dapat menggerakkan seluruh

anggota badan untuk menjaga kebugaran tubuh. Pada fase ini

peneliti juga dapat meramu dengan sedikit sentuhan dengan

12

Page 10: BAB 2 Jurnal - Copy

mengkombinasikan tarian dengan permainan ringan, sehingga lansia

dituntut untuk aktif (Chen et al., 2009).

4) Kelompok bermain dengan menggunakan instrumen

Fase ini lansia diajak untuk bermain instrumen atau bermain

menggunakan alat musik. Para peserta diajarkan bagaimana

menggunakan atau memainkan alat musik yang telah disediakan oleh

peneliti (Hayashi et al., 2002). Para peserta bisa dibuat menjadi

kelompok-kelompok kecil untuk memudahkan dalam pengajaran

instrumen musik. Setiap kelompok dapat didampingi oleh satu atau

lebih asisten peneliti (Mohammadi et al., 2009).

5) Kelompok musik bermain

Kelompok musik bermain diikuti oleh para peserta tanpa

instrumen alat musik, namun dalam melakukan fase ini bisa diiringi

dengan menggunakan alunan musik. Peserta secara berkelompok

melakukan permainan yang telah diinstruksikan oleh peneliti,

misalnya saja bermain bola, meniup gelembung sabun, berpuisi,

bermain peran atau bercerita (Mohammadi et al., 2009).

6) Mendengarkan alunan musik santai

Para peserta lansia mendengarkan alunan musik santai dan dapat

juga bernyanyi bersama ataupun bermain alat musik bersama (Chen

et al., 2009).

7) Mendengarkan dan menyaksikan sebuah penampilan musik oleh

pemain tamu.

Fase ini merupakan fase dimana para peserta dipersilakan untuk

mendengarkan dan melihat penampilan permainan musik oleh

kelompok musik tamu yang telah disediakan untuk menghibur (Chen

et al., 2009).

8) Menyimpulkan fase.

Di akhir sesi peneliti mengungkapkan penghargaannya kepada

peserta dan memberikan selamat serta berjabat tangan pada peserta.

Peneliti juga menanyakan perasaan peserta, menanyakan lagu-lagu

13

Page 11: BAB 2 Jurnal - Copy

atau musik-musik yang disukai peserta untuk dijadikan bahan pada

pertemuan selanjutnya (Chen et al., 2009). Diharapkan lagu/musik

yang dipilih merupakan lagu atau musik pilihan peserta

14