Bab 2 Farmakologi

69
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakologi 2.1.1 Pengertian Farmakologi Farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel hidup,lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran senyawa itu adalah obat,dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari manfaat dan resiko penggunaan obat (Setiabudy,2007). Farmakologi adalah ilmu tentang kerja obat pada organisme sehat atau sakit, atau lebih luas sebagai ilmu tentang interaksi antara senyawa kimia dan sistem biologi (Mutschler,1991). Farmakologi juga merupakan ilmu yang mempelajari mengenai substansi yang berinteraksi dengan sebuah sistem yang hidup melalui proses-proses kimia (Katzung,2010). 2.1.2 Farmakokinetik 3 Fase Farmakokinetik Invasi Eliminasi Absorpsi Distribusi Biotransfor masi Ekskresi

description

tentang farmakologi

Transcript of Bab 2 Farmakologi

Page 1: Bab 2 Farmakologi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Farmakologi

2.1.1 Pengertian Farmakologi

Farmakologi ialah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap sel

hidup,lewat proses kimia khususnya lewat reseptor. Dalam ilmu kedokteran

senyawa itu adalah obat,dan lebih menekankan pengetahuan yang mendasari

manfaat dan resiko penggunaan obat (Setiabudy,2007).

Farmakologi adalah ilmu tentang kerja obat pada organisme sehat

atau sakit, atau lebih luas sebagai ilmu tentang interaksi antara senyawa kimia

dan sistem biologi (Mutschler,1991).

Farmakologi juga merupakan ilmu yang mempelajari mengenai

substansi yang berinteraksi dengan sebuah sistem yang hidup melalui proses-

proses kimia (Katzung,2010).

2.1.2 Farmakokinetik

3

Fase Farmakokinetik

Ekskresi Biotransformasi Distribusi Absorpsi

Eliminasi Invasi

Page 2: Bab 2 Farmakologi

4

A. Proses Invasi

Menurut Mutschler (1991), Proses invasi ialah proses-proses yang

berlangsung pada pengambilan suatu bahan obat kedalam organisme. Proses ini

meliputi:

1) Absorpsi

a. Pengertian

Yang dimaksudkan dengan absorpsi suatu obat adalah pengambilan obat

dari permukaan tubuh (disini termasuk juga mukosa saluran cerna) atau dari

tempat-tempat tertentu dalam organ dalaman ke dalam aliran darah atau ke

dalam sistem pembulah limfe. Dari aliran darah atau sistem pembuluh limfe

terjadi distribusi obat ke dalam organisme keseluruhan. Karena obat, baru

dapat berkhasiat apabila berhasil mencapai konsentrasi yang sesuai pada

tempat kerjanya maka suatu absorpsi yang cukup merupakan syarat untuk suatu

efek terapeutik, sejauh obat tidak digunakan secara intravasal atau tidak

langsung dipakai pada tempat kerjanya (Mutschler,1991).

b. Sawar absorpsi

Sawar absorpsi yang sesungguhnya yaitu batas pemisah antara

lingkungan dalam dan lingkungan luar, adalah membran permukaan sel.

Absorpsi dan sama halnya distribusi dan ekskresi tidak mungkin terjadi tanpa

suatu transpor melalui membran (Mutschler,1991).

Membran terdiri atas lapisan rangkap lipid dan protein, seperti pulau-

pulau terkait di dalamnya atau di atasnya dan dengan demikian membentuk

mosaik. Seluruh protein mencapai membran membentuk pori dalam lapisan

rangkap lipid. Dengan demikian untuk penetrasi bahan terdapat dua struktur

membran yang secara kualitatif berbeda mendasar: pertama lapisan lipid untuk

pengambilan bahan-bahan yang bersifat lipofil dan pori yang berisi air untuk

penetrasi senyawa-senyawa yang hidrofil (Mutschler,1991).

c. Mekanisme absorpsi

Penetrasi senyawa melalui membran dapat terjadi sebagai:

Difusi (pasif murni)

Pada difusi pasif sesuai dengan hukum Fick, transpor senyawa

berbanding langsung dengan landaian konsentrasi, luas permukaan membran,

Page 3: Bab 2 Farmakologi

5

koefisien distribusi senyawa yang bersangkutan serta koefisien difusi dan

berbanding terbalik dengan tebal membran (Mutschler,1991).

Difusi ini tidak dapat dihambat oleh senyawa analog dan melalui

blokade metabolisme. Dilihat dari kuantitatif, difusi pada pengambilan bahan

kedalam organisme trjadi terutama melalui matriks lipid (Mutschler,1991).

Difusi terfasilitasi

Pada difusi melalui pembawa (terfasilitasi), molekul hidrofil misalnya

fruktose, berikatan dengan suatu pembawa (carrier= pembawa) yang

merupakan protein membran khusus. Pembawa dan kompleks pembawa

substrat dapat bergerak bebas dalam membran, dengan demikian penetrasi zat

yang ditranspor melalui membran sil lipofil ke dalam bagian dalam sel

dipermudah (Mutschler,1991).

Syarat untuk transpor pembawa adalah afinitas tertentu dari zat yang

ditranspor (S) terhadap pembawa (C) (Mutschler,1991).

Transpor aktif

Pada transpor aktif, suatu senyawa harus ditranspor melawan landaian

konsentrasi dalam arti suatu transpor daki gunung melalui membran. Proses

ini membutuhkan energi dapat dihambat secara kompetitif oleh senyawa

dengan struktur kimia yang mirip dan secara tak kompetitif oleh racun

metabolisme. Energi untuk transpor melawan landaian konsentrasi ini

diberikan secara tak langsung oleh pompa natrium melalui penguraian ATP

(Mutschler,1991).

Pinositosis, Fagositosis, Persopsi

Pada pinositosis, tetesan - tetesan cairan kecil diambil dari saluran cerna

(Mutschler,1991).

Pada fagositosis, partikel zat padat diambil dari saluran cerna dan

memang dengan demikian, membran permukaan terputar ke atas dan bahan

ekstrasel ditutup secara vesikular (Mutschler,1991).

Pada persopsi bagian-bagian padat, kadang-kadang malah seluruh sel,

antar sel, yakni antara sel-sel epitel berhasil mencapai bagian dalam

organisme (Mutschler,1991).

Page 4: Bab 2 Farmakologi

6

d. Absorpsi obat

Menurut Mutschler(1991), Absorpsi kebanyakan obat terjadi secara

pasif melalui difusi. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat adalah:

Sifat fisikokimia bahan obat, terutama sifat stereokimia dan kelarutannya

Besar partikel dan dengan demikian permukaan jenis

Sediaan obat

Dosis

Rute pemberian dan tempat pemberian

Waktu kontak dengan permukaan absorpsi

Besarnya luas permukaan yang mengabsorpsi

Nilai pH dalam darah yang mengabsorpsi

Intergritas membran

Aliran darah organ yang memngabsorpsi

2) Proses Distribusi

Apabila obat mencapai pembuluh darah, obat akan ditranspor lebih

lanjut bersama aliran darah dalam sistem sirkulasi. Akibat landaian

konsentrasi darah terhadap jaringan, bahan obat mencoba untuk

meninggalkan pembuluh darah dan didistribusi dalam organisme keseluruhan

(Mutschler,1991).

a. Ruang distribusi

Berdasarkan fungsinya, organisme dapat dibagi dalam dua ruang

distribusi, yaitu ruang intrasel dan ruang eksternal (Mutschler,1991).

b. Ikatan protein

Faktor penting lain untuk distribusi obat adalah ikatan pada protein

terutama protein plasma, protein jaringan, dan sel darah merah. Sesuai dengan

struktur kimia protein, pada ikatan protein dapat terlibat ikatan ion, ikatan

Cairan transsel

Ruang interstisial

Cairan plasma

Komponen sel padat

Cairan intrasel

Ruang Ekstrasel Ruang Intrasel

Page 5: Bab 2 Farmakologi

7

jembatan hidrogen dan ikatan dipo-dipol serta interaksi hidrofob

(Mutschler,1991).

Ikatan protein adalah bolak-balik. Ikatan tak bolak-balik (=kovalen)

misalnya reaksi sitostatika yang mengalkilasi protein, tidak termasuk ke

dalam ikatan protein (Mutschler,1991).

Makin besar tetapan afinitas bahan yang bersangkutan pada protein,

makin kuat ikatan protein. Ikatan protein mempengaruhi intensitas kerja, lama

kerja dan eliminasi bahan obat sebagai berikut: bagian obat yang terikat pada

protein plasma tidak dapat berdifusi dan umumnya tidak mengalami

biotransformasi dan eliminasi (Mutschler,1991).

c. Faktor yang mempengaruhi distribusi

Menurut Mutschler (1991), faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi

adalah sebagai berikut:

Sifat kelarutan bahan obat (hidrofil dan lipofil)

Saluran cerna

Pengarahan obat (drug targetting)

Pasokan darah

B. Proses Eliminasi

Menurut Mutschler (1991), eliminasi merupakan proses-proses yang

menyebabkan penurunan konsentrasi obat dalam organisme. Proses ini

meliputi:

1) Biotransformasi

Karena lipofil sebagaian besar direabsorbsi kembali ke dalam

tubuli ginjal setelah filtrasi glomerulus, maka senyawa ini hanya dapat

diekskresikan dengan lambat melalui ginjal. Karena itu seandainya senyawa

ini tidak diubah secara kimia, mungkin berbahaya karena bahan-bahan

demikian menetap dalam tubuh dan terakumulasi terutama dalam jaringan

lemak. Karena itu tidaklah mengherankan behwa organisme memiliki sistem

enzim yang dapat mengubah xenobiotika lipofil menjadi bahan yang lebih

hidrofil dan lebih mudah dapat diekskresi. Laju eliminasi bahan yang larut

dalam lemak bergantung, sebagian besar, kepada berapa cepat senyawa ini

dimetabolisme menjadi senyawa-senyawa yang lebih larut dalam air dalam

Page 6: Bab 2 Farmakologi

8

organisme. Proses perubahan senyawa asing disebut biotransformasi

(Mutschler,1991).

Biotransformasi terjadi terutama dalam hati dan hanya dalam jumlah

yang sangat rendah terjadi dalam organ lain (misalnya dalam usus, ginjal,

paru-paru, limpa, otot, kulit atau dalam darah). Enzim yang terlibat dalam

biotransformasi terdapat terikat pada struktur dan di samping itu tidak terikat

pada struktur. Enzim yang terikat pada struktur, terlokalisasi terutama dalam

membran retikulum endoplasma (misalnya monooksigenase,

glukoroniltransfarase) dan sebagian juga dalam mitokondria. Enzim yang tak

terikat pada struktur terdapat sebagai enzim yang larut (misalnya esterase,

amidase, sulfotransfarase). Enzim-enzim ini sebagian besar tak spesifik

terhadap substrat. Ini berarti bahwa enzim mampu mengubah substrat dengan

struktur kimia yang sangat berbeda (Mutschler,1991).

Reaksi Fase I

Reaksi biotransformasi yang mengubah molekul obat secara oksidasi,

reduksi atau hodrolisis disebut reaksi fase I. Reaksi oksidasi yang sangat

penting untuk biotransformasi ialah reaksi oksidasi yang melibatkan oksidase,

monooksigenase dan dioksigenase. Oksidase mengoksidasi melalui penarikan

hidrogen atau elektron. Oleh monooksigenase, satu atom oksigen dari

molekul oksigen diikat pada bahan asing dan atom oksigen lain direduksi

menjadi air. Sebaliknya dioksigenase memasukkan kedua atom dari satu

molekul oksigen ke dalam xenobiotika. Monooksigenase (mikrosom) yang

mengandung sitokrom P-450 dan juga sitokrom P-448 yang merupakan

protein hem memiliki makna terbesar untuk biotransformasi oksidasi obat

(Mutschler,1991).

Reduksi dibandingkan dengan oksidasi, reduksi hanya memegang

peranan kecil pada biotransformasi. Senyawa karbonil dapat direduksi

menjadi alkohol oleh alkoholdehidrogenase atau aldo-ketoreduktase

sitoplasma. Untuk penguraian senyawa azo menjadi amina primer melalui

tahap antara hidrazo tampaknya ada beberapa enzim yang terlibat, di

antaranya NADPH-sitokrom P-450 reduktase, yang masih belum diketahui

Page 7: Bab 2 Farmakologi

9

seluruhnya ialah enzim yang terlibat dalam reduksi senyawa nitro menjadi

amina yang sesuai. Secara toksikologik berarti ialah dehalogenisasi reduktif,

misalnya pada karbromal serta dari karbontetraklorida menjadi kloroform

(Mutschler,1991).

Biohidrolisis penting dalam:

a. Penguraian ester dan amina menjadi asam dan alkohol serta amina oleh

esterase (amidase).

b. Pengubahan epoksida menjadi diol berdampingan (visinal) oleh

epoksidahidratase (sinonim epoksidahidrolase).

c. Hidrolisis asetal (glikosida) oleh glikosidase (Mutschler,1991).

Reaksi Fase II

Reaksi konjugasi berlangsung melibatkan transfarase yang

kebanyakan spesifik. Reaksi konjugasi mencakup:

a. Reaksi antara senyawa yang mempunyai gugus hidroksil alkohol atau fenol,

gugus amino, gugus sulfhidril dan sebagaian juga gugus karboksil dengan

senyawa tubuh sendiri yang kaya akan energi.

b. Reaksi penggabungan antara senyawa asing, setelah diaktivasi dengan

senyawa tubuh sendiri (tidak teraktivasi) (Mutschler,1991).

Pengaruh Lintas Pertama (First Pass Effect)

Seluruh darah vena saluran cerna dan dengan demikian juga

senyawa-senyawa yang terdapat di dalamnya mencapai vena porta dan

melalui ini darah memasuki hati. Jadi sebelum obat-obat yang diabsorbsi dari

mukosa lambung atau mukosa usus halus mencapai jantung dan sirkulasi

paru-paru serta sirkulasi tubuh, senyawa-senyawa harus melewati hati. Agar

berkhasiat, yang penting apakah dan berapa besar senyawa tersebut pada

lintasan pertama dimetabolisme oleh mukosa saluran cerna serta diekstraksi

dan/atau diubah secara biokimia oleh hati (Mutschler,1991).

Pengaruh Usia Terhadap Biotransformasi

Pengaruh usia yang menonjol terhadap biotransformasi adalah

khususnya pada bayi baru lahir dan orang tua lanjut usia. Pada bayi baru lahir

dan terutama pada bayi prematur, kelengkapan beberapa enzim yang terlibat

Page 8: Bab 2 Farmakologi

10

dalam biotransformasi masih tidak mencukupi. Sebaliknya pada anak usia 1-8

tahun, laju biotransformasi lebih cepat dibandingkan dengan orang dewasa.

Hal ini mungkin, sekurang-kurangnya sebagian, karena pada anak-anak

perbandingan bobot hati terhadap bobot badan lebih besar. Pada umur lanjut,

terjadi penurunan metabolisme dan pasokan darah hati berkurang dan karena

itu laju biotransformasi berkurang (Mutschler,1991).

2) Ekskresi

a. Ekskresi melalui ginjal

Organ ekskresi terpenting adalah ginjal. Kecepatan dan besarnya

ekskresi melalui ginjal ditentukan oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus

dan sekresi tubulus (Mutschler,1991).

b. Ekskresi melalui empedu dan usus

Terutama senyawa-senyawa yang mempunyai bobot molekul lebih dari

500 dan juga senyawa yang diperoleh melalui metabolisme. Penetrasi ke

dalam kapiler empedu dari suatu sel hati terjadi baik melalui difusi ataupun

transpor aktif. Dalam usus, konjugat yang diekskresikan malalui empedu

sebagian diuraikan lagi dan sebagian besar direabsorbsi seperti hanya bahan-

bahan yang larut dalam lemak yang diekskresi dengan empedu

(Mutschler,1991).

c. Ekskresi melalui paru-paru

Pengeluaran gas melalui paru-paru, khususnya setelah suatu pembiusan,

dan pengeluaran senyawa-senyawa yang menguap terjadi sebanding dengan

landaian konsentrasi dan juga landaian tekanan antara darah dan udara

pernapasan. Di sini terjadi proses difusi murni, yang berbeda dengan

pengambilan bahan-bahan oleh paru-paru yaitu hanya arah laindaian

konsentrasi yang berlawanan. Penurunan kelarutan dalam darah, ekskresi

dapat ditingkatkan melalui kenaikan volume pernapasan serta volume jantung

per satuan waktu dan dengan demikian kenaikan pasokan darah ke paru-paru

(Mutschler,1991).

Page 9: Bab 2 Farmakologi

11

2.1.3 Farmakodinamik

Farmakodinamik menyangkut pengaruh obat terhadap sel hidup,

organ atau makhluk, secara keseluruhan erat berhubungan dengan fisiologi,

biokimia, dan patologi obat farmakodinamik bekerja meningkatkan atau

menghambat fungsi suatu organ (Setiabudy, 2007).

A. Efek farmakodinamik pada obat asam mefenamat (efek anti-inflamasi)

Efek anti-inflamasi. Kebanyakan obat mirip aspirin terutama yang baru,

lebih dimanfaatkan sebagai antiinflamasi pada pengobatan kelainan

musculoskeletal, misalnya atritis rheumatoid, osteoatritis dan spondilitis

ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa obat mirip aspirin ini hanya meringkan

gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara

simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah kerusakan

jaringan pada kelainan musculoskeletal (Setiabudy, 2007).

B. Fase Farmakodinamik pada Asam Mefenamat

Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik sebagai anti-inflamasi,

asam mefenamat kurang efektif di bandingkan aspirin. Asam mefenamat

terikat sangat kuat pada protein plasma. Dengan demikian interaksi terhadap

obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna

sering timbul misalnya dispepsia, diare sampai diare berdarah dan gejala

iritasi lain terhadap mukosa lambung. Pada orang usia lanjut efek samping

diare hebat lebih sering dilaporkan. Efek samping lain yang berdasarkan

hipersensitivitas ialah eritema kulit dan bronkokontriksi. Anemia hemolitik

pernah dilaporkan. Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari.

Karena efek toksiknya maka di Amerika Serikat obat ini tidak dianjurkan

untuk diberikn kepada anak di bawah 14 tahun dan wanita hamil, dan

pemberian tidak melebihi 7 hari. Penelitian klinis menyimpulkan bahwa

penggunaan selama haid mengurangi kehilangan darah secara bermakna

(Setiabudy, 2007).

Page 10: Bab 2 Farmakologi

12

2.1.4 Hubungan Farmakokinetik dan Farmakodinamik

Kadar obat menunjukkan hubungan antara farmakokinetik (dosis-

kadar) dan farmakodinamik (kadar- efek) serta menjadi fokus utama kadar

sasaran pada pemberian dosis yang rasional. Prinsip-prinsip dasar

farmakodinamik dapat digunakan untuk memperkirakan konsentrasi yang

dibutuhkan untuk mencapai derajat tertentu dari efek terapeutik. Kemudian

konsentrasi target dapat dicapai dengan menggunakan prinsip-prinsip

farmakokinetik untuk mendapatkan regimen dosis yang sesuai (katzung, 2010).

2.2 Obat

2.2.1 Pengertian Obat

Obat merupakan semua bahan tunggal atau campuran yang dipergunakan

oleh semua mahluk untuk bagian dalam dan luar guna mencegah, meringankan,

dan menyembuhkan penyakit. Menurut undang – undang yang dimaksud obat

adalah suatu bahan atau campuran bahan untuk dipergunakan dalam

menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan,

menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan pada manusia

atau hewan(Katzung,2010).

2.2.2 Macam Sediaan Obat

Pada pokoknya bentuk sediaan obat dapat digolongkan ke dalam sediaan padat

(supositorium, tablet, kaplet, pil, kapsul, dan puyer), setengah padat (krim, dan

ointmen-salep) dan cair (sirup, suspensi, tinctura, eliksir, gel, magma, lation)

(Ngatidjan,2006).

a. Pilulae (PIL)

Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahanobat dan

dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena

tergusur tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada seduhan jamu.

b. Tablet (Compressi)

Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk

tabung pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu

jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.

Page 11: Bab 2 Farmakologi

13

Tablet Kempa : paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi,bentuk

serta penandaannya tergantung design cetakan

Tablet Cetak : dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa

lembab dalam lubang cetakan.

Tablet Trikurat : tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris.

Sudah jarang ditemukan

Tablet Hipodermik : dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut

sempurna dalam air. Dulu untuk membuat sediaan injeksi hipodermik,

sekarang diberikan secara oral.

Tablet Sublingual : dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati).Digunakan

dengan meletakkan tablet di bawah lidah.

Tablet Bukal : digunakan dengan meletakkan di antara pipi dan gusi.

Tablet Efervescen tablet larut dalam air. Harus dikemas dalam wadah

tertutup rapat atau kemasan tahan lembab. Pada etiket tertulis“tidak untuk

langsung ditelan”.

Tablet Kunyah : cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa

enak di rongga mulut, mudah ditelan, tidak meninggalkan rasapahit, atau

tidak enak(Ngatidjan,2006).

c. Pulvis (Serbuk)

Merupakan campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan,

ditujukan untuk pemakaian oral atau untuk pemakaian luar(Ngatidjan,2006).

d. Pulveres

Merupakan serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama,

dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum

(Ngatidjan,2006).

e. Kapsulae (Kapsul)

Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras

ataulunak yang dapat larut. kulit kapsulnya erbuat dari gelatin dalam berbagai

warna dan ukuran dari besar ke kecil ialah 000, 00, 0, 1, 2, 3, 4, dan 5.

Keuntungan/tujuan sediaan kapsul yaitu:

1)Menutupi bau dan rasa yang tidak enak

2)Menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari

Page 12: Bab 2 Farmakologi

14

3)Lebih enak dipandang

4)Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income

fisis),dengan pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang

lebihkecil kemudian dimasukkan bersama serbuk lain ke dalam

kapsulyang lebih besar.

5)Mudah ditelan(Ngatidjan,2006).

f. Suspensi ialah sediaan cair berisi bahan aktif berbentuk pertikel padat kecil

yang tidak larut dalam zat pembawa. Sebelum digunakan sediaan ini harus

dikocok agar campuran menjadi homogen, tidak

mengendap(Ngatidjan,2006).

g. Krim (cream) ialah sediaan obat berupa emulsi (campuran lemak di dalam air

atau sebaliknya), umumnya untuk maksud penggunaan luar. Krim tidak selalu

banyak mengandung lemak sehingga lebih mudah dibersihkan. Ointmen, zalf

atau salep merupakan bentuk sediaan setengah padat dengan bahan pembawa

lemak. Ointment biasanya digunakan untuk pengobatan luar pada kulit yang

kering(Ngatidjan,2006).

h. Galenik

Merupakan sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan

atau tumbuhan yang disaring(Ngatidjan,2006).

i. Infusa

Merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia

nabati dengan air pada suhu 90 C selama 15 menit(Ngatidjan,2006).

j. Unguenta (Salep)

Merupakan sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikalpada

kulit atau selaput lendir. Dapat juga dikatakan sediaan setengah padat yang

mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatharus larut atau

terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok(Ngatidjan,2006).

k. Guttae (Obat Tetes)

Merupakan sediaan cairan berupa larutan, emulsi, atau suspensi,

dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, digunakan dengan cara

meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan

tetesan yang dihasilkan penetes beku yang disebutkan Farmacope Indonesia.

Page 13: Bab 2 Farmakologi

15

Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain: Guttae (obat dalam), Guttae Oris

(tetes mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga), Guttae Nasales (tetes

hidung), Guttae Ophtalmicae (tetes mata) (Ngatidjan,2006).

l. Injectiones (Injeksi)

Merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk

yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan,

yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui

kulit atau selaput lendir. Tujuannya yaitu kerja obat cepat serta dapat

diberikan pada pasien yang tidak dapat menerima pengobatan melalui

mulut(Ngatidjan,2006).

m. Lotion ialah bentuk sediaan obat cair, berisi zat yang tidak larut di dalam

cairan pembawa, lebih kental dari suspensi(Ngatidjan,2006).

n. Tinctura ialah larutan ekstrak alkohol suatu bahan didalam air (tidak

mengandung alcohol lagi sebab hanya dipakai dalam ekstraksi

(Ngatidjan,2006).

o. Eliksir ialah campuran bahan aktif di dalam air yang diberi alcohol, gula dan

bahan pemberi rasa atau aroma agar mudah larut, awet serta rasa dan baunya

menjadi menarik(Ngatidjan,2006).

2.2.3 Penggolongan Obat

Peraturan Menteri Kesehatan Rl Nomor 917/Menkes/Per/X/1993 yang

kini telah diperbaiki dengan Peraturan Menteri Kesehatan Rl

Nomor949/Menkes/Per/VI/2000, penggolongan obat ini terdiri dari:

1.Obat Bebas

Obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa resep

dokter, tidak termasuk dalam daftar narkotika, psikotropika, obat keras, obat

bebas terbatas dan sudah terdaftar di Depkes RI. Golongan obat bebas ini biasanya

tidak membahayakan jiwa, dalam arti kata yang agak luas, bila

makan jumlah 10-20 biji sekaligus pun belum menyebabkan

kematian(Dewi, LP. 2008).

Penandaan obat bebas diatur berdasarkan S.K

Menkes RI Nomor 1380/A/SKA/I/1983 tentang tanda khusus untuk obat

Page 14: Bab 2 Farmakologi

16

bebas. Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau

dengan garis tepi warna hitam, seperti terlihat pada gambar.

Yang tergolong obat bebas adalah Vitamin B kompleks, Vitamin B1,

Tablet Vitamin A, Vitamin C, Multivitamin, Minyak Kayu Putih, Obat Batuk

Hitam, Tablet Paracetamol (Dewi, LP. 2008).

2.Obat Bebas Terbatas

Pada zaman Belanda, kelompok obat ini juga disebut obat daftar W (W

=Waarschuing = peringatan). Obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat

diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter, bila penyerahannya memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

a) Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari pabriknya atau

pembuatnya.

b) Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan

tanda peringatan. Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat

bebas terbatas, berupa persegi empat panjang berwarna hitam berukuran

panjang 5 centimeter, lebar 2 centimeter dan memuat pemberitahuan

berwarna putih. Misalnya “Awas ! Obat Keras. Baca Aturan

Pakai” (Dewi, LP. 2008).

Penandaan Keputusan Menteri Kesehatan Rl No. 2380/A/SK/VI/83

tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran berwarna biru dengan

garis tepi berwarna hitam(Dewi, LP. 2008).

Contoh obat yang tergolong Obat Bebas Terbatas adalah Berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan RI ditetapkan sebagai obat bebasterbatas sebagai

berikut :

a.Anti Histamin, sediaan anti histamineum yang nyata-nyata dipergunakan untuk

obat tetes hidung/semprot hidung.

b.Chloroquinum. sediaan Chloroquinum atau garamnya yang dihitung sebagai

basa lebih dari 160 mg setiap takaran dalam kemasan tidak melebihi 4 tablet tiap

wadah atau 60 ml tiap botol.

Page 15: Bab 2 Farmakologi

17

c.Sulfaguanidinum, Phtalylsulfathiazolum dan Succinylsulfa Thiazolum :tablet

yang mengandung tidak lebih dari 600 mg zat berkhasiat setiap tabletnya dan

tidak lebih dari 20 tablet setiap bungkus atau wadah(Dewi, LP. 2008).

3.Obat Wajib Apotek (OWA)

Latar belakang obat wajib apotek (OWA) :

1.Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri

guna mengatasi masalah kesehatan maka perlu ditunjang dengan sarana yang

tepat, dan

2.Peningkatan pengobatan sendiri secara tepat , aman, dan rasional dapat

dicapaimelalui peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk pengobatan

sendiri (Dewi, LP. 2008).

Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker

kepada pasien di apotik tanpa resep dokter. Peraturan tentang Obat Wajib Apotek

(OWA) di Indonesia terdiri dari :

1.KepMenKes No.347 Tahun 1990 tentang Obat Wajib Apotek (OWA) No.1,

berisi daftar obat yang dapat diserahkan tanpa resep oleh apoteker di apotek,

mencakup oral kontrasepsi, obat saluran cerna (antasida, anti-spasmodik, anti-

spasmodik analgetik, anti mual, laksan), obat mulut dan tenggorokan,

obatsaluran napas (obat asma, sekretolitik / mukolitik), obat sistem

neuromuscular (analgetik, antipiretik, antihistamin), antiparasit (obat cacing),

obat kulit topikal(antibiotik topikal, kortikosteroid topikal, antiseptik lokal, anti

fungi lokal,anestesi lokal, enzim anti radang topikal, pemucat kulit).

2.PerMenKes No.919 Tahun 1993 tentang kriteria obat yang dapat diserahkan

tanpa resep, yaitu tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita

hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun, pengobatan

sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan

penyakit, penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus

dilakukan oleh tenaga kesehatan, penggunaannya diperlukan untuk penyakit

yang pravalensinya tinggi di Indonesia, dan obat memiliki rasio kemanfaatan

yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Page 16: Bab 2 Farmakologi

18

3.PerMenKes No.924 Tahun 1993 tentang OWA No.2, peraturan ini memuat

tambahan daftar OWA yang dapat diserahkan apoteker.

4.PerMenKes No.925 Tahun 1993 tentang perubahan golongan OWA

No.1,memuat perubahan golongan obat terhadap daftar OWA No.1, beberapa

obat yang semula OWA berubah menjadi obat bebas terbatas atau obat bebas,

selain itu juga ada keterangan pembatasannya.

5.KepMenKes No.1176 Tahun 1999 tentang OWA No.3(Dewi, LP. 2008).

4.Obat Keras

Di dalam kefarmasian dan di zaman Belanda dahulu obat-obat yang

termasuk dalam golongan ini terkenal dengan obat-obat golongan daftar G

(Gevaarlijk =berbahaya) atau daftar obat keras.Obat-obat golongan ini sangat

berbahaya, mempunyai kerja sampingan yang sangat besar dan untuk

mendapatkannya diperlukan resep dokter yang hanya dapat dibeli di apotek. Pada

pemakaian yang tidak hati-hati dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak

diinginkan dan dapat mengakibatkan maut, misalnya menimbulkan gangguan

pada metabolisme, gangguan pada saluran kencing, mengakibatkan penyakit

kurangnya pembentukan darah tertentu (agranulocytosis) dan lain-lainnya.Lebih

dari 100 bahan obat termasuk dalam kelompok ini, meliputi antibiotika, obat-obat

yang tercantum dalam daftar obat bebas terbatas(Dewi, LP. 2008).

Penandaan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.02396/A/SKA/III/1986 adalah "Lingkaran

bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan

huruf K yang menyentuh garis tepi“

  Contoh obat keras adalah Acetanilidum, Andrenalinum, Antibiotika,

Anthistaminika, Apomorphinum(Dewi, LP. 2008).

5.Obat Psikotropika dan Narkotika

a.Obat Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis

(bukannarkotika) yang bersifat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada

susunansaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental

Page 17: Bab 2 Farmakologi

19

dantingkah laku.Penandaan dengan lingkaran bulat berwarna merah dengan huruf

K berwarna hitam yangmenyentuh garis tepi yang berwarna hitam sama seperti

obat keras(Dewi, LP. 2008).

b.Obat Narkotika

  PenjelasanMenurut UU No. 22 tahun 1997 tentang narkotika , narkotika

adalah zat yang berasal dari tanaman baik sintetik maupun semi-sintetik yang

dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan

ketergantungan. Penandaan obat narkotika berdasarkan peraturan yang terdapat

dalam Ordonansi Obat Bius yaitu "Palang Medali Merah“(Dewi, LP. 2008).

 

2.2.4 Macam – Macam Obat

Obat obatan yang sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi,

mencakup tiga komponen yaitu obat analgesik (obat anti nyeri), obat anti

inflamasi dan obat antibiotik(Raharja dan Tjay,2007).

2.2.4.1 Obat Analgesik

Analgesik merupakan sejenis obat yang menghilangkan atau

mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Obat untuk

menghilangkan rasa nyeri mempunyai efek analgesik sebagai

penghilang nyeri, efek antipiretik yang bekerja untuk menurunkan suhu

tinggi tubuh atau demam, dan efek anti inflamasi atau anti

peradangan(Raharja dan Tjay,2007).

Obat analgesik termasuk obat antiradang non-steroid (NSAID)

seperti salisilat, obat narkotika seperti morfin dan obat sintesis bersifat

narkotik seperti tramadol(Raharja dan Tjay,2007).

NSAID seperti aspirin, naproksen, dan ibuprofen bukan saja

melegakan sakit, malah obat ini juga bisa mengurangi demam dan

Page 18: Bab 2 Farmakologi

20

kepanasan. Analgesik bersifat narkotik seperti opioid dan opidium bisa

menekan sistem saraf utama dan mengubah persepsi terhadap kesakitan

(noisepsi). Obat jenis ini lebih berkesan mengurangi rasa sakit

dibandingkan NSAID(Raharja dan Tjay,2007).

Jenis-jenis obat analgesik ialah:

1. .Aspirin

Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan

dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa

sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi

(peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan

dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung.

Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918 ketika

terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia. Awal mula penggunaan

aspirin sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates yang menggunakan ekstrak

tumbuhan willow untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kemudian

senyawa ini dikembangkan oleh perusahaan Bayer menjadi senyawa asam

asetilsalisilat yang dikenal saat ini(Raharja dan Tjay,2007).

2. Parasetamol

Parasetamol atau asetaminen adalah obat analgesik dan antipiretik yang

populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit

ringan, dan demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik

salesma dan flu. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati,

overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.

Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen,

parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong

dalam obat jenis NSAID. Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti

permukaan dalam perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus

arteriosus pada janin(Raharja dan Tjay,2007).

Page 19: Bab 2 Farmakologi

21

Gambar Parasetamol/Asetaminofen

3. Ibuprofen

Ibupropen merupakan devirat asam propionat yang diperkenalkan banyak

negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak

terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin. Ibu hamil dan menyusui

tidak di anjurkan meminim obat ini(Raharja dan Tjay,2007).

Gambar Ibuprofen

4. Asam mefenamat

Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat kuat

terikat pada protein plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan

harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul

misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung(Raharja

dan Tjay,2007).

Gambar Asam Mefenamat

5. Kodeina

Kodeina atau kodein (bahasa Inggris: codeine, methylmorphine) ialah

asam opiat alkaloid yang dijumpai di dalam candu dalam konsentrasi antara

Page 20: Bab 2 Farmakologi

22

0,7% dan 2,5%. Kebanyakan kodein yang digunakan di Amerika Serikat

diproses dari morfin melalui proses metilasi(Raharja dan Tjay,2007).

- Mekanisme kerja: sebuah prodrug 10% dosis diubah menjadi morfin.

Kerjanya disebabkan oleh morfin. Juga merupakan antitusif (menekan batuk)

- Indikasi: Penghilang rasa nyeri minor

- Efek tak diinginkan: Serupa dengan morfin, tetapi kurang hebat pada dosis

yang menghilangkan nyeri sedang. Pada dosis tinggi, toksisitas seberat

morfin(Raharja dan Tjay,2007).

Gambar Kodein

6. Metadon.

- Mekanisme kerja: kerja mirip morfin lengkap, sedatif lebih lemah.

- Indikasi: Detoksifikas ketergantungan morfin, Nyeri hebat pada pasien yang

di rumah sakit.

- Efek tak diinginkan:

* Depresi pernapasan

* Konstipasi

* Gangguan SSP

* Hipotensi ortostatik

* Mual dam muntah pada dosis awal (Raharja dan Tjay,2007).

Gambar  Methadon

Page 21: Bab 2 Farmakologi

23

7. Tramadol

Tramadol adalah senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.

Tramadol digunakan untuk sakit nyeri menengah hingga parah. Sediaan

tramadol pelepasan lambat digunakan untuk menangani nyeri menengah

hingga parah yang memerlukan waktu yang lama (Raharja dan Tjay,2007).

2.2.4.2 Obat Antibiotik

A. Pengertian.

Antibiotik berasal dari bahasa latin yang terdiri dari anti = lawan, bios =

hidup. Adalah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi dan bakteri

tanah, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis

lain, sedangkan toksisitasnya(racun) terhadap manusia relatif kecil (Raharja

dan Tjay,2007).

Antibiotik merupakan golongan senyawa, baik alami maupun sintetik,

yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di

dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan

antibiotika khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun

dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi

terhadap mutan atau transforman. Antibiotika bekerja seperti pestisida dengan

menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya

adalah bakteri. Antibiotika berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya.

Desifektan membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak

wajar bagi kuman untuk hidup(Raharja dan Tjay,2007).

B. Mekanisme kerja

Antibiotik merupakan golongan senyawa yang dapat menghambat

pertumbuhan dan reproduksi bakteri dan fungi. Berdasarkan sifatnya (daya

hancurnya) antibiotik dibagi menjadi dua: (Raharja dan Tjay,2007).

Page 22: Bab 2 Farmakologi

24

1. Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif

terhadap bakteri.

2. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja

menghambat pertumbuhan atau multiplikasi bakteri.

Cara yang ditempuh oleh antibiotik dalam menekan bakteri dapat bermacam-

macam, namun dengan tujuan yang sama yaitu untuk menghambat perkembangan

bakteri. Oleh karena itu mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat proses

biokimia di dalam organisme dapat dijadikan dasar untuk mengklasifikasikan

antibiotik sebagai berikut:

1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri.

Ada antibiotik yang merusak dinding sel mikroba dengan menghambat

sintesis enzim atau inaktivasi enzim, sehingga menyebabkan hilangnya viabilitas

dan sering menyebabkan sel lisis. Antibiotik ini menghambat sintesis dinding sel

terutama dengan mengganggu sintesis peptidoglikan. Dinding sel bakteri yang

menentukan bentuk karakteristik dan berfungsi melindungi bagian dalam sel

terhadap perubahan tekanan osmotik dan kondisi lingkungan lainnya. Yang

termasuk ke dalam golongan ini adalah Beta-laktam, Penicillin, Polypeptida,

Cephalosporin, Ampicillin, Oxasilin(Raharja dan Tjay,2007).

2. Antibiotik yang menghambat transkripsi dan replikasi.

Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Quinolone, Rifampicin,

Actinomycin D, Nalidixic acid, Lincosamides, Metronidazole(Raharja dan

Tjay,2007).

3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein.

Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Macrolide, Aminoglycoside,

Tetracycline, Chloramphenicol, Kanamycin, Oxytetracycline (Raharja dan

Tjay,2007).

4. Antibiotik yang menghambat fungsi membran sel.

Dibawah dinding sel bakteri adalah lapisan membran sel lipoprotein yang

dapat disamakan dengan membran sel pada manusia. Membran ini mempunyai

sifat permeabilitas selejtif dan berfungsi mengontrol keluar masuknya subtaansi

dari dan kedalam sel, serta memelihara tekanan osmotik internal dan ekskresi

waste products. Selain itu membran sel juga berkaitan dengan replikasi DNA dan

Page 23: Bab 2 Farmakologi

25

sintesis dinding sel. Oleh karena itu substansi yang mengganggu fungsinya akan

sangat lethal terhadap sel. Contohnya antara lain Ionimycin dan Valinomycin.

Ionomycin bekerja dengan meningkatkan kadar kalsium intrasel sehingga

mengganggu kesetimbangan osmosis dan menyebabkan kebocoran sel (Raharja

dan Tjay,2007).

5. Antibiotik yang menghambat bersifat antimetabolit.

Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah Sulfa atau Sulfonamide,

Trimetophrim, Azaserine(Raharja dan Tjay,2007).

C. Penggolongan antibiotik berdasarkan aktivitasnya

1. Zat-zat dengan aktrivitas sempit (narrow spektrum).

Zat aktif yang berkhasiat hanya pada satu jenis atau beberapa jenis bakteri saja

(bakteri gram positif saja atau bakteri gram negative saja).

2. Zat-zat dengan aktrivitas luas (broad spektrum)

Zat aktif yang berkhasiat untuk semua jenis bakteri, mau yang gram negative

ataupun gram positif (Dep Kes RI,1984).

Penggolongan antibiotic menurut Departemen Kesehatan RI (1984)

Golongan Penisilin

Golongan Sefalosporin

Golongan Aminoglikosida

Golongan Kloramfenikol

Golongan Tetrasiklin

Golongan Makrolida

Golongan Rifampicin & Asam Ausidat

D. Jenis Antibiotik

Meskipun ada lebih dari 100 macam antibiotik, namun umumnya mereka

berasal dari beberapa jenis antibiotik saja, sehingga mudah untuk

dikelompokkan. Ada banyak cara untuk menggolongkan antibiotik, salah

satunya berdasarkan struktur kimianya. Berdasarkan struktur kimianya,

antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:

Page 24: Bab 2 Farmakologi

26

a. Golongan Aminoglikosida Diantaranya amikasin, dibekasin, gentamisin,

kanamisin, neomisin, netilmisin, paromomisin, sisomisin, streptomisin,

tobramisin.

b. Golongan Beta-Laktam Diantaranya golongan karbapenem (ertapenem,

imipenem, meropenem), golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin,

sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan beta-laktam monosiklik, dan

golongan penisilin (penisilin, amoksisilin).

c. Golongan Glikopeptida Diantaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan

dekaplanin.

d. Golongan Poliketida Diantaranya golongan makrolida (eritromisin, azitromisin,

klaritromisin, roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin), golongan

tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).

e. Golongan Polimiksin Diantaranya polimiksin dan kolistin.

f. Golongan Kinolon (fluorokinolon) Diantaranya asam nalidiksat, siprofloksasin,

ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin.

g. Golongan Streptogramin Diantaranya pristinamycin, virginiamycin,

mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.

h. Golongan Oksazolidinon Diantaranya linezolid dan AZD2563.

i. Golongan Sulfonamida Diantaranya kotrimoksazol dan trimetoprim.

Antibiotika lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan

asam fusidat (Dep Kes RI,1984).

2.2.5 Penggunaan Obat Secara Rasional

Penggunaan obat dikatakan rasional jika tepat secara medik dan memenuhi

persyaratan-persyaratan tertentu. Masing - masing persyaratan mempunyai

konsekuensi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, kekeliruan dalam menegakkan

diagnosis akan memberi konsekuensi berupa kekeliruan dalam menentukan jenis

pengobatan. Sedangkan menurut WHO ,penggunaan obat dikatakan rasional bila :

a) Pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya.

b) Untuk periode waktu yang adekuat.

c) Dengan harga yang paling murah untuknya dan masyarakat

Page 25: Bab 2 Farmakologi

27

Secara praktis penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria :

1) Tepat diagnosis yaitu penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk

diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar maka

pemilihan obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut.

Akibatnya obat yang diberikan juga tidak sesuai dengan indikasi yang

seharusnya(Dep.Kes, 2006).

2) Sesuai dengan indikasi penyakit maksudnya adalah setiap obat memiliki

spectrum terapi yang spesifik. Antiobitika, misalnya diindikasikan untuk

infeksi bakteri. Dengan demikian pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk

pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri(Dep.Kes, 2006).

3) Tepat pemilihan obat yaitu keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil

setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian obat yang dipilih

memiliki efek terapi sesuai dengan spectrum penyakit(Dep.Kes, 2006).

4) Tepat dosis yaitu dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh

terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk

obat yang dengan rentang terapi yang sempit misalnya theofilin akan sangat

berisiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlau kecil tidak akan

menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan(Dep.Kes, 2006).

5) Tepat cara pemberian yaitu obat antacid seharusnya dikunyah dulu baru

ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu karena

akan membentuk ikatan sehingga menjadi tidak dapat diabsorbsi dan

menurunkan efektifitasnya(Dep.Kes, 2006).

6) Tepat interval waktu pemberian yaitu cara pemberian obat hendaknya dibuat

sesederhana mungkin dan praktis agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering

frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari) semakin rendah

tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus

diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8

jam(Dep.Kes, 2006).

7) Tepat lama pemberian yaitu lama pemberian obat harus tepat sesuai

penyakitnya masing-masing. Untuk tuberculosis lama pemberian paling singkat

6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10 – 14

hari(Dep.Kes, 2006).

Page 26: Bab 2 Farmakologi

28

8) Waspada terhadap efek samping yaitu pemberian obat potensial menimbulkan

efek samping yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat

dengan dosis terapi, karena itu muka merah setelah pemberian atropine bukan

alergi tetapi efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di

wajah(Dep.Kes, 2006)..

9) Tepat penilaian kondisi pasien maksudnya respon individu terhadap efek obat

sangat beragam, misalnya pada penderita kelainan ginjal, pemberian

aminoglikosida sebaiknya dihindarkan karena resiko terjadinya nefrotoksik

pada kelompok ini secara bermakna(Dep.Kes, 2006).

10)Tepat informasi yaitu informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat

sangat penting dalam menunjang keberhasilan terapi(Dep.Kes, 2006).

11) Tepat tindak lanjut maksudnya pada saat memutuskan pemberian terapi harus

sudah dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika

pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping(Dep.Kes, 2006).

12) Tepat penyerahan obat maksudnya penggunaan obat rasional melibatkan juga

dispenser sebagai penyerah obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Proses

penyiapan dan penyerahan harus dilakukan secara tepat agar pasien

mendapatkan obat sebagaimana mestinya (Dep.Kes, 2006).

13) Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan maksudnya

pemberian obat dalam jangka waktu lama tanpa informasi/ supervisi tentu saja

akan menurunkan ketaatan penderita. Kegagalan pengobatan tuberkulosis

secara nasional menjadi salah satu bukti bahwa terapi jangka panjang tanpa

disertai informasi/ supervisi yang memadai tidak akan pernah memberikan

hasil seperti yang diharapkan (Dep.Kes, 2006).

 2.2.6 Penggunaan Obat Secara Irasional

Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi

yang disebabkan oleh bakteri (mikroba), contoh obat yaitu anti mikroba antara

lain anti bakteri/antibiotik, anti jamur, anti virus, anti protozoa (WHO, 2001).

Kata "antibiotik" mengacu pada bahan alam yang dihasilkan oleh jamur dan

mikroorganisme lain yang dapat membunuh bakteri. Kini, antibiotik dapat berupa

bahan sintetis (tidak dihasilkan oleh mikroorganisme) yang juga membunuh atau

Page 27: Bab 2 Farmakologi

29

menghambat pertumbuhan bakteri. Meski antibiotik memiliki banyak manfaat,

penggunaannya yang tidak tepat dapat menyebabkan resistensi bakteri terhadap

antibiotik (WHO, 2006).

Efek Penggunaan Yang Tidak Tepat (Irrasional)

Penggunaan Antibiotika yang Tidak Rasional Akan Menimbulkan

Dampak Negatif, yaitu (WHO, 2001):

- Terjadi Kekebalan Kuman Terhadap Beberapa Antibiotika (Resisten),

- Meningkatnya Efek Samping Obat, dan

- Bahkan Kematian.

Penggunaan antibiotika dikatakan tepat bila efek terapi mencapai

maksimal sementara efek toksis yang berhubungan dengan obat menjadi

minimum, serta perkembangan antibiotika resisten seminimal mungkin (WHO,

2001).

Resistensi terhadap antibiotik adalah perubahan kemampuan bakteri

hingga menjadi kebal terhadap antibiotik. Resistensi terhadap antibiotik terjadi

akibat berubahnya sifat bakteri sehingga tidak lagi dapat dimatikan atau dibunuh.

Keampuhan obat menjadi melemah atau malah hilang. Bakteri yang resisten

terhadap antibiotik tidak akan terbunuh oleh antibiotik, lalu berkembang biak dan

menyebar sehingga menjadi lebih berbahaya (Laxminarayan R, 2002). Timbulnya

resistensi atau kekebalan kuman terhadap antibiotika mempunyai suatu pengaruh

pada biaya pelayanan kesehatan secara luas. Terapi yang tidak efektif

menyebabkan peningkatan biaya yang berhubungan dengan kesakitan yang lama,

lebih sering masuk rumah sakit dan masa dirawat di rumah sakit lebih lama, hal

ini akan merugikan penderita secara ekonomi karena meningkatnya penderitaan

manusia dan kehilangan produktivitas serta biaya perawatan akan menjadi tinggi

(Depkes RI, 2011).

Bakteri dapat mengembangkan resistensi terhadap antibiotik, misalnya

bakteri yang awalnya sensitif terhadap antibiotik, kemudian menjadi resisten.

Resistensi ini menghasilkan perubahan bentuk pada gen bakteri yang disebabkan

oleh dua proses genetik dalam bakteri:

1. Mutasi dan seleksi (atau evolusi vertikal). Evolusi vertikal didorong

oleh prinsip seleksi alam. Mutasi spontan pada kromosom bakteri

Page 28: Bab 2 Farmakologi

30

memberikan resistensi terhadap satu populasi bakteri. Pada lingkungan

tertentu antibiotika yang tidak termutasi (non-mutan) mati, sedangkan

antibiotika yang termutasi (mutan) menjadi resisten yang kemudian

tumbuh dan berkembang biak.

2. Perubahan gen antar strain dan spesies (atau evolusi horisontal)

Evolusi horisontal yaitu pengambil-alihan gen resistensi dari organisme

lain. Contohnya, streptomises mempunyai gen resistensi terhadap

streptomisin (antibiotik yang dihasilkannya sendiri), tetapi kemudian

gen ini lepas dan masuk ke dalam E. coli atau Shigella sp

Beberapa bakteri mengembangkan resistensi genetik melalui proses mutasi

dan seleksi, kemudian memberikan gen ini kepada beberapa bakteri lain melalui

salah satu proses untuk perubahan genetik yang ada pada bakteri (Dep Kes

RI,1984).

Ada dua strategi pencegahan peningkatan bakteri resisten (Depkes RI,

2011):

1)Untuk selection pressure dapatdiatasi melalui penggunaan antibiotik

secarabijak ( prudentuse of antibiotics).

2)Untuk penyebaran bakteri resisten melalui plasmid dapat diatasi

dengan meningkatkan ketaatan terhadap prinsip-prinsip kewaspadaan

standar ( universal precaution).

2.2.7 Cara Pemberian Obat

1. Secara Oral Adalah obat yang cara pemberiannya melalui oral atau mulut.

Untuk cara pemberian obat ini relatif praktis,aman dan juga ekonomis.

Kekurangan dari pemberian obat secara oral adalah efek yang timbul biasanya

lambat, tidak efektif jika pasien sering muntah-muntah, diare, tidak sabaran,

tidak kooperatif, dan tentunya kurang disukai jika rasanya pahit.Apalagi jika

pasiennya adalah anak kecil(Anief,1984).

2. Secara Sublingual. Adalah pemberian obat yang ditaruh di bawah lidah.

Tujuannya adalah agar efek yang ditimbulkan bisa segera karena pembuluh

darah di bawah lidah merupakan pusat dari sakit. Kelebihan dari cara

Page 29: Bab 2 Farmakologi

31

pemberian obat dengan sublingual adalah efek obat akan terasa lebih cepat dan

kerusakan obat pada saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati

dapat dihindari. Contoh yang banyak ditemui dalam masyarakat adalah pasien

yang mempunyai penyakit jantung, seringkali memakai obat ini yang

dinamakan ISDN / Isosorbid Dinitrat(Anief,1984).

3. Secara Inhalasi. Adalah obat yang cara pemberiannya melalui saluran

pernafasan. Kelebihan dari pemberian obat dengan cara inhalasi adalah

absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar obat dapat terkontrol, terhindar dari

efek lintas pertama dan dapat diberikan langsung kepada bronkus / saluran

nafas. Untuk obat yang diberikan dengan cara inhalasi dalam bentuk gas atau

uap yang akan diabsorpsi dengan cepat melalui alveoli paru-paru serta

membran mukosa pada saluran pernapasan. Biasanya diberikan pada pasien-

pasien yang mengidap penyakit paru seperti Asma (Anief,1984).

4. Secara Rektal. Adalah obat yang cara pemberiannya melalui dubur atau anus.

Maksudnya adalah mempercepat kerja obat serta bersifat lokal dan sistematik.

Biasanya adalah obat pencahar atau obat agar bisa buang air besar. Biasanya

dalam lingkup Rumah Sakit pada pasien yang akan Operasi Besar ataupun

sudah lama tidak bisa buang air besar. Dan pemberian obat yang benar juga

harus diperhatikan(Anief,1984).

5. Secara Pervaginam. Adalah cara pemberian obat yang melalui vagina. Untuk

bentuk tidak jauh beda dengan pemberian secara rektal. Dan biasanya

diberikan pada pasien-pasien yang hamil dan mengalami pecah ketuban dan

diberikan agar merangsang kontraksi(Anief,1984).

6. Secara Parenteral. Adalah obat yang cara pemberiaannya tanpa melalui mulut

(tanpa melalui saluran pencernaan) tetapi langsung melalui pembuluh darah.

Contohnya adalah sediaan injeksi atau suntikan. Tujuan pemberian obat dengan

melalui parenteral ini adalah agar dapat langsung menuju sasaran dan efeknya

lebih cepat. Kelebihannya bisa untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah

dan tidak kooperatif. Akan tetapi cara pemberian obat dengan cara ini kurang

aman karena jika sudah disuntikan ke dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan lagi

jika terjadi kesalahan. Maka sebagai perawat biasanya dalam memberikan ini

Page 30: Bab 2 Farmakologi

32

benar-benar memperhatikan etiket obat serta nama obat dan cara

pemberiannya(Anief,1984).

7. Secara Topikal atau lokal. Adalah obat yang cara pemberiannya bersifat lokal,

misalnya tetes mata, salep, tetes telinga dan lain-lain(Anief,1984).

2.2.8 Interaksi Obat

Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain

(interaksi obat-obat) atau oleh makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain.

Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat digunakan

bersama-sama(Richard,1989).

Interaksi obat dan efek samping obat perlu mendapat perhatian. Sebuah

studi di Amerika menunjukkan bahwa setiap tahun hampir 100.000 orang harus

masuk rumah sakit atau harus tinggal di rumah sakit lebih lama dari pada

seharusnya, bahkan hingga terjadi kasus kematian karena interaksi dan/atau efek

samping obat. Pasien yang dirawat di rumah sakit sering mendapat terapi dengan

polifarmasi (6-10 macam obat) karena sebagai subjek untuk lebih dari satu dokter,

sehingga sangat mungkin terjadi interaksi obat terutama yang dipengaruhi tingkat

keparahan penyakit atau usia(Richard,1989).

Interaksi obat secara klinis penting bila berakibat peningkatan toksisitas

dan/atau pengurangan efektivitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila

menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang

rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat sitostatik. Selain

itu juga perlu diperhatikan obat-obat yang biasa digunakan bersama-sama

(Richard,1989).

Kejadian interaksi obat dalam klinis sukar diperkirakan karena : (Richard,1989)

a. Seringkali lolos dari pengamatan, karena kurangnya pengetahuan akan

mekanisme dan kemungkinan terjadi interaksi obat. Hal ini mengakibatkan

interaksi obat berupa peningkatan toksisitas dianggap sebagai reaksi

idiosinkrasi terhadap salah satu obat, sedangkan interaksi berupa penurunan

efektivitas dianggap diakibatkan bertambah parahnya penyakit pasien

Page 31: Bab 2 Farmakologi

33

b.  Kejadian atau keparahan interaksi obat dipengaruhi oleh variasi individual,

di mana populasi tertentu lebih peka misalnya pasien geriatric atau

berpenyakit parah, dan bisa juga karena perbedaan kapasitas metabolisme

antar individu. Selain itu faktor penyakit tertentu terutama gagal ginjal atau

penyakit hati yang parah dan faktor-faktor lain (dosis besar, obat ditelan

bersama-sama, pemberian kronik).

Mekanisme Interaksi Obat

Interaksi diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan dalam proses

farmakokinetik maupun farmakodinamik. Interaksi farmakokinetik ditandai

dengan perubahan kadar plasma obat, area di bawah kurva (AUC), onset aksi,

waktu paro dan sebagainya. Interaksi farmakokinetik diakibatkan oleh perubahan

laju atau tingkat absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Interaksi

farmakodinamik biasanya dihubungkan dengan kemampuan suatu obat untuk

mengubah efek obat lain tanpa mengubah sifat-sifat farmakokinetiknya. Interaksi

farmakodinamik meliputi aditif (efek obat A =1, efek obat B = 1, efek kombinasi

keduanya = 2), potensiasi (efek A = 0, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 2),

sinergisme (efek A = 1, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 3) dan antagonisme

(efek A = 1, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 0). Mekanisme yang terlibat

dalam interaksi farmakodinamik adalah perubahan efek pada jaringan atau

reseptor (Richard,1989).

2.2.9 Efek samping Obat

Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping,

oleh karena seperti halnya efek farmakologik, efek samping obat juga merupakan

hasil interaksi yang kompleks antara molekul obat dengan tempat kerja spesifik

dalam sistem biologik tubuh. Kalau suatu efek farmakologik terjadi secara

ekstrim, inipun akan menimbulkan pengaruh buruk terhadap sistem biologik

tubuh(Santoso,1987).

Pengertian efek samping dalam pembahasan ini adalah setiap efek yang tidak

dikehendaki yang merugikan atau membahayakan pasien (adverse reactions) dari

Page 32: Bab 2 Farmakologi

34

suatu pengobatan. Efek samping tidak mungkin dihindari/dihilangkan sama sekali,

tetapi dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor-

faktor risiko yang sebagian besar sudah diketahui. Beberapa contoh efek samping

misalnya: (Santoso,1987).

Reaksi alergi akut karena penisilin (reaksi imunologik),

Hipoglikemia berat karena pemberian insulin (efek farmakologik yang

berlebihan),

Osteoporosis karena pengobatan kortikosteroid jangka lama (efek samping

karena penggunaan jangka lama),

Hipertensi karena penghentian pemberian klonidin (gejala penghentian

obat - withdrawal syndrome),

Fokomelia pada anak karena ibunya menggunakan talidomid pada masa

awal kehamilan (efekteratogenik), dan sebagainya.

Masalah efek samping obat dalam klinik tidak dapat dikesampingkan begitu

saja oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi, misalnya:

Kegagalan pengobatan,

Timbulnya keluhan penderitaan atau penyakit baru karena obat (drug-

induced disease atau iatrogenic disease), yang semula tidak diderita oleh

pasien,

Pembiayaan yang harus ditanggung sehubungan dengan kegagalan terapi,

memberatnya penyakit atau timbulnya penyakit yang baru tadi (dampak

ekonomik),

Efek psikologik terhadap penderita yang akan mempengaruhi keberhasilan

terapi lebih lanjut misalnya menurunnya kepatuhan berobat(Santoso,1987).

Pembagian Efek Samping Obat

Efek samping obat dapat dikelompokkan/diklasifikasi dengan berbagai cara,

misalnya berdasarkan ada/tidaknya hubungan dengan dosis, berdasarkan bentuk-

bentuk manifestasi efek samping yang terjadi, dan sebagainya. Namun mungkin

pembagian yang paling praktis dan paling mudah diingat dalam melakukan

pengobatan adalah pembagian seperti pada Tabel 1 berikut. (Santoso,1987).

Page 33: Bab 2 Farmakologi

35

Tabel 1. Jenis-jenis efek samping obat

Efek samping yang dapat

Diperkirakan

Aksi farmakologi yang berlebih

Respon yang ditimbulkan karena

penghentian obat

Efek samping yang tidak berupa

efek samping farmakologi utama.

Efek farmakologi utamanya

seperti rasa mual, muntah dan

rasa ngantuk

Efek samping yang tidak dapat

Diperkirakan

Reaksi alergi

Reaksi idiosinkratik

yaitu efek samping yang tidak

lazim relatif sangat jarang terjadi

Efek Kerja Obat Pada Jantung

Jantung adalah sebuah organ yang memompa darah ke seluruh tubuh. Untuk

tetap sehat, jantung membutuhkan oksigen dan zat-zat gizi lain yang dibawa oleh

darah. Ini didapatkan melalui arteria (pembuluh darah) koroner, yang membungkus

bagian luar jantung. Hemoglobin dalam darah penderita tidak benar-benar

sempurna dalam membawa oksigen ke seluruh sistem saraf tubuh karena tubuh

kekurangan zat besi dalam darah maka keadaan itu menyebabkan irama jantung

menjadi upnormal / jantung berdebar-debar(Thay. 1991).

Efek Samping dari Over Dosis adalah adanya rasa nyeri yang menyerang

lambung, serta jantung yang berdebar kencang bahkan hilang kesadarannya.

Tujuan dari mengetahui kandungan obat adalh menghindari dari alergi terhadap

obat tersebut, misalnya obat sakit kepala dan obat batuk yang diminum sekaligus,

padahal keduanya mengandung parasetamol otomatis tubuh menerima asupan

parasetamol dalam dosis ganda(Thay. 1991).

Page 34: Bab 2 Farmakologi

36

Efek samping obat pada lambung kosong

Penghilang sakit,atau disebut analgetik,sering digunakan untuk

mengurangi sakit gigi.Banyak yg bisa menimbulkan efek samping.Diantaranya yg

sering adalah gangguan rasa tidak nyaman pada lambung, dan rasa mual.

Untuk mencegah efek samping ini,selalu minum obat setelah makan.Bila anda

tidak makan selama beberapa jam,maka akan muncul gejala seperti diatas.

Pasien2 biasanya bingung dengan efek samping ini,apakah karena alergi atau

terlalu peka terhadap suatu obat.Bila anda sudah mengikuti instruksi dan tetap

mengalami sakit atau mual,catat nama obatnya dan beritahu dokter gigi/dokter

umum.Ini akan membantu mereka untuk memilih obat lain untuk mengobati

penyakit umum/penyakit gigi.Yang harus dipertimbangkan adalah suatu kesalahan

untuk menunggu sampai sakit datang sebelum minum obat anti sakit.

Kenyataan,beberapa peneliti meyakini, bahwa lebih baik minum obat antisakit

sebelum atau selama kunjungan tertentu ke dokter gigi. Bila obat sudah ada dalam

badan kita,maka akan berkurang kemungkinan untuk kemudian merasakan sakit.

Jangan minum alkohol selama minum obat antisakit yg diresepkan dan hindari

tambahan obat lain tanpa persetujuan dokter. Juga tidak boleh menyetir mobil atau

menjalankan mesin. Karena beberapa obat akan mempengaruhi pikiran dan

pertimbangan kita(Thay. 1991).

Minum Obat tidak boleh menggunakan susu

Semua Jenis Susu Hampir semua orang suka minum susu, tapi walau

diklaim menyehatkan. Jangan pernah coba-coba meminum obat menggunakan air

susu. Kandungan zat di dalam susu akan mengurangi daya serap antibiotik dalam

tubuh sekaligus menghambat penyerapan beberapa komponen tertentu dalam obat.

Tidak hanya itu, kandungan kalsium pada susu juga dapat mengganggu efek obat.

Jadi saat mengkonsumsi obat, biasakanlah untuk menghindari konsumsi susu,

setidaknya hingga 4 jam kedepan. Jangan minum obat dengan susu, kata-kata itu

seringkali didengar atau diucapkan oleh masyarakat ketika ingin mengonsumsi

obat oral. Kenapa susu tidak boleh dicampur dengan obat?. Obat atau antibiotik

yang dikonsumsi secara oral bisa menjadi efektif bagi seseorang jika dikonsumsi

dan diserap dengan baik oleh tubuh. Obat oral harus diserap dari saluran

Page 35: Bab 2 Farmakologi

37

pencernaan hingga bisa masuk ke dalam aliran darah lalu dikirim ke daerah yang

sakit atau mengalami infeksi untuk pengobatan. Terdapat berbagai faktor yang

mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyerap obat dengan baik, termasuk

keasaman relatif di perut, ada atau tidaknya nutrisi lemak atau nutrisi lainnya,

serta apakah ada unsur-unsur tertentu di dalam tubuh seperti kalsium. Beberapa

obat seperti keluarga antibiotik yang mengandung tetrasiklik akan bereaksi

dengan susu. Kalsium yang terdapat dalam susu akan mengikat obat atau

antibiotik sehingga mencegah penyerapan obat tersebut di dalam tubuh. Selain itu

ada obat yang baik dikonsumsi setelah makan ataupun sesudah makan, hal ini

disebabkan makanan yang dikonsumsi tersebut bisa mempengaruhi penyerapan

obat. Karenanya menjadi hal yang sangat penting untuk mengikuti petunjuk

penggunaan yang tertera pada botol atau bungkus obat, serta masyarakat

sebaiknya selalu menanyakan kriteria obat yang dikonsumsinya pada apoteker

(Thay. 1991).

2.3 Dosis

2.3.1 Pengertian Dosis

Dosis (takaran) suatu obat ialah banyaknya suatu obat yang dapat

dipergunakan atau diberikan kepada seorang penderita baik untuk dipakai sebagai

obat dalam maupun obat luar (Tambayong .2002).

Ketentuan Umum FI edisi III mencantumkan 2 dosis yakni :

Dosis Maksimal ( maximum)

Berlaku untuk pemakaian sekali dan sehari. Penyerahan obat dengan dosis

melebihi dosis maksimum dapat dilakukan dengan membubuhi tanda seru dan

paraf dokter penulisan resep, diberi garis dibawah nama obat tersebut atau

banyaknya obat hendaknya ditulis dengan huruf lengkap(Tambayong .2002).

Dosis Lazim (Usual Doses)

Merupakan petunjuk yang tidak mengikat tetapi digunakan sebagai

pedoman umum (dosis yang biasa/umum digunakan). Yang tidak sesuai antara

umur dan berat badannya(Tambayong .2002).

Page 36: Bab 2 Farmakologi

38

2.3.2Macam – Macam Dosis

Ditinjau dari dosis (takaran) yang dipakai, maka dapat dibagi sebagai

berikut : (Tambayong .2002).

Dosis terapi

Adalah dosis (takaran) yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat

menyembuhkan si sakit.

Dosis maksimum

Adalah dosis (takaran) yang terbesar yang dapat diberikan kepada orang

dewasa untuk pemakaian sekali dan sehari tanpa membahayakan.

L.D.50 (Lethal Dose 50)

Adalah dosis (takaran) yang menyebabkan kematian pada 50% hewan

percobaan.

L.D.100 (Lethal Dose 100)

Adalah dosis (takaran) yang menyebabkan kematian pada 100 % hewan

percobaan

Daftar dosis maksimal menurut FI digunakan untuk orang dewasa berumur

20 - 60 tahun, dengan berat badan 58 – 60 kg. Untuk orang yang sudah berusia

lanjut dan pertumbuhan fisiknya sudah mulai menurun, maka pemberian dosis

lebih kecil dari pada dosis dewasa(Tambayong .2002).

Umur Dosis

Dosis untuk wanita hamil

Untuk wanita hamil yang peka terhadap obat-obatan sebaiknya diberi dalam

jumlah yang lebih kecil, bahkan untuk beberapa obat yang dapat mengakibatkan

abortus dilarang, juga wanita menyusui, karena obat dapat diserap oleh bayi

melalui ASI. Untuk anak dibawah 20 tahun mempunyai perhitungan khusus

(Tambayong .2002).

Dosis untuk anak dan bayi

Aturan pokok untuk memperhitungkan dosis untuk anak tidak ada, karena

itu beberapa tokoh mencoba untuk membuat perhitungan berdasarkan umur, bobot

badan dan luas permukaan (body surface ) sebagai patokan dapat kita ambil salah

satu cara sebagai berkut : (Tambayong .2002).

Page 37: Bab 2 Farmakologi

39

Menghitung Dosis Maksimum Untuk Anak

a) Berdasarkan Umur.

- Rumus YOUNG : n x dosis maksimal dewasa,

n+12

dimana n adalah umur dari anak 8 tahun kebawah.

- Rumus DILLING : n x dosis maksimal dewasa,

20

dimana n adalah umur dari anak 8 tahun kebawah.

- Rumus FRIED : n x dosis maksimal dewasa,

150

dimana n adalah umur bayi dalam bulan

b) Berdasarkan Berat Badan (BB)

- Rumus CLARK (Amerika) :

Berat badan anak dalam kg x dosis maksimal dewasa

150

atau

Berat Badan Anak dalam pound x dosis maksimal dewasa

68

- Rumus THERMICH ( Jerman ) :

Berat Badan Anak dalam kg x dosis maksimal dewasa (Tambayong .2002).

70

2.4 Resep

2.4.1 Pengertian Resep

Resep didefinisikan sebagai permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi

atau dokter hewan kepada apoteker pengelola apotek (APA) untuk

menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai dengan peratuan

perundangan yang berlaku. Resep yang benar adalah ditulis secara jelas,

dapat dibaca, lengkap dan memenuhi peraturan perundangan serta kaidah

yang berlaku(Tambayong .2002).

Page 38: Bab 2 Farmakologi

40

Unsur-unsur resep:

1. Identitas Dokter

Nama, nomor surat ijin praktek, alamat praktek dan rumah dokter penulis

resep serta dapat dilengkapi dengan nomor telepon dan hari serta jam praktek.

Biasanya sudah tercetak dalam blanko resep.

2. Nama kota (sudah dicetak dalam blanko resep) dan tanggal ditulis resep

3. Superscriptio Ditulis dengan symbol R/ (recipe=harap diambil). Biasanya

sudah dicetak dalam blanko. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan

obat/formula resep, diperlukan penulisan R/ lagi.

4. Inscriptio

Ini merupakan bagian inti resep, berisi nama obat, kekuatan dan jumlah obat

yang diperlukan dan ditulis dengan jelas

5. Subscriptio

Bagian ini mencantumkan bentuk sediaan obat (BSO) dan jumlahnya. Cara

penulisan (dengan singkatan bahasa latin) tergantung dari macam formula

resep yang digunakan.

Contoh:

- m.f.l.a. pulv. d.t.d.no. X

- m.f.l.a. sol

- m.f.l.a. pulv. No XX da in caps

6. Signatura

Berisi informasi tentang aturan penggunaan obat bagi pasien yaitu meliputi

frekuensi, jumlah obat dan saat diminum obat, dl .

Contoh: s.t.d.d.tab.I.u.h.p.c ( tandailah tiga kali sehari satu tablet satu jam

setelah makan)

7. Identitas pasien

Umumnya sudah tercantum dalam blanko resep (tulisan pro dan umur). Nama

pasien dicantumkan dalan pro. Sebaiknya juga mencantumkan berat badan

pasien supaya kontrol dosis oleh apotek dapat akurat(Tambayong .2002).

Page 39: Bab 2 Farmakologi

41

2.4.2 Tata Cara Penulisan Resep

Tidak ada standar baku di dunia tentang penulisan resep. Untuk Indonesia,

resep yang lengkap menurut SK Menkes RI No. 26/2981 (BAB III, pasal 10)

memuat:

1. Nama, alamat, Nomor Surat Ijin Praktek Dokter (NSIP)

2. Tanggal penulisan resep

3. Nama setiap obat/komponen obat

4. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep

5. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep

6. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan

jumlah melebihi dosis maksimum (Tambayong .2002).

2.4.3 Pedoman Penulisan Resep Dokter

1. Ukuran blanko resep (ukuran lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm)

2. Penulisan nama obat (Bagian Inscriptio):

a. Dimulai dengan huruf besar

b. Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope

Indonesia atau nomenklatur internasional) misal: ac. Salic; acetosal

c. Tidak ditulis dengan nama kimia (missal: kali chloride dengan KCl) atau

singkatan lain dengan huruf capital (missal clorpromazin dengan CPZ)

3. Penulisan jumlah obat

a. Satuan berat: mg (mil igram), g, G (gram)

b. Sataun volume: ml (mililiter), l (liter)

c. Satuan unit: IU/IU (Internasional Unit)

d. Penulisan jumlah obat dengan satuan biji menggunakan angkaRomawi.

Misal:

- Tab Novalgin no. XII

- Tab Stesolid 5 mg no. X (decem)

- m.fl.a.pulv. dt.d.no. X

e. Penulisan alat penakar:

Dalam singkatan bahasa latin dikenal:

C. = sendok makan (volume 15 ml)

Page 40: Bab 2 Farmakologi

42

Cth. = sendok teh (volume 5 ml)

Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)

Catatan: Hindari penggunaan sendok teh dan senok makan rumah tangga

karena volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk

sendok teh. Gunakan sendok plastik (5 ml) atau alat lain ( volume 5, 10, 15

ml) yang disertakan dalam sediaaan cair paten.

f. Arti prosentase (%)

0,5% (b/b) → 0,5 gram dalam 100 gram sediaan

0,5% (b/v) → 0,5 gram dalam 100 ml sediaan

0,5% (v/v) → 0,5 ml dalam 100 ml sediaan

g. Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,…; 0,0….; 0,00…)

4. a. Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang

beredar di pasaran dengan beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta

harus ditulis, misalkan Tab. Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 10 mg

b. Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari

sediaan jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal:

- Al erin exp. Yang volume 60 ml atau 120 ml

- Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube

5. Penulisan bentuk sediaan obat (merupakan bagian subscriptio) dituliskan

tidak hanya untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis

dan spesialistis

Misal: m.f.l.a.pulv. No. X

Tab Antangin mg 250 X

Tab Novalgin mg 250 X

6. Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura)

a. Harus ditulis dengan benar

Misal: S.t.d.d. pulv. I.p.c atau s.p.r.n.t.d.d.tab.I

b. Untuk pemakaian yang rumit seperti pemakaian ”tapering up/down”

gunakan tanda s.u.c (usus cognitus = pemakaian sudah tahu). Penjelasan

kepada pasien ditulis pada kertas dengan bahasa yang dipahami.

Page 41: Bab 2 Farmakologi

43

7. Setiap selesai menuliskan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup

(untuk 1 R/) atau tanda pemisah di antara R/ (untuk > 2R/) dan paraf/tanda

tangan pada setiap R/.

8. Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan

dan tindasan.

9. Penulisan tanda Iter (Itteretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne Iterretur/tidak

boleh diulang) Resep yang memerlukan pengulanagan dapat diberi tanda: Iter

n X di sebelah kiri atas dari resep untuk seluruh resep yang diulang. Bila tidak

semua resep, maka ditulis di bawah setiap resep yang diulang. Resep yang

tidak boleh diulang, dapat diberi tanda: NI di sebelah kiri atas dari resep

untuk seluruh resep yang tidak boleh diulang. Bila tidak semua resep, maka

ditulis di bawah setiap resep yang diulang.

10. Penulisan tanda Cito atau PIM

Apabila diperlukan agar resep segera dilayani karena obat sangat diperlukan

bagi penderita, maka resep dapat diberi tanda Cito atau PIM dan harus ditulis

di sebelah kanan atas resep (Tambayong .2002).

Contoh Resep dokter :

Gambar penulisan resep