farmakologi DBD

46
LAPORAN KASUS FARMASI TYPHUS ABDOMINALIS Oleh: Caesaria Christ H. G99122025 KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI

description

Farmakologi DBD

Transcript of farmakologi DBD

Page 1: farmakologi DBD

LAPORAN KASUS FARMASI

TYPHUS ABDOMINALIS

Oleh:

Caesaria Christ H.

G99122025

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR MOEWARDI

S U R A K A R T A

2014

Page 2: farmakologi DBD

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD)

atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan

oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti dengan manifestasi

klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam,

limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi

perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)

atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock

syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.1

B. Epidemiologi

Pada tahun 2005, virus dengue dan nyamuk aedes aegypti telah menyebar

di daerah tropis dimana terdapat 2.5 miliar orang berisiko terkena penyakit ini di

daerah endemik.2

Secara umum, demam dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian

lebih besar disbanding dengan infeksi arbovirus yang lainnya pada manusia.

Setiap tahun diperkirakan terdapat 50-100 juta kejadian infeksi dengue yang mana

Page 3: farmakologi DBD

ratusan ribu kasus demam berdarah dengue terjadi, tergantung dari aktifitas

epidemiknya.3

Depkes RI melaporkan bahwa pada tahun 2010 di Indonesia tercatat 14.875

orang terkena DBD dengan kematian 167 penderita. Daerah yang perlu

diwaspadai adalah DKI Jakarta, Bali,dan NTB.4

C. Faktor Risiko

Infeksi virus dengue pada manusia menyebabkan gejala dengan spektrum

luas, berkisar dari demam biasa sampai penyakit perdarahan yang serius. Pada

area endemik, infeksi dengue memiliki gejala klinis yang tidak spesifik, terutama

pada anak-anak. Gejala yang tampak hanya seperti infeksi virus pada umumnya.

Faktor risiko yang penting dan berpengaruh terhadap proporsi pasien yang

mengalami gejala yang berat selama transmisi endemik di antaranya strain dan

serotipe virus yang menginfeksi, status imunitas dari setiap individu, usia

penderita, faktor genetik dari pasien.5,6

D. Etiologi

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh

virus dengue termasuk grup B Arthropod borne virus (arboviruses) dan sekarang

dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis

serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Infeksi dengan salah satu

serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang

bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Keempat

jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.

Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan

dengan kasus berat.7,8

Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes

aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari.

Faktor risiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti

umur, status imunitas, dan predisposisi genetis. Vektor utama penyakit DBD

adalah nyamuk Aedes aegypti (diderah perkotaan) dan Aedes albopictus (didaerah

pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah :

Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih

Page 4: farmakologi DBD

Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,

WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti

kaleng, pot tanaman, tempat minum burung, dan lain – lain.

Jarak terbang ± 100 meter

Nyamuk betina bersifat ‘ multiple biters’ (mengigit beberapa orang karena

sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)

Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi

E. Patogenesis

Ada dua patofisiologi utama pada DBD, yaitu : pertama, meningkatnya

permeabilitas kapiler yang menghasilkan kebocoran plasma dan ini menyebabkan

hipovolemia, hemokonsentrasi serta renjatan; kedua, adanya hemostasis yang

abnormal, melibatkan perubahan pembuluh darah, trombositopeni dan

koagulopati.

1. Sistem vaskuler

Patofisiologi primer DBD adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler

yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga

menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma

menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post

mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi. Tidak

terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan

sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita

sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat,

menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD

melibatkan 3 faktor : perubahan vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi.

Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan

trombositopeni, dan banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram

yang abnormal. 9

Hemostasis yang abnormal menyebabkan bermacam-macam manifestasi

perdarahan. Mediator-mediator apa yang meningkatkan permeabilitas kapiler dan

bagaimana mekanisme phenomena perdarahan, belum dapat diidentifikasi.

Penyebab perdarahan pada DBD sangat komplek dan mungkin melibatkan satu

Page 5: farmakologi DBD

atau lebih dari trombositopeni, kerusakan pembuluh darah kecil, gangguan fungsi

trombosit dan diseminated intravasculan coagulation (DIC). Kerusakan trombosit

dapat secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh karena itu, pasien dengan

trombosit lebih dari 100.000/ mm3 mungkin didapat waktu perdarahan yang

memanjang. DIC terjadi pada renjatan berkepanjangan dan berat serta

menyebabkan perdarahan hebat dan irreversibel syok dengan prognosis buruk. 10

Manusia dapat terinfeksi 4 serotipe dengue selama hidup. Hampir semua

pasien DBD pernah terinfeksi dengan salah satu dari 4 serotipe virus dengue

sebelumnya, yang dikenal dengan hipotesa antibodi heterotipik. 10

Adanya ikatan antigen-antibodi (komplek antibodi-virus) ini dalam

sirkulasi darah akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :

a. Agregasi trombosit melepaskan ADP dan mengalami metamorfosis yang

kemudian kehilangan fungsi sehingga dimusnahkan sistem retikulo endotel

dengan akibat trombositopeni hebat dan perdarahan. Disamping itu trombosit

yang mengalami metamorfosis melepaskan faktor trombosis ke-3 yang

mengakibatkan sistem pembekuan.

b. Aktifasi faktor Hageman (faktor XII) akan mengakibatkan sistem pembekuan

dengan akibat terjadinya pembekuan intravaskuler yang sangat luas. Dalam

proses ini plasminogen menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan

anafilatoksin menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan

anafilatoksin dan penghancuranfibrin menjadi fibrin degradation product.

Disamping itu aktifasi faktor XII menggiatkan sistem kinin yang berperan

meningkatkan permeabilitas kapiler, menurunnya faktor pembekuan yang

disebabkan aktifasi sistem pembekuan dan kerusakan hati akan menambah

beratnya perdarahan. 7

Page 6: farmakologi DBD

Skema 1. Patofisiologi DBD

F. Gambaran Klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau

dapat berupa demam yang tidak khas, demam, demam berdarah dengue, atau

syndrome syok dengue (SSD).

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti

oleh fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam,

akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat

pengobatan yang adekuat.1 Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang

disertai bintik-bintik perdarahan di farings dan konjungtiva. Penderita juga sering

mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan dan

nyeri seluruh perut.

Page 7: farmakologi DBD

DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa

penderitanya, ditandai oleh :

demam tinggi yang terjadi tiba-tiba

manifestasi perdarahan

hepatomegali/pembesaran hati kadang-kadang terjadi syok manifestasi

perdarahan pada DHF dimulai dari tes torniquet positif dan bintik-bintik

perdarahan di kulit (ptechiae). Ptechiae ini bisa terlihat di seluruh anggota

gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi perdarahan hidung, perdarahan

gusi, perdarahan dari saluran cerna dan perdarahan dalam urin.

G. Diagnosis11

Diagnosis dari infeksi dengue dapat ditegakkan melalui tes laboratorium

dengan cara mengisolasi virus, mendeteksi sequence RNA-spesifik virus dengue

dengan tes amplifikasi nukleotida, atau dengan mendeteksi antibody pada serum

pasien.

Langkah diagnostik demam dengue dapat dilakukan melalui:

1. Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka

demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,

jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis

relative disertai gambaran limfosit plasma biru.

Diangnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)

ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse

Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih

rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap

dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG lebih banyak.

Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :

Leukosit

Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemukan limfositosis

relative (>45% dari leukosit) disertai adanya lifosit plasma biru (LPB) > 15%

dari jumlah total leukosit pada fase syok akan meningkat.

Page 8: farmakologi DBD

Trombosit

Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

Hematokrit

Kebocoran plasma dibuktikan peningkatan hematokrin ≥ 20% dari hematokrin

awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam

Hemostasis

Dilakukan pemeriksaan AP, APTT, Fibrinogen, D- Dimer atau FDP pada

keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

Protein/albumin

Dapat terjadi hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma

Elektrolit

Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

Serelogi

Dilakukan pemeriksaan serologi IgM dan IgG terhadap dengue, yaitu:

- IgM muncul pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang

setelah 60-90 hari

- IgG terdeteksi mulai hari ke 14 (infeksi primer), hari ke 2 (infeksi

sekunder).

NS1

Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama sampai hari

kedelapan. Sensitivitas sama tingginya dengan spesitifitas gold standart kultur

virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus

dengue.

2. Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didpatkan efusi pleura, terutama pada hematoraks kanan

tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai kedua

hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral

dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi

pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

Page 9: farmakologi DBD

Masa inkubasi dalam tubuh mausia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),

timbuk gejala prodormal yag tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang,

belakang dan perasaan lelah.

Klasifikasi derajat penyakit Infeksi Virus Dengue, dapat dilihat pada table

berikut:

DD/DBD Derajat Gejala Lab

DD Demam disertasi

2 atau lebih

tanda : sakit

kepala, nyeri

retro-orbital,

mialgia, artralgia

Leukopenia

Trombositopenia,

tdk ada kebocoran

plasma

Serologi

dengue

(+)

DBD I Gejala diatas,

ditambah dgn uji

bendung (+)

Trombositopenia

(<100.000), bukti

ada kebocoran

plasma

II Gejala diatas,

ditambah dgn

perdarahan

spontan

Trombositopenia

(<100.000), bukti

ada kebocoran

plasma

III Gejala diatas

ditambah

dengan

kegagalan

sirkulasi (kulit

dingin dan

lembab, serta

gelisah)

Trombositopenia

(<100.000), bukti

ada kebocoran

plasma

IV Syok berat

disertai dengan

Trombositopenia

(<100.000), bukti

Page 10: farmakologi DBD

tekanan darah

dan nadi tidak

terukur

ada kebocoran

plasma

Sementara untuk diagnosis Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah

ditemukannya semua kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi

dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤20 mmHg),

hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.

H. Diagnosis banding

1. Pada awal perjalanan penyakit,

diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau protozoa seperti

demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya,

leptospirosis dan malaria.

2. Idiopatic Thrombocytopenic

Purpura (ITP)

3. Perdarahan seperti petekie dan

ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi, misalnya sepsis,

meningitis meningokokus; leukemia atau anemia aplastik.12

I. Tata Laksana

Protokol dibagi dalam 5 kategori :

1. Protokol 1: Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa tanpa Syok

Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam pemberian pertolongan pertama

pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan

juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan

pemeriksaan hemonglonin (Hb), hematokrin (Ht), dan trombosit, bila :

Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien

dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik

dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemriksaan Hb, Ht, leukosit dan

Page 11: farmakologi DBD

trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera

kembali ke Unit Gawat Darurat.

Hb, Ht normal tetapi trombosit , 100.000 dianjurkan untuk dirawat

Hb, Ht meningkat dan tombosit normal atau turun juga dianjurka untuk

dirawat

2. Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruanag

Rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masih dan tanpa

syok maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah

seperti rumus berikut ini :

Volume cairan kristaloid / hari yang diperkukan, sesuai rumus berikut :

1500+ (20 x (BB dalam kg – 20 )

Setelah pemberian cairan dilakukan dilakukan pemberian Hb, Ht tiap 24

jam:

Bila Hb, Ht meningkan 10-20% dan tombosit < 100.000 jumlah

pemberian cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht,

trombo dilakukan tiap 12 jam.

Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit <100.000 maka pemberian

cairan sesuai dengan protocol penatalaksanaan DBD dengan

peningkatan Ht >20%.

3. Protokol 3. Penatalaksaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%

Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit

cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah

dengan memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien

kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi

perbaikkan perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrin turun,

frekuensi nadi turun tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka

jumlah cairan infuse dikurangimenjadi 5 ml/KgBB/jam. Dua jam kemudian

Page 12: farmakologi DBD

dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan

perbaikkan maka jumlah cairan infuse dikurangi 3ml/KgBB/jam. Bila dalam

pemantauan keadaan tetap membaik cairan dapat dihentikan24-48 jam

kemudian.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/KgBB/jam dalam tapi

keadaan tetap tidak membaik, yang ditndai dengan Ht dan nadi meningkat,

tekanan nadi menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus

menaikkan jumlah cairan infuse menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam

kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan

perbaikkan maka jumlah cairan dikuarangi menjadi 5 ml/KgBB/jam tetapi

bila keadaan tidak menunjukkan perbaikkan maka jumlaah cairan infuse

dinaikkan 15ml/KgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi

menjadi memburuk dan didapatkn tanda-tanda syok maka pasien

ditananganisesuai protocol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa.

Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi

pemberian cairan

4. Protokol 4. Penatalaksaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah :

perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan

tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau

hematoskesia), perdarahan saluran kencing ( hematuria, perdarahan otak

atau perdarahan sembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5

ml/KgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian

cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan TD, nadi,

pernapasan, dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan

kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris

didapatkan tanda-tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Taranfusi

komponen darah diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan

defisiensi factor-faktor pembekuan darah (PT dan aPTT) yang memanjang),

Page 13: farmakologi DBD

PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya

diberikan pada pasien DBD yang perdarahan spontan dan massif dengan

jumlah tromboit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID

5. Protokol 5. Tatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

Bila berhadapan dengan SSD maka hal pertama yang harus diingat adalah

renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan

dilakukan intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka

kematian SSD 10 kali lipat dibandingakan dengan penderita DBD tanpa

renjatan. Dan renjatan dapat terjadi karena kerelambatan penderita DBD

mendapat pertolongan.

Pada kasus SSD cairan kritaloid adalah pilihan utama yang diberikan.

Penderita juga diberikan O2 2-4 liter/menit. Pemeriksaan yang harus

dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostalisi,

analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan

kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB dan

evaluasi 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi ( ditandai dengan TD

sistolik 100mmHg dan tekanan nadi > 20mmHg, frekuensi nadi <100

x/menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak

pucat srta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi 7

ml/kgBB/jam. Biala dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil

pemberian cairan menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila dam waktu 60-120 menit

keadaan tetap stabil pemberian cairan dikurangi 3 ml/kgBB/jam. Bila 23-48

jam setelag renjatan teratasi tanda-tanda vital, hematokrin tetap stabil srta

dieresis cukup maka pemberian cairan perinfus dihentikan.

Pengawan dini tetap dilakukan tertama dalam 24 jam pertama sejak terjadi

renjatan. Oleh karena itu untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi

dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital, pembesaran hati, nyeri

tekan didaerah hipokondrium kana dan epigastrium serta jumlah dieresis

Page 14: farmakologi DBD

(diusahakan 2ml/kgBB/jam). Pemantauan DPL dipergunakan untuk

pemantauan perjalanan penyakit.

Bila fase awal pemberian ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberan

cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30ml/kgBB, dan kemudian

dievaluasi setelah 20-30 menit.

Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai Ht.

Bila Ht meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka

pemberian cairan koloid merupakan pilihan.

- Pemberian koloid mula-mula diberikan 10-20ml.kgBB dan

dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi

maka pemantaun cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral,

dan pmberian dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB

( maksimal 1-1,5µ/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-

18cmH2O

- Bila keadaan belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan

koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia,

anemia, KID, infeksi sekunder.

- Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapu

renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik /

vasopresor.

Bila Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka

pada penderita diberikan transfuse darah segar 10ml/kgBB dan dapat

diulang sesuai kebutuhan.

J. Prognosis

Pada DBD/DSS mortalitasnya cukup tinggi

Page 15: farmakologi DBD

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Sdr. S

Umur : 22 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh Pabrik

Alamat : Watu Tumpuk, Karanganyar

No. CM : 01115681

II. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Badan panas

B. Riwayat penyakit sekarang

Sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh panas

seluruh badan, panas dirasakan terus-menerus, panas mendadak tinggi, pasien

mengeluhkan keringat dingin (+), menggigil (-).

Pasien juga megeluhkan badan merasa lemas, lemas dirasakan terus-

menerus, tidak berkurang dengan makan atau minum manis. Pasien juga

mengeluh nggliyer dan pusing berkunang-kunang jika ada perubahan posisi

terutama dari posisi tidur ke duduk atau berdiri. Tidak didapatkan keluhan

telinga berdenging, pandangan mata kabur atau gusi berdarah.

Pasien BAB 1x sehari, konsistensi lunak warna kuning kecoklatan,

BAB warna hitam (-), mual (-), muntah darah (-). Pasien BAK 2-3x/ hari, @

½ - 1 gelas belimbing. Pasien tidak merasa anyang-anyangan. BAK pasien

berwarna kuning. Tidak didapatkan darah, nyeri saat BAK, BAK tidak tuntas,

maupun BAK pasir.

Page 16: farmakologi DBD

C. Riwayat penyakit dahulu

1. Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal

2. Riwayat sakit gula : Disangkal

3. Riwayat mondok : Disangkal

4. Riwayat sakit jantung : Disangkal

5. Riwayat sakit ginjal : Disangkal

6. Riwayat sakit asma : Disangkal

7. Riwayat alergi : Disangkal

D. Riwayat penyakit keluarga

1. Riwayat keluhan serupa : Disangkal

2. Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal

3. Riwayat sakit gula : Disangkal

4. Riwayat asma : Disangkal

5. Riwayat sakit jantung : Disangkal

E. Riwayat Kebiasaan

1. Riwayat merokok : Disangkal

2. Riwayat minum alkohol : Disangkal

3. Riwayat minum jamu : Disangkal

4. Riwayat minum obat-obatan : Disangkal

F. Riwayat Perkawinan dan Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang laki-laki, belum menikah. Pasien bekerja sebagai

buruh pabrik. Saat ini, pasien berobat dengan biaya BPJS.

G. Riwayat Gizi

Sebelum sakit, penderita makan teratur tiga kali sehari dengan nasi,

sayur, makan daging, telur dan ikan, tahu, dan tempe.

Page 17: farmakologi DBD

H. Anamnesis Sistem

1. Kepala : Sakit kepala (-), pusing (-), nggliyer (+), jejas (-),

leher kaku (-)

2. Mata : Penglihatan kabur (-), pandangan ganda (-),

pandangan Berputar (-), berkunang kunang

(+), mata kuning (-)

3. Hidung : Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)

4. Telinga : Pendengaran berkurang (-), berdenging (-), keluar

cairan (-), darah (-)

5. Mulut : Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir

pecah-pecah (-), gusi berdarah (-), mulut kering

(-)

6. Tenggorokan : Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-)

7. Sistem respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-), dahak (-), batuk darah

(-), mengi (-)

8. Sistem kardiovaskuler :Sesak nafas (-), nyeri dada (-), berdebar-debar (-)

9. Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), perut sebah (-), diare (-),

nyeri seluruh perut (-), nafsu makan menurun

(+), sakit perut (-), susah berak (-), berak darah

(-),

10. Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-),

badan lemas (+)

11. Sistem genitourinaria : Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-), keluar

darah (-), kencing nanah (-), sulit memulai

kencing (-), warna kencing kuning pekat

12. Ekstremitas:

Atas : Luka (-), ujung jari terasa dingin (-), kesemutan

(-), bengkak(-), sakit sendi (-), panas (-),

berkeringat (-)

Page 18: farmakologi DBD

Bawah : Luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-),

kesemutan di kedua kaki (-), sakit sendi (-),

bengkak (-)

13. Sistem neuropsikiatri :Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-), mengigau

(-), emosi tidak stabil (-)

14. Sistem Integumentum :Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-),bercak merah

kebiruan di tangan (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 7 Mei2014.

1. Keadaan umum : sakit berat, compos mentis, gizi kesan kurang

2. Tanda vital :

Tekanan darah : 110/60 mmHg

Frekuensi nafas : 24 x/menit, kussmaul (-), cheyne stokes (-)

Nadi : Frekuensi 100 x/menit, reguler, isi dan tegangan

cukup, equal

Heart rate : 100 x/menit, pulsus defisit (-)

Suhu : 39 0C per axiller

3. Status Gizi : BB 50 kg

TB 170 cm

BMI 50/(1,7)2 = 17.3 kg/m2 kesan berat badan kurang

4. Kulit : Uji tourniquet (+), ikterik (-), ekhimosis di kaki (-),

turgor (N), kulit kering (-), hematoma di tangan (-).

5. Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam beruban,

mudah rontok (-), mudah dicabut (-), luka (-)

6. Wajah : Moon face (-), atrofi musculus temporalis (-),

oedem (-)

7. Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),

perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor

dengan diameter 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+)

Page 19: farmakologi DBD

normal, edema palpebra (-/-), strabismus (-/-), lensa

keruh (-/-)

8. Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-)

gangguan fungsi pendengaran (-/-)

9. Hidung : Epistaksis (-), nafas cuping hidung (-), sekret (-),

fungsi pembau baik

10. Mulut : Sianosis (-), gusi berdarah (-), mukosa basah (+),

bibir kering (-), sariawan (-), pucat (-), lidah kotor

(-), tepi lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), papil

lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-), pharyng

hiperemis (-) tonsil (T1/T1).

11. Leher : JVP normal (R+2 cm); trakea di tengah, simetris;

pembesaran limfonodi (-)

12. Thoraks : Bentuk normochest, simetris, atrofi musculus

pectoralis (-/-), spider nevi (-), ginecomastia (-),

retraksi interkostalis (-), retraksi supraklavikula (-),

pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar (-),

pembesaran kelenjar getah bening aksilla(-), rambut

ketiak rontok (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tampak di SIC V linea midclavicularis

sinistra

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi :

Batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra

Batas kiri bawah : SIC V 1cm medial linea mediclavicularis

sinistra

Batas kanan atas : SIC II linea sternalis dextra

Batas kanan bawah : SIC IV linea sternalis dextra

Pinggang jantung : SIC III linea parasternalis sinistra

Kesan batas jantung tidak melebar

Page 20: farmakologi DBD

Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas murni, reguler, HR 75

x/menit, bising (-), gallop (-).

Pulmo

Inspeksi Statis : Normochest, simetris, sela iga tidak melebar,

iga tidak melebar

Dinamis : Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga

tidak melebar, retraksi interkostalis (-),

retraksi supraklavikula (-).

Palpasi Statis : Simetris

Dinamis : Pergerakan kanan = kiri

Fremitus raba kiri = kanan

Perkusi Kanan : Sonor, batas relatif paru hepar SIC V

Kiri : Sonor, mulai redup pada batas paru jantung

Batas paru lambung SIC VIII linea axillaris

anterior sinistra

Auskultasi Kanan : Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan

wheezing (-), ronki basah kasar (-), ronki

basah halus (-)

Kiri : Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan

wheezing (-), ronki basah kasar (-), ronki

basah halus (-)

13. Abdomen

Inspeksi : Dinding sejajar dengan dinding dada, distensi (-) ,

venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), vena kolateral (-),

hernia umbilikalis (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Timpani, liver span 8 cm, pekak alih (-), pekak sisi (+)

normal, undulasi (-), puddle sign (-). Area troube pekak.

Palpasi : Supel (-), nyeri tekan (-), murphy sign

(-),hepar tidak teraba, lien tidak teraba

14. Punggung : Kifosis (-), lordosis (-), skoliosis(-), nyeri ketok

Page 21: farmakologi DBD

kostovertebra (-) bengkak (-).

15. Genitourinaria : Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)

16. Kelenjar getah bening inguinal: KGB inguinal tidak membesar

17. Ekstremitas :

Akral dingin Oedema

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium darah

Pemeriksaan 5/3 Satuan Nilai Rujukan

Hb10

gr/dlLk : 13,5-18.,00Pr : 12,0-16,0

Hct50.8

%Lk : 40-54Pr: 38-47

Jumlah Eritrosit 5106/ul

Lk : 4,6-6,2Pr : 4,2-5,4

Jumlah Leukosit 7,8 103/ul 4,5-11Jumlah Trombosit 80 103/ul 150-440

Gol darah

MCV 82,67 /um 80,0-96,0MCH 27,16 pg 28,0-33,0

MCHC 32,8 g/dl 33,0-36,0RDW 20,3 % 11,6-14,1HDW 4,5 g/dl 2,2-3,2MPV 8,4 fl 7,2-11,1PDW 64 % 25-65

Eosinofil % 0,00-4,00Basofil % 0,00-2,00Netrofil % 55,00-80,00Limfosit % 22,00-44,00Monosit % 0,00-2,00

PT 13,3 detik 10,0-15,0APTT 31,3 detik 20,0-40,0INR 0,970

GDS mg/dl 80-140Ureum 34 mg/dl 10-50

Kreatinin 1,0 mg/dl 0,7-1,3

- -

- -

- -

- -

Page 22: farmakologi DBD

ElektrolitNaKCl

Ca ion

1374

115

mmol/Lmmol/Lmmol/Lmmol/L

136-1463,5-5,198-106

1,17-1,29HbsAg

Dengue IgG +Dengue IgM +

Ig M salmonella -

V. DAFTAR ABNORMALITAS

1.Panas 7 hari

2.Keringat dingin

3.Lemas

4.Pusing

5.Pandangan berkunang-kunang

Pemeriksaan Fisik

6.Suhu 39o C

7.Konjungtiva pucat

Pemeriksaan Penunjang

8. Penurunan Hb dan AE

9. Peningkatan Hct

10. Penurunan angka trombosit

11. Ig G dan Ig M dengue positif

VI. RENCANA PEMECAHAN MASALAH

Problem 1. Dengue Hemorragic Fever Grade II

Ass : Penatalaksanaan: Kegawatan

Ip Dx : -

Ip Tx : Bedrest total

Diet lunak TKTP 1700 kkal

IVFD RL 2100 ml/ hari

Paracetamol tab 500 mg (jika panas)

Page 23: farmakologi DBD

Ip Mx : Tanda vital, balance cairan, hemoglobin, hematokrit, trombosit

Ip Ex : Penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang penyakitnya

Prognosis : Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

Tujuan Penggunaan Obat

1. Penggantian cairan : IVFD RL 2100 ml / hari

2. Antipiretik : paracetamol diberikan jika panas

Resep :

R/ Ringer Laktat inf. flab No. V

Cum infus set No. I

IV catheter no. 22 No. I

imm

R/ Paracetamol tab mg 500 No IV

prn (1-4) dd tab I agrediente febre

Pro : Tn S ( 22 th )

Page 24: farmakologi DBD

BAB III

PEMBAHASAN OBAT

A. Ringer laktat

Injeksi Ringer laktat adalah larutan steril dari Kalsium klorida, Kalium

klorida, Natrium klorida dan Natrium laktat dalam Air untuk injeksi. Injeksi

Ringer laktat tidak boleh mengandung bahan antimikroba. 

Ringer laktat termasuk cairan kristaloid yaitu larutan dengan air

(aqueous) yang terdiri dari molekul-molekul kecil yang dapat menembus

membran kapiler dengan mudah. Biasanya volume pemberian lebih besar,

onset lebih cepat, durasinya singkat, efek samping lebih sedikit dan harga

lebih murah.Yang termasuk cairan kristaloid antara lain salin (salin 0,9%,

ringer laktat, ringer asetat), glukosa (D5%, D10%, D20%), serta sodium

bikarbonat. Masing-masing jenis memiliki kegunaan tersendiri, dimana salin

biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh sehari-hari dan saat

kegawat daruratan, sedangkan glukosa biasa digunakan pada penanganan

kasus hipoglikemia, serta sodium bikarbonat yang merupakan terapi pilihan

pada kasus asidosis metabolik dan alkalinisasi urin.

Mekanisme secara umum larutan kristaloid menembus membran

kapiler dari kompartemen intravaskuler ke kompartemen interstisial,

kemudian didistribusikan ke semua kompartemen ekstra vaskuler. Hanya

25% dari jumlah pemberian awal yang tetap berada intravaskuler, sehingga

penggunaannya membutuhkan volume 3-4 kali dari volume plasma yang

hilang. Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah cairan

kedalam pembuluh darah dengan segera dan efektif untuk pasien yang

membutuhkan cairan segera.

Cairan kristaloid bersifat mudah keluar dari intravaskuler, terutama

pada kasus dimana terjadi peningkatan resistensi kapiler seperti pada sepsis.

Pada kondisi tersebut, penting untuk dipikirkan penggantian cairan yang

memiliki molekul lebih besar, yaitu jenis koloid.

Page 25: farmakologi DBD

Keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah komposisi

elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung

cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan

menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di plasma

darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi

untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk

menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik

termasuk syok perdarahan.

Indikasi pemberian ringer laktat adalah untuk mengembalikan

keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok hipovolemik.

Ringer laktat menjadi kurang disukai karena memiliki efek samping

hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan

penumpukan asam laktat yang tinggi akibat metabolisme anaerob.

Kontraindikasi pemberian ringer laktat yitu hipernatremia, kelainan

ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.

B. Paracetamol

Nama obat Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang

mempunyai sifat antipiretik / analgesik.

Sifat antipiretiknya disebabkan oleh gugus aminobenzen

dan mekanismenya diduga berdasarkan efek

sentral. Parasetamol memiliki sebuah cincin benzena,

tersubstitusi oleh satu gugus hidroksil dan atom nitrogen

dari gugus amida pada posisi para (1,4). Senyawa ini

dapat disintesis dari senyawa asal fenol yang

dinitrasikan menggunakan asam sulfat dan natrium

nitrat. Parasetamol dapat pula terbentuk apabila senyawa

4-aminofenol direaksikan dengan senyawa asetat

anhidrat.

Sifat analgesik Parasetamol dapat menghilangkan rasa

Page 26: farmakologi DBD

nyeri ringan sampai sedang. Paracetamol sebagai

analgetik memiliki khasiat sama seperti aspirin atau

obat-obat non steroid antiinflamatory drug (NSAID)

lainnya. Seperti aspirin, parasetamol berefek

menghambat prostaglandin (mediator nyeri) di otak

tetapi sedikit aktivitasnya sebagai penghambat

postaglandin perifer. Namun, tak seperti obat-obat

NSAIDs.

Sifat antiinflamasinya sangat rendah sehingga tidak

digunakan sebagai antirematik. Pada penggunaan per

oral, Parasetamol diserap dengan cepat melalui saluran

cerna. Kadar maksimum dalam plasma dicapai dalam

waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian.

Parasetamol diekskresikan melalui ginjal, kurang dari

5% tanpa mengalami perubahan dan sebagian besar

dalam bentuk terkonjugasi.

Karena Parasetamol memiliki

aktivitas antiinflamasi (antiradang) rendah, sehingga

tidak menyebabkan gangguan saluran cerna maupun

efek kardiorenal yang tidak menguntungkan. Karenanya

cukup aman digunakan pada semua golongan usia.

Dosis Dewasa Dosis umum untuk orang dewasa adalah 500 mg sampai

1000mg setiap empat jam serta dikonsumsi tidak lebih

dari 10 hari.

Dosis anak analgesik, antipiretik: oralDosis anak 6-12 bulan 60

mg/kali, maks. 6 kali sehari; 1-6 tahun 60-120 mg/kali,

maks. 6 kali/hari; 6-12 tahun 150-300 mg/kali, maks. 1,2

g/hari; dewasa 300 mg 1 g/kali, maks. 4 g/hariSediaan :

tab. 100 mg, 500 mg; sir. 120 mg/5 ml

Kontraindikasi Pasien dengan riwayat gangguan fungsi hati dan ginjal

Page 27: farmakologi DBD

Interaksi Obat Paracetamol sering dikombinasikan dengan aspirin

untuk mengatasi rasa nyeri pada rematik sebab

paracetamol tidak mempunyai efek anti inflamasi seperti

aspirin sehingga bila kedua obat ini digabung maka akan

didapatkan sinergi pengobatan yang bagus pada

penyakit rematik. Paracetamol aman diberikan pada

wanita hamil dan menyusui namun tetap dianjurkan

pada wanita hamil untuk meminum obat ini bila benar

benar membutuhkan dan dalam pengawasan dokter.

Paracetamol dikombinasikan dengan opiod codein.

Paracetamol dokombinasikan dengan codein dan

penenang (syndol atau mersyndol). Parasetamol

umumnya digunakan untuk mengobati demam, sakit

kepala, dan rasa nyeri ringan. Senyawa ini bila

dikombinasikan dengan obat anti inflamasi non steroid

(NSAID) atau obat pereda nyeri opioid, dapat digunakan

untuk mengobati nyeri yang lebih parah.

Perhatian Sesuaikan dosis pada pasien dengan gagal ginjal dan

alkoholik

Page 28: farmakologi DBD

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Demam Berdarah

Dengue. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Gubler, DJ: Epidemic dengue/dengue hemorrhagic fever as a public

health, social and economic problem in the 21st century. Trends

Micriobiol 10:100, 2002.

3. World Health Organization: Strengthening implementation of the global

strategy for dengue fever/dengue haemorrhagic fever prevention and

control. Report of the Informal Consultation, World Health Organization,

October 18–20, 1999, Geneva, 2000.

4. Departemen Kesehatan RI. Data Surveilans tahun 1994. Jakarta, 1995

p43. Data Surveialns tahun 1996. Ditjen P2M Direktorat Epidemiologi dan

Imunisasi Subdirektorat Surveilans. Jakarta: Departemen Kesehatan RI;

2996. P. 37.

5. World Health Organization: Dengue Hemorrhagic Fever: Diagnosis,

Treatment and Control, 2nd ed. Geneva, World Health Organization, 1997.

6. Gubler DJ: Dengue and dengue hemorrhagic fever. Clin Microbiol Rev

11:480, 1998.

7. Sri Rejeki HH, 2002. Demam Berdarah Dengue. Naskah Lengkap

Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis

Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD. Balai Penerbit FK UI.

Jakarta

8. Staf Medis Fungsional Ilmu Penyakit Dalam RSDM, 2004. Standar

Pelayanan Medis Kelompok Staf Medis Ilmu Penyakit Dalam. RSUD Dr,

Moewardi. Surakarta

9. Soegijanto S, 2006. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus

Dengue. http://www . pediatrik.com

Page 29: farmakologi DBD

10. Price D, 2006. Dengue Fever. www.emedicine.com/emerg/byname/

dengue-fever.htm

11. Guzman MG, Kouri G: Dengue diagnosis, advances and challenges. Int J

Infect Dis 8:69, 2004.

12. Hendarwanto, 2007. Demam Berdarah Dengue dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, jilid 1, ed. 3., editor : Aru W Sudoyo. Balai Penerbit FK

UI. Jakarta.