BAB 2 dan 3 BPH
-
Upload
edwardi-bin-mohd-daud -
Category
Documents
-
view
54 -
download
2
Transcript of BAB 2 dan 3 BPH
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Benigna prostat hiperlasia (BPH) adalah pembesaran progresif dari kelenjar
prostat (secara umum pada pria tua lebih dari 50 tahun) menyebabkan derajat
obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius. (Marilyn E. Doenges. 1999).
Benigna prostat hiperlasia (BPH) adalah kondisi patologis yang paling umum
pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada
pria di atas usia 60 tahun. (Brunner dan Suddarth. 2001).
Benigna prostat hiperlasia (BPH) adalah pertumbuhan dari nodul- nodul
fibroadenomatosa majemuk dalam prostat. (Sylvia A. Prince. 2005).
Benigna prostat hiperlasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat yang
non-neuplastik, yang sering terjadi setelah umur 50 tahun. (J.C.E Underwood. 1999).
Dari empat pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa benigna prostat
hiperlasia adalah pembesaran progresif kelenjar prostat dan penyebaran yang biasa
menimbulkan gangguan pembuangan produksi urine pada pria dewasa tua lebih dari
50 tahun
B. ANATOMI FISIOLOGI
Pada pria, beberapa organ berfungsi sebagai bagian dari traktrus urinarius
maupun sistem reproduksi. Kelainan pada organ-organ reproduksi pria dapat
menganggu salah satu atau kedua sistem. Akibatnya, penyakit sistem reproduksi pria
biasanya ditangani oleh ahli urology. Struktur dari sistem reproduksi pria adalah
testis, vas deferen (duktus deferen) vesika seminalis, penis, dan kelenjar asesori
tertentu, seperti kelenjar prostat dan kelenjar cowper (kelenjar bulbouretral). Organ
genetalia pria terdiri dari 6 komponen yaitu :
5
a. Testis dan epididymis.
b. Duktus deferen..
c. Vesikula seminalis.
d. Duktus ejakulatorius dan penis.
e. Prostat.
f. Kelenjar bulbo-uretra.
Prostat adalah organ genetalia pria yang terletak di sebelah interior buli-buli,
di depan rectum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri
dengan ukuran 3 x 4 x 2,5 cm dan beratnya 20 gram. Sebagian prostat mengandung
kelenjar grandular dan sebagian lagi otot involuter dan menghasilkan suatu cairan
yang di sebut semen, yang basa dan mendukung nutrisi sperma. Cairan prostat
merupakan kurang lebih 25% dari seluruh volume ejakulat. Jika kelenjar ini
mengalami hiperlasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membantu
uretra posterior dan mengakibatkan obstruksi saluran kemih.
C.ETIOLOGI
Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon
enstrogen (Mansjoer, 2000 hal 329)
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperflasia prostat tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperflasia
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar Dehidrotesteron (DHT) dan
proses aging (menjadi tua).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperflasia
prostat adalah:
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen
pada usia lanjut
2. Peranan dari growth factor sebagai pemicu pertumbuhan stoma kelenjar
prostat
3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
6
4. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem
sehingga menebabkan menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel
kelenjar prostat menjadi kelenjar prostat menjadi berlebihan (poenomo, 2000,
hal 74-75)
Penyebab BPH tidak diketahui, tapi tampaknya terdapat kaitan dengan
perubahan derajat hormon yang dialami dalam proses lansia. (Barbara C Long,
1999: 32)
D. PATOFISIOLOGI
BPH sering terjadi pada pria yang berusia 50 tahun lebih, tetpai perubahan
mikroskopis pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Penyakit
ini dirasakan tanpa ada gejala. Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyebab
BPH ada keterkaitan dengan adanya hormon, ada juga yang mengatakan berkaitan
dengan tumor, penyumbatan arteri, radang, gangguan metabolik/ gangguan gizi.
Hormonal yang diduga dapat menyebabkan BPH adalah karena tidak adanya
keseimbangan antara produksi estrogen dan testosteron. Pada produksi testosteron
menurun dan estrogen meningkat. Penurunan hormon testosteron dipengaruhi
oleh diet yang dikonsumsi oleh seseorang. Mempengaruhi RNA dalam inti sel
sehingga terjadi proliferasi sel prostat yang mengakibatkan hipertrofi kelenjar
prostat maka terjadi obstruksi pada saluran kemih yang bermuara di kandung
kemih. Untuk mengatasi hal tersebut maka tubuh mengadakan oramegantisme
yaitu kompensasi dan dekompensasi otot-otot destruktor. Kompensasi otot-otot
mengakibatkan spasme otot spincter kompensasi otot-otot destruktor juga dapat
menyebabkan penebalan pada dinding vesika urinaria dalam waktu yang lama dan
mudah menimbulkan infeksi.
Dekompensasi otot destruktor menyebabkan retensi urine sehingga
tekanan vesika urinaria meningkat dan aliran urine yang seharusnya mengalir ke
vesika urinaria mengalami selek ke ginjal. Di ginjal yang refluks kembali
menyebabkan dilatasi ureter dan batu ginjal, hal ini dapat menyebabkan
pyclonefritis. Apabila telah terjadi retensi urine dan hidronefritis maka
dibutuhkan tindakan pembedahan insisi. Pada umumnya penderita BPH akan
7
menderita defisit cairan akibat irigasi yang digunakan alat invasif sehingga
pemenuhan kebutuhan ADC bagi penderita juga dirasakan adanya penegangan
yang menimbulkan nyeri luka post operasi pembedahan dapat terjadi infeksi dan
peradangan yang menimbulkan disfungsi seksual apabilla tidak dilakukan
perawatan dengan menggunakan teknik septik dan aseptik.
8
PATHWAY
Perubahan Usia
Perubahan kesimbangan estrogen dan Progesteron
Testosteron menurun
Estrogen meningkat
Perubahan patologik anatomik
BPH
Retensi pada leher buli-buli dan prostat meningkat
Obstruksi saluran kemih yang bermuara di VU
Kompensasi otot detruktor Dekompensasi otot
detruktor
Spasme otot sfinkter Penebalan dinding VU Retensi Urine
Nyeri suprapublik Kontraksi otot Aliran urine ke ginjal
(refluks VU)
MK :Gg. Rasa nyaman nyeri Kesulitan berkemih
Tekanan ureter ke ginjal
Resiko infeksi
Kerusakan fungsi ginjal
Insisi prostat
MK : Gg Rasa Nyaman Nyeri
9
Perdarahan Perubahan Eliminasi Resiko Resiko
Berkemih Infeksi disfungsi seksual
Keseimbangan Peregangan
Cairan terganggu
Spasme otot VU
Resiko kekurangan
Volume cairan
E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai lower urinary
Tract Symtoms (LUTS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan gejala obstruktif.
1. Gejala iritatif
Yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada malam hari
(nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), nyeri pada saat
miksi (disuria)
2. Gejala Obstruktif
Yaitu pancaran melemah, rasa tidak lampias sehabis miksi, kalau mau
miksi menunggu lama (hesistensi), harus mengejan (straining) kencing
terputus-putus (intermittency) dan waktu miksi memanjang yang akhirnya
menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overlow.
Tanda dan gejala pada pasien yang telah lanjut penyakitnya yaitu gagal
ginjal, peningkatan tekanandarah denyut nadi, respirasi. Tanda dan gejala
dapat dilihat dari stadiumnya
a. Stadium I
MK : Syok Hipovolemik
MK : Perubahan Eliminasi; inkontenisia
MK : Resti Infeksi
MK : Resiko Disfungsi Seksual
MK : Nyeri Akut
10
Ada obstruksi tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine
sampai habis
b. Stadium II
Ada retensi urine tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan
urine walaupun tidak sampai habis, masih tersisi 50-150 cc
Ada rasa tidak enak pada waktu BAK (disuria)
Nokturia
c. Stadium III
Urine selalu tersisa 150 cc atau lebih
d. Stadium IV
Retensi Urine total buli-buli penuh, pasien kesakitan, urine menetes secar
periodik. (Depkes, 1996, hal 109)
Untuk mengukur besarnya BPH dapat dipakai berbagai pengukuran, yaitu:
a. Rectal Grading
Dengan rectal toucher diperkirakan seberapa prostat menonjol ke dalam
lumen dari rectum. Rectal toucher sebaiknya dilakukan dengan buli-buli
kosong karena bila penuh dapat membuat kesalahan. Gradasi ini sebagai
berikut:
0-1 cm . . . . . . . grade 0
1-2 cm . . . . . . . grade 1
2-3 cm . . . . . . . grade 2
3-4 cm . . . . . . . grade 3
>4 cm . . . . . . . grade 4
b. Clinical Granding
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya usia Urine
Sisa urine 0 cc . . . . . . . . . . . . . . . normal
Sisa urine 0-50 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 1
Sisa urine 50-150 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 2
Sisa urine >150 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 3
Sama sekali tidak bisa kencing . . . . . . . grade 4
11
F.KOMPLIKASI
Apabila buli-buli menjadi dekompensasi akan terjadi retensi urine karena
produksi terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung
urine sehingga tekanan intravisiko meningkat dapat menimbulkan hidroureter,
hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal tercepat terjadi jika infeksi
karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli. Batu
ini dapat menambah keluahan iritasi dan menimbulkan hematuria serta dapat juga
menimbulkan sistitis dan bila terjadi reflek dapat terjadi pyelonefritis. Pada waktu
miksi pasien harus mengejan sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan hernia
atau hemoroid.
G.PENATALAKSANAAN
1. Observasi
2. Terapi medika mentosa (penghambat Adrenergik λ, penghambat enzim 5-λ-
reduktase, fisioterapi)
3. Terapi bedah dan terapi infasiv
(Mansjoer Arif, 2000: 333)
Selain itu,terdapat juga beberapa penatalaksanaan medis lain yang umum dilakukan
pada penderita BPH,yaitu :
4. Transurethral Resection Of The Prostate (TURP). Pengankatan sebagian atau
seluruh kelenjar prostat melalui sistoskop atau resektoskop yang dimasukan
melalui uretra.
5. Prostatektomi Suprapubis. Pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang
dibuat di kandung kemih.
6. Prostatektomi Retropubis. Pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada
abdomen bagian bawah melalui frosa prostat anterior tanpa memasuki
kandung kemih.
12
7. Prostatektomi Perineal. Pengankatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah
insisi di antara skortum dan rektum.
8. Prostatektomi Reropubis Radikal. Pengangkatan kelenjar prostat termasuk
kapsula, vesikula seminalis, dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah
insisi pada abdomen bagian bawah ; uretra di anastomosiskan ke leher
kandung kemih.
H.PEMERIKSAAN PENUNJANG .
1. Pemeriksaan Laboratorium
Analisis Urine pemeriksaan mikroskopis urine untuk melihat adanya
lekosit, bakteri dan infeksi
Elektrolit, kadar ureum, kreatinin darah untuk fungsi ginjal dan status
metabolik
Pemeriksaan PSA (Prostat Spesifik Antigen) dilakukan sebagai dasar
penentuan paknya biopsi atau sebagai deteksi dari keganasan
Darah lengkap
Leukosit
Blooding time
Liver fungsi
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen
Prelograf intravena
USG
Sistoskopi
13
BAB III
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan
hubungan kerja sama antara perawat dengan klien dan keluarga, untuk mencapai
tingkat kesehatan yang optimal dalam melakukan proses terapeutik maka perawat
melakukan metode ilmiah yaitu proses keperawatan.
Proses keperawatan merupakan tindakan yang berurutan yang dilakukan
secara sistematis dengan latar belakang pengetahuan komprehensif untuk mengkaji
status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa, merencanakan
intervensi mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi rencana sehubungan
dengan proses keperawatan pada klien dengan gangguan sistem endokrin.
A. Pengkajian
Data yang didapatkan pada pasien dengan BPH : Post Prostatektomi
1. Data subyektif:
a. Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
b. Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
c. Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan
d. Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
2. Data Obyektif:
a. Terdapat luka insisi
b. Takikardi
14
c. Gelisah
d. Tekanan darah meningkat
e. Ekspresi wajah ketakutan
f. Terpasang kateter
3. Pengkajian Riwayat Keperawatan
a. umur > 60 tahun
b. Pola urinari : frekuensi, nocturia, disuria.
c. Gejala obstruksi leher buli-buli : prostatisme (Hesitansi, pancaran,
melemah, intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa) Jika frekuensi
dan noctoria tak disertai gejala pembatasan aliran non Obstruktive seperti
infeksi.
d. BPH → hematuri
4. Pemeriksaan Fisik
a. Abdomen: Defisiensi nutrisi, edema, pruritus, echymosis menunjukkan
renal insufisiensi dari obstruksi yang lama.
b. Kandung kemih
1) Inspeksi : Penonjolan pada daerah supra pubik → retensi urine
2) Palpasi : Akan terasa adanya ballotement dan ini akan menimbulkan
pasien ingin buang air kecil → retensi urine
3) Perkusi : Redup → residual urine
15
c. Pemeriksaan penis: uretra kemungkinan adanya penyebab lain misalnya
stenose meatus, striktur uretra, batu uretra/femosis.
d. Pemeriksaan Rectal Toucher (Colok Dubur) → posisi knee chest, syarat:
buli-buli kosong/dikosongkan. Tujuan: Menentukan konsistensi prostat
dan besar prostat.
e. Pemeriksaan Radiologi digunakan untuk
1) Menentukan volume Benigne Prostat Hyperplasia
2) Menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residual urine
3) Mencari ada tidaknya kelainan baik yang berhubungan dengan
Benigne Prostat Hyperplasia atau tidak
f. Bentuk Pemeriksaan Radiologia.
1) Intra Vena Pyelografi ( IVP ) : Gambaran trabekulasi buli, residual
urine post miksi, dipertikel buli.Indikasi : disertai hematuria, gejala
iritatif menonjol disertai urolithiasis. Tanda BPH : Impresi prostat,
hockey stick ureter
2) BOF : Untuk mengetahui adanya kelainan pada renal
3) Retrografi dan Voiding Cystouretrografi : untuk melihat ada tidaknya
refluk vesiko ureter/striktur uretra.
4) USG : Untuk menentukan volume urine, volume residual urine dan
menilai pembesaran prostat jinak/ganas.
5) Pemeriksaan Endoskopi.
16
6) Pemeriksaan Uroflowmetri Berperan penting dalam diagnosa dan
evaluasi klien dengan obstruksi leher buli-buliQ max : > 15 ml/detik
→ non obstruksi10 - 15 ml/detik → border line< 10 ml/detik →
obstruktif
g. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urinalisis (test glukosa, bekuan darah, UL, DL, RFT, LFT, Elektrolit,
Na,/K, Protein/Albumin, pH dan Urine Kultur) Jika infeksi:pH urine
alkalin, spesimen terhadap Sel Darah Putih, Sel Darah Merah atau
PUS.
2) RFT → evaluasi fungsi renal
3) Serum Acid Phosphatase → Prostat Malignancy.
Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon
1. Pola persepsi dan Manajemen kesehatan
Biasanya kasus BPH terjadi pada pasien laki-laki yang sudah tua, dan
pasien biasanya tidak memperdulikan hal ini, karena sering mengatakan
bahwa sakit yang diderita nya pengaruh umur yang sudah tua. Perawat perlu
mengkaji apakah klien mengetahui penyakit apa yang dideritanya? Dan apa
penyebab sakitnya saat ini?
2. Pola nutrisi dan metabolic
17
Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu karena efek
penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun efek dari anastesi
pada postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala: anoreksia, mual, muntah,
penurunan berat badan, tindakan yang perlu dikaji adalah awasi masukan dan
pengeluaran baik cairan maupun nutrisinya.
3. Pola eliminasi
Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali dialami
oleh pasien dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan dalam memulai
aliran urin, aliran urin berkurang, pengosongan kandung kemih inkomplit,
frekuensi berkemih, nokturia, disuria dan hematuria. Sedangkan pada
postoperasi BPH yang terjadi karena tindakan invasif serta prosedur
pembedahan sehingga perlu adanya obervasi drainase kateter untuk
mengetahui adanya perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi
warna urin, contoh : merah terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan
tidak ada bekuan, peningkatan viskositas, warna keruh, gelap dengan bekuan.
Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga ada kemugkinan terjadinya
konstipasi. Pada post operasi BPH, karena perubahan pola makan dan
makanan.
4. Pola latihan- aktivitas
Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah dan
terpasang traksi kateter selama 6 – 24 jam. Pada paha yang dilakukan
perekatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan, klien juga
merasa nyeri pada prostat dan pinggang. Klien dengan BPH aktivitasnya
sering dibantu oleh keluarga.
5. Pola istirahat dan tidur
18
Pada pasien dengan BPH biasanya istirahat dan tidurnya terganggu,
disebabkan oleh nyeri pinggang dan BAK yang keluar terus menerus dimana
hal ini dapat mengganngu kenyamanan klien. Jadi perawat perlu mengkaji
berapa lama klien tidur dalam sehari, apakah ada perubahan lama tidur
sebelum dan selama sakit/ selama dirawat?
6. Pola konsep diri dan persepsi diri
Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu integritas
egonya karena memikirkan bagaimana akan menghadapi pengobatan yang
dapat dilihat dari tanda-tanda seperti kegelisahan, kacau mental, perubahan
perilaku.
7. Pola kognitif- perceptual
klien BPH umumnya adalah orang tua, maka alat indra klien biasanya
terganggu karena pengaruh usia lanjut. Namun tidak semua pasien mengalami
hal itu, jadi perawat perlu mengkaji bagaimana alat indra klien, bagaimana
status neurologis klien, apakah ada gangguan?
8. Pola peran dan hubungan
Pada pasien dengan BPH merasa rendah diri terhadap penyakit yang
diderita nya. Sehingga hal ini menyebabkan kurangnya sosialisasi klien
dengan lingkungan sekitar. Perawat perlu mengkaji bagaimana hubungan
klien dengan keluarga dan masyarakat sekitar? apakah ada perubahan peran
selama klien sakit?
9. Pola reproduksi- seksual
19
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang
mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksualnya,
takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim, penurunan kekuatan
kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau nyeri tekan pada prostat.
10. Pola pertahanan diri dan toleransi stress
Klien dengan BPH mengalami peningkatan stres karena memikirkan
pengobatan dan penyakit yang dideritanya menyebabkan klien tidak bisa
melakukan aktivitas seksual seperti biasanya, bisa terlihat dari perubahan
tingkah laku dan kegelisahan klien. Perawat perlu mengkaji bagaimana klien
menghadapi masalah yang dialami? Apakah klien menggunakan obat-obatan
untuk mengurangi stresnya?
11. Pola keyakinan dan nilai
Pasien BPH mengalami gangguan dalam hal keyakinan, seperti
gangguan dalam beribadah shalat, klien tidak bisa melaksanakannya, karena
BAK yang sering keluar tanpa disadari. Perawat juga perlu mengkaji apakah
ada pantangan dalam agama klien untuk proses pengobatan?
B.Diagnosa Keperawatan .
Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan
teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien BPH
yaitu :
1. Perubahan eliminasi urine ; retensi urine (akut/ kronik) berhubungan
dengan obstruksi mekanik pembesaran prostat, dekompensasi otot
destruktor ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan
adekuat.
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih.
20
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresia
dan drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.