BAB 1 patologi anatomi.docx

37
BAB 1 PATOLOGI ANATOMI (INFLAMASI, NEKROSIS, DAN ADAPTASI) 1.1 Inflamasi 1.1.1 Pengertian Inflamasi adalah reaksi jaringan hidup terhadap semua bentuk jejas yang berupa reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis. Selain itu inflamasi dapat juga diartikan sebagai suatu respon pertahanan tubuh terhadap masuknya mikroorganisme patogen, kerusakan jaringan, kelainan system kekebalan tubuh, sinar X dan ultraviolet, serta bahan kimia. Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh inflamasi adalah kuman (mikroorganisme). Mikroorganisme patogen yang sering menyebabkan inflamasi adalah virus dan bakteri. Virus menimbulkan peradangan dengan cara merusak sel-sel tubuh. Adapun bakteri mengakibatkan peradangan dengan cara melepaskan racun endotoksin ke dalam tubuh. Selain mikroorganisme agen penyebab radang yang lain adalah benda (pisau, peluru, dsb), suhu (panas atau dingin),

Transcript of BAB 1 patologi anatomi.docx

Page 1: BAB 1 patologi anatomi.docx

BAB 1

PATOLOGI ANATOMI

(INFLAMASI, NEKROSIS, DAN ADAPTASI)

1.1 Inflamasi

1.1.1 Pengertian

Inflamasi adalah reaksi jaringan hidup terhadap semua bentuk jejas yang

berupa reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang

terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cedera atau

nekrosis. Selain itu inflamasi dapat juga diartikan sebagai suatu respon pertahanan

tubuh terhadap masuknya mikroorganisme patogen, kerusakan jaringan, kelainan

system kekebalan tubuh, sinar X dan ultraviolet, serta bahan kimia.

Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti

oleh inflamasi adalah kuman (mikroorganisme). Mikroorganisme patogen yang sering

menyebabkan inflamasi adalah virus dan bakteri. Virus menimbulkan peradangan

dengan cara merusak sel-sel tubuh. Adapun bakteri mengakibatkan peradangan

dengan cara melepaskan racun endotoksin ke dalam tubuh. Selain mikroorganisme

agen penyebab radang yang lain adalah benda (pisau, peluru, dsb), suhu (panas atau

dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia, dan

lain-lain. Tujuan inflamasi yaitu untuk memperbaiki jaringan yang rusak serta

mempertahankan diri terhadap infeksi, mengisolasi, menghancurkan, dan

menonaktifkan benda asing yang masuk serta pembuangan debris (jaringan yang

telah mati atau sisa benda asing).

Cedera radang atau inflamasi yang ditimbulkan oleh berbagai agen ini

menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi cedera

jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan,

pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya cairan dan

sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada tempat radang yang disertai oleh

Page 2: BAB 1 patologi anatomi.docx

proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas, terjadinya proses fagositosis, dan

terjadinya perubahan-perubahan imunologik.

1.1.2 Klasifikasi

Jenis-jenis peradangan antara lain sebagai berikut:

a. Radang kataral

Terbentuk diatas permukaan membran mukosa yang terdapat sel-sel yang dapat

mensekresi musin. Eksudat musin yang paling banyak di kenal adalah puck yang

menyertai banyak infeksi pernafasan bagian atas.

b. Radang pseudomembran

Terbentuk di atas permukaan selaput lendir yang ditandai dengan pembentukan

eksudat berupa lapisan selaput superficial,mengandung agen penyebab, endapan

fibrin, sel-sel nekrotik aktif dan sel-sel darah putih radang. Radang membranosa

sering dijumpai dalaam orofaring, trakea, bronkus, dan traktus gastro intestinal.

c. Ulkus

Terjadi apalagi sebagian permukaan jaringan hilang sedangkan jaringan

sekitarnya meradang.

d. Abses

Lubang yang terisi nanah dalam jaringan. Abses adalah lesi yang sulit untuk

diatasi oleh tubuh karene kecenderungannya untuk meluas dengan pencairan,

kecenderungan untuk membentuk lubang dan resistensinya terhadap

penyembuhan. Jika terbentuk abses, maka obbat-obatan seperti antibiotik dalam

darah sulit masuk ke dalam abses.

e. Radang purulen

Terjadi akibat infeksi bakteri. Terdapat pada cedera aseptik dan dapat terjadi

dimana-mana pada tubuh yang jaringannya telah menjadi nekrotik.

f. Flegmon

Radang purulen yang meluas secara defuse pada jaringan.

g. Radang supuratif

Infeksi supuratif lokal disebabkan oleh banyak macam bakteri yang secara

Page 3: BAB 1 patologi anatomi.docx

kollektif diberi nama piogen (pembentukan nanah). Yang termmasuk piogen

adalah stafilokokkus, banyak basil gram negatif.

Berdasarkan waktu kejadiannya, radang diklasifikasikan sebagai :

a. Radang Akut (mendadak)

Yaitu reaksi jaringan yang terjadi segera dan hanya dalam waktu tidak lama

(beberapa jam sampai beberapa hari) setelah adanya rangsang iritan, disertai

tanda radang akut. Pada tahap ini terjadi pelepasan plasma dan komponen seluler

darah ke dalam ruang-ruang jaringan ekstraseluler. Termasuk didalamnya

granulosit neutrofil yang melakukan pelahapan (fagositosis) untuk membersihkan

debris jaringan dan mikroba.

b. Radang kronik ( menahun )

Radang kronik dapat terjadi dari radang akut yang tidak mengalami perbaikan

secara sempurna sehingga berkembang menjadi bentuk kronik, atau sejak semula

memang bersifat menahun, disebabkan oleh rangsang menahun / kuman yang

virulensi-nya rendah dengan rangsang menahun. Radang kronik berjalan

berminggu- minggu sampai bertahun – tahun.

c. Radang subakut

Merupakan tahapan dari radang akut yangakan menjadi menahun atau kronik.

Radang kronik dapat pula berkembang menjadi akut yang dikenal sebagai radang

kronik eksaserbasi akut. Pemberian nama suatu radang biasanya berdasarkan

jenisorgan yang terkena, ditambah akhiran –itis, contoh : dermatitis ( radang pada

kulit ), tonsilitis ( radang pada tonsil ), appendisitis ( radang pada appendiks ).

Tetapi ada pula pemberian nama di luar konsep tersebut, misal : pneumonia

(radang paru ).

1.1.3 Tanda-tanda Inflamasi

a. Rubor (kemerahan)

Rubor merupakan hal pertama yang terlihant pada daerah peradangan.

Waktu.reaksi peradangan mulai timbul maka anteriol yangg mensuplai daerah

Page 4: BAB 1 patologi anatomi.docx

tersebut melebar, dengan lebih banyak darah mengalir kedalam mikrosirkulasi

lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang

meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini dinamakan

hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan

akut.

b. Kalor (panas)

Pada daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab

daerah yang disalurkan tubuh kepermukaan daerah yang terkena lebih banyak

dari pada yang disalurkan kedaerah normal.

c. Dolor (rasa sakit) 

Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang

ujung-ujung saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang

mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat

menimbulkan rasa sakit.

d. Tumor (pembengkakan)

Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi

darah kejaringan-jaringan iterstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun

di daerah peradangan disebut eksudat. Pada keadaan dini reaksi peradangan

sebagian besar eksudat adalah cair,seperti yang terjadi pada lepuhan yang

disebabkan oleh luka bakar ringan.

1.1.4 Mekanisme Inflamasi

Radang akut

Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang

didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan

berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan

nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan

penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit.

Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran

darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro akan

Page 5: BAB 1 patologi anatomi.docx

memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah. Leukosit

yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan selanjutnya

berakumulasi di lokasi cedera.

Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului oleh

vasokonstriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran darah

dalam kapiler yang telah berfungsi meningkat dan juga dibukanya anyaman kapiler

yang sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman venular pasca kapiler melebar dan diisi

darah yang mengalir deras. Dengan demikian, mikrovaskular pada lokasi jejas

melebar dan berisi darah terbendung. Kecuali pada jejas yang sangat ringan,

bertambahnya aliran darah (hiperemia) pada tahap awal akan disusul oleh

perlambatan aliran darah, perubahan tekanan intravaskular dan perubahan pada

orientasi unsur-unsur berbentuk darah terhadap dinding pembuluhnya. Perubahan

pembuluh darah dilihat dari segi waktu, sedikit banyak tergantung dari parahnya

jejas. Dilatasi arteriol timbul dalam beberapa menit setelah jejas.

Perlambatan dan bendungan tampak setelah 10-30 menit. Peningkatan

permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan sel-sel darah putih ke

dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan gambaran utama reaksi radang akut.

Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri dari saluran-saluran yang berkesinambungan

berlapis endotel yang bercabang-cabang dan mengadakan anastomosis. Sel endotel

dilapisi oleh selaput basalis yang berkesinambungan.

Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak cairan

keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal ini berakibat

meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan tekanan osmotik koloid

bertambah besar, dengan menarik kembali cairan pada pangkal kapiler venula.

Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit cairan dalam jaringan interstisial

yang mengalir dari ruang jaringan melalui saluran limfatik. Umumnya, dinding

kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan sampai berat jenis 10.000 dalton.

Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas

1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang

melakukan emigrasi. Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan permeabilitas

Page 6: BAB 1 patologi anatomi.docx

vaskuler (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas),

bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai akibat aliran darah lokal yang

meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan

emigrasinya.

Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi

jejas, merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu

memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel nekrosis,

dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya membantu pertahanan tubuh dengan

beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih merupakan penggerak reaksi radang,

dan pada hal-hal tertentu menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti.

Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-

sel darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar

daripada leukosit sendiri. Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah merah akan

terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih pindah ke

bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel darah putih bergerak dan menggulung pelan-

pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang tersendat tetapi kemudian sel-

sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel.

Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari

pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel endotel.

Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit, tetapi

leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel endotel yang tampak

tertutup tanpa perubahan nyata.

Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah

utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh pengaruh-

pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir semua jenis sel

darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam derajat yang berbeda-

beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap rangsang kemotaksis. Sebaliknya

limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil

maupun monosit, yang lainnya bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel

darah putih. Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen berasal dari protein plasma atau

Page 7: BAB 1 patologi anatomi.docx

eksogen, misalnya produk bakteri. Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah

proses fagositosis. Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri

tanpa didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi fagositosis akan

sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam

serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada

permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel, berdampak

pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada vesikel sitoplasma

yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom. Meskipun pada waktu

pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-granula sitoplasma

neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses

yang disebut degranulasi. Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami

pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian

mikroorganisme. Walaupun beberapa organisme yang virulen dapat menghancurkan

leukosit.

Radang kronis

Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang

(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari

inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan radang

akut, radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil

dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir

(seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan perbaikan

(meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis).

Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul

menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang

akut menjadi radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda,

disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada proses

penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik sejak awal merupakan proses

primer. Sering penyebab jejas memiliki toksisitas rendah dibandingkan dengan

penyebab yang menimbulkan radang akut. Terdapat 3 kelompok besar yang menjadi

Page 8: BAB 1 patologi anatomi.docx

penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu (seperti

basil tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan

bahan yang tidak dapat hancur (misalnya silika), penyakit autoimun. Bila suatu

radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena

banyak kebergantungan respon efektif tuan rumah dan sifat alami jejas, maka batasan

waktu tidak banyak artinya. Pembedaan antara radang akut dan kronik sebaiknya

berdasarkan pola morfologi reaksi.

1.1.5 Mediator kimia peradangan

Bahan kimia yang berasal dari plasma maupun jaringan merupakan rantai

penting antara terjadinya jejas dengan fenomena radang. Meskipun beberapa cedera

langsung merusak endotelium pembuluh darah yang menimbulkan kebocoran protein

dan cairan di daerah cedera, pada banyak kasus cedera mencetuskan pembentukan

dan/atau pengeluaran zat-zat kimia di dalam tubuh. Banyak jenis cedera yang dapat

mengaktifkan mediator endogen yang sama, yang dapat menerangkan sifat stereotip

dari respon peradangan terhadap berbagai macam rangsang. Karena pola dasar radang

akut stereotip, tidak tergantung jenis jaringan maupun agen penyebab pada

hakekatnya menyertai mediator-mediator kimia yang sama yang tersebar luas dalam

tubuh. Beberapa mediator dapat bekerja bersama, sehingga memberi mekanisme

biologi yang memperkuat kerja mediator. Radang juga memiliki mekanisme kontrol

yaitu inaktivasi mediator kimia lokal yang cepat oleh sistem enzim atau antagonis.

Cukup banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen telah dikenal

sebagai mediator dari respon peradangan. Identifikasinya saat ini sulit dilakukan.

Walaupun daftar mediator yang diusulkan panjang dan kompleks, tetapi mediator

yang lebih dikenal dapat digolongkan menjadi golongan amina vasoaktif (histamin

dan serotonin), protease plasma (sistem kinin, komplemen, dan koagulasi

fibrinolitik), metabolit asam arakidonat (leukotrien dan prostaglandin), produk

leukosit (enzim lisosom dan limfokin), dan berbagai macam mediator lainnya (misal,

radikal bebas yang berasal dari oksigen dan faktor yang mengaktifkan trombosit).

a. Amina vasoaktif

Page 9: BAB 1 patologi anatomi.docx

Amina vasoaktif yang paling penting adalah histamin. Sejumlah besar

histamin disimpan dalam granula sel jaringan penyambung yang disebut sel mast.

Histamin tersebar luas dalam tubuh. Histamin juga terdapat dalam sel basofil dan

trombosit. Histamin yang tersimpan merupakan histamin yang tidak aktif dan

baru menampilkan efek vaskularnya bila dilepaskan. Stimulus yang dapat

menyebabkan dilepaskannya histamin adalah jejas fisik (misal trauma atau

panas), reaksi imunologi (meliputi pengikatan antibodi IgE terhadap reseptor Fc

pada sel mast), fragment komplemen C3a dan C5a (disebut anafilaktosin),

protein derivat leukosit yang melepaskan histamin, neuropeptida (misal,

substansi P), dan sitokin tertentu (misal, IL-1 dan IL-8).

Pada manusia, histamin menyebabkan dilatasi arteriola, meningkatkan

permeabilitas venula, dan pelebaran pertemuan antar-sel endotel. Histamin

bekerja dengan mengikatkan diri pada reseptor-reseptor histamin jenis H-1 yang

ada pada endotel pembuluh darah. Pada perannya dalam fenomena vaskular,

histamin juga dilaporkan merupakan bahan kemotaksis khas untuk eosinofil.

Segera setelah dilepaskan oleh sel mast, histamin dibuat menjadi inaktif oleh

histaminase. Antihistamin merupakan obat yang dibuat untuk menghambat efek

mediator dari histamin. Perlu diketahui bahwa obat antihistamin hanya dapat

menghambat tahap dini peningkatan permeabilitas vaskular dan histamin tidak

berperan pada tahap tertunda yang dipertahankan pada peningkatan

permeabilitas.

Serotonin (5-hidroksitriptamin) juga merupakan suatu bentuk mediator

vaasoaktif. Serotonin ditemukan terutama di dalam trombosit yang padat granula

(bersama dengan histamin, adenosin difosfat, dan kalsium). Serotonin dilepaskan

selama agregasi trombosit. Serotonin pada binatang pengerat memiliki efek yang

sama seperti halnya histamin, tetapi perannya sebagai mediator pada manusia

tidak terbukti.

b. Protease plasma

Berbagai macam fenomena dalam respon radang diperantarai oleh tiga

faktor plasma yang saling berkaitan yaitu sistem kinin, pembekuan, dan

Page 10: BAB 1 patologi anatomi.docx

komplemen. Seluruh proses dihubungkan oleh aktivasi awal oleh faktor

Hageman (disebut juga faktor XII dalam sistem koagulasi intrinsik). Faktor XII

adalah suatu protein yang disintesis oleh hati yang bersirkulasi dalam bentuk

inaktif hingga bertemu kolagen, membrana basalis, atau trombosit teraktivasi di

lokasi jejas endotelium. Dengan bantuan kofaktor high-molecular-weight

kininogen (HMWK)/kininogen berat molekul tinggi, faktor XII kemudian

mengalami perubahan bentuk menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa dapat

membongkar pusat serin aktif yang dapat memecah sejumlah substrat protein.

Aktivasi sistem kinin pada akhirnya menyebabkan pembentukan

bradikinin. Bradikinin merupakan polipeptida yang berasal dari plasma sebagai

prekursor yang disebut HMWK. Prekursor glikoprotein ini diuraikan oleh enzim

proteolitik kalikrein. Kalikrein sendiri berasal dari prekursornya yaitu

prekalikrein yang diaktifkan oleh faktor XIIa. Seperti halnya histamin, bradikinin

menyebabkan dilatasi arteriola, meningkatkan permeabilitas venula dan kontraksi

otot polos bronkial. Bradikinin tidak menyebabkan kemotaksis untuk leukosit,

tetapi menyebabkan rasa nyeri bila disuntikkan ke dalam kulit. Bradikinin dapat

bertindak dalam sel-sel endotel dengan meningkatkan celah antar sel. Kinin akan

dibuat inaktif secara cepat oleh kininase yang terdapat dalam plasma dan

jaringan, dan perannya dibatasi pada tahap dini peningkatan permeabilitas

pembuluh darah.

Pada sistem pembekuan, rangsangan sistem proteolitik mengakibatkan

aktivasi trombin yang kemudian memecah fibrinogen yang dapat larut dalam

sirkulasi menjadi gumpalan fibrin. Faktor Xa menyebabkan peningkatan

permeabilitas vaskular dan emigrasi leukosit. Trombin memperkuat perlekatan

leukosit pada endotel dan dengan cara menghasilkan fibrinopeptida (selama

pembelahan fibrinogen) dapat meningkatkan permeabilitas vaskular dan sebagai

kemotaksis leukosit.

Ketika faktor XIIa menginduksi pembekuan, di sisi lain terjadi aktivasi

sistem fibrinolitik. Mekanisme ini terjadi sebagai umpan balik pembekuan

dengan cara memecah fibrin kemudian melarutkan gumpalan fibrin. Tanpa

Page 11: BAB 1 patologi anatomi.docx

adanya fibrinolisis ini, akan terus menerus terjadi sistem pembekuan dan

mengakibatkan penggumpalan pada keseluruhan vaskular. Plasminogen activator

(dilepaskan oleh endotel, leukosit, dan jaringan lain) dan kalikrein adalah protein

plasma yang terikat dalam perkembangan gumpalan fibrin. Produk hasil dari

keduanya yaitu plasmin, merupakan protease multifungsi yang memecah fibrin.

Sistem komplemen terdiri dari satu seri protein plasma yang berperan

penting dalam imunitas maupun radang. Tahap penting pembentukan fungsi

biologi komplemen ialah aktivasi komponen ketiga (C3). Pembelahan C3 dapat

terjadi oleh apa yang disebut ”jalur klasik” yang tercetus oleh pengikatan C1

pada kompleks antigen-antibodi (IgG atau IgM) atau melalui jalur alternatif yang

dicetuskan oleh polisakarida bakteri (misal, endotoksin), polisakarida kompleks,

atau IgA teragregasi, dan melibatkan serangkaian komponen serum (termasuk

properdin dan faktor B dan D). Jalur manapun yang terlibat, pada akhirnya

sistem komplemen akan memakai urutan efektor akhir bersama yang

menyangkut C5 sampai C9 yang mengakibatkan pembentukan beberapa faktor

yang secara biologi aktif serta lisis sel-sel yang dilapisi antibodi.

Faktor yang berasal dari komplemen, mempengaruhi berbagai fenomena

radang akut, yaitu pada fenomena vaskular, kemotaksis, dan fagositosis. C3a dan

C5a (disebut juga anafilaktosin) meningkatkan permeabilitas vaskular dan

menyebabkan vasodilatasi dengan cara menginduksi sel mast untuk

mengeluarkan histamin. C5a mengaktifkan jalur lipoksigenase dari metabolisme

asam arakidonat dalam netrofil dan monosit. C5a juga menyebabkan adhesi

neutrofil pada endotel dan kemotaksis untuk monosit, eosinofil, basofil dan

neutrofil. Komplemen yang lainnya, C3b, apabila melekat pada dinding sel

bakteri akan bekerja sebagai opsonin dan memudahkan fagositosis neutrofil dan

makrofag yang mengandung reseptor C3b pada permukaannya.

c. Metabolit asam arakidonat

Asam arakidonat merupakan asam lemak tidak jenuh (20-carbon

polyunsaturated fatty acid) yang utamanya berasal dari asupan asam linoleat dan

berada dalam tubuh dalam bentuk esterifikasi sebagai komponen fosfolipid

Page 12: BAB 1 patologi anatomi.docx

membran sel. Asam arakidonat dilepaskan dari fosfolipid melalui fosfolipase

seluler yang diaktifkan oleh stimulasi mekanik, kimia, atau fisik, atau oleh

mediator inflamasi lainnya seperti C5a. Metabolisme asam arakidonat

berlangsung melalui salah satu dari dua jalur utama, sesuai dengan enzim yang

mencetuskan, yaitu jalur siklooksigenase dan lipoksigenase. Metabolit asam

arakidonat (disebut juga eikosanoid) dapat memperantarai setiap langkah

inflamasi.

Jalur siklooksigenase menghasilkan prostaglandin (PG) E2 (PGE2), PGD2,

PGF2?, PGI2 (prostasiklin), dan tromboksan A2 (TXA2). Setiap produk tersebut

berasal dari PGH2 oleh pengaruh kerja enzim yang spesifik. PGH2 sangat tidak

stabil, merupakan prekursor hasil akhir biologi aktif jalur siklooksigenase.

Beberapa enzim mempunyai distribusi jaringan tertentu. Misalnya, trombosit

mengandung enzim tromboksan sintetase sehingga produk utamanya adalah

TXA2. TXA2 merupakan agen agregasi trombosit yang kuat dan vasokonstriktor.

Di sisi lain, endotelium kekurangan dalam hal tromboksan sintetase, tetapi

banyak memiliki prostasiklin sintetase yang membentuk PGI2. PGI2 merupakan

vasodilator dan penghambat kuat agregasi trombosit. PGD2 merupakan metabolit

utama dari jalur siklooksigenase pada sel mast. Bersama dengan PGE2 dan

PGF2?, PGD2 menyebabkan vasodilatasi dan pembentukan edema. Prostaglandin

terlibat dalam patogenesis nyeri dan demam pada inflamasi.

Jalur lipoksigenase merupakan jalur yang penting untuk membentuk

bahan-bahan proinflamasi yang kuat. 5-lipoksigenase merupakan enzim

metabolit asam arakidonat utama pada neutrofil. Produk dari aksinya memiliki

karakteristik yang terbaik. 5-HPETE (asam 5-hidroperoksieikosatetranoik)

merupakan derivat 5-hidroperoksi asam arakidonat yang tidak stabil dan

direduksi menjadi 5-HETE (asam 5-hidroksieikosatetraenoik) (sebagai

kemotaksis untuk neutrofil) atau diubah menjadi golongan senyawa yang disebut

leukotrien. Produk dari 5-HPETE adalah leukotrien (LT) A4 (LTA4), LTB4,

LTC4, LTD4, dan LTE5. LTB4 merupakan agen kemotaksis kuat dan

Page 13: BAB 1 patologi anatomi.docx

menyebabkan agregasi dari neutrofil. LTC4, LTD4, dan LTE4 menyebabkan

vasokonstriksi, bronkospasme, dan meningkatkan permeabilitas vaskular.

Lipoksin juga termasuk hasil dari jalur lipoksigenase yang disintesis

menggunakan jalur transeluler. Trombosit sendiri tidak dapat membentuk

lipoksin A4 dan B4 (LXA4 dan LXB4), tetapi dapat membentuk metabolit dari

intermediat LTA4 yang berasal dari neutrofil. Lipoksin mempunyai aksi baik pro-

dan anti- inflamasi. Misal, LXA4 menyebabkan vasodilatasi dan antagonis

vasokonstriksi yang distimulasi LTC4. Aktivitas lainnya menghambat kemotaksis

neutrofil dan perlekatan ketika menstimulasi perlekatan monosit.

d. Produk leukosit

Granula lisosom yang terdapat dalam neutrofil dan monosit mengandung

molekul mediator inflamasi. Mediator ini dilepaskan setelah kematian sel oleh

karena peluruhan selama pembentukan vakuola fagosit atau oleh fagositosis yang

terhalang karena ukurannya besar dan permukaan yang tidak dapat dicerna.

Kalikrein yang dilepaskan dari lisosom menyebabkan pembentukan bradikinin.

Neutrofil juga merupakan sumber fosfolipase yang diperlukan untuk sintesis

asam arakidonat.

Di dalam lisosom monosit dan makrofag juga banyak mengandung bahan

yang aktif untuk proses radang. Pelepasannya penting pada radang akut dan

radang kronik. Limfosit yang telah peka terhadap antigen melepaskan limfokin.

Limfokin merupakan faktor yang menyebabkan penimbunan dan pengaktifan

makrofag pada lokasi radang. Limfokin penting pada radang kronik.

e. Mediator lainnya

Metabolit oksigen reaktif yang dibentuk dalam sel fagosit saat fagositosis

dapat luruh memasuki lingkungan ekstrasel. Diduga bahwa radikal-radikal bebas

yang sangat toksik meningkatkan permeabilitas vaskular dengan cara merusak

endotel kapiler. Selain itu, ion-ion superoksida dan hidroksil juga dapat

menyebabkan peroksidase asam arakidonat tanpa enzim. Akibatnya, akan dapat

terbentuk lipid-lipid kemotaksis.

Page 14: BAB 1 patologi anatomi.docx

Aseter-PAF merupakan mediator lipid yang menggiatkan trombosit. Hal

ini karena menyebabkan agregasi trombosit ketika dilepaskan oleh sel mast.

Selain sel mast, neutrofil dan makrofag juga dapat mensintesis aseter-PAF.

Aseter-PAF meningkatkan permeabilitas vaskular, adhesi leukosit dan

merangsang neutrofil dan makrofag.

1.2 Nekrosis

1.2.1 Pengertian

Nekrosis dalam yunani disebut necroses adalah perubahan morfologis yang

menunjukkan kematian sel dan disebabkan oleh degradasi enzimatik yang progresif;

dapat mengenai sekelompok sel atau bagian struktur sel atau organ. (Dorland, 2011)

Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan akut

atau trauma (misalnya: kekurangan oksigen, perubahan suhu yang ekstrem, dan

cedera mekanis), di mana kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang

dapat menyebabkan rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat berpotensi

menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Stimulus yang terlalu berat dan

berlangsung lama serta melebihi kapasitas adaptif sel akan menyebabkan kematian

sel di mana sel tidak mampu lagi mengompensasi tuntutan perubahan. Sekelompok

sel yang mengalami kematian dapat dikenali dengan adanya enzim-enzim lisis yang

melarutkan berbagai unsure sel serta timbulnya peradangan. Leukosit akan membantu

mencerna sel-sel yang mati dan selanjutnya mulai terjadi perubahan-perubahan secara

morfologis. Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis.

Selain karena stimulus patologis, kematian sel juga dapat terjadi melalui mekanisme

kematian sel yang sudah terprogram di mana setelah mencapai masa hidup tertentu

maka sel akan mati. Mekanisme ini disebut apoptosis, sel akan menghancurkan

dirinya sendiri (bunuh diri/suicide), tetapi apoptosis dapat juga dipicu oleh keadaan

iskemia.

1.2.2 Klasifikasi

Ada tujuh macam morfologi pola nekrosis:

Page 15: BAB 1 patologi anatomi.docx

1. Nekrosis coagulative. Biasanya terlihat pada hipoksia (oksigen rendah)

lingkungan, seperti infark sebuah. Garis besar sel tetap setelah kematian sel dan

dapat diamati oleh cahaya mikroskop. Hipoksia infark di otak  namun

mengakibatkan nekrosis Liquefactive.

2. Liquefactive nekrosis (atau nekrosis colliquative) biasanya berhubungan

dengan kerusakan seluler dan nanah formasi (misalnyapneumonia). Ini khas

infeksi bakteri atau jamur, kadang-kadang, karena kemampuan mereka untuk

merangsang reaksi inflamasi.Iskemia(pembatasan pasokandarah) di otak

menghasilkan liquefactive, bukan nekrosis coagulative karena tidak adanya dukungan

substansial stroma.

3. Gummatous nekrosis terbatas pada nekrosis yang melibatkan spirochaetal

infeksi (misalnyasifilis).

4. Dengue nekrosis adalah karena penyumbatan pada drainase vena dari suatu organ

atau jaringan (misalnya, dalam torsi testis).

5. Nekrosis Caseousa adalah bentuk spesifik dari nekrosis koagulasi

biasanyadisebabkan oleh mikobakteri (misalnya tuberkulosis), jamur, dan

beberapa zat asing. Hal ini dapat dianggap sebagai kombinasi dari nekrosis

coagulative dan liquefactive.

6. Nekrosis enzimatis adalah nekrosis lemak oleh enzim lipase

7. Nekrosis fibrinoid disebabkan oleh kekebalan yang diperantarai vaskular

kerusakan. Hal ini ditandai dengan deposisi fibrin seperti protein bahan di arteri

dinding, yang muncul buram dan eosinofilik pada mikroskop cahaya.

1.2.3 Penyebab

Penyebab nekrosis adalah sebagai berikut :

1. Iskhemi

Iskhemi dapat terjadi karena perbekalan (supply) oksigen dan makanan untuk

suatu alat tubuh terputus. Iskhemi terjadi pada infak, yaitu kematian jaringan akibat

penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dapat terjadi akibat pembentukan

trombus. Penyumbatan mengakibatkan anoxia. Nekrosis terutama terjadi apabila

Page 16: BAB 1 patologi anatomi.docx

daerah yang terkena tidak mendapat pertolongan sirkulasi kolateral. Nekrosis lebih

mudah terjadi pada jaringan-jaringan yang bersifat rentan terhadap anoxia. Jaringan

yang sangat rentan terhadap anoxia ialah otak.

2. Agens biologik 

Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dan

trombosis. Toksin ini biasanya berasal dari bakteri-bakteri yang virulen, baik endo

maupun eksotoksin. Bila toksin kurang keras, biasanya hanya mengakibatkan radang.

Virus dan parasit dapat mengeluarkan berbagai enzim dan toksin, yang secara

langsung atau tidak langsung mempengaruhi jaringan, sehingga timbul nekrosis.

3. Agens kimia

Dapat eksogen maupun endogen. Meskipun zat kimia merupakan juga

merupakan juga zat yang biasa terdapat pada tubuh, seperti natrium dan glukose, tapi

kalau konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan nekrosis akibat gangguan

keseimbangan kosmotik sel. Beberapa zat tertentu dalam konsentrasi yang rendah

sudah dapat merupakan racun dan mematikan sel,sedang yang lain baru menimbulkan

kerusakan jaringan bila konsentrasinya tinggi.

4. Agens fisik 

Trauma, suhu yang sangat ekstrem, baik panas maupun dingin, tenaga listrik,

cahaya matahari, tenaga radiasi. Kerusakan sel dapat terjadi karena timbul kerusakan

potoplasma akibat ionisasi atau tenaga fisik, sehingga timbul kekacauan tata kimia

potoplasma dan inti.

5. Kerentanan (hypersensitivity)

Kerentanan jaringan dapat timbul spontan atau secara didapat (acquired) dan

menimbulkan reaksi imunologik. Pada seseorang bersensitif terhadap obat-obatan

sulfa dapat timbul nekrosis pada epitel tubulus ginjal apabilaia makan obat-obatan

sulfa. Juga dapat timbul nekrosis pada pembuluh-pembuluh darah. Dalam imunologi

dikenal reaksi Schwartzman dan reaksi Arthus.

Page 17: BAB 1 patologi anatomi.docx

Perbandingan morfologi antara Apoptosis dan Nekrosis

Page 18: BAB 1 patologi anatomi.docx

1.3 Adaptasi

1.3.1 Organisasi Sel

Karakteristik makhluk hidup adalah : bereproduksi, tumbuh, melakukan

metabolisme, dan beradaptasi terhadap perubahan internal dan eksternal. Aktivitas

selsesuai dengan proses kehidupan, meliputi : ingesti, mengekskresikan sisa

metabolism, asimilasi, bernafas, bergerak, mencerna, mensintesis, berespon , dan lain

sebagainya.

Struktur Sel

Sel mengandung struktur fisik yang terorganisir yang dinamakan organel. Sel

terdiri dari dua bagian utama: inti dan sitoplasma keduanya dipisahkan oleh membran

inti. Sitoplasma dipisahkan dengan cairan sekitarnya oleh membran sel. Berbagai zat

yg membentuk sel secara keseluruhan disebut protoplasma.

Struktur sel adalah sebagai berikut :

1. Membran Sel, merupakan struktur elastis yg sangat tipis, penyaring selektif zat-

zat tertentu.

2. Membran inti, merupakan dua membrane yang saling mengelilingi. Pada kedua

membrane yg bersatu merupakan tempat yang permeabel sehingga hampir semua

zat yg larut dapat bergerak antara cairan inti dan sitoplasma.

3. Retikulum endoplasma, terdiri dari:

RE granular yang pada permukaannya melekat ribosom yg terutama

mengandung RNA yang berfungsi dalam mensintesa protein.

RE agranular, tidak ada ribosom. Berfungsi untuk sintesa lipid dan

enzimatik sel.

4. Komplek golgi. Berhubungan dengan RE berfungsi memproses senyawa yg

ditransfer RE kemudian disekresikan.

5. Sitoplasma, yaitu suatu medium cair banyak mengandung struktur organel sel.

6. Mitokondria, adalah organel yg disediakan untuk produksi energi dalamsel. Di

sini dioksidasi berbagai zat makanan. katabolisme / pernafasan sel.

Page 19: BAB 1 patologi anatomi.docx

7. Lisosom, adalah bungkusan enzim pencernaan yg terikat membran dan

merupakan organ pencernaan sel

8. Sentriol, merupakan struktur silindris kecil yg berperan penting pada

pembelahan sel.

9. Inti, adalah pusat pengawasan atau pengaturan sel. Mengandung DNA

yangdisebut gen.

10. Nukleoli, merupakan struktur protein sederhana mengandung RNA.Jumlah dapat

satu atau lebih.

Sistem Fungsional Sel.

1. Penelanan dan pencernaan oleh sel.

Zat-zat dapat melewati membran dengan cara :

Difusi

transpor aktif melalui membrane

endositosis , yaitu mekanisme membrane menelan cairan ekstra sel dan

isinya. Terdiri dari : fagositosis (penelanan partekil besar oleh sel seperti

bakteri, partikel-partikel degenatif jaringan) dan pinositosis (menelan sedikit

cairan ekstra sel dan senyawa yang larut dalam bentuk vesikel kecil)

2. Ekstrasi energi dari zat gizi (fungsi mitokondria)

Oksigen menghasilkan energi yang dioksidasi dan zat gizi masuk dalam sel

digunakan untuk membentuk ATP. 1 ATP menghasilkan 8000 kalori.

1.3.2 Modalitas Cidera Sel

Sel selalu terpajan terhadap kondisi yang selalu berubah dan potensial

terhadap rangsangan yang merusak sel akan bereaksi sebagai berikut :

Beradaptasi

Jejas / cidera reversible

Kematian 

Sebab-sebab (etiologi) jejas, kematian dan ddaptasi sel :

Page 20: BAB 1 patologi anatomi.docx

1. Hipoksia, akibat dari hilangnya perbekalan darah karena gangguan aliran darah,

gangguan kardiorespirasi, dan hilangnya kemampuan darah mengangkut oksigen :

anemia dan keracunan. Respon sel terhadap hipoksia tergantung pada tingkat

keparahan hipoksia seperti: sel-sel dapat menyesuaikan , terkena jejas, kematian.

2. Bahan kimia (termasuk obat-obatan). Bahan kimia menyebabkan perubahan pada

beberapa fungsi sel : permeabilitas selaput, homeostatis osmosa, keutuhan enzim

atau kofaktor. Racun menyebabkan kerusakan hebat pada sel dan kematian

individu.

3. Agen fisik dapat merusak sel .

Trauma mekanik, yang dapat menyebabkan pergeseran organisasi organel

intra sel 

Suhu rendah, gangguan suplai darah, vasokontriksi

Suhu tinggi membakar jaringan

Perubahan medadak tekanan atmosfer, menyebabkan gangguan perbekalan

darah untuk sel-sel. Tingginya gas-gas atmosfer yang berada dibawah tekanan

atmosfer darah yang jika mendadak kembali ke tekanan normal, zat-zat

tersebut akan terjebak keluar dari larutan secara cepat dan membentuk

gelembung-gelembung jejas hipoksia, menyumbat aliran darah dalam sirkulasi

mikro.

Tenaga radiasi, jejas akibat ionisasi langsung senyawa kimia yang ada

didalam sel atau karena ionisasi sel yg menghasilkan radikal “panas” yg

secara sekunder bereaksi dengan komponen intra sel 

Tenaga listrik, jika melewati tubuh akan menyebabkan : aritmi jantung, luka

bakar serta gangguan jalur konduksi saraf.

4. Agen mikrobiologi : bakteri, virus, mikoplasma, klamidia , jamur dan protozoa

akan merusak sel-sel penjamu, mengeluarkan eksotoksin. Bakteri merangsang

respon peradangan atau mengeluarkan endotoksin. Sehingga muncul reaksi

immunologi yang merusak sel dan timbul reaksi hipersensitivitas terhadap

agen. Contoh penyakit : infeksi stafilokokus atau streptococcus, gonore, sifilis,

kolera, dan lain sebagainya.Virus mewariskan DNA virus menyatu dengan DNA

Page 21: BAB 1 patologi anatomi.docx

sel setelah berada dalam sel virus akan mengambil alih fungsi sel. RNA virus

gen-gen pada sel baru akan mengontrol fungsi sel: Contoh penyakit : ensefalitis,

campak jerman, rubella, poliomyelitis, hepatitis , dan lain-lain

5. Mekanisme Imun

Reaksi imun sering dikenal sebagai penyebab kerusakan dan penyakit pada sel.

Antigen penyulut dapat eksogen maupun endogen. Antigen endogen (missal

antigen sel) menyebabkan penyakit autoimun.

6. Gagngguan genetic

Mutasi, dapat menyebabkan: mengurangi suatu enzim,kelangsugan hidup sel

tidak sesuai, atau tanpa dampak yg diketahui.

7. Ketidakseimbangan nutrisi : defisiensiprotein-kalori, avitaminosis, aterosklerosis,

obesitas, kelebihan kalori 

8. Penuaan Sel

1.2.3 Adaptasi Sel

Bentuk reaksi sel jaringan organ / sistem tubuh terhadap jejas antara lain :

1. Retrogresif, jika terjadi proses kemunduran (degenerasi/ kembali kearah yang

kurang kompleks).

2. Progresif, berkelanjutan berjaklan terus kearah yang lebih buruk untuk penyakit

3. Adaptasi (penyesuaian) : atropi, hipertropi, hiperplasi, metaplas

4. Sel-sel menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan mikronya. 

Atropi

Yaitu suatu pengecilan ukuran sel bagian tubuh yang pernah berkembang

sempurna dengan ukuran normal. Atropi merupakan bentuk reaksi adaptasi.

Penyebab atropi adalah berkurangnya beban kerja, hilangnya persarafan,

berkuranghnya perbekalan darah, hilangnya rangsangan hormon

Sifat : seluruh bagian tubuh tampak mengecil secara bertahap.

Fisiologik misalnya aging proses

Page 22: BAB 1 patologi anatomi.docx

Patologik (pasca peradangan), misal keadaan kurus kering akibat marasmus dan

kwashiorkor, emasiasi / inanisi (menderita penyakit berat), melemahnya fungsi

pencernaan atau hilangnya nafsu makan

Umum atau local. penurunan aktivitas endokrin dan pengaruhnya atas target sel dan

target organ.

Hipertropi

Yaitu peningkatan ukuran sel dan perubahan ini meningkatkan ukuran alat

tubuh. Ukuran sel jaringan atau organ yg menjadi lebih besar dari ukuran normalnya.

Terjadi pada organ yang tidak mempunyai kemampuan replikasi misalnya otot

jantung, otot kerangka. Penyebabnya adalah akibat beban kerja organ atau jaringan

yang berlebihan.

Hiperplasia

Yaitu peningkatan jumlah sel (bertambah banyak) yang terjadi pada jaringan

yang dapat bereplikasi. Misalnya : Hipeplasia endometrium, prostat BPH (Benignt

Prostat Hipertrofi).

Metaplasia

Ialah bentuk adaptasi terjadinya perubahan sel matur jenis tertentu menjadi sel

matur jenis lain yang sifatnya reversibel. Misalnya: sel epitel torak endoservik daerah

perbatasan dengan epitel skuamosa, sel epitel bronchus perokok.

Displasia

Sel dalam proses metaplasia berkepanjangan tanpa mereda dapat mengalami

ganguan polarisasi pertumbuhan sel reserve sehingga timbul keadaan yang disebut

displasia. Sel yang mengalami displasia akan mengalami perubahan bentuk, susunan,

dan ukuran.

Page 23: BAB 1 patologi anatomi.docx

Degenerasi

Yaitu keadaan terjadinya perubahan biokimia intraseluler yang disertai

perubahan morfologik, akibat jejas non fatal pada sel. Dalam sel jaringan terjadi :

Akumulasi cairan atau zat dalam organel sel

Storage (penimbunan) sel mengembung/bengkak.

Perubahan morfologik terurama dalam sitoplasma disebut degenerasi

bengkak keru (claude swelling).

Sitoplasma keruh atau granuler kasar

Ditemukan kerusakan reticulum endoplasma dan filament mitokondrial

Terbentuk fragmen partikel yang mengandung unsur lipid dan

proteinedemaintrasel, disebut peningkatan tekanan osmosis

Jika hal ini berlanjut, maka akan terjadi pembengkakan vesikel akan tampak

vakuola intra sel. Kemunduran ini disebut degenerasi vakuoler atau hidrofik.

Reaksi sel terhadap jejas yang masih reversible disebut degenerasi

Reaksi sel terhadap jejas yang ireversible menuju kematian disebut nekrosis

Infiltrasi 

Infiltrasi merupakan bentuk retrogresi dengan penimbunan metabolit sistemik

pada sel normal.