BAB 1 epid
description
Transcript of BAB 1 epid
BAB 1
PENDAHULUAN
Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian
rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan
penelitiannya. Dalam pengertian yang luas desain penelitian mencakup berbagai
hal yang dilakukan oleh peneliti, mulai dari identifikasi masalah, perumusan
hipotesis, operasionalisasi hipotesis tersebut, sampai pada analisis data. Dalam
pengertian yang lebih sempit desain penelitian mengacu pada jenis atau macam
penelitian yang dipilih untuk mencapai tujuan penelitian.Desain penelitian harus
disusun dan dilaksanakan dengan penuh perhitungan agar dapat menghasilkan
petunjuk empiris yang kuat relevansinya dengan pertanyaan penelitian
(Notoatmodjo, 2002).
Pembagian desain penelitian yang sangat sering digunakan adalah
pembagian desain penelitian deskriptif dan analitik. Penelitian deskriptif adalah
penelitian yang bertujuan melakukan deskripsi mengenai fenomena yang
ditemukan, baik yang berupa faktor risiko maupun efek atau hasil. Fenomena
hasil penelitian disajikan secara apa adanya, peneliti tidak mencoba menganalisis
bagaimana dan mengapa fenomena tersebut dapat terjadi,oleh karena itu pada
penelitian deskriptif tidak perlu ada hipotesis (Sudigdo,1995).
Pada penelitian analitik peneliti mencoba mencari hubungan anatara
variabel.Pada penelitian ini dilakuakan analisis terhadap data yang
dikumpulkan,karena itu pada penelitian analitik perlu dibuat hipotesis. Desain
penelitian analitik dibagi menjadi dua yaitu desain penelitian analitik
observasional dan desain penelitian eksperimental (Sudigdo,1995).
Desain penelitian analitik observasional pada umumnya dapat dibagi
menjadi tiga jenis,yaitu desain penelitian cross sectional, desain penelitian kasus-
kontrol,dan desain penelitian kohort (Pratiknya A.W,1986).
Desain penelitian cross sectional ialah suatu desain penelitian untuk
mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan
cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat
(point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali
saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada
saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati
pada waktu yang sama. Desain ini dapat mengetahui dengan jelas mana yang
menjadi pemajan dan outcome, serta jelas kaitannya hubungan sebab akibatnya
(Notoatmodjo, 2002).
Penelitian cross sectional ini, peneliti hanya mengobservasi fenomena pada
satu titik waktu tertentu. Penelitian yang bersifat eksploratif, deskriptif, ataupun
eksplanatif, penelitian cross-sectional mampu menjelaskan hubungan satu variabel
dengan variabel lain pada populasi yang diteliti, menguji keberlakuan suatu model
atau rumusan hipotesis serta tingkat perbedaan di antara kelompok sampling pada
satu titik waktu tertentu. Namun penelitian cross-sectional tidak memiliki
kemampuan untuk menjelaskan dinamika perubahan kondisi atau hubungan dari
populasi yang diamatinya dalam periode waktu yang berbeda, serta variabel
dinamis yang mempengaruhinya (Nurdini, 2006)
Epidemiologi mempunyai sejumlah pilihan desain yang diperlukan untuk
menjalankan riset. Mengenal dan memahami karakteristik desain studi penting
agar dapat memilih rencana dengan tepat untuk mencapai tujuan penelitian dan
menafsirkan dengan tepat hasil-hasil penelitian. Tetapi perlu dicatat bahwa tidak
satupun desain studi dikatakan paling baik untuk diterapkan pada semua
penelitian. Semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Disesuaikan dengan
penelitiannya. Setiap peneliti diharapkan dapat meminimalisasi kekurangan dan
mengoptimalkan kelebihan dari desain yang dipilih dalam riset (Budiarto,2004).
Di bawah ini dijelaskan tentang desain studi analitik cross sectional dengan
masing-masing kelebihan dan kekurangannya, serta contoh aplikasi desain studi
analitik cross sectional dalam bidang gizi.
BAB II
ISI
A. Definisi Studi Potong Lintang (Cross Sectional Study)
Cross sectional study merupakan penelitian prevalensi penyakit dan
sekaligus dengan prevalensi penyebab atau faktor resiko. Tujuan penelitian ini
untuk mengamati hubungan antara faktor resiko dengan akibat yang terjadi
berupa penyakit atau keadaan kesehatan tertentu dalam waktu yang bersamaan,
ditanya masalahnya (akibat) sekaligus penyebabnya (faktor resikonya).
Pengukuran terhadap variabel pengaruh dan terpengaruh dilakukan pada
titik waktu yang sama. Mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor
resiko dengan efek, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data
sekaligus pada suatu saat ( poin time approach ). Artinya, tiap subjek penelitian
hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status
karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti
semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama.
Studi potong-lintang (cross-sectional study, studi prevalensi, survei)
berguna untuk mendeskripsikan penyakit dan paparan pada populasi pada satu
titik waktu tertentu. Data yang dihasilkan dari studi potong-lintang adalah data
prevalensi terdiri atas kasus baru dan lama. Prevalensi adalah jumlah kasus
yang ada di suatu saat dibagi dengan jumlah populasi studi.. Tetapi studi
potong-lintang dapat juga digunakan untuk meneliti hubungan paparan-
penyakit, meskipun bukti yang dihasilkan tidak kuat untuk menarik kesimpulan
kausal antara paparan dan penyakit, karena tidak dengan desain studi ini tidak
dapat dipastikan bahwa paparan mendahului penyakit.
B. Langkah –langkah Cross Sectional
1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis
a. Pertanyaan penelitian yang akan dijawab harus dikemukakan
dengan jelas.
b. Dalam studi cross-sectional analitik hendaklah dikemukakan
hubungan antar variabel yang diteliti.
2. Mengidentifikasikan variable penelitian
a. Semua variabel yang diteliti dalam studi prevalen harus
diindentifikasikan dengan cermat.
3. Menetapkan subyek penelitian
a. Menetapkan populasi penelitia
b. Bergantung kepada tujuan penelitian, maka ditentukan dari
populasi terjangkau mana subyek penelitian yang akan dipilih,
apakah dari rumah sakit / fasilitas kesehatan, atau dari masyarakat
umum.
c. Menentukan sampel dan memperkirakan besar sampel
d. Besar sampel harus diperkirakan dengan formula yang sesuai dan
pemilihan sampel harus dilakukan dengan cara yang benar, agar
dapat mewakili populasi terjangkau.
4. Melaksanakan pegukuran
a. Pengukuran faktor risiko
i. Penetapan factor risiko dapat dilaksanakan dengan berbagai
cara, tergantung pada sifat faktor risiko.
ii. Dapat digunakan kuesioner, catatan medik, uji
laboratorium, pemeriksaan fisik, atau prosedur pemeriksaan
khusus.
b. Pengukuran efek (penyakit)
i. Terdapatnya efek atau penyakit tertentu dapat ditentukan
dengan kuesioner, pemeriksaan fisik, ataupun pemeriksaan
khusus, bergantung kepada karakteristik penyakit yang
dipelajari.
ii. Harus ditetapkan criteria diagnosisnya dengan batasan
operasional yang jelas.\
5. Melakukan analisis
Analisis ini dapat berupa suatu uji hipotesis ataupun analisis untuk
memperoleh risiko relatif. Hal yang terakhir inilah yang lebih sering dihitung
dalam studi cross-sectional untuk mengidentifikasi faktor risiko.
C. Ciri-Ciri Penelitian Cross Sectional
Ciri-ciri penelitian cross sectional menurut Budiarto (2004) yaitu sebagai
berikut:
1. Pengumpulan data dilakukan pada satu saat atau satu periode tertentu dan
pengamatan subjek studi hanya dilakukan satu kali selama satu penelitian.
2. Perhitungan perkiraan besarnya sampel tanpa memperhatikan kelompok
yang terpajan atau tidak.
3. Pengumpulan data dapat diarahkan sesuai dengan criteria subjek studi.
Misalnya hubungan antara Cerebral Blood Flow pada perokok, bekas
perokok dan bukan perokok.
4. Tidak terdapat kelompok control dan tidak terdapat hipotesis spesifik.
5. Hubungan sebab akibat hanya berupa perkiraan yang dapat digunakan
sebagai hipotesis dalam penelitian analitik atau eksperimental.
D. Kelebihan dan Kelemahan Penelitian Cross Sectional
1. Kelebihan penelitian cross sectional adalah sebagai berikut:
a. Studi cross sectional memungkinkan penggunaan populasi dari
masyarakat umum, tidak hanya para pasien yang mencari pengobatan,
hingga generalisasinya cukup memadai
b. Relatif murah dan hasilnya cepat dapat diperoleh
c. Dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligus
d. Jarang terancam loss to follow-up (drop out)
e. Dapat dimasukkan ke dalam tahapan pertama suatu penelitian kohort
atau eksperimen, tanpa atau dengan sedikit sekali menambah biaya
f. Dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang bersifat
lebih konklusif
g. Membangun hipotesis dari hasil analisis
2. Kelemahan penelitian cross sectional adalah sebagai berikut:
a. Sulit untuk menentukan sebab akibat karena pengambilan data risiko
dan efek dilakukan pada saat yang bersamaan (temporal relationship
tidak jelas)
b. Studi prevalens lebih banyak menjaring subyek yang mempunyai masa
sakit yang panjang daripada yang mempunyai masa sakit yang pendek,
karena inidividu yang cepat sembuh atau cepat meninggal mempunyai
kesempatan yang lebih kecil untuk terjaring dalam studi
c. Dibutuhkan jumlah subjek yang cukup banyak, terutama bila variabel
yang dipelajari banyak
d. Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insidensi maupun prognosis
e. Tidak praktis untuk meneliti kasus yang jarang
f. Tidak menggambarkan perjalanan penyakit
(Sayogo, 2009)
Keunggulan metode penelitian ini antara lain mudah dilaksanakan, relatif
murah, menghasilkan angka prevalensi dan dapat mengamati banyak
variabel. Sedangkan keterbatasannya tidak dapat meneliti kondisi atau
kasus penyakit yang sedikit (rare) banyak "bias" yang timbul, kurang baik
untuk meramalkan kecenderungan, memerlukan sampel besar, kurang
akurat untuk menggambarkan suatu penyakit dan faktor risiko serta tidak
dapat menghitung angka insidensi (Nasseh, 1993).
E. Interpretasi Hasil
Pada studi cross sectional, estimasi resiko relative diperoleh dengan
menghitung rasio prevalens. Resiko relative adalah perbandingan antara
prevalensi penyakit (efek) pada kelompok dengan resiko, dengan prevalensi efek
pada kelompok tanpa resiko. Yang dimaksud prevalensi adalah perbandingan
antara jumlah subyek dengan penyakit (lama dan baru) pada satu saat dengan
seluruh subyek yang ada.
Rasio prevalensi harus disertai dengan nilai interval kepercayaan yang
dikehendaki yang menetukan apakah rasio prevalensi tersebut bermakna atau
tidak. Interval kepercayaan akan menunjukkan rentang nilai rasio prevalensi yang
diperoleh pada populasi terjangkau apabila sampling dilakukan berulang-ulang.
1. Bila nilai rasio prevalensi = 1, berarti variabel yang diduga merupakan
faktor resiko tersebut tidak ada pengaruhnya untuk terjadi efek, dengan
kata lain bersifat netral.
2. Bila nilai rasio prevalensi > 1, berarti variabel tersebut merupakan faktor
resiko untuk timbulnya penyakit tertentu.
3. Apabila nilai rasio prevalensi < 1, berarti faktor yang diteliti tersebut justru
mengurangi kejadian penyakit dengan kata lain faktor yang diteliti tersebut
merupakan faktor protektif.
4. Bila nilai rasio prevalensi mencakup angka 1, berarti pada populasi yang
diwakili oleh sampel tersebut mungkin nilai prevalensinya = 1, sehingga
belum dapat disimpulkan bahwa faktor tersebut merupakan faktor resiko.
F. Contoh Penerapan Di Bidang Gizi
1. Contoh sederhana: ingin mengetahui “Hubungan Antara Anemia Besi
Pada Ibu Hamil Dengan Berat Badan Bayi Lahir (BBL)”, dengan
menggunakan rancangan atau pendekatan cross sectional (Notoatmodjo,
2002).
a. Tahap pertama: mengidentifikasi variabel-variabel yang akan
diteliti dan kedudukannnya masing-masing:
1) Variabel dependen (efek): Berat badan bayi lahir
2) Variabel independen (resiko): Anemia besi
b. Tahap Kedua: menetapkan studi penelitian atau populasi dan
sampelnya. Subjek penelitian disini adalah ibu-ibu yang baru
melahirkan, namun perlu dibatasi dari daerah mana mereka ini
dapat diambil, apakah lingkup di Rumah Sakit Umum, Rumah
Sakit Bersalin, atan Rumah Bersalin. Demikian pula batas
waktunya juga ditentukan. Kemudian cara pengambilan
sampelnya, apakah bedasarkan teknik random atau non random
c. Tahap Ketiga: melakukan pengumpulan data, observasi atau
pengukuran terhadap variabel dependen dan independen (dalam
waktu yang sama). Caranya, mengukur berat badan bayi yang baru
dilahirkan dan memeriksa Hb darah ibu.
d. Tahap Keempat: mengolah dan menganalisis data dengan cara
membandingkan anatara berat badan bayi lahir dengan Hb darah
ibu. Dari analisis ini akan diperoleh bukti adanya atau tidak adanya
hubungan antara anemia besi dengan berat badan bayi lahir.
2. Contoh penelitian Cross sectional bersifat analitik yang dikutip dalam
Budiarto (2004) yaitu hubungan antara anemia dengan kelahiran bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Pada setiap ibu hamil yang akan
melahirkan dilakukan pemeriksaan Hb kemudian setelah bayi lahir
ditimbang berat badannya. Kriteria inklusi adalah persalinan
normal/fisiologis dengan kehamilan yang cukup bulan. Batasan untuk
anemia adalah Hb kurang dari 11gr%.
Anemia Jumlah R
esiko
- 15 85 100 0,15
- 8 92 100 0,08
Jumlah 23 177 200 RR 1,9
Hasil dari tabel tersebut menunjukkan bahwa resiko anemia
terhadap BBLR 2 kali lebih besar dibandingkan dengan tidak anemia.
Resiko atribut (RA) = 0,15 – 0,08 = 0,07. Ini berarti bahwa resiko BBLR
yang dapat dihindarkan bila tidak terjadi anemia pada ibu hamil sebesar
0,007.Analisis data yang dilakukan dalam penelitian yaitu dengan uji Chi-
Square. Uji Chi-Square berguna untuk menguji hubungan atau pengaruh
dua buah variabel nominal dan mengukur kuatnya hubungan antara
variabel yang satu dengan variabel nominal lainnya (Wijayanto, 2009).
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan cross sectional karena
pengumpulan data dilakukan pada waktu yang hampir bersamaan, tetapi
bersifat analitis karena dilakukan analitis seperti penelitian kohor.
Kelemahan penelitian ini antara lain tidak diketahui apakah anemia terjadi
sebelum hamil atau setelah hamil dan komparabilitas kedua kelompok
tidak dapat dilakukan, misalnya tingkat pendidikan, makanan yang
dikonsumsi, sosial ekonomi, dan lain-lain yang mungkin berpengaruh
terhadap terjadinya anemia (Budiarto, 2004).
3.Contoh kasus yang menggunakan desain studi analitik cross sectional dalam
Jurnal gizi
Asosiasi menunda sarapan dengan obesitas dan kualitas hidup terkait
kesehatan: bukti dari nasional Survei di Taiwan
Subjek dan Metode
Penelitian cross-sectional ini menggunakan data dari 2005 National
Health Interview Survey di Taiwan Dilakukan oleh National Health
Research Institutes, Biro Nasional Obat Terkendali dan Biro Promosi
Kesehatan, Departemen Kesehatan, Taiwan. Wawancara Kesehatan
Nasional. Unit sampling tahap pertama adalah lingkungan (atau desa)
Dalam masing-masing kota atau kabupaten, yang Tahap kedua adalah 'Lin'
(unit terkecil untuk rumah tangga pendaftaran di Taiwan) dan tahap ketiga
adalah orang. Individu Termasuk dalam penelitian ini di mana Individu
berusia antara 18 dan 64. Frekuensi makan sarapan Dinilai oleh Pertanyaan
berikut: "Biasanya, berapa hari dalam seminggu melakukan Anda makan
sarapan? “. ada Lima kategori respon yaitu:
a. tidak pernah,
b. satu kali dalam seminggu,
c. 2-3 kali dalam seminggu,
d. 4-5 hari seminggu dan
e. setiap hari atau hampir setiap hari.
Pada periode waktu yyang sama BMI Dihitung menggunakan
Mengikuti rumus: berat badan (kg) / height2 (m2). Individu Apakah
diklasifikasikan sebagai 'obesitas'. BMI Apakah mereka adalah sama
dengan atau lebih besar dari 27 berdasarkan BMI yang disarankan oleh
Departemen Kesehatan di Taiwan. Perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan kebiasaan termasuk dalam arus Analisis Apakah merokok,
minum alkohol, mengunyah sirih dan olahraga. Kehadiran Kebiasaan ini
adalah Diidentifikasi oleh empat ya-tidak pertanyaan.
Pemodelan regresi logistik multivariabel digunakan untuk mengatur
semua Perkiraan risiko untuk kovariat (yang adalah, usia, jenis kelamin,
status perkawinan, tingkat pendidikan, bulanan pendapatan, merokok,
konsumsi alkohol, sirih quid mengunyah dan kebiasaan olahraga). Uji
Cochran-Armitage untuk trend dilakukan untuk menentukan apakah ada
signifikan 'tergantung dosis' hubungan antara frekuensi konsumsi sarapan
dan obesitas sebagai biner variabel respon.
Hasil
Sampel dari penelitian ini meliputi 7829 pria dan 7511 wanita
berusia 18-64 tahun (rata-rata ¼ 38.69 ± 12.65). Antara mereka, 1239
orang Apakah jarang sarapan dan 14 101 orang makan sarapan secara
teratur. Kira-kira, 8,1% dari Adalah orang dewasa jarang sarapan.
Diantara Seluruh Sampel, 2468 Individu (16,09%) diklasifikasikan sebagai
obesitas. Dari sampel perempuan 12,53% adalah obesitas, Sedangkan
19,50% dari laki-laki obesitas. Dalam Kedua jenis kelamin, tingkat
prevalensi obesitas lebih tinggi pada dewasa setengah baya (laki-laki:
21,86% dan perempuan 20.40%) dibandingkan pada orang dewasa muda
(laki-laki: 18,28% dan perempuan: 8.12%). Hubungan terbalik antara
frekuensi makan dan Prevalensi obesitas telah-telah ditunjukkan dalam
cross-sectional. Temuan ini mendukung hipotesis kami Bahwa ada
hubungan dosis-tergantung Antara frekuensi konsumsi sarapan dan
obesitas. Temuan dari studi ini menambah bukti untuk mendukung peran
makan sarapan di pencegahan obesitas.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Eko Budiarto.2004. Metode Penelitian. Jakarta: EGC.
Notoadmojo, Soekidjo.2002.Metode Penelitian.Jakarta : Redika Citra
Setiadi.2002.konsep dan Praktik penulisan Riset keperawatan,ED: kedua,
Yogyakarta:Graha Ilmu
http://nuritadiah.students-blog.undip.ac.id/2010/10/31/metode-penelitian-
survey-analitik/
Nasseh, Syahrudji. 1993. Keunggulan dan Keterbatasan Beberapa Metode
Penelitian Kesehatan. Media Litbangkes Vol. III No.01/1993. Puslit
Ekologi Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan.
Sastroasmoro, Sudigdodan Sofyan Ismael. 1995. Dasar-Dasar Metodologi
Penelitian Klinis. Binarupa Aksara: Jakarta.
Sayogo, Savitri. 2009. Studi Cross-sectional Atau Potong Lintang. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Budiarto,E.2004.Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta:EGC.
Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta: PT Rineka Citra.
Nurdini,S.2010. Studi Cross-sectional Atau Potong Lintang.Bandung: Cipta
Karya.
Pratiknya A.W.1986. Dasar- dasar metodologi penelitian kedokteran kesehatan.
Jakarta: Rajawali.
Sudigdo,S.1995.Dasar-dasar metodelogi penelitian klinis.Jakarta:Binarupa
Aksara.