BAB 1-4 dr iwan fix

45
USULAN PENELITIAN HUBUNGAN PERHATIAN KELUARGA DENGAN TERJADINYA SKIZOFRENIA di RSJ DR RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG Oleh : Guruh Ardhianto Kurniawan 04020060 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG FAKULTAS KEDOKTERAN

description

bab1

Transcript of BAB 1-4 dr iwan fix

Page 1: BAB 1-4 dr iwan fix

USULAN PENELITIAN

HUBUNGAN PERHATIAN KELUARGA DENGAN TERJADINYA

SKIZOFRENIA di RSJ DR RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG

Oleh :

Guruh Ardhianto Kurniawan

04020060

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

2011

Page 2: BAB 1-4 dr iwan fix

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peranan keluarga menggambarkan perilaku interpersonal, sifat, kegiatan

yang berhubungan dengan individu dalam situasi dan posisi tertentu. Pernan

individu dalam keluarga di dasari oleh harapan dan pola perilaku dari

keluarga. Berlandaskan pemikiran tersebut maka kesehatan keluarga

diarahkan kepada upaya keluarga dalam memelihara kesehatan anggota

keluarganya.

Pemeliharaan kesehatan para anggotanya ini mempunyai dua prinsip

yaitu pemeliharaan kesehatan fisik maupun kesehatan psikologis dan

emosionil. Kesejahteraan psikologis dan emosionil menekankan pada

hubungan antar anggota keluarga, apalagi seseorang dengan gangguan jiwa

sangat membutuhkan perhatian dan perawatan khusus dari anggota

keluarganya terutama pada pemeliharaan kesehatan jiwa. Menurut data dari

WHO (2001) masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang

sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO (2001) menyatakan paling

tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental, WHO

memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami

gangguan kesehatan jiwa.

Salah satu dari gangguan kesehatan jiwa adalah penyakit kejiwaan

Skizofrenia. Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang

mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

Page 3: BAB 1-4 dr iwan fix

memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah.

Sembilan puluh lima persen pasien skizoprenia mengalami penyakit ini

sepanjang hidupnya (Stuart, 2006). Angka kejadian skizofrenia saat ini masih

cukup tinggi yaitu 2-3 permil. Di Indonesia 600.000 orang mengalami

skizofrenia, se-Jawa Timur 100.000 orang mengalami skizofrenia

(Sukardiono, 2007). Terjadinya angka kesakitan pada gangguan jiwa sering

disebabkan karena kurangnya perhatian dari anggota keluarga. Keluarga

merupakan jalinan relasi dan ruang hidup anggota-anggotanya.

Dalam ruang hidup tesebut, para anggota keluarga hidup

berkembang dan berelasi satu sama lain.

Perubahan ruang hidup tergantung pada relasi para

anggotanya. Bila ada relasi yang erat satu sama lain maka

ruang hidup akan membesar sedangkan bila ada konflik yang

berkepanjangan maka akan menyempit. Ada kaitan erat antara

dinamika keluarga dengan proses kemunculan skizofrenia.

Penderita skizofrenia tampaknya mengalami gangguan dalam

pembentukan kepribadian mereka yang disebabkan oleh

gangguan pada dinamika keluarga. Dengan kata lain bilamana

ada gangguan dalam dinamika keluarga dimasa perkembangan

kepribadian yang paling awal, maka perkembangan kepribadian

menjadi teganggu pula dan menjadi rentan mengalami

skizofrenia. Dinamika keluarga yang penuh konflik akan sangat

mengganggu ruang hidup yang ada pada keluarga dan sebagai

akibatnya lebih berisiko menyebabkan skizofrenia (Arif, 2006).

1.2. Rumusan Masalah

Page 4: BAB 1-4 dr iwan fix

Bagaimanakah hubungan perhatian keluarga dengan terjadinya

skizofrenia di RSJ DR Radjiman Wediodiningrat Lawang?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Menjelaskan hubungan perhatian keluarga dengan terjadinya

skizofrenia di RSJ DR Radjiman Wediodiningrat Lawang.

1.3.2. Tujuan Khusus

Mengidentifikasi hubungan pengetahuan keluarga dalam upaya

mencegah timbulnya skizofrenia.

Mengidentifikasi hubungan sikap keluarga dalam upaya mencegah

timbulnya skizofrenia.

Mengidentifikasi hubungan tindakan keluarga dalam upaya

mencegah timbulnya skizofrenia.

1.4. Manfaat

1.4.1. Manfaat Akademik

1. Digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.

2. Sebagai bahan informasi untuk meningkatkan mutu pendidikan

mengenai hubungan perhatian keluarga dengan terjadinya skizofrenia.

1.4.2. Manfaat Klinis

Memberikan informasi tentang profil pasien skizofrenia yang dapat

digunakan sebagai wacana untuk pencegahan dan terapi.

1.4.3 Manfaat bagi masyarakat

Page 5: BAB 1-4 dr iwan fix

Bagi masyarakat khususnya keluarga sebagai masukan agar keluarga lebih

perhatian terhadap pasien guna mencegah timbulnya skizofrenia pada

anggota keluarganya.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Perhatian

Perhatian adalah pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari

sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan dari penginderaan,

ingatan maupun proses kognitif lainnya. Proses tersebut membantu efisiensi

penggunaan sumberdaya mental yang terbatas yang kemudian akan membantu

kecepatan reaksi terhadap rangsang tertentu (Sternberg. R.J., 2006).

Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas

individu yang ditujukan pada sesuatu atau sekumpulan obyek (Walgito, 2008).

2.2 Konsep Keluarga

2.2.1 Pengertian

Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dalam kehidupan

manusia, tempat belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam

hubungan interaksi dengan keluarga (Gerungan. W.A., 2004).

Keluarga juga dipandang sebagai lembaga yang dapat memenuhi

kebutuhan insani, terutama kebutuhan bagi pengembangan kepribadiannya,

dan pengembangan ras manusia. Jika mengaitkan peranan keluarga dengan

upaya memenuhi kebutuhan anggota keluarganya, keluarga merupakan

Page 6: BAB 1-4 dr iwan fix

lembaga yang pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui

perawatan dan perlakuan yang baik dari orang tua, anak dapat memenuhi

kebutuhan dasarnya, baik fisik biologis, maupun sosio psikologisnya (Yusuf

Sy., 2007).

Dikutip dari Perkesmas (Effendy, 1997) berbagai peranan yang

terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :

Peran ayah sebagai suami dari istri dan ayah anak-anak, berperan

sebagai pencari nafkah, pemberi rasa aman, sebagai kepala

keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai

anggota masyarakat dari lingkungannya.

Peran ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai

peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh, pendidik

dan anak-anak juga berperan sebagai pencari nafkah tambahan

dalam keluarganya.

Peran anak-anak adalah melaksanakan peran psikososial sesuai

dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan

spiritual.

2.2.2 Fungsi Keluarga

Menurut Yusuf (2007), keluarga mempunyai beberapa fungsi yang

dapat dijalankan oleh anggotanya, yaitu :

A. Fungsi Biologis :

Untuk meneruskan keturunan.

Memelihara dan membesarkan anak.

Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

Page 7: BAB 1-4 dr iwan fix

Memelihara dan merawat anggota keluarga.

B. Fungsi Psikologis :

Memberikan kasih sayang dan rasa aman.

Memberikan perhatian diantara anggota keluarga.

Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.

Memberikan identitas keluarga.

C. Fungsi Sosialis

Membina sosialisasi pada anak.

Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat

perkembangan anak.

Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

D. Fungsi Ekonomi

Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi

kebutuhan keluarga.

Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi

kebutuhan keluarga.

Menabung untuk memenuhi keluarga di masa yang akan datang.

E. Fungsi Pendidikan

Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan,

keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat

dan minat yang dimiliki.

Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang

dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa.

Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya.

Page 8: BAB 1-4 dr iwan fix

2.2.3 Tugas keluarga dalam bidang kesehatan

Mengenal adanya gangguan ataupun kekambuhan skizofrenia pada

anggota keluarganya.

Memutuskan tindakan tepat yang harus dilakukan pada keluarga

yang sakit terutama pada terjadi kekambuhan.

Merawat anggota keluarganya yang menderita gangguan jiwa

(skizofrenia).

Menciptakan lingkungan / suasana yang aman, nyaman dan sehat

bagi anggota keluarga.

Menggunakan pelayanan kesehatan yang ada untuk

menyembuhkan. (Keliat, 1992)

2.3 Skizofrenia

2.3.1 Pengertian

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan

utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku, dimana berbagai pemikiran tidak

saling berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian yang keliru, afek

yang datar, serta gangguan aktivitas motorik yang bizarre ( Davidson, 2006).

2.3.2 Etiologi

2.3.2.1 Teori somatogenik (kelainan badaniah)

A. Keturunan

Dapat dipastikan bahwa ada faktor keturunan yang menentukan

timbulnya skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang

keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu

telur. Tetapi pengaruh keturunan tidak sederhana seperti hukum-hukum

Page 9: BAB 1-4 dr iwan fix

Mendel tentang hal ini. Disangka bahwa potensi untuk mendapatkan

skizofrenia diturunkan (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen yang resesif.

Potensi ini makin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung

pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi skizofrenia atau tidak (mirip

hal genetik pada diabetes militus).

B. Metabolisme

Belakangan ini teori metabolisme ini mendapat perhatian lagi

berhubung dengan penelitian dengan memakai obat halusinogenik, seperti

meskalin dan asamlisergik diethilamide. Obat-obatan ini dapat menimbulkan

gejala-gejala skizofrenia.

C. Endokrin

Skizofrenia mungkin disebabkan oleh suatu gangguan endokrin. Teori

ini dikemukakan terhubung dengan sering timbulnya skizofrenia pada waktu

pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium. Tetapi

hal ini belum dapat dibuktikan.

D. Susunan saraf pusat

Ada yang mencari penyebab skizofrenia kearah kelainan susunan saraf

pusat.

Teori-teori di atas dapat dimasukkan ke dalam kelompok teori

somatogenik, yaitu teori yang mencari penyebab skizofrenia dalam kelainan

badaniah. Kelompok teori lain yaitu skizofrenia dianggap suatu gangguan

fungsional dan penyebab utama ialah konflik, stres psikologik dan hubungan

antara manusia yang mengecewakan (Arif, 2006)

Page 10: BAB 1-4 dr iwan fix

2.3.2.2 Teori Psikogenik (Kejiwaan)

A. Teori Sigmund Freud

Sigmund Freud mengemukakan pada skizoprenia terdapat :

Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik atau

somatik.

Super ego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi Id yang berkuasa

serta terjadi sesuatu regresi ke fase narsisisme.

Kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga

psikoanalitik tidak mungkin.

B. Teori Eugen Bleuler

Bleuler mengatakan bahwa skizofrenia yaitu jiwa yang terpecah belah,

adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan

perbuatan (schizos berarti pecah belah atau bercabang, phren berarti jiwa).

Bleuler membagi gejala-gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok.

Gejala-gejala primer antara lain gangguan proses berfikir, gangguan

emosi, gangguan kemauan, dan otisme. Gejala-gejala primer merupakan

manifestasi dari usaha penderita untuk menyesuaikan diri terhadap

gangguan primer tadi.

Gejala-gejala sekunder di antaranya waham, halusinasi, gejala katatogenik,

atau gangguan psikomotor yang lain.

C. Teori Adolf Meyer

Page 11: BAB 1-4 dr iwan fix

Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah, sebab

tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas

pada susunan saraf. Sebaliknya Meyer mengakui bahwa suatu konstitusi yang

inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia.

Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, atau maladaptasi.

Oleh karena itu timbul suatu disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan

orang itu menjauhkan diri dari kenyataan (otisme). Hipotesa Meyer ini

kemudian memperoleh banyak pengaruh di Amerika Serikat dan mereka

memakai istilah “reaksi skizofrenia”.

Teori-teori lain menganggap skizofrenia sebagai suatu sindrome yang

dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab, antara lain keturunan,

pendidikan yang salah, mal adaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah, lues

otak, arterosklerosa otak dan penyakit yang lain yang belum diketahui.

Ada juga yang berpendapat bahwa skizofrenia itu sebagai gangguan

psikosomatik, gejala-gejala pada badan hanya sekunder karena gangguan

psikogenik. Atau merupakan manifestasi somatik dari gangguan psikogenik.

Tetapi pada skizofrenia justru yang sukar ialah untuk menentukan mana yang

primer dan mana yang sekunder, mana yang merupakan penyebab dan mana

yang hanya sebagai akibatnya saja. Jadi jelas bahwa etiologik skizofrenia

yang sebenarnya masih belum jelas (Maramis, 2009)

2.3.3 Gejala-gejala skizofrenia

Pembagian gejala ini menurut Bleuler, ada dua yaitu gejala primer

dan gejala sekunder.

Page 12: BAB 1-4 dr iwan fix

2.3.3.1 Gejala-gejala primer

A. Gangguan proses berfikir (bentuk, langkah dan isi pikiran).

Pada skizofrenia ini gangguan memang terdapat pada proses pikiran,

yang terganggu terutama pada asosiasi. Kadang-kadang satu idea belum

selesai diutarakan, sudah timbul idea lain. Ini disebut flight of ideas. Kadang-

kadang terdapat clang association oleh karena pikiran sering tidak

mempunyai tujuan tertentu. Jalan pikiran dan kata-katanya pada skizofrenia

sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini dinamakan

inkoherensinya.

Seorang dengan skizofrenia juga mempunyai kecenderungan untuk

menyamakan hal-hal, umpamanya seorang perawat dimarahi dan dipukuli,

kemudian seorang lain yang ada disampingnya juga dimarahi dan dipukuli.

Kadang-kadang pikiran seakan-akan berhenti, tidak timbul ide lagi.

Keadaan ini dinamakan blocking, biasanya berlangsung beberapa detik saja,

tetapi kadang-kadang sampai beberapa hari. Ada penderita yang mengatakan

bahwa seperti ada sesuatu yang lain di dalamnya yang berpikir, timbul ide-ide

yang tidak dikehendaki tekanan pikiran atau pressure of thoughts. Bila suatu

ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan perseverasi atau

stereotipi pikiran.

Pikiran yang melayang (flight of ideas) lebih sering terdapat pada

mania, pada skizoprenia lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering

tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran. Pada pikiran melayang selalu

Page 13: BAB 1-4 dr iwan fix

ada efori. Pada inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama

sekali, pada pikiran melayang idea timbul sangat cepat, tetapi masih dapat

diikuti, masih bertujuan (Maramis, 2009).

B. Gangguan afek dan emosi

Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa afek dan emosi yang

dangkal (emotional blunting). Misalnya penderita menjadi acuh terhadap hal-

hal yang penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya dan masa

depan, perasaan halus sudah hilang. Lebih lanjut dapat dirinci sebagai berikut

Parathimi, yaitu apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan

gembira pada penderita timbul rasa sedih atau marah.

Paramimi, yaitu penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia

menangis. Parathimi dan paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggris

dinamakan incongruity of affect dalam bahasa Belanda hal ini dinamakan

inadequat.

Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai

kesatuan, misalnya sesudah membunuh istrinya penderita menangis

berhari-hari, tetapi mulutnya tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek

dan emosi yang khas untuk skizofrenia.

Emosi yang berlebihan sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti

penderita sedang bermain sandiwara.

Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik

(emotional rapport). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan

penderita.

Page 14: BAB 1-4 dr iwan fix

Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan

mungkin terdapat bersama-sama, misalnya mencintai dan membenci satu

orang yang sama; atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama.

Ini dinamakan ambivalensi pada afek (Maramis, 2009).

C. Gangguan kemauan

Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam

suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu

tidak jelas, misalnya ditanyai mengapa tidak berprestasi dalam pekerjaan

atau mengapa terus berjalan-jalan saja. Atau mereka menganggap hal itu

biasa saja dan tidak perlu diterangkan. Lebih lanjut dapat dirinci sebagai

berikut :

Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya, bahkan

berbulan-bulan. Perilaku demikian erat hubungannya dengan otisme

dan stuporkatatonik.

Negativisme, adalah sikap atau perbuatan yang negatif atau berlawanan

terhadap suatu permintaan.

Ambivalensi kemauan, yaitu menghendaki dua hal yang berlawanan

pada waktu yang sama, umpamanya mau makan dan tidak mau makan

hendak masuk kedalam ruangan, tetapi sewaktu melalui pintu ia

mundur, maju mundur. Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah

timbul dorongan yang berlawanan.

Otomatisme, yaitu penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh

orang lain atau oleh tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu

secara otomatis (Maramis, 2009).

Page 15: BAB 1-4 dr iwan fix

2.3.3.2 Gejala-gejala sekunder

A. Waham

Pada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali dan sangat

aneh (bizar). Tetapi penderita tidak menginsyafi hal ini dan untuk dia

wahamnya merupakan fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun.

Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan, umpamanya

penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermain main dengan air

ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar. Ada dua macam

waham yaitu waham primer dan waham sekunder, waham sistematis atau

tafsiran yang bersifat waham (delusional interpretations).

Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali tanpa

penyebab apa-apa dari luar. Menurut Mayer-Gross (1990), hal ini hampir

patognomonis buat skizofrenia. Umpamanya istrinya sedang berbuat

serong sebab ia melihat seekor cecak berjalan dan berhenti dua kali.

Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dan dapat diikuti. Waham

dinamakan menurut isinya : waham kebesaran atau expansif, waham

nihilistik, waham kejaran, waham sindiran, waham dosa dan sebagainya

(Maramis, 2009)

B. Halusinasi

Halusinasi adalah persepsi sensorik yang salah di mana tidak

terdapat stimulus sensorik yang berkaitan dengannya. Halusinasi dapat

berwujud pengindraan kelima indra yang keliru, tetapi yang paling sering

Page 16: BAB 1-4 dr iwan fix

adalah halusinasi dengar (auditory) dan halusinasi penglihatan (visual)

(Arif, 2006)

2.3.4 Pembagian skizofrenia

2.3.4.1 Skizofrenia simplex

Skizofrenia Simplex sering timbul pertama kali pada masa

pubertas. Gejala utama pada jenis simplex ialah kedangkalan emosi dan

kemunduruan kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar

ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini

timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai

kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan

(Maramis, 2009)

2.3.4.2 Jenis hebefrenik (skizofrenia hebefrenik atau hebefrenia)

Permulaannya perlahan-lahan atau sub akut dan sering timbul pada

masa remaja atau antara 15 - 25 tahun. Gejala yang menyolok adalah :

gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi

atau double personality. Gangguan Psikomotor seperti mannerism,

neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada

hebefrenia. Waham dan halusinasi banyak sekali (Maramis, 2009)

2.4.4.3 Jenis katatonik

Timbul katatonik pertama kali antara umur 15 - 30 tahun, dan

biasanya akut serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin gaduh

gelisah katatonik atau stupor katatonik.

A. Stupor katatonik

Page 17: BAB 1-4 dr iwan fix

Pada stupor katatonik, penderita tidak menunjukkan perhatian sama

sekali terhadap lingkungannya. Emosinya sangat dangkal. Gejala yang

penting ialah gejala psikomotor seperti :

Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup

Muka seperti mimik tanpa topeng.

Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama

beberapa hari, bahkan kadang-kadang sampai beberapa bulan.

Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga terkumpul didalam

mulut dan meleleh keluar, air seni dan faeses ditahan.

Terdapat grimas dan katalepsi.

Secara tiba-tiba atau pelan-pelan penderita keluar dari keadaan stupor ini

dan mulai berbicara dan bergerak (Maramis, 2009)

B. Gaduh gelisah katatonik

Gaduh gelisah katatonik ditandai adanya hiperaktivitas motorik,

tetapi tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi

oleh rangsangan dari luar.

Penderita terus berbicara atau bergerak saja. Ia menunjukkan

stereotipi, manerisme, grimas dan neologisme. Ia tidak dapat tidur, tidak

makan dan minum sehingga mungkin terjadi dehidrasi atau kollaps dan

kadang-kadang kematian (karena kehabisan tenaga dan terlebih bila terdapat

penyakit badaniah : jantung, paru-paru dan sebagainya) (Maramis, 2009).

2.4.4.4 Jenis paranoid

Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain

dalam jalannya penyakit. Hebefrenia dan katatonis sering lama kelamaan

Page 18: BAB 1-4 dr iwan fix

menunjukkan gejala-gejala skizofrenia simplex, atau gejala-gejala

hebefrenia paranoid yang jalannya konstan. Gejala-gejala yang menyolok

adalah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan

halusinasi. Baru dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan

proses berpikir, gangguan afek, emosi dan kemauan.

Jenis skizofrenia ini sering mulai umur 30 tahun. Permulaannya

mungkin sub akut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum

sakit sering dapat digolongkan skizoid. Mereka mudah tersinggung, suka

menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang lain (Maramis,

2009)

2.4.4.5 Skizofrenia residual

Skizofrenia residual ialah keadaan kronis dari skizofrenia dengan

riwayat sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala

berkembang ke arah gejala negatif yang lebih menonjol (Maramis, 2009)

2.4.5 Diagnosa dan diagnosa banding

Menurut Bleuler (1990) diagnosa skizofrenia sudah boleh dibuat

bila terdapat gangguan primer dan disharmoni (keretakan, perpecahan atau

ketidak seimbangan) pada unsur-unsur kepribadian (proses berpikir,

afek/emosi, kemauan dan psikomotorik), diperkuat dengan adanya gejala-

gejala sekunder.

Kurt Schneider (1939) menyusun 11 gejala ranking pertama (first

rank symtoms) dan berpendapat bahwa diagnosa skizofrenia sudah boleh

dibuat bila terdapat satu gejala dari kelompok A dan satu gejala dari

Page 19: BAB 1-4 dr iwan fix

kelompok B, dengan syarat bahwa kesadaran penderita tidak menurun.

Gejala-gejala ranking pertama menurut schneider ialah :

A. Halusinasi Pendengaran

Pikirannya dapat didengar sendiri.

Suara-suara yang sedang bertengkar.

Suara-suara yang mengomentari perilaku penderita.

B. Gangguan Batas Ego

Tubuh dan gerakan-gerakan penderita dipengaruhi oleh sesuatu

kekuatan dari luar.

Pikirannya diambil atau disedot keluar.

Pikirannya dipengaruhi oleh orang lain atau pikirannya itu dimasukkan

ke dalamnya oleh orang lain.

Pikirannya diketahui orang lain atau pikirannya disiarkan keluar secara

umum.

Perasaannya dibuat oleh orang lain.

Kemauannya atau tindakannya dipengaruhi oleh orang lain.

Dorongannya dikuasai oleh orang lain.

Persepsi yang dipengaruhi oleh waham (Maramis, 2009)

2.4.6 Prognosa

Dahulu bila skizofrenia dibuat, maka ini berarti bahwa sudah tidak

ada harapan lagi bagi orang yang bersangkutan bahwa kepribadiannya selalu

akan menuju ke kemunduruan mental (deteriorasi mental). Dan bila

seseorang dengan skizofrenia kemudian menjadi sembuh, maka

diagnosanya harus diragukan.

Page 20: BAB 1-4 dr iwan fix

Untuk pengobatan skizofrenia ternyata bahwa penderita itu datang

berobat dalam tahun pertama setelah serangan pertama., maka kira-kira

sepertiga dari mereka akan sembuh sama sekali (full remission atau

recovery). Sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke masyarakat walaupun

dalam masih didapati cacat sedikit dan mereka harus sering diperiksa dan

diobati selanjutnya (sosial recovery). Yang sisanya biasanya mempunyai

prognosa yang jelek, mereka tidak dapat berfungsi didalam masyarakat dan

menuju kemunduran mental, sehingga mungkin menjadi penghuni tetap di

Rumah Sakit Jiwa (Maramis, 2009).

Untuk menetapkan prognosa kita harus mempertimbangkan semua

faktor di bawah ini :

A. Umur, dikatakan bahwa makin muda umur permulaannya, makin jelek

prognosa.

B. Kepribadian yang prepsikotik artinya bila skizoid dan hubungan antar

manusia memang kurang memuaskan, maka prognosa lebih jelek.Bila

skizofrenia timbul secara akut, maka prognosa lebih baik daripada bila

penyakit itu mulai secara pelan-pelan.

C. Jenis, prognosa jenis katatonik merupakan jenis yang paling baik dari

semua jenis. Sering penderita-penderita dengan katatonia sembuh dan

kembali kepribadian prepsikotik. Kemudian menyusul jenis paranoid.

Banyak dari penderita itu dapat dikembalikan ke masyarakat.

Hebefrenia dan Skizofrenia Simplex mempunyai prognosa yang

sama jeleknya. Biasanya penderita dengan jenis skizofrenia ini menuju

kearah kemunduran mental.

Page 21: BAB 1-4 dr iwan fix

Pengobatan, makin lekas diberi pengobatan, makin baik

prognosanya.

Bila terdapat faktor pencetus, seperti penyakit badaniah atau stres

psikologik, maka prognosa lebih baik.

D. Faktor keturunan, prognosa menjadi lebih berat bila di dalam keluarga

terdapat seorang atau lebih yang juga menderita skizofrenia (Maramis,

2009).

2.4.7 Pengobatan

Pengobatan harus secepat mungkin karena keadaan psikotik yang

lama menimbulkan kemungkinan lebih besar bahwa penderita menuju ke

kemunduran mental.

Terapist jangan melihat kepada penderita skizofrenia sebagai

penderita yang tidak dapat disembuhkan lagi atau sebagai suatu makhluk

yang aneh dan inferior. Bila sudah dapat diadakan kontak, maka dilakukan

bimbingan tentang hal-hal praktis.

Biarpun penderita mungkin tidak sempurna sembuh, tetapi dengan

pengobatan dan bimbingan yang baik penderita dapat ditolong untuk

berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah ataupun di luar rumah. Untuk

itu manipulasi lingkungan perlu dilakukan (Maramis, 2009).

2.4.7.1 Terapi non farmakologi

A. Psikoterapi dan rehabilitation

Pendekatan dokter terhadap penderita.

Memberi kesempatan kepada penderita untuk mengeluarkan semua

pokok permasalahannya baik secara lisan maupun tertulis, dan

Page 22: BAB 1-4 dr iwan fix

dokter berusaha menolong sebisa-bisanya untuk membantu,

mendorong semangat penderita, menanamkan rasa percaya diri

sendiri serta menumbuhkan gairah hidup penderita (Maramis, 2009).

B. Terapi Elektro konvulsi (TEK)

Terapi ini kurang efektif dibandingkan dengan terpai pemberian

antipsikotik pada pasien skizofrenia. Namun terpai ini dapat di indikasikan

pada pasien katatonik terutama stupor dan bagi pasien yang karena suatu

alasan tidak dapat menggunakan terapi antipsikotik. Terpai TEK dapat

memperpendek serangan skizofrenia, tetapi tidak dapat mencegah serangan

yang akan datang (Maramis, 2009)

C. Terapi kelompok

Terapi ini di pusatkan pada pembuatan rencana, penyelesaian

masalah dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok yang memimpin

sepatutnya melakukan pendekatan dengan cara suportif bukan dengan cara

interpretatif. Terapi ini dimaksudkan untuk mengembalikan penderita ke

masyarakat (Maramis, 2009)

D. Pendidikan keluarga

Dalam terapi ini, keluarga dan sanak saudara dibantu ahli terapi

yang dilakukan dengan cara diskusi terbuka membicarakan bagaimana

peristiwa-peristiwa yang dapat menyebabkan episode psikotik pada

penderita. Selanjutnya diarahkan pada berbagai penerapan strategi untuk

menurunkan stres dan mengatasi masalah serta mengembalikan penderita ke

dalam aktivitas (Kaplan, 1997)

Page 23: BAB 1-4 dr iwan fix

2.4.7.2 Terapi farmakologi

Neroleptika dengan dosis efektif rendah lebih bermanfaat pada

penderita dengan skizofrenia yang menahun, yang dengan dosis efektif

tinggi lebih berfaedah pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat.

Pada penderita paranoid trifluoperazin rupanya lebih berhasil. Dengan

fenotiazin biasannya waham dan halusinasi hilang dalam waktu 2-3 minggu.

Bila tetap masih ada waham dan halusinasi, maka penderita tidak begitu

terpengaruh lagi dan menjadi kooperatif, mau ikut serta dengan kegiatan

lingkungannya dan mau turut terapi kerja.

Sesudah gejala-gejala menghilang, maka dosis dipertahankan

selama beberapa bulan lagi, jika serangan itu baru yang pertama kali. Jika

serangan skizofrenia itu sudah lebih dari satu kali, maka sesudah gejala-

gejala mereda, obat diberi terus selama satu atau dua tahun.

Hasilnya lebih baik bila neroleptika mulai diberi dalam dua tahun

pertama dari penyakit. Tidak ada dosis standard untuk obat ini, tetapi dosis

ditetapkan secara individual (Maramis, 2009).

Page 24: BAB 1-4 dr iwan fix

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka konseptual

Keterangan :

: Tidak diteliti

: Diteliti

: Berpengaruh

Gambar 3.1 Kerangka konseptual hubungan perhatian keluarga dengan terjadinya skizofrenia

Biologis

Skizofrenia

Neurotransmiter

Sosial

Psikologis

Anatomi SSP

Ekonomi

Keluarga

Masyarakat

Page 25: BAB 1-4 dr iwan fix

Perkembangan pasien skizofrenia sangat erat sekali hubungannya dengan

perhatian keluarga. Dalam kehidupan sehari-hari perhatian keluarga dalam

menjalankan perannya secara optimal sangat berpengaruh dalam upaya

pencegahan terjadinya skizofrenia, karena keluarga merupakan orang terdekat

klien. Perhatian adalah pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari

sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan dari penginderaan,

ingatan maupun proses kognitif lainnya. Proses tersebut membantu efisiensi

penggunaan sumberdaya mental yang terbatas yang kemudian akan membantu

kecepatan reaksi terhadap rangsang tertentu.

Oleh karena itu perhatian keluarga dalam upaya pencegahan terjadinya

skizofrenia sangat dibutuhkan, dimana faktor yang mempengaruhi kekambuhan

itu sendiri meliputi ketidakpatuhan minum obat, dosis obat tidak sesuai, dan

terjadinya stres akibat faktor keluarga yang tidak mendukung.

3.2 Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara perhatian keluarga dengan terjadinya skizofrenia.

Page 26: BAB 1-4 dr iwan fix

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif observasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

4.2 Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian di lakukan di RSJ Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT

Lawang. Waktu pelaksanaan pada bulan Februari 2011.

4.3 Populasi dan sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga pasien skizofrenia di

RSJ Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT Lawang pada peiode Maret – Mei

2009.

4.3.2 Sampel

Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah keluarga pasien

skizofrenia yang baru di RSJ Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT Lawang

pada periode Maret – Mei 2009 berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

4.3.3 Besar sampel

Estimasi besar sampel menggunakan rumus :

Keterangan :

n = Perkiraan jumlah sampel

N = Perkiraan jumlah populasi

Page 27: BAB 1-4 dr iwan fix

d = Tingkat kesahihan yang dipilih (d = 0,05)

4..3.4 Teknik Pengambilan Sampel (Sampling)

Penelitian ini menggunakan random sampling.

4.3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penderita skizofrenia yang baru.

2. Keluarga yang bersedia untuk diteliti.

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :

1. Penderita gangguan mental organik

4.3.6 Variabel Penelitian

4.3.6.1 Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perhatian keluarga yang diukur

melalui tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan

4.3.6.2 Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah terjadinya skizofrenia

4.3.7 Definisi Operasional

1. Perhatian keluarga adalah pemusatan atau konsentrasi dari seluruh anggota

keluarga terhadap aktivitas individu yang ditujukan pada sesuatu atau

sekumpulan obyek yang di ukur melalui tingkat pengetahuan, sikap, dan

tindakan pada pasien skizofren di RSJ DR Radjiman Wediodiningrat

Lawang.

2. Terjadinya skizofrenia adalah mengalami keluhan-keluhan atau gejala-

gejala skizofrenia untuk yang pertama kali di derita oleh pasien skizofrenia

di RSJ DR Radjiman Wediodiningrat Lawang.

Page 28: BAB 1-4 dr iwan fix

4.4 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini untuk mengetahui perhatian keluarga, peneliti

menggunakan kuestioner untuk mengevaluasi pengetahuan dan sikap, terdiri dari

pertanyaan berbentuk forced choice question dengan memilih jawaban yang

benar. Dalam mengevaluasi sikap yang terdiri dari pertanyaan positif dan negatif,

yang terdiri dari pilihan : sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak

setuju. Selain itu peneliti menggunakan lembar observasi tentang tindakan

keluarga dalam merawat anggota keluarga yang akan menderita skizofrenia dan

melakukan observasi terhadap pasien pasien tentang tanda-tanda dan gejala

timbulnya skizofrenia.

4.5 Analisa Data

Dari hasil kuesioner dilakukan analisis deskriptif dengan menggunakan

tabel distribusi dan dikonfirmasikan dalam bentuk prosentase dan narasi,

sedangkan untuk mengetahui hubungan dilakukan uji statistik Chi Square dengan

tingkat kesalahan α = 0,05.

Analisa deskriptif

Variabel pengetahuan

Aspek pengetahuan dinilai dengan menggunakan rumus :

P = f / N x 100 %

Dimana : P = Prosentase

f = Jumlah jawaban yang benar

N = Jumlah skor maksimal, jika pertanyaan dijawab benar.

(Azwar, 2003).

Page 29: BAB 1-4 dr iwan fix

Variabel sikap

Untuk mengukur sikap diukur dengan menggunakan skala Likert yang terdiri

dari 4 jawaban yaitu : SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1, untuk pernyataan positif

dan untuk pernyataan negatif dengan ketentuan SS = 1, S = 2, TS = 3, STS =

4, kemudian diperhitungkan nilai skor menjawab angket dengan rumus :

Dimana : T = Nilai sikap

X = Skor responden

= Standart deviasi (Azwar, 2003)

Setelah itu skor dikatakan positif bila nilai skor = T Mean data.

Sikap dikatakan negatif bila nilai Skor = T < Mean data.

Mean data =

Tindakan

Aspek tindakan dinilai dengan menggunakan rumus : P = f / N x 100 %

Dimana : P = Prosentase

F = Jumlah jawaban yag benar

N = Jumlah skor maksimal, jika pertanyaan dijawab benar

(Azwar, 2003)

Setelah prosentase diketahui kemudian hasilnya diinterpretasikan dengan

kriteria :

Baik : bila hasilnya 76 – 100 %

Cukup : bila hasilnya 56 – 75 %

Kurang : bila hasilnya 55 %

Kejadian skizofrenia

Page 30: BAB 1-4 dr iwan fix

Penentuan tingkat terjadinya gangguan jiwa skizofrenia dengan observasi

tanda dan gejala :

1. Timbulnya skizofrenia : Skor 1 (>50% dari kategori kambuh).

2. Tidak Timbul skizofrenia : Skor 2 (>50% dari kategori tidak kambuh).

4.6 Alur penelitian

Page 31: BAB 1-4 dr iwan fix

Gambar 4.1 Kerangka kerja hubungan perhatian keluarga dengan terjadinya skizofrenia

Populasi pada keluarga penderita di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat

Lawang

Random sampling

Sampel sesuai kriteria inklusi

Kuesioner tentang perhatian keluarga

(pengetahuan, sikap, tindakan)

Uji StatistikChi Square

Hasil

Kuesioner dan observasi tentang

terjadinya skizofrenia pada pasien

Analisis data

Pengumpulan data