Asuhan Kep. Asfiksia

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir mengalami kekurangan pasokan oksigen di tubuhnya. Asfiksia neonatorum merupakan salah satu penyakit yang serius pada neonatus dan perlu segara mendapatkan penatalaksanaan medis karena dpat berakibat fatal pada neonatus yaitu kematian. Menurut WHO, setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa neonatal (usia di bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat 1 neonatus yang meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah berat bayi lahir rendah 29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain, dan kelainan congenital. Angka kejadian asfiksia perinatal bervariasi di masing-masing negara. Sekitar 2 sampai 9 dari setiap 1000 kelahiran hidup. Penelitian di California dari tahun 1991-2000 didapatkan angka kejadian asfiksia neonatorum sebesar 4,5 setiap 1000 kelahiran hidup. Di British Hospitalangka kejadian asfiksia menurun dari 7,7 per 1000 1

description

gghh

Transcript of Asuhan Kep. Asfiksia

Page 1: Asuhan Kep. Asfiksia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir mengalami

kekurangan pasokan oksigen di tubuhnya. Asfiksia neonatorum merupakan salah satu

penyakit yang serius pada neonatus dan perlu segara mendapatkan penatalaksanaan

medis karena dpat berakibat fatal pada neonatus yaitu kematian.

Menurut WHO, setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi

lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia,

dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa neonatal (usia di

bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat 1 neonatus yang meninggal. Penyebab

kematian neonatal di Indonesia adalah berat bayi lahir rendah 29%, asfiksia 27%,

trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain, dan kelainan congenital.

Angka kejadian asfiksia perinatal bervariasi di masing-masing negara. Sekitar

2 sampai 9 dari setiap 1000 kelahiran hidup. Penelitian di California dari tahun 1991-

2000 didapatkan angka kejadian asfiksia neonatorum sebesar 4,5 setiap 1000

kelahiran hidup. Di British Hospitalangka kejadian asfiksia menurun dari 7,7 per

1000 kelahiran hidup pada akhir tahun 1970, dan menjadi 1,9 per 1000 kelahiran

hidup di tahun 1990. Di Swedia angka kejadian asfiksia neonatorum berkisar 1,8

sampai 6,9 setiap 1000 kelahiran hidup. Oleh sebab itu kelompok kami tertarik untuk

membahas mengenai penyakit asfiksia neonatorum dan penatalaksanaan yang dapat

diberikan kepada penderita.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari asfiksia?

2. Apa sajakah klasifikasi dari asfiksia?

3. Apakah penyebab (etiologi) dari asfiksia?

4. Bagaimanakah proses terjadinya asfiksia ?

5. Apa sajakah tanda dan gejala timbulnya asfiksia ?

1

Page 2: Asuhan Kep. Asfiksia

6. Apa sajakah komplikasi yang ditimbulkan dari asfiksia ?

7. Bagaimanakah penatalaksanaan asfiksia ?

8. Apa sajakah pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan asfiksia?

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu menerapkan asuhan keperawatan klien dengan asfiksia neonaturum

2. Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada klien asfiksia neonatorum

b. Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada klien

asfiksia neonatorum.

c. Dapat membuat perencanaan pada klien asfiksia neonatorum.

d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi

tindakan yang telah dilakukan pada klien asfiksia neonatorum.

1.4 Manfaat Penulisan

Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan

khususnya Fakultas Keperawatan Universitas Andalas dalam memahami konsep

penyakit asfiksia serta penatalaksanaan yang dapat diberikan kepada pasien.

2

Page 3: Asuhan Kep. Asfiksia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Asfiksia

Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan gawat bayi yang tidak dapat

bernapas spontan dan teratur sehingga dapat menurunkan oksigen dan semakin

meningkatkan karbondioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan

lebih lanjut (Manwaba,2007). Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini

merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir

terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc, 1971). Penilaian statistik dan

pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini

merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini

dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar

yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan

memperlihatkan angka kematian yang tinggi.

2.2 Klasifikasi Asfiksia

Untuk menentukan tingkat asfiksia dengan tepat, dibutuhkan pengalaman dan

observasi klinis serta penilaian yang tepat. Oleh sebab itu pada tahun 1953-1958

Virginia Apgar mengusulkan beberapa kriteria klinis untuk menentukan keadaan

neonatus. Patokan klinis yang dinilai adalah menghitung frekuensi jantung, melihat

usaha bernafas, menilai tonus otot, menilai refleks rangsangan dan menperhatikan

warna kulit.

Virginia Apgar membuat daftar penilaian dengan mengobservasi bayi pada

menit pertama dan menit kelima setelah lahir. Penilaian menit pertama untuk

menunjukkan beratnya asfiksia dan menentukan kemungkinann hidup neonatus dan

menentukan kemungkinan hidup selanjutnya, sedangkan penilaian menit kelima

untuk menentukan gejala sisa. Di bawah ini terdapat tebel yang menentukan tingkat

beratnya asfiksia.

3

Page 4: Asuhan Kep. Asfiksia

Tabel Skor Apgar

Tanda Skor

0 1-3 4-6

Frekuensi jantung Tidak ada <100/ menit >100/menit

Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tidak teratur Menangis kuat

Tonus otot Lumpuh Ekstermitas agak fleksi Gerakan aktif

Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan kuat/

melawan

Warna kulit Biru/pucat Tubuh kemerahan,

ekstermitas biru

Seluruh tubuh

kemerahan

Terdapat tiga tingkatan asfiksia neonatus ini, yaitu:

1. Vigorus baby atau asfiksia ringan

Apgar skor 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat, tidak memerlukan

tindakan istimewa.

2. Mild–moderate asfiksia (asfiksia sedang)

Apgar skor 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung

lebih dari 100 kali/menit, tonus otot kurang baik, sianosis, refleks

iritabilitas tidak ada.

3. a) Asfiksia berat. Apgar skor 0-3 pada pemeriksaan fisik ditemukan

frekuensi jantung kurang dari 100 kali/menit, tonus otot buruk, sianosis

berat dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada.

b) Asfiksia berat dengan henti jantung. Dimaksudkan dengan henti

jantung ialah keadaan (1) bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari

10 menit sebelum lahir lengkap, (2) bunyi jantung bayi menghilang post

partum. Dalam hal ini pemeriksaan fisis lainnya sesuai dengan yang

ditemukan pada penderita asfiksia berat.

2.3 Etiologi Asfiksia

Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama

kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terjadi gangguan

4

Page 5: Asuhan Kep. Asfiksia

pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin maka akan terjadi asfiksia

janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau

segera setelah lahir.

Towell (1996) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan

pada bayi, yang terdiri dari: faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin, dan faktor

persalinan.

2.3.1 Faktor ibu

Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala

akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat

analgetik atau anastesi dalam.

Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan

menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke

janin. Hal ini ditemukan pada keadaan:

a. Gangguan kontraksi uterus

b. Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan

c. Hipertensi pada penyakit eklampsia dan lain-lain.’

2.3.2 Faktor plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi

plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,

misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta

tidak menempel pada tempatnya.

2.3.3 Faktor janin atau neonatus

Faktor-faktor dari janin yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu: tali pusar

menumbung, tali pusar melilit leher, kompresi tali pusar antara janin dan jalan lahir,

prematur, kelainan kongenital pada neonatus dan lain- lain.

2.3.4 Faktor persalinan (fetus)

Faktor- faktor tertentu pada masa persalinan dapat menyebabkan timbulnya

asfiksia neonatus. Diantaranya yaitu: partus lama, partus dengan tindakan dan lain-

lain.

5

Page 6: Asuhan Kep. Asfiksia

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam

pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.

Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan: tali pusat menumbung, tali

pusat melilit leher, kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain. 

2.4 WOC (terlampir)

2.5 Patofisiologi Asfiksia

Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung pada kondisi janin pada masa

kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang

bersifat sementara, proses ini dianggap perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat

pernafasan agar terjadi primary gasping yang kemudian berlanjut dengan pernafasan

teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi

dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan mengakibatkan gangguan pertukaran

oksigen dan karbondioksida sehingga menimbulkan berkurangnya oksigen dan

meningkatkannya karbondioksida, diikuti dengan asidosis respiratorik. Apabila

proses berlanjut maka metabolisme sel akan berlangsung dalam suasana anaerobic

yang berupa glikosis glikogen sehingga sumber utama glikogen terutama pada

jantung dan hati akan berkurang dan asam organik yang terjadi akan menyebabkan

asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler

yang disebabkan beberapa keadaan diantaranya :

a. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung

b. Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunnya sel jaringan

termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.

c. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya

resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem

sirkulasi tubuh lain mengalami gangguan.

Sehubungan dengan proses faal tersebut maka fase awal asfiksia ditandai

dengan pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit (periode hiperpneu) diikuti

dengan apneu primer kira-kira satu menit dimana pada saat ini denyut jantung dan

tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan mulai bernafas (gasping) 8-10

6

Page 7: Asuhan Kep. Asfiksia

kali/menit selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah sehingga akhirnya

timbul apneu sekunder. Pada keadaan normal fase-fase ini tidak jelas terlihat karena

setelah pembersihan jalan nafas bayi maka bayi akan segera bernafas dan menangis

kuat.

2.6 Manifestasi Klinis Asfiksia

Manifestasi klinis yang terjadi pada neonatus apabila mengalami asfiksia

neonatus ini adalah meliputi: pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis.

1. Pada kehamilan

Denyut jantung janin (DJJ) lebih cepat dari 160 kali/menit atau kurang

dari 100 kali/menit, halus dan irregular serta adanya pengeluaran mekonium.

a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia

b. Jika DJJ 160 kali/menit ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia

c. Jika DJJ 100 kali/menit dan ada mekonium : janin dalam gawat

2. Pada bayi setelah lahir

a. bayi pucat dan kebiru-biruan

b. usaha bernafas minimal atau tidak ada

c. hipoksia

d. asidosis metabolik atau respiratori

e. perubahan fungsi jantung

f. kegagalan sistem multiorgan

g. kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologic:

kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/tidak menangis, bayi tidak

bernafas atau nafas mengap-mengap, denyut jantung kurang dari 100

kali/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon

terhadap releks rangsangan.

2.7 Komplikasi Asfiksia

Asfiksia saat lahir mempunyai pengaruh yang timbul segera dan pengaruh

yang timbul jangka panjang. Pada asfiksia total akut, misalnya prolaps tali pusar.

1. Pada otak

7

Page 8: Asuhan Kep. Asfiksia

Terjadi gejala perdarahan dan edema yang merusak fungsi otak serta

menyebabkan hipotonia berat diikuti oleh iritabilitas dan kejang. Pada

keadaan terdengar tangisan abnormal pada bayi dan refleks hisap yang buruk.

Hilangnya hemostasis dapat menyebabkan hipoglikemia, hipoksemia, dan

hipotermi.

2. Edema paru-paru

3. Perubahan yang menyerupai infark pada miokardium

4. Ileus atau perforasi iskemik pada usus

5. Trombosis vena renalis atau nekrosis tubular pada ginjal

6. Gangguan metabolisme dan hemostasis pada hati

2.8 Penatalaksanaan Asfiksia

Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk memeprtahankan kelangsungan

hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian

hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.

Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa :

1. Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, perubahan

homeostasis yang timbul makin berat, resusitasi akan lebih sulit dan

kemungkinan timbulnyasekuele akan meningkat.

2. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/hipoksia antenatal tidak

dapat diperbaiki, tapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia/hipoksia

pascanatal harus dicegah dan diatasi.

3. Riwayat kehamilan dan partus akan memberikan keterangan yang jelas

tentang faktor penyebab terjadinya depresi pernapasan pada bayi baru lahir.

4. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan

dapat dipilih dan ditentukan secara adekuat.

Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat ialah :

1. Memberikan lingkungan yanag baik pada bayi dan mengusahankan saluran

pernapasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernapasan, yaitu agar

oksigenasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar.

8

Page 9: Asuhan Kep. Asfiksia

2. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan

usaha pernapasan lemah.

3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi

4. Menjadi agar sirkulasi darah tetap baik

Cara resusitasi terdiri atas tindakan umum dan tindakan khusus

2.8.1 Tindakan umum

1. Pengawasan suhu

Bayi baru lahir secara relatif banyak kehilangan panas yang diikuti oleh

penurunan suhu tubuh (Miller dan Oliver, 1966). Penurunan suhu tubuh ini akan

mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat (Hey

dan Hill, 1969). Hal ini akan mempersulit keadaan bayi, apalagi bila bayi menderita

asfiksia berat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang baik segera

setelah lahir. Harus dicegah/dikurangi kehilangan panas dari kulit. Pemakaian sinar

lampu yang cukup kuat untuk pemanasan luar dapat dianjurkan dan pengeringan

tubuh bayi perlu dikerjakan untuk mengurangi evaporasi.

2. Pembersihan jalan napas

Saluran napas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion.

Tindakan ini harus dilakukann dengna cermat dan tidak perlu tergesa-gesa atau kasar.

Perlu diperhatikan pula saat itu bahwa letak kepala harus lebih rendah untuk

memudahkan dan melancarkan keluarnya lendir. Bila terdapat lendir kental yang

melekat di trakea dan sulit dikeluarkan dengan pengisapan biasa, dapat digunakan

laringoskop neonatal sehingga pengisapan dapat dilakukan dengan melihat

semaksimalnya, terutama pada bayi dengan kemungkinan infeksi.

3. Rangsangan untuk menimbulkan pernapasan

Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernapas 20 detik setelah lahir

dianggap sedikit banyak telah menderita depresi pusat pernapasan (Hall, 1969).

Dalam hal ini rangsangan terhadap bayi harus segera dikerjakan. Pada sebagian besar

bayi pengisapan lendir dan cairan amnion yang dilakukan melaui nasofaring akan

segera menimbulkan rangsangan pernapasan. Pengaliran O2 yang cepat ke dalam

9

Page 10: Asuhan Kep. Asfiksia

mukosa hidung dapat pula merangsang refleks pernapasan yang sensitive dalam

mukosa hidung dan faring.

2.8.2 Tindakan khusus

Tindakan umum yang dibicarakan dilakukan pada setiap bayi baru lahir. Bila

tindakan ini tidak berhasil yang memuaskan, barulah dilakukan tindakan khusus.

Cara yang dikerjakan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi

yang dimanifestasikan oleh tinggi rendahnya skor Apgar.

2.8.3 Asfksia berat (skor Apgar 0-3)

Langkah utama ialah memperbaiki ventilasi paru dengan memberikan O2

dengan tekanan dan intermiten. Cara yang terbaik ialah dengan melakukan intubasi

endotrakeal. Setelah kateter diletakkan dalam trakea, O2 diberikan dengan tekanan

tidak lebih dari 30 cm H2O. tekanan positif ini dilakukan dengan meniupkan udara

yang mengandung O2 tinggi ke dalam kateter secara mulut pipa atau ventilasi

kantong ke pipa. Bila diragukan akan timbulnya infeksi, terhadap bayi yang dapat

tindakan ini dapat diberikan antibiotika profilaksis. Keadaaan asfiksia berat ini

hampir selalu disertai asidosis yang membutuhkan koreksi segera, karena itu

bikarbonas natrikus diberikan dengan dosis 2-4 mEq/kgbb. Kedua obat ini

disuntikkan secara intravena dengan perlahan-lahan melalui vena umbilikalis.

Usaha pernapasan (gasping) biasanya mulai timbul setelah tekanan positif

diberikan 1-3 kali. Bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan

atau frekuensi jantung, masase jantung eksternal harus segera dikerjakan dengan

frekuensi 80-100 menit.

2.8.4 Asfiksia sedang (skor Apgar 4-6)

Dalam hal ini dapat dicoba melakukan stimulasi agar timbul refleks

pernapasan. Bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi

aktif harus segera dimulai.ventilasi aktif yang sederhana dapat dilakukan secara “frog

breathing”. Cara ini dikerjakan dengan meletakkan kateter O2 intranasal dan O2

dialirkan dengan aliran 1-2/menit. Agar saluran nafas bebas, bayi diletakkan dalam

posisi dorsofleksi kepala. Secara ritmis dilakukan gerakan membuka dan menutup

nares dan mulut, disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dalam frekuensi 20

10

Page 11: Asuhan Kep. Asfiksia

kali/menit. Tindakan ini dilakukan dengan memperhatikan gerakan dinding toraks

dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernafasan spontan, usahakanlah

mengikuti gerakan tersebut. Ventilasi ini dihentikan bila setelah 1-2 menit tidak

dicapai hasil yang diharapkan. Dalam hal ini segera dilakukan ventilasi paru dengan

tekanan positif secara tidak langsung.

Ventilasi ini dapat dikerjakan dengan 2 cara, yaitu ventilasi mulut ke mulut

atau ventilasi kantong ke masker. Sebelum ventilasi dikerjakan, ke dalam mulut bayi

dimasukkan “plastic pharyngeal airway” yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke

depan agar jalan nafas tetap berada dalam keadaan bebas. Pada ventilasi mulut ke

mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2 sebelum melakukan

peniupan. Ventilasi dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30kali/ menit dan

diperhatikan gerakan pernafasan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak

berhasil bila setelah dilakukan beberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau

perburukkan tonus otot.

2.8.5 Tindakan lain dalam resusitasi

1. Pengisapan cairan lambung

Tindakan ini dilakukan pada bayi tertentu, yaitu untuk menghindarkan adanya

regurgitasi dan aspirasi. Sebaiknya pengisapan ini dilakukan pada bayi yang

sebelumnya menderita gawat janin, prematuritas, bayi ibu penderita diabetes

mellitus dan pada bayi yang waktu persalinan dipengaruhi secara tidak

langsung oleh obat.

Manfaat lain yang dapat diperoleh dari pengisapan cairan lambung :

a. Mengenal secara dini adanya atresia/stenosia esophagus

b. Bila ditemukan cairan lambung yang berlebihan (lebih dari 30ml),

kemungkinan akan obstruksi usus letak tinggi

c. Bila ditemukan jumlah sel darah putih yang tinggi pada sediaan langsung

cairan lambung, bayi sudah hampir pasti telah kontak dengan infeksi

cairan amnion (amnionitis).

Efek yang ditimbulkan dari pengisapan lambung, seperti bradikardia atau

serangan apnu, spasme laring.

11

Page 12: Asuhan Kep. Asfiksia

2. Penggunaan obat

Pada keadaan ini dianjurkan memberikan antidotumnya berupa nalorpin

dengan dosis 0,2 mg/kgbb dan diberikan secara intravena atau intramuskulus

dalam.

3. Profilaksis terhadap blenorea

Tindakan ini harus tetap dilakukan dengan memberikan nitras argenti 1%.

Setelah pemberian, mata dibilas dengan garam fisiologis untuk mengurangi

bahaya iritasi.

4. Faktor aseptik dan antisetik

Pada setiap tindakan yang dilakukan pada bayi baru lahir, harus selalu

diperhatikan faktor aseptic dan antiseptic. Bila sterilitas tindakan diragukan,

segera diberikan antibiotika profilaksis.

5. Beberapa klinik menganjurkan cara lain dalam mengatasi bayi dengan asfiksia

berat. Cara tersebut ialah :

Hipotermia. Asfiksia berat dapat diatasi dengan hipotermia yang dalam, yaitu

untuk mengurangi/membatasi kerusakan sel jaringan (terutama otak).

Tindakan ini dianggap bermanfaat karena dapat mengurangi kebutuhan sel

jaringan akan oksigen.

Oksigen hiperbarik. Cara ini dianut oleh beberapa klinik di Inggris. Bayi

diletakkan dalam ruangan tertutup yang berisi oksigen dengan tekanan

atmosfir yang tinggi. Cara ini dianggap memperlihatkan hasil yang sama

dengan ventilasi tekanan positif.

2.9 Pemeriksaan Diagnostik

a. Analisa gas darah (PH kurang dari 7.20)

Untuk mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu untuk memberikan

oksigen yang adekuat dan membuang karbondioksida serta tingkat dimana

ginjal mampu untuk menyerap kembali atau mengekresi ion-ion bikarbonat

untuk mempertahankan pH darah yang normal.

b. Penilaian APGAR score meliputi warna kulit, frekuensi jantung, usaha

nafas, tonus otot dan reflek.

12

Page 13: Asuhan Kep. Asfiksia

c. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah tumbuh komplikasi

d. Foto rontgen dada (baby gram)

Jaringan pulmonal normal adalah radiolusent karenanya ketebalan atau

densitas yang dihasilkan oleh cairan, tumor, benda asing dan kondisi

patologis lain dapat dideteksi dengan cara pemeriksaan rontgen.

e. Elektrolit garam

f. USG

g. gula darah.

h. PH tali pusat: tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis,

tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.

i. Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.

j. Tes combs langsung pada daerah tali pusat.

Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah

merah.

13

Page 14: Asuhan Kep. Asfiksia

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Identitas Klien

Meliputi nama bayi, umur, jenis kelamin, agama, tanggal masuk, tanggal pengkajian,

diagnosa medis, dll.

2. Identitas Penanggung

Meliputi nama ayah bayi, umur, pendidikan, agama, pekerjaan, penghasilan, alamat,

nama ibu bayi, umur, pekerjaan, dll.

3. Riwayat Keluhan Utama

Sesak nafas (sulit bernafas), bibir dan kulit kebiruan, ekstermitas perifer teraba

dingin.

4. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluarga klien mengatakan pada waktu lahir, klien tidak langsung menangis,

tampak sesak napas, bibir dan jari –jari tangan kebiruan.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran meliputi prenatal care, usia kehamilan, keluhan

pada masa antenatal, obat yang dikonsumsi ibu, pemeriksaan kehamilan, imunisasi

ibu.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Penyakit yang dialami oleh salah satu anggota keluarga terdekat

d. Riwayat Imunisasi

Imunisasi seperti BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis belum didapatkan bayi

e. Riwayat Tumbuh Kembang

Berat badan waktu masuk kurang dari 3000 gram, tinggi badan 48 cm, gigi belum

ada

f. Riwayat Nutrisi

Meliputi pemberian asi, kapan waktu pertama kali disusui, lamanya pemberian asi

g. Riwayat Psikososial

14

Page 15: Asuhan Kep. Asfiksia

Meliputi siapa yang mengasuh bayi, hubungan orang tua dengan keluarga yang

lain.

h. Riwayat Spiritual

Agama orang tua klien dan ketaatan terhadap beribadahnya.

i. Reaksi Hospitalisasi

Meliputi pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap, dan dokter

menceritakan penyakit anaknya adalah penyakit yang agak berat

j. Pemeriksaan Fisik

1. Sistem Kardiovaskuler

Bibir dan kuku sianosis, vena jugularis tidak membesar

2. Sistem Pencernaan

Mata konjungtiva warna putih, bibir kering, peristaltik tidak kelihatan, pusat

belum kering, bising usus terdengar normal, lingkar perut 37 cm, turgor kulit bayi

tidak keriput

3. Sistem Perkemihan

Kelopak mata tidak edema, mulut tidak bau amoniak

4. Sistem Integumen

Rambut lebat dan hitam, kulit sedikit kotor dan berbau keringat, kuku jari

tangan/kaki panjang

5. Sistem Muskuloskletal

Leher belum dapat digerakkan ke kiri/kanan, pelvis simetris kiri/kanan, ekstrimitas

bawah (kaki kiri terpasang infus)

6. Sistem Pendengaran

Telinga kanan dan kiri simetris, serumen tidak ada, pendengarannya belum baik

7. Sistem Penglihatan

Kedua mata simetris kiri dan kanan, sklera warna merah, belum bisa melihat

dengan jelas

8. sistem pernafasan

Bibir dan kuku sianosis, pernafasan cuping hidung ada, ada sekret dihidung.

Retraksi intercostalis positif, ukuran lingkar dada 33 cm dan posisi tidur semi fowler

15

Page 16: Asuhan Kep. Asfiksia

k. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan

1. Tanda-tanda vital

Meliputi pemeriksaan nadi (normal : 120-160 kali/menit), RR (normal 35-50

kali/menit), suhu (normal 36-37oC), berat badan dan panjang badan bayi

2. Tes Diagnostik

Meliputi tes darah, Hb, dan foto thorax (tampak berawan lapisan atas paru-paru

kanan) menunjukkan kesan asfiksia neonatorium

16

Page 17: Asuhan Kep. Asfiksia

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara

spontan dan teratur. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan

asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak

atau kematian.

Asfiksia di bagi menjadi 3 jenis, yaitu Nilai 0-3: Asfiksia berat, nilai 4-6:

Asfiksia sedang, nilai 7-10: Normal. Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika

terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 dari ibu ke janin. Gangguan

ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Oleh

karena itu, penilaian janin selama kehamilan dan persalinan memegang peran penting

untuk keselamatan bayi atau kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.

Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya

pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau secara baik dan

teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan, mengatur posisi tubuh untuk

memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah gangguan sirkulasi utero-plasenter

terhadap bayi, teknik meneran dan bernapas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi.

Bila terjadi asfiksia, dilakukan upaya untuk menjaga agar tubuh bayi tetap hangat,

menempatkan bayi dalam posisi yang tepat, penghisapan lendir secara benar,

memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernapasan buatan (bila perlu).

4.2 Saran

Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap agar dapat menambah ilmu

pengetahuan kepada pembaca. Dan kepada mahasiswa keperawatan khususnya, agar

dapat memberikan asuhan keperawatan secara tepat kepada bayi yang terkena

asfiksia.

17