Askep Pada Bph

65
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN A. Pengertian Sistem Urinaria Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Sistem perkemihan atau biasa juga disebut Urinary System adalah suatu system kerjasama tubuh yang memiliki tujuan utama mempertahankan keseimbangan internal atau Homeostatis. Fungsi lainnya adalah untuk membuang produk- produk yang tidak dibutuhkan oleh tubuh dan bayak fungsi lainnya yang akan dijelaskan kemudian.

description

Makalah

Transcript of Askep Pada Bph

Page 1: Askep Pada Bph

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN

A. Pengertian Sistem Urinaria

Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya

proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan

oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang

tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air

kemih).

Sistem perkemihan atau biasa juga disebut Urinary System adalah suatu

system kerjasama tubuh yang memiliki tujuan utama mempertahankan keseimbangan

internal atau Homeostatis. Fungsi lainnya adalah untuk membuang produk-produk

yang tidak dibutuhkan oleh tubuh dan bayak fungsi lainnya yang akan dijelaskan

kemudian.

Page 2: Askep Pada Bph

B. Susunan Sistem Perkemihan

Keterangan gambar :

1. Kemih sistem

Manusia

2. Ginjal

3. Pelvis ginjal

4. Ureter

5. Kandung kemih

6. Uretra

7. Kelenjar adrenal

8. Renal artery and

vein

9. Inferior vena cava

10. Abdominal aorta

11. Renal arteri dan

vena

12. Hati

13. usus besar

14. Pelvis

1. Ginjal

Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium, di

depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar transversus abdominalis,

kuadratus lumborum dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut

oleh bantalan lemak yang tebal. Disebelah posterior dilindungi oleh kosta dan

otot-otot yang meliputi kosta, sedangkan dianterior dilindungi oleh bantaan usus

yang tebal.

Pada orang dewasa ginjal panjangnya 12-13 cm, lebarnya 6 cm dan beratnya

antara 120-150 gram. Ukurannya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh.

95 % orang dewasa memiliki jarak antara katup ginjal antara 11-15 cm.

Page 3: Askep Pada Bph

Perbedaan panjang dari kedua ginjal lebih dari 1,5 cm atau perubahan bentuk

merupakan tanda yang penting karena kebanyakan penyakit ginjal

dimanifestasikan dengan perubahan struktur. Permukaan anterior dan posterior

katup atas dan bawah serta pinggir lateral ginjal berbentuk konveks sedangkan

pinggir medialnya berbentuk konkaf karena adanya hilus.

Ada beberapa struktur yang masuk atau keluar dari ginjal melalui hilus

antara lain arteri dan vena renalis, saraf dan pembuluh getah bening. Ginjal diliputi

oleh suatu kapsula tribosa tipis mengkilat, yang beriktan longgar dengan jaringan

dibawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal.

a. Bagian – Bagian Ginjal

Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri

dari tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan

bagian rongga ginjal (pelvis renalis).

Page 4: Askep Pada Bph

1. Kulit Ginjal (Korteks)

Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan

darah yang disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak

mengandung kapiler – kapiler darah yang tersusun bergumpal – gumpal

disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi oleh simpai bownman, dan

gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman disebut badan

malphigi

Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerolus

dan simpai bownman. Zat – zat yang terlarut dalam darah akan masuk

kedalam simpai bownman. Dari sini maka zat – zat tersebut akan menuju

ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat

di dalam sumsum ginjal.

2. Sumsum Ginjal (Medula)

Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut

piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut

apeks atau papila renis, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid

dengan jaringan korteks di dalamnya disebut lobus ginjal.

Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena terdiri atas

berkas saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid

terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian

Page 5: Askep Pada Bph

ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai

bownman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan

hasil penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai

proses.

3. Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)

Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk

corong lebar. Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis

bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing – masing

bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang langsung menutupi

papila renis dari piramid. Kliks minor ini menampung urine yang terus

kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke

pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula

urinaria).

Page 6: Askep Pada Bph

b. Fungsi Ginjal:

Ginjal berfungsi sebagai berikut :

1. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh .Kelebihan air dalam tubuh akan

dieksresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah

besar, kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang di

eksresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan

volume cairan tubuh dapat dipertahankan relative normal.

2. Mengatur keseimbangan osmotic dan mempertahankan keseimbangan ion

yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi

pemasukan / pengeluaran yang abnormal ion –ion akibat pemasukan garam

yang berlebihan / penyakit perdarahan (diare , muntah) ginjal akan

meningkatkan eksresi ion – ion yangpenting (mis. Na , K , Cl , Ca dan

fosfat)

3. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh bergantung pada apa yang

dimakan, campuran makanan menghasilkan urine yang bersifat agak

asam , pH kurang dari 6 ini disebabkan hasil akhir metabolisme protein .

Apabila banyak makan sayur – sayuran , urine akan bersifat basa. pH

urine bervariasi antara 4 , 8 – 8,2 . Ginjal menyekreksi urine sesuai dengan

perubahan pH darah.

4. Eksresi sisa hasil metabolisme (ureum , asam urat , kreatinin) zat – zat

toksik , obat – obatan , hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia

asing (pestisida).

Page 7: Askep Pada Bph

5. Fungsi hormonal dan metabolisme . Ginjal menyekresi hormone renin

yang mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah (system renin

angiotensin aldesteron ) membentuk eritropoiesis mempunyai peranan

penting untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis ).

c. Peredaran Darah dan Persyarafan Ginjal

Peredaran Darah

Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai

percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang

menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria

interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk

gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan dikelilingi leh alat yang

disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi penyadangan pertama dan

kapilerdarah yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena

renalis masuk ke vena kava inferior.

Aorta abdominalis → ginjal

Page 8: Askep Pada Bph

Arteria renalis

↓ Arteri arkuata

↓ ↑

Arteria interlobaris → glomerulus → simpai bowmen → vena renalis → vena

kava inferior

Persyarafan Ginjal

Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini

berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf

inibarjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak

ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan senuah

kelenjar buntu yang menghasilkan 2(dua) macam hormon yaitu hormone

adrenalin dan hormn kortison.

Persarafan ginjal : Ginjal mendapat persarafan dari fleksus renalis

(vasomotor).

d. Suplai Darah

- Arteri Renalis ð Percabangan Aorta Abdomen yang mensuplai masing-

masing ginjal dan masuk ke Hilus melalui cabang Anterior dan Posterior.

- Cabang Anterior dan Posterior Arteri Renalis membentuk Arteri-arteri

Interiobaris yang mengalir diantara Piramida Ginjal.

- Arteri Arkuarta ð Berasal dari Arteri Interlobaris pada area pertemuan

antara Korteks dan Medula.

- Arteri Interlobaris ð Merupakan percabangan arteri arkuarta di sudut kanan

dan melewati Korteks.

- Arteriol Aferen ð Berasal dari Arteri Interlobaris yang membentuk

Glomerulus.

- Kapiler Peritubular ð Yang mengelilingi Tubulus Proksimal dan Distal

untuk memberi Nutrien pada Tubulus.

- Kapiler Peritubuler mengalir kedalam Vena Korteks yang kemudian

membentuk Vena Interlobaris.

Page 9: Askep Pada Bph

e. Nefron

Unit fungsional ginjal adalah nefron. Pada manusia setiap ginjal mengandung

1-1,5 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang

sama.

Dapat dibedakan dua jenis nefron:

1. Nefron kortikalis yaitu nefron yang glomerulinya terletak pada bagian luar

dari korteks dengan lingkungan henle yang pendek dan tetap berada pada

korteks atau mengadakan penetrasi hanya sampai ke zona luar dari medula.

2. Nefron juxtamedullaris yaitu nefron yang glomerulinya terletak pada

bagian dalam dari korteks dekat dengan cortex-medulla dengan lengkung

henle yang panjang dan turun jauh ke dalam zona dalam dari medula,

sebelum berbalik dan kembali ke cortex.

Page 10: Askep Pada Bph

Bagian-bagian nefron:

a.  Glomerolus

Suatu jaringan kapiler berbentuk bola yang berasal dari arteriol afferent

yang kemudian bersatu menuju arteriol efferent, Berfungsi sebagai tempat

filtrasi sebagian air dan zat yang terlarut dari darah yang melewatinya.

b. Kapsula Bowman

Bagian dari tubulus yang melingkupi glomerolus untuk mengumpulkan

cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerolus.

c. Tubulus, terbagi menjadi 3 yaitu:

1.Tubulus proksimal

Tubulus proksimal berfungsi mengadakan reabsorbsi bahan-bahan dari

cairan tubuli dan mensekresikan bahan-bahan ke dalam cairan tubuli.

2.Lengkung Henle

Lengkung henle membentuk lengkungan tajam berbentuk U. Terdiri dari

pars descendens yaitu bagian yang menurun terbenam dari korteks ke

medula, dan pars ascendens yaitu bagian yang naik kembali ke korteks.

Bagian bawah dari lengkung henle mempunyai dinding yang sangat tipis

sehingga disebut segmen tipis, sedangkan bagian atas yang lebih tebal

disebut segmen tebal.

Lengkung henle berfungsi reabsorbsi bahan-bahan dari cairan tubulus

dan sekresi bahan-bahan ke dalam cairan tubulus. Selain itu, berperan

penting dalam mekanisme konsentrasi dan dilusi urin.

3.Tubulus distal

Berfungsi dalam reabsorbsi dan sekresi zat-zat tertentu.

d. Duktus pengumpul (duktus kolektifus)

Satu duktus pengumpul mungkin menerima cairan dari delapan nefron

yang berlainan. Setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam medula

untuk mengosongkan cairan isinya (urin) ke dalam pelvis ginjal.

Page 11: Askep Pada Bph

Ada 3 hormon utama yang diproduksi oleh ginjal, yaitu :

1. Renin – yaitu hormon yang terkait dengan tekanan darah.

2. Erythropoetin – yaitu hormon yang membantu pembuatan sel darah merah.

Penderita gagal ginjal biasanya kekurangan sel darah merah (anemia) yang

menyebabkan keletihan serta dapat merusak hati, sehingga penderita biasanya

membutuhkan injeksi erythropoetin.

3. Calcitriol – yaitu hormon yang membantu tubuh menyerap kalsium pada

makanan. Tanpa bantuan hormon tersebut, tubuh akan mengambil kalsium dari

tulang yang mana untuk jangka panjang hal tersebut dapat menyebabkan penyakit

tulang.

2. Ureter

Ureter adalah tabung/saluran yang menghubungkan ginjal dengan

kandung kemih. Ureter merupakan lanjutan pelvis renis, menuju distal & bermuara

pada vesica urinaria. Panjangnya 25 – 30 cm. Persarafan ureter oleh plexus

hypogastricus inferior T11- L2 melalui neuron² simpatis.

Terdiri dari dua bagian :

- pars abdominalis

- pars pelvina

Tiga tempat penyempitan pada ureter :

- uretero- pelvic junction

- tempat penyilangan ureter dengan vassa iliaca sama dengan flexura marginalis

- muara ureter ke dalam vesica urinaria

Terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung dari ginjal ke

kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25 – 30 cm dengan penampang ±

0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak

dalam rongga pelvis.

Page 12: Askep Pada Bph

Lapisan dinding ureter terdiri dari :

a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)

b. Lapisan tengah otot polos

c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan – gerakan peristaltik tiap 5 menit

sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika

urinaria).

Gerakan peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal

dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke

dalam kandung kemih.

Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan

dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi

pada tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan

pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.

Ureter pada laki – laki dan perempuan

Ureter pada pria terdapat di dalam visura seminalis atas dan disilang oleh

duktus deferens dan dikelilingi oleh leksus vesikalis. Selanjutnya ureter berjalan

oblique sepanjang 2 cm di dalam dinding vesika urinarai pada sudut lateral dari

trigonum vesika. Sewaktu menembus vesika urineria, dinding atas dan dinding

bawah ureter akan tertutup dan pada waktu vesika urinaria penuh akan membentuk

katup (valvula) dan mencegah pengambilan urine dan vesika urinaria.

Page 13: Askep Pada Bph

Ureter pada wanita terdapat di belakang fossa ovarika dan berjalan ke

bagian medial ddan ke dapan bagian lateral serviks uteri bagian atas , vagina untuk

mencapai fundus vesika urinaria. Dalam perjalanannya, ureter didampingi oleh

arteri iterina sepanjang 2,5 cm dan sellanjutnya arteri ini menyilang ureter dan

mmenuju ke atas di antara lapisan ligamentum. Ureter mempuunyai 2 cm dari sisi.

Pembuluh darah ureter:

a. Arteri renalis

b. Arteri spermatika interna

c. Arteri hipogastrika

d. Arteri vesikalis inferior

Persarafan Ureter

Persarafan ureter merupakan cabang dari pleksus mesenterikus inferior, fleksus

spermatikus, dan pleksus pelvis sepertiga dari nervus vagus rantai eferens dan

nervus vagus rantai eferens dari nervus torakali ke-11 dan ke-12, nervus lumbalis

ke-1,dan nervuus vagus mempunyai rantai eferens untuk ureter .

3. Vesica Urinaria

Disebut juga bladder/ kandung kemih. Vesica urinaria merupakan kantung

berongga yang dapat diregangkan dasn volumenya dapat disesuaikan dengan

mengubah status kontraktil otot polos di dindingnya. Secara berkala urin

dikososngkan dari kandung kemih ke luar tubuh melalui ureter. Organ ini

mempunyai fungsi sebagai reservoir urine (200 - 400 cc). Dindingnya mempunyai

lapisan otot yang kuat. Letaknya di belakang os pubis. Bentuk bila penuh seperti

telur ( ovoid ). Apabila kosong seperti limas. Apex ( puncak ) vesica urinaria

terletak di belakang symphysis pubis.

Bagian Vesica Urinaria :

Apex

Dihubungkan ke cranial oleh urachus (sisa kantong allantois ) sampai ke

umbilicus membentuk ligamentum vesico umbilicale mediale. Bagian ini

tertutup peritoneum dan berbatasan dengan ileum & colon sigmoideum

Page 14: Askep Pada Bph

Corpus

Fundus

Vesica urinaria dipersarafi oleh cabang-cabang plexus hypogastricus inferior yaitu:

Serabut-serabut post ganglioner simpatis glandula para vertebralis L1-2.

Serabut-serabut preganglioner parasimpatis N. S2,3,4 melalui N. splancnicus &

plexus hypogastricus inferior mencapai dinding vesica urinaria. Disini terjadi

sinapsis dengan serabut-serabut post ganglioner.

Serabut-serabut sensoris visceral afferent: N. splancnicus menuju SSP

Serabut-serabut afferen mengikuti serabut simpatis pada plexus hypogastricus

menuju medulla spinalis L1-2.

Fungsi vesica urinaria:

(1) Sebagai tempat penyimpanan urine, dan

(2) mendorong urine keluar dari tubuh.

4. Urethra

Merupakan saluran keluar dari urin yang diekskresikan oleh tubuh melalui

ginjal, ureter, vesica urinaria.

Uretra adalah saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang

berfungsi menyalurkan air kemih keluar.

Page 15: Askep Pada Bph

Pada laki- laki uretra bewrjalan berkelok – kelok melalui tengah – tengah

prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia

penis panjangnya ± 20 cm.

Uretra pada laki – laki terdiri dari :

1. Uretra Prostaria

2. Uretra membranosa

3. Uretra kavernosa

Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling

dalam), dan lapisan submukosa.

Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit kearah

atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika

muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena – vena,

dan lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam).Muara uretra pada wanita terletak di

sebelah atas vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai

saluran ekskresi.

C. Persarafan Kandung Kemih

Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan

dengan medulla spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhunbungan dengan

medulla spinalis segmen S2 dan S3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat

saraf motoik. Serat sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung

kemih. Tanda – tanda regangan dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan terutama

bertanggung jawab untuk mencetuskan refleks yang menyebabkan kandung kemih.

Saraf motorik yang menjalar  dalam nervus pelvikus adalah serat para

simpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang terletak  dalam dinding kandung

kemih, saraf postganglion pendek kemudian mempersarafi otot detrusor.

Page 16: Askep Pada Bph

Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk

fungsi kandumg kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan melalui

nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih, yang mempersarafi dan

mengontrol otot lurik pada sfingter. Selain itu kandung kemih juga menerima saraf

simpatis dari rangkaian simpatis  melalui nervus hipogastrikus, terutama hubungan

dengan segmen L2 medula spinalis. Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang

pembuluh darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat

saraf sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam

menimbulkan sensai rasa penuh  dan pada beberapa keadaan rasa nyeri.

D. Transpor urin dari ginjal melalui ureter dan masuk ke dalam kandungan kemih

Urin yang keluar dari kandungan kemih mempunyai komposisi utama yang

sama dengan cairan yang keluar dari duktus koligentes; tidak ada perubahan yang

berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir melalui kaliks renalis dan ureter

sampai kandung kemih.

Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan

kaliks renalis dan meningkatkan aktivitas pacemakernya, yang kemudian

mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian

turun sepanjang ureter dangan demikian mendorong urin dari pelvis renalis ke arah

kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersafari oleh saraf

simpatis dan parasimpatis seperti juga neuron-neuron pada pleksus intramular dan

serat-saraf yang meluas diseluruh panjang ureter. Seperti hanya otot polos pada organ

viscera yang lain, kontraksi perislaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan

parasimpatis dan dihambat oleh perangsangan simpatis.

Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum

kandung kemih. Normalnya ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa

sentimeter menembus kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding

Page 17: Askep Pada Bph

kandung kemih cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik

urin dari kandung kemih waktu tekanan di kandung kemih. Setiap gelombang

peristaltic yang terjadi sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam ureter

sehingga bagian yang menembus kandung kemih membuka dan memberi kesempatan

kandung urin mengalir ke dalam kandung kemih.

Panjang ureter yang menembus kandung kemih kurang dari normal, sehingga

kontraksi kandung kemih tidak selalu menimbulkan penutupan ureter secara

sempurna. Akibatnya, sejumlah urin dalam kandung kemih terdorong kembali ke

dalam ureter ini disebut refluks vesikoureteral. Refluks semacam ini dapat

menyebabkan pembesaran ureter dan jika parah dapat meningkatkan tekanan kaliks

renalis dan struktur – struktur dan di medula renalis, mengakibatkan kerusakan daerah

ini.

E. Pengisian kandung kemih dan tonus dinding kandung kemih : Sistometrogram

Perubahan tekanan intravesikular sewaktu kandung kemih terisi dengan

urin.pada saat tidak ada urin di dalam kandung kemih ,tekanan intravesikuler,sekitar

0,tetapi setela terisi urin sebanyak 30 sampai 50 mililiter,tekanan meningkat menjadi

5sampai 10 sentimeter air.tambahan urin sebanyak 200 sampai 300 mililiter hanya

sedikit menambah peningkatan tekanan,nilai tekanan yang konstan ini di sebabkan

oleh tonus intrinsic pada dinding kandung kemih sendii.bila urin yang terkumpul di

dalam kandung kemih lebih banyak dari 300 sampai 400 mililiter,akan menyebabkan

peningkatan tekanan secara cepat.

Punak tekanan dapat meningkat hanya beberapa sentimeter air,atau mungkin

meningkat hingga lebih dari 100 sentimeter air.puncak tekanan ini disebut gelombang

mikturisi

F. Proses Miksi (Rangsangan Berkemih)

Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang

terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk

merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding

kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser internus, diikuti

oleh relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.

Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi

spinter interus dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger

eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi.

kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani kandung

kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh.

Page 18: Askep Pada Bph

Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi

inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi urine

(kencing tertahan).

Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan

kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi

lapisan otot dan kontraksi spinter interna.

Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan ureter

masuk kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi

lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior

berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah

kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang arteri

umbilikalis.

Jadi,reflex mikturisi merupakan sebuah sikus yang lengkap yang terdiri dari:

1. Kenaikan tekanan secara cepat dan progresif

2. Periode tekanan menetap

3. Kembalinya tekanan kandung kemih ke nilai tonus basal.

G. Perangsangan atau penghambatan berkemih oleh otak.

Pusat – pusat ini antara lain:

1. Pusat perangsang dan penghambat kuat dalam batang otak, terutama terletak di

ponds, dan

2. beberapa pusat yang terletak korteks serebral yang terutama bekerja penghambat

tetapi dapat menjadi perangsang.

Refleks berkemih merupakan dasar penyebab terjadinya berkemih, tetapi pusat

yang lebih tinggi normalnya memegang peranan sebagai pengendali akhir dari

berkenmih sebangai berikut:

1. Pusat yang lebih tinggi menjaga secara parsial penghambatan refleks berkemih

kecuali jika peristiwa berkemih dikehendaki.

2. apusat yang lebih tinggi dapat mecegah berkemih, bahkan jika refleks berkemih

timbul, dengan membuat kontraksi tonik terus menerus pada sfingter eksternus

kandung kemih sampai mendapatkan waktu yang baik untuk berkemih.

3. Jika tiba waktu berkemih, pusat kortikal dapat merangsang pusat berkemih sacral

untuk membantu untuk mencetuskan refleks berkemih dan dalam waktu bersamaan

menghambat sfingter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih dapat

terjadi.

Berkemih di bawah keinginan biasanya tercetus dengan cara berikut: Pertama,

seseorang secara sadar mengkontraksikan otot – otot abdomennya, yang

Page 19: Askep Pada Bph

meningkatkan tekanan dalam kandung kemih dan mengakibatkan urin ekstra

memasuki leher kandung kemih dan uretra posterior di bawah tekanan, sehingga

meregangkan dindingnya.

H. Urine (Air Kemih)

Mikturisi ( berkemih ) merupakan refleks yang dapat dikendalikan dan dapat

ditahan oleh pusat persarafan yang lebih tinggi dari manusia. Gerakannya oleh

kontraksi otot abdominal yang menambah tekanan di dalam rongga dan berbagai

organ yang menekan kandung kemih membantu mengosongkannya. Rata-rata dalam

satu hari 1-2 liter, tetapi berbeda sesuai dengan jumlah cairan yang masuk. Warnanya

bening oranye, pucat tanpa endapan, baunya tajam, reaksinya sedikit asam terhadap

lakmus dengan pH rata-rata 6.

1. Sifat – sifat air kemih

- Jumlah eksresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari masuknya (intake)

cairan serta faktor lainnya.

- Warna bening muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.

- Warna kuning terantung dari kepekatan, diet obat – obatan dan sebagainya.

- Bau khas air kemih bila dibiarkan terlalu lama maka akan berbau amoniak.

- Baerat jenis 1.015 – 1.020.

- Reaksi asam bila terlalu lama akan menjadi alkalis, tergantung pada diet (sayur

menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam)

2. Komposisi air kemih

Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal

yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi

urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring

oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga

beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori.

Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih,

akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra.

Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea),

garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari

darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi

ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam

tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam

kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang

akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui

melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen

Page 20: Askep Pada Bph

yang baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan

kompos. Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin

seorang penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan

dalam urin orang yang sehat.

Komposisi air kemih:

- Air kemih terdiri dari kira – kira 95 % air

- Zat – zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein asam urea, amoniak dan

kreatinin

- Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat dan sulfat

- Pigmen (bilirubin, urobilin)

- Toksin

- Hormon

3. Mekanisme Pembentukan Urine

Dari sekitar 1200ml darah yang melalui glomerolus setiap menit terbentuk 120 –

125ml filtrat (cairan yang telah melewati celah filtrasi). Setiap harinyadapat

terbentuk 150 – 180L filtart. Namun dari jumlah ini hanya sekitar 1% (1,5 L) yang

akhirnya keluar sebagai kemih, dan sebagian diserap kembali.

4. Tahap – tahap Pembentukan Urine

a. Proses filtrasi

Terjadi di glomerolus, proses ini terjadi karena permukaan aferent lebih besar

dari permukaan aferent maka terjadi penyerapan darah, sedangkan sebagian

yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang tersaring

ditampung oleh simpai bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida,

sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke seluruh ginja.

b. Proses reabsorpsi

Terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat

dan beberapa ion karbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan

obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas. Sedangkan pada tubulus ginjal

bagian bawah terjadi kembali penyerapan dan sodium dan ion karbonat, bila

diperlukan akan diserap kembali kedalam tubulus bagian bawah, penyerapannya

terjadi secara aktif dikienal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan

pada pupila renalis.

c. Augmentasi (Pengumpulan)

Page 21: Askep Pada Bph

Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal sampai tubulus

pengumpul. Pada tubulus pengumpul masih terjadi penyerapan ion Na+, Cl-,

dan urea sehingga terbentuklah urine sesungguhnya.

Dari tubulus pengumpul, urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu di bawa ke

ureter. Dari ureter, urine dialirkan menuju vesika urinaria (kandung kemih)

yang merupakan tempat penyimpanan urine sementara. Ketika kandung kemih

sudah penuh, urine dikeluarkan dari tubuh melalui uretra.

I. Ciri-Ciri Urin Normal

1. Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi berbeda-beda sesuai dengan jumlah cairan

yang masuk.

2. Warnanya bening oranye tanpa ada endapan.

3. Baunya tajam

4. Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata

BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI (BPH)

A. Pengertian

Hiperplasia Prostat Benigna (BPH) adalah kondisi patologis yang paling

umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis

pada pria di atas usia 60 tahun (Brunner & Suddarth, 1999).

BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat yang menyebabkan

berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Doenges, 2000).

Page 22: Askep Pada Bph

Dahulu disebut juga sebagai hipertrofi prostat jinak (Benign Prostat

Hipertropy = BPH), istilah hipertrofi karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar

periuretral yang mendesak jaringan prostat yang asli ke periper dan menjadi simpai

bedah (Mansjoer, Arief, 2000).

B. Anatomi dan fisiologi

a. Anatomi Prostat

Merupakan kelenjar yang berada dibawah vesika urinaria melekat pada dinding

bawah vesika urinaria disekitar uretra bagian atas.

Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah kenari, berat prostat pada orang dewasa

normal kira-kira 20 gram, yang letaknya retroperitonial, melingkari leher kandung

kemih dan uretral dan terdiri dari kelenjar majemuk, saluran-saluran dan otot

polos.

Kelenjar prostat, merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30 – 50 kelenjar, yang

terbagi atas lima lobus, yaitu lobus posterior, medius, anterior dan dua lobus

lateral, tetapi selama perkembangan selanjutnya ketiga lobus posterior bersatu dan

disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tidak

tampak karena terlalu kecil dan lobus-lobus lain tampak homogen berwarna keabu-

abuan, dengan kista kecil-kecil berisi cairan seperti susu. Kista-kista ini ialah

kelenjar-kelenjar postat.

b. Fisiologi

Prostat ialah suatu alat tubuh yang bergantung pengaruh endokrin dan dapat

dianggap imbangan (counterpart) dari pada payudara pada wanita. Fungsi kelenjar

Page 23: Askep Pada Bph

prostat, menambah cairan alkalis pada cairan seminalis, yang berguna melindungi

spermatozoa terhadap tekanan yang terdapat pada uretra.

C. Etiologi

Penyebab BPH belum jelas, namun terdapat faktor risiko umur dan hormon

androgen. Perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30 – 40

tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik

anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun keatas (Mansjoer Arief, 2000).

D. Patogenesis

Menurut Mansjoer Arif (2000), ialah:

a. Teori Dehidrostetosteron (DHT)

Telah disepakati bahwa aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi

dehidrotestosteron dalam sel prostat menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT

kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga

menyebabkan terjadinya sintesis protein. Proses reduksi ini difasilitasi oleh enzim

5-a-reduktase.

b. Teori Hormon

Estrogen berperan pada inisiasi dan maintenance pada prostat manusia.

c. Faktor interaksi stroma dan epitel

Hal ini banyak dipengaruhi oleh growth factor. Basic Fibroblast Growth Factor

(b-FGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang

lebih besar pada klien dengan pembesaran prostat jinak. b-FGF dapat dicetuskan

oleh mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.

Page 24: Askep Pada Bph

d. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari kemampuan

mesenkim sinus urogenital untuk berproliferasi dan membentuk jaringan prostat.

E. Patofisiologi

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada

saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi

pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta

otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase

penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka

destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi

untuk berkontraksi lagi sehingga terjadi retensio urine, yang selanjutnya dapat

menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

Adapun patofisiologi dari masing–masing gejala awal BPH adalah:

a. Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi uretra adalah

gambaran awal dan menetap dari BPH.

b. Hesitancy terjadi karena destrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat

melawan resistensi uretra.

c. Intermittency terjadi karena destrusor tidak dapat mengatasi resistensi uretra

sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi

karena jumlah residu urine yang banyak dalam buli-buli.

d. Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap

miksi sehingga interval pada tiap miksi lebih pendek.

e. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normal

dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang selama tidur.

f. Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidakstabilan

destrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.

g. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit

urine keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai

compliance maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan

sfingter.

Skema Patofisiologi (Mansjoer, Arief (2000)

Bertambahnya Usia

Reaksi enzim 5-a-reduktase Produksi testosteron Reaksi enzim

Menuurun aromatase

DHT Konversi testosteron menjadi estrogen

Page 25: Askep Pada Bph

DHT reseptor kompleks Tidak seimbang

dalam sitoplasma sel prostat

Inti sel Testosteron menurun Estrogen meningkat

RNA

Sintesis protein

Proliferasi sel

Pembesaran prostat

Perubahan pada Traktus urinarius Rangsangan pada vesika

akibat resistensi

Uretra Tonus trigonum kekuatan kontraksi

dan leher vesika destrusor

Fase kompensasi (penebalan destrusor ) Kontraksi vesika meningkat

walaupun belum penuh

Dekompensasi otot destrusor

Iritasi mukosa

Nyeri akut

Kekuatan kontraksi destrusor menurun

Dekompensasi otot destrusor menurun/gagal

Dengan gejala obstruksi :

1) Hesitency

2) Intermittency

3) Terminal dribbling

4) Pancaran lemah

5) Rasa belum puas sehabis miksi

Urine sisa

1) Nokturia, Urgency, Disuria

2) Frekuensi meningkat

Page 26: Askep Pada Bph

Prostatektomi

Post operasi

Terpasang kateter irigasi bladder luka operasi konsumsi minum

Tekanan dan Kurang 2500 ml/24 jam 2500-3000 ml/24 jam

iritasi kateter urine sedikit banyak terbentuk urine

/ balon terbentuk aliran urine lancar

Nyeri akut aliran urine tidak lancar bekuan darah tidak

bekuan darah terbentuk terbentuk

Retensi urine

Distensi bladder perdarahan nyeri bladder perembesan urine

F. Manifestasi klinis

Biasanya pembesaran prostat jinak, dikenal sebagai Lower Urineary Tract

Symptoms (LUTS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif (Mansjoer Arief,

2000).

a. Gejala iritatif :

1) Sering miksi (frekuensi).

2) Terbangun untuk miksi pada malam hari (nocturia).

3) Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgency).

4) Nyeri pada saat miksi (disuria).

b. Gejala obstruktif :

1) Pancaran melemah.

2) Rasa tidak lampias sehabis miksi.

3) Kalau mau miksi harus menunggu lama (hesitency).

4) Harus mengedan (straining).

5) Miksi terputus-putus (intermittency).

6) Waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urine dan

inkontinensia urine karena overflow.

Selain gejala diatas, gejala generalisata mungkin juga tampak termasuk keletihan,

anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.

Gejala dan tanda pada klien yang telah lanjut penyakitnya, misalnya gagal ginjal,

yang dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, denyut nadi, respirasi,

foetor uremik, perikarditis, ujung kuku yang pucat, tanda-tanda penurunan mental

Page 27: Askep Pada Bph

serta neuropati perifer. Bila sudah terjadi hidronefrosis atau pionefrosis, ginjal teraba

dan ada nyeri di Costo Vertebrae Angularis (CVA). Buli-buli yang distensi dapat

dideteksi dengan palpasi dan perkusi.

Pemeriksaan penis dan uretra penting untuk mencari etiologi dan

menyingkirkan diagnosis banding seperti sriktur, karsinoma, stenosis meatus atau

fimosis. Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urine

setelah miksi spontan, sisa urine diukur dengan cara mengukur sisa urine yang masih

dapat dikeluarkan dengan kateterisasi. Sisa urine lebih dari 100 cc biasanya dianggap

sebagai batas indikasi untuk melakukan inter vensi pada hipertropi prostat (Mansjoer

Arief, 2000 : 332).

G. Pemeriksaan penunjang

Menurut Mansjoer Arief, (2000) pemeriksaan penunjang pada penyakit BPH,

meliputi:

a. Pemeriksaan laboratorium

Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk melihat adanya

sel leukosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan

etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih.

Elektrolit, kadar ureum, dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi

ginjal dan status metabolik.

Pemeriksaan Prostat Spesifik Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan

perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan.

b. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan yang biasanya dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi

intravena, USG dan sistoskopi, tujuannya adalah untuk memperkirakan volume

BPH.

H. Diagnosis Banding

Kelemahan otot destrusor dapat disebabkan oleh kelainan saraf (kandung

kemih neurologik), misalnya pada lesi medula spinalis, neuropati diabetes, bedah

radikal yang mengorbankan persarafan didaerah pelvis, dan penggunaan obat-obatan

(penenang, penghambat reseptor ganglion dan parasimpatik).

Page 28: Askep Pada Bph

Kekakuan leher buli-buli dapat disebabkan oleh proses fibrosis. Resistensi

uretra dapat disebabkan oleh pembesaran prostat (jinak atau ganas), tumor dileher

buli-buli, batu uretra dan striktur uretra.

I. Penatalaksanaan

Rencana pengobatan bergantung pada penyebab, keparahan obstruksi, dan

kondisi klien (Mansjoer Arief, 2000).

a. Observasi

Dilakukan pada klien dengan keluhan ringan, nasehat yang diberikan ialah

mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,

menghindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), dan mengurangi minum

kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol.

b. Terapi Medikamentosa

1) Penghambat adrenergik a

Obat yang biasa dipakai ialah prazosin, yang berfungsi untuk mengurangi

obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas destrusor.

2) Penghambat 5-a-reduktase

Obat yang dipakai adalah finasteride. Golongan obat ini dapat menghambat

pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil.

3) Fitoterapi

c. Terapi Bedah

Waktu penanganan untuk tiap klien bervariasi tergantung berat ringannya gejala

dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah, yaitu :

1) Retensio urine berulang.

2) Hematuri.

3) Tanda penurunan fungsi ginjal.

4) Infeksi saluran kemih berulang.

5) Tanda-tanda obstruksi berat, yaitu divertikel, hidroureter, dan hidronefrosis.

6) Ada batu saluran kemih.

Engram, Barbara (1999) menyebutkan ada empat cara pembedahan prostatektomi,

masing-masing dengan hasil yang berbeda, yaitu:

1).Transurethral Resection of the Prostate (TURP)

a). Jaringan abnormal diangkat melalui rektoskop yang dimasukan melalui

uretra.

b).Tidak dibutuhkan balutan setelah operasi.

c). Dibutuhkan kateter foley setelah operasi.

2).Prostatektomi suprapubik

Page 29: Askep Pada Bph

a) Penyayatan perut bagian bawah dibuat melalui leher kandung kemih.

b) Diperlukan verban luka drainase, kateter foley dan kateter suprapubik setelah

operasi.

3).Prostatektomi retropubis

a). Penyayatan dilakukan pada perut bagian bawah.

b).Tidak ada penyayatan pada kandung kemih.

c). Diperlukan balutan luka, foley kateter, dan drainase.

4).Prostatektomi perineal

a). Penyayatan dilakukan diantara skrotum dan anus.

b).Digunakan jika diperlukan prostatektomi radikal.

c). Vasektomi dilakukan sebagai pencegahan epididimistis.

d).Persiapan buang hajat diperlukan sebelum operasi (pembersihan perut,

enema, diet rendah sisa dan antibiotik).

e). Setelah operasi balutan perineal dan pengeringan luka (drainase) dilekatkan

pada tempatnya kemudian dibutuhkan rendam duduk.

d. Terapi Invasif Minimal

1) Transurethral Microwave Thermotherapy (TUMT).

2) Dilatasi Balon Transurethral (TUBD).

3) High-instensity Focused Ultrasound.

4) Ablasi jarum Transuretra.

5) Stent Prostat.

ASUHAN KEPERAWATANPADA BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI (BPH)

Proses Keperawatan adalah proses yang terdiri dari lima tahap, yaitu pengkaji,

diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Doenges, 2000).

Page 30: Askep Pada Bph

A. Pengkajian

Menurut Doenges, (2000), pengkajian pada klien dengan Hiperplasia Prostat Benigna,

meliputi :

a. Sirkulasi darah

Tanda: Peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal).

b. Eliminasi

Gejala: Penurunan kekuatan / dorongan aliran urine; tetesan, keragu-raguan pada

berkemih awal, ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dengan

lengkap; dorongan dan frekuensi berkemih, nokturia, disuria, hematuri, duduk

untuk berkemih, inpeksi saluran kemih berulang, riwayat batu (stasis urinaria),

konstipasi (protrusi prostat kedalam rektum).

c. Makanan / cairan

Gejala: Anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan.

d. Nyeri / kenyamanan

Gejala: Nyeri Suprapubis, panggul, atau punggung; tajam, kuat, nyeri punggung

bawah.

e. Keamanan

Gejala: Demam.

f. Seksualitas

Gejala : Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan seksual, takut

inkontinensia/menetes selama hubungan intim, penurunan kekuatan kontraksi

ejakulasi.

g. Penyuluhan / pembelajaran

Gejala: Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal, penggunaan

antihipertensi atau antidepresan, antibiotik urinarius atau agen antibiotik, obat yang

diual bebas untuk flu/alergi obat mengandung simpatomimetik.

Pertimbangan pemulangan: Memerlukan bantuan dengan manajemen terapi,

contoh cateter.

h. Pemeriksaan Diagnostik

1) Urinalisa : Warna kuning, coklat gelap, atau terang (berdarah); penampilan

keruh; pH 7 atau lebih besar (menunjukkan infeksi); bakteri.

2) Kultur urine : Dapat menunjukkan Staphylococcus aureus, Proteus, Klebsiella,

Pseudomonas atau Escherchia coli.

3) Sitologi urine : Untuk mengesampingkan kanker kandung kemih.

4) BUN / Kreatinin : Meningkat bila fungsi ginjal dipengaruhi.

Page 31: Askep Pada Bph

5) Asam fosfat serum / antigen khusus prostatik : Peningkatan karena

pertumbuhan selular dan pengaruh hormonal pada kanker prostat (dapat

mengidentifikasikan metastase tulang).

6) Sel Darah Putih (SDP) : Mungkin lebih besar dari 11.000 mm3,

mengidentifikasikan infeksi bila klien tidak imunosupresi.

7) Penentuan kecepatan aliran Urine : Mengkaji derajat obstruksi kandung

kemih.

8) IVP dengan film pasca berkemih : Menunjukkan perlambatan pengosongan

kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.

9) Sistouretrografi berkemih : Digunakan sebagai ganti IVP untuk

memvisualisasi kandung kemih dan uretra karena ini menggunakan bahan

kontras lokal.

10) Sistogram : Mengukur tekanan dan volume dalam kandung kemih untuk

mengidentifikasi disfungsi yang tak berhubungan dengan BPH.

11) Sistouretroskopi : Untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan dan

perubahan dinding kandung kemih (kontra indikasi pada adanya infeksi

saluran kemih (ISK) akut sehubungan dengan risiko sepsis gram negatif).

12) Sistometri : Mengevaluasi fungsi otot destrusor dan tonusnya.

13) Ultrasound transrektal : Mengukur ukuran prostat, jumlah residu urine;

melokalisasi lessi yang tak berhubungan dengan BPH.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinik mengenai respon individu,

keluarga, dan komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual

dan potensial (Doenges, 2000).

Menurut Doenges (1999), diagnosa keperawatan yang muncul pada klien

dengan BPH, yaitu:

a. Diagnosa keperawatan Pra operasi

1) Retensi urine (akut/kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik;

pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor, ketidak mampuan kandung

kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.

2) Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik

ginjal; infeksi urinaria; terapi radiasi.

3) Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca

obstruksi urine dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara

kronis, Endokrin: ketidak seimbangan elektrolit (disfungsi ginjal).

Page 32: Askep Pada Bph

4) Ketakutan/ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan;

kemungkinan prosedur bedah, malu / hilang martabat sehubungan dengan

pemajanan genital sebelum, selama dan sesudah tindakkan; masalah tentang

kemampuan seksualitas.

5) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat; salah

interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, masalah tentang area

sensitive.

b. Diagnosa keperawatan Pasca operasi

1) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanikal : bekuan

darah, edema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi kateter/balon.

2) Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan area

bedah vascular, kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pemasukkan

praoperatif.

3) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive: alat

selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering, trauma jaringan,

insisi bedah (contoh perineal).

4) Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih, refleks

spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan/atau tekanan dari balon

kandung kemih (traksi).

5) Risiko disfungsi seksual sehubungan dengan situasi krisis (inkontinensia,

kebocoran urine setelah pengangkatan kateter, keterlibatan area genital).

6) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan

kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat; salah

interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

C. Perencanaan keperawatan

Perencanaan merupakan petunjuk untuk penanganan, aktivitas dan tindakan

yang membantu pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan (Doenges, 2000).

Menurut Doenges, (2000), rencana tindakan keperawatan pada klien dengan

Benigna Prostat Hiperplasia, adalah:

a. Pra operasi

DX I: Retensi urine berhubungan dengan tekanan uretral tinggi karena

kelemahan detrusor (dekompensasi otot detrusor).

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengeluaran urine

lancar.

NOC: Inkontinensi urine

Page 33: Askep Pada Bph

Kriteria Hasil:

1. Bebas dari kebocoran urine diantara berkemih.

2. Kandung kemih kosong sempurna

3. Tidak ada sisa setelah buang air > 100-200cc.

4. Asupan cairan dalam rentang yang diharapkan.

Ket Skala:

1 = Tidak pernah menunjukkan

2 = Jarang menunjukkan

3 = Kadang menunjukkan

4 = Sering menunjukkan

5 = Selalu menunjukkan

NIC: Katerisasi urine

1) Pantau asupan dalam haluaran urine.

2) Pantau derajat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi.

3) Instrusikan pasien dan keluarga untuk mencatat haluran urine bila diperlukan..

4) Rujuk pada spesialis kontinensia urine jika diperlukan.

DX II: Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera ( iritasi kandung kemih,

spame, sesuai dengan prosedur bedah atau tekanan dari balon kandung

kemih)

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau

hilang.

a. NOC 1: Level Nyeri

Kriteria Hasil:

1. Laporkan frekuensi nyeri

2. Kaji frekuensi nyeri

3. Lamanya nyeri berlangsung

4. Ekspresi wajah terhadap nyeri

5. Perubahan TTV

b. NOC 2: Kontrol Nyeri

Kriteria Hasil:

1. Mengenal faktor penyebab

2. Gunakan tindakan pencegahan

3. Gunakan tindakan non analgetik

4. Gunakan analgetik yang tepat

Ket Skala:

1 = Tidak pernah menunjukkan

Page 34: Askep Pada Bph

2 = Jarang menunjukkan

3 = Kadang menunjukkan

4 = Sering menunjukkan

5 = Selalu menunjukkan

NIC: Manajemen Nyeri

5) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi,

intensitas, dan faktor penyebab.

6) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak dapat

berkomunikasi secara efektif.

7) Berikan analgetik dengan tepat.

8) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan

berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.

9) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,terapi

musik,distraksi)

DX II: Resiko infeksi berhubungan dengan peningkaran paparan

lingkungan terhadap patogen (pemasangan kateter).

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.

a. NOC 1: Deteksi Infeksi

Kriteria Hasil:

1. Mengukur tanda dan gejala yang mengindikasikan infeksi

2. Berpartisipasi dalam perawatan kesehatan

3. Mampu mengidentifikasi potensial resiko

b. NOC 2: Pengendalian Infeksi

Kriteria Hasil:

1. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi

2. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan

3. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi

4. Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko

Ket Skala:

1 = Selalu menunjukkan

2 = Sering menunjukkan

3 = Kadang menunjukkan

4 = Jarang menunjukkan

5 = Tidak pernah menunjukkan

NIC: Teaching diases proses

1) Deskripsikan proses penyakit dengan tepat

Page 35: Askep Pada Bph

2) Sediakan informasi tentang kondisi pasien

3) Diskusikan perawatan yang akan dilakukan

4) Gambaran tanda dan gejala penyakit

5) Instruksikan pasien untuk melaporkan kepada perawat untuk melaporkan

tentang tanda dan gejala yang dirasakan.

DX IV: Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan operasi.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dan keluarga

tidak mengalami kecemasan.

NOC: Control Cemas

Kriteria Hasil:

1. Monitor Intensitas kecemasan

2. Menurunkanstimulasi lingkungan ketika cemas

3. Menggunakan strategi koping efektif

4. Mencari informasi untuk menurunkan cemas

5. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan cemas

Ket Skala:

1 = Tidak pernah dilakukan

2 = Jarang dilakukan

3 = Kadang dilakukan

4 = Sering dilakukan

5 = Selalu dilakukan

NIC: Penurunan Kecemasan

1) Tenangkan Klien

2) Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada klien dan perasaan yang mungkin

muncul pada saat melakukan tindakan

3) Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis, dan tindakan.

4) Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkan rasa sakit.

5) Instruksikan pasien untuk menggunakan metode/ teknik relaksasi.

DX V: Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi

mengenai pengobatan.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan pasien

dan keluarga bertambah.

NOC: Pengetahuan: proses penyakit.

Kriteria Hasil:

1. Mengenal tentang penyakit

Page 36: Askep Pada Bph

2. Menjelaskan proses penyakit

3. Menjelaskan penyebab/faktor yang berhubungan

4. Menjelaskan faktor resiko

5. Menjelaskan komplikasi dari penyakit

6. Menjelaskan tanda dan gejala dari penyakit

Ket Skala:

1 = Tidak pernah menunjukkan

2 = Jarang menunjukkan

3 = Kadang menunjukkan

4 = Sering menunjukkan

5 = Selalu menunjukkan

NIC:

a. NIC 1: Health Care Information exchange

1) Identifikasi pemberi pelayanan keperawatan yang lain

2) Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga dalam mengimplementasikan

keperawatan setelah penjelasan

3) Jelaskan peran keluarga dalam perawatan yang berkesinambungan

4) Jelaskan program perawatan medik meliputi; diet, pengobatan, dan latihan.

5) Jelaskan rencana tindakan keperawatan sebelum mengimplementasikan

b. NIC 2: Health Education

1) Jelaskan faktor internal dan eksternal yang dapat menambah atau

mengurangi dalam perilaku kesehatan.

2) Jelaskan pengaruh kesehatan danperilaku gaya hidup

individu,keluarga/lingkungan.

3) Identifikasi lingkungan yang dibutuhkan dalam program perawatan.

4) Anjurkan pemberian dukungan dari keluarga dan keluarga untuk membuat

perilaku kondusif.

b. Pascaoperasi

DX I: Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca

obstruksi dengan diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu

distensi secara kronis.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan

diharapkan kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi.

NOC: Fluid balance

Kriteria Hasil:

1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia

Page 37: Askep Pada Bph

2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik.

4. Membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.

Keterangan skala:

1. Tidak pernah menunjukkan

2. Jarang menunjukkan

3. Kadang menunjukkan

4. Sering menunjukkan

5. Selalu menunjukkan

NIC: Fluid manajement

1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.

2. Monitor status hidrasi (kelemahan membran mukosa, nadi adekuat)

3. Monitor vital sign

4. Monitor cairan/makanan dan hitung intake kalon harian

5. Kolaborasikan pemberian cairan IV

6. Masukkan oral

7. Keluarga untuk membantu pasien maka

DX II: Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi ( terputusnya

kontinuitas jaringan akibat pembedahan).

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau

hilang.

a. NOC 1: Level Nyeri

Kriteria Hasil:

1. Laporkan frekuensi nyeri

2. Kaji frekuensi nyeri

3. Lamanya nyeri berlangsung

4. Ekspresi wajah terhadap nyeri

5. Perubahan TTV

b. NOC 2: Kontrol Nyeri

Kriteria Hasil:

1. Mengenal faktor penyebab

2. Gunakan tindakan pencegahan

3. Gunakan tindakan non analgetik

4. Gunakan analgetik yang tepat

Ket Skala:

1 = Tidak pernah menunjukkan

Page 38: Askep Pada Bph

2 = Jarang menunjukkan

3 = Kadang menunjukkan

4 = Sering menunjukkan

5 = Selalu menunjukkan

NIC: Manajemen Nyeri

1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi, frekuensi,

intensitas, dan faktor penyebab.

2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika tidak

dapat berkomunikasi secara efektif.

3) Berikan analgetik dengan tepat.

4) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama akan

berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.

5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,terapi

musik,distraksi)

DX III: Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

neurovaskuler (nyeri).

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat

meningkatkan mobilisasi pada tingkat yang paling tinggi

NOC: Mobility level

Kriteria Hasil:

1. Keseimbangan penampilan

2. Memposisikan tubuh

3. Gerakan otot

4. Gerakan sendi

5. Ambulansi jalan

6. Ambulansi kursi roda

Ket Skala:

1 = Dibantu total

2 = Memerlukan bantuan orang lain dan alat

3 = Memerlukan orang lain

4 = Dapat melakukan sendiri dengan bantuan alat

5 = Mandiri

NIC: Exercise Therapy: Ambulation

1) Bantu pasien untuk menggunakan fasilitas alat bantu jalan dan cegah

kecelakaan atau jatuh

Page 39: Askep Pada Bph

2) Tempatkan tempat tidur pada posisi yang mudah dijangkau/diraih pasien.

3) Konsultasikan dengan fisioterapi tentang rencana ambulansi sesuai kebutuhan

4) Monitor pasien dalam menggunakan alatbantujalan yang lain

5) Instruksikan pasien/pemberi pelayanan ambulansi tentang teknik ambulansi.

DX IV: Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi

fisik.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kerusakan integritas

kulit tidak terjadi.

NOC: Integritas Jaringan: kulit dan membran mukosa

Kriteria Hasil:

1. Sensasi normal

2. Elastisitas normal

3. Warna

4. Tekstur

5. Jaringan bebas lesi

6. Adanya pertumbuhan rambut dikulit

7. Kulit utuh

Ket Skala:

1 = Kompromi luar biasa

2 = Kompromi baik

3 = Kompromi kadang-kadang

4 = Jarang kompromi

5 = Tidak pernah kompromi

NIC: Skin Surveilance

1) Observation ekstremitas oedema, ulserasi, kelembaban

2) Monitor warna kulit

3) Monitor temperatur kulit

4) Inspeksi kulit dan membran mukosa

5) Inspeksi kondisi insisi bedah

6) Monitor kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan

7) Monitor infeksi dan oedema

DX V: Resiko infeksi berhubungan dengan peningkaran paparan lingkungan

terhadap patogen (adanya media masuknya kuman akibat prosedur invasif).

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.

NOC 1: Deteksi Infeksi

Page 40: Askep Pada Bph

Kriteria Hasil:

1. Mengukur tanda dan gejala yang mengindikasikan infeksi

2. Berpartisipasi dalam perawatan kesehatan

3. Mampu mengidentifikasi potensial resiko

NOC 2: Pengendalian Infeksi

Kriteria Hasil:

1. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi

2. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan

3. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko infeksi

4. Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko

Ket Skala:

1 = Selalu menunjukkan

2 = Sering menunjukkan

3 = Kadang menunjukkan

4 = Jarang menunjukkan

5 = Tidak pernah menunjukkan

NIC: Teaching diases proses

1) Deskripsikan proses penyakit dengan tepat

2) Sediakan informasi tentang kondisi pasien

3) Diskusikan perawatan yang akan dilakukan

4) Gambaran tanda dan gejala penyakit

5) Instruksikan pasien untuk melaporkan kepada perawat untuk melaporkan

tentang tanda dan gejala yang dirasakan.

D. Implementasi (Pelaksanaan)

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien post operasi prostat mengacu

pada rencana keperawatan yang sesuai dengan teori Doenges, M.E. (2000), meliputi:

mempertahankan homeostasis/stabilitas hemodinamik, meningkatkan kenyamanan,

mencegah komplikasi dan memberikan informasi tentang prosedur bedah/prognosis,

pengobatan dan kebutuhan rehabilitasi.

Pada tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah melaksanakan tindakan-

tindakan keperawatan yang telah direncanakan dan melakukan pendokumentasian

semua tindakan yang telah dilakukan.

E. EVALUASI

a. Pre operasi

DX KRITERIA HASIL KETERANGAN SKALA

Page 41: Askep Pada Bph

I NOC: Inkontinensi urine

1. Bebas dari kebocoran urine diantara berkemih. (4 )

2. Kandung kemih kosong sempurna. (4)

3. Tidak ada sisa setelah buang air > 100-200cc. (4)

4. Asupan cairan dalam rentang yang diharapkan.(4 )

1 = Tidak pernah menunjukkan

2 = Jarang menunjukkan

3 = Kadang menunjukkan

4 = Sering menunjukkan

5 = Selalu menunjukkan

II NOC 1: Level Nyeri

1. Laporkan frekuensi nyeri (4)

2. Kaji frekuensi nyeri. (4)

3. Lamanya nyeri berlangsung (4)

4. Ekspresi wajah terhadap nyeri (4)

5. Perubahan TTV (4)

NOC 2: Kontrol Nyeri

1. Mengenal faktor penyebab (4)

2. Gunakan tindakan pencegahan(4)

3. Gunakan tindakan non analgetik(4)

4. Gunakan analgetik yang tepat(4)

1 = Tidak pernah menunjukkan

2 = Jarang menunjukkan

3 = Kadang menunjukkan

4 = Sering menunjukkan

5 = Selalu menunjukkan

III NOC 1: Deteksi Infeksi

1. Mengukur tanda dan gejala yang mengindikasikan

infeksi (4)

2. Berpartisipasi dalam perawatan kesehatan (4)

3. Mampu mengidentifikasi potensial resiko(4)

NOC 2: Pengendalian Infeksi

1. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi(4)

2. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan

Membuat strategi untuk mengendalikan resiko

infeksi. (4)

3. Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko (4)

1 = Tidak pernah menunjukkan

2 = Jarang menunjukkan

3 = Kadang menunjukkan

4 = Sering menunjukkan

5 = Selalu menunjukkan

IV NOC: Control Cemas

1. Monitor Intensitas kecemasan (4)

2. Menurunkanstimulasi lingkungan ketika cemas (4)

3. Menggunakan strategi koping efektif (4)

4. Mencari informasi untuk menurunkan cemas (4)

5. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan

cemas (4)

1 = Tidak pernah dilakukan

2 = Jarang dilakukan

3 = Kadang dilakukan

4 = Sering dilakukan

5 = Selalu dilakukan

Page 42: Askep Pada Bph

V NOC: Pengetahuan: proses penyakit.

1. Mengenal tentang penyakit (4)

2. Menjelaskan proses penyakit(4)

3. Menjelaskan penyebab/faktor yang berhubungan 4

4. Menjelaskan faktor resiko(4)

5. Menjelaskan komplikasi dari penyakit(4)

6. Menjelaskan tanda dan gejala dari penyakit(4)

1 = Tidak pernah menunjukkan

2 = Jarang menunjukkan

3 = Kadang menunjukkan

4 = Sering menunjukkan

5 = Selalu menunjukkan

b. Pasca operasi

DX KRITERIA HASIL KETERANGAN SKALA

I NOC : Fluid balance

1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia 4

2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas

normal(4)

3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor

kulit baik. (4)

4. Membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus

yang berlebihan. (4)

1 = Tidak pernah menunjukkan

2 = Jarang menunjukkan

3 = Kadang menunjukkan

4 = Sering menunjukkan

5 = Selalu menunjukkan

II NOC 1: Level Nyeri

1. Laporkan frekuensi nyeri (4)

2. Kaji frekuensi nyeri(4)

3. Lamanya nyeri berlangsung(4)

4. Ekspresi wajah terhadap nyeri(4)

5. Perubahan TTV(4)

NOC 2: Kontrol Nyeri

1. Mengenal faktor penyebab(4)

2. Gunakan tindakan pencegahan(4)

3. Gunakan tindakan non analgetik(4)

4. Gunakan analgetik yang tepat(4)

1 = Tidak pernah menunjukkan

2 = Jarang menunjukkan

3 = Kadang menunjukkan

4 = Sering menunjukkan

5 = Selalu menunjukkan

III NOC: Mobility level

1. Keseimbangan penampilan (5)

2. Memposisikan tubuh(5)

3. Gerakan otot(5)

4. Gerakan sendi(5)

5. Ambulansi jalan(5)

1 = Dibantu total

2 = Memerlukan bantuan orang

lain dan alat

3 = Memerlukan orang lain

4 = Dapat melakukan sendiri

dengan bantuan alat

5 = Mandiri

Page 43: Askep Pada Bph

IV NOC: Integritas Jaringan: kulit dan membran mukosa

1. Sensasi normal(4)

2. Elastisitas normal(4)

3. Warna(4)

4. Tekstur(4)

5. Jaringan bebas lesi(4)

6. Adanya pertumbuhan rambut dikulit(4)

7. Kulit utuh(4)

1 = Kompromi luar biasa

2 = Kompromi baik

3 = Kompromi kadang-kadang

4 = Jarang kompromi

5 = Tidak pernah kompromi

V NOC 1: Deteksi Infeksi

1. Mengukur tanda dan gejala yang mengindikasikan

Infeksi(4)

2. Berpartisipasi dalam perawatan kesehatan(4)

3. Mampu mengidentifikasi potensial resiko(4)

NOC 2: Pengendalian Infeksi

1. Pengetahuan tentang adanya resiko infeksi(4)

2. Mampu memonitor faktor resiko dari lingkungan.4

3. Membuat strategi untuk mengendalikan resiko

infeksi. (4)

4. Mengatur gaya hidup untuk mengurangi resiko(4)

1 = Tidak pernah menunjukkan

2 = Jarang menunjukkan

3 = Kadang menunjukkan

4 = Sering menunjukkan

5 = Selalu menunjukkan

Page 44: Askep Pada Bph

DAFTAR PUSTAKA

Pearce , Evelyn C.2006. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis . Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Sander , Mochamad Aleq . 2004. Patologi Anatomi . Jakarta : Rajawali Pers.

Sobotta.Atlas Anatomi Manusia Ed.1.Jakarta : EGC.

Syaifuddin . 2003 . Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Wibowo , Daniel S . 2005 . Anatomi Tubuh Manusia . Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia.

http://totonrofiunsri.wordpress.com/2009/01/28/anatomi-dan-fisiologi-sistem-perkemihan/

http://nurad1k.blogspot.com/2010/02/anatomi-fisiologi-sistem-perkemihan.html

Carpenito, L. J., 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, Alih Bahasa Monica Ester, EGC, Jakarta.

Corwin, E. J., 2000, Buku Saku Pathofisiologi, Editor Endah P., EGC, Jakarta.

Doenges, M. E., Moorhous, M. F., & Geissler, A. C., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Alih Bahasa I Made Kariasa dan Ni Made Sumarwati, EGC, Jakarta.

Engram, B, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta

Jhonson, Marion, dkk. 2000. NOC. Jakarta: Morsby.

Mansjoer, A., dkk, 2000, Kapita SelektaKedokteran, Edisi Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta.

McCloskey, Cjoane, dkk. 1995.NIC. Jakarta: Morsby.

NANDA, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan. Nanda 2005-2006, Editor Budi Santoso, Prima Medika, Jakarta.

Potter, P. A., & Perry, A. G., 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Prose.c, dan Praktik, EGC, Jakarta.

Price, S. A., & Wilson, L. M., 2005, Pathofsiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Alih Bahasa: Editor Caroline Wijaya, Edisi 4, EGC, Jakarta.

Purnomo, B. B., 2000, Dasar-dasar Urologi, CV Info Medika, Jakarta.

Sjamsuhidajat, R., & de Jong, W., 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddarth, Editor Suzane, C. S., Brenda, G. B., Edisi 8, EGC, Jakarta