Askep Meningitis

43
ASKEP MENINGITIS BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Salah satu penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat. Penyebab infeksi susunan saraf pusat adalah virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Meningitis merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian berkisar antara 18-40% dan angka kecacatan 30-50%. Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan angka kejadian penyakit yang bervariasi. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Haemophilus influenzae tipe B ditemukan pada 33% diantara kasus meningitis. Pada penelitian lanjutan, didapatkan 38% penyebab meningitis pada anak kurang dari 5 tahun. Di Australia pada tahun 1995 meningitis yang disebabkan Neisseria meningitidis 2,1 kasus per 100.000 populasi, dengan puncaknya pada usia 0 – 4 tahun dan 15 – 19 tahun . Sedangkan kasus meningitis yang disebabkan Steptococcus pneumoniae angka kejadian pertahun 10 – 100 per 100.000 populasi pada anak kurang dari 2 tahun dan diperkirakan ada 3000 kasus per tahun untuk seluruh kelompok usia, dengan angka kematian pada anak sebesar 15%, retardasi mental 17%, kejang 14% dan gangguan pendengaran 28%. B. TUJUAN PENULISAN Setelah dilakukan pembelajaran tentang Asuhan Keperawatan Anak dengan Meningitis, diharapkan mahasiswa mampu: 1. Memahami tentang pengertian dari meningitis 2. Memahami tentang etiologi dari meningitis 3. Memahami tentang patofisiologi/pathway dari meningitis 4. Memahami tentang manifestasi klinis dari meningitis 5. Memahami tentang pemerikaan diagnosa dari meningitis 6. Memahami tentang penatalaksanaan medis dari meningitis 7. Memahami tentang pengkajian keperawatan meningitis 8. Memahami tentang diagnosa keperawatan yang muncul pada anak dengan meningitis 9. Memahami tentang perencanaan keperawatan meningitis C. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I : PENDAHULUAN BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI B. ETIOLOGI C. FAKTOR RESIKO D. KLASIFIKASI E. PATHOFIS,PATHWAY

Transcript of Askep Meningitis

Page 1: Askep Meningitis

ASKEP MENINGITIS

BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANGPenyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Salah satu penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat. Penyebab infeksi susunan saraf pusat adalah virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Meningitis merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian berkisar antara 18-40% dan angka kecacatan 30-50%.Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan angka kejadian penyakit yang bervariasi. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Haemophilus influenzae tipe B ditemukan pada 33% diantara kasus meningitis. Pada penelitian lanjutan, didapatkan 38% penyebab meningitis pada anak kurang dari 5 tahun. Di Australia pada tahun 1995 meningitis yang disebabkan Neisseria meningitidis 2,1 kasus per 100.000 populasi, dengan puncaknya pada usia 0 – 4 tahun dan 15 – 19 tahun . Sedangkan kasus meningitis yang disebabkan Steptococcus pneumoniae angka kejadian pertahun 10 – 100 per 100.000 populasi pada anak kurang dari 2 tahun dan diperkirakan ada 3000 kasus per tahun untuk seluruh kelompok usia, dengan angka kematian pada anak sebesar 15%, retardasi mental 17%, kejang 14% dan gangguan pendengaran 28%.B. TUJUAN PENULISANSetelah dilakukan pembelajaran tentang Asuhan Keperawatan Anak dengan Meningitis, diharapkan mahasiswa mampu:1.      Memahami tentang pengertian dari meningitis2.      Memahami tentang etiologi dari meningitis3.      Memahami tentang patofisiologi/pathway dari meningitis4.      Memahami tentang manifestasi klinis dari meningitis5.      Memahami tentang pemerikaan diagnosa dari meningitis6.      Memahami tentang penatalaksanaan medis dari meningitis7.      Memahami tentang pengkajian keperawatan meningitis8.      Memahami tentang diagnosa keperawatan yang muncul pada anak dengan meningitis9.      Memahami tentang perencanaan keperawatan meningitisC. SISTEMATIKA PENULISANBAB I              : PENDAHULUANBAB II             : TINJAUAN PUSTAKAA.    DEFINISIB.     ETIOLOGIC.     FAKTOR RESIKOD.    KLASIFIKASIE.     PATHOFIS,PATHWAYF.      KOMPLIKASIG.    MANIFESTASI KLINISH.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKI.        PENATALAKSANAAN MEDIS

Page 2: Askep Meningitis

J.        PENGKAJIAN KEPERAWATANK.    DIAGNOSA KEPERAWATANL.     PERENCANAANM.   EVALUASIBAB III           : PENUTUPA.    KESIMPULANB.     SARANLAMPIRANDAFTAR PUSTAKABAB IITINJAUAN PUSTAKAA. DEFINISIMeningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat. (Suriadi, dkk. Asuhan Keperawatan pada Anak, ed.2, 2006)Meningitis adalah infeksi ruang subaraknoid dan leptomeningen yang disebabkan oleh berbagai organisme pathogen. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 )Meningitis merupakan infeksi parah pada selaput otak dan lebih sering ditemukan pada anak-anak. Infeksi ini biasanya merupakan komplikasi dari penyakit lain, seperti campak, gondong, batuk rejan atau infeksi telinga.(http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/otak.htm)Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama seperti flu, pengantar virus meningitis berasal dari cairan yang berasal dari tenggorokan atau hidung. Virus tersebut dapat berpindah melalui udara dan menularkan kepada orang lain yang menghirup udara tersebut. (Anonim, 2007 dalam Juita, 2008).B. ETIOLOGI1.      Bakteri:a.      Neonatus sampai 2 bulan: GBS, basili gram negative, missal, Escherichia coli, Liateria monocytogenes, S. agalactiae (streptokokus gram B)b.      1 bulan sampai 6 tahun: Neisseria meningitidis (meningokokus), Streptococcus pneumoniae, Hibc.       > 6 tahun: Neisseria meningitides, Streptococcus pneumoniae, parotitis (pre-MMR)d.     Mycobacterium tuberculosis: dapat menyebabkan meningitis TB pada semua umur. Pling sering pada anak umur 6 bulan sampai 6 tahun2.      Virus: Enterovirus (80%), CMV, arbovirus, dan HSVC. FAKTOR RESIKO1.      Faktor predisposisi: laki-laki lebih sering disbanding dengan wanita2.      Faktor maternal: rupture membran fetal, infeksi metrnal pada minggu terakhir kehamilan3.      Faktor imunologi: usia muda, defisiansi mekanisme imun, defek lien karena penyakit sel sabit atau asplenia (rentan terhadap S. Pneumoniae dan Hib), anak-anak yang mendapat obat-obat imunosupresi4.      Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injuri yang berhubungan dengan system persarafan

Page 3: Askep Meningitis

5.      Faktor yang berkaitan dengan status sosial-ekonomi rendah: lingkungan padat, kemiskinan, kontak erat dengan individu tang terkena (penularan melalui sekresi pernapasan)D. KLASIFIKASI1.      Meningitis Purulenta:Radang selaput otak ( araknoidea dan piameter) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman nonspesifik dan nonvirus.2.      Meningitis Tuberkulosa:Terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberculosis primer, biasanya dari paru. Meningitis terjadi bukan karena terimfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke rongga araknoid (Rich dan McCordeck). Anak-anak yang ibunya menderita TBC kadang-kadang mendapatkan meningitis tuberkolusa pada bulan-bulan pertama setelah lahir.(Ngastiyah,2005)E. PATOFISIOLOGIMeningitis terjadi akibat masuknya bakteri ke ruang subaraknoid, baik melalui penyebaran secara hematogen, perluasan langsung dari fokus yang berdekatan, atau sebagai akibat kerusakan sawar anatomik normal secara konginetal, traumatik, atau pembedahan. Bahan-bahan toksik bakteri akan menimbulkan reaksi radang berupa kemerahan berlebih (hiperemi) dari pembuluh darah selaput otak disertai infiltrasi sel-sel radang dan pembentukan eksudat. Perubahan ini terutama terjadi pada infeksi bakteri streptococcus pneumoniae dan H. Influenzae dapat terjadi pembengkakan jaringan otak, hidrosefalus dan infark dari jaringan otak.Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan TIK. Efek patologi dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen. Edem dan eksudasi yang kesemuanya menyebabkan peningkatan intrakranial. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005)Penyebaran hematogen merupakan penyebab tersering, dan biasa terjadi pada adanya fokus penyakit lain (misalnya, pneumonia, otitis media, selulitis) atau akibat bakteremia spontan. Oleh karena patogen-lazim menyebar melalui jalur pernapasan , peristiwa awalnya adalah kolonisasi traktus respiratorius bagian atas.Meningitis yang disebabkan oleh penyebaran nonhematogen mencakup penyebaran infeksi dari daerah infeksi yang berdekatan ( otitis media, mastoiditis, sinusitis, osteomielitis vertebralis atau tulang kranialis) serta kerusakan anatomi (fraktur dasar tengkorak, pasca-prosedur bedah saraf, atau sinus dermal konginetal di sepanjang aksis kraniospinalis). Gambaran lazim setiap penyebab infeksi adalah masuknya bakteri patogen ke dalam ruang subaraknoid dan perbanyakan bakteri. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 )Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau terdapat kenaikan suhu yang ringan saja, jarang terjadi akut dengan panas yang tinggi. Sering dijumpai anak mudah terangsang atau menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala. Anoreksia, obstipasi, dan muntah juga sering dijumpai.Stadium ini kemudian disusul dengan stadium transisi dengan kejang. Gejala di atas menjadi lebih berat dan gejala rangsangan meningeal mulai nyata, kuduk kaku, seluruh tubuh

Page 4: Askep Meningitis

menjadi kaku dan timbul opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor.Stadium terminal berupa kelumpuhan-kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak teratur, sering terjadi pernafasan `Cheyne-Stokes`.Hiperpireksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadarannya pulih kembali. Tiga stadium tersebut biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak meninggal. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005)F. KOMPLIKASIa.         Hidrosefalus obstruktifb.         Meningococcal septicemia (mengingocemia)c.          Sindrom Water Friderichsen (septic syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral)d.        SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone)e.         Efusi subduralf.           Kejangg.         Edema dan herniasi serebralh.         Cerebral Palsyi.           Gangguan mentalj.           Gangguan belajark.         Attention deficit disorderG. MANIFESTASI KLINISTrias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk. Namun pada anak di bawah usia dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi meningen lain mungkin tidak ditemui. Peruban tingkat kesadaran lazim terjadi dan ditemukan pada hingga 90% pasien. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 )Pada bukunya, Wong menjabarkan manifestasi dari meningitis berdasarkan golongan usia sebagai berikut:

Anak dan Remajaa.      Awitan biasanya tiba-tibab.      Demamc.       Mengigild.     Sakit kepalae.      Muntahf.        Perubahan pada sensoriumg.      Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal )h.      Peka rangsangi.        Agitasij.        Dapat terjadi:FotofobiaDeliriumHalusinasi

Page 5: Askep Meningitis

Perilaku agresif atau maniakMengantukStuporKomak.      Kekakuan nukalDapat berlanjut menjadi opistotonusl.        Tanda Kernig dan Brudzinski positifm.   Hiperaktif tetapi respons refleks bervariasin.      Tanda dan gejala bersifat khas untuk setiap organisme:Ruam ptekial atau purpurik (infeksi meningokokal), terutama bila berhubungan dengan status seperti syok.Keterlibatan sendi (infeksi meningokokal dan H. influenzae)Drain telinga kronis (meningitis pneumokokal)Bayi dan Anak KecilGambaran klasik jarang terlihat pada anaka-anak antara usia 3 bulan dan 2 tahuna.      Muntahb.      Peka rangsangan yang nyatac.       Sering kejang (seringkali disertai dengan menangis nada tinggi)d.     Fontanel menonjole.      Kaku kuduk dapat terjadi dapat juga tidakf.        Tanda Brudzinski dan Kernig bersifat tidak membantu dalam diagnosag.      Sulit untuk dimunculkan dan dievaluasi dalam kelompok usiah.      Empihema subdural (infeksi Haemophilus influenza)Neonatus: Tanda-tanda Spesifika.      Secara khusus sulit untuk didiagnosab.      Manifestasi tidak jelas dan tidak spesifikc.       Baik pada saat lahir tetapi mulai terlihatmenyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa harid.     Menolak untuk makane.      Kemampuan menghisap burukf.        Muntah atau diareg.      Tonus burukh.      Kurang gerakani.        Menangis burukj.        Fontanel penuh, tegang, dan menonjol dapat terlihat pada akhir perjalanan penyakitk.      Leher biasanya lemasTanda-tanda Nonspesifik yang Mungkin Terjadi pada Neonatusa.      Hipotermia atau demam (tergantung pada maturitas bayi)b.      Ikterikc.       Peka rangsangd.     Mengantuke.      Kejangf.        Ketidakteraturan pernapasan atau apneag.      Sianosish.      Penurunan berat badan

Page 6: Askep Meningitis

(Donna L. Wong. Pedoman Keperawatan Pediatrik,ed.4,2003 )H. PEMERIKSAAN DIAGNOSA1.      Punksi Lumbal : tekanan cairan meningkat, jumlah sel darah putih meningkat, glukosa menurun, protein meningkat.Indikasi Punksi Lumbal:a.      Setiap pasien dengan kejang atau twitching baik yang diketahui dari anamnesis atau yang dilihat sendiri.b.      Adanya paresis atau paralysis. Dalam hal ini termasuk strabismus karena paresis N.VI.c.       Koma.d.     Ubun-ubun besar menonjol.e.      Kuduk kaku dengan kesadaran menurun.f.        Tuberkulosis miliaris dan spondilitis tuberculosis.g.      Leukemia.2.      Kultur swab hidung dan tenggorokan (Suriadi, dkk. Asuhan Keperawatan pada Anak, ed.2, 2006)3.      Darah: leukosit meningkat, CRP meningkat, U&E, glukosa, pemeriksaan factor pembekuan, golongan darah dan penyimpanan.4.      Mikroskopik, biakan dan sensitivitas: darah, tinja, usap tenggorok, urin, rapid antigen screen.5.      CT scan: jika curiga TIK meningkat hindari pengambilan sample dengan LP.6.      LP untuk CSS: merupakan kontra indikasi jika dicurigai tanda neurologist fokal atau TIK meningkat.7.      CSS pada meningitis bakteri: netrofil, protein meningkat (1-5g/L), glukosa menurun (kadar serum <50%)8.      CSS pada meningitis virus: limfosit (pada mulainya netrofil), protein normal/meningkat ringan, glukosa normal, PCR untuk diagnosis.9.      CSS: mikroskopik (pulasan Gram, misal, untuk basil tahan asam pada meningitis TB), biakan dan sensitivitas.

I. PENATALAKSANAAN MEDISPenatalaksanaan efektif untuk meningitis bergantung pada terapi suportif agresif yang dini dan pemilihan antimikroba empirik yang tepat untuk kemungkinan patogen. Tindakan suportif umum diindikasikan bagi setiap pasien yang menderita patologi intrakranium berat.Pasien dengan Meningitis purulenta pada umumnya dalam keadaan kesadaran yang menurun dan seringkali disertai muntah-muntah atau diare. Untuk menghindari kekurangan cairan/elektrolit, pasien perlu langsung dipasang cairan intavena. Jika terdapat gejala asidosis harus dilakukan koreksi. Pengelolaan cairan merupakan hal yang sangat penting pada pasien meningitis. Sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat (SIADH, syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion) terjadi pada sekitar 30% pasien meningitis, dan jika ditemukan, harus dilakukan pembatasan cairan. Meskipun demikian, sebuah studi klinis telah membuktikan pentingnya memelihara tekanan perfusi otak yang adekuat pada penyakit ini. Pembatasan cairan secara tidak tepat dapat menimbulkan deplesi volume, yang jika ekstrim, dapat menuju pada ketidakadekuatan volume sirkulasi. Sebaiknya cairan mula-mula dibatasi, sementara menunggu pemeriksaan elektrolit urin dan serum. Bila terdapat SIADH, pembatasan cairan sampai dua pertiga cairan

Page 7: Askep Meningitis

pemeliharaan merupakan tindakan yang tepat, sampai kelebihan hormon antidiuretuk pulih; bila tidak terdapat SIADH, cairan harus diberikan dalam jumlah yang sesuai dengan derajat kekurangan cairan, dan elektrolit diawasi secara seksama.Terapi peningkatan tekanan intrakranium harus diarahkan pada pemeliharaan derajat tekanan perfusi otak yang adekuat, seperti pada kondisi lain yang dipersulit oleh hipertensi intrakranium. Cara yang ada bisa termasuk hiperventilasi, pengambilan CSS melalui kateter intraventrikel, atau mungkin pemakaian obat diuretikosmotik secara hati-hati.Pada kecurigaan meningitis, antibiotik intravena diberikan secara empiric sementara menunggu hasil biakan. Pemilihan antibiotik awal didasarkan pada kemungkinan pathogen menurut kelompok usia, pajanan yang diketahui, dan setiap faktor resiko yang tidak lazim bagi pasien. Prinsip terapi antimikroba meningitis mencakup pemilihan antibiotik yang bersifat bakterisid terhadap pathogen yang dicurigai dan yang mampu mencapai konsentrasi CSS setidaknya sepuluh konsentrasi bakterisid minimal untuk organisme tersebut, karena inilah konsentrasi yang dalam penelitian hewan telah terbukti berkolerasi dengan sterilisasi CSS paling efektif. (Jay Tureen. Buku Ajar Pediatri Rudolph,vol.1, 2006 )Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan diazepam 0,5 mg/kg BB/kali IV, dan dapat diulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian bila kejang belum berhenti. Ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis sama tetapi diberikan secara IM. Setelah kejang dapat diatasi, diberikan fenobarbital dosis awal untuk neonatus 30 mg; anak < 1 tahun 50 mg dan anak > 1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumat diberikan fenobarbital dengan dosis 8-10 mg/kg BB/hr dibagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari (dimulai 4 jam setelah pemberian dosis awal). Hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hr dibagi dalam 2 dosis.  Bila tidak tersedia diazepam, fenobarbital dapat langsung diberikan dengan dosis awal dan selanjutnya dosis rumat.Penyebab utama meningitis purulenta pada bayi atau anak di Indonesia(Jakarta) ialah H. influenzaedan pneumoccocus sedangkan meningococcus jarang sekali,maka diberikan ampisilin IV sebanyak 400mg/kg BB/hr dibagi 6 dosis ditambah kloramfenikol 100mg/kg BB/hr iv dibagi dalam 4 dosis. Pada hari ke 10 pengobatan dilakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukkan hasil yang normal pengobatan tesebut dilanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum dan pengobatan dilanjutkan dengan obat dan cara yang sama seperti di atas dan diganti dngan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan uji resistensi kuman.Meningitis paru pada neunatus berbeda,karena biasa dan disebabkan oleh baksil colifom danstaphylococcus, maka pengobatan pada neonatus sebagai berikut:Pilihan pertama: Sefalosporin 200mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis, dikombinasi dengan amikasin dengan dosis awal 10 mg/kg BB/hr IV,dilanjutkan dengan dosis 15 mg/kg BB/hr atau dengan gentamisin 6 mg/kg BB/hr masing-masing dibagi dalam 2 dosis.Pilihan kedua : Amphisilin 300-400 mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 6 dosis,dikombinasi dengan kloramfenikol 50 mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 4 dosis. Pada bayi kurang bulan dosis kloramfenikol tidak boleh melebihi 30 mg/kg Bb/hr (dapat terjadi grey baby).Pilihan selanjutnya kotrimoksazol 10 mg TMP/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis 6 mg TMP/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis. Lama pengobatan neonatus adalah 2 hr.Sefalosporin dan kotrimaksozol tidak diberikan pada bayi yang berumur kurang 1 minggu.

Page 8: Askep Meningitis

Ulangan pungsi lumbal pada meningitis paru anak dilakukan pada hari ke 10 pengobatan sedang pada neunatus pada hari ke 21. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit, ed.2, 2005)Terapi pilihan pada bayi yang telah mengalami meningitis bakterial dengan komplikasi hidrocephalus adalah dilakukan pembedahan dengan tujuan untuk pemasangan shunt guna mengalirkan cerebrospinal fluid yang tersumbat di dalam otak. Ada beberapa jenis shunt antara lain (VP) ventrikulo peritoneal shunt dan (VA) ventriculoatrial shunt.Penatalaksanaan pada bayi dengan hidrocehalus adalah pemberian posisi head up dan pengawasan pemberian cairan yang adekuat.J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN1.      Riwayat keperawatan: riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma riwayat pembedahan pada otak, cedera kepala2.      Pada Neonatus: kaji adanya perilaku menolak untuk makan, reflek menghisap kurang, muntah atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan menangis lemah3.      Pada anak-anak dan remaja: kaji adanya demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, penurunan kesadaran, kaku kuduk, opistotonus, tanda Kernig dan Brudzinsky positif, refleks fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus4.      Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun): kaji adanya demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda Kernig dan Brudzinsky positifK. DIAGNOSA KEPERAWATAN1.      Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi2.      Resiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan infeksi pada selaput otak3.      Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kejang,reflek meningkat4.      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit seriusL. PERENCANAAN1.      Nyeri berhubungan dengan proses inflamasia.      Tujuan 1 :Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anakb.      Intervensi keperawatan/Rasional:1)      Biarkan anak mengambil posisi yang nyaman:i)                   Gunakan posisi miring, bila ditoleransi, karena kaku kudukii) Tinggikan sedikit kepala tempat tidur tanpa menggunakan bantal karena hal ini seringkali menjadi posisi yang paling tidak nyaman2)      Berikan analgesik sesuai ketentuan, terutama asetaminofen dengan kodeinc.       Hasil yang diharapkan:Anak tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri atau tanda-tanda nyeri yang dialami anak minimum2.      Resiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan infeksi pada selaput otak.a. Tujuan:Tekanan intra karanial (TIK) tetap atau berkurang menuju normalb.   Intervensi keperawatan/rasional:

Page 9: Askep Meningitis

1.   Kaji tanda vital, GCS (jika dapat dilakukan) dan tanda-tanda dari terjadinya penurunan kesadaran2.   Ciptakan dan pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman3.   Beri posisi head up ± 3 cm4.   Ukur lingkar kepala setiap hari5.   Olaborasi dalam pemberian cairan adekuat6.   Berikan obat sesuai dengan program; antibiotic, antipiretik, dan antikonvulsan7.   Ikut sertakan keluarga dalam perawatan bayi secara aktifc.    Hasil yang diharapkan:Tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial selama dalam masa perawatan, dengan kriteria; reaksi pupil terhadap cahaya (+), refleks normal, gerak dan tangis yang kuat, respirasi spontan, suhu dalam batas normal.3. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kejang,reflek meningkata.      Tujuan 1:Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksib.      Intervensi keperawatan/Rasional:1)      Bantu praktisi kesehatan mendapat kultur yang diperlukan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab2)      Berikan antibiotic, sesuai resep, dan segera setelah diinstruksikan3)      Pertahankan rute intravena untuk pemberian obatc.       Hasil yang diharapkan:Anak menunjukkan bukti-bukti penurunan gejalad.     Tujuan 2:Pasien tidak menyebabkan infeksi ke orang laine.      Intervensi keperawatan/ Rasional:1)      Implementasikan pengendalian infeksi yang tepat:a)      Tempatkan anak di ruang isolasi selama sedikitnya 24 jam setelah awal terapi antibiotikb)     Pantau tanda-tanda vital untuk tanda awal proses infeksic)      Observasi adanya tanda-tanda infeksi khusus pada penyakit anak2)      Instruksikan orang lain (keluarga, anggota staf) tentang kewaspadaan yang tepat3)      Berikan vaksinasi yang tepat:i)                   Berikan vaksin rutin sesuai usia (mis., vaksin untuk mencegah H. influenzae tipe B [Hib])ii)                 Identifikasi kontak erat dan anak berisiko tinggi yang dapat memperoleh manfaat dari vaksinasi (mis., vaksinasi meningokokus)f.        Hasil yang diharapkan:Orang lain tetp bebas dari infeksig.      Tujuan 3 :Pasien tidak mengalami komplikasih.      Intervensi keperawatan/ Rasional:1)      Observasi dengan ketat adanya tanda-tanda komplikasi, terutama peningkatan TIK, syok, dan distres pernapasan, sehingga dapat dilakukan tindakan kedaruratan2)      Pertahankan hirasi optimal sesuai ketentuan

Page 10: Askep Meningitis

3)      Pantau dan catat masukan dan keluaran untuk mengidentifikasi komplikasi seperti ancaman syok atau peningkatan akumulasi cairan yang berhubungan dengan edema serebral atau efusi subdural4)      Kurangi stimulus lingkungan, karena anak mungkin sensitif terhadap kebisingan, sinar terang, dan stimulus eksternal lainnya5)      Implementasikan kewaspadaan keamanan yang tepat karena anak sering gelisah dan kejang6)      Jelaskan pentingnya perawatan tindak lanjut pada orang tua karena sekuel neurologis, termasuk penurunan pendengaran mungkin tidak tampak selama penyakit akuti.        Hasil yang diharapkan:Anak tidak mengalami komplikasi4.Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit seriusa.      Tujuan :Pasien (keluarga) mendapatkan dukungan yang adekuatb.      Intervensi keperawatan/Rasional:1) Dorong keluarga untuk mendiskusikan perasaan untuk meminimalkan rasa bersalah dan saling menyalahkan2) Yakinkan keluarga bahwa awitan meningitis bersifat tiba-tiba dan bahwa mereka sudah bertindak dengan penuh tanggung jawab dengan mencari bantuan medis untuk meminimalkan rasa bersalah dan saling menyelahkan3)      Pertahankan agar keluarga tetap mendapat informasi tentang kondisi anak, kemajuan, prosedur, dan tindakan untuk mengurangi kecemasanc.       Hasil yang diharapkan:Anak (keluarga) mendapatkan dukungan yang cukupM. EVALUASIAngka motalitas meningitis sangat bervariasi, tergantung pada usia pasien dan patogen penyebab. Pasien dengan meningitis meningokokus tanpa meningokoksemia berat mempunyai angka fatalitas sebesar hanya 20%, sedangkan neonatus dengan meningitis gram negative meninggal dalam 70 kasus. Angka kematian akibat H. influenzae dan S. pneumoniae masing-masing adalah sekitar 3% dan 6%.Gejala sisa penyakit terjadi pada kira-kira 30% penderita yang bertahan hidup, tetapi juga terdapat predileksi usia serta petogen, dengan insidensi terbesar pada bayi yang sangat muda serta bayi yang terinfeksi bakteri gram negative dan S. pneumoniea.Gejala sisa neurologi tersering adalah tuli, yang terjadi pada 3-25% pasien; kelumpuhan saraf kranial pada 2-7% pasien; dan cidera berat seperti hemiparesis atau cidera otaku mum pada 1-2% pasien. Lebih dari 50% pasien dengan gejala sisa neurologi pada saat pemulangan dari RS akan membaik seiring waktu, dan keberhasilan dalam implant koklea belum lama ini memberi harapan pada anak dengan kehilangan pendengaran.Pencegahan meningitis saat ini terdiri atas dua bentuk: kemoprokfilaksis terhadap individu rentan yang diketahui terpajan pada pasien yang mengidap penyakit (pasien indek) serta imunisasi aktiv. Sekarang, kemoprokfilaksis diindikasikan untuk mencegah meningitis sekunder yang disebabkan oleh H. influenzae dan N. meningitides.Imunisasi aktiv terhadap H. influenzae telah menghasilkan penguangan dramatis pada penyakit invasive, dengan pengurangan sebanyak 70-80% pada meningitis akibat

Page 11: Askep Meningitis

organisme tersebut. Saat ini imunisasi dianjurkan untuk bayi sebagai rangkain imunisasi tiga dosis pada usia 2,4,6 bulan.

BAB IIIPENUTUP

A. KESIMPULANOtak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:a.            Pia meter, merupakan lapisan yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk struktur-struktur ini.b.             Arachnoid, merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter.c.             Dura meter, merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat.Komponen intrakaranial terdiri dari: parenkim otak, sistem pembuluh darah, dan CSF. Apabila salah satu komponen terganggu, akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, yang akhirnya akan menurunkan fungsi neurologis.Meningitis merupakan salah satu jenis infeksi yang menyeranga susunan saraf pusat, dimana angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia. Pada banyak penyakit yang mempunyai mobiditas dan mortalitas yang tinggi, prognosis penyakit sangat ditentukan pada permulaan pengobatan. Beberapa bakteri penyebab meningitis ini tidak mudah menular seperti penyakit flu, pasien meningitis tidak menularkan penyakit melalui saluran pernapasan. Resiko terjadinya penularan sangat tinggi pada anggota keluarga serumah, penitipan anak, kontak langsung cairan ludah seperti berciuman. Perlu diketahui juga bahwa bayi dengan ibu yang menderita TBC sangat rentan terhadap penyakit ini.Meningitis adalah infeksi pada cairan otak dan selaput otak (meningen) yang melindungi otak dan medulla spinalis. Meningitis bacterial merupakan penyakit yang sangat serius dan fatal.Diagnose keperawatan yang muncul tergantung dengan kondisi saat pengkajian, tapi yang utama adalah Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi; resiko terjadi peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan Infeksi pada selaput otak; resiko cedera berhubungan dengan kejang, reflek meningkat; perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang menderita penyakit serius.B. SARANMengerti dan memahami gejala meningitis sangat penting untuk menegakkan diagnosis sedini mungkin. Diagnosis dan pengobatan dini mencegah terjadinya komplikasi yang bersifat fatal. Mengetahui penyebab meningitis sangat penting untuk menentukan jenis pengobatan yang diberikan. Vaksin untuk mencegah terjadinya meningitis bakterial telah tersedia, dan sangat dianjurkan untuk diberikan jika berada atau akan berkunjung ke daerah epidemik.DAFTAR PUSTAKA

1.    Alpers,Ann.2006.Buku Ajar Pediatri Rudolph. Ed.20.Jakarta:EGC.2.    Http://www.anneahira.com3.    Brough,Hellen,et al.2007.Rujukan Cepat Pediatri dan Kesehatan Anak.Jakarta:EGC.4.    Ngastiyah.2005.Perawatan Anak Sakit.Ed.2.Jakarta:EGC

Page 12: Askep Meningitis

Suriadi, Rita Yuliani.2006.Asuhan keperawatan pada Anak Ed.2.Jakarta:Percetakan Penebar S

ASKEP MENINGITIS

ASKEP MENINGITIS

BAB IPENDAHULUAN

Page 13: Askep Meningitis

1. LATAR BELAKANG

Sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir. Jawaban

yang terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (Volunter) dan jawaban yang

tidak dipengaruhi oleh kemauan (Involunter).

Jawaban yang volunter melibatkan sistem saraf somatis sedangkan yang involunter

melibatkan sistem saraf otonom. Yang berfungsi sebagai efektor dari sisteSistem persarafan

terdiri dari sel-sel saraf (neuron) yang tersusun membentuk sistem saraf pusat dan sistem saraf

perifer. Sistem saraf pusat (SSP) terdiri atas otak dan medula spinalis sedangkan sistem saraf tepi

(perifer) merupakan susunan saraf diluar SSP yang membawa pesan ke dan dari sistem saraf

pusat.

Stimulus (Rangsangan) yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber dari lingkungan

internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan menuntut tubuh untuk mampu

mengadaptasinya sehingga tubuh tetap seimbang. Upaya tubuh dalam mengadaptasi berlangsung

melalui kegiatan sistem saraf disebut sebagai kegiatan refleks. Bila tubuh tidak mampu

mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak seimbang atau sakit.

Stimulus diterima oleh reseptor (penerima rangsang) sistem saraf yang selanjutnya akan

dihantarkan oleh sistem saraf tepi ke sistem saraf pusat. Di sistem saraf pusat impuls diolah

untuk kemudian meneruskan jawaban (Respon) kembali melalum saraf somatis adalah otot

rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom, efektornya adalah otot polos, otot jantung dan

kelenjar sebasea.

 Secara garis besar sistem saraf mempunyai empat fungsi yaitu :

☼ Menerima informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf sensori

(Afferent Sensory Pathway).

☼ Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat.

☼ Mengolah informasi yang diterima baik di tingkat medula spinalis maupun di otak     untuk

selanjutnya menentukan jawaban (respon).

☼ Mengantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik (Efferent Motorik Pathway) ke

organ-organ tubuh sebagai kontrol atau modifikasi dari tindakan. (Depkes : 1995)

2. TUJUAN

Page 14: Askep Meningitis

Adapun tujuan dari makalah ini adalah menjelaskan pengertian sampai pada penatalaksanaan

sistem persyarafan khususnya pada penyakit Meningitis.

BAB IIPEMBAHASAN

1. PENGERTIAN

Meningitis adalah Peradangan pada susunan saraf, Radang umum pada araknoid dan

piameter, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut

dan kronis. (Arief Mansjoer : 2000)

Meningitis adalah peradangan yang hebat pada selapus otak.Peradangan itu mungkin terjadi

sesudah serangan otitis media,radang mastoid,abses otak ,malahan radang tonsil. Sesuatu retak

pada tengkorak atau suatu luka kepala yang menembus mungkin mengakibatkan radang selaput

otak. (Clifford R Anderson : 1975)

Meningitis adalah Infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang menutupi otak dan

medula spinalis). Infeksi ini dapat disebabkan oleh :

☼ Bakteri, seperti pneumococcus, meningecoccus, stapilococcus, streptococcus, salmonella,

dll.

☼   Virus, seperti Hemofilus influenza dan herpes simplex. (Depkes : 1995)

Meningitis / Radang selaput otak adalah Infeksi pada cairan serebrospinal (CSS) disertai

radang pada pia dan araknoid; ruang subaraknoid, jaringan superficial otak dan medulla spinalis,

kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruang subaraknoid dan dengan cepat sekali

menyebar ke bagian yang lain, sehingga leptomening medulla spinalis terkena. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal. (Harsono :

1996)

Page 15: Askep Meningitis

2. PATOFISIOLOGI

            Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen / langsung

menyebar di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia) dan jantung (endokarditis),

selain itu per kontinuitatum di peradangan organ / jaringan di dekat selaput otak misalnya abses

otak, otitis media, martoiditis dan trombosis, sinus kavernosus. Invasi kuman (meningokok,

pneumokok, hemofilus influenza, streptokok) ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi

radang pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus.

Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi, dalam

waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang

subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan

histiosit dan dalam minggu ke – 2 sel-sel plasma. Eksudat terbentuk dan terdiri dari dua lapisan,

yaitu bagian luar mengandung leukosit, polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam

terdapat makrofag.

 Peradangan menyebabkan cairan cerebrospinal meningkat sehingga terjadi obstruksi,

selanjutnya terjadi hydrocephalus dan peningkatan intrakranial. Organisme masuk melalui sel

darah merah, dapat melalui trauma penetrasi, prosedur pembedahan, atau kelainan sistem saraf

pusat. Efek patologis yang terjadi adalah hiperemia meningens, edema jaringan otak, eksudasi. 

 Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat

menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Dengan

demikian meningitis dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial. Trombosis serta organisasi

eksudat perineural yang fibrino – purulen menyebabkan kelainan nervi kraniales (Nn. III, IV, VI,

VII, & VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran dan absorbsi

CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikans. 

(Harsono : 1996)

Mikroorganisme penyebab dapat masuk mencapai membran meningen dengan berbagai cara

antara lain : 

☼ Hematogen atau limpatik

☼ Perkontuinitatum

Page 16: Askep Meningitis

☼ Retograd melalui saraf perifer

☼ Langsung masuk cairan serebrospinal

Efek peradangan tersebut dapat mengenai lapisan meningen dan ruang-ruang yang berada

diantara lapisan. Tidak jarang pula infeksi mengenai jaringan otak. Kondisi ini disebut meningo-

encephalitis. Efek patologis yang terjadi antara lain :

☼ Hyperemia Meningens

☼ Edema jaringan otak

☼ Eksudasi

Perubahan-perubahan tersebut akan memberikan dampak terhadap peningkatan tekanan intra

kranial dan hydrocephalus (pada anak-anak). Hydrocephalus terjadi bila eksudat (lebih sering

terjadi pada infeksi bakteri) menyumbat sirkulasi cairan cerebrospinal juga eksudat tadi dapat

menetap di jaringan otak dan menyebabkan abses otak. (Depkes : 1995)

3. MANIFESTASI KLINIK

Keluhan pertama biasanya Nyeri kepala. Rasa nyeri ini dapat menyebar ke tengkuk dan

punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot

ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala

tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi, kesadaran menurun. Tanda

Kernig&Brudzinsky positif. (Arief Mansjoer : 2000)

Terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan, kejang, nafsu

makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi diare, biasanya disertai septicemia dan

pneumonitis. Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak dengan penyebab hemofilus influenza,

25% streptokok pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok.

Gangguan kesadaran berupa apati, letargi, renjatan, koma. Selain itu dapat terjadi koagulasi

intravaskularis diseminata.

Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda kernig brudzinski dan fontanela

menonjol untuk sementara waktu belum timbul. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa,

permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise

umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung. 

Page 17: Askep Meningitis

Biasa dimulai dengan gangguan saluran pernapasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku

kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan taki kardi karena septicemia. Gangguan

kesadaran berupa letargi sampai koma yang dalam dapat dijumpai pada penderita. Nyeri kepala

dapat hebat sekali, rasanya seperti mau pecah dan bertambah hebat bila kepala digerakkan. Nyeri

kepala dapat disebabkan oleh proses radang pembuluh darah. Meningeal, tetapi juga dapat

disebabkan oleh peningkatan tekanan intracranial yang disertai fotofobi dan hiperestesi, suhu

badan makin meningkat, tetapi jarang disertai gemetar (chills). (Harsono : 1996)

☼ TANDA DAN GEJALA ☼

1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema serebral /      penyumbatan

aliran darah

2.   Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi

3.   Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular

4.   Risiko tinggi terhadap trauma / injuri berhubungan dengan aktifitas kejang umum.

5. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan, daya tahan tubuh yang lemah. 

Ditandai dengan gejala menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah, diare,

tonus otot kurang, menangis lemah. Pada anak dan remaja biasanya terdapat tanda dan gejala

demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi, foto fobia,

delirium, halusinasi, maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda kernig dan brudzinski positif,

ptechial (menunjukkan infeksi meningococal). 

 ☼ PENYEBAB ☼

Penyebab meningitis adalah bakteri ; pneumococus; meningococus; stapilococus;

streptococus; salmonella; virus; hemofilus influenza; herpes simplek; atau oleh karena luka /

pembedahan atau injuri pada sistem persarafan. (Arief Mansjoer : 2000)

(Marilym E. Donges : 1999)

4. KLASIFIKASI

Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak,

yaitu meningitis Tuberkulosis Generalisata dan meningitis purulenta.

Page 18: Askep Meningitis

Meningitis Tuberkulosis Generalisata adalah radang selaput otak araknoid dan piameter

yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terjadinya adalah Mycobacterium

Tuberculosa,  Penyebab lain seperti Lues, Virus,Toxoplasma gondhii, Ricketsia.

Meningitis Purulenta adalah radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan

medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria

meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus

influenzae, Escherichia Coli, Klebsiella pneumoniae,Pseudomonas aeruginosa.

☼ Meningitis Tuberkulosis Generalisata ☼

♥ Manifestasi Klinis ♥

Penyakit ini dimulai akut, subakut atau kronis dengan gejala demam, mudah kesal, marah-

marah, obstipasi, muntah-muntah.

Dapat ditemukan tanda-tanda perangsangan meningen seperti kaku kuduk. Pada pemeriksaan

terdapat kaku kuduk dan tanda-tanda perangsangan meningen lainnya. Suhu badan naik turun,

kadang-kadang suhu malah merendah, nadi sangat stabil, lebih sering dijumpai nadi yang lambat,

abdomen nampak mencekung.

Gangguan saraf otak yang terjadi disebabkan tekanan eksudat pada saraf-saraf ini. Yang

sering terkena nervus III & VII. Terjadi afasia motoris atau sensoris, kejang fokal, monoparesis,

hemiparesis, dan gangguan sensibilitas.

Tanda-tanda khas penyakit ini adalah Apatis, refleks pupil yang lambat dan refleks-refleks

tendo yang lemah.

♥ Pemeriksaan Penunjang ♥

1. Pemeriksaan Darah

Dilakukan pemeriksaan kadar hb, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap darah (LED),

kadar glukosa puasa, kadar ureum, elektrolit.

Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu pada meningitis

tuberculosis didapatkan juga peningkatan LED.

2. Cairan Otak

Page 19: Askep Meningitis

Periksa lengkap termasuk pemeriksaan mikrobiologis. Pada meningitis serosa diperoleh hasil

pemeriksaan cairan serebrospinal yang jernih meskipun mengandung sel dan jumlah protein

yang meninggi.

3. Pemeriksaan Radiologis

- Foto data

- Foto kepala

- Bila mungkin CT – Scan. 

♥ Penatalaksanaan ♥

a. Medis

1. Rejimen terapi : 2 HRZE – 7RH.

    2 Bulan Pertama :

♦ INH                      : 1 x 400 mg / hari, oral

♦ Rifampisin           : 1 x 600 mg / hari, oral

♦ Pirazinamid          : 15-30 mg / kg / hari, oral

♦ Streptomisin a/     : 15 mg / kg / hari, oral

♦ Etambutol             : 15-20 mg / kg / hari, oral.

2. Steroid diberikan untuk

- Menghambat reaksi inflamasi

- Mencegah komplikasi infeksi

- Menurunkan edema serebri

- Mencegah perlekatan

- Mencegah arteritis / infark otak.

3. Indikasi

♠ Kesadaran menurun

♠ Defisit neurologis fokal.

4. Dosis

Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 x 5 mg intravena selama 2-3 minggu,

selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.

Page 20: Askep Meningitis

Disamping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan deksametason untuk

menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan antara araknoid dan otak.

☼ Meningitis Purulenta ☼

♥ Manifestasi Klinis ♥

Gejala dan tanda penting adalah demam tinggi, nyeri kepala, kaku kuduk, dan kesadaran

menurun.

♥ Pemeriksaan Penunjang ♥

1. Pemeriksaan Darah

Dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah dan hitung jenis leukosit, laju endap darah (LED),

kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit, kultur. Pada meningitis purulenta di dapatkan

peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri pada hitung jenis.

2. Cairan Serebrospinal : lengkap & kultur

Pada meningitis purulenta, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang keruh

karena mengandung pus, nanah yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati,

jaringan yang mati dan bakteri.

3. Pemeriksaan Radiologis

- Foto kepala : periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi

- Foto dada.

♥ Penatalaksanaan ♥

Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif, suportif untuk

membantu pasien melalui masa kritis. Sementara menunggu hasil pemeriksaan terhadap kausa

diberikan obat sebagai berikut :

♦ Kombinasi Ampisilin 12-18 gr, Kloramfenikol 4 gr, Intravena dalam dosis terbagi 4 x / hari.

♦  Dapat ditambahkan campuran Trimetoprim 80 mg, Sulfametoksazol 400 mg Intravena.

♦ Dapat pula ditambahkan Seftriakson 4-6 gr Intravena. (Arief Mansjoer : 2000)

5. DIAGNOSIS PENUNJANG

Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak dan tidak dapat diterangkan sebabnya,

letargi, muntah, kejang dan lain-lainya harus difikirkan kemungkinan meningitis.   Diagnosis

pasti adalah dengan pemeriksaan CSS melalui fungsi lumbal. Pada setiap penderita dengan iritasi

Page 21: Askep Meningitis

meningeal,apalagi yang berlangsung beberapa hari atau dengan gejala-gejala kemungkinan

meningitis atau penderita dengan panas yang tidak diketahui sebabnya, harus dilakukan fungsi

lumbal. Kadang-kadang pada fungsi lumbal pertama tidak didapatkan derita yang sebelumnya

telah mendapat pengobatan antibiotika,tetapi pada pembiakan ternyata ada bakteri. Walaupun

fungsi lumbal merupakan faktor resiko untuk terjadi meningitis, untuk kepentingan diagnosis

cara ini mutlak dilakukan.

Bila terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial (koma, kekakuan descrebrasi,

reaksi cahaya negatif) dapat dilakukan fungsi melalui sisterna makna. Cara ini untuk

menghindarkan terjadinya dekompresi dibawah foramen maknum dan herniasi tonsila

cerebellum. Bila tekanan permukaan CSS di atas 200 mmH2O, sebaiknya diberikan manitol 0,25

-0,50 mg/kg BB secara bolus segera sesudah fungsi lumbal untuk menghindari herniasi otak.

Jumlah CSS yang diambil secukupnya untuk pemeriksaan. Pada umumnya tekanan CSS 200-500

mmH2O dan CSS tampak kabur, keruh dan purulen.

Pada meningitis bacterial stadium akut terdapat leukosit polimor fonukleat. Jumlah sel

berkisar antara 1000-10000 dan pada kasus tertentu bisa mencapai 100000/mm3 , dapat disertai

sedikit eritrosit. Bila jumlah sel diatas 50.000/mm3 , maka kemungkinannya adalah abses otak

yang pecah dan masuk ke dalam ventrikulus. (Harsono : 1996)

 a. Pemeriksaan cairan serebrospinalis baik secara makroskopis maupun secara   mikroskopis.

-  Warna (Infeksi bakteri = purulent, infeksi virus dan tuberculosis = Xantocrom)

-  Tekanan meningkat

-  Sel PMN (Polimorfonukleus) meningkat

-  Protein meningkat

-  Glukosa menurun

-  None (+)

-  Pandi (+).

b. Pemeriksaan Tambahan

         -  Darah lengkap, LED

-  Kultur darah

         -  Foto kepala, thorax, vertebra

Page 22: Askep Meningitis

- Kultur Swab hidung dan tenggorokan

-  EEG, CT – Scan Otak. (Depkes : 1995)

6. PENATALAKSANAAN

Infeksi Intrakranial → Lapisan yang menutupi otak dan medulla spinalis (Meningitis).

Sumber penyebab dapat berupa bakteri, virus atau jamur (fungi) dan hasilnya / penyembuhannya

dapat komplet (sembuh total) sampai pada menimbulkan penurunan neurologis dan juga sampai

terjadi kematian.

☼ MEDIS ☼

1. PEMBERIAN ANTIBIOTIK

           Pemberian antibiotic harus tepat dan cepat sesuai dengan bakteri penyebabnya dan

dalam dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan sebaiknya diberikan antibiotic

dengan spectrum luas. Antibiotic diberikan selama 10 – 14 hari atau sekurang-kurangnya 7 hari

setelah demam bebas. Pemberian antibiotic sebaiknya secara parental.

              Kadang – kadang pada pemberian antibiotic selama 4 hari, tiba-tiba suhu meningkat

lagi. Keadaan demikian ini dapat disebabkan oleh flebitis di tempat pemberian cairan parental

atau intravena. Sementara itu, suhu yang tetap tinggi dapat disebabkan oleh pemberian antibiotic

yang tidak tepat atau dosis yang tidak cukup atau telah terjadi efusi subdural,empiema, atau

abses otak.

              Penisilin G diberikan untuk mengatasi infeksi pneumokok, streptokok dan

meningokok dengan dosis 1-2 juta unit setiap 2 jam. Terhadap infeksi hemofilus sebaiknya

diberikan kloramfenikol 4 x 1 gram/24 jam atau ampisilin 4 x 3 gram setiap 24 jam intravena.

Untuk meningkok dipakai sulfadiazine sampai 12 x 500 mg dalam 24 jam selama kurang lebih

10 hari. Gentamisin dipergunakan untuk memberantas Escheria coli, klebsiela, proteus, dan

kuman-kuman gram negatif.

2. MANAJEMEN TERAPI

         1). Isolasi

         2). Terapi anti mikroba sesuai hasil kultur

3). Mempertahankan dehidrasi,monitor balance cairan (hubungan dengan edema serebral)

4). Mencegah dan mengobati komplikasi

Page 23: Askep Meningitis

5). Mengontrol kejang

6). Mempertahankan ventrilasi

7). Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial

8). Penatalaksanaan syok septik

9). Mengontrol perubahan suhu lingkungan. (Harsono : 1996)

☼ PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ☼

Analisa CSS dari fungsi lumbal :

Meningitis bakterial : Tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut, jumlah sel darah putih dan

protein meningkat; glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.

Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat,

glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya hanya

dengan prosedur khusus.

Glukosa serum : Meningkat (meningitis).

LDH serum : Meningkat (pada meningitis bakteri).

Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri).

Elektrolit darah : Abnormal.

ESR / LED : Meningkat (pada meningitis).

Kultur darah / hidung / tenggorok / urine : Dapat mengindikasikan daerah “pusat”

infeksi     atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.

MRI / CT-Scan : Dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak

ventrikel;    hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.

EEG : Mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum (ensefalitis)

atau     voltasenya meningkat (abses).

Ronsen dada, kepala dan sinus : Mungkin ada indikasi infeksi atau sumber infeksi kranial.

Arteriografi karotis : Letak abses lobus temporal, abses serebral posterior.

Page 24: Askep Meningitis

☼ ASUHAN KEPERAWATAN ☼

1. PEMERIKSAAN FISIK

   1. Testing Cerebral Function

       ♦ Status mental

          a. Pemeriksaan orientasi

              Tanya klien tentang :

               Nama Negara kita

               Nama Ibukota Negara kita

               Tempat tinggal

               Tempat lahir

               Alamat sekolah

   Tanya klien tentang :

               Hari apa

               Tanggal berapa

                                             Jam berapa

                                             Bulan berapa

                                             Tahun berapa

    2. Pemeriksaan daya ingat

  Klien diperlihatkan sendok, garpu dan bolpoint selama kurang lebih 1 detik

Minta klien untuk menyebutkan nama benda.

    3. Perhatian dan perhitungan

        Tanya klien tentang perhitungan :

100-7:

93-7 :

86-7 :

79-7 :

72-7 :

 4. Fungsi bahasa

Page 25: Askep Meningitis

    Perlihatkan orang coba penghapus dan penggaris, Tanya nama benda tersebut

    Minta orang coba untuk mengatakan “jika tidak “ atau “andai tetapi”

    Minta orang coba untuk mengambil penggaris dari baki, diketukkan 3 kali di baki,

serahkan ke temannya

    Perlihatkan kertas perintah pada orang coba.

       ♦ Tingkat kesadaran

          1. Alert

              ●  Klien dapat merespon dengan tepat terhadap stimulus audio, tactil, visual

              ●  Orientasi (orang, tempat,waktu) baik.

          2. Lethargi

              ●  Sering tidur/ngantuk

              ●  Klien dapat bangun dengan mudah bila dirangsang denghan suara

              ●  Respon tepat.

          3. Obtuned

              ●  Klien akan bangun diranhsang suara lebih keras atau menepuk dadanya

              ●  Klien akan tidur lagi setelah bangun

              ●  Respon tepat.

 4. Stuport

              ●  Ada respon terhadap nyeri

              ●  Klien tidak sadar penuh selama stimulasi

              ●  Withdrawl refleks.

 5. Comatase

              ●  Tidak ada respond an refleks terhadap stimulus

              ●  Flaccid muscle tone pada tangan dan kaki.

Cara mengkaji kesadaran dengan menggunakan GCS

1. Respon Buka Mata, lakukanlah dengan cara memeriksa respon buka mata dengan urutan :

     ♠   Dekati klien → buka mata  

     ♠  Bila tidak buka mata, beri rangsangan suara/taltil

     ♠  Bila tetap tidak buka mata beri cubitan

Page 26: Askep Meningitis

     ♠  Bila dengan nyeri klien tidak buka mata.

2. Respon Motorik, lakukan dengan cara memerintah orang coba untuk mengangkat   tangan

dengan urutan :

     ♠  Bila langsung mengangkat tangan sesuai perintah

     ♠ Bila tidak mengerti perintah, cubit salah satu bagian tangan, tangan

tersebut    menghindar → mengenali nyeri lokal

     ♠  Bila dengan cubitan seluruh tangan menghindar → hanya mengenali nyeri

     ♠  Bila tetap tidak berespon cubit bagian dada → dekortikasai

     ♠  Dengan cubitan decerebbrasi

     ♠  Dengan nyeri tidak berespon.

3. Respon Bicara, Tanya orang coba melalui tahapan :

     ♠  Beri pertanyaan komprehensif

     ♠  Dengan pertanyaan sederhana orang coba bingung

     ♠  Menjawab pertanyaan dengan kata-kata yang tidak sesuai

     ♠  Hanya mengeluarkan suara erangan, hem,dll

     ♠  Tidak berespon suara.

 ♦ Pengkajian bicara

1. Pengkajian bicara – Proses Resiptive

 Kaji cara pengucapan, kemampuan baca. Beri pertanyaan yang sederhana yang memerlukan

jawaban lebih dari satu kata. Kemudian minta klien untuk membaca.

2. Pengkajian bicara – Proses Expressive

 Kemudian untuk mengekspresikan sesuatu, perhatikan apakah bicara klien

lancar,spontan,jelas. Sesuaikan dengan usia dan pendidikan klien. (Suradi Efendi : 2005

☼ MASALAH DAN INTERVENSI KEPERAWATAN ☼

Masalah keperawatan yang mungkin dijumpai pada klien dengan infeksi susunan saraf pusat

(meningitis, encephalitis, abses otak) serta intervensinya :

1. Potensial penyebaran infeksi

    Kemungkinan penyebab :

-          Proses peradangan

Page 27: Askep Meningitis

-          Cairan tubuh yang statis

-          Daya tahan tubuh yang kurang.

    Tujuan dan kriteria evaluasi

    Sampai terjadi penyembuhan, infeksi sekunder tidak terjadi.

    Intervensi Keperawatan

1.   Isolasi klien

2.  Pertahankan teknik aseptik dan cuci tangan setiap kali kontak dengan klien baik

itu       pengunjung maupun petugas

3. Hindarkan klien dari orang-orang yang mengalami ISPA baik petugas maupun pengunjung

4.  Observasi secara teratur tiap 4-6 jam suhu tubuh klien

5.  Kaji kemungkinan adanya nyeri dada, nadi yang tidak teratur ataupun panas tubuh yang

menetap.

6.   Auskultasi bunyi nafas, pola dan frekuensinya

7.   Lakukan perubahan posisi secara teratur dan anjurkan klien untuk nafas dalam

8.   Observasi urine out put : warna, bau, jumlah. 

    Tindakan Kolaboratif

a.  Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian antibiotik baik secara IV maupun Intra

thecal 

b.  Kolaborasi terhadap kemungkinan pembedahan.

2.  Gangguan perfusi serebral

Kemungkinan penyebab : 

-          Hypovolemia

-          Udema serebral

-          Sirkulasi darah ke otak yang kurang

Tujuan / kriteria hasil

-          Kesadaran  baik   

-          Fungsi motorik dan sensorik baik

-          Tanda-tanda vital stabil

-          Nyeri kepala berkurang atau hilang

Page 28: Askep Meningitis

-          Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.

Intervensi Keperawatan

-          Klien bed rest dengan posisi terlentang atau posisi elevasi 15 – 450 sesuai indikasi.

-           Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam (waspada terhadap terjadinya peningkatan sistolik,

tekanan nadi yang meningkat, nadi, pernapasan yang tidak teratur

-           Monitor status neurologik secara teratur dan bandingkan dengan data-data sebelumnya

-           Kaji adanya kaku kuduk, Twitching, iritabilitas dan kejang-kejang

-           Cegah kemungkinan peningkatan suhu tubuh dengan mengurangi pakaian, selimut dan bila

panas berikan kompres

-           Monitor intake dan out put, catat karakteristik urine, turgor kulit dan kondisi membran

mukosa

-           Bantu klien menghindari batuk, muntah dan obstipasi. Anjurkan klien untuk merubah-

rubah posisinya

-           Ciptakan kenyamanan dengan melakukan massage pada punggung, lingkungan yang

hangat, sentuhan yang lembut dan hindarkan suara-suara yang keras

-           Berikan waktu untuk istirahat diantara aktivitas-aktivitas dan hindarkan prosedur yang

terlalu lama.

Tindakan Kolaboratif     

a. Kolaborasi untuk pemberian cairan intravena baik elektrolit atau cairan hipertonis.

b. Kolaborasi untuk pemeriksaan analisa gas darah

c. Kolaborasi pemberian oksigen

d. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti steroid, chlorpromazine, acetaminophen.

3. Potensial terjadinya trauma

Kemingkinan penyebab : 

-          Kelelahan, paralise, parasthesia, ataxia, vertigo

-          Rangsangan kejang

Tujuan / kriteria hasil : tidak terjadi trauma.

Page 29: Askep Meningitis

Intervensi

-          Beri papan pengaman di sisi tempat tidur

-          Siapkan mesin penghisap lendir di sisi tempat tidur

-          Awasi klien selama terjadi kejang

-          Hindarkan penekanan pada tubuh selama terjadi kejang

-          Mempertahankan bed rest selama fase akut

-          Bantu klien dalam mobilisasi

Tindakan Kolaboratif 

Kolaborasi pemberian terapi seperti dilantin dan luminal.

4. Perubahan rasa nyaman : Nyeri

Kemungkinan penyebab :

-          Proses peradangan / infeksi

-          Sirkulasi toxin

Tujuan / kriteria hasil

-          Nyeri berkurang atau hilang

-          Klien tampak relak

-          Klien dapat tidur dan istirahat dengan baik. 

Intervensi

-          Ciptakan lingkungan yang tenang, jauh dari stimulus yang berlebihan

seperti      kebisingan, cahaya yang berlebih / silau

-          Pertahankan tetap bed rest dan Bantu aktifitas sehari-hari

-          Berikan kompres dingin pada kepala dan dahi

-          Pertahankan posisi yang nyaman bagi klien

-          Lakukan massage pada daerah leher, otot bahu dan punggung

-          Gunakan penghangat di daerah leher dan punggung, bisa berupa balsem atau handuk

yang dihangatkan.

Tindakan Kolaboratif 

Kolaborasi pemberian analgesik seperti codein.

5. Perubahan / gangguan mobilitas fisik

Page 30: Askep Meningitis

Kemungkinan penyebab :

-          Kerusakan neuromuskular

-          Perubahan kognitif – perceptual

-          Nyeri / discomfort

-          Bed rest

Tujuan / kriteria hasil  

-          Tidak terjadi kontraktur, drop foot

-          Integritas kulit baik

-          Fungsi eliminasi baik

-          Kekuatan dan fungsi otot baik.

Intervensi 

-          Kaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas

-          Rubah posisi klien setiap dua jam

-          Letakkan klien dalam posisi prone satu atau dua hari apabila pasien kooperatif

-          Latih pasien untuk melakukan pergerakan (ROM) aktif / pasif untuk semua aktifitas

-          Gunakan penahan / foot board selama terjadi paralise kaki / tungkai

-          Jaga agar posisi kepala tetap seimbang dalam posisi terlentang

-          Evaluasi penggunaan alat-alat bantu selama paralise misalnya posisi foot board

-          Kaji kemampuan untuk duduk, kekuatan tangan, kaki dan keseimbangan untuk berdiri

serta gunakan alat untuk menahan tekanan pada tulang yang menonjol

-          Kaji kemungkinan sirkulasi darah yang tidak adekuat seperti perubahan warna kulit,

edema dan tanda-tanda lainnya

-          Observasi keadaan integritas kulit dan lakukan massage untuk melancarkan sirkulasi

darah

-          Bila pasien mulai duduk lakukan segera pengukuran tanda-tanda vital

-          Gunakan bantal di atas kursi untuk menahan penekanan dan kaji berat badan secara

intensif

-          Dorong pasien untuk melakukan aktifitas dan beri pujian bila ia dapat melakukannya

dengan baik.

Page 31: Askep Meningitis

Tindakan Kolaboratif

a.   Konsultasi dengan Fisioterapi bila pasien menolak untuk melakukan aktifitas

b.   Kaji kemungkinan pemasangan alat elektrik untuk stimulasi sesuai dengan indikasi

c. Beri obat-obatan anti spasmodik dan perangsang otot sesuai dengan program

pengobatan. (Depkes : 1995)

☼ DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN ☼

AKTIVITAS / ISTIRAHAT

Gejala :                    Perasaan tidak enak (malaise).

Keterbatasan yang ditimbulkan oleh kondisinya.

Tanda :                    Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.

Kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak.

Hipotonia.

SIRKULASI

Gejala :                     Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis, beberapa

Penyakit jantung kongenital (abses otak).

Tanda :                     Tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat

(berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat

vasomotor).

Takikardia, disritmia (pada fase akut), seperti disritmia sinus (pada meningitis).

ELIMINASI 

Tanda :                     Adanya inkontinensia dan / atau retensi.

MAKANAN / CAIRAN 

Gejala :                     Kehilangan nafsu makan.

Kesulitan menelan (pada periode akut).

Tanda :                     Anoreksia, muntah.

Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.

HYGIENE

Tanda :                     Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada

periode akut).

Page 32: Askep Meningitis

NEUROSENSORI 

Gejala :                     Sakit kepala (mungkin merupakan gejala pertama dan biasanya

berat).

Parestesia, terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan sensasi (kerusakan

pada saraf kranial). Hiperalgesia / meningkatnya sensitivitas pada nyeri (mengitis). Timbul

kejang

(meningitis bakteri atau abses otak).

Gangguan dalam penglihatan, seperti diplopia (fase awal dari beberapa infeksi).

Fotofobia (pada meningitis).

Ketulian (pada meningitis atau ensefalitis) atau mungkin hipersensitif terhadap kebisingan.

Adanya halusinasi penciuman atau sentuhan.

Tanda :                     Status mental / tingkat kesadaran: letargi sampai kebingungan yang

berat hingga koma, delusi dan halusinasi / psikosis organik (ensefalitis).

Kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan (dapat merupakan awal gejala

berkembangnya hidrosefalus komunikan yang mengikuti meningitis bakterial).

Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.

Mata (ukuran / reaksi pupil); unisokor atau tidak berespons terhadap cahaya (peningkatan

TIK), nistagmus (bola mata bergerak-gerak terus-menerus).

Ptosis (kelopak mata atau jatuh). Karakteristik fasial (wajah): perubahan pada fungsi motorik

dan sensorik (saraf kranial V dan VII terkena).

Kejang umum atau lokal (pada fase abses otak), kejang lobus temporal. Otot mengalami

hipotonia / flaksid paralisis (pada fase akut meningitis), spastik (ensefalitis).

Hemiparese atau hemiplegia (meningitis / ensefalitis).

Tanda Brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan indikasi adanya iritasi

meningeal (fase akut).

Rigiditas nukal (iritasi meningeal).

Refleks tendon dalam: terganggu, Babinski positif.

Refleks abdominal menurun / tidak ada, refleks kremastetik hilarg pada laki-laki (meningitis).

NYERI / KENYAMANAN     

Page 33: Askep Meningitis

Gejala :                     Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin akan

diperburuk oleh ketegangan leher / punggung kaku; nyeri pada gerakan okular,

fotosensitivitas, sakit; tenggorok nyeri.

Tanda :                     Tampak terus terjaga, perilaku distraksi / gelisah. Menangis /

mengaduh / mengeluh.

PERNAPASAN    

Gejala :                    Adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses otak).

Tanda :                     Peningkatan kerja pernapasan (episode awal).

Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.

KEAMANAN

Gejala :                     Adanya riwayat infeksi saluran napas atas / infeksi lain, meliputi:

mastoiditis, telinga tengah, sinus, abses gigi; infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi

lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala, anemia sel sabit.

Imunisasi yang baru saja berlangsung; terpajan pada meningitis, terpajan oleh campak,

chickenpox, herpes simpleks, mononukleosis, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.

Gangguan penglihatan / pendengaran.

Tanda :                     Suhu meningkat, diaforesis, menggigil.

Adanya ras, purpura menyeluruh, perdarahan subkutan.

Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik; paralisis atau paresis.

Gangguan sensasi.

PENYULUHAN / PEMBELAJARAN

Gejala :                     Adanya riwayat menggunakan obat (abses otak).

Hipersensitif terhadap obat (meningitis non-bakteri).

Masalah medis sebelumnya, seperti penyakit kronis / gangguan umum, alkololisme, diabetes

melitus, splenektomi, implantasi pirau ventrikel.

Pertimbangan         DRG menunjukkan rerata lama perawatan : 8,4 hari.

Rencana pemulangan :

                                 Mungkin membutuhkan bantuan pada semua bidang, meliputi perawatan

diri dan mempertahankan tugas / pekerjaan rumah.

Page 34: Askep Meningitis

2. DIAGNOSA KEPERAWATANDIAGNOSA KEPERAWATAN               INFEKSI, RISIKO TINGGI TERHADAP,    (PENYEBARAN)Faktor risiko meliputi :                             Diseminata hematogen dari patogen.  Stasis cairan tubuh.  Penekanan respons inflamasi (akibat-obat).  Pemajanan orang lain terhadap patogen.Kemungkinan dibuktikan oleh :               (tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tandadan gejala-gejala membuat diagnosa aktual).HASIL YANG DIHARAPKAN /              Mencapai masa penyembuhan tepat waktu,KRITERIA EVALUASI                            tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau  PASIEN AKAN :                                       keterlibatan orang lain.

DIAGNOSA KEPERAWATAN                PERFUSI JARINGAN, PERUBAHAN :  

                                                                        SEREBRAL, RISIKO TERHADAP

Faktor risiko meliputi :                               Edema serebral yang mengubah/menghentikan

                                                                    aliran darah arteri / vena.

Hipovolemia.

Masalah pertukaran pada tingkat seluler (asidosis).

Kemungkinan dibuktikan oleh :                  (Tidak dapat diterapkan; adanya tanda-tanda 

dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual).

HASIL YANG DIHARAPKAN /               Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya /

KRITERIA EVALUASI                             membaik dan fungsi motorik / sensorik.

PASIEN AKAN :                                        Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.

Melaporkan tak adanya / menurunkan berat sakit

kepala.

Mendemonstrasikan tak adanya perbaikan kognitif

dan tanda peningkatan TIK.

DIAGNOSA KEPERAWATAN :              TRAUMA, RISIKO TINGGI TERHADAP 

Faktor risiko meliputi :                                Iritasi korteks serebral mempredisposisikan

Page 35: Askep Meningitis

muatan neural dan aktivitas kejang umum.

Keterlibatan area lokal (kejang lokal).

Kelemahan umum, paralisis parestesia.

Ataksia, vertigo.

Kemungkinan dibuktikan oleh :                  (TIdak dapat diterapkan, adanya tanda-tanda

dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual).

HASIL YANG DIHARAPKAN /               Tidak mengalami kejang / penyerta atau 

KRITERIA EVALUASI –                          cedera lain.

PASIEN AKAN :

DIAGNOSA KEPERAWATAN :              NYERI, (AKUT)  

Dapat dihubungkan dengan :                       Agen pencedera biologis, adanya proses

infeksi / inflamasi, toksin dalam sirkulasi.

Kemungkinan dibuktikan oleh :                  Melaporkan sakit kepala, fotofobia, nyeri otot/

sakit punggung.

Perilaku distraksi : menangis, meringis, gelisah.

Perilaku berlindung, memilih posisi yang khas.

Tegangan muskuler; wajah menahan nyeri, pucat.

Perubahan tanda-tanda vital.

HASIL YANG DIHARAPKAN /               Melaporkan nyeri hilang / terkontrol. 

KRITERIA EVALUASI –                          Menunjukkan postur rileks dan mampu tidur / 

PASIEN AKAN :                                        istirahat dengan tepat.

DIAGNOSA KEPERAWATAN :               MOBILITAS FISIK, KERUSAKAN

Dapat dihubungkan dengan:                        Kerusakan neuromuskuler, penurunan ke

kuatan / ketahanan.

Kerusakan persepsi / kognitif.

Nyeri / ketidaknyamanan.

Terapi pembatasan (tirah baring).

Page 36: Askep Meningitis

Kemungkinan dibuktikan oleh :                  Enggan mengusahakan gerakan.Posted 1st December 2011 by AMRI MULIADI

  

0 Add a comment

LoadingSend feedback