Askep Meningitis 2013
Transcript of Askep Meningitis 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan
yang utama. Salah satu penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat.
Penyebab infeksi susunan saraf pusat adalah virus, bakteri atau
mikroorganisme lain. Meningitis merupakan penyakit infeksi dengan angka
kematian berkisar antara 18-40% dan angka kecacatan 30-50%.
Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan
angka kejadian penyakit yang bervariasi. Di Indonesia, dilaporkan bahwa
Haemophilus influenzae tipe B ditemukan pada 33% diantara kasus
meningitis. Pada penelitian lanjutan, didapatkan 38% penyebab meningitis
pada anak kurang dari 5 tahun. Di Australia pada tahun 1995 meningitis
yang disebabkan Neisseria meningitidis 2,1 kasus per 100.000 populasi,
dengan puncaknya pada usia 0 – 4 tahun dan 15 – 19 tahun . Sedangkan
kasus meningitis yang disebabkan Steptococcus pneumoniae angka
kejadian pertahun 10 – 100 per 100.000 populasi pada anak kurang dari 2
tahun dan diperkirakan ada 3000 kasus per tahun untuk seluruh kelompok
usia, dengan angka kematian pada anak sebesar 15%, retardasi mental 17%,
kejang 14% dan gangguan pendengaran 28%.
Begitu banyaknya kasus meningitis dan besarnya insidensi
kejadiannya baik di Indonesia maupun di luar negeri patut mendapat
perhatian khusus bagi tenaga medis untuk menanggulangi masalah ini.
Untuk itu wawasan dan pemahaman yang lebih dalam sangat perlu. Karena
hal itulah penyusun membuat makalah ini semoga sedkit banyak bisa
menambah wawasan pembaca sekalian.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan Meningitis?
1.3 TUJUAN
Dengan dibuatnya makalah asuhan keperawatan pada klien dengan
meningitis ini, diharapkan pembaca sekalian dapat memahami dan
membuat asuhan keperawatan pada klien dengan meningitis.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Meningitis
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang
mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri
atau organ-organ jamur (Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya
ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok,
Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus)
(Long, 1996).
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang
mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri
atau organ-organ jamur. (Suzanne, Brenda.2002:2175).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
cerebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
sistem saraf.(Wong, 2004:574).
2.2 Etiologi
1) Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae
(pneumokok),
2) Neiserria meningitidis (meningokokus), Streptococcus pneumoniae
(pada dewasa ), Staphylococcus aureus,
3) Haemophilus influenzae (pada anak-anak dan dewasa muda)
Escherichia coli, Listeria monocytogenes dan Peudomonas aeruginosa
4) Virus (gondok, herpes simpleks, dan herpes zooster), Toxoplasma
gondhii dan Ricketsia.
5) Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan
dengan wanita
6) Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu
terakhir
kehamilan
7) Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi
imunoglobulin.
8) Persyarafan
2
Faktor resiko terjadinya meningitis :
a. Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar
secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis,
mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll. Pada meningitis bacterial,
infeksi yang disebabkan olh bakteri terdiri atas faktor pencetus sebagai
berikut diantaranya adalah :
1) Otitis media
2) Pneumonia
3) Sinusitis
4) Sickle cell anemia
5) Fraktur cranial, trauma otak
6) Operasi spinal
7) Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system
kekebalan tubuh seperti AIDS.
b. Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis
cranii yang memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar
melalui othorrhea dan rhinorhea
c. Kelainan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran
telinga tengah, operasi cranium
1. Terjadinya peningkatan TIK pada meningitis, mekanismenya adalah
sebagai berikut:
a) Agen penyebab → reaksi local pada meninges → inflamasi
meninges → pe ↑ permiabilitas kapiler → kebocoran cairan dari
intravaskuler ke interstisial → pe ↑ volume cairan interstisial →
edema → Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak adekuat → pe
↑ TIK
b) Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi
sudah menyebar ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada
kerusakan pada korteks serebri pada bagian premotor.
3
2. Hidrosefalus pada meningitis terjadi karena mekanisme sebagai
berikut :Inflamasi local → scar tissue di daerah arahnoid ( vili ) →
gangguan absorbsi CSF → akumulasi CSF di dalam otak →
hodrosefalus.
3. Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalami Meningo-
ensefalitis.
2.3 Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu: duramater, arachnoid, dan
piamater. Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel
bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan
seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi
arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang
di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan
trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami
gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan
hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan
medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel
serebral. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang
disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis
karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia
luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui
ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan
penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel.
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti
dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis
bagian atas. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis
intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah,
daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah
saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang
melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid
4
menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini
penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Infeksi langsung dengan adanya penetrasi trauma seperti fraktur
tengkorak dan luka tembak. Fraktur tengkorak dengan kerusakan SSP
merupakan penyebab utama meningitis. Infeksi yang dekat dengan
meningen berpotensial menimblkan meningitis seperti sinusitis,
mastoiditis, otitis media (infeksi telinga tengah) dan osteomielitis pada
tulang tengkorak. Infeksi menyebar secara limfogen (melalui kelenjar
limfa ke medula spinalis berasal dari retrofaringeal atau retroperitoneal).
Cacat bawaan khususnya mielomeningokel (meningomyelocele)
5
memungkinkan terjadinya infeksi.
6
Factor-faktor presdisposisi mencangkup : infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala,
dan pengaruh imunologis
Invasi kuman kejaringan serebral via saluran vena nasofaring posterior, telinga bagian tengah, dan saluran mastoid
Reaksi peradangan jaringan serebral
Eksudat meningen Gangguan metabolism serebral hipoperfusi
Thrombus daerah korteks dan aliran darah turun
Kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi, kerusakan endotel, dan nekrosis pembuluh
darah
Infeksi/septikemia jaringanotak
Iritasi meningen
Perubahan fisiologis intrakranial
Sakit kepala dan demam
Edema serebral dan peningkatan TIK Peningkatan permeabilitas darah otak
Penekanan area fokal kortikal
3. Hipertermi7. Nyeri
Adhesi,Kelumpuhan
saraf
Perubahan tingkat kesadaran, perubahan perilaku, Disorientasi,Photofobia,penambahansekresi ADH
8. Resiko injuri
Rigiditas nukal, tanda
kenig +, tanda briunzzinski
Perubahan gastrointestinal
Kejang 11.Takut12.Kecemasan
Kematian
Koma Mual dan muntah
6. Resiko defisit cairan
bradikardiaPerubahan system
pernafasan : chines stoke
1.perubahanperfusi jaringan otak 2.resiko gangguan perfusi peripercairan
4.Ketidakefektifan pola pernafasan
5.Ketidakefektipan bersihan jalan
nafas
Prosedur infasi, lumbal fungsi
Kelemahan fisik
Penambahan permeabilitas kapiler dan
retensi cairan
2.4 Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak
dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
2.5 Manifestasi Klinik
Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan
tingkah laku.
Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor.
Sakit kepala
Sakit-sakit pada otot-otot
Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia.
Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI
Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada
tahap lanjutan bisa terjadi hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus
otot.
Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan
tidak terdapat pada virus meningitis.
Nausea
Vomiting
Demam
Takikardia
7
9. Resiko berlebihnya volume cairan
10. Gangguan ADL
Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau
hiponatremia.
2.6 Komplikasi
1) Dapat dikurangi dikurangi dengan diagnosis yang awal dan pemberian
terapi antimikrobial dengan cepat.
2) Bila infeksi meluas ke ventrikel, pus yang banyak (kental), adanya
penekatan pada bagian yang sempit obstruksi cairan cerebrospinal
hydrocephalus
3) Perubahan yang dekstruktif ada pada kortex serebral dan adanya abses
otak infeksi langsung. Atau melalui penyebaran pembuluh darah.
4) Ketulian, kebutaan, kelemahan/paralysis dari otot-otot wajah atau otot-
otot yang lain pada kepala dan leher penyebaran infeksi pada daerah
syaraf cranial
5) Komplikasi yang serius biasanya diakibatkan oleh infeksi :
meningococcal sepsis atau meningococcemia
6) Syndrom water haouse-Friderichsen
a. Overwhelming septic shock
b. DIC
c. Perdarahan
d. Purpura
7) SIADH, subdural effusion, kejang-kejang, edema serebral, herniasi dan
hydrocephalus.
8) Komplikasi post meningitis pada neonatus:
9) Ventriculitis (yang menghasilkan kista, daerah yang dibatasi oleh
akumulasi cairan dan tekanan pada otak)
10) Gangguan yang menetap dan penglihatan, pendengaran dan kelemahan
nervus yang lain
11) Cerebral palsy, cacat mental, gangguan belajar, penurunan perhatian,
gangguan hiperaktivitas dan adanya kejang.
12) Hemiparesis dan quadriparesis arthritis/thrombosis
8
2.7 Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah
analisa cairan otak. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada
pasien dengan peningkatan tekanan intra kranial. Analisa cairan
otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa.
2) Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang
biasanya meningkat diatas nilai normal.
3) Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi
adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
4) Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan
otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai
serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan
otaknya menurun dari nilai normal.
b. Pemeriksaan Radiografi
CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau
penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit
yang sudah sangat parah. X-rays pada dada, sinus dan mastoids
dilakukan untuk menentukan adanya infeksi.
2.8 Penatalaksanaan Medis
Pemberian terapi
No
.
Organisme Penyebab Pengobatan
1. Neisseria meningitidis Benzyl penicillin (4 megaunit, setiap 4 jam)
Cloramphenicol (20 mg/kgBB, setiap 6 jam)
bagi yang hipersensitif terhadap penicillin.
2. Streptococcus
pneumoniae
Benzyl penicillin (4 megaunit, setiap 4 jam)
Cloramphenicol (20 mg/kgBB, setiap 6 jam)
bagi yang hipersensitif terhadap penicillin.
3. Haemophilus influenzae Cefuroxamine (3 g setiap 8 jam),
Cloramphenicol (20 mg/kgBB setiap 6 jam),
Ampicilin (2 g setiap 6 jam selama 2 hari,
kemudian 1 g setiap 6 jam),
Contrimoksazol 160 mg (trimetropim dan
9
800 mg sulphamethoxazole, setiap 12 jam).
4. Staphylococcus aureus Flucloxacillin (3 g setiap 6 jam),
Vancomycin (500 mg setiap 6 jam ).
5. Staphylococcus
epidermidis
Flucloxacillin (3 g setiap 6 jam),
Vancomycin (500 mg setiap 6 jam ).
6. Pseudomonas
aeuruginosa
Piperacillin (4 g setiap 6 jam) dengan
tobramycin (3-5 mg/kgBB/hari)
Tiracillin (5 g setiap 6 jam) dengan
gentamicin 5 mg/kgBB/hari.
a. Pencegahan
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan
baik faktor presdis posisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas
(seperti TBC) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal
ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotik) walaupun
gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat
diatasi. Untuk mengidentifikasi faktor atau janis organisme penyebab dan
dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk
melindungi komplikasi yang serius.
2.9 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Pasien dengan meningitis
a. Keluhan utama : panas badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat
kesadaran.
b. Riwayat penyakit saat ini : keluhan gejala awal tersebut biasanya
sakit kepala dan demam. Demam umumnya ada dan tetap tinggi
selama perjalanan penyakit. Adanya penurunan atau perubahan
pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan meningitis bakteri.
c. Riwayat penyakit dahulu : pernahkah klien mengalami infeksi jalan
napas bagian atas, otitis media, tindakan bedah syaraf, riwayat
trauma kepala, dan adanya pengaruh imunologis pada masa
sebelumnya.
10
d. Pengkajian psikososiospiritual: apakah adadampak yang timbul
pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan
e. Pemeriksaan fisik
B1 (breathing) : inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti
ronkhi pada klien meningitis tuberkulosa dengan penyebaran
primer dari paru.
B2 (blood) : pada klien tahap lanjut biasanya ditemukan renjatan
(syok). Infeksi fulminating terjadi sekitar 10% klien dengan
meningitis meningkokus dengan tanda-tanda septikemia.
B3 (brain) :
(1) Tingkat kesadaran: pada klien lanjut tingkat kesadaran klien
meningitis biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomatosa.
(2) Fungsi serebri : status mental mengalami perubahan pada
meningitis tahap lanjut.
(3) Pemeriksaan saraf kranial:
Saraf I : tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
Saraf II : tes ketajaman pemeriksaan papiledema mungkin
didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai
abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan
terjadinya peningkatan TIK.
Saraf III, IV, VI : klien ensefalitis mengeluh mengalami
fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
Saraf V : tidak didapatkan paralisis pada otot dan refleks
kornea tidak ada kelainan.
Saraf VII : pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
Saraf VIII : tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli
persepsi.
Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik.
Saraf XI : adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi
leher dan kakukuduk.
Saraf XII : lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi
dan tidak ada fassikulasi.
11
(4) Sistem motorik : kekuatan otot menurun, kontrol
keseimabangan dan koordinasi pada meningitis tahap lanjut
mengalami perubahan.
(5) Pemeriksaan refleks : refleks patologi akan didapatkan pada
klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah :
1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan
peradangan dan edema pada otak dan selaput otak.
2) Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan
otak.
3) Potensial terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang,
perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran.
4) Anxietas (cemas) berhubungan dengan ancaman, kondisi sakit,
dan perubahan kesehatan .
5) Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
akumulasi sekret, penurunan kemampuan batuk, dan perubahan
tingkat kesadaran
3. Intervensi dan Implementasi
1) Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan
intracranial
Tujuan:
Dalam waktu 3x 24jam setelah diberikan intervensi perfusi jaringan
otak meningkat
Kriteria hasil : tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar,
disorientasi negatif, konsentrasi negatif, konsentrassi baik, perfusi
jaringan dan oksigenassi baik, TTV normal, dan syok dapat dihindari.
Intervensi Rasional
a. Bedrest dengan posisi kepala
terlentang atau posisi elevasi
15-45 ° sesuai indikasi.
b. Monitor tanda-tanda vital tiap
2 jam
a. Perubahan tekanan CSS
mungkin merupakan resiko
tindaka medis yang
memerlukan tindakan segera
b. Normalnya autoregulasi
mampu mempertahankan
12
c. Monitor status neurologik
secara tratur
d. Kaji adanya kaku kuduk,
twicting, iritabilitas dan
kejang.
e. Kolaborasi cairan IV
f. Bantu klien untuk
menghindari batuk,
mengedan, muntah
g. Ciptakan lingkungan yang
nyaman dan tenang
h. Kolaborasi pemberian
Oksigen
Kelola terapi sesuai program
aliran darah serebral dengan
konstan dampak adanya
fluktuasi pada tekanan darah
sistemik
c. Pengkajian adanya perubahan
tingkat kesadaran penting
dalam penentuan lokasi,
penyebaran dan
perkembangan dari kerusakan
serebral
d. Merupakan tanda adanya
iritasi meningeal dan mungkin
dapat terjadi pada periode
akut atau penyembuhan
e. Meminimalkan fluktuasi
dalam aliran vaskuler dan TIK
f. Aktivitas seperti ini akan
meningkatkan tekanan intra
torak dan intra abdomen yang
dapat meningkatkan TIK.
g. Meningkatkan istirahat dan
menurunkan stimulasi yang
berlebihan
h. Membantu oksigenasi ke otak
Dapat menurunkan permeabelitas
kapiler untuk menurunkan edema
serebral, menurunkan
metabolisme seluler
13
2) Nyeri kepala yang berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan
otak.
Tujuan : Dalam waktu 3x 24jam setelah diberikan intervensi keluhan
nyeri berkurang/rasa sakit terkendali.
Kriteria hasil : klien dapat tidur dengan tenang, wajah rileks, dan klien
memverbalisasikan penggunaan rasa sakit.
Intervensi Rasionalisasi
a. Ciptakan lingkungan yang
nyaman dan tenang
b. Pertahankan bedrest dulu
c. Bantu ADL
d. Berikan kompres
e. Pertahankan posisi yang
nyaman bagi klien
f. Lakukan masase pada daerah
otot, leher, punggung, bahu
g. Ajarkan teknik distraksi
relaksasi.
h. Kolaborasi pemberian
analgetik
a. Lingkungan yang nyaman
membuat rasa nyaman,
relaksasi otot sehingga
mengurangi rasa nyeri
b. Menurunkan gerakan yang
menambah rasa nyeri
c. ADL tetap terpenuhi tanpa
kelelahan. Kelelahan
menambah rasa nyeri
d. Kompres merupakan salah satu
metode distraksi relaksasi
untuk mengalirkan rsa nyeri
e. Posis yang nyaman membuat
otot rileks
f. Relaksasi otot merupakan
metode pengalihan nyeri
g. Memfokuskan perhatian,
menurunkan ketegangan,
mengalihkan perhatian dari
nyeri
h. Merupakan tindakan kolaborasi
untuk menghilangkan nyeri
yang berat
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya
ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok,
Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan
aseptis (virus). Peradangan pada selaput meningen dapat mengenai ketiga
lapisan meningen ()
Etiologi dari meningitis beberapa diantaranya adalah bakteri, virus,
faktor predisposisi (jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan
dengan wanita), faktor maternal ( ruptur membran fetal, infeksi maternal
pada minggu terakhir), faktor imunologi (defisiensi mekanisme imun,
defisiensi imunoglobulin), serta persyarafan.
3.2 Saran
Untuk institusi:
Begitu pentingnya perhatian yang harus kita berikan sebagai tenaga medis
mengingat tingginya angka kejadian meningitis, untuk itu perlu
ditekankan pada mahasiswa dan mahasiswinya untuk terus menambah
wawasan tentang patologi suatu penyakit khususnya disini adalah
meningitis.
Untuk pembaca:
Tidak ada ilmu pengetahuan yang sia-sia. Untuk itu kita harus terus
menambah wawasan kita tentang berbagai penyakit agar bisa
memberikan perawatan yang maksimal bagi klien.
15