Askep Meningitis TB
-
Upload
ermawati-erma -
Category
Documents
-
view
216 -
download
4
Transcript of Askep Meningitis TB
1. Meningitis tuberkulosis adalah radang selaput otak akibat komplikasi tuberkulosis primer
(Paru-paru).
Kuman TB terhirup → aveolus → diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik →
Makrofag alveolus memfagosit kuman tb → menghancurkan sebagian besar kuman Tb →
Kuman yang tidak hancur bereplikasi dalam makrofag → membentuk koloni → lokasi
pertama koloni kuman Tb di jaringan paru yang disebut Fokus Primer .
Dari Fokus primer → kuman Tb menyebar melalui saluran limfe → kelenjar limfe
→ Inflamasi → limfangitis.
Dari Fokus primer → selama berminggu-minggu awal proses infeksi →
pertumbuhan logaritmik kuman Tb sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum
terangsang terhadap tuberkulin,mengalami perkembangan sensitivitas → infeksi Tb
primer terbentuk
Penyebaran hematogen → secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis → mencapai ke beberapa organ yang memiliki
vaskularisasi baik → salah satunya otak
Otak → kuman bereplikasi → membentuk koloni / tuberkel-tuberkel kecil yang berwarna
putih → tedapat di permukaan otak dan sumsung tulang belakang → tuberkel melunak →
pecah → penyebaran kuman → peradangan di berbagai tempat →
piamater,araknoid,css,ruang subaraknoid → reaksi radang menimbulkan eksudat kental
yang mengandung sel sel mononuklear, limfosit, sel plasma, makrofag dan fibroblas →
eksudat berkumpul di tengkorak → menyumbat aliran CSS → peningkatan tekanan intra
kranial . (Retno Asti Werdhani )
Bakteri mencapai alveolus → Basil berdistribusi (bakterimia) →merangsang
interleukin-1→zat endogen pyrogen→prostaglandin→berdistribusi ke
hipotalamus→menggeser set point anterior dari titik normal→ respon menggigil→
peningkatan suhu tubuh.
2. Peningkatan tekanan intra kranial disebabkan oleh eksudat yang menyumbat aliran cairan
serebrospinal sehingga terjadi penumpukan cairan serebrospinal diarea yang tersumbat dan
menekan ke jaringan sekitarnya. CSS normalnya sebesar 50-200mmH2O atau 5-15mmHg.
3. Peningkatan TIK → Girus medialis lobus temporalis tergeser → Herniasi → mesenfalon
tertekan → gangguan kesadaran.
Jika massa intrakranial membesar, kompensasi awal adalah pemindahan cairan
serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak beradaptasi terhadap meningkatnya tekanan
tanpa peningkatan TIK dinamakan compliance. Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari
kranial adalah mekanisme kompensasi pertama dan utama, tapi lengkung kranial dapat
mengakomodasi peningkatan volume intrakranial hanya pada satu titik. Ketika compliance
otak berlebihan, TIK meningkat, timbul gejala klinis, dan usaha kompensasi lain untuk
mengurangi tekananpun dimulai (Black&Hawks, 2005 dalam Sunardi,2008).
Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika volume
darah diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60% darah otak hilang,
gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini mengubah metabolisme otak, sering
mengarah pada hipoksia jaringan otak dan iskemia (Black&Hawks, 2005 dalam
Sunardi,2008).
Kompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah pemindahan jaringan otak
melintasi tentorium dibawah falx serebri, atau melalui foramen magnum ke dalam kanal
spinal. Proses ini dinamakan herniasi dan sering menimbulkan kematian dari kompresi batang
otak. Otak disokong dalam berbagai kompartemen intrakranial. Kompartemen supratentorial
berisi semua jaringan otak mulai dari atas otak tengah ke bawah. Bagian ini terbagi dua, kiri
dan kanan yang dipisahkan oleh falx serebri. Supratentorial dan infratentorial (berisi batang
otak dan serebellum) oleh tentorium serebri. Otak dapat bergerak dalam semua kompartemen
itu. Tekanan yang meningkat pada satu kompartemen akan mempengaruhi area sekeliling
yang tekanannya lebih rendah (Black&Hawks, 2005 dalam Sunardi,2008).
Autoregulasi juga bentuk kompensasi berupa perubahan diameter pembuluh darah
intrakranial dalam mepertahankan aliran darah selama perubahan tekana perfusi serebral.
Autoregulasi hilang dengan meningkatnya TIK. Peningkatan volume otak sedikit saja dapat
menyebabkan kenaikan TIK yang drastis dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk
kembali ke batas normal (Black&Hawks, 2005 dalam Sunardi,2008).
Manifestasi klinik dari peningkatan TIK disebabkan oleh tarikan pembuluh darah dari
jaringan yang merenggang dan karena tekanan pada duramater yang sensitif dan berbagai
struktur dalam otak. Indikasi peningkatan TIK berhubungan dengan lokasi dan penyebab
naiknya tekanan dan kecepatan serta perluasannya. Manifestasi klinis dari peningkatan TIK
meliputi beberapa perubahan dalam kesadaran seperti kelelahan, iritabel, confusion,
penurunan GCS, perubahan dalam berbicara, reaktifias pupil, kemampuan sensorik/motorik
dan ritme/denyut jantung. Sakit kepala, mual, muntah, penglihatan kabur sering terjadi.
Papiledema juga tanda terjadinya peningkatan TIK. Cushing triad yaitu peningkatan tekanan
sistolik, baradikardi dan melebarnya tekanan pulsasi adalah respon lanjutan dan menunjukkan
peningkatan TIK yang berat dengan hilangnya aoturegulasi (Black&Hawks, 2005 dalam
Sunardi,2008).
Perubahan pola nafas dari cheyne-stokes ke hiperventilasi neurogenik pusat ke
pernafasan apnuestik dan pernafasan ataksik menunjukkan kenaikan TIK. Pembuktian adanya
kenaikan TIK dibuktikan dengan pemeriksaan diagnostik seperti radiografi tengkorak, CT
scan, MRI. Lumbal pungsi tidak direkomendasikan karena berisiko terjadinya herniasi batang
otak ketika tekanan cairan serebrsopinal di spinal lebih rendah daripada di kranial. Lagipula
tekanan cairan serebrospinal di lumbal tidak selalu menggambarkan keakuratan tekanan
cairan serebrospinal intrakranial (Black&Hawks, 2005 dalam Sunardi,2008)
4. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pungsi Lumbal
1) Pengertian
Adalah upaya pengeluaran cairan serebrospinal dengan memasukan jarum
ke dalam ruang subarakhnoid.
Gambar: Pelaksanaan Pungsi Lumbal
2) Tujuan
a) pemeriksaan cairan serebrospinal untuk memeriksa jumlah sel, protein,
dan konssentrasi glukosa
b) mengukur & mengurangi tekanan cairan serebrospinal
c) menentukan ada tidaknya darah pada cairan serebrospinal
d) mendeteksi adanya blok subarakhnoid spinal
e) memberikan antibiotik intrathekal ke dalam kanalis spinal terutama
kasus infeksi.
3) Indikasi
a) Kejang
b) Paresis atau paralisis termasuk paresis Nervus VI
c) Pasien koma
d) Ubun – ubun besar menonjol
e) Kaku kuduk dengan kesadaran menurun
f) Tuberkolosis milier
4) Kontra Indikasi
a) Syok/renjatan
b) Infeksi lokal di sekitar daerah tempat pungsi lumbal
c) Peningkatan tekanan intrakranial (oleh tumor, space occupying
lesion,hedrosefalus)
d) Gangguan pembekuan darah yang belum diobati
5) Komplikasi
a) Sakit kepala
b) Infeksi
c) Iritasi zat kimia terhadap selaput otak
d) Jarum pungsi patah
e) Herniasi
f) Tertusuknya saraf oleh jarum pungsi
6) Temuan
Pada meningitis serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih,
seldarah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
Pada meningitis purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+)
beberapa jenis bakteri.
b. Pemeriksaan darah
1) Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap
Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
2) Pada meningitis serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping
itu, pada meningitis tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
3) Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
4) Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya
ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
5) Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak.
Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa.
Pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai
normal. Normalnya protein mendekati4,5 gr/l, dan kurang dari 5 sel darah
putih. Pada meningitis, jumlah sel darah putih (neutrofil) meningkat di atas
1000/ml dan proteinnya meningkat.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit
saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah
sangat parah.
b. MRI digunakan untuk mengevaluasi derajat pembengkakan dan tempat
nekrosis.
c. Counter Immuno Electrophoresis (CIE) digunakan secara luas untuk
mendeteksi antigen bakteri pada cairan tubuh, umumnya cairan serebrospinal
dan urine.
d. Pada meningitis serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT-Scan.
e. Pada meningitis purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid,
sinusparanasal, gigi geligi) dan foto dada.
f. Pemeriksaan radiologi pada meningitis tuberkulosis meliputi pemeriksaan
Rontgent thorax, CT-scan, MRI. Pada klien dengan meningitis tuberkulosis
umumnya didapatkan gambaran tuberkulosis paru primer pada pemeriksaan
rontgen tthoraks, kadang - kadang disertai dengan penyebaran milier dan
kalsifikasi. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan dan MRI dapat terlihat
adanya hidrosefalus, inflamasi meningen dan tuberkoloma. Gambaran
rontgent thoraks yang normal tidak menyingkirkan diagnosa meningitis
tuberkulosis.
g. Cairan Serebrospinal : Pemeriksaan cairan serebrospinal merupakan
diagnostik yangefektif untuk mendiagnosis meningitis tuberkulosis. Gambaran
cairan serebrospinal yang karakteristik pada meningitis tuberculosis adalah:
Cairan jernih sedikit kekuningan atau xantocrom, Pleositosis yang moderat
biasanya antara 100-400 sel/mm dengan predominan limfosit, Kadar glukosa
yang rendah 30-45 mg/dL atau kurang dari50% nilai glukosa darah.
Peningkatan kadar protein.
h. Bakteriologi Identifikasi basil tuberkulosis pada cairan serebrospinal
memilikiakurasi yang sangat tinggi hingga 100% dalam
mendiagnosismeningitis tuberkulosis. Untuk mendiagnosis basil tersebut
dapatdilakukan dengan cara pemeriksaan apus langsung BTA dengan metode
Ziehl-Neelsen dan dengan cara kultur pada cairan serebrospinal.
i. Pemeriksaan Biokimia: Pemeriksaan ini untuk mengukur sifat tertentu dari
mycobacterium atau respon tubuh penderita terhadap mycobacterium.
j. Tes Immunologis Yang mendeteksi antigen atau antibody mikobakterial
dalamcairan serebrospinal, metoda yang sering digunakan dalam
tesimunologis antara lain: ELISA (enzym linked immuno sorbent assay) dan
Polymerase Chain Reaction (PCR).
3. Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a. Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan
rotasi kepala.Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan
tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme
otot.Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada
hiperekstensi dan rotasi kepala.
b. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi
panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin
tanpa rasa nyeri.Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak
mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai
spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
Gambar 5: Pelaksanaan Pungsi Lumba
c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya
dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan
fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin.Tanda Brudzinski I
positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
Gambar :Brudzinski Leher
d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul
(seperti pada pemeriksaan Kernig).Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
1. Penatalaksanaan Medic
Penatalaksanan meningitis tuberculosis adalah OAT Efek samping OAT
1) Isoniazid (H)
Efek samping berat yaitu terjadi hepatitis dan terjadi pada kira-kira 0,5% dari kasus.
Bila terjadi maka pengobatan dihentikan, dan setelah pemeriksaan faal hati kembali
normal pengobatan dapat dilaksanakan kembali Efek samping ringan berupa
(a) Tanda-tanda keracunan saraf tepi, kesemutan, anastesia dan nyeri otot
(b) Kelainan yang menyerupai syndroma pellagra
(c) Kelainan kulit yang bervariasi antara lain gatal-gatal
2) Rifampisin (R)
Efeksamping berat jarang terjadi seperti : sesak nafas yang kadang-kadang disertai
kollaps atau syok, anemia hemolitik, purpura dan gagal ginjal. Efek samping ringan
seperti : gatal-gatal, kemerahan, demam, nyeri tulang, nyeri perut, mual muntah dan
kadang-kadang diare.
3) Pyrazinamid (Z)
Efek samping utama adalah hepatitis, dapat terjadi nyeri sendi dan kadang-kadang
serangan penyakit gout.
4) Ethambutol (E)
Dapat menyebabkan gangguan penglihatan, berkurangnya ketajaman penglihatan,
kabur dan buta warna merah dan hijau.
b) Steroid
Diberikan untuk:
1) Menghambat reaksi inflamasi
2) Mencegah komplikasi
3) Menurunkan edema serebri
4) Mencegah perlekatan
5) Mencegah arteritis/infark otak
Indikasi:
1) Kesadaran menurun
2) Defisit neurologis fokal
Dosis:
Deksametason 10 mg bolus intravena, kemudian 4 kali 5 mg intravena selama 2-3
minggu selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan (Mansjoer et al, 2000).
Tujuan pengobatan terhadap penderita tuberkulosis adalah menyembuhkan penderita
dari penyakit tuberkulosis yang dideritanya, mencegah kematian akibat tuberkulosis,
mencegah terjadinya relaps, mencegah penularan dan sekaligus mencegah terjadinya
resistensi terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang diberikan.
Perawatan
Perawatan penderita meliputi berbagai aspek yang harus diperhatikan dengan
sungguh-sungguh, antara lain kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan nutrisi,
posisi klien, perawatan kandung kemih, dan defekasi serta perawatan umum lainnya
sesuai dengan kondisi klien.
Pemberian nutrisi melalui NGT
Atur posisi yang nyaman
5. Managemen peningkatan tekanan intracranial
Posisi pasien
Managemen cairan Peningkatan TIK diatur dengan restriksi cairan dalam usaha untuk
mencegah brain water
Managemen suhu : dengan menggunakan kompres dingin dan acetaminophen.
Propilaksis kejang : Kejang dapat menyebabkan meningkatnya cerebral blood
fluid.Meningkatnya cerebral blood venous akan mengurangi cerebral compliance yang
akan menyebabkan peningkatan TIK.
Steroid : seharusnya tidak secara rutin digunakan sebagai standar untuk peningkatan
TIK.Kortikosteroid diketahui tidak efektif melawan cytotoxic edema atau efek massa
dari cerebral infarction,intracerebral hemorrhage atau trauma kepala. Steroid dapat
digunakan untuk perawatan vasogenic edema dari tumor atau abses.Steroid diberikan 10
sampai 100 mg bolus diikuti dengan 4 sampai 20 mg setiap 6 jam.Penurunan dramatis
dalam volume lesi dan TIK.
Patofisiologi Meningitis Tuberkulosis
Inhalasi kuman TB
Paru-paru
Penyebaran limfohematogen
TB paru primer Dorman di otak Organ lain
Pembentukan tuberkel-tuberkel kecil berwarna putih
pada permukaan otak, selaput otak, sumsum tulang belakang
Tuberkel melunak dan pecah
Kuman masuk ke ruang sub arakhnoid dan ventrikulus
Terjadi peradangan difus pada pia, arakhnoid, LCS, ruang sub arakhnoid dan ventrikulus
Penyebaran sel-sel leukosit PMN ke dalam ruang sub arakhnoid
Terbentuk eksudat
Beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dalam minggu ke-2
Eksudat yang terbentuk terdiri dari 2 lapisan :
- lapisan luar mengandung fibrin dan leukosit PMN
- lapisan dalam mengandung makrofag
Proses radang terjadi juga pada pembuluh darah di korteks
Trombosis, infark otak, oedema otak, degenerasi neuron-neuron
Tombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrinopurulen. Kelainan nervus kranial II, III, IV, VI, VII, VIII
Organisasi di ruang sub arakhnoid superfisial yang dapat menghambat aliran dan absorpsi LCS
Hidrosefalus komunikan
Diagnosa dan intervensi keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
oedema serebral.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan perfusi serebral
Kriteria :
- Tingkat kesadaran membaik
- Tanda-tanda vital stabil
- Tidak adanya nyeri kepala
- Tidak adanya tanda peningkatan TIK
No.
Intervensi Rasional
1 2 31. Tentukan faktor-faktor yang
berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan koma / penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK
Menentukan pilihan intervensi. Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal menunjukan klien itu perlu dipindahkan ke perawatan intensif untuk mementau tekanan TIK atau pembedahan.
2. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar (misalnya: GCS)
Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan, lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
3. Pantau tanda-tanda vital meliputi TD, Nadi, Respirasi
Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti oleh penurunan tekanan darah diastolik merupakan tanda adanya peningkatan TIK nafas yang tidak teratur dapat menunjukan lokasi gangguan serebral dan tanda adanya peningkatan serebral.
4. Bantu klien untuk menghindari manuver valsava, seperti batuk, mengejan.
Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intra thoraks yang akan meningkatkan TIK
5 Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan dan tingkah laku yang tidak sesuai.
Petunjuk non verbal ini menunjukan adanya peningkatan TIK atau adanya nyeri kepala.
6 Kaji adanya peningkatan rigiditas, regangan, peka rangsang, serangan kejang.
Merupakan indikasi dari iritasi meningeal yang dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan dari duramater atau perkembangan infeksi.
7 Tinggikan kepala klien 15-45 derajat sesuai indikasi yang dapat ditoleransi.
Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko peningkatan TIK.
8 Kolaborasi untuk pemberian obat sesuai indikasi seperti dexametason
Menurunkan inflamasi yang selanjutnya menurunkan oedema jaringan.
2. Resiko tinggi terhadap injuri / trauma berhubungan dengan adanya kejang akibat
iritasi korteks serebral.
Tujuan : Trauma / injuri tidak terjadi.
Kriteria : Tidak mengalami kejang / kejang dapat diatasi.
No. Intervensi Rasional 1 2 31. Monitor adanya kejang/ kedutan
pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah yang lain.
Mencerminkan adanya iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin untuk mencegah komplikasi.
2. Berikan keamanan pada kliendengan memberi bantalan padapenghalang tempat tidur,pertahankan penghalangtempat tidur tetap terpasangdan pasang jalan nafas buatanplastik atau gulungan lunakdan alat penghisap.
Melindungi klien jika terjadi kejang. Catatan: Memasukan jalan nafas buatan/ gulungan lunak hanya jika rahangnya relaksasi, jangan dipaksa, memasukan ketika giginya mengatup karena dapat merusak jaringan lunak.
3. Kolaborasi dengan medik untuk pemberian obat sesuai indikasi,seperti Fenitoin (dilantin),diazepam (valium),fenobarbital (luminal)
Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang. Catatan: Fenobarbital dapat menyebabkan depresi pernafasan dan sedatif serta menutupi tanda/ gejala dari peningkatan TIK.