Askep megacolon
-
Upload
lia-aphrilia-dee -
Category
Documents
-
view
298 -
download
11
Transcript of Askep megacolon
ASUHAN KEPERAWATAN PADA HIRSCHPRUNG
A. Pengertian
Penyakit Hirschprung adalah kelainan bawaan penyebab gangguan
pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh
Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada
dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis.
B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam
lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 %
terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 %
dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
C. Tanda dan Gejala
Dikatakan penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan
merupakan kelainan tunggal, jarang sekali ditemukan pada anak premature/
bersamaan dengan kelainan bawaan lain.
1. Gejala klinis pada neonatus:
- Kegagalan mengeluarkan mekonium dalam 24 – 48 jam setelah lahir.
- Observasi usus sebagian / lengkap disertai muntah-muntah dapat terjadi
selama mg I, selain itu dapat terjadi distensi abdomen dan kegagalan
mengeluarkan tinja.
- Muntah-muntah dengan bercak-bercak empedu bahkan bersifat seperti
tinja dapat terjadi dan anak dapat mengalami kehilangan BB serta
dehidrasi.
1
- Diare merupakan gejala yang menonjol pada masa neonatus dan
berkaitan dengan gejala- gejala obstruksi usus.
- Hipoproteinemia dan edema berhubungan dengan enteropatiyang
menyebabkan kehilangan protein.
- Episode konstipasi – diare dapat terjadi bergantian diselingi dengan
periode normal, diare tersebut dapat berkembang menjadi enterokolitis
fulminim yang menyebabkan dehidrasi berat dan shock dengan
kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus.
2. Gejala klinis anak-anak
- Konstipasi kronis serta distensi abdomen.
- Riwayat yang menyatakan kesulitan mengeluarkan tinja yang makin
bertambah dimulai dari minggu I kehidupan.
- Masa tinja yang besar dapat teraba dibagian kiri bawah abdomen tetapi
pada pemeriksaan rectal tidak ditemukan dilatasi dan biasanya tidak
berisi tinja.
- Tinja yang berhasil dikeluarkan berbentuk butir –butir kecil seperti
peluru/pita.
- Pada kasus berat dapat terjadi kehilangan jaringan subkutan serta
kegagalan pertumbuhan anggota gerak menjadi kurus dengan abdomen
besar dan menonjol menjadi gambar yang khas..
- Nyeri disertai demam karena serangan aostruksi usus yang terputus
akibat tinja yang tertahan.
2
- Pada segmen ultra pendek hirsprung dapat terjadi enkoperesis.
D. Patofisiologi
Penyakit ini terjadi akibat tidak adanya sel-sel ganglion di dalam dinding
usus yang terbantang kearah proksimal mulai dari anus hingga jarak tertentu.
Segmen ganglion ini terbatas di recto sigmoid pada 80 % penderita pada 15 %
penderita kolon. Tidak berganglion kearah proksimal hingga sejauh pleksus
hepatic. Sementara 3 % seluruh kolon tidak memiliki ganglion. Persarafan
simpatis yang tidak sempurna pada segmen usus ganglion akan menyebabkan
pergerakan peristaltic abnormal. Disebelah proksimal dari zona peralihan
diantara usus dengan persyarafan normal serta usus dengan persyarafan
abnormal, hipertrofi otot akan menyebabkan penebalan dinding usus . Usus juga
mengalami dilatasi hebat dan terdapat sejumlah besar tinja serta gas yang
tertahan didalamnya.
Tipe Penyakit
Berdasarkan panjang segmen yang terkena maka dibedakan menjasdi 2 tipe:
1. Penyakit hisprung segmen pendek
Segmen aganglion mulai dari anus sampai sigmod. Ditemukan 70 % dari
kasus hisprung dan ditemukan pada anak laki-laki lebih besar dari
perempuan.
2. Pada segmen panjang
Daerah aganglionis melebihi sigmoid dapat mengenai seluruh kolon / sampai
usus halus ditemukan sama banyak pada laki-laki dan perempuan.
E. Komplikasi.
3
Enterokolitis nekrotikans, pneumatosis usus, abses perikolon,
perforasi dan septikemia.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Biopsi rectum
Dengan metode perlubangan / penghisapan sehingga dapat memperlhatkan
tidak adanya sel-sel ganglion di dalam pleksus-pleksus saraf pada
submukosa dan intermuskuler disertai tanpa peningkatan jumlah serat-serat
syaraf, merupakan satu-satunya cara yang dapat memastikan diagnosa
hisprung.
Akibatnya berkurangnya jumlah sel-sel ganglion normal di rectum yang lebih
distal dan kanalis analis maka biopsi tidak boleh dilakukan < 2 cm ke garis
pektinatus.
2. Pemeriksaan rontgenografis:
- Pada bayi kecil dengan obstruksi usus
a. Foto antero posterior tengah: memperlihatkan ansa yang melebar di
seluruh abdomen.
b. Foto lateral tengah : udara yang biasanya tampak didaerah prasakral
tidak dapat ditemukan.
- Temuan –temuan diagnostic pada enema barium
a. Perubahan mendadak pada kaliber diantara usus berganglion dan
aganglionik.
4
b. Kontraksi-kontraksi “mata gergaji” tidak teratur pada segmen
aganglionik.
c. Lipatan-lipatan melintang yang sejajar pada kolon proksimal yang
mengalami dilatasi.
d. Suatu kolon proksimal yang menebal noduler dan edema, khas
dengan enteropati kehilangan protein.
e. Kegagalan mengeluarkan barium.
- Pada Neonatos dengan obstruksi usus
Enema barium tidak selalu memperlihatkan gambar klasik tersebut karena
mungkin Belem tersedia cukup waktu untuk menimbulkan perbedaan
diantara kolon proksimal yang mengalami pelebaran dibagian distal
aganglionik yang kosong.
- Manometri anorektal
Diukur dengan distensi statu balon diampula rectum akan memperlihatkan
penurunan tekanan didalam sfringter ani interés pada orang normal dan
terjadi peningkatan yang luar biasa pada penderita. Pada anak yang lebih
tua diagnosa biasanya ditegakkan denganadanya riwayat kostipasi Sejas
lahir serta temuan statu rectum yang kosong. Penegasan diperoleh
dengan pemeriksaan barium enema serta hasil-hasil ari manometri
anus.
G. Manajemen Therapi
Bila diagnosa sudah ditegakkan maka perlu segera dilakukan tindakan :
5
1. Pada neonatus dilakukan koreksi bedah, biasanya laparotomi terbatas
dengan banyak biopsi, menempatkan kolostomi pada kolon paling distal yang
mempunyai sel-sel ganglion dalam batas normal.
2. Bayi 6 – 12 bulan dilakukan pembedahan denitif “pull through” yang
menggunakan prosedur SOAVE yang telah dimodivikasi , tindakan ini terdiri
dari eksisi segmen aganglionik dan menarik usus yang mengandung sel-sel
ganglionik kebawah melalui anus kemudian menghubungkannya kekanalis
analis dengan jarak 2,5 cm dari garis pektianus.
3. Pada anak usia lebih tua lebih dianjurkan untuk kolostomi pendahuluan
setelah pembedahan definitive.
Tidak dianjurkan untuk penatalaksanaan tanpa pembedahan dengan
melakukan irigási kolon berulang-ulang ingá mencapai usuran memuaskan
karena resiko episode enterokolitis yang secara potencial dapat fatal.
PRABEDAH
1. Neonatos
a. Kegagalan mengeluarkan mekonium dalam 24 – 48 jam setelah lahir.
b. Kemalasan bayi untuk minum.
c. Muntah warna empedu.
d. Distensi abdomen.
2. Masa bayi
a. Tidak mampu mencapai BB yang cukup.
6
b. Mengalami konstipasi
c. Distensi abdomen
d. Episode diare dan muntah.
e. Sering merupakan tanda yang menyerupai adanya enterokolitis
f. Mengalami diare/bab darah.
g. Demam.
h. Kondisinya sangat lemah.
3. Masa anak-anak
a. Mengalami konstipasi.
b. Warna feses seperti pita hitam, kotor dan berbau.
c. Distensi abdomen.
d. Masa feses mungkin bisa dipalpasi.
e. Biasanya nafsu makan menurun dan gangguan tumbuh kembang.
E. Asuhan Keperawatan.
1. Pengkajian.
a. Identitas.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan
dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau
bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis
7
dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi
sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak
pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah,1997)
2. Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang
sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam
setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain
adalah muntah dan diare.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional.Obstruksi
total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi
mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi.
Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan
yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi
ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare
berbau busuk dapat terjadi
c. Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit
Hirschsprung
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada
anaknya.
8
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan
f. Imunisasi.
Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h. Nutrisi.
3. Pemeriksaan fisik.
a. Sistem kardiovaskuler.
Tidak ada kelainan.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
c. Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau.
Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan
merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya
udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
d. Sistem genitourinarius.
e. Sistem saraf.
Tidak ada kelainan.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Gangguan rasa nyaman.
9
g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Akral hangat.
i. Sistem pendengaran.
Tidak ada kelainan.
PRABEDAH secara umum:
- Lakukan pengkajian fisik secar rutin dan menyeluruh.
- Kaji riwayat kesehatan khususnya yang berhubungan dengan tanda-tanda
perforasi usus.
- Kaji status nutrisi dan hidrasi secara umum.
- Monitor pola eliminasi usu.
- Ukur daerah sekitar abdomen
- Observasi manifestasi penyakit hisprung.
- Kaji status klinis anak (tanda-tanda vital asupan dan keluaran)
- Kaji tanda-tanda enterokolitis
- Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap
pembedahan.
- Kaji tingkat nyeri.
10
PASKA BEDAH
- Kaji status paska bedah anak (tanda-tanda vital, bising usus, distensi
abdomen)
- Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi/ kelebihan cairan.
- Kaji adanya komplikasi.
- Kaji tanda-tanda infeksi.
- Kaji tingkat nyeri yang dialami anak.
- Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan koping terhadap
pengalamannya.
- Kaji kemampuan orang tua dalam penatalaksanaan pengobatan dan
perawatan berkelanjutan.
11
B.Diagnosa Keperawatan
1.Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan
tidak adanya daya dorong.
2.Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang inadekuat.
3.Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4.Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5.Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status
kesehatan anak.
C.Perencanaan Keperawatan
Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak
adanya daya dorong.
Itervensi:
1.Monitor cairan yang keluar dari kolostomi
2.Pantau jumlah cairan kolostomi
3.Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat
intervensi:
1.Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.
2.Pantau pemasukan makanan selama perawatan
3.Pantau atau timbang berat badan
12
Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
intervensi:
1.Monitor tanda-tanda dehidrasi.
2.Monitor cairan yang masuk dan keluar.
3.Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen
intervensi:
1.Kaji terhadap tanda nyeri
2.Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan
3.Berikan obat analgesik sesuai program
13
Daftar Pustaka
Kuzemko, Jan, 1995, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto,
cetakan III, EGC, Jakarta.
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/1916552-asuhan-keperawatan-
bayi-dengan-hirschprung/#ixzz1PIGYVdS4
Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs
Approach,J.B. Lippincott Company, London.
Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.
14