ASKEP BRONKIOLITIS

90
BRONKIOLITIS A. PENGERTIAN Bronkiolitis adalah suatu sindrom obstruksi bronkiolitis yang sering diderita bayi atau anak berumur kurang dari 2 tahun, paling sering pada usia 6 bulan. B. ETIOLOGI Sebagian besar disebabkan oleh respiratori syncytial virus (50%). Penyebab lain. Penyebab lainnya adalah influenza virus, eaton agent (mycoplasma pneumonia), adeno virus dan beberapa virus lain. C. PATOLOGI Pada bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau total karena edema dan akumulasi mucus serta eksudat yang liat. Didinding bronkus dan bronkiolus terdapat infiltrate sel radang. Radang juga dijumpai pada peribronkial dan jaringan interstitial. Obstruksi bronkiolus menimbulkan empisema dan obstruksi total menimbulkan atelektasis. D. PROGNOSIS Anak biasanya dapat mengatasi serangan tersebut dalam waktu sesudah 48-72 jam. Mortalitas kurang dari 1%. Anak dapat meninggal karena apnea yang lama, asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi. E. GAMBARAN KLINIK Bronkiolitis biasanya didahului oleh :

description

ANAK

Transcript of ASKEP BRONKIOLITIS

BRONKIOLITIS

BRONKIOLITIS

A. PENGERTIAN

Bronkiolitis adalah suatu sindrom obstruksi bronkiolitis yang sering diderita bayi atau anak berumur kurang dari 2 tahun, paling sering pada usia 6 bulan.

B. ETIOLOGI

Sebagian besar disebabkan oleh respiratori syncytial virus (50%). Penyebab lain. Penyebab lainnya adalah influenza virus, eaton agent (mycoplasma pneumonia), adeno virus dan beberapa virus lain.

C. PATOLOGI

Pada bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau total karena edema dan akumulasi mucus serta eksudat yang liat. Didinding bronkus dan bronkiolus terdapat infiltrate sel radang. Radang juga dijumpai pada peribronkial dan jaringan interstitial. Obstruksi bronkiolus menimbulkan empisema dan obstruksi total menimbulkan atelektasis.

D. PROGNOSIS

Anak biasanya dapat mengatasi serangan tersebut dalam waktu sesudah 48-72 jam. Mortalitas kurang dari 1%. Anak dapat meninggal karena apnea yang lama, asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi.

E. GAMBARAN KLINIK

Bronkiolitis biasanya didahului oleh :

1. Infeksi saluran nafas bagian atas, disertai dengan batuk pilek beberapa hari, biasanya tanpa disertai kenaikan suhu atau hanya subfebril.

2. Anak sesak nafas makin lama makin hebat, pernafasan dangkal dan cepat, disertai serangan batuk.

3. Terlihat juga pernafasan cuping hidung disertai retraksi intercostals dan suprasternal, anak menjadi gelisah dan sianotik.

4. Pada pemeriksaan ada suara perkusi hipersonor, eksperium memanjang disertai dengan wheezing.

5. Ronki nyaring halus kadang-kadang terdengar pada akir atau permulaan eksperium.

6. Pada keadaan yang berat sekali , suara pernafasan hamper tidak terdengar karena kemungkinan obstruksi hamper total.

7. Foto thorak menunjukkan paru-paru dalam keadaan hipererasi dan diameter anteroposterior membesar pada foto lateral.

8. Pada 1/3 pasien ditemukan bercak-bercak konsolidasi tersebar disebabkan atelektasis atau radang.

9. Pemeriksaan laboratorium: gambaran darah tepi normal, kimia darah menunjukkan asidosis respiratorik / metabolic, usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.

F. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas seperti diatas. Bronkiolitis harus dibedakan dengan bronkopneumonia yang disertai pemfisema obstruksi dan gagal jantung.G. PENATALAKSANAAN MEDIK

1. Anak ditempatkan pada ruangan dengan kelembaban yang tinggi, sebaiknya dengan uap dingin, untuk mencairkan skret bronkus yang liat, atau pengobatan inhalasi.

2. Oksigen.

3. Ciran elektrolit secara intravena u/ mengoreksi asidosis dan dehidrasi.

4. Antibiotik dengan spectrum luas, bila ada infeksi bacterial.

5. Pemberian sedative tidak diperkenankan karena menimbulkan depresi pernafasan.

6. Bronkodilator tidak dianjurkan karena merupakan kontraindikasi dan dapat memperberat keadaan anak.H. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus

2. Risiko aspirasi b/d tidak efektifnya refllek menelan.

3. Perfusi jaringan tidak efektif b/d kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau membran kapiler

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan pemasukan b.d faktor biologis.

5. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive.

6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga.

7. Cemas anak / keluarga b / d krisis situasional, hospitalisasi RS

PERENCANAAN BRONKHIOLITISNoDiagnosaTujuanIntervensi

1Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus

Setelah dilakukan askep jam Status respirasi: terjadi kepatenan jalan nafas dg KH:Pasien tidak sesak nafas, auskultasi suara paru bersih, tanda vital dbn.Airway manajemenn

Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher ekstensi jika memungkinkan.

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Identifikasi pasien secara actual atau potensial untuk membebaskan jalan nafas.

Pasang ET jika memeungkinkan

Lakukan terapi dada jika memungkinkan

Keluarkan lendir dengan suction

Asukultasi suara nafas

Lakukan suction melalui ET

Atur posisi untuk mengurangi dyspnea

Monitor respirasi dan status oksigen jika memungkinkan

Airway Suction

Tentukan kebutuhan suction melalui oral atau tracheal

Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction

Informasikan pada keluarga tentang suction

Masukan slang jalan afas melalui hidung untuk memudahkan suction

Bila menggunakan oksigen tinggi (100% O2) gunakan ventilator atau rescution manual.

Gunakan peralatan steril, sekali pakai untuk melakukan prosedur tracheal suction.

Monitor status O2 pasien dan status hemodinamik sebelum, selama, san sesudah suction.

Suction oropharing setelah dilakukan suction trachea.

Bersihkan daerah atau area stoma trachea setelah dilakukan suction trachea.

Hentikan tracheal suction dan berikan O2 jika pasien bradicardia.

Catat type dan jumlah sekresi dengan segera

2Risiko aspirasi b/d tidak efektifnya refllek menelan.Setelah dilakukan askep jam tidak terjadi aspirasi dg KH;

Terjadi peningkatan reflek menelan

Bertoleransi thdp intake oral & sekresi tanpa aspirasi

Jalan nafas bersih.Pencegahan aspirasi

Cek residu sebelum pemberian M/M / NGT

Monitor td aspirasi selama proses pemberian M/M ( batuk, tersedak, saliva)

Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, reflek menelan dan kemampuan menelan

Monitor status paru

Berikan oxigenasi

Kolaborasi u/ terapi okupasi

Ajarkan pada keluarga cara memberikan M/M

3Perfusi jaringan tidak efektif Setelah dilakukan askep jam terjadi peningkatan Status sirkulasi

Dg KH: Perfusi jaringan adekuat, tidak ada edem palpebra, akral hangat, kulit tdk pucat, urin output adekuat respirasi normal.perawatan sirkulasi : arterial insuficiency

Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi periper.

Contoh: cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur ekstremitas.

Evaluasi nadi, oedema

Inspeksi kulit dari luka

Palpasi anggota badan dengan lebih

Kaji nyeri

Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk memperbaiki sirkulasi.

Berikan therapi antikoagulan.

Rubah posisi pasien jika memungkinkan

Monitor status cairan intake dan output

Berikan makanan yang adekuat untuk menjaga viskositas darah

4Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan pemasukan b.d faktor biologisSetelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan status nutrisi dg KH:

Mengkonsumsi nutrisi yang adekuat.

Identifikasi kebutuhan nutrisi. Bebas dari tanda malnutrisi.Managemen nutrisi Kaji pola makan klien

Kaji kebiasaan makan klien dan makanan kesukaannya

Anjurkan pada keluarga untuk meningkatkan intake nutrisi dan cairan

kelaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan kalori dan tipe makanan yang dibutuhkan

tingkatkan intake protein, zat besi dan vit c

monitor intake nutrisi dan kalori

Monitor pemberian masukan cairan lewat parenteral.

Nutritional terapi

kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT

berikan makanan melalui NGT k/p

berikan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk mendukung makan

monitor penurunan dan peningkatan BB

monitor intake kalori dan gizi

5Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive

Setelah dilakukan askep jam infeksi terkontrol, status imun adekuat dg KH:

Bebas dari tanda dangejala infeksi.

Keluarga tahu tanda-tanda infeksi.

Angka leukosit normal.Kontrol infeksi.

Batasi pengunjung.

Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap setelah digunakan pasien.

Cuci tangan sebelum dan sesudah merawatpasien, dan ajari cuci tangan yang benar.

Pastikan teknik perawatan luka yang sesuai jika ada.

Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.

Tingkatkan masukan cairan yang cukup.

Anjurkan istirahat.

Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan anjurkan untuk minum sesuai aturan.

Ajari keluarga cara menghindariinfeksiserta tentang tanda dan gejalainfeksi dan segera untuk melaporkan keperawat kesehatan.

Pastikan penanganan aseptic semua daerah IV (intra vena).

Proteksi infeksi. Monitor tanda dan gejala infeksi.

Monitor WBC.

Anjurkan istirahat.

Ajari anggota keluarga cara-cara menghindari infeksi dan tanda-tanda dangejala infeksi.

Batasi jumlah pengunjung.

Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang cukup

5Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga

Setelah dilakukan askep jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:

Keluarga menjelaskan tentang penyakit, perlunya pengobatan dan memahami perawatan Keluarga kooperativedan mau kerjasama saat dilakukan tindakanMengajarkan proses penyakit

Kaji pengetahuan keluarga tentang proses penyakit

Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala penyakit

Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit kalau memungkinkan

Identifikasi penyebab penyakit

Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien, komplikasi penyakit.

Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga dan rasional therapy yang diberikan.

Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih atau mendapatkan pengobatan lain yang lebih baik.

Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan yang akan dilakukan

6Cemas berhubungan dengan krisis situasional, hospitalisasiSetelah dilakukan askep jam kecemasan terkontrol dg KH: ekspresi wajah tenang , anak / keluarga mau bekerjasama dalam tindakan askep.Pengurangan kecemasan

Bina hubungan saling percaya.

Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi kecemasan pada keluarga.

Jelaskan semua prosedur pada keluarga.

Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi pasien dari stress situasional.

Berikan informasi factual tentang diagnosa dan program tindakan.

Temani keluarga pasien untuk mengurangi ketakutan dan memberikan keamanan.

Anjurkan keluarga untuk mendampingi pasien.

Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu simbol untuk mengurang kecemasan orangtua.

Dengarkan keluhan keluarga.

Ciptakan lingkungan yang nyaman.

Alihkan perhatian keluarga untuk mnegurangi kecemasan keluarga.

Bantu keluarga dalam mengambil keputusan.

Instruksikan keluarga untuk melakukan teknik relaksasi.

6PK:AnemiaSetelah dilakukan askep ..... jam perawat akan dapat meminimalkan terjadinya komplikasi anemia :

Hb >/= 10 gr/dl.

Konjungtiva tdk anemis

Kulit tidak pucat

Akral hangat Monitor tanda-tanda anemia

Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi klien yg bergizi

Kolaborasi untuk pemeberian terapi initravena dan tranfusi darah

Kolaborasi kontrol Hb, HMT, Retic, status Fe

Observasi keadaan umum klien

KEJANG DEMAMDefinisi

Kejang yg berkaitan dg demam, yg terjadi pada anak usia 6 bln 5 thn, tanpa ada infeksi intrakranial (IK)atau penyakit tertentu yg mendasari.

Kejang umum, sangat singkat, kurang dari 15 mnt, hanya terjadi I kali periode 24 jam pd anak demam tanpa infeksi IK,defisit neurologis, kelainan mental.

Kejang demam adalah bangkitan kjejang yan terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 0 C) yang disebabkan oleh proses ekstra kranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada umur 6 bulan 4 tahun.

Manifestasi klinik :1. Bangkitan kejang dpt terjadi bersamaan dgn kanaikan suhu tubuh yg tinggi dan cepat karena infeksi di luar SSP, spt ; Tonsilitis, OMA,bronkhitis dll.

2. Serangan berlangsung singkat, tonik klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik.

3. Dpt berlangsung lama dan atau parsial.

4. Pada kejang unilateral kadang diikuti hemiplegi sementara(Todds hemiplegi), beberapa jam/hari.

5. Kejang unilateral yg lama dpt diikuti oleh hemiplegi yg menetap.

Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melaluui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) da sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na++) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na++ rendah, sedang dluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler

2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya

3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 0 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singlkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantua bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 C sedang anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi bila suhu mencapai 40 C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu berapa pasien m,enderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada ukumnya tidak berbahaya dan ridak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang ber;langsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme an aerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.

Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbuledema otak yang menyebabkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang demam yang berlangsung lama daat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.

Gambaran Klinik

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat ; misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain.serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik , tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak akan bangun dan tersadar kembali tanpa ada kelainan saraf.

Klasifikasi kejang demam

Livingston :

1. Kejang demam sederhana.

2.epilepsi yg diprofokasi oleh demam.

Prichard & Mc Greal :

1.Kejang demam sederhana.

2.Kejang demam atipikal.

Manifestasi kejang demam :

Saat kejang : Demam, kejang tonik klonik atau grand mal, pingsan 30 det 5 mnt,postor tonik,gerakan klonik,lidah/pipi terjepit,gigi & rahang terkatup rapat,inkontinensia,gangg. Pernapasan,apneu,sianosis.

Setelah kejang :Sadar kembali dalm waktu beberapa menit atau tidur selama1jam/lebih,amnesia & sakit kepala,mengantuk,linglung.

Faktor resiko kejang demam

Riwayat kejang demam dan atau epilepsi dlm keluarga.

Usia dibawah 18 bulan.

Suhu tubuh saat kejang.

Awitan lamanya emam sebelum dan saat kejang.

Etiologi

Penyebab pasti belum diketahui

Berhubungan dgn demam yg tiba-tiba tinggi, kebanyakan terjadi pada hari pertama anak mengalai demam.

Cenderung dalam satu keluarga, diduga melibatkan faktor genetik.

Disebabkan oleh pykit lain;intoksikasi, meningitis,ensefalitis.

Roseola, virus herpes manusia.

Disentri shigella

Penatalaksanaan

Memberantas kejang sesegera mungkin

Pengobatan penunjang

Pengobatan rumat Mencari dan mengobati Penyebab

Diagnosis

EEG

CT Scan

Pungsi Lumbal

Pemeriksaan Neurologis

Pengobatan

Prinsip : Tenang, awasi kondisi anak, posisi miring/telungkup, jangan memasukan apapun ke mulut anak, jika kejang > 10 mnt bawa ke RS segera !,berikan obat simtomatik untuk demam, obati penyebab demam.

Mengatasi kejang secepatnya,mencegah kejang lama

Kejang tanpa demam : bebaskan jalan nafas,turunkan demam,atasi kejang secepatnya,nilai kesadaran,periksa kadar gula darah dan elektrolit,cari etiologi kejang demam.

Kejang tanpa demam : bebaskan jalan nafas,periksa gula darah,pastikan apakah epilepsi atau bukan,atasi kejang secepatnya,nilai tingkat kesadaran.

FEBRISA. PENGERTIAN

Menurut Suriadi (2001), demam adalah meningkatnya temperatur suhu tubuh secara abnormal.

Tipe demam yang mungkin kita jumpai antara lain :

1. Demam septik

Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.

2. Demam remiten

Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.

3. Demam intermiten

Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.

4. Demam kontinyu

Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.

5. Demam siklik

Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jela seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing, malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit yang self-limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap inveksi bakterial.

B. ETIOLOGI

Penyebab demam selain infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian penggambilan riwayat penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium.serta penunjang lain secara tepat dan holistik.

Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adala cara timbul demam, lama demam, tinggi demam serta keluhan dan gejala lian yang menyertai demam.

Demam belum terdiagnosa adalah suatu keadaan dimana seorang pasien mengalami demam terus menerus selama 3 minggu dan suhu badan diatas 38,3 derajat celcius dan tetap belum didapat penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu secara intensif dengan menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Sebelum meningkat ke pemeriksaan yang lebih mutakhir yang siap untuk digunakan seperti ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa uji coba darah, pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus rutin. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga dapat dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau limfangiografi.

D. PENATALAKSANAAN THERAPEUTIK

1. Antipiretik

2. Anti biotik sesuai program

3. Hindari kompres alkohol atau es

E. PENGKAJIAN

1. Melakukan anamnese riwayat penyakit meliputi: sejak kapan timbul demam, gejala lain yang menyertai demam (miasalnya: mual muntah, nafsu makan, diaforesis, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll), apakah anak menggigil, gelisah atau lhetargi, upaya yang harus dilakukan.

2. Melakukan pemeriksaan fisik.

3. Melakukan pemeriksaan ensepalokaudal: keadaan umum, vital sign.

4. Melakukan pemeriksaan penunjang lain seperti: pemeriksaan laboratotium, foto rontgent ataupun USG.F. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hyperthermia berhubungan dengan proses infeksi.

2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b/d kejang.

3. Risiko infeksi b/d proses penyakit, imunitas menurun, prosedur invasive

4. Risiko kurang cairan berhubungan dengan intake cairan inadekuat.

5. kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit perawatan dan penyakitnya b/d terbatasnya kognitif, kurang paparan terhadap informasi6. Cemas berhubungan dengan hipertermi, efek proses penyakitRENPRA KEJANG DEMAM, DEMAMNoDiagnosaTujuanIntervensi

1Hypertermi b/d proses infeksiSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama.x 24 jam menujukan temperatur dalan batas normal dengan kriteria:

Bebas dari kedinginan

Suhu tubuh stabil 36-37 CTermoregulasi

Pantau suhu klien (derajat dan pola) perhatikan menggigil/diaforsis

Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi

Berikan kompres hangat hindari penggunaan akohol

Berikan minum sesuai kebutuhan

Kolaborasi untuk pemberian antipiretik

Anjurkan menggunakan pakaian tipis menyerap keringat.

Hindari selimut tebal

2Perfusi jaringan tdk efektive b.d kejang

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama jam perfusi jaringan klien adekuat dengan criteria :

- Membran mukosa merah muda

- Conjunctiva tidak anemis

- Akral hangat

- TTV dalam batas normal

perawatan sirkulasi : arterial insuficiency

Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur ekstremitas).

Evaluasi nadi, oedema

Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan

Kaji nyeri

Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk memperbaiki sirkulasi.

Berikan therapi antikoagulan.

Rubah posisi pasien jika memungkinkan

Monitor status cairan intake dan output

Berikan makanan yang adekuat untuk menjaga viskositas darah

3Risiko Deficit volume cairan b/d intake cairan inadekuatSetelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan keseimbangan cairan dg KH:

Urine 30 ml/jam

V/S dbn

Kulit lembab dan tidak ada tanda-tanda dehidrasiManajemen cairan

Monotor diare, muntah

Awasi tanda-tanda hipovolemik (oliguri, abd. Pain, bingung)

Monitor balance cairan

Monitor pemberian cairan parenteral

Monitor BB jika terjadi penurunan BB drastis

Monitor td dehidrasi

Monitor v/s

Berikan cairan peroral sesuai kebutuhan

Anjurkan pada keluarga agar tetap memberikan ASI dan makanan yang lunak

Kolaborasi u/ pemberian terapinya

4Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive, penyakitnya

Setelah dilakukan askep jam infeksi terkontrol, status imun adekuat dg KH:

Bebas dari tanda dangejala infeksi.

Keluarga tahu tanda-tanda infeksi.

Angka leukosit normal.Kontrol infeksi.

Batasi pengunjung.

Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap setelah digunakan pasien.

Cuci tangan sebelum dan sesudah merawatpasien, dan ajari cuci tangan yang benar.

Lakukan dresing infus tiap hari

Anjurkan pada keluarga untuk selalu menjaga kebersihan klien dan menjaga pantat selalu kering u/ hindari iritasi.

Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.

Tingkatkan masukan cairan yang cukup.

Anjurkan istirahat.

Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan anjurkan untuk minum sesuai aturan.

Ajari keluarga cara menghindariinfeksiserta tentang tanda dan gejalainfeksi dan segera untuk melaporkan keperawat kesehatan.

Pastikan penanganan aseptic semua daerah IV (intra vena).

Proteksi infeksi. Monitor tanda dan gejala infeksi.

Monitor WBC.

Anjurkan istirahat.

Ajari anggota keluarga cara-cara menghindari infeksi dan tanda-tanda dangejala infeksi.

Batasi jumlah pengunjung.

Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang cukup

5Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga

Setelah dilakukan askep jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:

Keluarga menjelaskan tentang penyakit, perlunya pengobatan dan memahami perawatan Keluarga kooperativedan mau kerjasama saat dilakukan tindakanMengajarkan proses penyakit

Kaji pengetahuan keluarga tentang proses penyakit

Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala penyakit

Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit kalau memungkinkan

Identifikasi penyebab penyakit

Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien, komplikasi penyakit.

Anjurkan klien untuk bedrest dan jelaskan pentingnya bedrest

Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga dan rasional therapy yang diberikan.

Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih atau mendapatkan pengobatan lain yang lebih baik.

Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan yang akan dilakukan

6Cemas berhubungan dengan hipertermi, efek proses penyakitSetelah dilakukan tindakan perawatan selama . x 24 jam cemas hilang dengan kriteria:

Klien tenang dan dapat beristirahat

klien mau berpartisipasi dalam setiap tidakan yang dilakukan

Pengurangan kecemasan

1. bina hubungan saling percaya

2. kaji kecemasan klien/keluarga

3. Kaji dan identifikasi serta luruskan informasi yang dimiliki klien mengenai hipertermi

4. Berikan informasi yang akurat tentang penyebab hipertermi

5. Validasi perasaan klien dan yakinkan klien bahwa kecemasam merupakan respon yang normal

6. Diskusikan rencana tindakan yang dilakukan berhubungan dengan hipertermi dan keadaan penyakit

APENDICITIS

A. Pengertian

Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm 94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.

Appendikitis merupakan peradangan pada appendiks (umbai cacing). Kira-kira 7% populasi akan mengalami appendikitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka. Pria lebih cenderung terkena appendiksitis dibanding wanita. Appendiksitis lebih sering menyerang pada usia 10 sampai 30 tahun.

Appendiksitis perforasi adalah merupakan komplikasi utama dari appendiks, dimana appendiks telah pecah sehingga isis appendiks keluar menuju rongga peinium yang dapat menyebabkan peritonitis atau abses.

Appendiktomi adalah pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi dengan prosedur atau pendekatan endoskopi.

B. Etiologi Penyebab belum pasti

Faktor yang berpengaruh:

Obstruksi: hiperplasi kelenjar getah bening (60%), fecalit (massa keras dari feses) 35%, corpus alienum (4%), striktur lumen (1%).

Infeksi: E. Coli dan steptococcus.

TumorC. Patognesis

Apa 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya appendiks:

1. Adanya isis lumen

2. Derajat sumbatan yang terus menerus

3. Sekresi mukus yang terus menerus

4. Sifat inelastis/tak lentur dari mukosa appendiks

Produksi mucin 1-2 ml/hari. Kapasitas appendiks 3-5 cc/hari. Jadi nyeri McBurney akan muncul setelah terjadi sumbatan 2 hari.D. PatofisiologiAppendiks akut fokal:

Nyeri viseral ulu hati karena regangan mukosa

Appendiks supuratif:

Nyeri pada titik McBurney peritonitis lokal

Appendiks gangrenosa

Peritonitis

Peritonitis umum

Apendiks terimplamasi dan mengalami edema sebagai akibat atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda asing. Proses implamasi meningkatkan tekanan intraluminal menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progesif dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang terimplamasi berisi pus.

Appendiksitis akut setelah 24 jam dapat menjadi:

1. Sembuh

2. Kronik

3. Perforasi

4. Infiltrat abses

E. Manifestasi Klinik1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disrtai dengan demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.

2. Nyeri tekan local pada tititk McBurney bila dilakukan tekanan.

3. Nyeri tekan lepas dijumpai

4. Terdapat konstipasi atau diare

5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar dibelakang sekum

6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal

7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.

8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis

9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.

10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat ileus paralitik.

11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

F. Pemeriksaan Diagnosis

1. Anamnesa

a. Nyeri (mula-mula di daerah epigastrum, kemudian menjalar ke titik McBurney).

b. Muntah (rangsang visceral)

c. Panas (infeksi akut)

2. Pemeriksaan fisik

a. Status generalis

Tampak kesakitan

Demam (37,7 oC)

Perbedaan suhu rektal > oC

Fleksi ringan art coxae dextra

b. Status lokalis

c. Defenmuskuler (+) m. Rectus abdominis

d. Rovsing sign (+) pada penekanan perut bagian kontra McBurney (kiri) terasa nyeri di McBurney karena tekanan tersebut merangsang peristaltic usus dan juga udara dalam usus, sehingga bergerak dan menggerakkan peritonium sekitar apendiks yang sedang meradang sehingga terasa nyeri.

e. Psoas sign (+) m. Psoas ditekan maka akan terasa sakit di titik McBurney (pada appendiks retrocaecal) karena merangsang peritonium sekitar app yang juga meradang.

f. Obturator sign (+) fleksi dan endorotasi articulatio costa pada posisi supine, bila nyeri berarti kontak dengan m. obturator internus, artinya appendiks di pelvis.

g. Peritonitis umum (perforasi)

Nyeri diseluruh abdomen

Pekak hati hilang

Bising usus hilang.

h. Rectal touch: nyeri tekan pada jam 9-12

Alvarado score:

Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendiksitis akut atau bukan, meliputi 3 simtom, 3 sign dan 2 laboratorium:

a. Appendiksitis pain

2 point

b. Lekositosis (>10 ribu)

2 point

c. Vomitus

1 point

d. Anoreksia

1 point

e. Erbound Tendenees Fenomen

1 point

f. Degre of celsius (>37OC)

1 point

g. Observation of hemogram (segmen> 72%)1 point

h. Abdominal migrate pain

1 point

Total point

10

3. pemeriksaan penunjang

a. laboratorium

Hb normal

Leukosit normal atau meningkat (bila lanjut umumnya leukositosis, >10,000/mm3)

Hitung jenis: segmen lebih banyak

LED meningkat (pada appendicitis infiltrate)

b. Rongent: appendicogram

Hasil positif berupa:

Non-filling

Partial filling

Mouse tail

Cut off

Rongent abdomen tidak menolong kecuali telah terjadi peritonitis.

G. Diagnosa Banding1. Divertikel Mackeli

2. Batu ureter

3. Enteritis regional, gastroenteritis

4. Batu empedu

5. Pankreatitis

6. Cystitis

7. infeksi panggul

8. Torsi kista ovari

H. Penatalaksanaan

1. Appendiktomi cito (app akut, abses dan perforasi)

2. Appendiktomi elektif (app kronik)

3. Konservatif kemudian operasi elektif (app infiltrate)

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa appendiksitis telah ditegagkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegagkan. Appendiktomi dilakukan segera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Appendiktomi dapat dilakukan dengan spinal anastesi atau anestesi umum dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi.

I. Kompilkasi

Komplikasi utama appendiksitis adalah perforasi appendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidensi perforasi 10-32%. Perforasi terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7OC atau lebih tinggi, penampilan toksik dan nyeri abdomen atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu.

J. Persiapan preoperative

Infuse intravena digunakan untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat dan menggantikan cairan yang hilang. Aspirin diberikan untuk mengurangi peningkatan suhu. Terapi antibiotik dapat diberikan untuk mencegah infeksi. Bila ada kemungkinan atau terbukti ileus paralitik, selang nasogastrik dapat dipasang. Enema tidak diberikan karena dapat menimbulkan perforasi.

K. Penanganan posoperatif

Tempatkan pasien pada posisi semifouler karena dapat mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen yang membantu mengurangi nyeri. Analgetik diberikan untuk mengurangi nyeri. Cairan per-oral dapat diberikan bila dapat mentoleransi. Pasien yang mengalami dehidrasi sebelum pembedahan diberikan cairan secara intravena. Instruksi untuk menemui ahli bedah untuk mengangkat jahitan pada hari ke 5-7. aktifitas normal dapat dilakukan dalam 2-4 minggu.

L. Diagnosa keperawatan yang kemungkinan muncul:

Preoperatif:

Kurang pengetahuan tentang apendicitis dan pilihan pengobatan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi

Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (proses penyakit)

Pasca operatif:

Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (insisi pembedahan pada apendiktomi) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekut b/d faktor biologis ( mual, muntah, puasa) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive, insisi post pembedahan

Pk: perdarahan

PERENCANAAN APPNoDiagnosaTujuanIntervensi

1Nyeri akutSetelah dilakukan askep selama . jam tingkat kenyamanan klien meningkat, nyeri terkontrol dg KH:

klien melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 3-4

ekspresi wajah tenang dan klien mampu istirahat

TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt

Manajemen nyeri :

Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

Kurangi faktor presipitasi nyeri.

Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..

Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

Administrasi analgetik :. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

Cek riwayat alergi..

Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.

Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

2Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatannyaSetelah dilakukan askep selama ..... jam, pengetahuan klien meningkat dg KH:

Keluarga menjelaskan tentang penyakit, perlunya pengobatan dan memahami perawatan Keluarga kooperativedan mau kerjasama saat dilakukan tindakan

Teaching : Dissease Process

Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit

Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin

Sediakan informasi tentang kondisi klien

Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien

Sediakan informasi tentang diagnosa klien

Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit

Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan

Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan

Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi

Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit

Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan

3Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhSetelah dilakukan askep selama 3x24 jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuatManajemen Nutrisi

1. kaji pola makan klien

2. Kaji adanya alergi makanan.

3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.

4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.

5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.

6. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.

7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.

Monitor Nutrisi

1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.

2. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.

3. Monitor lingkungan selama makan.

4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.

5. Monitor adanya mual muntah.

6. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

7. Monitor intake nutrisi dan kalori.

4Risiko infeksiSetelah dilakukan askep selama jam infeksi terkontrol dan terdeteksi dg KH:

Tidak ada td-td infeksi.

Al normal v/s dbn Konrol infeksi :

Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

Batasi pengunjung bila perlu.

Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.

Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

Lakukan perawatan luka, drainage dan dresing infus, kateter setiap hari.

Tingkatkan intake nutrisi dan cairan

berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi

Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

Monitor hitung granulosit dan WBC.

Monitor kerentanan terhadap infeksi..

Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

Pertahankan teknik isolasi bila perlu.

Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.

Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.

Ambil kultur jika perlu

Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat.

Dorong istirahat yang cukup.

Monitor perubahan tingkat energi.

Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

Laporkan kecurigaan infeksi.

Laporkan jika kultur positif.

5PK: PerdarahanSetelah dilakukan askep jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi daripada perdarahan Pantau tanda dan gejala perdarahan post operasi.

Monitor V/S

Pantau laborat HG, HMT. AT

kolaborasi untuk tranfusi bila terjadi perdarahan (hb < 10 gr%)

Kolaborasi dengan dokter untuk terapinya

Pantau daerah yang dilakukan operasi

CEDERA KEPALA

A. PENGERTIAN

Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito)

Cendera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)B. ETIOLOGI

1. Kecelakaan lalu lintas

2 Kecelakaan kerja

3. Trauma pada olah raga

4. Kejatuhan benda

5. Luka tembak C. KLASIFIKASIBerat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan

1. Mekanisme Cedera kepala

Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.2. Beratnya Cedera

Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala :

a. Cedera Kepala Ringan (CKR).

GCS 13 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma

b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)

GCS 9 12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Cedera Kepala Berat (CKB)

GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranialSkala Koma GlasgowNoRESPON NILAI

1Membuka Mata :

Spontan

Terhadap rangsangan suara

Terhadap nyeri

Tidak ada4

3

2

1

2Verbal :

Orientasi baik

Orientasi terganggu

Kata-kata tidak jelas

Suara tidak jelas

Tidak ada respon5

4

3

2

1

3Motorik : Mampu bergerak

Melokalisasi nyeri

Fleksi menarik

Fleksi abnormal

Ekstensi

Tidak ada respon6

5

4

3

2

1

Total3-15

3. Morfologi Cedera

Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :

a. Fraktur kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.

Tanda-tanda tersebut antara lain :

Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)

Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )

Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan

Parese nervus facialis ( N VII )

Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih tebal dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.

b. Lesi Intrakranial

Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan.

Termasuk lesi lesi local ;

Perdarahan Epidural

Perdarahan Subdural

Kontusio (perdarahan intra cerebral)

Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).

1) Perdarahan Epidural

Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media ( Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial.

Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung.

Patofisiologis Epidural Hematoma :

CEDERA KEPALA

Epidural

(ruang antara tulang tengkorak bagian dalam dan lapisan meningen paling luar (dura)

Robekan cabang kecil dalam meningen tengah/arteri meningeal fortal

85 % berhubungan dengan fraktur linear tulang tengkorak

Hematoma pada daerah temporalProses desak ruang lobus temporalis ke bawah dan dalam

Media lobus ( unkus dan sebagian dari gins hi[pokampus) terjadi penonjolan

(herniasi) di bawah tentorium

Hipertermia pada area Penekanan terhadap arteri

Dan terjadi peningkatan pada formasio retikulosit

di Medulla oblongata

Peningkatan Volume darah penurunan status neurologis

Penurunan Kesadaran

Vasodilatasi arterial Penurunan ststus neurologist

Peningkatan volume intracranial Dekortikasi - deserabrasi

Peningkatan TIK Isokor-anisokor

Hipotensi Hipoksia Hiperkapnea

2) Perdarahan subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.Patofisiologis Subdural hematom :

Trauma Kepala

Trauma pada meningeal durameter dan

diatyas lapisan arakusid yang menutupi otak

Robekan vena tau pengeluaran kumpulan darah vena

Umunya pada lansi dan alkoholisme

Geja muncul 24-28 jam post cedera

Gejala klinis 2 hari 2 minggu

Sakit kepala, letargis, kacau mental, kejang, dyspnea CRANIOSTOMI

3) Kontusio dan perdarahan intracerebral

Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral.

Patofisiologis Intrakranial Hematom :

Cedera kepala

Fraktur depresi tulang tengkorak

Cedera penestrasi peluru

Gerakan akselerasi dan deselerasi tiba-tiba

Pengumpulan darah 25 cc/lebih dalam parenkim otak

Penangan masih controversial

( medis/pembedahan )

Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut

Umumnya intervensi bedah

4) Cedera Difus

Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera kepala.

Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu, namun terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd, amnesia integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera)

Komusio cedera klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik penderita ini akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak penderita dengan komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologist, namun pada beberapa penderita dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu. Defisit neurologist itu misalnya : kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta gejala lainnya. Gejala-gejala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat.

Cedera Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana penderita mengalami coma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemi. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu, penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau deserebasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak primer.

D. PATOFISIOLOGIAkibat dari trauma/ cedera kepala akan mengakibatkan fragmentasi jaringan dan kontusio atau akan mengakibatkan cedera jaringan otak sehingga menyebabkan sawar darah otak (SDO) rusak yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga timbul edema. Edema menyebabkan peningkatan TIK ( Tekanan Intra Kranial ), yang pada gilirannya akan menurunkan aliran darah otak (ADO), iskemia, hipoksia, asidosis ( penurunan PH dan peningkatan PCO2) dan kerusakan sawar darah otak lebih lanjut. Siklus ini akan berlanjut hingga terjadi kematian sel dan edema.

Bila digambarkan adalah sebagai berikut :

Trauma Kepala

Cedera jaringan Otak Vasodilatasi dan

edema otak

Rusaknya SDO Peningkatan TIK

Penurunan ADO

Iskemia jaringan otak

hipoksia

Sel matiE. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale) dan adanya peningkatan tekanan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium

2. X-Ray, foto tengkorak 3 posisi

3. CT scan

4. Foto cervical bila ada tanda-tanda fraktur cervical

5. AeteriografiG. KOMPLIKASI

a. Perdarahan intra cranial

Epidural

Subdural

Sub arachnoid

Intraventrikuler Malformasi faskuler

Fstula karotiko-kavernosa

Fistula cairan cerebrospinal

Epilepsi

Parese saraf cranial

Meningitis atau abses otak

Sinrom pasca trauma

b. Tindakan :

infeksi

Perdarahan ulang

Edema cerebri

Pembengkakan otakH. PENATALAKSANAAN1. Tindakan terhadap peningkatan TIKa. Pemantauan TIK dengan ketat.b. Oksigenasi adekuatc. Pemberian manitold. Penggunaan steroide. Peninggatan tempat tidur pada bagian kepalaf. Bedah neuro2. Tindakan pendukung lain

a. Dukung ventilasi

b. Pencegahan kejang

c. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.

d. Terapi antikonvulsan

e. CPZ untuk menenangkan pasien

f. NGT

I. PENATALAKSANAAN TRAUMA KEPALA YANG MEMERLUKAN TINDAKAN BEDAH SARAF :Penatalaksanaan trauma kepala yang memerlukan tindakan bedah saraf, merupakan proses yang terdiri dari serangkaian tahapan yang saling berkaitan satu sama lain dalam mengambil keputusan dalam melakukan tindakan pembedahan antara lain adalah sebagai berkut :

1. Tahap I :

a. Penilaian awal pertolongan pertama, dengan memprioritaskan penilaian yaitu :

Airway : Jalan Nafas

Membebaskan jalan dari sumbatan lendir, muntahan, benda asing

Bila perlu dipasang endotrakeal

Breathing : Pernafasan

- Bila pola pernafasan terganggu dilakukan nafas buatan atau ventilasi dengan respirator.

Cirkulation : Peredaran darah

Mengalami hipovolemik syok

Infus dengan cairan kristaloid

Ringer lactat, Nacl 0,9%, D5% ,),45 salin

Periksa adanya kemungkinan adanya perdarahan

Tentukan hal berikut : lamanya tak sadar, lamanya amnesia post trauma, sebab cedera, nyeri kepala, muntah.

Pemeriksaan fisik umum dan neurologist.

Monitor EKG.

b. Diagnosis dari pemeriksaan laborat dan foto penunjang telah dijelaskan didepan.

c. Indikasi konsul bedah saraf :

Coma berlangsung > 6 jam.

Penurunan kesadaran ( gg neurologos progresif)

Adanya tanda-tanda neurologist fokal, sudah ada sejak terjadi cedera kepala.

Kejang lokal atau umum post trauma.

Perdarahan intra cranial.

2. Tahap II : Observasi perjalanan klinis dan perawatan suportif.

3. Tahap III :

a. Indikasi pembedahan

Perlukaan pada kulit kepala.

Fraktur tulang kepala

Hematoma intracranial.

Kontusio jaringan otak yang mempunyai diameter > 1 cm dan atau laserasi otak

Subdural higroma

Kebocoran cairan serebrospinal.

b. Kontra indikasi

Adanya tanda renjatan / shock, bukan karena trauma tapi karena sebab lain missal : rupture alat viscera ( rupture hepar, lien, ginjal), fraktur berat pada ekstremitas.

Trauma kepala dengan pupil sudah dilatasi maksimal dan reaksi cahaya negative, denyut nadi dan respirasi irregular.

c. Tujuan pembedahan

Mengeluarkan bekuan darah dan jaringan otak yang nekrose

Mengangkat tulang yang menekan jaringan otak

Mengurangi tekanan intracranial

Mengontrol perdarahan

Menutup / memperbaiki durameter yang rusak

Menutup defek pada kulit kepala untuk mencegah infeksi atau kepentingan kosmetik.

d. Pesiapan pembedahan

Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas

Pasang infuse

Observasi tanda-tanda vital

Pemeriksaan laboratorium

Pemberian antibiotic profilaksi

Pasang NGT, DC

Therapy untuk menurunkan TIK, dan anti konvulsan

4. Tahap IV :

a. Pembedahan spesifik

Debridemen

Kraniotomi yang cukup luas

EDH bila CT Scan menunjukkan lesi yang jelas, bila < 1,5 1 cm belum perlu operasi

SDH akut diperlukan craniotomy luas.

Hematom intra serebral dan kontusio serebri dengan efek massa yang jelas.

Intra ventrikuler hematoma 9 kraniotomi aspirasi hematoma, bila timbul tanda-tanda hidrosepalus dilakukan vpshunt)

Pada laserasi otak

Pada fraktur kepala terbuka dan fraktur yang menekan tertutup

b. Evaluasi komplikasi yang perlu diperhatikan

Perdarahan ulang

Kebocoran cairan otak

Infekso pada luka atau sepsis

Timbulnya edea cerebri

Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peningkatan TIK

Nyeri kepala setelah penderita sadar

KonvulsiJ. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :1. Nyeri akut b. d agen injuri fisik

2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan pemasukan makanan atau mencerna makanan dan atau mengabsorbsi zat-zat gizi karena faktor biologis.

3. Resiko infeksi b.d trauma, tindakan invasife, immunosupresif, kerusakan jaringan

4. Gangguan persepsi sensori b. d perubahan persepsi sensori : perubahan neurologis

5. kerusakan mobilitas fisik b/d perubahan persepsi sensori dan kognitif, penurunan kekuatan dan ketahanan.

6. PK : Peningkatan TIK

PERENCANAAN CEDERA KEPALANoDiagnosaTujuanIntervensi

1Nyeri akutSetelah dilakukan Asuhan keperawatan . jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:

Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3

Ekspresi wajah tenang

klien dapat istirahat dan tidur

v/s dbn Manajemen nyeri :

Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.

Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

Kurangi faktor presipitasi nyeri.

Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..

Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.

Administrasi analgetik :. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

Cek riwayat alergi..

Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

Monitor TV

Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

2Risiko infeksiSetelah dilakukan asuhan keperawatan jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dan dg KH:

Tdk ada tanda-tanda infeksi

AL normal

V/S dbnKonrol infeksi :

Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

Batasi pengunjung bila perlu.

Intruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan sesudahnya.

Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

Lakukan perawatan luka, dainage, dresing infus dan dan kateter setiap hari.

Tingkatkan intake nutrisi dan cairan

berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi

Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

Monitor hitung granulosit dan WBC.

Monitor kerentanan terhadap infeksi..

Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.

Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.

Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip jika perlu

Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat.

Dorong istirahat yang cukup.

Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

Laporkan kecurigaan infeksi.

3Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhSetelah dilakukan asuhan keperawatan jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:

BB stabil,

nilai laboratorium terkait normal,

tingkat energi adekuat,

masukan nutrisi adekuatManajemen Nutrisi

Kaji adanya alergi makanan.

Kaji makanan yang disukai oleh klien.

Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.

Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.

Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.

Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.Monitor Nutrisi

Monitor BB jika memungkinkan

Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.

Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.

Monitor adanya mual muntah.

Monitor adanya gangguan dalam input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

Monitor intake nutrisi dan kalori.

Monitor kadar energi, kelemahan dan kelelahan.

4PK : PeningkatanTIKSetelah dilakukan asuhan keperawatan jam perawat akan mengatasi da mengurangi episode dari peningkatan TIK Pantau tanda gejala peningkatan TIK ( kaji GCS, TV, respon pupil,, muntah, sakit kepala, letargi, gelisah, nafas keras, gerakan tak bertujuan, perubahan mental)

Atur posisi tidur klien dengan tempat tidur bagian kepala lebuh tinggi (30-40 derajat) kecuali dikontraindikasikan.

Hindari massage, fleksi / rotasi leher berlebihan, stimulasi anal dengan jari, mengejan, perubahan posisi yang cepat

Ajarkan klien untuk ekspirasi selama perubahan posisi.

berika lingkungan yang tenang dan tingkatkan istirahat

pantau V/S

Pantau AGD

Kolaborasi dengan dokter untuk terapinya

pantau status hidrasi

DEMAM TIPOIDA. PENGERTIAN

Demam tipoid merupakan penyakit infeksi akut usus. Sinonim dari demam tipoid adalah tipoid fever, enteric fever dan typus abdominalisTifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran.

B. ETIOLOGI

Tifus abdominalis atau demam tipoid isebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang secara morfologi identik dengan Escherichia coli. Walaupun pathogen kuat, kuman kuman ini tidak bersifat piogenik, malahan bersifat menekan pembentukan sel polimorfonuklear dan eosinofil. Kuman ini mempunyai beberapa antigen yang penting untuk mendiagnosis imunologik (tes widal). Salmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak bersepora .

C. PATOFISIOLOGI

Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limfa dan organ-organ lainnya.Proses ini terjadi selama masa tunas dan akan berakhir saat sel-sell retikoloendoteleal melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutrama limpa, usus dan kandung empedu.Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar fimfoid usus halus. minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks player. Pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limfa membesar. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan ileh kelainan pada usus halus.

Salmonella Typhosa

Saluran cerna

Diserap oleh usus halus

Bakteri masuk ke aliran darah sistemik

Kelenjar limfoid usus halus Hati Limfa Endotoksin

Tukak Hepatomegali Splenomegali Demam

Perdarahan&Perforasi Nyeri raba Hipertermi

D. MANIFESTASI KLINIK

Masa tunas demam tipoid berlangsung 10-14 hari. Minggu pertama penyakit keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pad umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare. Perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu tubuh.Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relative, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi, ujung merah dan tremor). Hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis..

E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan darah tepi : leukopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia, trombositopenia.

Pemeriksaan sumsum tulang : menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang

Biakan empedu : terdapat basil salmonella typhposa pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella tyhposapada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.

Pemeriksaan widal : didapatkan titer terhadap antigen O adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis kerena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan immunisasi atau bila penderita telah lama sembuh.

F. KOMPLIKASI

Usus : perdarahan usus, melena; perforasi usus; peritonitis

Organ lain : Meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumoniG. PROGNOSIS

Prognosis tergantung dari pada dimulainya pengobatan, keadaan sosial ekonomi dan gizi penderita. Angka kematian pada RS tipe A berkisar antara 5-10 % pada operasi dengan alasan perforasi, angka kematian berkisar 15-20%. Kematian pada demam tifoid disebabkan oleh keadaan toksik, perforasi, perdarahan atau pneumonia.

H. PENATALAKSANAAN

Sampai saat ini ada trilogy penatalaksanaan tipoid yaitu :

1. Pemberian antibiotic untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman, antibiotic yang digunakan ; Klorampenikol, ampicillin/ amoxsisilin, KOTRIMOKSASOL, sefalosforin generasi II dan III

2. Istirahat dan perawatan professional bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas panas. Mobilisasi bertahap sesuai kemampuan klien

3. Diet dan terapi penunjang

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Hipertermi b.d proses infeksi

2. Nyeri akut b.d agen injuri biologis

3. Defisit perawatan diri b.d kelemahan, istirahat total

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang tidak adekuat

5. Kerusakan mobilitas fisik b.d pengobatan, intoleransi aktifitas/kelemahan.

6. PK : Perdarahan

RENPRA DEMAM TYPOIDNoDiagnosaTujuanIntervensi

1Hypertermi b/d proses infeksiSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama.x 24 jam menujukan temperatur dalan batas normal dengan kriteria:

Bebas dari kedinginan

Suhu tubuh stabil 36-37 CTermoregulasi

Pantau suhu klien (derajat dan pola) perhatikan menggigil/diaforsis

Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi

Berikan kompres hangat hindari penggunaan akohol

Berikan minum sesuai kebutuhan

Kolaborasi untuk pemberian antipiretik

Anjurkan menggunakan pakaian tipis menyerap keringat.

Hindari selimut tebal

2Nyeri akutSetelah dilakukan Asuhan keperawatan . jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:

Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3

Ekspresi wajah tenang

klien dapat istirahat dan tidur

v/s dbn Manajemen nyeri :

Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.

Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

Kurangi faktor presipitasi nyeri.

Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..

Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.

Administrasi analgetik :. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

Cek riwayat alergi..

Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

Monitor TV

Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

3Sindrom defisit self care b.d kelemahan, istirahat total

Setelah dilakukan askep ...... jam ADLs terpenuhi dg KH: Klien bersih, tidak bau

Kebutuhan sehari-hari terpenuhi

Self Care Assistence

Bantu ADL klien selagi klien belum mampu mandiri

Pahami semua kebutuhan ADL klien

Pahami bahasa-bahasa atau pengungkapan non verbal klien akan kebutuhan ADL

Libatkan klien dalam pemenuhan ADLnya

Libatkan orang yang berarti dan layanan pendukung bila dibutuhkan

Gunakan sumber-sumber atau fasilitas yang ada untuk mendukung self care

Ajari klien untuk melakukan self care secara bertahap

Ajarkan penggunaan modalitas terapi dan bantuan mobilisasi secara aman (lakukan supervisi agar keamnanannya terjamin)

Evaluasi kemampuan klien untuk melakukan self care di RS

Beri reinforcement atas upaya dan keberhasilan dalam melakukan self care

4Risiko infeksiSetelah dilakukan asuhan keperawatan jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dan dg KH:

Tdk ada tanda-tanda infeksi

AL normal

V/S dbnKonrol infeksi :

Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

Batasi pengunjung bila perlu.

Intruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan sesudahnya.

Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

Lakukan perawatan luka, dainage, dresing infus dan dan kateter setiap hari.

Tingkatkan intake nutrisi dan cairan

berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi

Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

Monitor hitung granulosit dan WBC.

Monitor kerentanan terhadap infeksi..

Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.

Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.

Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip jika perlu

Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat.

Dorong istirahat yang cukup.

Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

Laporkan kecurigaan infeksi.

5Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhSetelah dilakukan asuhan keperawatan jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:

BB stabil,

nilai laboratorium terkait normal,

tingkat energi adekuat,

masukan nutrisi adekuatManajemen Nutrisi

Kaji adanya alergi makanan.

Kaji makanan yang disukai oleh klien.

Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.

Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.

Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.

Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.

Monitor Nutrisi

Monitor BB jika memungkinkan

Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.

Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.

Monitor adanya mual muntah.

Monitor adanya gangguan dalam input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

Monitor intake nutrisi dan kalori.

Monitor kadar energi, kelemahan dan kelelahan.

6PK: PerdarahanSetelah dilakukan askep jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi daripada perdarahan Pantau tanda dan gejala perdarahan post operasi.

Monitor V/S

Pantau laborat HG, HMT. AT

kolaborasi untuk tranfusi bila terjadi perdarahan (hb < 10 gr%)

Kolaborasi dengan dokter untuk terapinya

Pantau daerah yang dilakukan operasi

BRONKOPNEUMONIA

A. PENGERTIAN

Bronkopneumonia adalah peradangan pada diding bronkus kecil disertai atelektasis daerah percabangannya.B. ETIOLOGI

Bakteri streptokokus pneumonia, hemofilus influenza, mycobacterium tuberculosis.

Virus : RSV, adenovirus, cytomegalovirus, virus influenza.

C. TANDA DAN GEJALA

Suhu naik mendadak sampai 40 C kadang disertai kejang demam tinggi.

Gelisah.

Sesak nafas dan cyanosis sekunder hidung dan mulut, pernafasan cuping hidung,retraksi dinding dada.

Kadang disertai muntah dan diare

Batuk produktif disertai dahak.

D. PATOFISIOLOGI

Bronkopnemonia diawali dengan masuknya kuman kejaringan paru-paru melalui saluran pernafasan dari atas u/ mencapai bronkiolus kemudian kealveolus sekitarnya secara makroskopi.Kelainan yang timbul berupa bercak konsulidasi yang tersebar pada dua paru. Secara mikroskopi reaksi radang tampak meliputi dinding bronkus/bronkiolus, lumen terisi eksudat dan sel epitel rusak, rongga alveolus sekitarnya penuh dengan neutropil dan sedikit eksudat fibrinosa. Penyembuhan biasanya tidak sempurna, dinding bronkus / bronkiolus yang rusak mengalami fibrosis dan pelebaran sehingga dapat menimbulkan bronkhiektasis.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto thorak u/ melihat adanya infeksi diparu

AGD u/ mengetahui status kardiopulmoner b/d oksigenasi ( pa co2 menurun).

HJL u/ menetapkan adanya anemia, infeksi, biasanya leukosit meningkat 15.000- 40.000/m3, LED meningkat.

Status spirometri u/ mengkaji udara yang diinspirasi.

Bronkoskopi

Biopsi paru, Kultur darah.

F. MANAJEMEN THERAPI

Bronkopneumonia berat harus rawat inap

Lakukan suction.

Oksigenasi yang adekuat.

Cairan yg cukup (ntra vena).

Diet TKTP , bila pasien sesak nafas lebih baik personde (NGT).

Bila ada asidosis koreksi dengan Na Bicnat 1 mEq/kg BB.

Medikamentosa.

Fisioterapi .

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus2. Risiko aspirasi b/d tidak efektifnya refllek menelan.3. Perfusi jaringan tidak efektif b/d kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau membran kapiler4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan pemasukan b.d faktor biologis. 5. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive.6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga.7. Cemas anak / keluarga b / d krisis situasional, hospitalisasi RSRENPRA BRONKOPNEMONIANoDiagnosaTujuanIntervensi

1Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus

Setelah dilakukan askep jam Status respirasi: terjadi kepatenan jalan nafas dg KH:Pasien tidak sesak nafas, auskultasi suara paru bersih, tanda vital dbn.Airway manajemenn

Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher ekstensi jika memungkinkan.

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Identifikasi pasien secara actual atau potensial untuk membebaskan jalan nafas.

Pasang ET jika memeungkinkan

Lakukan terapi dada jika memungkinkan

Keluarkan lendir dengan suction

Asukultasi suara nafas

Lakukan suction melalui ET

Atur posisi untuk mengurangi dyspnea

Monitor respirasi dan status oksigen jika memungkinkan

Airway Suction

Tentukan kebutuhan suction melalui oral atau tracheal

Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction

Informasikan pada keluarga tentang suction

Masukan slang jalan afas melalui hidung untuk memudahkan suction

Bila menggunakan oksigen tinggi (100% O2) gunakan ventilator atau rescution manual.

Gunakan peralatan steril, sekali pakai untuk melakukan prosedur tracheal suction.

Monitor status O2 pasien dan status hemodinamik sebelum, selama, san sesudah suction.

Suction oropharing setelah dilakukan suction trachea.

Bersihkan daerah atau area stoma trachea setelah dilakukan suction trachea.

Hentikan tracheal suction dan berikan O2 jika pasien bradicardia.

Catat type dan jumlah sekresi dengan segera

2Risiko aspirasi b/d tidak efektifnya refllek menelan.Setelah dilakukan askep jam tidak terjadi aspirasi dg KH;

Terjadi peningkatan reflek menelan

Bertoleransi thdp intake oral & sekresi tanpa aspirasi

Jalan nafas bersih.

Pencegahan aspirasi

Cek residu sebelum pemberian M/M / NGT

Monitor td aspirasi selama proses pemberian M/M ( batuk, tersedak, saliva)

Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, reflek menelan dan kemampuan menelan

Monitor status paru dan V/S

Berikan oxigenasi

Kolaborasi u/ terapi okupasi

Ajarkan pada keluarga cara memberikan M/M

3Perfusi jaringan tidak efektif berhubunganSetelah dilakukan askep jam terjadi peningkatan Status sirkulasi

Dg KH: Perfusi jaringan adekuat, tidak ada edem palpebra, akral hangat, kulit tdk pucat, urin output adekuat respirasi normal.perawatan sirkulasi : arterial insuficiency

Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur ekstremitas).

Evaluasi nadi, oedema

Inspeksi kulit dari luka

Palpasi anggota badan dengan lebih

Kaji nyeri

Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk memperbaiki sirkulasi.

Berikan therapi antikoagulan.

Rubah posisi pasien jika memungkinkan

Monitor status cairan intake dan output

Berikan makanan yang adekuat untuk menjaga viskositas darah

4Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan pemasukan b.d faktor biologisSetelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan status nutrisi dg KH:

Mengkonsumsi nutrisi yang adekuat.

Identifikasi kebutuhan nutrisi. Bebas dari tanda malnutrisi.Managemen nutrisi Kaji pola makan klien

Kaji kebiasaan makan klien dan makanan kesukaannya

Anjurkan pada keluarga untuk meningkatkan intake nutrisi dan cairan

kelaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan kalori dan tipe makanan yang dibutuhkan

tingkatkan intake protein, zat besi dan vit c

monitor intake nutrisi dan kalori

Monitor pemberian masukan cairan lewat parenteral.

Nutritional terapi

kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT

berikan makanan melalui NGT k/p

berikan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk mendukung makan

monitor penurunan dan peningkatan BB

monitor intake kalori dan gizi

5Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive

Setelah dilakukan askep jam infeksi terkontrol, status imun adekuat dg KH:

Bebas dari tanda dangejala infeksi.

Keluarga tahu tanda-tanda infeksi.

Angka leukosit normal.Kontrol infeksi.

Batasi pengunjung.

Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap setelah digunakan pasien.

Cuci tangan sebelum dan sesudah merawatpasien, dan ajari cuci tangan yang benar.

Pastikan teknik perawatan luka yang sesuai jika ada.

Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.

Tingkatkan masukan cairan yang cukup.

Anjurkan istirahat.

Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan anjurkan untuk minum sesuai aturan.

Ajari keluarga cara menghindariinfeksiserta tentang tanda dan gejalainfeksi dan segera untuk melaporkan keperawat kesehatan.

Pastikan penanganan aseptic semua daerah IV (intra vena).Proteksi infeksi. Monitor tanda dan gejala infeksi.

Monitor WBC.

Anjurkan istirahat.

Ajari anggota keluarga cara-cara menghindari infeksi dan tanda-tanda dangejala infeksi.

Batasi jumlah pengunjung.

Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang cukup

5Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga

Setelah dilakukan askep jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:

Keluarga menjelaskan tentang penyakit, perlunya pengobatan dan memahami perawatan Keluarga kooperativedan mau kerjasama saat dilakukan tindakanMengajarkan proses penyakit

Kaji pengetahuan keluarga tentang proses penyakit

Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala penyakit

Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit kalau memungkinkan

Identifikasi penyebab penyakit

Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien, komplikasi penyakit.

Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga dan rasional therapy yang diberikan.

Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih atau mendapatkan pengobatan lain yang lebih baik.

Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan yang akan dilakukan

6Cemas berhubungan dengan krisis situasional, hospitalisasiSetelah dilakukan askep jam kecemasan terkontrol dg KH: ekspresi wajah tenang , anak / keluarga mau bekerjasama dalam tindakan askep.Pengurangan kecemasan

Bina hubungan saling percaya.

Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi kecemasan pada keluarga.

Jelaskan semua prosedur pada keluarga.

Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi pasien dari stress situasional.

Berikan informasi factual tentang diagnosa dan program tindakan.

Temani keluarga pasien untuk mengurangi ketakutan dan memberikan keamanan.

Anjurkan keluarga untuk mendampingi pasien.

Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu simbol untuk mengurang kecemasan orangtua.

Dengarkan keluhan keluarga.

Ciptakan lingkungan yang nyaman.

Alihkan perhatian keluarga untuk mnegurangi kecemasan keluarga.

Bantu keluarga dalam mengambil keputusan.

Instruksikan keluarga untuk melakukan teknik relaksasi.

DIARE CAIR AKUT DENGAN SHOCK HIPOVOLEMIK

1. Pengertian Diare

Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal ( > 3 kali/hari ), serta perubahan isi/volume ( > 200 gr/hari) dan konsistensi feces cair (Brunner & Suddarth, 2002).

Diare adalah peningkatan jumlah, volume, keenceran dan frekuensi buang air besar (medistore.com)

2. Klasifikasi Diare sbb :a. Diare akut

Diare akut merupakan penyebab awal penyakit pada anak dengan umur < 5 tahun, dehidrasi dapat terjadi dan dapat mengakibatkan kefatalan kira-kira pada 400 anak tiap tahun di Amerika Serikat ( Kleinman, 1992 dalam Wholey & Wong's, 1994).

Diare akut adalah BAB dengan frekuensi meningkat > 3 kali /hari dengan konsistensi tinja cair, bersifat mendadak dan berlangsung dalam waktu kurang dari 1 minggu. Diare akut lebih banyak disebabkan oleh agent infectius yang mencakup virus, bakteri dan patogen parasit.

b. Diare Kronik

Kondisi dimana terjadi peningkatan frekuensi BAB dan peningkatan konsistensi cair dengan durasi 14 hari atau lebih ( Wholey & Wong's, 1994)

3. Penyebab Diare , Penyakit diare dapat disebabkan oleh :

a. Infeksi oleh karena Penyebaran kuman yang menyebabkan diare

Terdiri atas : Virus (rotavirus), Bakteri ( E.colli, Salmonella, Shigella, Vibrio, Campylobacter jejuni, dll) dan penyebab lain seperti parasit (Entamuba hystolitica).

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan / miniman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.

b. Malabsorsi : Gangguan dalam pencernaan makananan

c. Alergi makanan dan keracunan makanan

d. Imunodefisiensi / imunosupresi(kekebalan menurun)

Keadaan ini biasanya berlangsung sementara setelah infeksi virus (campak) dan mungkin berlangsung lama seperti pada penderita AIDS

e. Faktor lingkungan dan perilaku

4. FAKTOR PREDISPOSISI

1. Usia

Anak dengan umur lebih muda mempunyai kemungkinan terjadi diare lebih besar dan kemungkinan diare berat juga lebih besar. Diare lebih banyak pada usia infant.2. Penurunan status kesehatan

Anak dengan kondisi yang lemah lebih tinggi kemungkinan terjadi diare dan lebih banyak diare berat.

3. Lingkungan

Diare lebih banyak terjadi dimana kondisi sanitasi kurang, fasilitas kesehatan kurang memadai, persiapan dan penyajian makanan, pendidikan tentang perawatan kesehatan tidak adekuat.

5. PATOFISIOLOGI

Mikroorganisme masuk GIT

Berkembang biak setelah berhasil melewati swar asam lambung

Membentuk toksin (endotoksin)

Rangsangan untuk membuang mikroorganisme / makanan tersebut

DIAREPeningkatan cairan intra luminal menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis karena meningkatnya volume, sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan waktu sentuh makanan dengan mukosa usus sehingga penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu. Sehingga transport cairan dan elektrolit intestinal tidak normal.

6. GEJALA & MANIFESTASI KLINIS DIARE.

Gejala Klinis :

Anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang sampai tidak ada sama sekali.

Tinja/ feces menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.

Bila sudah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka timbulah dehidrasi bahkan syok hipovolemik.

Manifestasi Klinis

NoAgen PenyebabKarakteristik

1Viral agent

a. Rotavirus

b. Norwalk

Fever 38 atau lebih

Nausea, vomiting

Abdominal pain

Diare bisa lebih dari 1 minggu

Fever, loss of apetit

Abdominal pain

Diare dan malaise.

2.Bacterial agent

a. E. Colli

b. Salmonella group gram positif

c.