ASKEP,
-
Upload
riana-azna -
Category
Documents
-
view
214 -
download
1
Transcript of ASKEP,
ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA LUKA BAKAR DI RAWAT
DARURAT
Dalam melakukan pengkajian cedera luka bakar di ruang rawat darurat,
perawat
menginventarisasi dari data-data hasil pengkajian yang didapat melalui
petugas di
luar rumah sakit (petugas penyelamat, seperti PPPK atau petugas gawat
darurat).
Pengkajian keperawatan dalam fase darurat luka bakar berfokus pada
prioritas
utama bagi setiap pasien trauma dengan luka sebagai permasalahan
sekunder.
Apabila pasien mampu bicara, lakukan pemberian pertanyaan tentang
Proses
dan mekanisme cedera secara ringkas dan cepat. Parameter anamnesis
yang penting
adalah penyebab cedera luka bakar yang akan berpengaruh terhadap
intervensi
yang akan dilaksanakan.
Pengkajian tanda-tanda vital harus diperiksa dengan sering. Status
respir4si
dipantau dengan ketat. Denyut nadi apikal, karotid, dan femoral
dievaluasi.
Pemantauan jantung dilakukan bila terdapat indikasi pasien memiliki
riwayat
penyakit jantung, cedera listrik atau masalah respirasi, atau bilamana
irama denyut
nadinya terganggu, atau frekuensi nadinya abnormal lambat atau cepat.
fika semua
ekstremitas terbakar, pengukuran tekanan darah mungkin sulit
dikerjakan. Balutan
steril yang ditaruh di bawah manset sphygmomanometer akan melindungi
luka
terhadap kemungkinan kontaminasi. Oleh karena bertambahrtya edema
membuat
tekanan darah sulit diauskultasi.
Pada pasien dengan cedera luka bakar derajat 2 dan 3, selang infus
yang
berdiameter besar dan kateter urine harus dipasang. Pengkajian perawat
mencakup
pemantauan intake dan output cairan. Urine output merupakan indikator
yang
sangat baik untuk menunjukkan status sirkulasi harus dipantau dengan
cermat dan
diukur setiap satu jam. fumlah urineyang
diperolehpertamakaliketikakateter urine
dipasang harus dicatat karena data ini dapat membantu menentukan
fungsi ginjal
dan status cairan sebelum pasien mengalami luka bakar. Pengkajian
urine output
antara lain warna urine kemerahan yang menunjukkan adanya hemokromogen
dan mioglobin yang terjadi akibat kerusakan otot karena luka bakar
yang dalam
dengan disertai cedera listrik atau kontak yang lama dengan nyala api.
Pengkajian suhu tubuh, berat badan, riwayat berat praluka bakar,
alergi,
imunisasi tetanus, masalah medis serta bedah pada masa lalu, penyakit
yang
sekarang dan penggunaan obat harus dinilai. Pengkajian fisik dari
kepala hingga
ujung kaki dilakukan dengan berfokus pada tanda-tanda dan gejala dari
penyakit
atau cedera yang menyertai atau komplikasi yang timbul.
Pengkajian terhadap luas luka bakar harus berkesinambungan dan
difasilitasi
dengan menggunakan diagram anatomik (yang sudah dijelaskan
sebelumnya). Di
samping itu, perawat harus bekerja sama dengan dokter untuk mengkaji
dalamnya
luka bakar, serta mengidentifikasi daerah-daerah luka bakar derajat 2
dan3. Luka
bakar derajat 2 superfisial ditandai oleh segera terjadinya lepuh dan
nyeri hebat. Luka
bakar derajat kedua dalam ditandai oleh lepuh, atau jaringan kering
yang sangat tipis
yang menutupi luka yang kemudian terkelupas. Luka mungkin tidak nyeri.
Luka
bakar derajat ketiga tampak datar, tipis, dan kemerahan (Gambar tabel
10.1). Dapat
ditemukan koagulasi pembuluh-pembuluh darah. Kulit mungkin tampakputih
atau
hitam. Luka bakar listrik mungkin mirip dengan luka bakar panas, atau
mungkin
tampak sebagai daerah keperakan yang menjadi gembung. Luka bakar
listrik biasanya
timbul di titik kontak listrik. Kerusakan internal akibat luka bakar
listrik mungkin
jauh lebih parah daripada luka yang tampak di bagian luar.
Pengkajian neurologik berfokus pada tingkat kesadaran pasien, status
fisiologik, tingkat nyeri serta kecemasan, dan perilaku pasien.
Pemahaman pasien
dan keluarganya terhadap cedera serta penanganannya juga perlu
dinilai.
Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan data-data hasil pengkajian, diagnosis keperawatan yang
menjadi prioritas dalam asuhan keperawatan di ruang rawat darurat pada
cedera luka bakar, meliputi hal-hal berikut ini.
1. Aktual/risiko gangguan pertukaran gas b.d. keracunan karbon
monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran napas atas.
2. Aktual/risiko bersihan jalan napas tidak efektif b.d. edema dan
efek dari inhalasi asap.
3. Aktual/risiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d.
peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat
evaporasi dari daerah luka bakar.
4. Aktual/risiko hipotermia b.d. gangguan mikrosirkulasi kulit dan
luka yang terbuka.
5. Nyeri b.d. hipoksia jaringan, cedera jaringan, serta saraf dan
dampak emosional dari luka bakar.
6. Kecemasan b.d. ketakutan dan dampak emosional dari luka bakar.
Rencana Keperawatan
Tujuan utama fase darurat/resusitasi dalam perawatan luka bakar
mencakup
pemeliharaan saluran napas yang paten, ventilasi, dan oksigenasi
jaringan; pencapaian keseimbangan cairan serta elektrolit yang optimal
dan perfusi organorgan vital; pemeliharaan suhu tubuh yang normal;
rasa nyeri serta ansietas yang minimal; dan tidak adanya komplikasi
yang potensial.
NO Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1 Aktuak atau
resiko
gangguan
petukaran gas
b.d keracunakn
kkarbon
monoksida
in,inhalasi
asap dan
Dalam waktu 1x
24jam gangguan
pertukaran gas
teratasi
Kriteria
hsil :
1. Pasien
tidak sedak
nafas
1. Kaji faktor
penyebab gangguan
pertukaran gas.
Pemeriksaan
untuk
mengkaji
pertukaran
gas yang
adekuat dan
bersihan
saluran napas
merupakan
obstrubsi
saluran nafas
atas
2. RR dalam
rentanng nomal
sesuai vaktor
usia
3. pemeriksaan
gas arteri pH
7,40+-
0,005,HCO3
24+- 2mEq/L,
an paCO, 40
mmHg
aktivitas
keperawatan
yang
esensial.
Frekuensi,
kualitas, dan
dalamnya
respirasi
harus
dicatat.
Paru-paru
diauskultasi
untuk
mendeteksi
suara
tambahan
(abnormal).
Di samping
pengkajian
keperawatan
terhadap
status
respirasi,
oksimeter
denyut nadi
dapat
digunakan
untuk
memantau
kadar oksigen
dalam darah
arterial.
Pemakaian
oksimeter
denyut nadi
pada pasien
luka bakar
memiliki
kekurangan,
yaitu perfusi
jaringan yang
buruk, serta
edema
mempersulit
pemeriksa
untuk
mendapatkan
signal yang
akurat, dan
oksimeter
tidak dapat
membedakan
karboksil
hemoglobin
dengan
oksihemoglobi
n
2. monitor TTV Perubahan TTV
akan
memberikan
dampak pada
risiko
asidosis yang
bertambah
berat dan
berindikasi
pada
intervensi
untuk
secepatnya
melakukan
koreksi
asidosis.
Beri oksigen
4l/menit dengan
metode kanul atau
sungkup non
rebreathing
Terapi
pemeliharaan
untuk
kebutuhan
asupan
oksigenasi.
Istirahatkan
pasien dengan
posisi fowler.
Posisi fowler
akan
meningkatkan
ekspansi paru
optimal.
Istirahat
akan
mengurangi
kerja
jantung,
meningkatkan
dan
menurunkan
tekanan
darah.
Ukur intake dan
output.
Penurunan
curah
jantung,
mengakibatkan
gangguan
perfusi
ginjal,
retensi
atrium/air
dan penurunan
urine output.
Manajemen
lingkungan:
lingkungan tenang
dan
batasi pengunjung.
Lingkungan
tenang akan
menurunkan
stimulus
nyeri
eksternal dan
pembatasan
pengunjung
akan membantu
meningkatkan
kondisi O,
ruangan yang
akan
berkurang
apabila
banyak
pengunjung
yang berada
di ruangan.
kolaborasi
Berikan
bikarbonat.
jika penyebab
masalah
adalah
masukan
klorida, maka
pengobatannya
adalah
ditujukan
pada
menghilangkan
sumber
klorida.
Pantau data Tujuan
laboratorium
analisis gas darah
berkelanjutan
intervensi
keperawatan
pada asidosis
metabolik
adalah
meningkatkan
pH sistemik
sampai ke
batas yang
aman, dan
menanggulangi
sebab-sebab
asidosis yang
mendasarinya.
Dengan
monitoring
perubahan
dari analisa
gas darah
berguna untuk
menghindari
komplikasi
yang tidak
diharapkan.
2 Aktual/resiko
bersihan jalan
nafas tidak
efektif b.d
edema dan efek
dari inflasi
asap.
Dalam waktu 1
X 24Jam paskah
bedah hati,
kebersihan
jalan nafas
pasien tetap
optimal
Kriteria
evaluasi:
1. Jalan
1. Kaji dan
monitor
jalan napas.
2.
1. Deteksi
awal untuk
interpreta
si
intervensi
selanjutny
a.Salah
satu cara
untuk
mengetahui
nafas
bersih,
tidak
adanya
obstruksi
pada
jalan
nafas.
2. Suara
nafas
normal
tidak ada
bunyi
nafas
tambahan
seperti
stridor.
3. Tidak
adanya
penggunaa
n oto
bantu
nafas.
4. RR dalam
rentang
normal
sesuai
tingkat
usia,
misalnya
pada
dewasa
12-20X/me
nit
apakah
pasien
bernapas
atau tidak
adalah dengan
menempatkan
telapak
tangan di
atas hidung
dan mulut
pasien untuk
merasakan
hembusan
napas.
Gerakan
toraks dan
diafragma
tidak selalu
menandakan
nasien
bernaoas.
2. Tempatkan
pasien di
bagian
resusitasi
2. Untuk
memudahkan
dalam
melakukan
monitoring
status
kardioresp
irasi dan
intervensi
kedarurata
n.
3. Beri oksigen
4m/menit dengan
metode kanul atau
sungkup non-
rebreathing.
3. Pemberian
oksigen
dilakukan
pada fase
awal
pascabedah.
Pemenuhan
oksigen dapat
membantu
meningkatkan
PaO, di
cairan otak
yang akan
memengaruhi
pengaturan
pernafasan
4. Lakukan
tindakan
kedaruratan
jalan napas
agresif
4. Tindakan
perawatan
pulmoner yang
agresif,
termasuk
tindakan
membalikkan
tubuh pasien,
mendorong
pasien untuk
batuk serta
bernapas
dalam,
memulai
inspirasi
kuat yang
periodik
dengan
spirometri,
dan
mengeluarkan
timbunan
sekret
melalui
pengisapan
trakea
jika
diperlukan.
Semuanya ini
merupakan
tindakan
yang penting
terutama pada
pasien luka
bakar dengan
cedera
inhalasi.
Pengaturan
posisi tubuh
pasien untuk
mengurangi
kerja
pernapasan,
menir-
rgkatkan
ekspansi
dada yang
maksimal, dan
pemberian
oksigen yang
dilembapkan
atau
pelaksanaan
ventilasi
mekanis dapat
menurunkan
lebih lanjut
stres
metabolik dan
memastikan
oksigenasi
jaringan
yang'adekuat.
Asepsis
dipertahankan
melalui
perawatan
untuk
menghindari
kontaminasi
pada traktus
respiratorius
dan mencegah
infeksi yang
meninskatkan
kebutuhan
oksisen
rnetabolik.
3. Aktual/resik
bersihan jalan
nafas tidak
efektif b.d
edema dan efek
dari inflasi
asap.
Bersihkan sekresi
pada jalan napas
dan lakukan
suctioning apabila
kemampuan
mengevakuasi
sekret
tidak efektif.
Kesulitan
pernapasan
dapat terjadi
akibat
sekresi
lendir
yang
berlebihan.
Membalikkan
pasien dari
satu sisi ke
sisi lainnya
memungkinkan
cairan yang
terkumpul
untuk
keluar dari
sisi mulut. |
ika gigi
pasien
mengatup,
mulut
dapat dibuka
secara
manual,
tetapi hati-
hati dengan
spatel
lidah yang
dibungkus
kasa.
Mukus yang
menyumbat
faring atau
trakea diisap
dengan ujung
pengisap
faringeal
atau kateter
nasal yang
dimasukkan ke
dalam
nasofaring
atau
orofaring.
Instruksikan
pasien untuk
pernapasan dalam
dan
melakukan batuk
efektif.
Pada pasien
luka bakar
disertai
inhalasi asap
dengan
tingkat
toleransi
yang baik,
maka
pernapasan
diafragma
dapat
meningkatkan
ekspansi
paru. Untuk
memperbesar
ekspansi dada
dan
pertukaran
gas, beragam
tindakan
seperti
meminta
pasien unfuk
menguap atau
dengan
melakukan
inspirasi
makimal.
Batuk juga
didorong
untuk
melonggarkan
sumbatan
mukus.
Evaluasi dan
monitor
keberhasilan
intervensi
pembersihan jalan
napas.
Apabila
tingkat
toleransi
pasien tidak
optimal, maka
lakukan
kolaborasi
dengan tim
medis untuk
segera
dilakukan
terapi
endoskopik
atau
pemasangan
tamponade
balon.
3. Aktual/resiko
ketidakseimban
gan cairan dan
elektrolit b.d
Tujuan: dalam
waktu 1X24 jam
tidak terjadi
ketidakseimban
Intervensi
pemenuhan cairan:
. Identifikasi
faktor penyebab,
Parameter
dalam
menentukan
intervensi
peningkatan
permeabilitas
kapiler dan
kehilangan
cairan akibat
evaporasi dari
luka bakar.
1.
gan cairan dan
elektrolit
Kriteria
hasil:
1. Pasien
tidak
mengeluh
pusing
ttv dalam
batas
normal,
kesadaran
optimal,
urine >
600
ml/hari.
2. Membran
mukosa
lembap,
turgor
kulit
normal,
CRT <3
detik.
3. Keluhan
diare,
mual, dan
muntah
berkurang
.
Laboratorium :
nilai
elektrolit
normal,
analisis gas
awitan (onset),
spesifikasi usia,
luas luka bakar,
kedalaman luka
bakar, dan adanya
riwayat penyakit
lain.
kedaruratan.
Perpindahan
dan
kehilangan
cairan yang
cepat selama
periode awal
pasca-luka
bakar
mengharuskan
Perawat
untuk
memeriksa
tanda-tanda
vital dan
urine output
dengan sering
di samping
menilai
tekanan vena
sentral,
tekanan
arteri
pulmonalis,
serta curah
jantung pada
pasien
luka bakar
yang sakitnya
berat.
Pemberian
cairan infrrs
dilakukan
menurut
Program
darah normal. medis. Volume
cairan yang '
diinfuskan
harus
sebanding
dengan volume
urine ouq)ut'
Pencatatan
intake dan
output cairan
yang cermat
serta
berat badan
pasien juga
diperlukan'
Kadar
elektrolit
serum
harus
dipantau.
Perawat
biasanya
merupakan
Petugas
pertama untuk
mengenali
terjadinya
ketidalaeimba
ngan
cairan dan
elektrolit.
Kolaborasi skor
dehidrasi
Menentukan
jumlah cairan
yang akan
diberikan
sesuai dengan
derajat
dehidrasi
dari individu
Lakukan pemasangan
IVFD (Intravenous
fluida drop)
Apabila
kondisi diare
dan muntah
berlanjut
maka
lakukan
pemasangan
IVFD.
Pemberian
cairan
intravena
disesuaikan
dengan
derajat
dehidrasi.
Pemberian 1-2
L cairan
Ringer Laktat
secara
tetesan cePat
sebagai
kompensasi
awal hidrasi
cairan
diberikan
untuk
mencegah syok
hipovolemik
(lihat
intervensi
kedaruratan
syok
hipovolemik).
Dokumentasi dengan
akurat tentang
intake dan output
diare
Sebagai
evaluasi
Penting dari
intervensi
hidrasi dan
mencegah
terjadinya
over hidrasi.
Intervensi pada
Penurunan kadar
elektrolit.
. Evaluasi kadar
elektrolit serum.
Untuk
mendeteksi
adanya
kondisi
hiponatremi
dan
hipokalemi
sekunder dari
hilangnya
elektrolit
dari plasma'
Dokumentasikan
perubahan klinik
dan
laporkan dengan
tim medis.
Perubahan
klinik
seperti
Penurunan
urine outPut
secara akut
perlu
diberitahu
kepada tim
medis untuk
mendapatkan
intervensi
selanjutnya
dan
menurunkan
risiko
tirjadinya
asidosis
metabolik
Monitor khusus
ketidakseimbangan
elektrolit
pada lansia.
Individu
lansia dapat
dengan cepat
mengalami
dehidrasi
dan menderita
kadar kalium
rendah
(hipokalemia)
sebagai
akibat diare.
Individu
lansia yang
menggunakan
digitalis
harus waspada
terhadap
cePatnya
dehidrasi dan
hipokalemia
pada diare.
Aktual/resik
b.d gangguan
mikrosirkulasi
kulit dan luka
Dalam waktu 1X
24 jam fase
kritis NET
tidak
Kaji
derajat,
kondisi
kedalaman,
Semakin
tinggi
derajat,
kedalaman,
yang terbuka mengalami
hipotermi
Kriteria
hasil:
1. Suhu
tubuh
dalam
rentang
normal
36-37 0C
2. CRT <3
Detik
3. Akral
hangat
dan luasnya
lesi
dan luas dari
luka bakar
maka risiko
hipotermi
akan lebih
tinggi'
Penderita
luka bakar
luas
cenderung
untuk
menggigil'
Dehidrasi
dapat semakin
berat jika
daerah kulit
yang rusak
terkena
aliran udara
hangat yang
terus-
menerus'
sesuaikan kamar
dalam kondisi
tidak terlalu
hangat dan tidak
terlalu dingin.
Pasien
biasanya
sensitif
terhadap
perubahan
suhu kamar.
Tindakan yang
diimplementas
ikan pada
pasien luka
bakar,
seperti
pemakaian
selimut
katun, lampu
penghangat
Yang dipasang
pada langit-
langit kamar
atau alat
.
Pelindung
panas sangat
berguna untuk
mempertahanka
n kenyamanan
dan suhu
tubuh pasien
Lakukan intervensi
perawatan luka
dengan cepat
Untuk
mengurangi
gejala
menggigil dan
kehilangan-
panas,
perawat harus
bekerja
dengan cepat
dan efisien
ketika luka
yang lebar
harus dibuka
bagi
perawatan
luka. Suhu
tubuh oasien
dipantau
dengan
cermat.
Evaluasi suhu
tubuh, menggigil,
atau minta pasien
untuk melaporkan
apabila merasa
kedinginan
Intervensi
penting
untuk
mencegah
hipotermi
yang lebih
berat.
Nyeri b.d
hipoksia
jaringan,ceder
a jaringan
serta saraf
dan dampak
emosional dari
luka bakar
Dalam waktu
1x24 jam nyeri
berkurang
/hilang atau
teradaptasi
Kriteria
evaluasi:
1. Suara
subjektif
melaporka
n nyeri
berkurang
atau
dapat
diadaptas
i. Skala
nyeri 0-1
(0-4)
2. Dapat
mengident
ifikasi
aktivitas
yang
meningkat
kan atau
Kaji nyeri dengan
pendekatan PQRST.
Menjadi
parameter
dasar untuk
mengetahui
sejauh
mana
intervensi
yang
diperlukan
dan sebagai
evaluasi
keberhasilan
dari
intervensi
manajemen
nyeri
keperawatan.
Gejala
kegelisahan
dan ansietas
sering
dikaitkan
dengan
rasa nyeri
sebenarnya
menurunka
n nyeri.
3. Pasien
tidak
gelisah
yaitu dapat
berasal dari
keadaan
hipoksia.
Oleh karena
itu,
pengkajian
status
respirasi
yang
saksama
sangat
penting
sebelum
pemberian
analgetik
yang dapat
menyupresi
sistem
pernapasan
dalam periode
awal pasca-
luka bakar.
Jelaskan dan bantu
pasien dengan
tindakan pereda
nyeri
nonfarmakologi dan
noninvasif.
Pendekatan
dengan
menggunakan
relaksasi dan
nonfarmakolog
i lainnya
telah
menunjukkan
keefektifan
dalam
mengurangi
nyeri.
Lakukan manajemen
nyeri keperawatan:
. Atur posisi
fisiologis.
Posisi
fisiologis
akan
meningkatkan
asupan O, ke
jaringan
yang
mengalami
peradangan.
Pengaturan
posisi
idealnya
adalah pada
arah yang
berlawanan
dengan letak
dari lesi.
Bagian tubuh
yang
mengalami
inflamasi
lokal
dilakukan
imobilisasi
untuk
menurunkan
respons
peradangan
dan
meningkatkan
kesembuhan.
Istirahat klien Istirahat
diperlukan
selama fase
akut. Kondisi
ini akan
meningkatkan
suplai darah
pada jaringan
yang
mengalami
peradangan.
Ajarkan teknik
relaksasi
pernapasan dalam.
Meningkatkan
asupan O,
sehingga akan
menurunkan
nyeri
sekunder dari
peradangan.
Ajarkan teknik
distraksi pada
saat nyeri'
Distraksi
(pengalihan
perhatian)
dapat
menurunkan
stimulus
internal
dengan
mekanisme
peningkatan
produksi
endorfin dan
enkefalin
yang dapat
memblok
reseptor
nyeri untuk
tidak
dikhimkan ke
korteks
serebri
sehingga
menurunkan
persepsi
nyeri.
Kolaborasi dengan
dokter untuk
pemberian
analgetik preparat
morfi n.
Analgetik
memblok
lintasan
nyeri
sehingga
nyeri akan
berkurang.
Penyuntikan
intravena
preparat
morfin atau
analgetik
opioid
lainnya
biasanya
diprogramkan
untuk
mengurangi
nyeri. Namun,
pemberian
dengan dosis
yang tinggi
perlu
dihindari
dalam fase
darurat
karena
terdapatnya
bahaya
supresi
PernaPasan
Pada pasien
yang
dirawat
dengan
ventilatasi
nonmekanis
dan
kemungkinan
tersamarnya
gejala yang
lain. Cara
penyuntikan
subkutan
dan
intramuskular
tidak
digunakan
karena
gangguan
sirkulasi
pada jaringan
yang cedera
membuat
absorpsi
preparat
tersebut
tidak bisa
diperkirakan'
Pemberian
intiavena
preparat
sedatif
mungkin
diperlukan
pula. '
Obat-obat
pereda nyeri
yang memadai
harus
disediakan
dalam
perawatan
pasien dengan
Iuka bakar
yang akut
karena obat-
obat tersebut
bukan hanya
untuk
menjamin
kenyamanan
pasien,
tetapi juga
untuk
mengurangi
kebutuhan
oksigen
jaringan
akibat
respons nyeri
fisiologik
Oleh karena
intensitasnya
, nyeri yang
berhubungan
dengan luka
bakar tidak
mungkin bisa
dihilangkan
sama
sekali.
Kecemasan b.d
kondisi
penyakit,
kerusakan luas
pada jaringan
kulit
Dalam waktu
1X24 jam
kecemasan
pasien
berkurang
Kriteria Hasil
1. Pasien
menyataka
n
kecemasan
berkurang
,
mengenal
perasaann
ya, dapat
mengident
ifikasi
penyebab
atau
factor
yang
memengaru
hinya,
kooperati
f
terhadap
tindakan
dan wajah
rileks.
Kaji kondisi
fisikdan emosional
pasien dan
keluarga dari
adanya luka bakar
yang dialami.
Normalnya,
pasien luka
bakar dan
keluarganya
akan
mengalami
stres
emosional dan
ansietas yang
hebat.
Kendati
demikian,
tingkat
ansietas yang
tinggi pada
pasien luka
bakar fase
darurat harus
dihindari
dengan
dua alasan:
(1) ansietas
akan
meningkatkan
rasa nyeri
fisik dan
psikologik
yang
berkaitan
dengan luka
bakar
dan (2)
tingkat
ansietas yang
tinggi lebih
lanjut akan
meningkatkan
stres
fisiologik
yang
merugikan
pasien.
Pengkajian
dengan penuh
kewaspadaan
terhadap
dinamika
keluarga,
strategi
koping dan
tingkat
ansietas
dapat
memfasilitasi
penl'usunan
rencana
intervensi
yang
disesuaikan
menurut
kebutuhan
masing-masing
Hindari Konfrontasi
konfrontasi. dapat
meningkatkan
rasa marah,
menurunkan
keria sama
dan munqkin
memperlambat
penyembuhan.
Mulai melakukan
tindakan untuk
mengurangi
kecemasan. Beri
lingkungan yang
tenang dan
suasana penuh
istirahat.
Selama
periode
darurat,
dukungan
emosional dan
yang
sederhana
tentang
Prosedur
penanganan,
serta
perawatan
pasien harus
diberikan.
Namun, karena
prioritas
utama dalam
periode ini
adalah
stabilisasi
kondisi
fisik pasien,
maka
intervensi
psikososial
merupakan
tindakan yang
terbatas
dalam
pemberian
dukungan
bagi pasien
dan
keluarganya
untuk
melewati fase
inisial
syok luka
bakar.
Peredaan rasa
nyeri yang
adekuat akan
membantu
mengurangi
tingkat
ansietas dan
meningkatkan
kemampuan
koping. iika
pasien tetap
terlihat
sangat cemas
dan agitatif
sesudah
dilakukan
intervensi
psikologik,
pemberian
obat-obat
antiansietas
dapat
dipertimbangk
an
oleh tim
medis yang
merawat
pasien.
Mengurangi
rangsangan
eksternal
yang tidak
perlu
Beri kesempatan
kepada pasien
untuk
mengungkapkan
ansietasnya
Dapat
menghilangkan
ketegangan
terhadap
kekhawatiran
yang tidak
diekspresikan
.
Kolaborasi:
berikan anticemas
sesuai
indikasi,contohnya
diazepam
Meningkatkan
relaksasi dan
menurunkan
kecemasan.