askep

73
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung di Indonesia masih merupakan penyakit nomor satu yang mendorong angka kematian cukup tinggi, akibat kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai bahaya penyakit tersebut. Saat ini, angka kejadian masuk ke rumah sakit akibat Sindrom Koroner Akut (SKA) berupa Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS) maupun Infark Miokard Akut (IMA) semakin meningkat disertai dengan angka mortalitas yang masih tinggi (Anderson et al., 2007). Data statistik American Heart Association (AHA) 2008 melaporkan bahwa dalam tahun 2005, penderita yang menjalani perawatan medis di Amerika Serikat akibat SKA hampir mencapai 1,5 juta orang. Laporan tersebut menyebutkan, kira-kira 1,1 juta orang (80%) menunjukkan kasus APTS atau infark miokard tanpa elevasi ST (NSTEMI), sedangkan 20% kasus tercatat menderita infark miokard dengan elevasi ST (STEMI) (Kolansky, 2009). Data epidemiologis pada tingkat nasional yaitu diantaranya, laporan studi mortalitas tahun 2001 oleh Survei Kesehatan Nasional (SurKesNas, 2001 cit Jamal, 2004) menunjukkan bahwa penyebab utama kematian di Indonesia adalah penyakit sistem sirkulasi (jantung dan pembuluh darah) sekitar 26,39%. Adapun berdasarkan data rekam medis Pusat Jantung Nasional Harapan Kita 1

Transcript of askep

Page 1: askep

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung di Indonesia masih merupakan penyakit nomor satu yang

mendorong angka kematian cukup tinggi, akibat kurangnya pengetahuan masyarakat

mengenai bahaya penyakit tersebut. Saat ini, angka kejadian masuk ke rumah sakit

akibat Sindrom Koroner Akut (SKA) berupa Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS)

maupun Infark Miokard Akut (IMA) semakin meningkat disertai dengan angka

mortalitas yang masih tinggi (Anderson et al., 2007). Data statistik American Heart

Association (AHA) 2008 melaporkan bahwa dalam tahun 2005, penderita yang

menjalani perawatan medis di Amerika Serikat akibat SKA hampir mencapai 1,5

juta orang. Laporan tersebut menyebutkan, kira-kira 1,1 juta orang (80%)

menunjukkan kasus APTS atau infark miokard tanpa elevasi ST (NSTEMI),

sedangkan 20% kasus tercatat menderita infark miokard dengan elevasi ST (STEMI)

(Kolansky, 2009).

Data epidemiologis pada tingkat nasional yaitu diantaranya, laporan studi

mortalitas tahun 2001 oleh Survei Kesehatan Nasional (SurKesNas, 2001 cit Jamal,

2004) menunjukkan bahwa penyebab utama kematian di Indonesia adalah penyakit

sistem sirkulasi (jantung dan pembuluh darah) sekitar 26,39%. Adapun berdasarkan

data rekam medis Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (Sulastomo., 2010),

penderita IMA yang berusia di bawah 45 tahun berjumlah 92 orang dari 962

penderita IMA (10,1%) pada tahun 2006 dan angka ini menjadi 10,7% yaitu 117

penderita IMA usia muda dari 1.096 seluruh penderita IMA pada tahun 2007.

Salah satu faktor risiko yang fundamental pada kejadian penyakit jantung

adalah kolesterol dan lemak dalam darah (Soeharto, 2004 & Jamal, 2004). Hampir

pada semua kasus penyakit jantung didapatkan plak aterosklerosis pada dinding

arteri akibat substansi ini. Komplikasi utama terbentuknya plak aterosklerosis

koroner adalah iskemia miokard (angina) dan infark miokard akibat insufisiensi

aliran darah koroner (Santoso & Setiawan, 2005).

Infark akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) dapat terjadi akibat adanya

penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang

1

Page 2: askep

diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau

vasokonstriksi koroner, dengan presentasi gejala yang sering ditemukan adalah

Nyeri dada pada lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri

seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh,

berat atau tertekan. Apabila tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat

maka berbagai komplikasi dapat terjadi. Untuk itu, alangkah baiknya kita semua

memelihara kesehatan dengan diantaranya menciptakan gaya hidup yang sehat

dimulai dari diri sendiri. Dengan demikian diharapkan kita dapat terhindar dari

berbagi penyakit, diantaranya penyakit jantung.

B. Tujuan Penulisan1. Tujuan Umum

Diperoleh pengalaman secara nyata alam merawat klien dengan infark

miokard akut tanpa elevasi ST (Non STEMI), diperoleh gambaran / informasi

dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Ny. P dengan penyakit Non

STEMI di ruang perawatan jantung lantai 2 RSPAD Gatot Soebroto Jakarta

Pusat.

2. Tujuan Khusus

Diharapkan mahasiswa mampu:

a. Melakukan pengkajian pada klien dengan infark miokard akut tanpa elevasi

ST (Non STEMI)

b. Menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan infark miokard akut

tanpa elevasi ST (Non STEMI)

c. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan infark miokard akut

tanpa elevasi ST (Non STEMI)

d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan infark miokard akut

tanpa elevasi ST (Non STEMI)

e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien dengan infark miokard

akut tanpa elevasi ST (Non STEMI)

f. Mampu mengidentifikasikan kesenjangan antara teori dengan kasus

g. Mengidentifikasikan faktor-faktor pendukung, penghambat serta solusinya.

2

Page 3: askep

C. Ruang Lingkup Masalah

Pada laporan kasus ini, pengambilan kasus ini dilakukan di ruang perawatan

Jantung lantai 2 RSPAD Gatot Soebroto pada Ny. P dengan diagnosa medis infark

miokard akut tanpa elevasi ST (Non STEMI), dari tanggal 10 Januari - 15 Januari

2011. Sumber dari laporan kasus diperoleh dari berbagai literatur yang berhubungan

dengan anatomi fisiologi dan potologi dari sistem kardiovaskuler serta melihat

langsung situasi pasien dengan menghubungkan teori dengan keadaan yang ada

pada pasien dengan infark miokard akut tanpa elevasi ST (Non STEMI).

3

Page 4: askep

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi dan Fisiologi Jantung

Anatomi Jantung

Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada diantara kedua paru.

Terdapat selaput yang mengitari jantung yang disebut perikardium, terdiri dari dua

lapisan:

Perikardium parietalis : lapisan luar melekat pada tulang dada dan paru

Perikardium viseralis : lapisan permukaan jantung/ epikardium

Diantara kedua lapisan ini terdapat cairan pericardium

Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan :

Lapisan luar (epikardium)

Lapisan tengah (Miokardium)

Lapisan dalam (endokardium)

Ruang-ruang jantung

Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 berdinding tipis disebut atrium (serambi)

dan 2 berdinding tebal disebut ventrikel (bilik).

1. Atrium

a) Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen

dari seluruh tubuh. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan

melalui katub dan selanjutnya ke paru.

b) Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru

melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke

ventrikel kiri melalui katub dan selanjutnya ke seluruh tubuh melalui

aorta.

Kedua atrium dipisahkan oleh sekat yang disebut septum atrium.

2. Ventrikel

Merupakan alur alur otot yang disebut trabekula. Alur yang menonjol

disebut muskulus papilaris, ujungnya dihubungkan dengan tepi daun

katub atrioventrikuler oleh serat yang disebut korda tendinae.

4

Page 5: askep

a) Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan

ke paru melalui arteri pulmonalis

b) Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan

keseluruh tubuh melalui aorta

Kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel.

c) Katup Katup Jantung

Katup atrioventrikuler

Terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak

diantara atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai 3 buah

daun katup ( trikuspid). Sedangkan katup yang terletak

diantara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua buah

daun katup (Mitral). Memungkinkan darah mengalir dari

atrium ke ventrikel pada fase diastole dan mencegah aliran

balik pada fase sistolik.

Katup Semilunar

Katup Pulmonal terletak pada arteri pulmonalis dan

memisahkan pembuluh ini dari ventrikel kanan.

Katup Aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.

Kedua katup ini mempunyai bentuk yang sama terdiri dari 3

buah daun katup yang simetris. Dan katup ini memungkinkan

darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri selama

sistole dan mencegah aliran balik pada waktu diastole.

Pembukaan katup terjadi pada waktu masing-masing

ventrikel berkontraksi, dimana tekanan ventrikel lebih tinggi

dari tekanan didalam pembuluh darah arteri.

d) Pembuluh Darah Koroner

Arteri

Dibagi menjadi dua :

Left Coronary Arteri (LCA) : left main kemudian

bercabang besar menjadi: left anterior decending

arteri(LAD), left circumplex arteri (LCX)

5

Page 6: askep

Right Coronary Arter

Vena: vena tebesian, vena kardiaka anterior, dan sinus

koronarius.

A. Fungsi Sistem Cardiovascular

Lingkaran sirkulasi dapat dibagi atas dua bagian besar yaitu sirkulasi sistemik

dan sirkulasi pulmonalis

1. Sirkulasi Sistemik

Mengalirkan darah ke berbagi organ

Memenuhi kebutuhan organ yang berbeda

Memerlukan tekanan permulaan yang besar

Banyak mengalami tahanan

Kolom hidrostatik panjang

2. Sirkulasi Pulmonal

Hanya mengalirkan darah ke paru

Hanya berfungsi untuk paru

Mempunyai tekanan permulaan yang rendah

hanya sedikit mengalai tahanan

Kolom hidrostatik pendek

3. Sirkulasi Koroner

Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung dan membawa oksigen

untuk miokardium melalui cabang cabang intar miokardial yang kecil. Aliran

darah koroner meningkat pada:

Aktifitas

Denyut jantung

Rangsang sistem syaraf simpatis

B. Fisiologi Jantung

Jantung merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler. Jantung dibentuk

oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta

6

Page 7: askep

ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm

seta tebal kira-kira 6 cm.

Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar

dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam

masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571

liter darah.

Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada,

bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus

xiphoideus.

Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III

dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi

cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Tepi

kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di

tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9

cm di kiri linea medioclavicularis.

Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium dimana teridiri antara

lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang berfungsi

sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara pericardium dan epicardium.

Epicardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan berikutnya adalah

lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan

terakhir adalah lapisan endocardium.

Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan

sisanya adalah ventrikel. Pada orang awan atrium dikenal dengan serambi dan

ventrikel dikenal dengan bilik.

Fungsi utama jantung adalah memompa darh ke seluruh tubuh dimana pada saat

memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Selain itu otot

jantung juga mempunyai kemampuan untuk menimmbulkan rangsangan listrik.

Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya

tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding

otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih

tebal dari ventrikel kanan.

7

Page 8: askep

Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu

didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik inidimulai pada nodus sinoatrial

(nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava suiperior dan atrium

kanan. Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan

sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel

otot atrium, nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut Purkinje dan

akhirnya ke seluruh otot ventrikel. Oleh karena itu jantung tidak pernah istirahat

untuk berkontraksi demi memenuhi kebutuhan tubuh, maka jantung

membutuhkan lebih banyak darah dibandingkan dengan organ lain. Aliran darah

untuk jantung diperoleh dari arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri koroner

ini keluar dari aorta kira-kira ½ inchi diatas katup aorta dan berjalan

dipermukaan pericardium. Lalu bercabang menjadi arteriol dan kapiler ke dalam

dinding ventrikel. Sesudah terjadi pertukaran O2 dan CO2 di kapiler , aliran

vena dari ventrikel dibawa melalui vena koroner dan langsung masuk ke atrium

kanan dimana aliran darah vena dari seluruh tubuh akan bermuara.

Sirkulasi darah ditubuh ada 2 yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi sistemis.

Sirkulasi paru mulai dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis, arteri besar dan

kecil, kapiler lalu masuk ke paru, setelah dari paru keluar melalui vena kecil,

vena pulmonalis dan akhirnya kembali ke atrium kiri. Sirkulasi ini mempunyai

tekanan yang rendah kira-kira 15-20 mmHg pada arteri pulmonalis.

Sirkulasi sistemis dimulai dari ventrikel kiri ke aorta lalu arteri besar, arteri

kecil, arteriole lalu ke seluruh tubuh lalu ke venule, vena kecil, vena besar, vena

cava inferior, vena cava superior akhirnya kembali ke atrium kanan

Sirkulasi sistemik mempunyai fungsi khusus sebagai sumber tekanan yang

tinggi dan membawa oksigen ke jaringan yang membutuhkan. Pada kapiler

terjadin pertukaran O2 dan CO2 dimana pada sirkulasi sistemis O2 keluar dan

CO2 masuk dalam kapiler sedangkan pada sirkulasi paru O2 masuk dan CO2

keluar dari kapiler.

Volume darah pada setiap komponen sirkulasi berbeda-beda. 84% dari volume

darah dalam tubuh terdapat pada sirkulasi sistemik, dimana 64% pada vena, 13%

pada arteri dan 7 % pada arteriol dan kapiler.

8

Page 9: askep

C. Sistem Konduksi Jantung

1. Di dalam otot jantung terdapat jaringan khusus yang mengahntarkan aliran

listrik.

Jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat khusus:

Otomatisasi : menimbulkan impuls/rangsang secara spontan

Irama : pembentukan rangsang yang teratur

Daya konduksi : kemampuan untuk menghantarkan

Daya rangsang : kemampuan bereaksi terhadap rangsang

2. Perjalan impuls/rangsang dimulai dari:

1) Nodus SA (sino atrial)

traktus iternodal

Brachman bundle

2) Nodus AV (atrio ventrikel)

3) Bundle of HIS ( bercabang menjadi dua: kanan dan kiri):

Right bundle branch

Left bundel brac

4) Sistem PURKINJE

3. Siklus Jantung

1) Fase kontraksi isovolumetrik

2) Fase ejeksi cepat

3) Fase diastasis

4) Fase pengisian cepat

5) Fase relaksasi isovolumetrik

4. Perjalanan konduksi jantung

Umumnya jantung berkontraksi secara ritmik sekitar 70 sampai 90 denyut

per menit pada orang dewasa dalam keadaan istirahat. Kontraksi ritmik

berasal secara spontan darisistem konduksi dan impulsnya menyebar ke

berbagai bagian jantung; awalnya atrium berkontraksi bersama-sama dan

kemudian diikuti oleh kontraksi ke dua ventrikel secara bersama-sama.

Sedikit penundaan penghantaran impuls dari atrium ke ventrikel

9

Page 10: askep

memungkinkan atrium mengosongkan isinya ke dalam ventrikel sebelum

ventrikel berkontraksi.

Sistem konduksi jantung terdiri atas otot jantung khusus yang terdapat pada

nodus sinuatrialis, nodus atrioventricularis, fasciculus atrioventricularis

beserta dengancrus dextrum dan crus sinistrumnya, dan plexus jantung yang

membentuk sistem konduksi jantung dikenal sebagai serabut purkinje.

a. Nodus Sinuatrialis

Nodus Sinuatrialis terletak pada dinding atrium dextrum di bagian atas

sulcus terminalis, tepat di sebelah kanan muara vena cava superior. Dan

Nodus ini merupakan asal impuls ritmik elektronik yang secara spontan

disebarkan ke seluruh otot-otot jantung atrium dan menyebabkan otot-otot

ini berkontraksi.

b. Nodus atrioventricularis

Nodus atrioventricularis terletak pada bagian bawah septum ineratriale

tepat di atas tempat perlekatan cuspis septalis valva tricuspinalis. Dari

sini, impuls jantung dikirim ke ventrikel oleh fasciculus atriovenricularis.

Nodus atrioventricularis distimulari oleh gelombang eksitasi pada waktu

gelombang ini melalui myocardium atrium.

Kecepatan konduksi impuls jantung melalui nodus atriovenricularis

( sekitar 0,11 detik) memberikan waktu yang cukup untuk atrium

mengosongkan darahnya ke dalam ventrikel sebelum ventrikel mulai

berkontraksi.

c. Fasciculus Atrioventricularis

Fasciculus atrioventricularis (berkas dari His) merupakan satu-satunya

jalur serabut otot jantung yang menghubungkan myocardium atrium

dan myocadium ventriculus, oleh karena itu fasciculus ini merupakan

satu-satunya jalan yang dipergunakan oleh impuls jantung dari atrium

ke ventrikel. Fasciculus ini berjalan turun melalui rangka fibrosa

jantung.

Fasciculus atrioventricularis kemudian berjalan turun di belakang

cuspis septalis valva tricuspidalis untuk mencapai pinggir inferior pars

10

Page 11: askep

membranacea septum interventriculare. Pada pinggir pars muscularis

septum, fasciculs ini terbelah menjadi dua cabang, satu cabang untuk

setiap ventrikel. Cabang berkas kanan berjalan turun pada sisi kanan

septum interventriculare untuk mencapai trabecula septomarginalis,

tempat cabang ini menyilang dinding anterior ventriculus dexter. Di

sini cabang tersebut melanjut sebagai serabut-serabut plexus purkinje.

Cabang berkas kiri menembus septum dan berjalan turun pada sisi kiri

di bawah endocardium. Biasanya cabang ini bercabang dua ( anterior

dan posterior), yang akhirnya melanjutkan diri sebagai serabut-serabut

plexus Purkinje ventriculus sinister.

Jadi terlihat bahwa sistem konduksi jantung bertanggung jawab tidak

hanya untuk pembentukkan impuls jantung tetapi untuk penghantaran

impuls ini dengan cepat ke selurh myocardium jantung, sehingga

ruang-ruang jantung berkontraksi secara terkoordinasi dan efisien.

Aktivitas sistem konduksi/ penghantar dapat dipengaruhi oleh saraf

otonom yang menyarafi jantung. Saraf parasimpatis memperlambat

irama dan mengunakan kecepatan penghantaran impuls; saraf simpatis

mempunyai efek yang berlawanan

d. Jalur konduksi internodus

Impuls dari nodus sinuatrialis kenyataanya berjalan ke nodus

atrioventricularis lebih cepat daripada kesanggupannya berjalan

sepanjang myocardium melalui jalan yang seharusnya. Fenomena ini

dijelaskan dengan adanya jalur-jalur khusus di dalam dinding atrium,

yang terdiri atas struktur campuran antara serabut-serabut Purkinje dan

sel-sel otot jatung. Jalur Internodus anterior meninggalkan ujung

anterior nodus sinuatrialis dan berjalan ke anterior menuju ke muara

vena cava superior. Jalur ini berjalan turun pada septum atrium dan

berakhir pada nodus atrioventricularis. Jalur Internodus medius

meninggalkan ujung posterior nodus sinoatrialis dan berjalan ke

posterior menuju muara vena cava superior. Jalur ini turun ke tricularis.

Jalur internodus posterior meninggalkan bagian posterior nodus

11

Page 12: askep

sinuatrialis dan turun melalui crista terminalis dan valva vena cava

inferior menuju ke nodus atrioventricularis.

e. Suplai darah untuk sistem konduksi

Nodus sinoatrialis biasanya diperdarahi oleh arteriaconoria dextra

tetapi kadang-kadang pleh arteri conoria sinistra. Nodus dan fasciculus

atrioventricularis diperdarahi oleh arteri conoria dextra. Cabang berkas

kanan fasciculus atrioventricularis diperdarahi oleh arteri conoria

sinistra; cabnag berkas kiri fasciculus atrioventricularis diperdarahi

oleh arteri conoria sinistra dan arteri conoria dextra.

f. Persarafan pada jantung

Jantung dipersarafi oleh serabut simpatisdan parasimpatis susunan

saraf otonom melalui plexus cardiacus yang terletak di bawah arcus

aortae. Saraf simpatis berasal dari bagian cervicale dan thoracale

bagian atas truncus symphaticus, dan persarafan parasimpatis berasal

dari nervus vagus.

Serabut-serabut postganglionik simpatis berakhir di nodus sinuatrialis

dan nodus atrioventricularis, serabut-serabut otot jantung, dan arteriae

conoriae. Perangsangan serabut-serabut saraf ini menghasilkan

akselerasi jantung, meningkatnyadaya kontraksi otot jantung, dan

dilatasi arteriae conoriae.

Serabut-serabut postganglionik parasimpatis berakhir pada nodus

sinuatrialis, nodus atrioventricularis dan ateriae cononariae.

Perangsangan saraf parasimpatis dapat mengakibatkan berkurangnya

denyut dan daya kontraksi jantung dan konstriksi arteriae cononariae.

Serabut-serabut aferen yang berjalan bersama saraf simpatis membawa

impuls saraf yang biasanya tidak dapat disadari. Akan tetapi, bila

suplai darah ke myocardium terganggu, impuls rasa nyeri dirasakan

melalui lintasan tersebut. Serabut-serabut aferen yang berjalan bersama

nervus vagus mengambil bagian dalam refleks kardiovaskular.

g. Cara kerja jantung

12

Page 13: askep

Jantung merupakan kerja muskular. Serangkaian perubahan yang

terjadi di dalam jantung pada saat pengisian darah dan pengosongan

darah disebut sebagai Siklus Jantung. Jantung normal berdeyut sekitar

70 sampai 90 kali permenit pada orang dewasa yang sedang istirahat

dan sekitar 130 sampai 150 kali per menit pada anak yang baru lahir.

Darah secara terus menerus kembali ke jantung, dan selam sistolik

ventrikel (kontraksi), saat valva atrioventricularis tertutup, darah untuk

sementara di tampung dalam vena-vena besar dan atrium. Bila

ventrikel mengalami diastolik (relaksasi), valva atrioventricularis

membuka, dan darah secara psif mengalir dari atrium ke ventrikel.

Waktu ventrikel hampir penuh, terjadi sistolik atrium dan memaksa

sisa darah dalam atrium masuk kedalam ventrikel.Nodus sinuatrialis

memulai gelombang kontraksi pada atrium, Yang dimulai sekitar

muara-muara vena-vena besardan ”memeras” darah ke ventrikel.

Dengan cara ini tidak terdapat refluks darah ke dalam vena.

Impuls jantung yang telah mencapai nodus atrioventricularis diteruskan

ke musculi papillares melalui fasciculus atrioventricularis dan cabang-

cabangnya. Musculi papillares lalu mulai berkontraksi dan

memendekkan chordae tendineae yangnkendur. Sementara itu,

ventrikel mulai berkontraksi dan valva atrioventricularis menutup.

Penyebaran impuls jantung sepanjang fasciculus atrioventricularis dan

cabang-cabang terminalnya, terjadi myocardium terjadi hampir

bersamaan waktunya di seluruh ventrikel.

Bila tekanan darah intraventrikular melebihi tekanan di dalam arteri-

arteri besar (aorta dan truncus pulmonalis), cuspis valvula semilunaris

terdorong ke samping dan darah dikeluarkan dari jantung. Pada akhir

sistolik ventrikel, darah mulai bergerak kembali ventrikel dan dengan

segera mengisi kantong-kantong valvula semilunaris. Cuspis terletak

dalam keadaan aposisi dan menutupi ostium aortae dan pulmonalis

dengan sempurna.

13

Page 14: askep

Sindrom Koroner Akut (SKA)

Andra (2006) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian

kegawatan pada pembuluh darah koroner. Wasid (2007) menambahkan bahwa Sindrom

Koroner Akut (SKA) adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS

yang disertai Infark Miocard Akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi

(NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi

karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.

Harun (2007) mengatakan istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak

digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah

koroner. Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan satu sindrom yang terdiri dari

beberapa penyakit koroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard

non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark

atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. Sindrom Koroner Akut (SKA)

merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada

atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium.

a. Etiologi Sindrom Koroner Akut (SKA)

Rilantono (1996) mengatakan sumber masalah sesungguhnya hanya terletak

pada penyempitan pembuluh darah jantung (vasokonstriksi). Penyempitan ini

diakibatkan oleh empat hal, meliputi:

a. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat

konsumsi kolesterol tinggi.

b. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus).

c. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus

menerus.

d. Infeksi pada pembuluh darah.

14

Page 15: askep

Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya Sindrom Koroner Akut (SKA)

dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni:

a Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)

b Stress emosi, terkejut

c Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan

aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung

meningkat, dan kontraktilitas jantung meningkat.

b. Patofisiologi Sindrom Koroner Akut (SKA)

Rilantono (1996) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) dimulai dengan adanya

ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan

trombus, serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada

plak koroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini

disebut fase plaque disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka

faktor jaringan (tissue factor) dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk

tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai

penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi,

dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase

acute thrombosis ‘trombosis akut’. Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi

makrofage dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur

plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap

destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi

prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit

sehingga menyebabkan ruptur plak. Oleh karena itu, adanya leukositosis dan

peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi pada kejadian koroner akut

(IMA) dan mempunyai nilai prognostic. Pada 15% pasien IMA didapatkan kenaikan

CRP meskipun troponin-T negatif. Endotelium mempunyai peranan homeostasis

vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal.

Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan

sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya

inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine

15

Page 16: askep

oxidase, NADH/ NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase),

dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap

dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi,

dan gagal jantung. Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk

radikal pada dinding pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan P450-

monooxygenases. Angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang

poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah melalui pengerahan

makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari dinding

pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial.

c. Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi

endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi

endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan

prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin).

Nitrit Oksid secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi,

adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui

efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan

kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya

infark. Sindrom koroner akut yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan

obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi

disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi

inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik. Adapun

mulai terjadinya sindrom koroner akut, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa

keadaan, yakni aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress

emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari dari

suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan

peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar

jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koroner juga

meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat tempat sebagai

pencegahan dan terapi.

16

Page 17: askep

17

Aterosklerosis

Rupture Plaque

Aktifasi factor pembekuan dan platelet

Pengeluaran tissue faktor

Factor VII a Factor VII a complex

Factor X Factor Xa

Produksi trombin ↑

Terjadi adhesi dan agregasi

Pembentukan trombus

Proses inflamasi

Aktivasi :Makrofag, proteinaseas, sel T

limfosit, sitokin

Destabilitas plaque

S K A

Penurunan aliran darah koroner

Factor pencetus :HiperkolesterolemiaDmMerokokHtUsia lanjutKegemukan

Factor pendukung :DECOM CORDIS

ambang nyeri

Tk ada ST elevasiCKMB normalTroponin normal

Adanya ST elevasiCKMB Troponin

STEMI NSTEMI

MK: Curah Jantung Menurun

filtrasi glomerulusI

retensi cairanoliguria

MK: Kelebihan Volume cairan

supplay O2 ke paru

Kebutuhan O2

Kompensasi : RR

Takipneu/ dyspneu

kebutuhan O2 supplay o2

Tx Diuretik

Metab. anaerob

↑produksi asam laktat

Merangsang nosiseptor

Angina Pektoris

Nyeri

MK : Gangguan rasa nyaman : nyeri

MK : Resiko gangguan keseimbangan elektrolit:hipokalemi

MK : Gangguan pola nafas

Page 18: askep

ST Elevasi Miokard Infark

A. Pengertian

Secara klinis infark akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) sangat mirip

dengan angina tidak stabil. Hal yang membedakan adalah adanya enzym petanda

jantung yang positif. Pada NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami

oklusi total/ oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak

untuk mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi.

B. Patofiologi

NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau

peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.

NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner. Trombosis

akut pada arteri koroner diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak

yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot

polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang

tinggi. Inti lemak yang yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester

kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur

plak dapat dijumpai sel makrofag dan limposit T yang menunjukkan adanya

proses imflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sel sitokin proinflamasi seperti

TNF, dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran hsCRP di hati

(Sudoyo Aru W, 2006).

C. Manifestasi Klinis

Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di

epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan

terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala

yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis

menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru

angina/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang

memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di

dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas

seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu

18

Page 19: askep

atas atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien

berusia lebih dari 65 tahun.

Pada pemeriksaan Elektro Kardiogram (EKG)

Segmen ST merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien.

Pada Trombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST

baru sebanyak 0,05 mV merupakan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al.

menunjukkan peningkatan resiko outcome yang buruk meningkat secara

progresif dengan memberatnya depresi segmen ST.

Pemeriksaan Laboratorium

Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard lebih

spesifik dari pada CPK dan CKMB. Pada pasien IMA, peningkatan Troponin

pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu.

Stratifikasi Resiko

Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam

pengenalan dan penilaian risiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka

keadaan ini memerlukan terapi awal yang segera. Karena NSTEMI merupakan

penyakit yang heterogen dengan subgrup yang berbeda, maka terdapat keluaran

tambahan yang berbeda pula. Penatalaksanaan sebaiknya terkait pada faktor

resikonya,

Skor Resiko

Insiden keluaran yang buruk (kematian, (re) infark miokard, atau iskemia

berat rekuren) pada 14 hari berkisar antara 5% dengan risiko 0-1, sampai 41%

dengan skor risiko 6-7. Skor resiko ini berasal dari analisis pasien-pasien pada

penelitian TIMI IIB dan telah divalidasi pada empat penelitian tambahan dan

satu registry, terdapat banyak bukti yang menunjukkan disfungsi ginjal

berhubungan dengan peningkatan resiko keluaran yang buruk. Beberapa

penelitian seperti Platelet Receptor Inhibition Ischemic Syndrome Management

in Patien Limited by Unstable Sign and Symptom (PRISM-PLUS). Treat Angina

with Aggrastat and Determine Cost of Therapy with invasive or Conservative

Strategy (TACTICS)-TIMI 18, DAN Global Use Strategies to Open Ocluded

Coronary Arteries (GUSTO) IV-ACS, kesemunya menunjukkan pasien-pasien

19

Page 20: askep

dengan kadar klirens kreatinin yang lebih rendah memiliki gambaran resiko

yang lebih besar dan keluaran yang kurang baik. Walaupun strategi invasive

banyak bermanfaat pada pasien disfungsi ginjal, namaun memiliki resiko

perdarahan lebih banyak. Karena “molekul kecil” inhibitor GP IIb/IIIa dan

LMWH diekskresikan lewat ginjal (Sudoyo Aru W, 2006).

Newby et al. mendemonstrasikan bahwa strategi bedside menggunakan

mioglobin, creatinin kinase MB dan Troponin I memberikan stratifikasi risiko

yang lebih akurat dibandingkan jika menggunakan petanda tunggal berbasis

laboratorium. Sabatin et al. Mempertimbangkan 3 faktor patofisiologi yang

terjadi pada UA /NSTEMI yaitu:

Ketidaksetabilan plak dan nekrosis otot yang terjadi akibat

mikroembolisasi.

Inflamasi vaskuler.

Kerusakan ventrikel kiri

Masing-masing dapat dinilai secara independen berdasarkan penilaian

terhadap petanda-petanda seperti cardiac-spesific troponin. C-reactive protein

dan brain natriuretic peptide, berturut-turut. Pada penelitian TACTICS-TIMI

18, dimana resiko relative, mortalitas 30 hari pasien dengan bio marker 0, 1, 2,

dan 3 semakin meningkat berkali lipat 1,2. 1,5. 7, dan 13,0 berturut-turut.

Pendekatan petanda laboratorium sebaiknya tidak digunakan sendiri-sendiri tapi

seharusnya dapat memperjelas penemuan klinis.

D. Penatalaksanaan

Harus Istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG guna

pemantauan segmen ST dan irama jantung.

Empat komponen utama terapi yang harus dipertimbangkan pada setiap

pasien NSTEMI yaitu:

Terapi antiiskemia

Terapi anti platelet/antikoagulan

Terapi invasive (kateterisasi dini/revaskularisasi),

Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sudah perawatan RS.

E. Terapi

20

Page 21: askep

1. Terapi Antiiskemia

- Nitrat ( ISDN )

- Penyekat Beta

Obat Selektivitas Aktivitas Agonis

Parsial

Dosis umum untuk

Angina

Propranolol Tidak Tidak 20-80mg 2 kali sehari

Metoprolol Beta 1 Tidak 50-200mg 2 kali sehari

Atenolol Beta 1 Tidak 50-200mg/hari

Nadolol Tidak Tidak 40-80mg/hari

Timolol Tidak Tidak 10mg 2 kali sehari

Asebutolol Beta 1 Ya 200-600mg 2 kali sehari

Betaksolol Beta 1 Tidak 10-20mg/hari

Bisoprolol Beta 1 Tidak 10mg/hari

Esmolol (intravena) Beta 1 Tidak 50-300mcg/kg/menit

Labetalol Tidak Ya 200-600mg 2 kali sehari

Pindolol Tidak Ya 2,5-7,5mg 3 kali sehari

2. Terapi Antitrombotik

- Antitrombotik (Streptokinase, Urokinase, rt-PA)

3. Terapi Antiplatelet

- Antiplatelet (Aspirin, Klopidogrel, Antagonis Platelet GP

IIb/IIIa)

4. Terapi Antikoagulan

- LMWH (low Molekuler weight Heparin)

5. Strategi Invasif dini vs Konservasif dini

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk membandingkan strategi

invasif dini (arteriografi koroner dini dilanjutkan dengan revaskularisasi

sebagaimana diindikasikan oleh temuan arteriografi) dengan strategi

21

Page 22: askep

konservatif dini (kateterisasi dan jika diindikasikan revaskulaisasi, hanya

pada yang mengalami kegagalan terhadap terapi oral/obat-obatan).

Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian:

1) Identitas klien (umumnya jenis kelamin laki-laki dan usia > 50 tahun)

2) Keluhan (nyeri dada, Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa panas, di

dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8

(skala 1-10), nyeri berlangsung ± 10 menit)

3) Riwayat penyakit sekarang (Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa

panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala

nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung ± 10 menit)

4) Riwayat penyakit sebelumnya (DM, hipertensi, kebiasaan merokok, pekerjaan,

stress), dan Riwayat penyakit keluarga (jantung, DM, hipertensi, ginjal).

b. Pemeriksaan Penunjang:

1) Perubahan EKG (berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa

gelombang Q patologik)

2) Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal,

terutama CKMB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk

nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap

positif bila > 0,2 ng/dl).

c. Pemeriksaan Fisik

1) dispneu (+), diberikan O2 tambahan

2) suara jantung murmur (+), chest pain (+), crt 2 dtk, akral dingin

3) pupil isokor, reflek cahaya (+), reflek fisiologis (+)

4) oliguri

5) penurunan nafsu makan, mual (-), muntah (-)

d. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan

1) Chest Pain b.d. penurunan suplay oksigen ke miokard sekunder terhadap

IMA

22

Page 23: askep

Tujuan :

Klien dapat beradaptasi dengan nyeri setelah mendapat perawatan 1x24

jam

Nyeri berkurang setelah intervensi selama 10 menit

Kriteria hasil :

Skala nyeri berkurang

Klien mengatakan keluhan nyeri berkurang

Klien tampak lebih tenang

Intervensi

1. Anjurkan klien untuk istirahat

(R: istirahat akan memberikan ketenangan sebagai salah satu relaksasi

klien sehingga rasa nyeri yang dirasakan berkurang, selain itu dengan

beristirahat akan mengurangi O2 demand sehingga jantung tidak

berkontraksi melebihi kemampuannya)

2. Motivasi teknik relaksasi nafas dalam

(R: relaksasi napas dalam adalah salah satu teknik relaks dan distraksi,

kondisi relaks akan menstimulus hormon endorfin yang memicu mood

ketenangan bagi klien)

3. Kolaborasi analgesik ASA 1 x 100 mg

(R: Analgesik akan mengeblok nosireseptor, sehingga respon nyeri klien

berkurang)

4. Evaluasi perubahan klien: Nadi, TD, RR, skala nyeri, dan klinis

(R: mengevaluasi terapi yang sudah diberikan

2) Penurunan curah jantung

Tujuan: Curah jantung meningkat setelah untervensi selama 1 jam

Kriteria hasil :

TD normal, 100/80 -140/90

Nadi kuat, reguler

Intervensi

23

Page 24: askep

1. Berikan posisi kepala (> tinggi dari ekstrimitas)

(R: posisi kepala lebih tinggi dari ekstremitas (30 o) memperlancar aliran

darah balik ke jantung, sehingga menghindari bendungan vena jugular,

dan beban jantung tidak bertambah berat)

2. Motivasi klien untuk istirahat (bed rest)

(R: beristirahat akan mengurangi O2 demand sehingga jantung tidak

berkontraksi melebihi kemampuannya)

3. Berikan masker non reservoir 8 lt/mnt

(R: pemberian oksigen akan membantu dalam memenuhi kebutuhan

oksigen dalam tubuh)

4. Kolaborasi medikasi: Pemberian vasodilator captopril, ISDN, Pemberian

duretik furosemid

(R: vasodilator dan diuretic bertujuan untuk mengurangi beban jantung

dengan cara menurunkan preload dan afterload)

5. Evaluasi perubahan: TD, nadi, dan klinis

(R: mengevaluasi terapi yang sudah diberikan dan sebagai perbaikan

intervensi selanjutnya)

http://rasidnurse.blogspot.com/2010/10/nstemi.html

24

Page 25: askep

BAB III

TINJAUAN KASUS

1. PENGKAJIAN

A. Informasi data

Identitas pasien

Nama : Ny.P

Tgl Lahir : 25 Desember 1947

Umur : 65 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jln.Sunter Jakut

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Suku : Sunda

Pekerjaan : PNS Depatemen Pertahanan

Tanggal masuk RS : 9 Januari 2011

Tanggal pengkajian : 9 Januari 2011

Sumber Informasi : Klien, keluarga klien, perawat ruangan, dan rekam medis

B. Status Kesehatan saat ini

1. Keluhan Utama (saat masuk rumah sakit).

Klien datang ke RS dengan keluhan sesak napas dan nyeri dada 2 hari

sebelmmasuk rumah sakit, mual.

2. Lamanya Keluhan : Selama 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

3. Timbulnya Keluhan : Mendadak/tiba-tiba.

4. Faktor yang memperberat : Bila bekerja terlalu berat.

5. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya sendiri : Klien mengatakan

mengatasinya dengan istirahat dan meminum obat warung.

6. Diagnosa Medis : Non ST Elevasi Mikard Infark (NSTEMI) tanggal 9

Januari 2011

25

Page 26: askep

C. Riwayat Kesehatan yang lalu

1. Riwayat Penyakit Terdahulu.

Klien memiliki riwayat penyakit Hipertensi.

2. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada riwayat penyakit keturunan.

D. Pola Aktivitas Sehari-hari

Aktivitas Sebelum MRS MRS

a. Pola Nutrisi

1) Frekuensi

2) Jenis makanan

3) Berat Badan

4) Tinggi Badan

5) Makanan yang disukai

6) Makanan yang tidak

disukai

7) Makanan pantang

Makan 2 x sehari

Jenis: nasi,ikan,sayur

70 Kg

155 cm

Semua makanan disukai

Tidak ada

Daging Kambing,jeroan,

kandungan garam yang

banyak

Makan 3 x sehari

Jenis : Diit DJ II Rendah

garam 1500 kKal

65 Kg

155 cm

-

-

Tinggi garam

26

Page 27: askep

b. Pola Eliminasi

Buang air besar

1) Frekuensi

2) Waktu

3) Warna

4) Konsistensi

Buang Air Kecil

1) Frekuensi

2) Warn

1 x /hari

Pagi atau sore

Kuning

Lunak

5-6 x sehari

Kuning

2 hari sekali

Pagi

Kuning

Lunak

Terpasang Chateter

Kuning

c. Tidur-istirahat

1) Waktu tidur

2) Lama tidur/hari

3) Kebiasaan pengantar

tidur

4) Kebiasaan saat ini

5) Kesulitan dalam hal

tidur

Jam 21.00-04.00

± 6-7 jam/hari

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tak tentu/

sering terbangun

di malam hari.

Tidak tentu ± 5-6

jam/hari.

Tidak ada

Tidak ada

Merasa tidak

puas setelah

bangun

tidur,tidur

kurang nyenyak

27

Page 28: askep

d. Aktivitas

1) Olahraga Jenis

2) Frekuensi

3) Kegiatan waktu luang

4) Pola bekerja

Jenis pekerjaan

Jumlah pekerjaan

Jadwal kerja

Jarang berolah raga,jalan

santai

1-2 x seminggu

Menonton TV

Tidak bekerja,Ibu rumah

tangga

Pagi hingga malam

Setiap hari

Tidak ada

Tidak ada

Mengobrol dengan

keluarga yang menemani.

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

e. Ketergantungan Kebiasaan merokok(-),

penggunaan obat bebas(-)

, ketergantungan

terhadap bahan kimia(-),

jamu (-),

Kebiasaan merokok(-),

penggunaan obat bebas(-),

ketergantungan terhadap

bahan kimia(-), jamu (-),

E. Riwayat Keluarga

Genogram

Klien

28

Page 29: askep

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

Klien anak ke 6 dari 9 bersaudara. klien mempunyai anak perempuan umur 9

tahun.

F. Riwayat Lingkungan :

Kebersihan : lingkungan selalu bersih karena sering dibersihkan

Bahaya : Jauh dari bahaya seperti pabrik,jalan raya,airport,rel kereta api.

Polusi : Jauh dari polusi karena tinggal diperumahan

G. Aspek Psikososial

a) Pola sensori dan kognitif

Sensori : Tidak ada gangguan sensori

Daya penciuman : Penciuman baik, mampu membedakan wangi

minak kayu putih, balsam, dan teh

Daya rasa : Tidak ada gangguan perasa, mampu

menyabutkan rasa pahit dan manis

Daya raba : Tidak ada gangguan perabaan, mampu

membedakan benda tajam atau tumpul

Daya pendengaran : Mampu mendengar dengan baik

Daya penglihatan : Kurang baik, mengeluh sedikit rabun

Kognitif : Tidak ada gangguan pada kognitif

b) Persepsi

Hal yang dipikirkan saat ini : Menginginkan cepat sembuh dan akan merubah

pola hidup yang lebih baik.

Harapan setelah menjalani perawatan : Penyakit yang diderita saat ini tidak

terulang kembali.

c) Perubahan yang dirasa setelah sakit : Merasa mengalami perubahan dalam

aktivitas

d) Hubungan / komunikasi :

29

Page 30: askep

1) Bicara : jelas, relevan, mampu mengepresikan, mampu mengerti

pembicaraan orang lain.

2) Tempat : klien tinggal dengan suami dan anaknya.

3) Pembuatan keputusan dalam keluarga : keputusan diambil secara

musyawarah dengan keluarga.

e) Kesulitan dalam keluarga

Tidak ada masalah dalam hubungan dengan orang tua, sanak keluarga, dan

hubungan perkawinan

f) Pertahanan Koping

Pertahanan diri dalam menghadapi masalah biasanya klien meminta

bantuan pada suami,anak, dan saudara terdekat klien.

g) Sistem nilai Kepercayaan

1) Siapa atau sumber kekuatan

Allah dan Keluarga

2) Apakah Tuhan, agama, kepercayaan penting untuk anda: ya

3) Kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan (macam dan

frekuensi)

Sebutkan : Sholat 5 waktu, mengaji.

4) Kegiatan agama atau kepercayaan yang ingin dilakukan selama di

Rumah Sakit

Sebutkan : Melakukan sholat

H. Pemeriksaan Fisik

1. Status kesehatan umum

Keadaan penyakit sedang,Klien dari ICU sehingga butuh perawatan

continue, kesadaran composmentis, suara bicara jelas, tekanan darah 160/80

mmHg, suhu tubuh 37,5 ºC, pernapasan 22 x/menit, nadi 92 x/menit

(regular), GCS E6 V5 M4.

2. Sistem integument

30

Page 31: askep

Tidak tampak ikterus, permukaan kulit tidak kering, tekstur tidak kasar,

rambut hitam dan bersih , tidak botak, perubahan warna kulit tidak ada,

dekubitus tidak ada.

3. Kepala

Bentuk : Normocephal, simetris, benjolan tidak ada, pusing dan sakit kepala,

lesi tidak ada.

4. Muka

Simetris, wajah tampak pucat, lesi tidak ada.

5. Mata

Alis mata, kelopak mata normal,

Konjungtiva : ananemis

Pupil : isokor

Sclera : anikterik

Reflek cahaya : +/+

Fungsi Penglihatan : Baik

Klien menggunakan kaca mata (+)1

Tidak pernah di operasi mata

6. Telinga

Sekret(-),serumen(-),benda asing(-),lesi(-),alat bantu pendengaran(-),Nyeri(-)

7. Hidung

Sekret tidak ada, pernafasan cuping hidung tidak ada, tidak ada alergi,

pernah mengalami flu tapi tidak sering, tidak ada sinusitis atau epistaksis.

8. Mulut dan faring

Bau mulut tidak ada, gigi berlubang, tidak ada kesulitan menelan, tidak ada

gangguan bicara, gigi palsu tidak ada.

9. Paru-paru (Pernapasan)

Gerakan simetris, suara napas vesikuler, tidak ada sputum, tidak ada batuk,

tidak ada batuk darah, sesak napas.

10. Jantung (sirkulasi)

a. Nadi perifer : normal, teraba kuat, reguller

b. Suara jantung : S1, S2, gallop (-), mumur (-).

31

Page 32: askep

c. Capillary refill : 2 detik .

d. Distensi vena Jugularis : tidak ada distensi

e. Edema : tidak ada

f. Palpitasi : tidak ada

g. Clubbing : tidak ada

h. Keadaan Ekstremitas : akral hangat, tidak ada edema

11. Abdomen

Supel, datar, bising usus 6 x/menit, tidak ada benjolan, nyeri tekan tidak

ada, perabaan massa tidak ada, hepatomegali tidak ada, asites ( - ).

12. Status neurologi

a. Tingkat kesadaran : Compos mentis

b. Riwayat epilepsi/kejang : tidak ada

13. Refleks : patella +/+, achiles +/+, biseps +/+.

14. Kekuatan Menggenggam 5555 5555

5555 5555

15. Muskuloseletal : tidak ada kekakuan, pergerakan luas,

fraktur tidak ada.

16. Pemeriksaan Penunjang (9 Januari 2011)

Pemeriksaan Saat ini Nilai Rujukan

a. Kimia

Natrium

Kalium

Klorida

Ureum

Kreatinin

Asam Urat

b. Darah

Hb

141

4,2

108

32

1,08

8.5

15,3

135-145 mEq/ L

3,5-5,3 mEq/ L

97-107mEq/L

20-50 mg/dL

0,5-1,5 mg/dL

3.5-7.4 mg/dl

13-18/dL

32

Page 33: askep

Ht

Leukosit

Eritrosit

Trombosit

SGOT

SGPT

MCV

MCH

MCHC

d. Urine

Warna

PH

CPK

CKMB

Kolesterol

46,2

10.900

5.11

318.000

22

14

91

29,9

33,1

kuning

6.0

195

46

233

40-52 %

4800-10800/UL

4,3-6,0 juta/UL

150.000-400.000/UL

80-96 fl

27-32 pg

32-36 g/dL

<190 U/l

<24 U/l

<200 mg/dl

Pemeriksaan EKG (10 Januari 2011)

: Kesan Supraventikular Rhytm

33

Page 34: askep

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN NSTEMI

(Non ST Elevasi Miokard Infark)

Nama : Ny. P (65 tahun)

Ruang : Lt. II Jantung

Analisa Data

Data Masalah Etiologi

DS :

- Nyeri pada daerah dada

kiri.

- Nyeri yang dirasakan

dalam rentang nilai 7

(skala nyeri 7), nyeri

hilang timbul, nyeri

dirasakan saat batuk,

napas panjang, bergerak

berat.

DO :

- Tampak meringis

- Tampak tegang dan

gelisah

- TD : 160/90mmHg

N : 92 x/menit

P : 22 x/menit

S : 37,5 ºC

Gangguan rasa nyaman:

nyeri

Iskemi jaringan sekunder

terhadap sumbatan arteri

koroner

DS :

- Sakit kepala dan pusing

- Merasa lemas

DO :

Resiko tinggi penurunan

curah jantung

Perubahan factor listrik,

penurunan karakteristik

miokard

34

Page 35: askep

- Klien tampak lemah

- Akral hangat

- Capilary refill 2 detik

- Warna kulit pucat

- Sianosis (-)

- Edema -/-

- Auskultasi jantung

S1,S2,gallop(-),

murmur(-)

- Urin berwarna kuning,

jumlah 350 cc/8 jam

- TD : 160/90mmHg

N : 92 x/menit

P : 22 x/menit

S : 37 ,5ºC

Data Penunjang:

- CPK : 195 U/l (↑)

- CKMB : 46 U/l (↑)

- Klorida: 108 mEq/L(↑)

- EKG : supraventrikular

rhythm

DS :

- Sakit kepala dan lemas

- Terasa sesak napas dan

nyeri dada saat ngobrol,

duduk lama

DO :

- Keadaan umum lemah

- Klien belum mampu

melakukan aktifitas

secara mandiri

Intoleransi aktivitas Ketidakseimbangan suplai

oksigen terhadap

kebutuhan, kelemahan

umum

35

Page 36: askep

Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan Iskemi jaringan sekunder

terhadap sumbatan arteri koroner

2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor listrik,

penurunan karakteristik miokard

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigsigen

terhadap kebutuhan, kelemahan umum

36

Page 37: askep

RENCANA KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA

KEPERAWATAN

TUJUAN &

KRITERIA HASIL

INTERVENSI RASIONAL

1. Resiko tinggi terhadap

penurunan curah jantung

b.d perubahan faktor

listrik, penurunan

karakteristik miokard

Penurunan curah

jantung tidak terjadi

dalam 3x24 jam

perawatan dengan

kriteria:

- tekanan darah dalam

batas normal (110/70

– 120/80 mmHg)

- irama dan frekuensi

jantung dalam batas

normal (60 – 90

kali/menit)

- akral hangat

- CTR < 2 detik

1. Kaji TD.

Ukur pada kedua

tangan untuk

evaluasi awal.

2. Auskulta

si suara jantung

dan bunyi napas

3. Amati

warna kulit,

kelembaban, suhu,

dan masa

pengisisan kapiler.

4. Berikan

1. Hasil

pengukuran diasrolik

diatas 130

dipertimbangkan

sebagai peningkatan

pertama. Hipertensi

sistolik juga

merupakan faktor

resiko yang

dutentukan untuk

penyakit

serebrovaskular dan

penyakit iskemi

jantung.

2. S4 umum

terdengar pada

pasien hipertensi

berat karena adanya

hipertrofi atrium.

Perkembangan S3

menunjukkan

hipertrofi ventrikel

dan kerusakan

fungsi.

3. Adanya

pucat, dingin, kulit

lembab, dan masa

pengisisan kapiler

lambat mungkin

berkaitan dengan

vasokontriksi.

pernafasan.

4. Membantu

37

Page 38: askep

lingkungan

tenang, nyaman,

kurangi aktivitas

lingkungan. Batasi

pengunjung dan

lamanya tinggal.

5. Pertahan

kan pembatasan

aktivitas seperti

istirahat di

temapat tidur;

bantu pasien

melakukan

aktivitas

perawatan diri

sesuai kebutuhan.

6. Anjurka

n teknik relaksasi,

panduan

imajinasi,

aktivitas

pengalihan.

untuk menurunkan

rangsang simpatis,

meningkatkan

relaksasi.

5. Menurunkan

stres dan ketegangan

yang memperngaruhi

tekanan darah.

6. Dapat

menurunkan

rangsangan yang

menimbulkan stres,

membuat efek

tenang.

2. Nyeri b.d Iskemi

jaringan sekunder

terhadap sumbatan

arteri koroner

Setelah dilakuakan

intervensi keperawatan

4x24 jam, nyeri

berkurang.

Kriteria Hasil:

1. Menyatakan nyeri

hilang/terkontrol

2. Skala nyeri 2-3

3. Menunjukkan rileks,

istirahat/tidur, dan

peningkatan

aktivitas dengan

tepat

1. Tentukan karakteristik nyeri,

mis: tajam, konstan, ditusuk.

Selidiki perubahan

karakter/lokasi/intensitas

nyeri.

1. Nyeri dada, biasanya ada

dalam pneumonia.

38

Page 39: askep

4. Mendemonstrasikan

teknik relaksasi

nafas dalam

2. Pantau tanda vital 2. Perubahan frekuensi

jantung atau TD

menunjukkan

bahwa

pasien mengalami

nyeri.

3. Berikan tindakan nyaman, mis:

pijatan punggung, perubahan

posisi, musik

tenamg/perbincangan,

realaksasi/latihan napas.

3. Dengan sentuhan

lembut dapat

menghilangkan

ketidaknyamanan.

4. Anjurkan dan bantu pasien

dalam teknik menekan dada

selama episode batuk

4. Alat untuk

mengontrol

ketidaknyamanan

dada.

No. Diagnosa Tujuan Rencana Keperawatan Rasional

3. Intoleransi aktivitas b.d

kelemahan umum,

Ketidak seimbangan

suplai oksigsigen

terhadap kebutuhan,

adanya iskemik

jaringan miokard

Setelah dilakuakan

intervensi keperawatan

4x24 jam, klien mampu

menunjukkan peningkatan

aktivitas

Kriteria Hasil:

Menunjukkan

peningkatan

toleransi

terhadap

aktivitas yang

dapat diukur

dengan tidak

adanya dispnea,

1. Evaluasi respon pasien

terhadap aktivitas. Catat

laporan dispnea, peningkatan

kelemahan/kelelahan dan

perubahan TTV.

1. Menetapkan

kemampuan/kebutuhan

pasien dan memudahkan

pilihan intervensi

39

Page 40: askep

kelemahan

berlebihan, dan

TTV normal.

2. Berikan lingkungan tenang

dan batasi pengunjung selama

fase akut sesuai indikasi

2. Menurunkan stres

dan

rangsangan

berlebihan,

meningkatkan

istirahat.

3. Jelaskan pentingnya istirahat

dalam rencana pengobatan

dan perlunya keseimbangan

aktivitas dan istirahat.

3. Pembatasan

aktivitas

ditentukan dengan

respon individual

terhadap aktivitas.

4. Bantu pasien memilih posisi

nyaman untuk istirahat

dan/atau tidur.

4. Pasien mungkin

nyaman dengan

kepala

tinggi, tidur di

kursi,

atau menunduk ke

depan meja/bantal.

BAB IV

PEMBAHASAN

40

Page 41: askep

Pada pembahasan akan dijelaskan tentang kesenjangan yang ditemukan selama

penulis melakukan asuhan keperawatan. Pemabahasan dilakukan dengan

membandingkan antara fakta yang didapat dengan landasan teori yang meliputi

setiap tahap proses keperawatan yang dumulai dari pengkajian sampai dengan

evaluasi :

a. Pengkajian.

Selama melakukan pengkajian, penulis menemukan kesenjangan antara data

yang didapat dengan data yang ada dalam landasan teori. Data yang ditemukan

pada klien yaitu mengeluh nyeri dada kiri, sesak nafas jika beraktivitas, sakit

kepala, merasa lemas. Manifestasi klinis tersebut sesuai dengan manifestasi

klinis pada diagnosa medis NSTEMI namun hasil CKMB klien mengalami

peningkatan yaitu 46 u/L sedangkan menurut teori hasil CKMB pada NSTEMI

normal.

Pada aspek psikososial penulis tidak menemukan adanya gangguan psikososial

yang bermakna seperti pada teori. Pada teori dikatakan bahwa klien mengalami

masalah yang berhubungan dengan interaksi sosial yaitu kurangnya dukungan

dari orang tua/keluarga terdekat. Tetapi pada kasus yang penulis ambil klien

mendapatkan perhatian/dukungan penuh dari keluarganya hal ini dibuktikan

dengan adanya kedua orang tua yang selalu menjaga klien.

Kesenjangan lain yang penulis temukan pada saat pengkajian adalah tidak ada

dilakukan pemeriksaan diagnostik satupun. Hal ini disebabkan salah satunya

oleh karena klien merupakan pasien ulangan yang sudah sering dirawat dengan

41

Page 42: askep

penyakit jantung. Akan tetapi dengan tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh

klien diagnosa NSTEMI sudah dapat diketahui.

b. Diagnosa Keperawatan.

Langkah kedua dari proses keperawatan adalah merumuskan diagnosa

keperawatan. Pada tahap ini penulis tidak menemukan kesenjangan antara

diagnosa keperawatan yang muncul pada Ny. P dengan landasan teori.

Pada kasus Ny. P penulis mengangkat tiga diagnosa keperawatan di mana ketiga

diagnosa keperawatan sama dengan diagnosa keperawatan yang ada pada

landasan teori yaitu : Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d Iskemi jaringan sekunder

terhadap sumbatan arteri koroner, Resiko tinggi terhadap penurunan curah

jantung b.d peningkatan afterload, dan Intoleransi aktivitas b.d kelemahan

umum.

c. Perencanaan.

Pada tahap ini penulis menemukan kesesuaian antara rencana tindakan pada

landasan teori dengan rencana tindakan pada kasus Ny. P.

Intervensi keperawatan dengan diagnosa resiko penurunan curah jantung

intervensi yang diberikan Kaji TD. Ukur pada kedua tangan untuk evaluasi awal,

Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas, Amati warna kulit, kelembaban,

suhu, dan masa pengisisan kapiler, Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi

aktivitas lingkungan. Batasi pengunjung dan lamanya tinggal, Pertahankan

pembatasan aktivitas seperti istirahat di tempat tidur; bantu pasien melakukan

aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan, Anjurkan teknik relaksasi, panduan

imajinasi, aktivitas pengalihan. Intervensi keperawatan diagnosa keperawatan

42

Page 43: askep

gangguan rasa nyaman : nyeri yaitu Tentukan karakteristik nyeri, Pantau tanda

vital, Berikan tindakan nyaman. Intervensi keperawatan intoleransi aktivitas

yaitu Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,

peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan TTV, Berikan lingkungan

tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi, Jelaskan

pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan

aktivitas dan istirahat, bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat

dan/atau tidur.

d. Pelaksanaan.

Pada tahap ini penulis melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan

rencana tindakan yang telah disusun, juga disesuaikan dengan kebutuhan klien

saat itu. Dalam melakukan tindakan keperawatan dibedakan menjadi tiga macam

yaitu pendidikan kesehatan yang melibatkan keluarga, tindakan keperawatan

yang menggunakan sarana dan prasarana yang ada serta tindakan kolaborasi.

Penulis juga bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya demi

kesinambungan dalam pemberian asuhan keperawatan. Penulis melaksanakan

tindakan keperawatan selama 6 hari perawatan yaitu dari tanggal 10 Januari

2011 sampai dengan tanggal 15 Januari 2011.

e. Evaluasi

Diketahui terdapat dua komponen untuk mengevaluasi tindakan keperawatan

yaitu evaluasi formatif yang dilaksanakan secara terus menerus terhadap

tindakan yang telah dilakukan dan evaluasi sumatif yang dilakukan untuk

43

Page 44: askep

menilai keberhasilan tindakan dan menggambarkan perkembangan dalam

mencapai tujuan yang telah ditemukan.

Pada kasus Ny.P, evaluasi yang dapat dilakukan untuk seluruh diagnosa yang

penulis angkat adalah evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Pada evaluasi

formatif penulis lakukan setiap harinya setelah melakukan tindakan keperawatan

selama 8 jam. Sedangkan evaluasi sumatif yang sesuai dengan kriteria waktu

yang telah ditentukan dan dapat dilakukan pada semua diagnosa yang muncul.

Adapun diagnosa keperawatan yang dapat dievaluasi secara sumatif adalah

Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d Iskemi jaringan sekunder terhadap sumbatan

arteri koroner, resiko tinggi penurunan curah jantung b.d. perubahan faktor

listrik, penurunan karakteristik miokard, dan intoleransi aktivitas b.d. ketidak

seimbangan suplai oksigsigen terhadap kebutuhan, adanya iskemik jaringan

miokard, kelemahan umum.

Hasil dari evaluasi formatif yang penulis lakukan pada hari pertama adalah

masalah gangguan rasa nyaman : nyeri actual yang ditandai dengan nyeri dada

kiri, skala nyeri 7, wajah meringis dan tegang, sakit kepala dan pusing, TD

160/90 mmHg, nadi 96x/menit. Resiko tinggi penurunan curah jantung tidak

terjadi, hal ini ditandai dengan kesadaran compos mentis, nadi 96x/menit,

reguller, teraba kuat, warna kulit pucat, akral hangat, sakit kepala, capillary refill

2 detik. Intoleransi aktivitas actual ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas

setelah beraktivitas, keadaan umum lemah, merasa lemas, sakit kepala. Pada

diagnosa pertama masalah belum teratasi, diagnosa kedua masalah belum

terjadi, dan diagnosa ketiga masalah belum teratasi.

44

Page 45: askep

Sedangkan hasil dari evaluasi formatif pada hari kedua adalah masalah

gangguan rasa nyaman : nyeri actual yang ditandai dengan nyeri dada kiri, skala

nyeri 5, wajah meringis dan dahi mengkerut, sakit kepala dan pusing sudah

berkurang, TD 150/90 mmHg, nadi 92x/menit. Resiko tinggi penurunan curah

jantung tidak terjadi, hal ini ditandai dengan kesadaran compos mentis, nadi

92x/menit, reguller, teraba kuat, warna kulit pucat, akral hangat, sakit kepala

berkurang, capillary refill 2 detik. Intoleransi aktivitas actual ditandai dengan

nyeri dada dan sesak napas setelah beraktivitas, keadaan umum lemah, merasa

lemas, sakit kepala jika terlalu lama beraktivitas. Pada diagnosa pertama

masalah teratasi sebagian, diagnosa kedua masalah belum terjadi, dan diagnosa

ketiga masalah belum teratasi.

Hasil dari evaluasi formatif yang penulis lakukan pada hari ketiga adalah

masalah gangguan rasa nyaman : nyeri actual yang ditandai dengan nyeri dada

kiri sudah berkurang, skala nyeri 5, wajah tampak rileks, sakit kepala dan pusing

tidak ada, TD 140/90 mmHg, nadi 97x/menit. Resiko tinggi penurunan curah

jantung tidak terjadi, hal ini ditandai dengan kesadaran compos mentis, nadi

97x/menit, reguller, teraba kuat, warna kulit pucat, akral hangat, tidak ada sakit

kepala, capillary refill 2 detik. Intoleransi aktivitas actual ditandai dengan nyeri

dada dan sesak napas setelah beraktivitas lama, keadaan umum lemah, merasa

lemas. Pada diagnosa pertama masalah teratasi sebagian, diagnosa kedua

masalah belum terjadi, dan diagnosa ketiga masalah belum teratasi.

Hasil dari evaluasi formatif yang penulis lakukan pada hari keempat adalah

masalah gangguan rasa nyaman : nyeri actual yang ditandai dengan nyeri dada

45

Page 46: askep

kiri sudah berkurang (hilang timbul), skala nyeri 3, wajah tampak rileks, sakit

kepala dan pusing berkurang, TD 150/90 mmHg, nadi 88x/menit. Resiko tinggi

penurunan curah jantung tidak terjadi, hal ini ditandai dengan kesadaran compos

mentis, nadi 88x/menit, reguller, teraba kuat, warna kulit kemerahan, akral

hangat, capillary refill 2 detik. Intoleransi aktivitas actual ditandai dengan nyeri

dada dan sesak napas setelah beraktivitas lama, keadaan umum masih lemah,

merasa lemas jika terlalu lama berdiri. Pada diagnosa pertama masalah teratasi,

diagnosa kedua masalah belum terjadi, dan diagnosa ketiga masalah belum

teratasi.

Pada hari kelima, hasil evaluasi formatif yang penulis lakukan adalah masalah

gangguan rasa nyaman : nyeri aktual yang ditandai dengan nyeri dada kiri timbul

lagi, skala nyeri 4, wajah sudah tampak tegang, TD 140/80 mmHg, nadi

90x/menit. Resiko tinggi penurunan curah jantung tidak terjadi, hal ini ditandai

dengan kesadaran compos mentis, nadi 90x/menit, reguller, teraba kuat, warna

kulit kemerahan, akral hangat, sakit kepala tidak ada, capillary refill 2 detik.

Intoleransi aktivitas aktual ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas setelah

beraktivitas sudah berkurang, keadaan umum sakit sedang, merasa lemas jika

terlalu lama beraktivitas. Pada diagnosa pertama masalah timbul lagi (teratasi

sebagian), diagnosa kedua masalah belum terjadi, dan diagnosa ketiga masalah

belum teratasi.

Hari keenam hasil evaluasi sumatif pada Gangguan rasa nyaman : nyeri ditandai

dengan nyeri dada berkurang, skala nyeri 2, nyeri hilang timbul, TD 140/90

mmHg, nadi 88x/menit. Evaluasi resiko tinggi penurunan curah jantung tidak

46

Page 47: askep

terjadi ditandai dengan bunyi jantung S1 S2, murmur(-), akral hangat, capillary

refill 2 detik, sakit kepala dan lemas tidak ada, warna kulit kemerahan, TD

140/90 mmHg, nadi 84x/menit, nadi teraba kuat, nadi reguler. Intoleransi

aktivitas aktual ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas setelah beraktivitas

sudah berkurang, keadaan umum sakit sedang, klien sudah mampu beraktivitas

tetapi cepat merasa lelah jika terlalu lama beraktivitas seperti ke kamar mandi.

Pada diagnosa pertama masalah sudah teratasi, diagnosa kedua masalah belum

terjadi, dan diagnosa ketiga masalah teratasi sebagian.

47

Page 48: askep

BAB VPENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada Ny. P selama enam hari (10-15 Januari

2011), maka dapat diambil kesimpulan, sebagai berikut :

1. Pada diagnosa pertama, yaitu gangguan rasa nyaman: nyeri didapatkan analisa

bahwa masalah sudah teratasi, ditandai dengan nyeri dada berkurang, skala nyeri

2, nyeri hilang timbul, TD 140/90 mmHg, nadi 88x/menit.

2. Pada diagnosa kedua, yaitu resiko tinggi penurunan curah jantung didapatkan

analisa bahwa masalah tidak terjadi, ditandai dengan bunyi jantung S1 S2,

murmur (-), akral hangat, capillary refill 2 detik, sakit kepala dan lemas tidak

ada, warna kulit kemerahan, TD 140/90 mmHg, nadi 84x/menit, nadi teraba

kuat, nadi reguler.

3. Pada diagnosa ketiga, yaitu intoleransi aktivitas didapatkan analisa bahwa

masalah teratasi sebagian, ditandai dengan nyeri dada dan sesak napas setelah

beraktivitas sudah berkurang, keadaan umum sakit sedang, klien sudah mampu

beraktivitas tetapi cepat merasa lelah jika terlalu lama beraktivitas seperti ke

kamar mandi.

B. Saran

Guna mencapai keberhasilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien

dengan N STEMI di masa yang akan datang, saran dari penulis adalah :

1. Bagi mahasiswa

Agar lebih meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam

memberikan asuhan keperawatan

2. Bagi institusi pendidikan

Agar lebih meningkatkan keterampilan praktek klinik serta meningkatkan

bimbingan yang diberikan dalam pelaksanaan praktek klinik keperawatan.

48

Page 49: askep

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 1. Jakarta: EGC. 2004

Doenges. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. 2000

Price & Wilson. Patofisiologi Manusia. Jakarta: EGC. 2002

Wilkinson.

http://rasidnurse.blogspot.com/2010/10/nstemi.html

49