asites

download asites

of 25

description

asites preskas

Transcript of asites

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan Kasus dengan judul Ascites pada Perdarahan Traktus Gastrointestinal Bagian Atas. Makalah ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Arjawinangun.Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hammi Zulkifli Abbas, Sp.PD selaku pembimbing yang telah membantu dalam proses pembuatan laporan kasus ini.Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini banyak terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi sejawat dan bagi pengembangan ilmu kedokteran.

Arjawinangun, Januari 2015

Penulis

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR1DAFTAR ISI2BAB I3LAPORAN KASUS3I.IDENTITAS3Identitas Penderita3Keluhan Utama3Riwayat Penyakit Sekarang3Riwayat Penyakit Dahulu4Riwayat Kebiasaan4Riwayat Keluarga4II.PEMERIKSAAN FISIK4Keadaan umum4Tanda vital4Status Generalisata5III.PEMERIKSAAN PENUNJANG7IV.RESUME8V.DIAGNOSIS KERJA9VI.PENATALAKSANAAN9VII.PROGNOSIS9FOLLOW UP10BAB II13TINJAUAN PUSTAKA13ASITES13Definisi dan etiologi13Patofisiologi13SIROSIS HEPATIS14Definisi14Etiologi dan Klasifikasi14Patogenesis dan patofisiologi14Gejala dan tanda16Komplikasi17Tatalaksana20Klasifikasi Child-Pugh22BAB III23DISKUSI23DAFTAR PUSTAKA25

BAB I LAPORAN KASUSI. IDENTITAS Identitas Penderita

Nama: Tn. BJenis Kelamin: Laki-lakiUmur : 38 tahunAlamat: PalimananPekerjaan : BuruhAgama: IslamStatus Pernikahan: Menikah Tgl. Masuk: 17 Januari 2015Tgl. Keluar: 22 Januari 2015Keluhan Utama

Muntah darah sejak 6 jam SMRSRiwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh perut membesar pada hari kedua perawatan di rumah sakit. Tidak ada nyeri pada perut. Tidak ada keluhan muntah darah. BAB berwarna hitam. Tidak mencret dan tidak ada demam.1 hari sebelumnya pasien muntah darah sebanyak 5 kali pada 6 jam sebelum masuk rumah sakit dan 2 kali pada ruang perawatan di rumah sakit. Muntah berwarna merah kehitaman sebanyak kurang lebih 1 mangkok tiap kali muntah. Keluhan juga disertai mual, tidak ada nyeri perut. BAB berwarna hitam sebanyak 1 kali dengan konsistensi lembek. Pasien lemas dan mengantuk. 4 hari SMRS keluhan mual muncul tanpa diawali demam dan memberat setiap makan. Tidak ada muntah. Nafsu makan pasien juga berkurang. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya dan tidak memiliki riwayat darah tinggi, penyakit jantung dan penyakit kencing manis. Pasien memiliki riwayat maag sejak 4 tahun SMRS. Pasien pernah mengalami sakit kuning 1 tahun SMRS. Riwayat KebiasaanPasien jarang meminum jamu-jamuan dan obat warungKonsumsi alkohol tidak ada.Riwayat Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien menggalami hal yang sama.

II. PEMERIKSAAN FISIK

(19 Januari 2015)

Keadaan umum: Tampak sakit sedangKesadaran: ComposmentisTanda vital Tensi: 100/60 mmHgNadi: 116 kali/menitSuhu: 37CRespirasi: 24 kali/menit, teraturBerat Badan: 55 kgTinggi Badan: 165 cmIMT: 20 kg/m2Status Generalisata Kepala Bentuk : Normal, simetris Rambut : Hitam, tidak mudah rontok Mata : Konjungtiva anemis +/+ sclera ikterik +/+ refleks cahaya ( + ) pupil isokor kanan = kiri Telinga : Bentuk normal, serumen ( - ), membran timpani intak Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi Mulut : Bentuk normal, tidak ada deviasi Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba Trakea berada di tengah.Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid JVP tidak meningkat

Thoraks Depan Paru Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan dan kiri Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri Spider nevi (-) Palpasi: Fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru Auskultasi: Vbs kanan=kiri , ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung Inspeksi: Iktus cordis tidak terlihat Palpasi: Iktus kordis teraba pada ICS 5 linea midclavicula sinistra Perkusi: Batas atas : ICS 3 linea parasternalis sinistra Batas kanan: ICS 4 linea sternalis dextraBatas kiri: ICS 5 linea midclavicula sinistra Auskultasi: Bunyi jantung I-II murni regular, murmur ( - ), gallop ( - )

Thoraks Belakang Paru Inspeksi : Punggung kanan = kiri simetris Bentuk dada simetris kanan dan kiri Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri Palpasi: Fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri Perkusi : Sonor kedua lapang paru Auskultasi: Vbs kanan=kiri, ronkhi -/-, wheezing -/- Abdomen Inspeksi: Bentuk cembung, lingkar pinggang 95 cm, tegang, simetris Auskultasi: Bising usus ( + ) normal Perkusi: shifting dullness (+) Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba Ballotement ( - ) Vesica urinaria tidak teraba Nyeri tekan (-)

Ekstremitas Superior: Akral hangat, palmar eritema +/+, kuku Muchcher (+) Udema -/-

Inferior : Akral hangat Udema -/-

Genitalia : Tidak terdapat keluhan.

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

17 Januari 2015LABRESULTFLAGSUNITNORMAL

WBC13.1H10^3/4.0-12.0

NEUT%86.1H%40.0-74.0

LYM %15,2L%25.0-50.0

MON%0,8%2.0-10.0

EOS%0.3%0 7

BASO%0.1%0 1.5

LUC%1.0%0 4

RBC3.65L10^6/4.0-6.20

HGB8.6Lg/dl11.0-17.0

HCT31.1L%35.0-55.0

MCV64.4H80.0-100.0

MCH26.3Pg26.0-34.0

MCHC31,3Lg/dl31.0-35.0

RDW22.1H%10.0-16.0

PLT15210^3/150.0-400.0

KGDS: 122 mg/dL

17 Januari 2015PemeriksaanHasilNilai Normal

Kimia Klinik

Fungsi Hati

Bilirubin TotalBilirubin DirectBilirubin Indirect0,530,250,280,1 1,2 mg/dL0,0 0,25 mg/dL-0,75 mg/dL

19 Januari 2015PemeriksaanHasilNilai Normal

Kimia Klinik

Fungsi GinjalUreumKreatinin48,60,7110,0 50,0 mg/dL0,6 1,38 mg/dL

Fungsi Hati

Bilirubin TotalAlbuminGlobulinSGOT (AST)SGPT (ALT)4,762,841,9046577,0 9,0 gr/dL3,5 5,0 gr/dL1,5 3,0 gr/dL0 38,0 U/l0 41 U/l

IV. RESUME

Laki- laki, 38 tahun perut membesar pada hari kedua perawatan di rumah sakit. 1 hari sebelumnya pasien muntah darah sebanyak 5 kali pada 6 jam sebelum masuk rumah sakit dan 2 kali pada ruang perawatan di rumah sakit. Muntah berwarna merah kehitaman sebanyak kurang lebih 1 mangkok tiap kali muntah disertai mual, tidak ada nyeri perut. BAB berwarna hitam sebanyak 1 kali dengan konsistensi lembek. 4 hari SMRS keluhan mual muncul tanpa diawali demam dan memberat setiap makan. Pasien memiliki riwayat maag sejak 4 tahun SMRS. Pasien pernah mengalami sakit kuning 1 tahun SMRS.Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis dan sclera ikterik pada mata. Pada abdomen ditemukan abdomen cembung, tegang, simetris, shifting dullness (+) yang dapat disimpulkan sebagai asites dan pada ekstremitas atas, ditemukan palmar eritema +/+, kuku Muchcher (+).Pada pemeriksaan penunjang saat masuk (tanggal 17) ditemukan pasien anemia dengan Hb 8,6 dengan leukositosis sebanyak 13,1 x 103 . Pada pemeriksaan fungsi hati ditemukan bilirubin total yang rendah, dengan hipoalbuminemia dan peningkatan AST dan ALT yang menandakan menurunnya fungsi hati.V. DIAGNOSIS KERJA

- Hipertensi porta e.c. sirosis hepatis

VI. PENATALAKSANAAN

RL 20 tetes per menit Pemasangan NGT Asam traneksamat 3 mg iv Vit. K 3 mg iv Ceftriaxon 1 x 2 gr Omeprazole 2 x 1 amp Sangobion 2 x 1 tab Asam folat 2 x 1 tabVII. PROGNOSIS

Quo ad vitam: dubia ad bonamQuo ad functionam: dubia ad bonamQuo ad sanationam: dubia

FOLLOW UP

TANGGALPEMERIKSAAN

17 Januari 2015Keluhan : Pasien muntah darah dengan residu NGT berwarna merah kehitaman sebanyak 600 cc.

PF : T = 80/40 mmHgP = 112x/mntR = 24x/mntS = 36.8oCMata Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik +/+. Abdomen datar, supel, BU + normal. Eritema palmaris +/+. Terapi : Kalnex 1x2 amp Vit. K 1 x 2 amp Cooling + spooling dengan NaCl dingin Epinephrine 1 ampul dalam NaCl 100cc Omeprazol 1 amp NS 2 kolf laju cepat Transfusi whole blood 1000 cc

18 Januari 2015 Keluhan :Pasien mengeluh perut membesar, terasa kembung, tidak nyeri pada perut. BAB hitam (+) Muntah darah (-). NGT residu berwarna merah kehitaman, residu 300 cc

PF :T = 100/60mmHgP = 84x/mntR =24x/mntS = 37 oCMata Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik +/+. Abdomen buncit, tegang, BU + menurun, shifting dullness(+). Eritema palmaris +/+.

Diagnosis: hipertensi porta e.c. sirosis hepatisTerapi : Asam traneksamat 3 mg iv Vit. K 3 mg iv Ceftriaxon 1 x 2 gr Omeprazole 2 x 1 amp Aminofluid Sangobion 2 x 1 tab Asam folat 2 x 1 tab

19 Januari 2015

Keluhan :

Pasien mengeluh perut semakin membesar, tidak nyeri. BAB hitam (+). NGT residu 200 cc berwarna bening kekuningan.

PF :T = 100/70 mmHgP = 84 x/mntR = 24 x/mntS = 36,8oCMata Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik +/+. Abdomen buncit, tegang, BU + menurun, shifting dullness(+). Eritema palmaris +/+.

Diagnosis : sirosis hepatis

Terapi : Pemeriksaan fungsi hati Aminofluid Kalnex 3 mg iv Vit. K 3 mg iv Spironolakton 100 mg 1 x 1 amp.

20 Januari 2015Keluhan: Perut masih terasa kembung dan membesar. Nyeri perut (+) NGT residu berwarna kekuningan.

PF :T = 100/70 mmHgP = 84 x/mntR = 24 x/mntS = 36,8oCMata Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik +/+. Abdomen buncit, tegang, BU + menurun, shifting dullness(+). Eritema palmaris +/+.

Diagnosis : sirosis hepatis

Terapi : Therapi dilanjutkan

21 Januari 2015Keluhan: Perut masih terasa kembung dan membesar. Nyeri perut (+) NGT residu berwarna kekuningan.

PF :T = 100/70 mmHgP = 84 x/mntR = 24 x/mntS = 36,8oCMata Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik +/+. Abdomen buncit, tegang, BU + menurun, shifting dullness(+). Eritema palmaris +/+.

Diagnosis : sirosis hepatis

Terapi : Therapi dilanjutkan

22 Januari 2015Keluhan: Perut terasa lebih ringan. Nyeri perut (+)

PF :T = 100/60 mmHgP = 84 x/mntR = 24 x/mntS = 37oCMata Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik +/+. Abdomen buncit, tegang, BU + menurun, shifting dullness(+). Eritema palmaris +/+.

Diagnosis : sirosis hepatis

Terapi : Sangobion 3 x 1 tab Asam folat 3 x 1 tab

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

ASITESDefinisi dan etiologiAsites merupakan gejala penumpukan cairan abnormal di rongga peritonium. Banyak hal yang dapat menyebabkan asites diantaranya kelainan pada ginjal, hati dan jantung. Secara epidemiologi 85% kasus asites terjadi akibat kelainan pada hati yaitu sirosis. Kasus asites non sirosis dapat disebabkan oleh penyebab pre-hepatik seperti thrombosis vena porta, limfoma, kerusakan atau obstruksi limfa ambdomen, perforasi usus, gagal ginjal, pankreatitis, tuberkulosis peritonium, atau keganasan pada peritonium; penyebab asites post-hepatik meliputi gagal jantung kongestif disertai hipertensi pulmonal, perikarditis konstriksi, sindroma Budd-Chiari, dan formasi striktura pada vena kava inferior. Pada dasarnya, asites terjadi akibat proses transudasi atau eksudasi yang dipengaruhi keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik dalam pembuluh darah.PatofisiologiTeori tentang terjadinya asites meliputi teori underfilling, overfilling dan vasodilatasi perifer. Teori underfilling yang dimulai dari menurunnya volume cairan plasma oleh karena hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Hipertensi porta meningkatkan tekanan hidrostatik di dalam pembuluh darah. Keadaan ini disertai dengan hipoalbuminemia akan menyebabkan ekstravasasi cairan plasma ke rongga interstitial dan sekaligus mengaktifkan sistems renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) di ginjal untuk mengompensasi menurunnya volume plasma. Teori overfilling menyatakan bahwa asites terbentuk akibat ekspansi cairan plasma karena reabsorpasi air pada ginjal. Hal ini terjadi akibat peningkatan aktivitas hormon ADH dan penurunan hormon natriuretik oleh karena penurunan fungsi hati. Teori vasodilatasi perifer melibatkan komponen kedua teori sebelumnya. Hal yang penting pada teori ini adalah hipertensi porta akibat regenerasi hati. Regenerasi hati terjadi akibat kerusakan yang terus-menerus pada sinusoid hati akibat faktor eksogen, dengan predisposisi genetik, dan melalui inflamasi yang terus-menerus, mengakibatkan fibrosis. Fibrosis ini akan menyebabkan tingginya resistensi pembuluh darah vena pada sistem porta. Resistensi ini diimbangi oleh vasodilatasi arteriolae splancnikus (splancnic bed) yang menyebabkan menetapnya hipertensi porta. Akibat hipertensi porta, tekanan hidrostatik pada sinusoid dan kapiler usus meningkat, sehingga terjadi proses transudasi.

SIROSIS HEPATISDefinisiSirosis hepatis merupakan suatu keadaan disorganisasi difusa dari struktur hati normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan fibrosis. Secara lengkap sirosis hati adalah Kemunduran fungsi hati permanen yang ditandai dengan perubahan histopatologi berupa kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang telah mati. Akibatnya, terbentuk sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru (regenerative nodules) dalam jaringan parut.

Etiologi dan KlasifikasiSirosis secara konvensional diklasifikasikan menjadi makronoduler, mikronoduler dan campuran. Makronoduler apabila nodul hepar berukuran lebih dari 3 mm, mikronoduler apabila kurang dari 3 mm. Sirosis hepatis secara klinis dibagi atas sirosis hepatis kompensata dan dekompensata. Sirosis hepatis kompensata biasanya asimptomatik dan sirosis hepatis dekompensata menunjukkan gejala dan tanda pada keadaan sirosis hepatis. Etiologi dari sirosis hepatis tersering pada negara barat adalah alkoholisme, sementara di Indonesia adalah hepatitis B (40 50%) dan hepatitis C (30-40%). Selain itu, penyebab dari sirosis hepatis adalah bruselosis, toksoplasmosis, skistosomiasis, ekinokokus. Penyebab metabolik dan genetik yang dapat terjadi adalah defisiensi alfa antitripsin, sindroma Fanconi, Penyakit Gaucher, intoleransi fruktosa herediter, galaktosemia, Tirosinemia, penyakit Wilson. Obat dan toksin juga dapat menyebabkan sirosis hepatis yaitu obat amiodaron, toksin arsenik, obstruksi bilier, kolangitis sklerosis primer, dan lain-lain.

Patogenesis dan patofisiologiMekanisme terjadinya proses yang berlangsung terus mulai dari hepatitis virus menjadi Sirosis Hepatis belum jelas. Patogenesis yang mungkin terjadi yaitu :1. Mekanis2. Immunologis3. Kombinasi keduanyaNamun yang utama adalah terjadinya peningkatan aktivitas fibroblast dan pembentukan jaringan ikat.Teori MekanisPada daerah hati yang mengalami nekrosis konfluen, kerangka reticulum lobul yang mengalami kolaps akan berlaku sebagai kerangka untuk terjadinya daerah parut yang luas. Dalam kerangka jaringan ikat ini, bagian parenkim hati yang bertahan hidup berkembang menjadi nodul regenerasi.Teori ImunologisSirosis Hepatis dikatakan dapat berkembang dari hepatitis akut jika melalui proses hepatitis kronik aktif terlebih dahulu. Mekanisme imunologis mempunyai peranan penting dalam hepatitis kronis. Ada 2 bentuk hepatitis kronis : Hepatitis kronik tipe B Hepatitis kronik autoimun atau tipe NANBProses respon imunologis pada sejumlah kasus tidak cukup untuk menyingkirkan virus atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang mengandung virus ini merupakan rangsangan untuk terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai terjadi kerusakan sel hati.Dari kasus-kasus yang dapat dilakukan biopsy hati berulang pada penderita hepatitis kronik aktif ternyata bahwa proses perjalanan hepatitis kronis bisa berlangsung sangat lama. Bisa lebih dari 10 tahun.Fibrosis merupakan enkapsulasi atau penggantian jaringan yang rusak oleh jaringan kolagen. Fibrosis hati merupakan hasil perpanjangan respon penyembuhan luka normal yang mengakibatkan abnormalitas proses fibrogenesis (produksi dan deposisi jaringan ikat). Fibrosis berlangsung dalam berbagai tahap, tergantung pada penyebab kerusakan, lingkungan, dan faktor host. Sirosis hati merupakan tahapan lanjut dari fibrosis hati, yang juga disertai dengan kerusakan pembuluh darah. Sirosis hati menyebabkan suplai darah dari arteri yang menuju hati, berbalik ke pembuluh vena, merusak pertukaran antara hepatik sinusoid dan jaringan parenkim yang berdekatan, contohnya hepatosit. Hepatik sinusoid dilapisi oleh endotel berfenestrasi yang berada pada lapisan jaringan ikat permeabel (ruang Disse) yang mengandung selstelat hepatik (HSC) dan beberapa sel mononuklear. Bagian lain dari ruang Disse dilapisi oleh hepatosit yang menjalankan sebagian besar fungsi hati. Pada kondisi sirosis, ruang Disse terisi oleh jaringan parut dan fenestrasi endotel menghilang, proses ini disebut kapilarisasi sinusoidal. Secara histologis, sirosis dicirikan oleh septafibrotik tervaskularisasi yang menghubungkan portal tract satu dengan yang lainnya dan dengan vena sentral, membentuk pulau hepatosit yang dikelilingi oleh septafibrotik yang tidak memiliki vena sentral. Akibat klinis yang utama dari sirosis adalah terganggunya fungsi hati, meningkatnya resistensi intrahepatik (portal hipertensi) dan perkembangan yang mengarah pada hepatoselular karsinoma (HCC). Abnormalitas sirkulasi general yang terjadi pada sirosis (vasodilatasi splancnikus, vasokonstriksi dan hiperfusi ginjal, retensi air dan garam, meningkatnya output kardiak) sangat erat kaitannya dengan perubahan vaskularisasi hati dan hipertensi porta. Sirosis dan gangguan vaskular yang diakibatkannya bersifat irreversibel, namun penyembuhan sirosis masih mungkin terjadi.Gejala dan tanda Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hati yang terjadi. Sirosis Hati dibagi dalam tiga tingkatan yakni Sirosis Hati yang paling rendah Child A, Child B, hingga pada sirosis hati yang paling berat yakni Child C. Gejala yang biasa dialami penderita sirosis dari yang paling ringan yakni lemah tidak nafsu makan, hingga yang paling berat yakni bengkak pada perut, tungkai, dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik pada tubuh penderita terdapat palmar eritem, spider nevi terutama pada bahu dan dada, kuku Muhrche dimana terdapat garis horizontal berwarna putih pada kuku., clubbing finger terutama pada sindroma hepatopulmonalPasien dengan sirosis juga dapat mengalami konversi androgen menjadi estrogen, seperti ginekomastia dan impotensi pada laki-laki. Rontoknya rambut pubis dan aksilla dapat terjadi pada laki-laki dan wanita..Beberapa dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirosis yang lebih umum termasuk: 1. Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam darah 1. Asites, edema pada tungkai1. Hipertensi portal1. Kelelahan 1. Kelemahan 1. Kehilangan nafsu makan 1. Gatal 1. Mudah memar dari pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh hati yang sakit. Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino rantai cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai sumber energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk metabolisme amonia.

Dari pemeriksaan penunjang, pasien dengan sirosis hepatis dapat mengalami peningkatan enzim Aspartate aminotransferase (AST) dan Alanine aminotransferase (ALT). Peningkatan AST lebih tinggi dari ALT. Namun, nilai normal pada kedua enzim ini tidak dapat mengesampingkan adanya sirosis hepatis. Kadar Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) tinggi pada pasien dengan penyakit hati alkoholik kronik yang merupakan salah satu penyebab terjadinya sirosis hepatis. Albumin dan globulin meningkat pada keadaan sirosis hepatis, berhubungan dengan perburukan sirosis. Pada pemeriksaan darah lengkap, dapat ditemukan gejala anemia, dengan bentuk sel darah merah yang beragam. Pemeriksaan USG pada sirosis hepatis digunakan untuk menilai sudut dan permukaan hati, homogenitas, ukuran dan adanya massa. Selain itu juga dapat melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta.KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada sirosis hepatis adalah:

1. Edema dan ascites Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. (Pitting edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.

1. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites.

1. Perdarahan dari Varises-Varises Kerongkongan (Oesophageal Varices) Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas dari lambung. Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung. Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.

1. Hepatic encephalopathy Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya). Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian.

1. Hepatorenal syndrome Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti penahanan garam, dipelihara/dipertahankan. 1. Hepatopulmonary syndrome Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga.

1. Hypersplenism Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan platelet-platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut. Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang. Hypersplenism adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang diperpanjang (lama).

1. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma) Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko kanker hati utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer) merujuk pada fakta bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja didalam tubuh dan menyebar (metastasizes) ke hati.

TatalaksanaTatalaksana yang dilakukan pada sirosis hepatis dekompensata adalah tatalaksana sesuai komplikasi yang terjadi.

1. Varices esofagusPada varices esofagus dapat diberikan beta blocker seperti propanolol. Pada varices yang sudah terjadi perdarahan dapat diberikan preparat somatostatin dilanjutkan dengan ligasi atau skleroterapi.2. AsitesPada asites, dilakukan tirah baring dan diet rendah garam. Batas garam yang dapat diberikan adalah 5,2 gram per hari. Diet ini dikombinasikan dengan obat diuretik. Obat yang dapat diberikan adalah spironolakton dengan dosis 100 - 200 mg sekali sehari. Pemantauan keberhasilan terapi dilihat dari penurunan berat badan sebanyak 0,5 kg/hari tanpa edema tungkai atau 1 kg/hari dengan edema tungkai. Apabila spironolakton tidak memberi respons yang baik dapat ditambahkan dengan furosemid 20 40 mg / hari. Pemberian furosemid dapat ditambahkan untuk mencapai target terapi hingga 160 mg/hari. Parasentesis dapat dilakukan apabila asites sangat besar dan dapat dikeluarkan 4 6 liter dengan pemberian tambahan albumin.3. Ensefalopati hepatikPada ensefalopatik hepatik, dapat diberikan laktulosa untuk mengeluarkan amonia. Neomisin dapat diberikan untuk mengurangi bakteri penghasil amonia di usus. Diet protein dikurangi hingga 0,5 g/Kg per hari.

Klasifikasi Child-PughKlasifikasi Child-Pugh digunakan untuk memperkirakan derajat keparahan sirosis hepatis yang terjadi pada pasien.

Skor ini dapat memperkirakan prognosis dari sirosis hepatis.

BAB IIIDISKUSI

Laki- laki, 38 tahun mengeluh perut membesar pada hari kedua perawatan di rumah sakit. 1 hari sebelumnya pasien muntah darah sebanyak 5 kali pada 6 jam sebelum masuk rumah sakit dan 2 kali pada ruang perawatan di rumah sakit. Muntah berwarna merah kehitaman sebanyak kurang lebih 1 mangkok tiap kali muntah disertai mual, tidak ada nyeri perut. Perdarahan saluran cerna bagian atas ini termasuk perdarahan yang massif yang dapat menjadi perkiraan bahwa hal ini merupakan perdarahan dari varices yang bisa jadi berada pada esofagus atau gaster. BAB berwarna hitam sebanyak 1 kali dengan konsistensi lembek. 4 hari SMRS keluhan mual muncul tanpa diawali demam dan memberat setiap makan. Pasien memiliki riwayat maag sejak 4 tahun SMRS. Pasien pernah mengalami sakit kuning 1 tahun SMRS. Riwayat maag kronis dapat mengarahkan diagnosis ke arah gastritis erosif, namun faktor risiko lain dari gastritis erosif tidak ditemukan pada pasien ini. Sementara riwayat sakit kuning (hepatitis) menguatkan kecurigaan ke arah sirosis hepatis, dimana hepatitis merupakan kausa sirosis hepatis yang paling sering di Indonesia. Keluhan perut yang membesar pada pasien setelah pasien mengalami perdarahan masif pada saluran cerna bagian atas menimbulkan kemungkinan adanya ketidakseimbangan elektrolit, terutama kalium yang menyebabkan peristalsis usus menurun, sehingga timbul kembung dan perut terasa penuh. Kemungkinan lainnya adalah pembentukan asites yang dialami sebagai salah satu komplikasi dari sirosis dekompensata. .

Manifestasi Klinis:Pada penemuan klinis dijumpai eritema palmaris dan garis horizontal berwarna putih pada kuku yang menjadi tanda khas pada sirosis hepatis. Pasien mengalami muntah darah disertai tanda ini memunculkan kemungkinan diagnosis ke arah sirosis hepatis.Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis dan sclera ikterik pada mata. Keadaan anemia merupakan keadaan yang umum terutama pada penyakit kronis. Keadaan sklera yang ikterik menunjukkan adanya hemolisis berkelanjutan di dalam sirkulasi darah yang dapat menandakan ketidakmampuan hati untuk membentuk sel darah merah atau albumin sebagai pengikat bilirubin pada lisisnya sel darah merah dalam darah. Pada abdomen ditemukan abdomen cembung, tegang, simetris, shifting dullness (+) yang dapat disimpulkan sebagai asites. Asites menguatkan kemungkinan ke arah sirosis hepatis. Pada pemeriksaan penunjang saat masuk (tanggal 17) ditemukan pasien anemia dengan Hb 8,6 dengan leukositosis sebanyak 13,1 x 103 . Pada pemeriksaan fungsi hati ditemukan bilirubin total yang rendah, dengan hipoalbuminemia dan peningkatan AST dan ALT yang menandakan menurunnya fungsi hati. Hal ini menunjang ke arah kegagalan hati seperti sirosis hepatis.

Assesment: sirosis hepatis

Planning: Usul PemeriksaanPemeriksaan elektrolitUSG Abdomen

TerapiTerapi awal yang diberikan pada pasien merupakan terapi untuk menghentikan perdarahan yang terjadi. Penatalaksanaan yang ideal untuk perdarahan saluran gastrointestinal yang masif adalah tindakan kauter atau skleroterapi menggunakan endoskopi, namun tindakan awal seperti cooling spooling dapat membantu meredakan perdarahan di sekitar lesi. Timbulnya asites setelah perdarahan menandakan ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik yang lanjut di dalam pembuluh darah, yang dapat terjadi akibat hipertensi porta. Penatalaksanaan asites meliputi pemberian diuretik spironolakton dimulai dari dosis 100 200 mg sekali sehari, dibarengi dengan diet rendah garam, maksimal 5,2 gram per hari.

DAFTAR PUSTAKA

Bacon Bruce. Cirrhosis and Its Complications in Harrisons Principle of Internal Medicine Ed. 17. Editor Fauci, Braunwald, Kasper, et al. USA: McGraw-Hill,Inc.

Bosch, Abraldes, Berzigotti et al. Portal Hypertension and Gastrointestinal Bleeding. Seminars in Liver Disease, Vol. 28, Number 1. 2008: 3 25.

Moore, Van Thiel. Cirrhotic Ascites review: Pathophysiology, Diagnosis and Management. World J Hepatol 2013; 5(5): 251-263.

Nurdjanah, Siti. Sirosis Hepatis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, editor Sudoyo Aru, Setyohadi, Alwi dkk., Jilid I, Ed.4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007. 445- 448.

Schuppan, Afdhal. Liver Cirrhosis. Lancet: Author Manuscript. 2008 March 8; 371(9615): 838851.

Wolf, David. Cirrhosis. Medscape. WebMD, LLC. 2014. (Diakses pada tanggal 07 Januari 2015 dari www.medscape.com.)

25