Patofisiologi asites

52
Patofisiologi asites Asites adalah penimbunan cairan yang abnormal di rongga peritoneum. Asites dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, namun yang terutama adalah sirosis hati dan hipertensi porta. Patofisiologi asites belum sepenuhnya dipahami dan diduga melibatkan beberapa mekanisme sekaligus. Teori yang diterima saat ini ialah teori vasodilatasi perifer. Sirosis (pembentukan jaringan parut) di hati akan menyebabkan vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid. Akibatnya terjadi peningkatan resistensi sistem porta yang berujung kepada hipertensi porta. Hipertensi porta ini dibarengi dengan vasodilatasi splanchnic bed (pembuluh darah splanknik) akibat adanya vasodilator endogen (seperti NO, calcitone gene related peptide, endotelin dll). Dengan adanya vasodilatasi splanchnic bed tersebut, maka akan menyebabkan peningkatan aliran darah yang justru akan membuat hipertensi porta menjadi semakin menetap. Hipertensi porta tersebut akan meningkatkan tekanan transudasi terutama di daerah sinusoid dan kapiler usus. Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum dan selanjutnya menyebabkan asites. Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic bed, vasodilator endogen juga akan mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik sehingga terjadi vasodilatasi perifer dan penurunan volume efektif darah (underfilling relatif) arteri. Sebagai respons terhadap perubahan ini, tubuh akan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik dan sumbu sistem renin-angiotensin-aldosteron serta arginin vasopressin. Semuanya itu akan meningkatkan reabsorbsi/penarikan garam (Na) dari ginjal dan diikuti dengan reabsorpsi air (H 2 0) sehingga menyebabkan semakin banyak cairan yang terkumpul di rongga tubuh.

description

hj

Transcript of Patofisiologi asites

Page 1: Patofisiologi asites

Patofisiologi asites

Asites adalah penimbunan cairan yang abnormal di rongga peritoneum. Asites dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, namun yang terutama adalah sirosis hati dan hipertensi porta. Patofisiologi asites belum sepenuhnya dipahami dan diduga melibatkan beberapa mekanisme sekaligus. Teori yang diterima saat ini ialah teori vasodilatasi perifer.

Sirosis (pembentukan jaringan parut) di hati akan menyebabkan vasokonstriksi dan fibrotisasi sinusoid. Akibatnya terjadi peningkatan resistensi sistem porta yang berujung kepada hipertensi porta. Hipertensi porta ini dibarengi dengan vasodilatasi splanchnic bed (pembuluh darah splanknik) akibat adanya vasodilator endogen (seperti NO, calcitone gene related peptide, endotelin dll). Dengan adanya vasodilatasi splanchnic bed tersebut, maka akan menyebabkan peningkatan aliran darah yang justru akan membuat hipertensi porta menjadi semakin menetap.  Hipertensi porta tersebut akan meningkatkan tekanan transudasi terutama di daerah sinusoid dan kapiler usus. Transudat akan terkumpul di rongga peritoneum dan selanjutnya menyebabkan asites.

Selain menyebabkan vasodilatasi splanchnic bed, vasodilator endogen juga akan mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik sehingga terjadi vasodilatasi perifer dan penurunan volume efektif darah (underfilling relatif) arteri. Sebagai respons terhadap perubahan ini, tubuh akan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik dan sumbu sistem renin-angiotensin-aldosteron serta arginin vasopressin. Semuanya itu akan meningkatkan reabsorbsi/penarikan garam (Na) dari ginjal dan diikuti dengan reabsorpsi air (H20) sehingga menyebabkan semakin banyak cairan yang terkumpul di rongga tubuh.

Page 2: Patofisiologi asites

Penyakit yang mendasari asites

Asites dapat terjadi pada peritoneum yang normal atau peritoneum yang mengalami kelainan patologis. Jika peritoneum normal (tidak ada kelainan), maka penyebab asites adalah hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Sedangkan pada peritoneum yang mengalami kelainan patologis,

Page 3: Patofisiologi asites

penyebab asites antara lain infeksi (peritonitis bakterial/TBC/fungal, peritonitis terkait HIV dll), keganasan/karsinoma peritoneal dll.

Diagnosa asites

Dalam menegakkan suatu diagnosa selalu meliputi tiga hal yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat digali hal-hal sebagai berikut:

-          Pasien mengeluh adanya pertambahan ukuran lingkar perut

-          Konsumsi alkohol, adanya riwayat hepatitis, penggunaan obat intravena, lahir/hidup di lingkungan endemik hepatitis, riwayat keluarga, dll

-          Obesitas, hiperkolesterolemia, diabetes melitus tipe 2, atau penyakit-penyakit yang dapat berkembang menjadi sirosis dll.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut:

-          Adanya kelainan/gangguan di hati dapat dilihat dari jaundice, eritema palmaris atau spider angioma

-          Adanya hepatosplenomegali pada saat dipalpasi

-          Shifting dullnes, pudle sign

-          Peningkatan tekanan vena jugularis, dll.

Pada pemeriksaan penunjang, dapat digunakan metode pencitraan (USG) atau parasentesis (pengambilan cairan). Apabila dilakukan parasentesis, selain dapat mendiagnosa adanya asites, juga bermanfaat untuk melihat penyebab asites. Pada cairan yang diambil tersebut dapat dilakukan pemeriksaan sbb:

-          Gambaran makroskopik: cairan yang hemoragik dihubungkan dengan keganasan,  warna kemerahan dapat dijumpai pada ruptur kapiler peritoneum dll.

-          Gradien nilai albumin serum dan asites: gradien tinggi (>1.1 gr/dl) terdapat pada hipertensi porta pada asites transudat, dan sebaliknya pada asites eksudat. Konsentrasi protein yang tinggi (>3 gr/dl) menunjukkan asites eksudat, sebaliknya (<3 gr/dl) menunjukkan asites transudat.

-          Hitung sel: peningkatan jumlah lekosit menunjukkan adanya inflamasi. Untuk menilai asal infeksi dapat digunakan hitung jenis sel.

-          Biakan kuman dan pemeriksaan sitologi.

Tatalaksana asites

Page 4: Patofisiologi asites

Dalam menatalaksana asites transudat (akibat hipertensi porta) terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu:

-          Tirah baring untuk memperbaiki efektifitas diuretika. Tirah baring akan menyebabkan aktivitas simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron menurun. Pada tirah baring, pasien tidur telentang dengan kaki sedikit diangkat selama beberapa jam setelah minum diuretika

-          Diet rendah garam ringan sampai sedang untuk membantu diuresis.

-          Pemberian diuretika yang bekerja sebagai antialdosteron, misalnya spironolakton. Dengan pemberian diuretika diharapkan berat badan dapat turun 400-800 gr/hari.

-          Terapi parasentesis, yaitu mengeluarkan cairan asites secara mekanis. Untuk setiap liter cairan asites yang dikeluarkan sebaiknya diikuti dengan substitusi albumin sebanyak 6-8 gram.

-          Pengobatan terhadap penyakit yang mendasari terjadinya asites seperti penyakit hati dll

Komplikasi

Asites yang jika tidak dikelola dengan baik dapat berdampak komplikasi yaitu peritonitis (mengancam nyawa), sindrom hepatorenal (vasokonstriksi renal akibat aktivitas penarikan garam dan cairan dari ginjal), malnutrisi, hepatik-ensefalopati, serta komplikasi lain yang dikaitkan dengan penyakit penyebab asites.

Referensi

Gentilini P, Laffi G. Ascites in liver diseases. Ann Ital Med Int. 1991 Jan-Mar;6(1 Pt 2):148-55.

Hirlan. Asites. Dalam: Sudoyo et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.

Mercure KB. Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt in the Management of Refractory Ascites. [Online]. 2004 Apr 6 [cited 2010 Mar 2]; Available from: URL: http://intmedweb.wfubmc.edu/grand_rounds/2003/tipsdoc.html#PATHOPHYSIOLOGY OF ASCITES

Schrier RW, Arroyo V, Bernardi M, Epstein M, Henriksen JH, Rodés J. Peripheral arterial vasodilation hypothesis: a proposal for the initiation of renal sodium and water retention in cirrhosis. Hepatology. 1988 Sep-Oct;8(5):1151-7.

Shah R, Fields J. Ascites. [Online]. 2009 May 8 [cited 2010 Mar 2]; Available from: URL: http://emedicine.medscape.com/article/170907-overview

Sheerwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2001. p. 307.

Page 5: Patofisiologi asites

                         

  /  14

Download this Document for FreeHIPERTENSI PORTAL Pendahuluan Sistem portal adalah semua sistem vena yang mengalirkan darah menuju hati yang berasal dari saluran cerna di rongga abdomen, limpa, dan kantong empedu. Vena portal masuk kehati melalui porta hepatic, yang membagi menjadi 2 bagian yang masing-masing membagi menuju tiap lobus. Vena porta merupakan penyatuan dari vena mesentrika superior dan lienalis. Vena portal terletak di anterior kaput pancreas setinggi vertebra lumbal 2, sedikit sebelah kanan garis tengah, memanjang 5,5-8 cm dari porta hepatic. Didalam hati vena portal membentuk cabang yang mengaliri hati yang berjalan seiring dengan arteri hepatica. Vena mesentrika superior merupakan muarar dari aliran darah vena yang berasal dari intestinal, kolon dan kaput pancreas dab kadang dari lambung melalui vena gastroepiploika kanan. Sedangakan vena lienalis merupakan muara 5- 15 cabang dari vena di hilus limpa., dan dari beberapa vena gastrika breves yang bermuara di sepanjang vena lienalis yang terletak diekor dan badan pancreas. Vena

5f1a9434d76568

1 document_comme

Page 6: Patofisiologi asites

menampung darah dari caput pancreas dan vena gastroepiploika kiri yang bermuara didekat limpa, dan darah dari mesentrika inferior yang berasal dari kolon kiri dan rectum. Vena mesentrika biasanya bermuara dibagian sepertiga tengah. Kecepatan aliran vena portal mencapai 1000-12000 ml/menit dan memasok 72% kebutuhan oksigen total. Perbedaan kandungan oksigen total anterior-portal dalam keadaan puasa sebesar 1,9 volume persen. Perbedaan ini akan meningkat saat proses digesti berlangsung. Dalam keadaan normal tekanan vena portal berkisar 7 mmHg. Sirkulasi Kolateral Apabila terdapat sumbatan aliran pada sistem portal, baik sumbatan intra maupun ekstra hepatik akan tampak sirkulasi kolateral. Sirkulasi kolateral merupakan konsekuensi atas terjadinya sumbatan, sebagai upaya konsekuensi mengalihkan aliran portal kedalam vena hepatik.

Obstruksi intra-hepatik (sirosis); Pada keadaan normal seluruh aliran vena portal akan diteruskan ke vena hepatika, namun pada keadaan sirosis hanya 13%. Sisanya akan masuk kealiran kolateral. Terdapat 4 kelompok aliran kolateral. 1. Kelompok I Didaerah pertemuan aliran protektif dengan epitel absorbtif: didaerah kardia dari lambung, ditempat anastomis antara vena gastrika kiri, gastrika superior dan vena gastrika breves dari sistem portal dengan vena intertorakalis, diafragama- esofageal dan azygos minor dari sistem kaval. Keadaan ini akan menghasilkan varises didaerah lapisan submukosa esofagus bagian bawah dan fundus lambung. Di anus, pada antomoses vena hemorrhoid superior dari sitem portal dengan vena hemorrhoid media dan inferior dari sistem kaval. 2. Kelompok II Di ligamen falciparum, melalui vena umbilicalis, peningggalan umbilikus janin. 3. Kelompok III Bila terjadi kontak antara organ abdomen dengan jaringan retro-peritoneal atau perlekatan pada dinding abdomen. Kolateral ini melibatkan vena dari hati menuju diafragma, vena di ligamen spleno-renal dan omentum, vena lumbalis dan vena dalam jaringan parut akibat laparotomi sebelumnya. 4. Kelompok IV Aliran vena portal menuju vena renalis sinistra. Aliran ini memungkinkan melewati vena lienalis, atau vena diafragmatika, pankreatika, adrenalis sinistra dan vena gastrika. Darah dari kolateral gasto-esofagal, retroperitoneal dan sistem vena dari abdomen mencapai vena cava superior malalui sistem azygos atau hemiazygos. Sebagian kecil masuk ke vena cava inferior. Kolateral dapat pula menuju vena pulmo. Obstruksi ekstra-hepatik; 2 | P a g e

Page 7: Patofisiologi asites

Obstruksi vena portal ekstra hepatik membentuk kolateral tambahan, memintas obstruksi dan mengalir menuju hati, masuk dalam vena portal diporta hepatis. Keadaan ini melibatkan vena hilus, vena komitens, vena portal dan arteri hepatika, vena di ligamen penyangga hati dan diafragma dan vena omentum. Akibat terjadinya kolateral pasokan darah kehati oleh aliran portal terputus, maka ia lebih bergantung pada aliran arteri hepatika. Akibatnya hati akan tampak mengkerut dan kehilangan kemapuan beregenerasi dikarenakan karena kehilangan faktor hepatotropik, termasuk insulin dan glukagon, yang berasal dari pankreas. Patofisiologi Hipertensi Portal Tinggi rendahnya hipertensi portal ditentukan oleh interaksi antara aliran portal dan tahanan vaskuler yang menghambatnya. Ini mengacu pada hukum Ohm sebagai berikut: Tingginya tekanan diantara kedua titik (P2-P1) berbanding lurus dengan aliran darah (Q) dan tahanan vaskuler (R). P1-P2 = Q x R Tidak seperi tekanan dan kecepatan aliran yang dapat dihitung secara langsung, tahanan vaskuler tidak dapat dihitung secara langsung. Namun tahanan dapat diketahui dengan hukum Poiseuille: 4 . . . 8 r L R π

Page 8: Patofisiologi asites

η = π= koefisien viskositas L= panjang pembuluh R= diameter pembuluh Bila tahanan dimasukkan dalam hukum Ohm, maka; 4 . . . 8 . 2 1 r L Q P P π η = − Resistensi intrahepatik 3 | P a g e

Dalam keadaan normal resistensi intrahepatik akan berkurang jika terjadi peningkatan aliran darah, mekanisme kompensasi ini berguna untuk mempertahankan tekanan portal dalam normal. Pada sirosis, terjadi peningkatan resistensi intrahepatik sebagai konsekuensi perubahan fungsi dan anatomi. Pertama karena terjadi distorsi dari arsitektur vaskuler hati karena fibrosis, jaringan parut dan pemebentukan nodul sirotik. Keadaan ini juga akan menyumbang terjadinya peningkatan resistensi. Semula hanya ditekankan bahwa faktor anatomi yang menyebabkan obstruksi mekanikal, namun ada juga faktor tonus vaskular pada sirosis hepatis yang turut berperan sebagai faktor reversibel. Terjadi peningkatan resistensi karena vasokonstriksi aktif beberapa tipe sel hati sebagai respon terhadap beberapa agonis. Keadaan ini merupakan faktor reversibel yang menyebabkan peningkatan resistensi intrahepatik sebesar 40%. Peningkatan tonus vaskuler disebabkan oleh ketidak seimbangan faktor produksi vasokonstriktor (endotelin, norepinephrin, angiotensi II, dll) dan faktor vasodilator (Nitrit oxide dan prostaglandin) . Kolateral Pembentukan kolateral dipicu oleh peningkatan tekanan portal, yang melibatkan pembuluh yang ada sebelumnya yang menghubungkan portal dengan sirkulasi

Page 9: Patofisiologi asites

sistemi, akibat peran dari endotel vaskular, Vasculer Endothelial Growth Factor (VEGF) dan kemungkinan faktor lainnya. Sirkulasi hiperdinamik Dasar dari gangguan hemodinamik pada hipertensi portal adalah resistensi aliran portal, baik dari intrahepatik maupun karena sumabatan vena portal. Untuk memepertahankan tekanan portal karena penurunan munculnya kolateral, terjadi sirkulasi hiperdinamik yaitu peningkatan aliran darah pada sistem portal. Hal ini diperoleh dari mekanisme peningkatan curah jantung dan vasodilator splangnik. Vasodilator 4 | P a g e

Setidaknya ada 3 faktor yang menyebabkan dilatasi pemebuluh darah perifer: meningkatkan konsentrasi vasodilator sirkulasi, meningkatkan produksi vasodilator lokal oleh endotel, dan menurunnya respon terhadap vasokonstriktor. Penyebab peningkatan konsentrasi vasodilator dalam sirkulasi darah adalah peningkatan produksi, penurunan katabolisme karena gangguan fungsi hati atau karena pintasan portosistemik. Peningkatan kadar glucagon dalam sirkulasi darah telah didokumentasikan pada binatang percobaan dan manusia dengan hipertensi portal.kadar glucagon dan insulin meningkat. Dibuktikan pula terjadi peningkatan sekresi glucagon oleh isolasi sel pancreas setelah dirangsang glukosa dan arginin disbanding kelompok control. Peningkatan kadar glucagon dalam vena portal dan vena kava inferior ditemukan pada penderita pasca operasi portosistemik pada penderita sindrom Budd-Chiari dan sedkit meningkat tidak bermakna pada penderita sirosis. Peningkatan ini tidak berkaitan dengan peningkatan tekanan portal tetapi secara bermakna berhubungan dengan penurunan resistensi pembuluh splangnikus. Penemuan diatas diperkuat dengan percobaan pada tikus percobaan yang telah diligasi partial vena portalnya dan diberi somatostatin.terjadi penurunan kadar glucagon, penurunan tekanan portal dan aliran darah secara bermakna. Hal ini terjadi karena efek vasokontriksi dari splangnikus. Pemberian glucagon dan somatostatin pada tikus percobaan tersebut menghilangkan efek dari somatostatin, hal inimenujukkan bahwa efek hemodinamik somatostatin. Agaknya dihambat oleh sekresi glucagon. 5 | P a g e

Page 10: Patofisiologi asites

Endotel penghasil vasodilator Nitric oxide dan prostaglandine hasil produksi endotel diketahui mempunyai kontribusi dalam perkembangan vasodilatasi sistemik dan splangnikus. Bahwa pada gangguan hemodinamik yang teramati pada pembuluh mesenteric memeperlihatkan vasodilatasi karena hiporespon terhadap yaitu vena intrinsic, vena perforate dan vena eksentrik. Vena perforate merupakan vena yang menghubungkan vena ekstrinsik dengan vena intrinsik. Pada vena perforate ditemukan katup yang berfungsi untuk mencegah aliran dari vena ekstrinsik menuju pleksus intrinsik. Muskularis mukosa proksimal dari esofagogastric junction penderita hipertensi portal digantikan oleh

varises submukosa yang berhubungan dengan permukaan epitel melalui pembuluh subepitel atau intaepitel yang disebut red color sign pada pemeriksaan endoskopi. Sebagian besar suplai darah pada varises esophagus berasal dari cabang kiri vena gastrika. Sedang cabang posterior mengalir kedalam sistem azygos, dimana cabang anterior berhubungan dengan varises didaerah tepat dibawah esofasigastric junction dan berlanjut sebagai vena besar tortuous di esophagus bagian bawah. Pendarahn varises gastroesofageal merupakan penyulit utama portal hipetensi, karena merupakan penyebab kematian utama pada penderita sirosis dan penyebab kematian pada penderita transplantasi hati. Pendarahan varises mrupakan hasil akhir dari suatu proses yang berawal dari peninggian tekanan porta, diikuti pembentukan dan dilatasi progresif dari varises dan berakhir dengan rupture dan pendarahan. Pembentukan varises memerlukan waktu yang lambat. Insiden varises pada penderita sirosis hati terkompensasi sebesar 40%, sedang pada sirosis dengan asites sebesar 60%. Diperkirakan varises insiden baru sebesar 5% pertahun. Dalam kurun wakru follow up selama 6 tahun. Pertumbuhan pertahun dari varises kecil menjadi besar sebesar 10-15%. Varises rupture merupakan 60-70%

Page 11: Patofisiologi asites

penyebab pendarahan saluran cerna pada hipertensi portal. Mortalitas 6 minggu berkisar 30% hampir 60% diantaranya dengan sebab kematian pendarahan yang tidak terkontrol. Ancaman pendarahn ukang tetap tinggi pada minggu ke dua dan suatu episode pendarahan dan mulai menurun dalam 4 minggu berikutnya. Setelah melewati minggu ke enam resiko pendarahn kembali seperti semula. Penderita yang tetap hidup setelah pendarahan pertama masih beresiko memeproleh pendarah ulang

varises submukosa yang berhubungan dengan permukaan epitel melalui pembuluh subepitel atau intaepitel yang disebut red color sign pada pemeriksaan endoskopi. Sebagian besar suplai darah pada varises esophagus berasal dari cabang kiri vena gastrika. Sedang cabang posterior mengalir kedalam sistem azygos, dimana cabang anterior berhubungan dengan varises didaerah tepat dibawah esofasigastric junction dan berlanjut sebagai vena besar tortuous di esophagus bagian bawah. Varises gaster Varises gaster banyak dijumpai pada prehepatik hipertensi portal. Sarin menggelompokkan varises gaster sebagai gastric oesophageal varices (GOV) sebagai lanjutan dari varises esophagus. Bila berada di curvature minor disebut GOV1 dan bila menuju fundus disebut GOV2. Kelompok lainnya disebut isolated

gastric varices (IGV), bila tidak berhubungan dengan varises esophagus. Disebut IGV1 bila berada di fundus dan IGV2 bila ditempat lain didalam lambung. Prevalensi varises gaster menurut klasifikasi seperti yang dilaporkan Sarin: IGV1 74%, IGV2 16%, GOV1 8% dan GOV2 2%. 5% sampai 10% pendarahan saluran cerna bagian atas penderita sirosis hati disebabkan oleh varises gaster. Kematian yang terjadi setelah pendarahan pertama varises gaster sebesar 20%. Gastropati hipertensi portal Perubahan mukosa yang berhubungan dengan hipertensi portal disebut sebagai hipertensi portal gastropati (PHG). Gambaran yang sering ditemukan adalah pola mosaic dan cherry red spot. Pola mosaic terdiri dari eritema multiple yang dipisahkan dengan garis jarring putih yang tebal. Keadaan ini disebut PHG ringan. Cherry red spot bulat, sedikit menonjol diatas permukaan mukosa yang hiperemis. Kondisi ini seperti dikenal sebagai PHG berat. Insiden pendarahan pertahun pada PHG ringan 5% sedang pada PHG berat 15%. Manifestasi pendarahan bisa berupa lemena. Angka kematian yang terjadi berkisar 5% setiap episode pendarahan. DIAGNOSIS Diagnosis hipertensi portal sering baru dibuat setelah terjadi pendarahn saluran cerna bagian atas akibat varises esophagus pecah. Pemeriksaan endoskopi saluran cerna atas merupakan pemriksaan yang sangat penting untuk menetapkan ada tidaknya varises esophagus. Selain itu oleh karena sebagian besar hipertensi portal disebabkan oleh penyakit hati menahun, maka beberapa cara diagnosis berikut dapat dipakai untuk membantu menbuat diagnosis : gambaran klinis dan laboratories, pemriksaan non invasif : foto barium saluran cerna bagian atas, Ultrasonografi dengan atau tanpa Doppler, Computed Tomography (CT scan),

Page 12: Patofisiologi asites

Magnetic resonance imaging (MRI) dan Radionucleid angiography.Pemeriks aan

invasif : Arterial portography, Splenoportography dan Transhepatic venography dan biopsy hati. Pemeriksaan pencitraan sangat bermanfaat dalam awal pengelolaan pasien hipertensi portal. Seringkali pada pemeriksaan USG ditemukannya suatu pelebaran vena portal, kolateral portosistemik, asites, atau splenomegali. Thrombus pada vena portal harus dicari bila ditemukan suatu hipertensi portal. Pemeriksaan ultrasosnografi Doppler, scan computedtomografi (CT) dan magnetic resonance imaging (MBI) dapat menggantikan pemeriksaan infasif venografi portal. Pengukuran tekanan portal sendiri dapat dikerjakan dengan cara tidak langsung dengan mengukur gradient tekanan vena hepatica hepatic vena pressure gradient (HVPG), yang merupakan perbedaan antara tekanan wedge vena hepatica wedge hepatic vena pressure (WHPV) dengan tekanan free vena hepatica free hepatic vein pressure (FHVP). Ketiga tekanan hepatica ini dapat diukur dengan cara kateterisasi vena hepatica. Pengukuran tekanan portal juga dapat dikerjakan dengan cara langsung dengan teknik pungsi splenik pada saat mengerjakan pemeriksaan splenoportografi atau lewat pungsi varises esophagus melalui endoskopi. Endoskopi Pada pemriksaan endoskopi salutran serna bagian atas selain menetapkan ada tidaknya varises pentin pula menetapkan besar dan ukuran, panjang, lokais, ada tidaknya pendarahan, atau tanda bekas pendarahan varises seperti RCS atau RWM. Varises bagian distal biasanya lebih besar daripada bagian proksimal dan biasnya berakhir di daerah 24 cm dari ginggiva. Plamer dan Brick mengusulkan klasifikasi varises ringan, sedang dan berat. Klasifikasi ini didasarkan atas penilaian bentuk, warna, tekanan dan panjang varises. Ringan bila diameter < 3mm, sedang bila diameter 3-6 mm dan berat bila diameter > 6mm. Sedangkan menurut Baker : • grade 0 : apabila tidak tampak nyata adanya varises

• grade +1 : apabila terdapat atau atau lebih varies berdiameter < 4mm dengan panjang < 4 cm\ • grade + 2 : bila ditemukan varises multiple dengan panjang 4-10 cm • grade +3 : bila ditemukan varises multiple dengan panjang > 10 cm Klasifikasi Omed didasarkan adanaya pengamatan : 1. Besar Varises : penonjolan dinding lumen minimal, penonjolan kedalam lumen mencapai ¼ lumen esophagus dalam relaksasi maksimal. Penonjolan melebihi separuh lumen.2. Bentuk : sederhana yaitu penonjolan varises berwarna kebiruan dan berkelok dengan atau tanpa kelainan mukosa, tebendung congested yaitu penonjolan varises berwarna merah tua disertai tanda pembengkakan mukosa dan tanda pendarahn, varises berdarah, yaitu varises yang sedang berdarah segar karena robekan permukaan varises, dan varises dengan tanda bekas pendarahan, yaitu bekuan darah, pigmen darah di permukaan varises. Red color sign sebagai faktor resiko utama peradarahan varises, namun menurut klasifikasinya : red wale markings, yaitu dilatasi vena yag berjalan diatas permukaan varises, bintik merah kecil berdiameter kurang lebih 2 mm yang berada di permukaan varises (cherry red spots), hematom berukuran kurang lebih 4 mm

Page 13: Patofisiologi asites

(hematocystic spots) dan waran kemerahan yang tersebar di permukaan varises (difusse redness). Ukuran dan bentuk varises :F1 bila varises kecil lurus;F2 bila varises besar dan berkelok-kelok danF3 varises bebentuk coil yang mencapai lebih dari 1/3 lumen esophagus. Lokasi varises esophagus diperkenalkan sebagai sepertiga bawah (Li), sepertiga tengah (Lm) dan sepertiga atas (Ls). Hal lain yang di tambahkan adlah ada tidaknya esofagitis yang dilaporkan sebgai positif (E+) atau negative. Manfaat klasifikasi varises sebagai faktor resiko yang dipergunakan untuk meramalkan dengan tepat kemungkinan terjadinya perdarahan varises esophagus.

PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN Pencegahan perdarahan varises merupakan tujuan utama pengelolaan sirosis, berdasar data yang menunjukkan peningkatan mortalitas karena perdarahan aktif dan menurunnya survival secara progresif sesuai dengan indeks perdarahan. Medikamentosa Tekanan portal sebanding dengan inflow vena portal dan berbanding terbalik tonus arteriol mesenterika. Obat penyekat β nonselektif akan menyekat reseptor β adrenergic yang bekerja sebagai vasodilator, sehingga kerja dari penyekat β tersebut tidak bertentangan dengan α-adrenergik yang bekerja sebagai vasokontriktor di arteriole mesenterika. Pada dosis yang besar akan mengakibatkan penurunan kardiak output yang berdampak pada penurunan aliran arteri mesenterika. Kedua efek ini yang diharap dapat menurunkan tekanan vena portal. Dengan kata lain prinsip efek hemodinamik dari obat tersebut menurunkan tekanan gradient vena hepatica karena penurunan tekanan wedge vena hepatica. Propanolol dan nadolol merupakan obat yang banyak diteliti sebagai obat penyekat β nonselektif untuk pengobatan hipertensi portal. Pemberian secara oral maupun intravena dapat menurunkan tekanan gradient vena hepatica sebesar 9-31%. Tetapi meningkatnya resistensi vena kolateral dan atau meningkatnya aliran arteri hepatica dapat menyebabkan kegagalan menurunkan tekanan portal mencapai 50%. Beberapa laporan meta analisa memperlihatkan terjadinya resiko penurunan dari 25% pada kelompok control menjadi 15% pada kelompok yang memperoleh pengobatan penyekat β dengan median follow up 2 tahun. Obat ini berefek pada penderita dengan varises sedang/besar (diameter > 5mm) baik dengan asites atau tanpa asites, dan dengan fungsi hati yang baik maupun buruk. Manfaat lain yang diperoleh dengan pemakaian penyekat β nonselektif adalah penurunan angka kematian dari 27% menjadi 23%. Belum didapatkan bukti yang mendukung manfaat pencegahan dengan obat ini untuk varises kecil. Pengobatan pemeliharaan harus dipertahankan karena bila pengobatan dihentikan maka resiko terjadinya perdarahan akan kembali seperti kelompok yang tidak memperoleh pengobatan. Lebih kurang terdapat 15-20% penderita yang tidak dapat diobati dengan penyekat β-adrenergic karena mempunyai kontraindikasi mutlak atau relative. Pada kelompok ini

Page 14: Patofisiologi asites

dianjurkan diberikan isosorbide mononitrate (ISMN), meski penurunan tekanan portal kurang efektif. Ligasi varises adalah satu pilihan alternative yang efektif sebagai profilaksis pertama, namun hal ini terbatas pada varises besar yang intoleran atau memiliki kontraindikasi terhadap penyekat β-adrenergic. Karena penyekat β- adrenergic merupakan obat yang efektif untuk mencegah perdarah varises, semua penderita sirosis harus dideteksi adanya varises esophagus pada saat pertama diagnosis dibuat. Beberapa studi memperlihatkan bahwa pemeriksaan non invasive (kadar trombosit yang turun, pelebaran vena portal dan atau pembesaran limpa pada pemeriksaan USG) berhubungan dengan risiko perdarahan varises, sehingga penemuan hal tersebut cukup akurat untuk menghindarkan dari pemeriksaan endoskopi. Pada penderita yang tidak ditemukan varises pada pemeriksaan endoskopi, pemeriksaan ulang harus dikerjakan dengan tenggang waktu 2-3 tahun. Sedang pada penderita dengan varises kecil yang ditemukan pada saat endoskopi pertama dilakukan harus diulang pemeriksaan endoskopi 1-2 tahun mendatang untuk mengamati perkembangan varisesnya. Table 4 dan algoritme (Gambar 18) berikut memperlihatkan pencegahan pertama perdarahan varises esophagus.

Page 15: Patofisiologi asites
Page 16: Patofisiologi asites

Pengobatan alternative Skleroterapi endoskopi dengan etanol, sodium morhuate, polidocanol, atau sodium tetradecyl sulfate telah banyak dipergunakan secara ekstensif, dan multiple banding ligasi varises saat ini telah banyak dikerjakan. Pengobatan ini efektif dalam mengeradikasi varises esophagus. Namun, ligasi saat ini menjadi pilihan yang menyenangkan karena mempunyai efektifitas yang sama dengan skleroterapi dalam mengeradikasi varises dan mempunyai sedikit komplikasi. Banyak penelitian memperlihatkan bahwa skleroterapi tidak efektif sebagai profilaksis pertama pedarahan varises esophagus. Lebih lanjut dilaporkan suatu studi acak yang besar, dengan kelompok control segera dihentikan secara premature dengan alas an meningkatnya angka kematian setelah skleroterapi. Penelitian saat ini yang membandingkan terapi propanolol terhadap ligasi varises sebagai pencegah primer perdarahan varises memperlihatkan bahwa rerata perdarahan actuarial 43% dengan propanolol dan 15% dengan ligasi. Meski pada studi ini diperlihatkan bahwa angka perdarahan yang terjadi pada kelompok propanolol lebih tinggi dari yang diperkirakan. Namun demikian ligasi merupakan prosedur yang telah diterima

sebagai pilihan pengobatan pada kelompok sirosis yang beresiko tinggi mendapat perdarahan dan mempunyai kontraindikasi atau intoleransi terhadap pengobatan.

Sirosis Hepatis dengan Hipertensi Portal dan Pecahnya Varises Esofagus (Yusri dkk) -------- Kembali artikel sebelumnya

 

MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis dari sirosis tergantung pada penyakit penyebab serta perkembangan tingkat kegagalan hepato selullar dan fibrosisnya. Manifestasi klinis sirosis umumnya merupakan kombinasi dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Berdasarkan stadium klinis sirosis dapat di bagi 2 bentuk.(1,8)

a. Stadium kompensata

Pada keadaan ini belum ada gejala klinis yang nyata, diagnosisnya sering ditemukan kebetulan.

b. Stadium dekompensata

Sirosis hati dengan gejala nyata. Gejala klinik sirosis dekompensata melibatkan berbagai sistem. Pada gastrointestinal terdapat gangguan saluran cerna seperti mual, muntah dan anoreksia sering terjadi. Diare pada pasien sirosis dapat terjadi akibat mal-absorbsi, defisiensi asam empedu atau akibat mal-nutrisi yang terjadi. Nyeri abdomen dapat terjadi karena gall-stones, refluk gastroesophageal atau karena pembesaran hati. Hematemesis serta hema-tokezia dapat terjadi karena pecahnya varises esophagus ataupun rektal akibat hipertensi porta.

Pada sistem hematologi kelainan yang sering terjadi adalah anemia dan gangguan pembekuan darah. Pada organ paru bisa terjadi sesak nafas karena menurunnya daya perfusi  pulmonal,

Page 17: Patofisiologi asites

terjadinya kolateral portapulmonal, kapasitas vital paru yang menurun serta terdapatnya asites dan hepatosplenomegali. Mekanisme yang menyebabkan perobahan perfusi paru belum diketahui dengan pasti. Hipoksia ditemukan pada 2%-30% anak dengan sirosis. Sianosis dan clubbing finger dapat terjadi karena hipoksemia kronik akibat terjadinya kolateral paru-sistemik. 

Pada kardiovaskular manifestasinya sering berupa peningkatan kardiac output yang dapat berkembang menjadi sistemik resistensi serta penurunan hepatic blood flow (hipertensi porta), selanjutnya dapat pula menjadi hipertensi sistemik.

Pada sistim endokrin kelainan terjadi karena kegagalan hati dalam mensintesis atau metabolisme hormon. Keterlambatan pubertas dan pada adolesen dapat ditemukan penurunan libido serta impontensia karena penurunan sintesis testeron di hati. Juga dapat terjadi feminisasi berupa ginekomastia serta kurangnya pertumbuhan rambut.(8,9)

Pada sistim neurologis ensefalopati terjadi karena kerusakan lanjut dari sel hati.  Gangguan neurologis dapat berupa asteriksis (flapping tremor), gangguan kesadaran dan emosi.

Sistem imun pada sirosis dapat terjadi penurunan fungsi imunologis yang dapat menyebabkan rentan terhadap berbagai infeksi, diantaranya yang paling sering terjadi pneumonia dan peritonitis bakterialis spontan. Kelainan yang ditemu-kan sering berupa penurunan aktifitas fagosit sistem retikulo-endo-telial, opsonisasi, kadar komplemen C2, C3 dan C4 serta aktifitas pro-liferatif monosit.(1,8,9)

Sepertiga dari kasus sirosis dekompensata menunjukan demam tetapi jarang yang lebih dari 38ºC dan tidak dipengaruhi oleh pemberian anti-biotik. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh sitokin seperti tumor-necrosis-factor (TNF) yang dibebaskan pada proses inflamasi.(8,9)

Gangguan nutrisi yang terjadi dapat berupa mal-nutrisi, anoreksia, mal-absorbsi, hipo-albuminemia serta defisensi vitamin yang larut dalam lemak. Sering pula terjadi hipo-kalemia karena hilangnya kalium melalui muntah, diare atau karena pengaruh pemberian diuretik.(8,9)

Pada pemeriksaan fisik hepar sering teraba lunak sampai keras kadang-kadang mengkerut dan noduler. Limpa sering teraba membesar terutama pada hipertensi porta. Kulit tampak kuning, sianosis dan pucat, serta sering juga didapatkan spider angiomata.(8,9)

Retensi cairan dan natrium pada sirosis memberikan kecendrungan terdapatnya peningkatan hilangnya kalium sehingga terjadi penurunan kadar kalium total dalam tubuh. Terjadinya hiper aldosteron yang disertai kurangnya masukan makanan, serta terdapatnya gangguan fungsi tubulus yang dapat memperberat terjadinya hipo-kalemia. Kondisi hipo-kalemia ini dapat menyebab-kan terjadinya ensefalopati karena dapat menyebabkan peningkatan absorbsi amonia dan alkalosis.(1,8)

 

DIAGNOSIS

Page 18: Patofisiologi asites

Diagnosis sirosis hati ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis, labo-ratorium dan pemeriksaan penunjang. Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada stadium dekompensasi kadang tidak sulit menegakkan diagnosis dengan adanya asites, edema pretibial, splenomegali, vena kolateral, eritema palmaris. Pada pemeriksaan laboratorium darah tepi sering didapatkan anemia normositik normokrom, leukepenia dan trombositopenia. Waktu protrombin sering memanjang. Tes fungsi hati dapat normal terutama pada penderita yang masih tergolong kompensata-inaktif. Pada stadium dekompensata ditemui kelainan fungsi hati. Kadar alkali fosfatase sering meningkat terutama pada sirosis billier. Pemeriksaan elektroforesis protein pada sirosis didapat-kan kadar albumin rendah dengan pening-katan kadar gama globulin.

Ultrasonografi merupakan peme- riksaan noninvasif, aman dan mempunyai ketepatan yang tinggi. Gambaran USG pada sirosis hepatis tergantung pada berat ringannya penyakit. Keterbatasan USG adalah sangat tergantung pada subjektifitas pemeriksa dan pada sirosis pada tahap awal sulit didiagnosis. Pemeriksaan serial USG dapat menilai perkembangan penyakit dan mendeteksi dini karsinoma hepato-selular. Pemeriksaan scaning sering pula dipakai untuk melihat situasi pembesaran hepar dan kondisi parengkimnya. Diagnosis pasti sirosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik jaringan hati yang di dapat dari biopsi.(1,2,8)

 

KOMPLIKASI

Komplikasi sirosis dapat terjadi secara fungsional, anatomi ataupun neoplastik. Kelainan fungsi hepato-selular disebabkan gangguan kemampuan sintesis, detok-sifikasi ataupun kelaian sistemik yang sering melibatkan organ ginjal dan endokrin. Kelainan anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi perubahan bentuk parengkim hati, sehingga terjadi penurunan perfusi dan menyebabkan terjadinya hipertensi portal, dengan perobahan alur pembuluh darah balik yang menuju viseral berupa pirau baik intra maupun ekstra hepatal. Sirosis yang dibiarkan dapat berlanjut dengan proses degeneratif yang neoplastik dan dapat menjadi karsinoma hepato-selular. Komplikasi dari sirosis dapat berupa kelainan ginjal berupa sindroma hepatorenal, nekrosis tubular akut. Juga dapat terjadi ensefalopati porto-sistemik, perdarahan varises, peritonitis bakterialis spontan.

 

PENGOBATAN

Sirosis kompensata memerlukan kontrol yang teratur. Untuk sirosis dengan gejala, pengobatan memerlukan pendekatan holistik yang memerlukan penanganan multi disipliner.

1. Pembatasan aktifitas fisik tergantung pada penyakit dan toleransi fisik penderita. Pada stadium kompensata dan penderita dengan keluhan/gejala ringan dianjurkan cukup istirahat dan menghindari aktifitas fisik berat.(9)

Page 19: Patofisiologi asites

2. Pengobatan berdasarkan etiologi.(8)

3. Dietetik

Protein diberikan 1,5-2,5 gram/hari. Jika terdapat ensepalopati protein harus dikurangi (1 gram/kgBB/hari) serta diberikan diet yang mengandung asam amino rantai cabang karena dapat meningkatkan penggunaan dan penyimpanan protein tubuh. Dari penelitian diketahui bahwa pemberian asam amino rantai cabang akan meningkatkan kadar albumin secara bermakna serta meningkatkan angka survival rate.(11)

Kalori dianjurkan untuk memberikan masukan kalori 150% dari kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA).(12)

Lemak diberikan 30%-40% dari jumlah kalori. Dianjurkan pemberian dalam bentuk rantai sedang karena absorbsi-nya tidak memerlukan asam empedu.

Vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak diberikan 2 kali kebutuhan RDA.(12)

Natrium dan cairan tidak perlu dikurangi kecuali ada asites. Makanan sebaiknya diberikan dalam jumlah yang sedikit tapi sering.(11,12)

4. Menghindari obat-obat yang mem- pengaruhi hati seperti sulfonamide, eritromisin, asetami-nofen, obat anti kejang trimetadion, difenilhidantoin dan lain-lain.(1)

5. Medika-mentosa

Terapi medika mentosa pada sirosis tak hanya simptomatik atau memperbaiki fungsi hati tetapi juga bertujuan untuk menghambat proses fibrosis, mencegah hipertensi porta dan meningkatkan harapan hidup tetapi sampai saat ini belum ada obat yang yang dapat memenuhi seluruh tujuan tersebut.(11)

Asam ursodeoksilat merupakan asam empedu tersier yang mempunyai sifat hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu primer dan sekunder. Bekerja sebagai kompentitif binding terhadap asam empedu toksik. Sebagai hepato- proktektor dan bile flow inducer. Dosis 10-30 mg/kg/hari. Penelitian Pupon mendapatkan dengan pemberian asam ursodeoksikolat 13-15 mg/kgBB /hari pada sirosis bilier ternyata dapat memperbaiki gejala klinis, uji fungsi hati dan prognosisnya.

Kolestiramin bekerja dengan mengikat asam empedu di usus halus sehingga terbentuk ikatan komplek yang tak dapat diabsorbsi ke dalam darah sehingga sirkulasinya dalam darah dapat dikurangi. Obat ini juga berperanan sebagai anti pruritus. Dosis 1 gram/kgBB/hari di bagi dalam 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu.

Colchicines 1 mg/hari selama 5 hari setiap minggu memperlihatkan adanya perbaikan harapan hidup dibandingkan kelompok placebo. Namun penelitian ini tidak cukup kuat untuk mereko-mendasikan penggunaan colchicines jangka panjang pada pasien sirosis karena tingginya angka drop out pada percobaan tersebut.

Kortikosteroid merupakan anti imflamasi menghambat sintesis kolagen maupun pro-kolagenase. Penggunaan prednisone sebagai terapi pada hepatitis virus B kronik masih diperdebatkan. Penelitian propsektif pada anak Italia dengan hepatitis kronik aktif yang disebabkan hepatitis B virus menunjukan tidak adanya keuntungan dari pemberian pred-nisolon.

Page 20: Patofisiologi asites

D-penicillamine. Pemberian penicil- linamine selama 1-7 tahun (rata-rata 3,5 tahun) pada pasien dengan Indian Chil hood cirrhosis ternyata memberikan perbaikan klinik, biokimia dan histology. Namun penelitian Boderheimer, mendapatkan bahwa pemberian penicillinamine 250 mg dan 750 mg pada pasien sirosis bilier primer ternyata tak memberikan keuntungan klinis. Juga peningkatan dosis hanya memberatkan efek sam-ping obat, sedangkan penyakitnya tetap progresif.

Cyclosporine; pemberian cyclosporine A pada pasien sirosis bilier primer sebanyak 3 mg/kgbb/hari akan menurunkan mortalitas serta memper-panjang lama dibutuhkannya transplantasi hati sampai 50% disampingkan kelompok placebo.

Obat yang menurunkan tekanan vena portal, vasopressin, somatostatin, propanolol dan nitrogliserin.

Anti virus pemberiannya bertujuan untuk menghentikan replikasi virus dalam sel hati.

6. Mencegah dan mengatasi komplikasi yang terjadi.

Pengobatan Hipertensi Portal Asites, Asites dapat diatasi dengan retriksi cairan serta diet rendah natrium (0,5

mmol/kgbb/hari), 10%-20% asites memberikan respon baik dengan terapi diet. Bila usaha ini tidak berhasil dapat diberikan diuretik yaitu antagonis aldosteron seperti spironolakton dengan dosis awal 1 mg/kgbb yang dapat dinaikkan bertahap 1 mg/kgbb /hari sampai dosis maksimal 6 mg/kgbb /hari. Pengobatan diuretik berhasil bila terjadi keseimbangan cairan negatif 10 ml/kgbb/hari dan pengurangan berat badan 1%-2%/hari. Bila hasil tidak optimal dapat ditambahkan furosemid dengan dosis awal 1-2 mg/kgbb/hari dapat dinaikan pula sampai 6 mg/kgbb/hari. Parasentesis dapat diper- timbangkan pada asites yang menye-babkan gangguan pernafasan dan juga terindikasi untuk asites yang refrakter terhadap diuretika. Pada asites refrakter maupun yang rekuren juga dapat dilakukan tindakan tranjugular intra hepatik portosistemic shunt.(8,9,13)

7. Transplatasi hati, merupakan terapi standar untuk anak dengan penyakit sirosis.(1,2,8,9)

 

PROGNOSIS

Prognosis pasien sirosis ditentukan oleh kelainan dasar yang menyebabkannya, perubahan histopatologis yang ada serta komplikasi yang terjadi. Pasien sirosis memang merupakan salah satu indikasi untuk dilakukan transplatasi hati karena memang secara anatomis tidak dapat disembuhkan.(9)

Salah satu pegangan untuk memper-kirakan prognosis penderita dapat menggunakan kriteria Child yang dihubung-kan dengan kemungkinan meng- hadapi operasi. Untuk Child A, mortalitas antara 10%-15%, Child B kira-kira 30% dan Child C lebih dari 60%.(8,9,14)

                            Tabel 3.  Klasifikasi Sirosis Hepatis Menurut Kriteria Child (1)

No.   A B C

Page 21: Patofisiologi asites

1 Asites Negatif Dapat Dikontrol Tidak

 2 Nutrisi Baik Sedang Jelek

 3 Kelainan Neurologi Negatif Minimal Lanjut

 4 Bilirubin (mg%) 1,5 1,5 - 3  > 3

5 Albumin (gram%) 3,5 3,0 - 3,5  < 3Prognosis jelek juga dihubungkan dengan hipoprotrombinemia persisten, asites terutama bila membutuhkan dosis diuretik tinggi untuk mengontrolnya, gizi buruk, ikterus menetap, adanya komplikasi neurologis, perdarahan dari varises esophagus dan albumin yang rendah.(9)

 

HIPERTENSI PORTAN PADA SIROSIS HEPATIS

Definisi

Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan vena porta lebih dari 10 mmHg.(1,2,8-10)

Patogenesis

Kelainan anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi perubahan bentuk parengkim hati, sehingga terjadi penurunan perfusi dan menyebabkan terjadinya hipertensi portal. Hipertensi portal  merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem portal. Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik.(1,2,8,9)

Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktif- kan sel stelata dan sel-sel otot polos. Tonus vaskular intra hepatik di atur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A) dan di perkuat oleh vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ke tidak seimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik.(3,8,9)  

Hipertensi portal ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi vaskular sistemik. Vasodilatasi arteri splanknik mendahului peningkatan aliran darah portal, yang selanjutnya menjadikan hipertensi portal yang lebih berat. Vasodilatasi arteri splanknik berasal dari pelepasan vasodilator endogen seperti nitric oksida, glukagon dan peptide vasointestianal aktif.

Peningkatan gradien tekanan portocava mendahului terjadinya kolateral vena portal sistemik sebagai usaha untuk dekompresi sistem vena portal. Varises esophagus adalah kolateral yang paling penting karena tingginya kecendrungan untuk terjadinya perdarahan. Varises esophagus terjadi ketika gradien tekanan vena portal meningkat di atas 10 mmHg. Semua faktor meningkatkan hipertensi portal bisa meningkatkan resiko perdarahan termasuk perburukan

Page 22: Patofisiologi asites

penyakit hati, intake makanan, kegiatan fisik dan peningkatan tekanan intra abdominal. Faktor-faktor yang merobah dinding varises seperti NSAID dapat juga meningkatkan resiko perdarahan. Infeksi bakteri bisa menyebabkan perdarahan awal dan perdarahan ber- ulang.(8-10)

Gejala Klinis

Secara umum gejala klinis hipertensi portal dapat di lihat pada tabel 4.

                                         Tabel 4. Gambaran Klinis Hipertensi Porta (5)

Splenomegali Hati menciut/Hepatomegali

Hematemesis Melena Hipersplenisme asites

Varises Esofagus Malabsorbsi lemak

Pirau portosistemik kutanius

protein loosing enterophaty

Hemeroid interna gagal tumbuh

Ensepalopati hepatis   

Diagnosis

Hipertensi portal harus difikirkan bila pada anak terjadi perdarahan saluran cerna, terutama jika di dukung data splenomegali. Pemeriksaan fisik harus diarahkan untuk melihat tanda-tanda penyakit kronis yaitu gagal tumbuh, kelemahan otot, telengktasi dan caput meduse, ikterik, asites atau ensepalopati. Laboratorium termasuk darah lengkap, trombosit, faal hepar, PT-APTT, albumin dan amonia. Pada kasus dewasa radiologi secara akurat bisa menunjang diagnosis hipertensi portal, namun pada anak sedikit penelitian tentang pemeriksaan radiologi. Ultra sografi bisa menentukan bila terdapat hipertensi porta. CT scan memberi informasi yang sama dengan USG. Endos-kopi adalah pemeriksaan yang paling dapat di percaya untuk mendeteksi varises esofagus.(1-6,10)

 

Penatalaksanaan 

Hipertensi portal di bagi menjadi pengobatan emergensi perdarahan dan profilaksis terjadinya perdarahan awal dan profilak perdarahan lanjutan. Pada perdarahan akut  diperlukan pengawasan yang ketat. Aspirasi cairan lambung berguna untuk mendeteksi perdarahan lambung. Pertama yang difokus-kan adalah resusitasi cairan awal berupa infus kristaloid diikuti dengan transfusi sel darah merah. Dapat diberikan plasma segar atau plasma beku segar. Pada penderita yang di duga sirosis adanya ensepalopati perlu diwaspadai. Pemberian ranitidin intra vena bisa mencegah erosi lambung, sedangkan vitamin K diperlukan pada penderita dengan masa protrombin memanjang.

Page 23: Patofisiologi asites

(3,4,10)

Saat ini obat yang lebih banyak dipakai adalah analog somatostatin octreotide karena memiliki waktu paruh yang lebih panjang. Dengan ditemukannya analog somatostatin yang umumnya ber-hasil menghentikan perdarahan akut maka jarang diperlukan endoskopi emergensi. Pemberiannya adalah memberikan bolus 25 ug dilanjutkan selama  48 jam dengan dosis 15-20 ug/jam. Somatostatin dan analognya (octriotide) sama efektifnya dengan vaso-pressin tetapi dengan efek samping yang lebih sedikit.(3,4,10)

Skleroterapi bertujuan untuk obliterasi varises. Dapat dilakukan pada 6 jam pertama. Tapi umumnya dilakukan setelah pemberian octreotide dalam rangka memperoleh lapangan pandang yang bebas dari perdarahan. Ligasi sama efektifnya dengan skleroterapi dalam mengatasi perdarahan yang merembes tetapi lebih baik dalam mengatasi perdarahan yang memancur.(3)

Pemberian propanolol bertujuan supaya preventif perdarahan primer maupun sekunder. Dosis pada anak 0,2-0,5mg/dosis. Efek samping obat ini adalah asthenia, dispneu, bardikardi dan dapat mengurangi aliran darah ke hati sehingga akan memperburuk fungsi hati.

Laktulosa akan menghambat reabsorbsi amonia diberikan dengan  dosis 0,5-4 mg/hari atau dalam bentuk enema. Neomisin akan mengurangi mikroba usus dan menekan produksi ammonia.(3,4)

Untuk mencegah perdarahan berulang yang umum dilakukan adalah endoskopi terapi baik skleroterapi maupun ligasi. Tatalaksana rumatan untuk mencegah perdarahan prinsipnya sama dengan pendekatan farmakologis tetapi tanpa penggunaan somatostatin. Obat yang di pakai adalah Beta blocker. Dapat juga di pakai kombinasi vasokonstriktor dan vasodilator.(3,4,10)

Prosedur bedah pada hipertensi portal di bagi:

1. pirau dekompresi.2. prosedur devaskularisasi. 3. transplatasi hati.(1-3,10)

Page 24: Patofisiologi asites

Gambar 3. Algoritma Perdarahan Akut Varises Esofagus (3)

 

Gambar 4. Tata Cara Pemberian  Sandostatin

Prognosis

Perdarahan inisial disertai dengan risiko mortalitas yang tinggi. Pada penderita Child C resiko

Page 25: Patofisiologi asites

mortalitas perdarahan sebesar 50% dalam 2 minggu pertama paska perdarahan. Resiko mortalitas akan mening-kat bila terjadi kegagalan fungsional ber-bagai organ seperti gagal ginjal, sepsis dan koma hepatikum.

Risiko perdarahan berulang paska perdarahan inisial juga sangat tinggi (30%-70%) dan terkait dengan beratnya sirosis. Risiko ini sangat tinggi pada beberapa minggu pertama dan 40% akan mengalami perdarahan berulang pada 72 jam pertama. Selanjutnya risiko perdarahan tersebut akan berkurang secara drastis (20%-30%).(3) 

 

Analisis Kasus

Sirosis hepatis merupakan stadium akhir penyakit kronis hepar dan terkait dengan komplikasi hipertensi porta yang menimbulkan angka morbiditas dan mor-talitas yang tinggi akibat perdarahan varises. Penyakit sirosis hepatis pada anak jarang dilaporkan.(15)

Pada kasus ini pasien didiagnosis dengan sirosis hepatis dengan hipertensi portal dan terjadi komplikasi perdarahan varises esofagus dan ensepalopati, hepa-toma dan anemia mikrositik hipokrom ec defisiensi besi. Diagnosis sirosis hepatis dengan komplikasinya hipertensi portal ditegakan berdasarkan adanya riwayat perut membesar, ikterik dan hematemesis melena.

Gejala yang ditemukan pada pasien ini sesuai dengan penelitian Hadi S, bahwa keluhan yang terbanyak pasien sirosis hepatis waktu masuk rumah sakit adalah perut membesar 61,54%, anoreksia 53,85%, ikterus 23,21% hematemesis melena 13,17%.(14,16)

Demam yang tidak terlalu tinggi dikeluhkan sejak awal sakit. Sepertiga dari kasus sirosis dekompensata menunjukan demam tetapi jarang yang lebih dari 38ºC dan tidak dipengaruhi oleh pemberian anti biotik. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh sitokin seperti tumor nekrosis faktor yang dibebaskan pada proses inflamasi. Nausia dan vomitus adalah gejala yang umum pada pasien sirosis hepatis tetapi pada pasien ini tidak didapatkan keluhan tersebut. Dari pemeriksaan fisik terdapat asites, venektasi vena abdomen, hepa-tomegali, splenomegali, edema, jari tabuh. Asites merupakan tanda terbanyak pada penderita sirosis yaitu 85,79%, sedangkan edema 58,28%, spleenomegali 43,16%, hepatomegali 39,76%, venektasi  32,46%, ikterik 22,55% dan jari tabuh 2.09%.(8,9,14)

Perdarahan akibat pecahnya varises esophagus merupakan komplikasi ter-penting hipertensi portal.(3-6,10) Perdarahan akut varises pada hipertensi portal akibat sirosis menyebabkan mortalitas antara 5%-50%. Komplikasi perdarahan pecahnya varises esophagus pada pasien ini dibuk-tikan dengan pemeriksaan endoskopi. Diagnosis perdarahan saluran cerna atas dengan endoskopi mempunyai akurasi yang sangat tinggi (90%) pada 12-24 jam setelah episode perdarahan. Fase perdarahan akut telah diterapi dengan menggunakan analog somatostatin (octreotide) dengan terapi ini perdarahan dapat dihentikan. Dengan penggunaan analog somatostatin yang dapat menghentikan perdarahan akut maka jarang sekali diperlukan endoskopi emergensi. Diberikan beta bloker (propanolol) sebagai upaya preventif perdarahan primer maupun sekunder. Pada

Page 26: Patofisiologi asites

pasien ini untuk mencegah perdarahan berulang dilakukan terapi skleroterapi dengan panduan endoskopi. Tujuan skleroterapi adalah obliterasi varises, oleh karena itu skleroterapi efektif menghentikan dan mencegah perdarahan, serta langsung ataupun tidak langsung akan memperbaiki angka survival. Setelah dilakukan tatalaksana pada pasien ini tidak terjadi perdarahan berulang selama perawatan. Diagnosis pasti sirosis adalah biopsi hepar. Pada pasien ini tidak bisa dilakukan karena orang tua menolak untuk dilakukan biopsi hepar pada anaknya. Prognosis pada pasien ini dengan menggunakan criteria Child adalah Child C di mana kemungkinan mortalitas di atas  60%.(3,4,14,18)      

 

KEPUSTAKAAN

1. Con HO dan Atterburry. Cirrhosis. Dalam: Schif L and Schif ER, penyunting. Diseases of the liver, edisi ke-7. Philadelphia: J.B. Lippincot Company, 1993; 875-934.

2. Behrman RE dan Vaughn VC. The liver and billiary system. Dalam: Nelson WE, penyunting. Text book of pediatrics, edisi ke-17. Philadelphia: Saunders, 2004; 1304-49.

3. Purnawati. Tatalaksana perdarahan saluran cerna pada hipertensi portal. Dalam: Firmansyah A, Bisanto J, Nasar SS, et al, penyunting. Dari kehidupan intra uterin sampai transplatasi organ, naskah lengkap PKB IKA XLII. Jakarta: FKUI, 1999; 73-92.

4. Path D dan Dagher L. Acute variceal bleeding : general management WJG ; 7 : 466 - 75 5. Brady L. Portal hypertension and ascites. Dalam: Guandalini, penyunting. Essential

pediatrics gastroenterology, hepatology, and nutrition. New York: McGraw-Hill, 1999; 123-318.

6. Shahara AI dan Rockey DC. Gastroesophagealvariceal hemorrhage. Review article. NEJM 2001; 345, 9; 669-70.

7. Gultom IN. Hubungan beberapa parameter anemia dengan derajat keparahan sirosis hati. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, USU digital library, 2003; 1-33.

8. Thaler M. Cirrhosis. Dalam: Walker WA, Durie PR, Hamilton JR, et al. Pediatrics gastrointestinal disease, volume II. Philadelphia: BC Decker Inc, 1991; 1096-1108.

9. Sherlock S, Dooley J, penyunting. Hepatic Cirrhosis. Dalam: Diseases of the liver and billiary system, edisi ke-10. Blackwell Science Publication, 1997; 371-84.

10. Dib N, Oberti F, Cales P. Current management of complications of portal hypertension: variceal bleeding and ascites. CMA Media Inc. 2006; 1433-43.

11. Nasar SS, Soepardi S, Aryono H. Dukungan nutrisi pada penyakit hati kronis. Dalam : Firmansyah A, Bisanto J, Nasar SS, et al, penyunting. Dari kehidupan intra uterin sampai transplatasi organ. Naskah lengkap PKB IKA XLII. Jakarta, FKUI, 1999; 93-9.

12. Hidayat B. Metabolisme nutrient pada kelainan hati. Dalam: Firmansyah A, Bisanto J, Nasar SS, et al, penyunting. Dari kehidupan intra uterin sampai transplatasi organ. Naskah lengkap PKB IKA XLII. Jakarta, FKUI, 1999; 47-52.

13. Dudley FJ. Pathophysiology of sodium retension in cirrhosis. In: Bosch J, Grozzman RJ, penyunting. Portal hypertension: patophysiology and treatment. Oxford: Blackwell pub, 1994; 52-66.

14. Brady L.  Portal hypertension and ascites. Dalam: Guandalini S. Essential pediatrics gastroenterology, hepatology, and nutrition. New York: McGraw-Hill, 2003; 123-31.  

Page 27: Patofisiologi asites

15. Agata ID dan Balistreri WF. Evaluation of liver disease in the pediatrics patient. Pediatr in rev. 1999; 20: 376-90.

16. Hadi S. Diagnosa klinik dan penunjang diagnostik tidak invansif pada penderita dengan hipertensi portal. Dalam: Hepatologi. Bandung: Penerbit Bandar Maju, 2000; 331-37.

17. Jia AZ and Bing H. Ultrasonography in predicting and screening liver sirrhosis in children: A preliminary study. WJG 2003; 9(10): 2348-49.

18. Hegar B. Pendekatan diagnosis perdarahan saluran cerna atas. Dalam: Firmansyah A, Bisanto J, Nasar SS, et al, penyunting. Dari kehidupan intra uterin sampai transplatasi organ. Naskah lengkap PKB IKA XLII. Jakarta: FKUI. 1999; 63-72.

p.

p.

1.

p.

Page 33: Patofisiologi asites

Send me the Scribd Newsletter, and occasional account related communications.

Discover and connect with people of similar interests.

Publish your documents quickly and easily.

Share your reading interests on Scribd and social sites.

Email address:

Submit Upload a Document

Search Documents

5f1a9434d76568

public - locked

http://w w w .scrib http://w w w .scrib

2d0af6334639ee default

2d0af6334639ee 2d0af6334639ee

Page 34: Patofisiologi asites

Follow Us! scribd.com/scribd twitter.com/scribd facebook.com/scribd

About Press Blog Partners Scribd 101 Web Stuff Scribd Store Support FAQ Developers / API Jobs Terms Copyright Privacy

Copyright © 2011 Scribd Inc.Language:Englishscribd. scribd. scribd. scribd. scribd. scribd. scribd. scribd. scribd. scribd. scribd. scribd.

pdf doc txt

Title:

5f1a9434d76568

Page 35: Patofisiologi asites

Category:

Tags: (separate with commas)

Description:

Save

pdfdoc txt

Presentations Choose a Category

Spreadsheets Choose a Category

Choose a Category

_s-xclick -----BEGIN PKCS7 _s-xclick -----BEGIN PKCS7

_s-xclick -----BEGIN PKCS7

Page 36: Patofisiologi asites