Asas Komplementasi Untuk Meningkatkan Peran Bangsa Indonesia Dalam Pembangunan Global

download Asas Komplementasi Untuk Meningkatkan Peran Bangsa Indonesia Dalam Pembangunan Global

of 10

Transcript of Asas Komplementasi Untuk Meningkatkan Peran Bangsa Indonesia Dalam Pembangunan Global

Asas Komplementasi Untuk Meningkatkan Peran Bangsa Indonesia Dalam Pembangunan GlobalM. Hatta Rajasa Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia Pendahuluan Kemajuan peradaban dan derap langkah pembangunan merupakan dua hal yang umumnya berjalan secara beriringan. Melalui berbagai aktifitas pembangunan itu manusia meningkatkan kualitas kehidupan, mengkonstruksi tata-nilai kehidupan dan akhirnya membentuk sebuah peradaban. Di era abad ke-21 ini, perkembangan derap peradaban manusia itu telah mencapai suatu kondisi yang dicirikan dengan adanya interaksi yang semakin intensif antar umat manusia. Beberapa pemikir dan ahli filsafat modern memberikan berbagai pemisalan dari meningkatnya intensitas interaksi manusia itu, antara lain dengan istilah seperti, dunia yang sudah semakin mendatar (the world is flat), dunia yang sudah semakin menyempit (the world is shrinking), dan kampung dunia (the global village). Semua pemisalan itu pada hakekatnya adalah untuk menunjukkan bahwasanya kondisi keterhubungan (interconnectedness) antarumat manusia saat ini sudah semakin meningkat dan diperkirakan akan terus meningkat di abad-abad yang akan datang, seiring dengan semakin majunya perkembangan dan penemuan-penemuan baru di bidang teknologi transportasi, telekomunikasi, dan informasi. Kondisi keterhubungan (interconnectedness) antarmanusia itu memberikan berbagai pengaruh dalam pembangunan peradaban. Harus diakui bahwa dibalik kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh, namun di sisi lain abad ke-21 ini menghadirkan berbagai tantangan, yang hampir seluruh tantangan itu adalah hasil dari intensitas interaksi antarmanusia di berbagai belahan bumi yang terus meningkat. Dalam kaitan itu, maka bangsa Indonesia yang secara geografis menempati wilayah yang berada di persimpangan alur lalu-lintas internasional tentunya memiliki peran penting untuk terlibat aktif dalam berbagai derap langkah pembangunan berskala global yang dicirikan dengan meningkatnya ketergantungan antar satu bangsa dengan bangsa lainnya. Sebagai bangsa yang sebelum kemajuan teknologi, posisi wilayahnya telah berperan sebagai hub atau titik temu dari berbagai budaya dan kepentingan antar bangsa, maka menjadi suatu keniscayaan bagi bangsa Indonesia untuk memberikan perannya yang signifikan dalam pembangunan global. Pada makalah ini akan diulas secara singkat tentang sejumlah tantangan-tantangan pembangunan peradaban dan asas komplementasi sebagai pendekatan untuk memberikan kontribusi dalam pembangunan peradaban berskala global pada suatu tatanan yang didasari pada prinsip kesetaraan yang saling menguntungkan.

Tantangan di Abad ke-21 Di era abad ke-21 ini bangsa-bangsa di dunia semakin menikmati berbagai bentuk kemajuan peradaban. Hal itu ditunjukkan antara lain dengan meningkatnya usia harapan hidup bagi umat manusia, seiring dengan tingkat pendapatan manusia dan kesejahteraannya yang juga semakin meningkat. Menurut data dari WHO (World Health Organization), usia harapan hidup rata-rata umat manusia di dunia, yang di tahun 1955 adalah 48 tahun telah meningkat menjadi 62 tahun di tahun 2000. Selain itu, umat manusia dewasa ini juga semakin terdidik yang ditunjukkan oleh data dari UNESCO yaitu jika di tahun 1970 masih ada 37% dari penduduk dunia yang buta huruf, jumlah itu sudah menurun menjadi hanya sekitar 18% penduduk dunia yang buta huruf di tahun 2004. Umat manusia saat ini juga dapat menikmati tatanan dunia yang relatif lebih damai dan secara geopolitis juga lebih stabil dibandingkan dengan beberapa masa sebelumnya. Dari perspektif kesejahteraan, juga dapat dikatakan bahwa kesejahteraan manusia sekarang relatif lebih baik. Data dari UNDP (United Nation Development Program) menyatakan bahwa di tahun 2006 lalu pertumbuhan perekonomian dunia mencapai 5,4% dan pendapatan bruto dunia mencapai US$ 66 Trilyun jika dihitung berdasarkan skala PPP (Purchasing Power Parity). Dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,1% di tahun itu, maka UNDP menyatakan bahwa pendapatan per kapita dunia naik rata-rata sebesar 4,3%. Dengan capaian seperti itu, maka umat manusia boleh optimis bahwa di tahun 2015, jumlah orang miskin di seluruh dunia dapat dikurangi sampai separuhnya, atau dengan kata lain agenda pembangunan milenium atau Millenium Development Goals (MDG) dapat diharapkan untuk tercapai sasarannya tepat waktu. Oleh karena itu, tampaknya peradaban dunia ini sudah berjalan sesuai dengan track atau jalur yang diharapkan untuk mencapai tujuan-tujuan luhur yang diinginkan secara kolektif oleh seluruh umat manusia. Meskipun demikian umat manusia di abad ke-21 ini juga menghadapi berbagai tantangan peradaban yang tidak sedikit dan bahkan berpotensi untuk mengancam jalannya pembangunan berskala global untuk tercapainya kemaslahatan umat manusia. Meskipun pendapatan dunia itu meningkat, namun harus diakui bahwa kesenjangan antara kelompok manusia dengan kesejahteraan yang tinggi dengan kelompok manusia dengan kesejahteraan rendah semakin lebar. Data dari UNDP memaparkan bahwa di tahun 2006, sebanyak 2% dari orang-orang terkaya di dunia menguasai 50% sumber daya di seluruh dunia dan analisa dari majalah Fortune 500 edisi akhir tahun 2006 pernah menyatakan bahwa penghasilan bersih dari 225 orang terkaya di dunia hampir sama dengan pendapatan nasional dari 40% negara miskin dan negara berkembang yang ada di seluruh dunia. Selain kesenjangan kesejahteraan yang semakin lebar, masalah serius lainnya yang dihadapi peradaban umat manusia di masa depan adalah masalah kelestarian lingkungan hidup untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Masalah lingkungan hidup ini terutama adalah kasus pemanasan global yang diakibatkan oleh maraknya industrialisasi sebagai bagian dari peradaban manusia modern khususnya yang terjadi belakangan ini. Industrialisasi yang dilakukan secara kumulatif sebagai bagian dari pembangunan peradaban manusia telah meningkatkan kadar konsentrasi karbondioksida di atmosfir dan

menyebabkan terjadi efek rumah kaca. Data dari US Geological Survey menyebutkan bahwa selama periode 1970-2000 telah terjadi peningkatan sebesar 25% dari kadar karbondioksida di atmosfer dengan tren peningkatan yang semakin cepat di periode 20002004. Dampak dari masalah pemanasan global itu adalah fenomena perubahan iklim yang telah menyebabkan terjadinya ketidakteraturan dari siklus musim dan maraknya bencana alam seperti kekeringan, bencana banjir dan badai tropis. Menurut data dari PBB, bencanabencana alam tersebut pada dasarnya dapat menimpa negara manapun di berbagai belahan bumi, namun apabila bencana alam itu menimpa negara-negara miskin atau negara berkembang, maka dampak ekonomi dan sosial akan lebih besar dan berpotensi untuk semakin memerosotkan kualitas peradaban. Sebuah kelompok kerja yang dibentuk oleh PBB pada tahun 2004 lalu, yang diberi nama Millenium Project telah mendeskripsikan 10 (sepuluh) tantangan bagi umat manusia pada abad 21 yang ditabulasi pada tabel 1. Kesepuluh tantangan yang diberikan pada tabel 1 itu memiliki dua sifat yaitu: 1. Adanya unsur interrelasi yang sangat kuat, artinya kesepuluh tantangan itu, sangat berpautan erat antara satu negara dengan beberapa negara lain. Meskipun tantangan-tantangan itu pada mulanya dijumpai hanya di satu atau beberapa negara akan tetapi lambat laun akan terjadi di seluruh negara di berbagai belahan bumi. Apalagi dengan kemajuan teknologi transportasi dan teknologi telekomunikasi dan informasi yang telah menyebabkan interaksi antar manusia baik secara nyata maupun maya semakin meningkat, maka penyebaran dari kesepuluh tantangan itu diperkirakan akan semakin cepat. Sebagai misal, kemajuan teknologi transportasi yang mempermudah interaksi antar manusia akan meningkatkan maraknya epidemi berupa wabah penyakit serta memfasilitasi peningkatan kejahatan lintas negara dalam berbagai bentuknya. 2. Adanya keterjangkauan berskala global (global coverage), artinya kesepuluh masalah itu, dapat menyebar ke seluruh dunia, dan memberikan dampak yang juga berskala dunia/global. Harus diakui bahwa kemajuan teknologi informasi, telekomunikasi, dan transportasi berperan besar untuk mendiseminasikan kesepuluh tantangan itu ke berbagai belahan bumi. Dengan adanya dua sifat itu, maka dapat dikatakan bahwa gejala keterhubungan (interconnectedness) antara kesepuluh tantangan di atas dengan hubungan antar bangsa telah semakin meningkat, dan hal itu sebenarnya adalah sebuah konsekuensi logis dari globalisasi yang memang pada akhirnya akan membawa manusia untuk menjadi semakin mudah dan semakin sering berinteraksi. Namun di pihak lain, sifat jangkauan global dan dampak globalnya juga harus diwaspadai. Dalam dunia yang semakin mengglobal dan diperkirakan akan terus mengglobal di abad-abad berikutnya, maka berbagai masalah yang diawali pada suatu lokasi di belahan bumi tertentu dapat memberikan dampaknya ke seluruh planet bumi dan bahkan bagi seluruh umat manusia. Oleh karena itu, maka budaya peradaban di era globalisasi sekarang ini harus diarahkan pada suatu asas komplementasi (complementary thinking) atau pola pikir untuk saling melengkapi.

Tabel 1. Sepuluh Tantangan Peradaban di Abad ke-21

NO TANTANGAN 1

DESKRIPSI

Jumlah penduduk Penduduk bumi saat ini meningkat sebesar yang semakin rata-rata 1,6% per tahun, di tahun 2030 meningkat diproyeksikan ada 10 milyar manusia. Tantangan terbesar adalah pada ketersediaan makanan, air bersih dan layanan kesehatan Perbedaan standar Jurang pemisah (gap) antara negara kaya hidup yang dan negara miskin semakin lebar, dan berpotensi pada masalah imigrasi antar semakin ekstrim negara berikut berbagai tantangannya. Ancaman pandemi Berbagai ekses dari kemajuan industri, dan penyakit pengaruh perubahan iklim serta menular meningkatnya interaksi antar manusia telah mengakibatkan berkembang biaknya pandemi penyakit baru seperti flu burung, ebola, HIV/AIDS, dan sebagainya. Peran masyarakat dalam pengambilan keputusan Prinsip demokrasi telah semakin menunjukkan perannya yang semakin dominan di berbagai negara. Masyarakat umum semakin memperoleh akses pada kekuasaan untuk turut menentukan jalannya pemerintahan.

2

3

4

5

Gejala terorisme

aksi Usai Perang Dingin (1965-1985) dan runtuhnya Uni Soviet telah menjadikan konstelasi dunia menjadi Unipolar. Meskipun demikian pasca 9 September 2001 berbagai aksi terorisme nampak semakin menggejala di berbagai belahan bumi. Data dari World Trade Organization tahun 1995 menyatakan bahwa volume perdagangan dunia meningkat 300% di dua dekade terakhir. Namun di balik itu, Konferensi PBB di Rio de Janeiro tahun 1997 menyepakati bahwa ada keterkaitan erat antara derap industrialisasi, pertumbuhan ekonomi, dan degradasi kualitas lingkungan hidup.

6

Hubungan terbalik (adverse interrelation) antara industrialisasi, pertumbuhan ekonomi dan kualitas lingkungan

7

Konflik rasial, Sejalan dengan semakin meningkatnya etnis, dan religi interaksi antar manusia dan meningkatnya kebebasan berpikir (freedom of faith and thinking), maka di berbagai tempat ditengarai telah terjadi peningkatan konflik karena isu rasial, isu etnis, maupun isu religius. Pengarus-utamaan gender Peran wanita di berbagai bidang sekarang ini semakin meningkat dengan adanya pendidikan yang semakin baik. Di beberapa negara, khususnya negara berkembang, pergeseran peran wanita ini

8

Sumber: dikompilasi dari Millenium Project, PBB, Juni 2004.

Asas komplementasi itu pada hakekatnya sejalan dengan kompleksitas permasalahan di era global, yang menunjukkan semakin meningkatnya pertautan antara satu kepentingan dengan kepentingan lain yang, mau tidak mau, telah mendorong umat manusia untuk semakin saling bergantung atau interdependen satu sama lain. Pada dasarnya ada tiga prinsip penting yang harus dijadikan acuan dalam pengembangan asas komplementer, yaitu: 1. Prinsip keseimbangan (equality), yang dimaksud dengan prinsip keseimbangan adalah bahwa masing-masing pihak yang terlibat dalam asas komplementer harus bersedia untuk berbagi kepentingan (interest) yang dimilikinya dengan kepentingan pihak lain. Berbagi kepentingan di sini didasari oleh pemahaman bahwa tantangan di era globalisasi bersifat sangat kompleks, saling berpautan dan masing-masing bangsa di belahan bumi ini memiliki kapasitasnya masing-masing yang khas, yang unik dan memiliki kontribusi yang setara dalam porsinya masing-masing, untuk memberikan solusi yang bersifat komprehensif dan berskala global. 2. Prinsip jangka panjang (eternity), yang dimaksud dengan prinsip jangka panjang adalah bahwa asas komplementer untuk menghadapi tantangan peradaban yang berskala global itu, harus dilaksanakan dengan komitmen untuk terus menindaklanjutinya dalam skala jangka panjang. Hal itu karena kondisi keterpautan dan kondisi saling bergantung antar umat manusia justru akan semakin meningkat

di masa datang. Kesepuluh tantangan yang ditabulasi pada tabel 1 itu semuanya adalah tantangan-tantangan yang penyelesaiannya membutuhkan komitmen jangka panjang dari seluruh bangsa di dunia. Tanpa adanya komitmen jangka panjang, maka bentuk solusi apapun yang diberikan tidak akan efektif. 3. Prinsip pembelajaran-kolektif (collective learning), yang dimaksud dengan pembelajaran kolektif adalah adanya semangat dan mentalitas dari segenap bangsa untuk menjadikan kondisi saling melengkapi itu sebagai sebuah forum pembelajaran. Hal ini didasari oleh prinsip, bahwasanya negara atau bangsa mana pun di dunia memiliki fiturnya masing-masing yang semuanya diperlukan untuk memberikan solusi yang tepat dari berbagai tantangan masa depan. Tentu saja pembelajaran kolektif ini hanya dimungkinkan jika masing-masing negara/bangsa mau berbagi kepentingan antara satu dengan lainnya. Dengan adanya pembelajaran kolektif ini, maka kondisi saling ketergantungan itu justru akan menjadi insentif bagi masing-masing negara/bangsa di dunia untuk mengembangkan kapasitasnya masing-masing khususnya dalam mengatasi tantangan di era globalisasi. Tanpa adanya ketiga prinsip itu, maka asas komplementasi tidak akan memberikan banyak manfaat, justru yang terjadi adalah, asas itu hanya akan dimanfaatkan oleh negara/bangsa tertentu untuk mengatur dan mengendalikan bangsa/negara lain. Sehingga bukan solusi yang akan dihasilkan, namun justru berpotensi menghadirkan masalah baru yaitu neo-kolonialisme. Ada pun bentuk perwujudan dari asas komplementasi adalah sebuah rangkaian pola tindak yang mendorong adanya berbagai aktifitas kerjasama, kemitraan (partnerships) dan hal-hal sejenis, yang sangat diperlukan untuk menghadapi ke10 tantangan di era globalisasi itu seiring dengan semangat bahwa tantangan global harus diatasi dengan aktifitas global. Pada paragraf berikut akan diulas secara ringkas tentang asas komplementasi dan pembangunan masa depan serta sejumlah contoh peran komplementer yang telah pernah dimainkan oleh Pemerintah Indonesia. Asas Komplementer dan Peran Bangsa Indonesia Pembangunan peradaban di masa depan harus mengedepankan prinsip pembangunan yang berkelanjutan, atau dengan kata lain, pembangunan itu harus dilakukan dengan menjadikan keberlanjutan (sustainability) sebagai kata kuncinya. Hanya dengan cara itu maka kelanjutan peradaban ini dapat dipertahankan sekaligus ditingkatkan. Tanpa adanya prinsip berkelanjutan, maka umat manusia modern sekarang ini dapat terjebak dalam keterpurukan, sebagaimana telah pernah dialami oleh berbagai peradaban terdahulu, yang umumnya mengalami keruntuhan karena tidak mengedepankan prinsip berkelanjutan.

Dalam menjalankan pembangunan yang berkelanjutan itu, maka asas komplementasi yang perwujudannya adalah melalui berbagai bentuk kerjasama dan kemitraan antar berbagai bangsa di dunia harus semakin di tumbuh kembangkan. Peran asas komplementasi dalam pengembangan peradaban itu nantinya adalah untuk memfasilitasi terlaksananya proses inovasi terbuka (open innovation), yaitu sebuah proses inovasi yang hanya dimungkinkan melalui suatu kerjasama yang intensif antara berbagai pihak yang berbeda. Melalui inovasi terbuka itu diharapkan dapat diperoleh berbagai alternatif solusi yang

terbaik untuk mengantisipasi sejumlah tantangan di era abad ke-21. Setidaknya ada tiga fitur penting dari inovasi terbuka, yaitu: 1. Transparansi (transparency). Inovasi terbuka dihasilkan melalui kerjasama yang intensif antara beberapa pihak (termasuk juga beberapa negara, dalam menghadapi isu global). Dengan demikian, maka proses dari inovasi itu menjadi lebih transparan karena masing-masing pihak yang terlibat didalamnya memiliki akses yang setara dalam setiap langkah dalam proses inovasi itu. Sebagai misal, sebuah proses inovasi terbuka untuk memproduksi vaksin anti virus H5N1 yang menyebabkan penyakit flu burung akan menjadikan adanya kesetaraan antara negara-negara yang telah maju dalam bidang teknologinya dengan negara-negara lain yang belum maju, akan tetapi sanggup menyediakan bahan baku berupa sampel virus tersebut. Sehingga produk vaksin yang dihasilkan akan memberikan manfaat yang lebih setara sesuai dengan agenda yang disepakati bersama. 2. Menyeluruh (comprehensiveness). Proses inovasi terbuka menuntut adanya peninjauan dari berbagai aspek dalam setiap langkah untuk memproduksi inovasi. Atau kata lain, dalam proses inovasi terbuka, tidak saja aspek ekonomi dan finansial yang diperhitungkan, akan tetapi juga aspek sosial dan lingkungan hidup. Hal itu karena inovasi terbuka merupakan aktifitas yang dilakukan secara kolektif, dengan para peserta yang umumnya memiliki kondisi yang beragam. Sebagai misal untuk merancang sebuah inovasi terbuka guna mengatasi efek gas rumah kaca yang menghasilkan pemanasan global maka ketika negara-negara maju dengan teknologinya yang lebih ramah lingkungan bekerjasama dengan negara-negara berkembang dengan teknologi yang lebih terbelakang, namun memiliki potensi perlindungan lingkungan yang lebih baik, misalnya areal hutan yang luas dan cadangan air bersih yang lebih banyak, maka kedua belah pihak, baik negara maju maupun negara berkembang, mau tidak mau, harus mengedepankan berbagai aspek dan tidak mungkin kalau hanya mengedepankan aspek keuntungan ekonomi semata. 3. Kesesuaian (adaptability), karena inovasi terbuka itu prosesnya dilakukan secara bersama-sama dengan mengikutsertakan kepentingan berbagai pihak, maka tentunya hasil dari proses inovasi itu akan lebih cocok dan lebih sesuai untuk diterapkan oleh para pesertanya. Terkadang terjadi kasus, dimana inovasi yang dihasilkan hanya cocok untuk peserta tertentu akan tetapi kurang tepat untuk diterapkan bagi peserta lainnya. Sebagai misal, untuk masalah ketersediaan energi, solusi dengan menawarkan alternatif sumber energi terbarukan, misalnya, sumber energi angin, gelombang laut atau sinar matahari tentunya sangat bergantung pada kondisi fisis dari negara-negara tertentu saja. Penerapan asas komplementasi serta proses inovasi terbuka yang utamanya adalah dilakukan melalui semangat kerjasama dan kemitraan, sebenarnya bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan oleh bangsa Indonesia. Semenjak zaman dahulu kala, kerajaan-kerajaan di Kepulauan Nusantara telah terbiasa menjalin hubungan kekerabatan dan kerjasama dengan bangsa-bangsa lain di berbagai belahan bumi. Oleh karena itu, maka terlibat dalam proses inovasi terbuka untuk menyelesaikan berbagai masalah dan tantangan peradaban seharusnya bukan merupakan hal yang sulit bagi bangsa Indonesia.

Dalam tatanan dunia global sekarang ini hal yang paling perlu untuk diperhitungkan adalah menjadikan proses inovasi terbuka itu sebagai arena pembelajaran, sehingga dapat diperoleh manfaat sebanyak mungkin. Tanpa adanya pembelajaran maka suatu bangsa hanya akan memperoleh manfaat yang terbatas dari proses inovasi terbuka atau bahkan globalisasi itu sendiri. Dalam kaitan itu, bangsa Indonesia selama ini telah aktif dalam mengikuti berbagai proses kerjasama sebagai bagian untuk dapat terjadinya inovasi terbuka dalam mengantisipasi tantangan global di abad ke-21. Pemerintah Indonesia ikut aktif dalam penyusunan delapan butir MDG (Millenium Development Goals), dan selanjutnya mengimplementasikannya dalam rumusan kebijakan nasionalnya. Peraturan Presiden nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) telah menjadikan delapan butir sasaran MDG dalam acuan program pembangunan di Indonesia, khususnya menyangkut tentang pendidikan, kesehatan, pengarus-utamaan gender dan penanggulangan kemiskinan, serta masalah lingkungan hidup. Khusus dalam bidang lingkungan hidup, pada akhir tahun lalu, Pemerintah Indonesia telah menjadi tuan rumah dalam perhelatan internasional untuk mengatasi masalah perubahan iklim atau lazim dikenal dengan UNFCC (United Nation Framework on Climate Changes). Hasil dari perhelatan internasional itu dikenal dengan Bali RoadMap yang seluruh komponen didalamnya mendorong adanya kerjasama yang semakin intensif antar berbagai bangsa di dunia untuk mewujudkan pembangunan global yang berbasiskan pada mekanisme pembangunan bersih (clean development mechanisms) dan fasilitasi terhadap alih teknologi antara negara-negara maju dengan negara berkembang serta mekanisme REDD (reducing emission and deforestration in developing countries). Mekanisme yang terakhir ini juga mempersyaratkan kerjasama antar negara khususnya yang menyangkut dengan prosedur pemberian insentif bagi negara-negara yang sanggup menyerap persentase karbondioksida melalui gerakan penghijauan secara intensif. Contoh peran Indonesia lainnya, adalah dalam bidang kesehatan, ketika Indonesia memprakarsai mekanisme transaksi sampel virus untuk mengatasi penyakit Flu Burung. Melalui peran aktif Indonesia, maka prosedur kerjasama antar bangsa dalam transaksi virus serta materi biologis lainnya telah berhasil direformasi dan dirancang kembali untuk dapat memberikan manfaat yang setara bagi segala pihak yang terlibat di dalamnya. Melalui prosedur kerjasama yang baru itu diharapkan akan mengakselerasi proses inovasi terbuka dalam memproduksi vaksin anti virus Flu Burung, maupun berbagai vaksin serta produk biologis lainnya. Ke depannya, Pemerintah Indonesia akan terus berusaha untuk ikut memberikan perannya baik dalam skala regional maupun global. Peran Indonesia itu akan didasari terutama dengan asas komplementasi untuk tercapainya kemashalatan umat manusia dan keberlanjutan perkembangan peradaban. Penutup Tantangan terbesar bagi pembangunan umat manusia masa kini adalah untuk menjamin adanya keberlanjutan peradaban. Umat manusia modern sekarang ini, tentunya tidak ingin mengalami nasib seperti para pendahulunya, yang terbukti mengalami keruntuhan karena

kegagalannya dalam melaksanakan pembangunan yang menjamin keberlanjutan peradaban. Pada makalah ini telah diulas beberapa hal yang menyangkut tentang tantangan-tantangan yang harus diantisipasi oleh umat manusia untuk menjamin keberlangsungan peradaban. Dalam kaitan itu, maka upaya untuk meningkatkan peran bangsa di era global juga harus didasari oleh prinsip untuk membangun tatanan dunia global yang mendukung pada pembangunan berkelanjutan. Untuk itu pada makalah ini telah dibahas mengenai pendekatan asas komplementasi, yaitu sebuah asas yang menekankan pada prinsip saling melengkapi dalam mengantisipasi berbagai tantangan di era globalisasi. Pendekatan asas komplementasi itu dipilih karena tantangan globalisasi itu hampir seluruhnya adalah merupakan dampak langsung dari meningkatnya interaksi antar manusia di berbagai belahan bumi yang difasilitasi oleh kemajuan teknologi transportasi, telekomunikasi, dan informasi. Seiring dengan semakin meningkatnya ketergantungan antar manusia dan antar bangsa maka dapat disimpulkan bahwasanya tantangan-tantangan yang terjadi dewasa ini, dan yang akan terjadi di masa depan, umumnya akan berkaitan langsung dengan unsur ketergantungan itu. Oleh karenanya, prinsip komplementasi atau saling melengkapi diharapkan dapat menjadi jembatan dalam merancang berbagai aktifitas untuk mengantisipasi tantangan di era globalisasi. Menjalankan asas komplementasi adalah berarti ikut terlibat aktif dalam berbagai kemitraan dan kerjasama antar umat manusia dan antar bangsa di dunia. Tentunya dalam menjalankan berbagai kemitraan dan kerjasama itu, harus dilandasi prinsip mutualistis demi keuntungan bersama dan agenda yang disepakati bersama, bukan demi keuntungan pihak tertentu saja apalagi kalau disertai dengan agenda tersembunyi dari pihak tertentu. Pada makalah ini telah dipaparkan beberapa butir-butir penting yang harus diperhatikan dalam menjalankan asas komplementasi itu. Lebih lanjut, asas komplementasi ini juga dimaksudkan untuk memfasilitasi terjadinya inovasi terbuka, yaitu sebuah inovasi yang memiliki fitur transparansi, menyeluruh dan dapat menyesuaikan dengan kondisi lokal setempat. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memiliki karakter kooperatif dan terbukti telah mampu menjalin kerjasama dengan berbagai bangsa, seharusnya sudah tidak asing lagi dengan asas komplementasi dan proses inovasi terbuka. Pemerintah Indonesia telah terus terlibat aktif dalam berbagai kerjasama dan kemitraan antar bangsa untuk mengantisipasi berbagai tantangan peradaban. Bahkan, perumusan kebijakan nasional yang dilaksanakan di Indonesia untuk periode 2004-2009 telah mengacu pada berbagai tren dan kecenderungan global. Program nasional bangsa Indonesia itu, yang dikenal dengan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) berisikan sejumlah agenda yang telah disusun sedemikian sehingga memberikan kontribusi nyata pada pemenuhan target pembangunan peradaban. Sumber: http://www.setneg.go.id/index.php? option=com_content&task=view&id=1701&Itemid=195