Arif - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30306/3/ARIF... ·...
Transcript of Arif - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30306/3/ARIF... ·...
Penerjemahan Sebagai Ftn*fsir*n:
Studi Akurasi dan Gaya Bahasa Puisi Taufik Ismnilt
"*eba di At*s *ebteu
SkriPsi
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Merrrent&i Persyaratae Mer*pereleh Gelff Sarjana Sastra {S.S}
Universrtas lslam $egeriSYARF HIO&YATULIAH JAI$RTA
n1^LLJItrtI ,
Arif Azami
1i10fi2400ftt13
JI]RUS$ TAR]AMAH
FAKLILTAS ADAB DAN HUMANIORA
TINIVERSI-TAS ISLA1VI NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2A1s W1437 H
PERNYATAAN
hDengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah.
2. semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah
dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya bukan hasil karya asli atau
jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
UIN Syarif Hidayatull ah.
Ciputat, 29 Desember 2015
NIM: 1110024000013
,
Penerjemahan Sebagai Penafsiran
Studi; Akurasi dan Gaya Bahasa Puisi Taufik Ismail
*Debu di Atas Debu"
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)
Oleh:
Arif Azami
1110024000013
Dosen Pembimbing&Prof. Dr: Ahmad Satori Ismail. M-A
NIP: 1 955 1206199203 I 003
JURUSAN TARJAMAH
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
LNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015}./.lt131H
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAI\
Skripsi berjudul "Penerjemahan Sebagai Penafsiran Studi; Akurasi dan Gaya Bahasa
Puisi Taufik Ismail "Debu dia Atas Debu". Telah diujikan dalam sidang munaqasyah
Fakultas Adan dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari senin, 16
November 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sastra (S.S) pada Program Studi Tarjamah.
Jakarta, 16 November 2015
TIM PENGUJI
l. Dr. Moch Syarif Hidayatullah. M.Hum.(Ketua Sidang)
2. Rizqi Handa),ani. MA.(Sekretaris Sidang)
3. Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail. M.A(Pembimbing)
4. Dr. Akhmad Saehudin, M.Ag.(Penguji I)
5. Dr. Darsita Suparno, M. Hum.(Penguji II)
/'\
"'lu""4qgtl. ,.....,..........(Tanggal:
-/"
Urrrfi
&at{
IV
i
,{wM{-,yr rr,r(Tanggal: tSfo-rDii )
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah Swt atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam tak lupa
senantiasa dilimpahkan kepada sosok teladan umat Nabi Besar Muhammad Saw
beserta keluarga dan para sahabat, semoga kita mendapatkan curahan syafa’atnya
di hari akhir kelak.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Sastra di Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan
terimakasih kepada seluruh civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah, terutama
kepada Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. Prof.
Dr. Sukron Kamil, M.A selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Dr. Moch.
Syarif Hidayatullah, M. Hum selaku Ketua Jurusan Tarjamah, Rizqi Handayani,
MA selaku Sekretaris Jurusan Tarjamah, , Serta seluruh dosen-dosen Tarjamah.
Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat dan menjadi bekal bagi penulis untuk bisa
diaplikasikan dimasa mendatang.
Terima kasih pula saya ucapkan kepada Dr. Akhmad Saehudin, M.Ag dan Dr.
Darsita Suparno, M. Hum selaku penguji sidang Munaqasyah terima kasih sudah
memberikan masukan dan koreksiannya kepada penulis.
Terima kasih kepada dosen yang tidak pernah bosan memberikan masukan,
semangat serta motivasinya untuk penulis, Bapak Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail,
M.A selaku dosen pembimbing skripsi penulis mengucapkan terima kasih tak
vi
terhingga atas kesediaannya meluangkan waktu ditengah kesibukannya untuk
membaca, mengoreksi, dan memberikan referensi untuk penulis.
Terima kasih pula saya ucapkan kepada Prof. Dr. Nabilah Lubis yang sudah
memberikan ilmunya, serta meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini ditengah kesibukannya.
Kemudian kepada kedua orang tua penulis, Saefudin dan Zakiyah. atas doa,
dukungan dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis. Kepada kakak
penulis Ahya Burhani terima kasih atas motivasi dan dorongannya untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi yang masih jauh dari kesempurnaan ini bisa memberikan
manfaat bagi siapa saja khususnya yang tertarik dengan dunia penerjemahan. Saran
dan kritik membangun penulis harapkan guna untuk perbaikan skripsi ini.
Jakarta,
Arif Azami
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ........ vii
PEDOMAN TRANSLITERASI..........................................................................ix
ABSTRAK…………………………………….……….......................................xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah....................................................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................................3
C. Tujuan Penelitian...............................................................................................3
D. Tinjauan Pustaka................................................................................................4
E. Sistematika Penulisan........................................................................................7
BAB II KERANGKA TEORI
1. Hakikat Gaya Bahasa......................................................................................8
a. Stilistika…………………………………………………......………….......8
b. Pengertian Gaya…………………………………………..…………...........9
2. Majas Perbandingan……………………......................................................10
3. Hermeneutika……………………………………………………………....13
4. Penerjemahan Puisi……………………………….......................................14
5. Kompleksitas Penerjemahan Gaya Bahasa…………………………...........17
6. Hakikat Puisi (Syi’ir)…………………………………………………….....17
7. Metode Puisi…………………………………………………………..........19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
viii
A. Pengertian
Metodologi…………………………………………………………...............23
1. Paradigma Penelitian……………....………………….....................…....24
2. Metode Penelitian………………………………….......................….......24
3. Fokus Penelitian………………………………………………….............25
4. Sumber Data………............………………………………………..........26
5. Metode Penyediaan Data………………………………...........................26
BAB IV ANALISIS
B. Metode Terjemah dan Gaya Bahasa…............................................................28
1. Personifikasi.........................................................................................28
2. Simile…………………………………................................................37
3. Metafora…………………………………...........................................44
C. Terjemah dan Gaya Bahasa yang Tidak Sesuai Dengan Karya Aslinya.........50
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................53
B. Saran................................................................................................................54
Daftar Pustaka....................................................................................................55
LAMPIRAN
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Dalam skripsi ini, sebagian data ditransliterasikan ke dalam huruf latin.
Transliterasi ini berdasarkan pedoman transliterasi Arab-Latin dalam buku
“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padannya dalam aksara latin.
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
Ts ted an es ث
J Je ج
H h dengan garis bawah ح
Kh ka dan ha خ
D De د
Dz de dan zet ذ
R er ر
Z zet ز
S es س
x
Sy es dan ye ش
S es dengan garis di bawah ص
D de dengan garis di bawah ض
T te dengan garis di bawah ط
Z zet dengan garis di bawah ظ
koma terbalik di atas ‘ ع
hadap kanan
Gh ge dan ha غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof , ء
Y Ye ي
xi
2. Vokal
Vokal dalam bahasa arab, seperti vokal bahasa indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggul,
ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah ــــَـــ
I Kasrah ـــِــــ
U Dammah ـــُــــ
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i ----ي
Au a dan u ----و
Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa arab
dilambangkan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
a dengan topi di atas ــَا
i dengan topi di atas ــِىْ
u dengan topi di atas ــُوْ
3. Kata Sandang
xii
Kata sandang, yang dalam sistem aksara arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu ال, dilahirkan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf
qomariyah. Contoh: al-rij l, al-d w n bukan ad-d w n.
4. Syaddah (Tasyd d)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda )َـــ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf , yaitu dengan
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata ْالضرورةtidak ditulis ad-
dar rah melainkan al-dar rah, demikian seterusnya.
5. Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang
berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh
1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata
sifat (na’t) (lihat contoh 2 di bawah). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti
kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat
contoh 3)
No Kata Arab Alih Aksara
Tarîqah طريقة 1
al-jâmi’ah al-islâmiyyah الجامعةْاإلسالميّة 2
Wahdat al-wujûd وحدةْالوجود 3
6. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, anatara lain
untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama
xiii
diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang,
maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû
Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alih akasara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau
cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, juduk buku itu ditulis dengan cetak miring,
maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar
katanya berasal dari bahasa arab. Misalnya ditulis, Abdussamad al-Palimbani, tidak
‘Abd al-Samad al-Palimb n ; Nuruddin al-Raniri, tidak N r al-D n al-R n r .
7. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-
kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:
Kata Arab Alih Aksara
dzahaba al-ustâdzu ذهب األستاذ
tsabata al-ajru ثبت األجر
al-harakah al-‘asriyyah العصريّةالحركة
asyahdu an lâ ilâha illâ Allâh أشهد أْن ال اله االّ هللا
Maulânâ Malik al-Sâlih موالنا ملك الصالح
Yu’atstsirukum Allâh يؤثّركم هللا
al-mazâhir al-‘aqliyyah المظاهر العقليّة
al-âyât al-kauniyyah اآليات الكونيّة
al-darûrat tubihu al-mahzûrât تيبح المحظورات الضرورة
xiv
ABSTRAK
Arif Azami
“Penerjemahan Sebagai Penafsiran Studi; Akurasi dan Gaya Bahasa Puisi
Taufik Ismail “Debu di Atas Debu”.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana perbedaan gaya bahasa dalam
teks terjemahan dan teks asli, penulis menggunakan teori gaya bahasa
perbandingan dan ilmu balaghah sebagai upaya membandingkan apakah gaya
bahasa yang terdapat dalam puisi terjemahan tersebut memang sesuai dengan
puisi aslinya. Jika memang teks terjemahan tersebut sesuai apakah layak
dipertahankan, ketimbang gaya bahasa dalam karya aslinya?
Penelitian ini menggunakan pendekatam kualitatif dengan desain studi
kasus yang berorientasi pada gaya bahasa hasil terjemahan puisi Taufik Ismail
yang berjudul “Buku” dan ditejemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Prof. Dr.
Nabilahh Lubis.
Temuan penelitian sebagai berikut metode terjemahan yang banyak
digunakan oleh Nabilah Lubis adalah ragam penerjemahan setia dan adaptasi.
Hal ini jelas terlihat dari hasil penelitian penulis terhadap hasil terjemahan
Nabilahh Lubis. Ragam penerjemahan setia penulis temui di dalam puisi 1, 2, 4,
5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 15 dan 15; dan sedangkan ragam penerjemahan adaptasi
penulis temukan pada baris puisi 3, 11, 13, dan 14.
Kemudian Ragam gaya bahasa yang digunakan oleh Taufik Ismail dalam
teks asli menggunakan gaya bahasa simile, personifikasi dan metafora. Di dalam
data yang penulis analisis, menemukan beberapa aspek balaghah yang digunakan
oleh penerjemah untuk menerjemahkan gaya bahasa tersebut, diantaranya;
tasybîh mursal mujmal, tasybih baligh, isti’ârah dan isti’ârah tamtsiliyah .
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membaca puisi “Buku” karya Taufik Ismail diperoleh beberapa gambaran
mengenai beberapa aspek yang menyangkut sebuah buku. Aspek-aspek tersebut
antara lain sebagai berikut:
1. Menggambarkan kehidupan manusia
2. Sebagai alat untuk meneliti
3. Wahana untuk menuangkan ide
4. Alat untuk menyampaikan ilmu pengetahuan
5. Alat untuk memuat catatan-catatan pengetahuan yang berisikan ide-ide dan
gagasan
6. Buku acuan yang dapat dipakai sebagai panduan melaksanakan penelitian
7. Buku dapat menjadi teman yang dapat dibaca sebagai pengisi waktu luang.
8. Buku dapat menggambarkan diri penyair yang menulis karya tersebut.
Uraian di atas menunjukan bahwa “Buku” ditinjau dari segi fungsi menurut
Taufik Ismail memiliki 8 aspek penting. Puisi “Buku” ditinjau dari segi bahasa
yang digunakan oleh Taufik Ismail dalam menyampaikan gagasanya banyak
menggunakan majas perbandingan yaitu gaya bahasa yang mengandung makna
tidak hakiki. Puisi ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa salah satunya
adalah bahasa Arab yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini.
2
Berikut ini contoh bait puisi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Seperti daging untuk jasmani,
Begitulah bacaan untuk rohani.
“
”
Jika ditinjau teks asli dan terjemahannya dapat terlihat perbedaan pada kata
kata tersebut tidak terdapat di dalam teks aslinya, mengindikasikan
penerjemah menggunakan metode adaptasi. Dalam metode adaptasi seorang
penerjemah biasanya tidak terlalu memperhatikan apakah terjemahannya dapat
dipahami dengan baik oleh si penutur Bsa atau tidak. Karenanya, metode ini
dianggap sebagai metode yang paling bebas dan paling dekat dengan Tsa. Taufik
Ismail menggambarkan sebuah “buku” sama halnya dengan daging menjadi
sebuah kebutuhan utama dalam diri si penyair. Taufik Ismail menggunakan gaya
bahasa simile antara dua kata yang berbeda disamakan dengan tanda analogi
seperti.
Bila ditinjau dari hasil terjemahan, kalimat yang digunakan terlalu bertele-tele,
bukan hanya itu gaya bahasa yang terdapat pada puisi itupun hilang, karena
mengalami penambahan kata menjadikan nilai rasa yang terdapat pada teks
aslinya pun hilang.
Oleh karenanya, untuk tetap mempertahankan gaya bahasa yang diciptakan
oleh seorang pengarang puisi. Seorang penerjemah dituntut lebih untuk
mengetahui bukan sekedar maknanya saja, akan tetapi gaya bahasa yang dipakai
oleh pengarang sehingga penerjemah bukan hanya sekedar dapat mengalihkan
bahasa puisi tersebut akan tetapi dapat mengalihkan unsur keindahan puisi yang
1 Taufik Ismail, Kumpulan Puisi Dwi Bahasa: Debu di Atas Debu (Jakarta: Majalah Sastra
Horison, 2013), h. 125. 2Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemahan (Bandung : Kaifa, 2009), h. 79.
3
dipakai oleh pengarang, Oleh karenanya hal ini menarik perhatian peneliti untuk
membahas secara seksama.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan
Berdasarkan identifikasi yang telah diuraikan di atas, maka untuk menghindari
pembahasan yang terlalu luas penelitian ini membatasi diri untuk menganalisis 3
aspek gaya bahasa yaitu:
a) Simile
b) Personifikasi
c) Metafora
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah peneliti, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
a) Metode apa saja yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan
puisi Taufik Ismail?
b) Bagaimana penggunaan gaya bahasa puisi “Buku”?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dalam melakukan penelitian ini, diantaranya:
1. Mencari tahu metode yang digunakan penerjemah.
2. Mencari tahu penggunaan gaya bahasa puisi “buku” karya Taufik Ismail.
D. Tinjauan Pustaka
Setelah ditelaah dari berbagai penelitian terlebih dahulu dari survey pustaka
yang telah dilakukan, menemukan tiga penelitian yang relevan untuk skripsi ini,
penelitian yang pernah dilakukan oleh penelitian lainnya dilakukan oleh Agus
4
Kuswanto 2010 PBSI UIN Jakarta yang berjudul “Gaya Bahasa Perbandingan
Dalam Kumpulan Cerpen Saksi Mata Karya Seno Gumira Ajidarma Serta
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah”. Dalam
penelitian yang dilakukan Agus ditemukan gaya bahasa antara lain, personifikasi,
simile, metafora. Kemudian penelitian lainnya oleh Umar Mukhtar (2008) dengan
skripsi yang berjudul, “Terjemah Novel Aulad Hârantinâ Karya Najib Mahfuz:
Studi Stilistika Terhadap Serial “Rifa’at Sang Penebus”. Novi Aryanita (2010)
dalam skripsinya yang berjudul “Personifikasi dan Simile Dalam Terjemahan
Kitab Durratun Nashihin Ahmad Sunarto (Tinjauan Balaghah). Dalam penelitian
yang dilakukan Umar, ditemukan beberapa gaya bahasa, antara lain: sinekdote,
simile, dan metafora. Gaya bahasa yang ditemukan tersebut juga mempunyai
fungsi masing-masing terhadap penggambaran. Berikut ini akan diberikan contoh
beberapa kutipan:
1. Sinekdote seperti dalam kutipan:
a) Ia dengan sengaja merampas hak warga atas harta itu, untuk dipendam
di dalam rongga perutnya.
2. Simile seperti dalam kutipan:
a) Yasminah tertawa, sampai barisan gigi-giginya yang indah selaksa
mutiara kelihatan.
3. Metafora seperti dalam kutipan:
a) Jabal telah pergi untuk selamanya, meninggalkan kenangan manis di
kampong kita, yang segera berakhir dengan munculnya Zanfal yang
bengis dan terkutuk, semoga menyiksanya kelak.
5
Adapun penelitian yang dilakukan oleh novi hanya focus terhadap 2 gaya
bahasa antara lain, simile dan personfikasi. Berikut ini akan diberikan contoh
beberapa kutipan:
1. Personifikasi seperti dalam kutipan:
a) Apabila tiba malam terakhir dari bulan ramadhan, maka menangislah
langit , bumi dan para malaikat atas musibah yang menimpa umat
muhammad Saw. Seorang bertanya: “Ya Rasulullah, musibah apakah
itu?” Jawab Rasulul Saw: “perginya bulan Ramadhan. Karena
sesungguhnya doa-doa di waktu itu di kabulkan sedekah-sedekah
diterima, kebaikan-kebaikan dilipatkan, sedang azab ditahan
b) Barangsiapa menghidupkan malam dari dua hari raya dan malam
pertengahan bulan Sya’ban, maka hatinya takkan mati pada saat
hati-hati (orang lain) pada mati.
2. Simile seperti dalam kutipan:
a) apabila seorang hamba Allah berzina atau meminum khamer, maka
keluarlah iman darinya, lalu iman itu berada di atas kepalanya
bagaikan payung. Apabila dia telah usai dari perbuatan itu, maka
iman itu kembali lagi kepadanya.
b) “Sesungguhnya perumpamaan shalat adalah seperti sebuah sungai
yang mengalir di depan pintu seorang di antara kamu, di mana ia
mandi setiap harinya lima kali. Masih adakah kotoran yang tersisa
padanya?”
Adapun perbedaan dan persamaan penelitian ini dengan ketiga penelitian yang
telah disebutkan di atas, yaitu:
6
Umar Novi Agus
Persamaan
Masalah Gaya Bahasa Gaya Bahasa Gaya Bahasa
Metode Kualitatif Kualitatif Kualitatif
Sumber
Penelitian - - -
Perbedaan
Masalah Sinekdote,
Personifikasi,
metafora, dan
simile
Personifikasi
dan simile
Personifikasi,
metafora, dan
simile
implikasi
terhadap
pembelajaran
Metode - - -
Sumber
Penelitian
Novel Aulad
Harantina
Durratun
Nashihin
Ahmad
Sunarto
Kumpulan
Cerpen Saksi
Mata Karya
Seno Gumira
Ajidarma
Sumber: Hasil pengamatan (2015) oleh Arif Azami.
Persamaan ketiga penelitian yang telah disebutkan di atas dengan penelitian
yang terdapat dalam skripsi ini adalah ketiganya sama-sama menganalisis tentang
gaya bahasa, sedangkan penelitian yang dilakukan Umar menganalisis gaya
bahasa secara keseluruhan dengan kajian stilistika
Selanjutnya, perbedaan lainnya adalah penelitian Novi Aryanita berjudul ―
“Personifikasi dan Simile Dalam Terjemahan Kitab Durratun Nashihin Ahmad
Sunarto (Tinjauan Balaghah). Penelitian ini hanya berfokus pada dua gaya bahasa
yaitu personifikasi dan simile.
Serta penelitian Agus Kuswanto bejudul - “Gaya Bahasa Perbandingan
Dalam Kumpulan Cerpen Saksi Mata Karya Seno Gumira Ajidarma Serta
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia Di
Sekolah”. Dalam penelitian ini fokus penelitian yang digunakan sama pada tiga
gaya bahasa yaitu Simile, Personifiasi dan Metafora sedangkan perbedaannya
adalah jika penelitian Agus Kuswanto menganalisis gaya bahasa dan Implikasi
7
terhadap pembelajaran, sedangkan penulis berfokus pada gaya bahasa terhadap
puisi “buku” dan terjemahannya.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab, yang akan penulis
rincikan sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan yang terdiri mengenai latar belakang masalah, batasan dan
rumusan masalah, tujuan peneletian, manfaat penelitian, selain itu, penulis akan
menulis tinjauan pustaka, sebagai informasi pembanding dengan penelitian
sebelumnya dan juga berfungsi sebagai tanggung jawab ilmiah.
Bab II : Kerangka teori yang terdiri dari : tentang penerjemahan, yang di
dalamnya terdapat defenisi terjemah, metode terjemah, tentang puisi, defenisi
puisi, metode puisi, serta gaya bahasa, dan majas perbandingan
Bab III : Metodologi penelitian dalam bab ini Penulis akan menguraikan metode
yang dipakai di dalam melakukan penelitian. Semua dilakukan, agar pembaca
mengetahui dan bisa menilai keilmiahan penelitian ini.
Bab IV : Hasil analisis Terjemahan dan Gaya Bahasa puisi Taufik Ismail dalam
yang telah diterjemahkan oleh Prof. Dr. Nabilah Lubis.
Bab V : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran
8
BAB II
LANDASAN TEORETIS
1. Hakikat Gaya Bahasa
a. Stilistika
Secara etimologis stylitics berkaitan dengan style (bahasa inggris). Style
artinya gaya, sedangkan stylistics, dengan demikian dapat diterjemahkan sebagai
ilmu tentang gaya.1Menurut Ratna, stilistika adalah ilmu yang berkaitan dengan
gaya dan gaya bahasa.
Tetapi pada umumnya lebih banyak mengacu pada gaya bahasa. Jadi, dalam
pengertian yang paling luas, stilistika sebagai ilmu tentang gaya, meliputi
berbagai cara yang dilakukan dalam kegiatan manusia.2
Selanjutnya, Peter Barry mengungkapkan bahwa stilistika adalah pendekatan
kritis yang menggunakan metode dan temuan ilmu linguistic dalam analisis teks
sastra.Yang dimaksud linguistik di sini lebih pada kajian ilmiah tentang bahasa
dan struktur-strukturnya, ketimbang pembelajaran bahasa-bahasa individu. 3
Jadi secara umum stilistika adalah kajian tentang gaya bahasa yang digunakan
dalam karya sastra. Gaya bahasa di sini mencakup penggunaan berbagai macam
bahasa di dalam sebuah karya sastra yang menghasilkan pemaknaan baik dari
kata, kalimat, atau wacana yang digunakan pengarang.
1 Jabrohim, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Hanindita Graha Widya, 2002), h.
163 2Nyoman Kutha Ratna, Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya,(Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009), h. 167 3 Peter Barry. Pengantar Komprehensif Teori Sastra dan Budaya. (Yogyakarta: Jalasutra,
2010), h. 235
9
b. Pengertian Gaya
Istilah gaya diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasaLatin stilus dan
mengandung arti leksikal ‘alat untuk menulis‘.4Menurut Gorys Keraf, Gaya
Bahasa merujuk kepada cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas
yang memperhatikan jiwa dan kepribadian penulis atau pengguna bahasa5.
Pemakaian dengan cara khas tersebut ditandai oleh adanya penyimpangan dari
pemakaian bahasa lumrah. Sebab itu, Wren dan Martin mengatakan gaya bahasa
merupakan penyimpangan dari bentuk ungkapan biasa atau penyimpangan dari
jalan pikiran umum dalam memperoleh efek pengungkapan yang lebih intens. 6
Penggunaan gaya bahasa terjadi dalam dunia puisi sebab kata-kata denotatif
memiliki makna keterbatasan. Dengan mengandalkan makna lugas harfiah semata
dalam deskripsi objek atau ide.7
Dengan kata lain, gaya adalah pribadi pengarang itu sendiri. Wahyudi dalam
bukunya berpendapat bahwa gaya adalah cara seorang pengarang menyampaikan
gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta
mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual
dan emosi pembaca.
Ada tiga masalah yang erat hubungannya dengan pembicaraan masalah gaya.
Pertama, masalah media berupa kata dan kalimat. Kedua, masalah hubungan gaya
dengan makna dan keindahan. Terakhir, seluk-beluk ekspresi pengarangnya
sendiri yang akan berhubungan erat dengan masalah individual kepengarangan,
maupun konteks sosial-masyarakat yang melatarbelakanginya.
4Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (Bandung: Sinar Baru, 1987), h. 72 5 Gorys Keraf, DIksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama : 2010)., h. 112. 6 Siswantoro, Metode Penelitian Sastra Anaisis Struktur Puisi, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar
2010), h. 206. 7 Ibid., h. 105.
10
Dari beberapa pengertian tentang gaya di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa gaya bahasa atau gaya seorang dengan yang lain jelas berbeda, baik dari
segi komposisi bahasa, struktur kalimat, dan penggunaan ejaan.
2. Majas Perbandingan
Dilihat dari jenisnya, majas perbandingan (yang secara salah kaprah sering
pula disebut gaya bahasa, perhiasan bahasa, atau bahasa kiasan itu) dapat
dikelompokan dalam tiga golongan; (1) majas perbandingan, (2) majas
pertentangan, dan (3) majas pertautan. Namun, dalam praktiknya tidak jarang
orang menggunakan dua-tiga majas sekaligus dalam sebuah tuturan.
Menurut Henry Guntur Tarigan, Ragam majas dibagi menjadi empat macam :
1) Majas Perbandingan yang meliputi perumpamaan (simile), metafora,
personifikasi, 2) Majas pertentangan yang meliputi hiperbola, litotes, ironi,
oksimoron, paronomasia, parlpsisi, zeugma, 3) Majas pertautan yang meliputi
metominia, sinekdoke, kilata (alusi), eufimisme, ellipsis, inversi, gradasi. 4) Majas
perulangan yang meliputi aliterasi, antanaklasis, kiasmus, repitisi. Dalam hal ini
penulis akan memfokuskan pada majas perbandingan yang digunakan oleh
Tarigan berikut beberapa majas perbendingan yang sering digunakan dalam puisi.
a) Simile (Tasybih)
Yang dimaksud dengan perumpamaan disini adalah padanan kata simile
dalam bahasa Inggris. Kata simile berasal dari bahasa latin yang bermakna
‘seperti’. Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakekatnya
berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Perbandingan itu secara
11
eksplisit dijelaskan oleh pemakaian kata seperti, sebagai, ibarat, umpama,
baka, laksana, dan sejenisnya.8
Seperti halnya bahasa Indonesia bahasa Arab juga memiliki konsep yang
persis dengan simile, yakni tasybih. Gaya bahasa ini mengindikasikan adanya
penyerupaan antara musyabbah (yang menyerupai) dan musyabbah bih (yang
diserupai).
Tasybih adalah penjelasan bahwa suatau hal atau beberapa hal yang
memiliki kesamaan sifat dengan hal yang lain. Penjelasan tersebut
menggunakan huruf kaf atau sejenisnya, baik tersurat maupun tersirat. Unsur
tasybih ada empat, yaitu musyabbah, musyabah bih (kedua unsure ini disebut
taharafait tasybih, adat tasybih, dan wajh syibeh pada musyabbah bih
diisyaratkan lebih kuat dan lebih jelas daripada musyabbah.9
b) Metafora (Isti’ârah)
Metafora perbandingan antara dua objek atau ide yang masing-masing
berperan sebagai tenor (yang dibandingkan) dengan vehicle (pembanding).10
Tarigan berpendapat bahwa metafora adalah sejenis gaya bahsa perbandingan
yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlihat dua gagasan:
yang satu adalah suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi
obyek; dan yang satu lagi merupakan pembanding terhadap kenyaaan tadi; dan
kitamenggantikan yang belakang itu menjadi yang terdahulu tadi.11 Contoh:
buku itu cermin
8 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Kosa Kata, (Bandung: Angkasa1984), h. 180-181. 9 Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemahan Al-Balaghatul Wadhihah.Penerjemah Mujiyo
Nurkholis, Bahrun Abu Bakar, L.C. dkk. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994.), h. 21. 10 Siswantoro, Metode Penelitian Sastra, Analisis Struktur Puisi, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010), h. 207. 11 Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: Angkasa1986), h. 182-183.
12
Sebagaimana dalam bahasa Indonesia, bahasa Arab memiliki konsep yang
mirip dengan metafora, yakni isti’ârah. Dalam bahasa Arab, isti’ârah
digunakan sebagai metafora sebagian, yaitu, seperti dijelaskan oleh Sukron
Kamil, “Kata atau kalimat bukan dalam makna aslinya, karena ada hubungan
makna asli dengan yang dipakai, dan ada tanda yang menunjukan hal itu.”
Jika dilihat dari kata yang dipakai, isti’ârah terbagi dalam empat bagian.
Pertama, isti’ârah tasrîkhiyyah, yakni kata yang disebutkan adalah
musyabbah bih (yang diserupai). Kedua, isti’ârah takhyîliyyah, yaitu yang
disebutkan adalahmusyabbah-nya, tapi, kata sesudahnya menunjuk pada
musyabbah bih. Lalu yang ketiga, isti’ârah asliyyah, jenis ini, menurut kamil,
“kata yang disebut tidak memiliki derivasinya”. Dan yang keempat, isti’ârah
taba’iyah. Kata yang disebut dalam isti’ârah ini, memiliki derivasi.12
c) Personifikasi dan Depersonifikasi
Personifikasi adalah majas yang mengibaratkan bintang, tumbuhan, dan
benda-benda mati layaknya seperti manusia.13 menurut Tarigan personifikasi
berasal dari bahasa latin persona (orang, pelaku, aktor, atau topeng yang
dipakai dalam drama)= fic (membuat) karena itulah maka apabila kita
mempergunaan personifikasi kita memberikan ciri-ciri atau, kualitas pribadi
orang kepada benda-benda yang tidak bernyawa ataupun kepada gagasan-
gagasan. Dengan perkataan lain, penginsanan atau personifikasi ialah jenis
majas yang melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa
dan ide yang abstrak. Contoh: angin yang meraung.
12 Prof. Dr. Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik Modern (Jakarta : Rajagrafindo
Persada, 2009), h.142. 13 Prof. Dr. E. Zaenal Arifin, Teori dan Kajian Wacana Bahasa Indonesia, (Tangerang:
Pustkaka Mandiri, 2012), h. 12.
13
Gaya bahasa depersonifikasi atau pembedaan adalah kebalikan dari gaya
bahasa personifikasi atau penginsanan. Kalau personifikasi, menginsankan
atau memanusiakan benda-benda, maka depersonifikasi justru membedakan
manusia atau insan. Biasanya gaya bahasa depersonifikasi ini terdapat dalam
kalimat pengandaian yang secara eksplisit memanfaatkan kata kalau dan
sejenisnya sebagai penjelas gagasan atau harapan.14 Contoh: kalau dikau
menjadi bunga, maka Aku menjadi kumbangnya, Andai kamu menjadi langit,
maka dia menjadi tanah.
Personifikasi dalam bahasa Arab termasuk ( ) majaz secara
harfiah artinya “boleh”, lughawi artinya “bersifat bahasa” atau “dalam
bahasa” dengan demikian majaz lughawi artinya suatu kebolehan
menggunakan suatu kata sebagai bahasa bukan pada tempatnya.
Dalam kitab balghah al-waadhihah karangan Ali Al-Jarim dan Musthafa
Amin, bahwa majaz lughawi adalah lafaz yang digunakan dalam makna yang
bukan seharusnya karena adanya hubungan disertai qarinah yang
menghalangi pemberian makna haqiqi dan makna majazi itu kadang-kadang
karena adanya keserupaan dan kadang-kadang lain dari itu. Dan qarinah itu
adakalanya lafziyah dan adakalanya haliyah.15
3. Hermeneutika
Secara etimologis hermeneutika berasal dari kata hermenuein, bahasa
Yunani, yang berarti menafsirkan atau menginterpretasikan. Bila dikaitkan dengan
fungsi utama hermeneutika sebagai metode untuk memahami agama, maka
14 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: Angkasa1986), h. 2. 15 Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, Terjemahan Al-Balaghatul Wadhihah.Penerjemah
Mujiyo Nurkholis, Bahrun Abu Bakar, L.C. dkk. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994.), h.95.
14
metode ini dianggap tepat untuk memahami karya sastra dengan pertimbangan
bahwa di antara karya tulis, yang paling dekat dengan agama adalah karya sastra.
Pada tahap tertentu eks agama sama dengan karya sastra. Perbedaanya, agama
merupakan kebenaran keyakinan, sastra merupakan kebenaran imajinasi. Agama
dan sastra adalah bahasa, baik lisan maupun tulisan. Asal mula agama adalah
firman Tuhan, asal mula sastra adalah kata-kata pengarang. 16
Hermeneutika merupakan studi tentang prinsip-prinsip metodologis
interpetasi dan eksplanasi. Tugas interpretasi dan makna pemahaman berbeda
lebih elusif, lebih historis dalam kaitannya dengan karya, dibandingkan dengan
sebuah “obyek”. Sebuah “karya” selalu ditandai dengan sentuhan manusia; kata
itu mengasumsikan hal ini, karena karya selalu berarti karya manusia (Tuhan).
“Objek”, pada sisi yang lain, dapat menjadi karya atau ia bisa menjadi objek
natural. Untuk menggunakan kata “objek” yang berkaitan dengan sebuah karya
mengaburkan perbedaan penting, karena seseorang melihat karya tidak sebagai
objek tetapi sebagai karya. Penelitian sastra harus mencari sebuah “metode” atau
“teori” yang secara khusus tepat sebagai uraian kesan manusia terhadap karya,
“makna” itu sendiri.17
4. Penerjemahan Puisi
Penerjemahan bukanlah semata-mata untuk mengalihkan suatu bahasa ke
dalam bahasa lain akan tetapi terjemah merupakan salah satu kegiatan dalam
menyampaikan pesan suatu teks bahasa yang kita terjemahkan ke dalam bahasa
16 Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S. U, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 47. 17 Richard E. Palmer, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003), h. 7-8.
15
yang lain. Dalam penerjemahan selama ini banyak didefinisikan melalui berbagai
cara dengan latar belakang teori dan pendekatan yang berbeda-beda. Menurut
Nida dan Taber mengemukakan bahwa penerjemah adalah “consist in
reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source
language message, first in terms of meaning and secundly in terms of style” (suatu
upaya mengungkapkan kembali pesan dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain).18
Artinya dalam menerjemahkan suatu bahasa penerjemah harus menyampaikan
pesan yang terkandung dalam suatu ungkapan atau teks yang mereka terjemahkan
karena dalam terjemhan suatu teks terjemahan dapat dikatakan baik jika seorang
pembaca dapat mengerti pesan teks tersebut. Menerjemahkan itu mengalihkan
makna yang terdapat dalam teks terjemahan menurut Moh. Mansyur dan
Kustiawan “terjemah adalah mengalihkan makna teks (wacana) dari bahasa asal
(bahasa sumber) ke dalam bahasa sasaran”.19
Penerjemahan puisi, menurut Casagrande yang dikutip oleh Frans Sayogie
bahwa merupakan penerjemahan estetis puitis yang bertujuan mengalihkan pesan
serta bentuk estetis puitis yang ada di dalam bahasa sumber kepadanannya di
dalam bahasa sasaran. Di dalam penerjemahan jenis ini pengalihan isi (pesan) dan
bentuk sama-sama penting. Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa di dalam
penerjemahan puisi ada tuntutan ganda: pengalihan isi harus baik dan pengalihan
bentuk pun harus baik.20
18 Frans Sayogie, Penerjemah Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta : Lembaga
Penelitiian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 7. 19 Drs. Moh. Mansyur dan Kustiwan, S.Ag, Pedoman Bagi Penerjemah Arab-Indonesia
Indonesia-arab (Jakarta : PT. Moyo Segoro Agung Jakarta, 2002), h. 20. 20 Frans Sayogie, Penerjemah Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta : Lembaga
Penelitiian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 201.
16
Didalam penerjemahan puisi penerjemah mempunyai tuntutan ganda, berarti
dalam hal ini penerjemah menghadapi banyak permasalahan, yaitu menjaga agar
isi atau pesan yang terdapat puisi tidak hilang dan juga penerjemah harus
mempertahankan nilai keindahan puisi tersebut, termasuk mempertahankan
pencitraan serta ‘musik” puisi asli itu. Yang lebih sukar adalah kata-kata di dalam
puisi tidaklah dipilih (oleh penyair) berdasarkan pertimbangan makna semata-
mata, akan tetapi juga harus berdasarkan pertimbangan irama dan rima. Lebih-
lebih lagi, di dalam puisi banyak memakai gaya bahasa yang mengandung makna
tidak hakiki seperti halnya majas untukmenciptakan gaambaran serta emosi yang
mendukung, bahkan memperdalam serta memperluas makna yang diungkapkan
oleh puisi, sehingga terciptalah makna permukaan dan satu atau lebih dari satu
makna yang lebih dalam. Mengharapkan mengalihkan unsur-unsur puisi dan
sekaligus mempertahankan makna permukaan serta mana-makna yang lebih
adalah pekerjaan yang sulit21.
dengan berkembangnya aktivitas terjemah munculah kamus-kamus yang
membantu seorang terjemah dalam mencari kosa kata yang tepat di saat
menerjemahkan. Memilih makna yang tepat dalam menerjemahkan menunjukan
penguasaan penerjemah terhadap teks, jiwanya dan mengetahui maksud kalimat
perkalimatnya. Lain dari itu, kata-kata terjemahan dalam pilihan haurs muncul
dari rasa yang ditimbulkan dari rasa keindahan kata, dan enak dibaca masyarakat
umum, di samping kata-kata yang di pilih harus mudah dan dimengerti oleh
banyak orang dan banyak digunakan secara luas.22
21 Sayogie, Penerjemah Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, h. 201-202 22 Prof. Dr. Achmad Satori Ismail, Problematika Terjemah Arab-Indonesia (Jakarta : Adabia
Press, 2011), h. 14.
17
5. Kompleksitas Penerjemahan Gaya Bahasa
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa di dalam penerjemahan
puisi tuntut bagi seorang penerjemah agar dapat, mengalihkan isi dan juga
mengalihkan bentuk teks, keduanya harus baik. Dari tuntutan ganda tersebut
berarti penerjemah menghadapi banyak permasalahan, yaitu menjaga isi atau
pesan puisi karya asli tidak berubah dan harus mempertahankan keindahan puisi
itu, termasuk mempertahankan pencitraan puisi asli itu.
Dalam hal ini Kompleksitas stilistik juga merupakan salah satu faktor
penyebab sulitnya penerjemahan itu dilakukan. Teks sastra, seperti puisi, prosa,
dan drama diungkapkan dengan gaya yang berbeda dari gaya teks ilmiah seperti
makalah atau laporan penelitian. Karena budaya bahasa sumber dan budaya
bahasa sasaran berbeda satu sama lain gaya bahasa yang digunakan oleh kedua
bahasa itu tentu saja berbeda.23
6. Hakikat Puisi (Syi’ir)
Kata puisi itu berasal dari bahasa Yunani poiesis yang berarti penciptaan.
Akan tetapi, arti yang semula ini lama kelamaan semakin dipersempit ruang
lingkupnya menjadi “hasil seni satra, yang kata-katanya disusun menurut syarat-
syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak, dan kadang-kadang kata-kata
kiasan.”24
23 Drs. M. Rudolf Nababan, M. Ed. Teori Menerjemah Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008)., h.59. 24 Prof. Dr. Hendri Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra (Bandung : Angkasa, 2009),
h. 3.
18
Puisi dikalangan masyarakat Arab dikenal dengan syi’ir, Menurut Ahmad Asy-
syayib seperti yang telah dikutip oleh Sukron Kamil bahwa, Syi’ir atau puisi arab
adalah ucapan atau tulisan yang memiliki wazan atau bahr (mengikuti prosodi
atau ritme gaya lama) dan qafiyah (rima akhir atau kesesuaian akhir baris) serta
unsur ekspresi rasa dan imajinasi yang harus lebih dominan dibanding prosa.25
Tradisi bersyi’ir ini dikalangan bangsa Arab, telah ada jauh sebelum agama Islam
lahir, syi’ir tertua diperkirakan berasal dari zaman jahiliyah, zaman sebelum Islam
datang ke bangsa Arab, syi’ir pada zaman itu disebut dengan istilah syi’ir jahili.
Syi’ir pada zaman jahiliyah menempati posisi penting di kalangan masyarakat
Arab. Untuk itu penyair memperoleh penghormatan dari masyarakat lebih dari
seorang orator. Pada masa itu biasanya syi’ir dibacakan di tengah khalayak, padda
tempat-tempat tertentu seperti pasar. Pasar syi’ir yang paling terkenal saat itu
adalah suk ‘ukkazah. Syi’ir yang paling bagus, mendapatkan penghargaan dengan
digantung di atas ka’bah, dan mendapat gelar al-mu’allaqat.26
Bagi orang Arab, kata syi’ir mempunyai arti tersendiri sesuai dengan
pengetahuan, kemampuan, dan kebiasaan mereka dalam pandangan mereka, syi’ir
berarti pengetahuan atau kepandaian (ilm/fathanah), dan penyair itu sendiri
disebut dengan Al-fathin (cerdik pandai). Pendapat ini ada kemiripan dengan
penegertian poet dalam bahasa Yunani, yang berarti membuat, mencipta (dalam
bahasa Inggris, padanan kata poetry erat berhubungan dengan kata poet dan
poem). Poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir
menyerupai dewa atau yang amat suka kepda dewa-dewa. Dia adalah orang yang
25 Prof. Dr. Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik Modern (Jakarta : Rajagrafindo
Persada, 2009), h. 10. 26 Cahya Buana, MA Pengaruh Sastra Arab Terhadap Sastra Indonesia Lama Dalam Syair-
syair Hamzah Fansuri Kajian Sastra Banding (Yogyakarta : Mocopatbook, 2008), h. 51.
19
berpengelihatan tajam, orang suci, sekaligus seorang filosof, negarawan, guru, dan
orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.27
Sejalan dengan perkembangan bahasa persatuan, kesusastraan juga mengarah
ke perkembangan sastra nasional (natinal literature). Kebanggan akan hasil karya
bangsa sendiri dengan mempergunakan bahasa nasionalnya, turut menimbulkan
dorongan kepada para penulis untuk menciptakan karya-karya sastra. Akibatnya
bahasa latin lama kelamaan kehilangan daya pengaruhnya.28
Kehidupan sehari-hari kaya dengan berbagai ekspresi puitis yang tidak secara
langsung berkaitan dengan kegiatan berpuisi atau bersastra. Apabila kita
menggunakan ungkapan “mata keranjang” untuk menyebut seserang yang mudah
terpikat pada perempuan-perempuan yang dilihatnya, sesungguhnya kita sedang
menggunakan ekspresi puitis. Demikian pula, apabila kita menggunakan
ungkapan “lintah darat” kepada seseorang yang suka meminjamkan uang dengan
bunga mencekik, ekspresi tersebut bersifat puitis. “mata keranjang” dan “lintah
daratat” adalah sebuah gaya bahasa yang menggunakan sebuah ungkapan untuk
menyatakan suatu yang lain. Tujuannya untuk memperjelas maksud yang hendak
disampaikan.
7. Metode Puisi
Dalam puisi kita haruslah memperhatikan beberapa aspek karena pada
umumnya seorang penyair mengatakan lebih banyak daripada yang terkandung
dalam kata-kata ataupun kombinasi kata-kata sanjak mereka. Dengan kata lain
kata-kata yang sedikit mungkin ingin melukiskan atau memenuhi maksud yang
27 Ahmad Muzakki Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan, ( Yogyakarta: Ar-ruzz
Media, 2006), h. 41. 28 Ibid., h. 4.
20
telah kita utarakan itu maka mau tak mau diperlukan suatu metode yang baik
beserta sarana-sarana yang diperlukan untuk itu.29
Hal yang terpenting di anataranya adalah :
a. Diksi
Diksi berarti pilihan kata. Apabila dipandang sepintas lalu maka kata-
kata yang dipergunakan dalam puisi pada umumnya sama saja dengan kata-
kata yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Secara kelamiahan
kata-kata yang dipergunakan dalam puisi dan dalam kehidupan sehari-hari
mewakili makna yang sama; bahkan bunyi ucapan pun tidak ada perbedaan.
Walaupun demikian haruslah kita sadari bahwa penampatan dan penggunaan
dalam puisi dilakukakan secara hati-hati, teliti, serta lebih tepat. Kata yang
digaunakan dalam puisi atau sajak semuanya mengandung makna denotatif,
akan tetapi lebih cenderung pada makna konotatif. Konotasi atau nilai makna
inilah yang memberikan ciri dan efek keindahan dalam puisi tersebut. Uraian-
uraian ilmiah biasanya lebih mementingkan makna denotasi. Itulah sebabnya
maka sering orang mengatakan bahwa bahasa ilmiah bersifat denotatif.
Sedang bahasa sastra bersifat konotatif.30
b. Imaji
Dalam metode ini, penyair menyuguhkan pengalaman batin yang pernah
dialaminya kepada para penikmat karyanya. Salah satu usaha untuk
memenuhi keinginan tersebut ialah dengan pemilihan dan penggunaan kata
yang tepat dalam karya mereka. Pilihan serta penggunaan yang tepat itu dapat
29 Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan Prinsip-prinsip Dasar Sastra (Bandung : Angkasa, 2009),
h. 28. 30 Tarigan Prinsip-prinsip Dasar Sastra (Bandung : Angkasa, 2009), h. 29.
21
memperjelas dan memperkuat imajinasi pikiran manusia; dan energi tersebut
dapat pula mendorong imajinasi untuk menjelmakan gambaran yang nyata.
Segala yang dirasai atau dialami secara imajinatif inilah yang biasa dikenal
dengan istilah imagery atau imaji.31
c. Kata Nyata
salah satu cara untuk membangkitkan daya bayang atau imajinasi para
penikmat suatu sajak adalah dengan mempergunakan kata-kata yang tepat,
kata-kata yang konkret, yang dapat menyarankan suatu pengertian
menyeluruh. Semakin tepat seorang penyair menempatkan kata-kata yang
penuh asosiasi dalam karyanya makan semakin baik pula dia menjelmakan
imaji, sehingga para penikmat menganggap bahwa mereka benar-benar
melihat, mendengar, merasakan, pendeknya mengalami segala sesuatu yang
dialami oleh sang penyair. Apabilah upaya tersebut berhasil maka benarlah
bahwa “what one recieves from a poem is an experience” dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa kata nyata adalah kata yang konkret dan khusus
bukanlah kata yang abstrak dan bersifat umum.32
d. Majas
Cara lain yang sering dipergunakan oleh para penyair untuk
membangkitkan imajinasi itu adalah dengan memanfaatkan majas atau
figurative language, yang merupakan bahasa kias atau gaya bahasa. Setiap
orang tentu ingin mengeluarkan pikiran dan pendapat dengan sejelas mungkin
kepada orang lain. Kadang-kadang dengan kata-kata belumlah begitu jelas
31 Henry Guntur Tarigan Prinsip-prinsip Dasar Sastra (Bandung : Angkasa, 2009)., h. 30. 32 Tarigan Prinsip-prinsip Dasar Sastra (Bandung : Angkasa, 2009)., h. 32.
22
untuk menerangkan suatu. Oleh karena itu, dipergunkanlah persamaan,
perbandiangan serta kata-kata kias lainnya33
e. Ritme dan Rima
Metode ritme dan rima, irama dan sajak, besar sekali pengaruhnya untuk
memperjelas maka suatu puisi. Ritme dan rima suatu puisi erat sekali
hubungannya dengan sense, feeling, tone dan intention yang terkandung di
dalamnya. Jelas bahwa perubahan ritme cenderung untuk menimbulkan
perubahan keempat unsur hakikat puisi itu. Menurut Alton C. Morris bahwa
“Rhythm is the result of systematically stressing or accenting words and
syllables, whereas rime repeats similliar sounds in some apparent scheme”
Dalam kepustakaan Indonesia, ritme atau irama adalah turun naiknya
suara secara teratur, sedangkan rima atau sajak adalah persamaan bunyi.
Berbicara mengenai ritme kita mau tak mau kita pula harus menyebut istilah
foot atau kaki sajak; dan yang terpenting diantaranya :34
1. Jambe : u - / u –
2. anapes : uu - / uu –
3. troche : - u / - u
4. dactylus : - uu/ -uu
33 Tarigan Prinsip-prinsip Dasar Sastra (Bandung : Angkasa, 2009)., h. 33. 34 Henry Guntur Tarigan Prinsip-prinsip Dasar Sastra (Bandung : Angkasa, 2009), h. 35.
23
BAB III
Metodologi Penelitian
A. Pengertian Metodologi
Metodologi penelitian merupakan prosedur intelektual dalam totalitas
komunitas ilmiah. Prosedur yang dimaksudkan terjadi sejak peneliti menaruh
minat terhadap objek tertentu, menyusun proposal, membangun konsep dan
model, merumuskan hipoteisis dan permasalahan, mengadakan pengujian teori,
menganalisis data, dan akhirnya menarik kesimpulan.1 Dengan demikian
metodologi adalah cara mendapatkan fakta agar dapat memahami dan
menjelaskan. Berikut ini bagan yang digunakan dalam metodologi penelitian
ini:
1 Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S. U, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 34.
Metodologi
Paradigma Metode Teknik
Hermeneutika Sintaksis Kualitatif Deskriptif
Simak Klasifikasi Komparasi
Simak Catat
Stilistika
24
1. Paradigma Penelitian
Paradigma adalah cara pandang umum seseorang (peneliti) terhadap
fenomena atau realitas. Dengan kata lain, paradigma adalah cara kita melihat
suatu realitas, misalnya fenomena berbahasa.2 Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan aspek hermeneutika dan sintaksis karena peneliti berusaha
mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa yang berwujud majas perbandingan
yang terdapat dalam puisi Buku karya Taufik Ismail.
2. Metode Penelitian
Metodologi berasal dari kata methodos, bahasa latin, sedangkan methodos
itu sendiri berasal dari akar kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui,
mengikuti, sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, cara, arah. Dalam
pengertian yang lebih luas metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk
memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian
sebab akibat berikutnya.3
Selanjutnya, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif, yakni memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya
dalam bentuk deskripsi. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data
alamiah, data dalam hubungannya dengan kontens keberadaannya.
Metode penelitian kualitatif yang digunakan penulis yaitu analisis isi.
Menurut teori Ratna metode analisis isi ini menekankan pada isi pesan. Oleh
karena itulah, metode analisis isi dilakukan dalam dokumen-dokumen yang
2 Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 14 3Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S. U, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 34.
25
padat isi. Dalam karya sastra, misalnya, dilakukan untuk meneliti gaya tulisan
seorang pengarang.
Penelitian deskriptif merupakan cara pengolahan penelitian kualitatif karena
datanya berbentuk ungkapan puisi.4 Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa
penelitian kualitatif deskriptif merupakan penelitian yang mendeskripsikan
suatu makna terhadap suatu realitas yang terjadi di dalam puisi.
Pemahaman konteks pembicaraan, interpretasi terhadap makna-makna
gramatikal. Penulis akan meneliti sumber data ini melalui studi teks terhadap
karya Taufik Ismail menganalisis data dengan proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.
Hal yang dilakukan mengelompokan data sesuai dengan pola, kategori, dan
satuannya. Kemudian penulis akan mengidentifikasi berdasarkan tata bahasa
dalam bahasa sumber dan bahasa sasaran. Dengan aktivitas analisis,
diharapkan menemukan kaidah-kaidah atau aturan-aturan. Dan juga penulis
menganalisis deskriptif dengan berlandaskan teks hasil terjemahan sebagai
objek penelitian, yaitu puisi “Buku” karya Taufiq Isamil.
3. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini terbatas pada:
1. Gaya Bahasa Personifikasi yaitu baris puisi dan terjemahan yang
mengandung perumpamaan yang diibaratkan seperti manusia.
2. Gaya bahasa Simile yaitu baris puisi dan terjemahan yang mengandung
kata penghubung seperti dalam aspek balghah disebut tasybih.
4 Abdul Halim Hanafi, Metodologi Penelitian Bahasa, (Jakarta: Diadit Media, 2011), h. 144.
26
3. Gaya Bahasa Metafora gaya bahasa perbandingan yang paling singkat,
padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlihat dua gagasan: yang satu adalah
suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi obyek; dan yang
satu lagi merupakan pembanding terhadap kenyaaan tadi.
4. Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah kalimat yang sudah diterjemahkan dari
bahasa Indonesia ke bahasa Arab yang teridentifikasikan mengandung gaya
bahasa, kemudian mengkalsifikasikannya sesuai dengan kategori gaya bahasa
yaitu berdasarkan langsung dan tidaknya makna.
5. Metode Penyediaan data
Untuk meyediakan data, digunakan metode, adapun istilah metode dan
teknik yaitu “cara”. Metode adalah cara yang harus dilaksanakan sedangkan
teknik adalah cara melaksanakan metode. 5
Metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode simak
dengan teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat. Adapun kiat peneliti
dalam memanfaatkan teknik secara objektif yaitu menandai dan memberikan kode
pada data yang telah ditemukan. Tujuan pemberian kode adalah untuk
memudahkan peneliti di dalam mengidentifikasi puisi Buku.
a) Teknik Simak Bebas Libat Cakap
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan
teknik simak karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan
dengan menyimak penggunaan bahasa.
b) Teknik Catat
Setelah melakukan teknik simak bebas libat cakap, peneliti menggunakan
teknik catat atau taking note method dengan melakukan klasifikasi atau
pengelompokan ujaran pada kartu data yang telah disediakan.6
5 Muhammad, MetodePenelitianBahasa, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 203.
27
Selanjutnya, dalam teknik catat ini dapat dilakukan dengan menggunakan
teknik catat sebagai gandengan teknik simak bebas libat cakap, yaitu
mencatat beberapa bentuk yang relevan bagi penelitiannya dari penggunaan
bahasa secara tertulis tersebut.
6 Muhammad, MetodePenelitianBahasa, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 214.
28
BAB IV
Analisis Terjemah Puisi “Buku” dalam Kumpulan
Puisi Taufik Ismail Debu di Atas Debu
A. Metode Terjemah dan Gaya Bahasa
1. Personifikasi
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, pada kali ini penulis akan
memfokuskan untuk menganalisis jenis gaya bahasa perbandingan dan metode
terjemah, sesuai dengan beberapa penggalan puisi yang akan dipaparkan.
No Bsa Bsu
1 Buku Berpikir untuk saya
Data no. 1 ini terlihat penerjemah menggunakan metode setia karena antara
terjemahan dengan teks aslinya terlihat masih sama, penerjemah ingin
mempertahankan strukur aslinya dalam teks terjemahan puisi tersebut karenanya,
kalimat dalam Bsa (Bahasa Sasaran) dan Bsu (Bahasa Sumber) masih terlihat
sama. Dengan menggunakan metode terjemah setia, terjemahan puisi tersebut
menghasilkan terjemahan yang tak jauh berbeda dengan teks aslinya. Seperti yang
diungkapkan oleh Rochayah Machali bahwa, penerjemahan setia memproduksi
makna kontekstual TSu dengan masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya.
Penerjemahan setia berpegang teguh terhadap maksud dan tujuan TSu1.
Di dalam puisi ‘buku’ digambarkan seperti manusia yang dapat berpikir
perumpamaan dua objek. Kata buku dalam bahasa Indonesia dirujuk sebagai
nomina (kata benda).
1 Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 79.
29
Kata buku adalah; lembar kertas yang berjilid, berisikan tulisan atau
kosong”.2
Berdasarkan defenisi itu “Buku” adalah benda yang tidak sama dengan
manusia yang dapat berpikir. “Buku” digambarkan dapat berpikir berdasarkan
fungsi “Buku” itu sendiri yang berisikan ilmu pengetahuan yang dapat
memberikan gagasan-gagasan dalam kehidupan manusia. Taufik Ismail sebagai
penyair ingin memberikan gambaran bahwa “buku” itu dapat memberikan ide-ide
yang ada dalam kehidupan manusia. melalui bacaan yang terdapat dalam buku
itulah manusia mendapatkan ide. Oleh karenanya buku digambarkan seperti
halnya manusia yang dapat berpikir.
Dalam hal ini buku yang benda yang tak bernyawa disandingkan dengan kata
berpikir. Seakan-akan buku itu mempunyai sifat manusia yang dapat berpikir dan
kata berfikir berperan sebagai predikat untuk “buku”. Namun kata berpikir tesebut
bukanlah padanan kata kerja untuk benda yang tak bernyawa, melainkan kata
kerja yang disandingkan untuk manusia, atau makhluk berakal “buku”
digambarkan sebagai manusia karena buku memiliki fungsi sebagai gudangnya
ilmu yang dapat memberikan pengetahuan bagi manusia oleh karenanya kata
berfikir menjadi tanda untuk manusia yang tidak dimunculkan dalam kalimat.
Buku :
Manusia :
2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Nasional Edisi Keempat
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 218. 3 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok
Pesantren Al-Munawwir, 1984), h. 1187.
30
Kata ‘buku’ menjadi kata yang dirujuk sebagai nomina atau dalam
bahasa Arab disebut , dalam terjemahan tersebut kata buku digunakan bukan
pada tempatnya. Dengan demikian, kata buku dikategorikan sebagai kata yang
majazi ( ) yaitu kata yang bermakna tidak hakiki.
Kata ‘manusia’.4 yang tidak dimunculkan dalam kalimat tersebut
mempunyai hubungan atau ‘alaqah dengan kata yang sama-sama
memberikan ide ataupun pengetahuan.
Kata ‘Berfikir’ menjadi qarinah karena kata ini dihubungkan kepada
‘alaqah yaitu manusia menjadikan kata tersebut menghalangi suatu kata lain dari
arti sebenarnya. Buku di situ mengartikan bahwa dapat memberikan pengetahuan
dari catatan-catatan dan ide dalam buku. Oleh karenanya kata berpikir menjadi
indikasi atau qarinah dalam kalimat tersebut.
No Bsu Bsa
2 Buku menghirup udara
Dari terjemahan di atas terlihat bahwa penerjemah masih menggunakan metode
setia, teks terjemahan yang masih mengikuti struktur teks aslinya. Dalam hal ini
penerjemah tetap ingin mempertahankan maksud yang terdapat pada TSu.
Sama halnya pada puisi sebelumnya puisi ini juga menggunakan majas yang
sama yaitu majas personifikasi kata buku digambarkan oleh penyair seperti
manusia kata verba menghirup yang berperan sebagai predikat untuk kata buku
merupakan indikasi berupa sifat kata kerja yang diberikan kepada manusia dan
kata “buku” merupakan nomina (kata benda) tak bernyawa, namun kata “buku”
4 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok
Pesantren Al-Munawwir, 1984), h. 47.
31
digambarkan seolah-olah bernyawa. Taufik Ismail masih menggambarkan “buku”
seolah-olah seperti manusia dapat bernafas dan menghirup udara. Kata udara
menjadi objek dari kalimat tersebut karena udara memiliki banyak fungsi dan
memberikan manfaat bagi manusia, udara segar di situ digambarkan oleh penyair
sebagai manfaat yang terdapat dalam catatan-catatan pengetahuan.
Selanjutnya dalam kalimat terjemahannya kata ‘buku’ digunakan bukan
pada tempatnya dan kata ‘manusia’ ,5 yang berperan sebagai ‘alaqah yang
tidak disebutkan di dalam kalimat tersebut, dan yang menjadi indikasi terhadap
keduanya.
Kata ‘menghirup’ yang berperan sebagai fi’il bagi kata dan juga
berperan sebagai qarinah, kata ini dihubungkan kepada ‘alaqah yaitu manusia.,
dan yang menjadi indikasi terhadap kata yang muncul secara implisit.
kalimat tersebut menggambarkan buku itu seperti hidup, didalamnya terdapat
banyak ilmu yang dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.
No Bsu Bsa
3 Buku berkembang di depan kita,
Bercakap-cakap secara akrab
Jika dilihat dalam teks terjemahan di atas, teks terjemahan terjadi perubahan
pola dasar kalimat, dalam teks sumber memakai awalan nomina yang urutannya
nomina + verba (N+V), kemudian terjadi pergeseran gramatikal beradaptasi dalam
teks sasaran menjadi V+N, hal ini mengindikasikan bahwa penerjemah
menggunakan metode adaptasi metode ini, seorang penerjemah biasanya tidak
terlalu memperhatikan apakah terjemahannya dapat dipahami dengan baik oleh si
5 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok
Pesantren Al-Munawwir, 1984), h. 47.
32
penutur Bsa. atau tidak. Karenanya, metode ini dianggap sebagai metode yang
paling bebas dan paling dekat dengan Tsa. Namun demikian, penerjemah tidak
mengorbankan hal-hal penting dalam Tsu, seperti tema, karakter, atau alur.
Metode ini sangat cocok dalam menerjemah puisi karena dalam metode ini
terjadinya peralihan budaya Tsu (Teks Sumber) ke dalam budaya Tsa (Teks
Sasaran). Sehingga dapat penyesuaian struktur kebahasaan.
Data no. 3 menggambarkan suasana interaksi antara pembaca dan buku,
sehingga pembaca seperti terbawa suasana dalam peracakapan dengan teman
karib.
Pada data no. 3 “Buku” digambarkan oleh penyair itu seperti halnya manusia
yang dapat di ajak bicara antara satu sama lain, oleh karenanya kata bercakap-
cakap di situ merupakan indikasi terhadap manusia yang tidak disebutkan. vehicle
manusia muncul karena ada penggambaran dari sifatnya tersebut. Penggambaran
manusia terhadap buku yang seolah mempunyai sifat yang sama.
Kata ‘Buku’ merupakan kata yang majazi karena digunakan bukan
pada tempatnya, kemudian kata dihubungkan kepada ‘teman’ Kata
buku yang berperan sebagai qarinah dan kata berperan sebagai ‘alaqah
pembanding dari kata “Buku”. Namun kata teman di situ tidak dimunculkan
dalam kalimat tersebut. Kata tersebut muncul karena, adanya indikasi dari kata
bercakap-cakap karena sebenarnya buku tidak dapat bicara dan juga biasanya
lawan bicara itu adalah seorang teman.
No Bsu Bsa
4 Buku adalah teman paling pendiam
33
Dalam data no. 4 teks terjemahan di atas menggunakan jumlah ismiyah atau
kalimat yang di dahului dengan kata benda (nomina) jika di tinjau dari setiap
pemilihan kata yang digunakan oleh penerjemah menunjukan terjemahan tersebut
masih mengadaptasikan teks sasaran karenanya teks terjemahan masih
menggunakan struktur kalimat yang sama dan apa adanya. Dalam hal ini
penerjemah masih setia pada kalimat Tsu. Metode terjemahan yang penerjemah
gunakan metode setia.
Membandingkan kata buku dengan kata teman, menggambarkan buku seperti
halnya dengan manusia. Memberikan penginsanan terhadap kata benda buku
dengan menyamakan antara kedua kata tersebut. Kata buku berperan sebagai tenor
untuk kata teman yang berperan sebagai vechile kalimat tersebut menggambarkan
seolah buku adalah seorang yang dapat diajak bekerja sama dan diajak bercakap-
cakap seperti halnya teman.
Buku : ا
Teman : :
Kata ‘buku’ merupakan musyabbah dari kata ‘teman’ yang
berperan sebagai musyabbah bih membandingkan dengan kata sebelumnya.
Kalimat tersebut merupakan termasuk dalam kategori tasybîh menyamakan dua
kata yang mempunyai kesamaan, perbandingan kedua kata tersebut menjelaskan
bahwa buku dapat berperan seperti halnya teman yang dapat mendampingi
manusia kemanapun data no. 4 ini mempunyai hubungan dengan data no. 3 yang
menggambarkan suasana interaksi percakapan antara seorang pembaca dan buku.
6 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok
Pesantren Al-Munawwir, 1984), h. 202.
34
Dalam terjemahan ini tidak terdapat adat tasybîh dan tidak adanya wajh al-
syibh -nya maka dari sudut pandang itu kalimat tersebut termasuk dalam kategori
tasybîh baligh.
No Bsu Bsa
5
Membaca buku bagus seperti
bercakap-cakap dengan orang-orang
hebat dari abad-abad terdahulu
Jika ditinjau data no. 5 menunjukan terjadinya perubahan kalimat dalam teks
asli menggunakan awalan kata kerja membaca sedangkan penerjemah merubah
kata kerja di situ menjadi nomina atau dalam bahasa Arab dikenal sebagai ism
karena bukanlah kata kerja melainkan ism mashdar dari kata ‘ ’ membaca.
Namun jika dilihat dari terjemahan tersebut pemilihan kata yang digunakan
penerjemah dalam terjemahan di atas masih memproduksi makna kontekstual,
sehingga teks terjemah tersebut masih terkesan mengikuti teks asli. Dari sudut
pandang tersebut penerjemah menggunakan metode setia.
Data no. 5 membandingkan “buku” dengan orang-orang hebat, kalimat
tersebut menggambarkan keistimewaan buku. Karena orang hebat memiliki
kelebihan dari orang biasa pada umumnya. Dalam hal ini orang hebat di situ
digambarkan sebagai orang yang berilmu karena berdasakan hubungan kesamaan
yang terdapat pada buku yaitu banyaknya ilmu pengetahuan dan buku juga dapat
menyampaikan ilmu pengetahuan.
Buku :
Orang-orang :
35
Kalimat tersebut merupakan kategori dari kalimat tasybîh menyamakan
“ ” dengan “ ” dengan adat tasybîh huruf “ ” , dalam puisi
tersebut menggambarkan bahwa buku itu seperti halnya orang-orang hebat yang
dapat memberikan ide-ide, melalui bacaan yang terdapat pada bukulah manusia
mendapatkan berbagai ide.
Dalam terjemahan ini terdapat adat tasybîh maka dari sudut pandang tersebut
termasuk dalam kategori tasybîh mursal, sedangkan menurut sudut pandang tidak
adanya wajh al-syibh -nya maka termasuk dalam kategori tasybîh mujmal, maka
dari keterangan keduanya, kalimat tersebut termasuk dalam kategori taysbih
mursal mujmal
No Bsu Bsa
6
Kehidupan menggoyang dan
menggoncang manusia. Buku sastra
menstabil dan mengukuhkan kita
Data no. 6 menggambarkan yang dapat bergerak hal itu digambarkan dalam
kata kerja “menggoyang” dan “menggoncang” pengarang menggambarkan situasi
kehidupan manusia yang selalu berubah-ubah adanya masalah yang kadang
merubah manusia menjadi lemah, dan adapula manusia yang kuat dalam
menghadapi masalah tersebut. dan bagi pengarang yang dapat menjadikannya
lebih kuat dalam menghadapi segala masalah dalam kehidupan ini ialah dengan
buku sastra karena melalui buku sastra dapat menuangkan perasaan emosional
yang ada dalam dirinya dan menurut pengarang buku sastra dapat mempengaruhi
36
manusia dalam rasa, bahkan juga dalam pikirannya buku sastra dapat mengajak
para pembaca pada hal-hal yang baik.
Kehidupan :
Manusia :
Kata kehidupan diterjemahkan dengan kata dan struktur kalimat yang
digunakanpun masih sama masih didahului dengan nomina sehingga Data no. 6
menunjukan penerjemah menggunakan metode setia karena struktur kalimat yang
sama dalam setiap pemilihan kata yang digunakan penerjemah masih beradaptasi
pada teks asli dan apa adanya.
Selanjutnya kata ‘kehidupan’ digunakan bukan pada tempatnya
karenanya kata tersebut merupakan majazi kata itu menunjuk pada kata “ ”
yang merupakan ‘alaqah-nya, kata manusia muncul berdasarkan verba
‘menggoyang’ yang merupakan penanda dari persamaan keduanya kata
kerja tersebut tidak dapat disandingkan dengan kata kehidupan. Karena
penyebutan sifat itulah maka penyebutan vehicle tidak diperlukan lagi dan
langsung menyebut sifat yang biasa dimiliki oleh vehicle (manusia) sifat yang
disebutkan itu berupa kata kerja yang tidak dapat disandingkan dengan
musyabbah-nya, qarinah dari kedua kata tersebut.
No Bsu Bsa
7 Buku adalah pengusung peradaban
7 A. Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997), h. 316.
37
Data no. 7 menggambarkan bahwa peradaban manusia dapat dirubah oleh
“Buku”, kemajuan, kecerdasan, serta kebudayaan dapat manusia peroleh dari.
Data no. 7 ini juga menggambarkan bagaimana peranan penting “Buku”.
Kata pengusung predikat berupa kata kerja yang menjadi penanda, bagi
sifat dari vehicle manusia yang tidak dimunculkan dalam kalimat tersebut buku
adalah benda mati yang tidak dapat disandingkan oleh kata kerja pengusung yang
digunakan untuk manusia oleh karenanya dalam kalimat tersebut mengartikan
kata yang bukan sebenarnya agar menggugah nilai rasa estetika di dalamnya. kata
pengusung di situ artinya membawa, secara tak langsung Taufik Ismail
menggambarkan buku yang dapat membawa manusia kepada peradaban melalui
bacaan, dan pengetahuan yang terdapat pada buku.
Data no. 7 juga dapat dilihat dari setiap terjemahan pemilihan kata yang
digunakan oleh penerjemah masih sama dengan yang terdapat pada Bsu
mengartikan metode yang penerjemah gunakan adalah metode setia. Selanjutnya
kata “ ” yang digmerupakan kata yang majazi karena digunakan bukan
digunakan dalam teks terjemahan berperan sebagai ‘alaqah (pembanding) dari
kata manusia disitu tidak dimunculkan. Kata tersebut muncul karena, adanya
indikasi/penanda dari kata pengusung atau dalam gaya bahasa Arab
dikenal sebagai qarinah, kata tersebut menandai kata “manusia” secara tidak
langsung.
2. Simile
No Bsu Bsa
8 Buku seperti taman
38
Jika dilihat teks terjemahan dan teks aslinya terlihat penerjemah dalam hal ini
mengikuti masih menggunakan metode setia karena, tidak ada sedikitpun
penambahan ataupun pengurangan kata dalam teks terjemahan.
Data no. 8 “buku seperti taman” dalam puisi ini membandingkan dua kata
dengan tanda analogi seperti, data no. 8 juga terdapat penggambaran “Buku”
seperti yang luas dan indah terdapat banyak hal pada buku digambarkan seperti
halnya taman banyak terdapat tumbuh-tumbuhan dan bunga-bunga di situ
digambarkan puisi itu juga menggambarkan suasana nyaman yang terdapat pada
diri penyair ketika membaca buku karenanya penyair menggunakan perumpamaan
“Taman” karena biasanya tempat yang berisikan segala hal yang indah adalah
taman. Hal itulah yang ingin digunakan penyair untuk menggambarkan sebuah
pentingnya buku.
Buku
Taman :
Gaya bahasa simile yang terdapat pada Bsu diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab dengan tasybîh disini menggunakan alat, yakni huruf “ ” yang
berkedudukan sebagai alat analogi, “ ” menjadi musyabbah dan
menjadi musyabbah bih keduanya digambarkan berdasarkan sifatnya yang sama-
sama berisikan banyak keindahan taman berisikan bunga-bunga dan pepohonan
sedangkan buku berisikan tulisan dan ilmu pengetahuan sifat tersebut tercermin
secara implisit.
8 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok
Pesantren Al-Munawwir, 1984), h. 245.
39
Dalam terjemahan di atas dilihat dari sisi adanya adat tasybîh maka dari sudut
pandang tersebut termasuk dalam kategori tasybîh mursal, sedangkan menurut
sudut pandang tidak adanya wajh al-syibh -nya maka termasuk dalam kategori
tasybîh mujmal, maka dari keterangan keduanya kalimat tersebut termasuk dalam
kategori taysbih mursal mujmal.
No Bsu Bsa
9 Rumah tanpa buku, bagaikan
ruangan tanpa jendela
Data no. 9 membandingkan antara dua kata “Buku” dan “Jendela”
penggambaran dua kata tersebut menggunakan tanda analogi bagaikan, kalimat
pertama yang berperan sebagai vehicle (pembanding) dari tenor (yang
dibandingkan) kata yang terdapat pada kalimat kedua. Sama halnya
perumapamaan dalam data no. 8 Taufik Ismail menggambarkan bahwa
pentingnya adanya sebuah buku di dalam rumah karena dengan adanya buku
seseorang dapat melihat dunia luar melalui bacaan yang terdapat dalam buku.
Buku menjadi alat perantara manusia untuk melihat dunia luar seperti halnya
sebuah ruangan manusia dapat melihat dunia luar melalui jendela karena biasanya
interior terpenting dalam sebuah bangunan adalah jendela penyair juga
menggunakan fungsi dari jendela dalam sebuah ruangan karena sebuah ruangan
tanpa jendela terlihat hampa, karena jika manusia hidup dalam sebuah ruangan
yang tidak berjendela tidak dapat melihat yang terdapat di sekelilingnya. Hal
itulah yang ingin digambarkan oleh penyair.
40
Metode penerjemahan yang dipakai oleh Nabila Lubis dalam
menerjemahkan data no. 9 ini adalah metode setia. Karena dari tiap kata maupun
kalimat yang disajikan dalam terjemahan masih dibatasi oleh struktur kalimat
yang terdapat pada Tsu.
Jendela :
Membandingkan kata “ ” dengan “ ” dua kata tersebut berperan
sebagai musyabbah dan musyabbah bih kata perama, digambarkan sebagai
perantara manusia untuk melihat dunia luar oleh karenanya, disamakan dengan
jendela yang bermakna sebuah lubang yang dapat diberi tutup dan berfungsi
sebagai tempat keluar masuk udara; tingkap dan melalui situlah manusia dapat
melihat keluar rumah.
Dalam terjemahan di atas dilihat dari sisi adanya adat tasybîh maka dari sudut
pandang tersebut termasuk dalam kategori tasybîh mursal, sedangkan menurut
sudut pandang tidak adanya wajh al-syibh -nya maka termasuk dalam kategori
tasybîh mujmal, maka dari keterangan keduanya kalimat tersebut termasuk dalam
kategori taysbih mursal mujmal.
No Bsu Bsa
10
Banyak orang seperti saya, orang
yang perlu buku, seperti mereka
perlu udara
Dalam kalimat di atas membandingkan buku dengan udara,
menggambarkan bahwa pentingnya sebuah buku dalam kehidupan si penyair
seperti halnya, udara yang manusia hirup setiap harinya untuk bernafas. Dalam
9 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok
Pesantren Al-Munawwir, 1984), h. 1444.
41
kalimat tersebut kata buku yang berperan sebagai vehicle dari kata udara yang
berperan sebagai tenor.
Udara :
Jika dilihat teks terjemahan di atas penerjemah menggunakan metode setia
terjemah karena, dari tiap kata maupun kalimat yang disajikan dalam terjemahan
masih dibatasi oleh struktur kalimat yang terdapat pada Tsu.
Membandingkan kata dengan kata pertama berperan
sebagai musyabbah dan kata kedua sebagai musyabbah bih keduanya di samakan
oleh alat analogi (adat tasybîh) . Kedua kata tersebut digambarkan sebagai
kebutuhan manusia yang sangat penting, keduanya disamakan dalam sifatnya
yang sama-sama kebutuhan manusia yang harus dimiliki. Arti udara sendiri yaitu;
merupakan campuran berbagai gas yang tidak berwarna dan tidak berbau (seperti
oksigen dan nitrogen) yang memenuhi ruang di atas bumi seperti yang manusia
hirup apabila manusia bernapas, dengan udaralah manusia dapat bernafas dan
hidup. Begitulah buku digambarkan oleh taufik ismail sebuah kebutuhan primer
manusia di dalam kehidupannya.
Dalam terjemahan di atas dilihat dari sisi adanya adat tasybîh maka dari sudut
pandang tersebut termasuk dalam kategori tasybîh mursal, sedangkan menurut
sudut pandang tidak adanya wajh al-syibh -nya maka termasuk dalam kategori
tasybîh mujmal, maka dari keterangan keduanya kalimat tersebut termasuk dalam
kategori taysbih mursal mujmal.
10 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok
Pesantren Al-Munawwir, 1984), h. 1526.
42
No Bsu Bsa
11 Buku seperti daging untuk jasmani,
begitulah bacaan untuk rohani.
Pada data no. 11 “buku” digambarkan seperti daging, penyair
menggambarkan bahwa buku merupakan kebutuhan penting dalam hidup manusia
karenanya penyair menggambarkan “Buku” dengan daging, karena daging
merupakan makanan yang memberikan protein yang sangat besar bagi manusia
kemudian penyair juga menggambarkan bacaan sebagai kebutuhan untuk rohani,
buku sebagai kebutuhan yang berbentuk benda yang berisikan catatan, kemudian
catatan itulah yang akan menjadi bacaan karena melalui catatan itulah ide-ide ada.
Daging :
Dalam terjemahannya metode yang diapakai oleh penerjemah, metode
adaptasi penerjemah mencoba memindahkan struktur kalimat asli ke struktur
kalimat Bsa. Dalam terjemahan tersebut kata “ ” yang beran sebagai
musyabbah disamakan dengan kata “ ” yang berperan sebagai musyabbah bih.
Pada data no. 11 ini penerjemah menambahkan kata memang diakui,
penerjemah bermaksud memperdetail segala konteks yang terdapat dalam kalimat
“Seperti daging untuk jasmani, begitulah bacaan untuk rohani.” Sehingga para
pembaca bisa memahami konteks kalimat tersebut. Namun tampaknya Taufik
Ismail pengarang aslinya ingin menciptakan makna yang benar-benar tersembunyi
sehingga ia tidak menunjukan kata ‘makanan’ , menurut hemat penulis,
penambahan kata itu justru tidak sesuai dengan gaya bahasa dengan teks aslinya,
11Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok
Pesantren Al-Munawwir, 1984), h. 1260.
43
yaitu gaya bahasa yang diciptakan oleh Taufik Ismail, sehingga terjemahan
tersebut telah merubah ciri khas yang dimiliki Taufik Ismail.
Jika dilihat pada terjemahan di atas dari sisi adanya adat tasybîh maka dari
sudut pandang tersebut termasuk dalam kategori tasybîh mursal, sedangkan
menurut sudut pandang tidak adanya wajh al-syibh-nya maka termasuk dalam
kategori tasybîh mujmal, maka dari keterangan keduanya kalimat tersebut
termasuk dalam kategori taysbih mursal mujmal.
No Bsu Bsa
12 Perpustakaan itu seperti taman
indah
Menyamakan antara perpustakaan dengan taman, perpustakaan berperan
sebagai tenor kemudian taman yang berperan sebagai vehicle. Penggunaan tanda
analogi seperti oleh penyair dalam kalimat tersebut untuk membandingkan kedua
kata yang memiliki persamaan dalam sifatnya. Sama halnya yang terdapat pada
data no. 8 penggambaran antara buku dan taman, Taufik Ismail dalam hal ini
menggambarkan “Perputakaan” seperti halnya taman data no. 12 juga
digambarkan secara implisit keindahan perpustakaan, banyak terdapat buku-buku
bacaan, bagi penyair perputakaan adalah tempat yang menyenangkan dan nyaman,
seperti halnya taman yang dapat melihat kebun yang ditanami dengan bunga-
bunga dan juga menjadi tempat bersenang-senang.
Perpustakaan :
12 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok
Pesantren Al-Munawwir, 1984), h. 1188.
44
Di dalam teks terjemahan di atas penerjemah menggunakan metode setia
terjemah karena dari tiap kata maupun kalimat yang disajikan dalam terjemahan
masih dibatasi oleh struktur kalimat yang terdapat pada Tsu. Selanjutnya gaya
bahasa yang digunakan penerjemah menggunakan gaya bahasa tasybîh
membandingkan antara dan “ ” kata pertama berperan sebagai
musyabbah dan kata kedua berperan sebagai musyabbah bih keduanya di samakan
dalam hal keindahannya dan keluasan, seperti taman yang ditanami dengan
bunga-bunga tempat bersenang-senang dan tempat yang menyenangkan begitu
pulalah perpustakaan digambarkan sebagai tempat yang menyenangkan dan
segala sesuatu ada di situ.
Dalam kalimat di atas jika dilihat dari sisi adanya adat tasybîh maka dari
sudut pandang tersebut termasuk dalam kategori tasybîh mursal, sedangkan
menurut sudut pandang tidak adanya wajh al-syibh -nya maka termasuk dalam
kategori tasybîh mujmal, maka dari keterangan keduanya kalimat tersebut
termasuk dalam kategori taysbih mursal mujmal.
3. Metafora
No Bsu Bsa
13
buku itu cermin,
Kalau keledai bercermin di situ,
Tak akan muncul wajah ulama
Data no. 13 dalam terjemahannya terlihat penerjemah ingin tetap
mempertahankan maksud dari Taufik Ismail, meskipun dalam teks asli tidak
adanya alat analogi penerjemah menerjemahkan kalimat tersebut dengan tasybîh
dan menambahkan huruf ‘seperti’ jika diperhatikan makna yang terkandung
45
pada teks asli masih tersampaikan meskipun penerjemah tidak memperhatikan
keteralihan struktur yang terdapat pada Tsu ia hanya ingin menyampaikan maksud
dari teks tersebut. Hal ini mengindikasikan penerjemah menggunakan metode
adaptasi.
Dalam penggalan puisi ini buku itu cermin. Buku berperan sebagai vehicle.
Kata tersebut pembanding dari kata cermin. Kalimat tersebut adalah bentuk dari
metafora. Kedua kata tersebut membentuk satuan makna satu sama lainnya. dalam
hal ini Taufik Ismail mencoba menggambarkan buku sebagai cermin yang dapat
melihat gambaran diri manusia dari buku.
Seperti halnya makna cermin Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu,
“kaca bening yang salah satu mukanya dicat dengan air raksa dsb sehingga dapat
memperlihatkan bayangan benda yang ditaruh di depannya, biasanya untuk
melihat wajah ketika bersolek”.13
Cermin :
Dari makna cermin kita dapat menemukan fungsi cermin itu sendiri yaitu
memantulkan bayangan benda yang terdapat di depannya begitulah penyair
menggambarkan sebuah buku dapat memantulkan kepribadian seseorang terlihat
dari buku, ataupun kepribadian seseorang dapat terlihat dari buku yang dibacanya,
oleh karenanya dalam bait selanjutnya Taufik Ismail menyebutkan, kalau keledai
bercermin di situ, tak akan muncul wajah ulama. artinya keledai di situ adalah
gambaran seorang yang bodoh, jika seorang yang membaca adalah seorang yang
bodoh maka takkan terlihat pula pantulan seorang yang pintar. buku itu dapat
13 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Nasional Edisi Keempat
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 264. 14 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok
Pesantren Al-Munawwir, 1984), h. 461.
46
menrcerminkan diri seseorang. Selanjutnya jika diperhatikan dalam
terjemahannya “ yang disamakan dengan kata
kalimat tersebut sama halnya dengan penggalan puisi sebelumnya gaya bahasa
yang penerjemah gunakan adalah tasybîh. “ ” berperan sebagai musyabbah
dan “ ” menjadi musyabbah bih yang disamakan, dan huruf menjadi alat
analogi untuk menyamakan kedua kata tersebut. Gambaran persamaan sifatnya
atau wajh al-syibh tidak dimunculkan hal itu digambarkan secara impisit.
Dalam kalimat kalimat selanjutnya “ kalau keledai
bercermin di situ. Dalam terjemahan tersebut maknanya masih sangat dekat
dengan makna Bsu. kata “bercermin” diterjemahkan oleh penerjemah dengan kata
dalam kamus al-munawwir berarti melihat, memandang.15 Makna yang
terkandung pada kata yaitu, penggunaan panca indera penglihatan dengan
penggunaan penalaran (akal/pikir). Jadi dalam bercermin disitu penerjemah ingin
mengartikan bahwa ketika manusia melihat dalam sebuah buku bukan hanya
memperhatikan akan tetapi meneliti, berbeda dengan kata karena makna kata
tersebut hanya menunjukan pada penggunaan panca indera melihat saja oleh
karenanya penerjemah tidaklah menggunakan kata tersebut. Dalam kalimat itu,
penerjemah menggunakan gaya bahasa isti’ârah tamtsiliyyah, menggambarkan
orang bodoh dengan keledai. merupakan musyabbah dari yang
pertama bermakna hakiki keledai, dan makna kedua makna majazi yaitu orang
bodoh, kemudian penerjemah menggunakan kata . kata tersebut merupakan
qarinah dari keduanya, karena makna dari kata bukan hanya melihat, akan
tetapi juga memikirkan dengan matanya.16 Oleh karenanya kata menjadi
15 Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-
Munawwir, 1984), h 1433. 16 Lois Ma’luf, Al-Munjid, (Beirut: Al-kutulukiyyah, 2002), h. 817 .
47
tanda atau alaqah. jadi susunan kalimat tersebut merupakan majazi karena adanya
keserupaan dalam sifat bodoh.
No Bsu Bsa
14 buku adalah jendela
Sukma manusia melihat dunia luar
Dari terjemahan di atas terlihat penerjemah, ada upaya untuk melepaskan
diri dari struktur gramatikal. Meskipun maknanya masih dipertahankan dalam teks
terjemahannya. penerjemah menggunakan metode terjemah adaptasi, meski
penerjemah mencoba mengorbankan bentuk teks dan menghilangkan kata sukma
penerjemah masih memperhatikan makna kontekstual. Namun demikian menurut
penulis penerjemah telah mengorbankan karakter yang terdapat pada Bsu karena
telah menghilangkan kata sukma di situ karena kata sukma memiliki peran
penting dalam kalimat tersebut sehingga corak yang terdapat pada teks asli hilang.
kata “Buku” dan “Jendela” menjadi perbandingan dua hal yang berbeda buku
berperan sebagai vehicle dan jendela sebagai tenor. Dalam kalimat itu Taufik
Ismail ingin menjelaskan secara implisit bahwa melalui buku manusia dapat
melihat dunia luar, karena melalui bukulah manusia mendapatkan pengetahuan
data no. 14 juga menggambarkan bahwa manusia dapat melihat dunia luar melalui
buku, karenanya penyair menggambarkan “Buku” dengan “Jendela” sesuai fungsi
dari jendela dalam sebuah bangunan jendela berfungsi sebagai tempat kita melihat
keluar dengan buku pulalah kita dapat membuka pikiran kita.
Selanjutnya dalam terjemahannya. “ ” “ ” berperan menjadi
musyabbah yang disamakan dengan kata yang berperan menjadi musyabbah-
bih dalam kalimat tersebut tidak menunjukan adanya alat analogi untuk
48
menyamakan antara dua kata tersebut. Jika manusia lihat pada kalimat
terjemahannya penerjemah menunjukan bahwa dalam menerjemahkan kalimat di
atas mengikuti teks asli, tidak ada penambahan kata sedikitpun dalam kalimat
tersebut.
Berdasarkan dari tidak adanya adat tasbîh dan wajh al-syibh-nya maka dari
sudut pandang kalimat tersebut merupakan kategori tasybih baligh.
Selanjutnya pada kalimat “Sukma manusia melihat dunia luar”. Kata sukma
yang berarti jiwa; nyawa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata sukma
Artinya Jiwa.17 kata sukma dalam kalimat tersebut menggambarkan sebuah buku
sebagai ruh atau jiwa manusia yang tidak dapat dipisahkan. Buku adalah jalan
manusia melihat segala apapun yang ada di dunia. Buku adalah hal yang penting
untuk manusia mengetahui dunia melalui buku manusia dapat membaca fenomena
dunia luar.
Kata sukma yang bukan merupakan padanan yang cocok untuk disandingkan
dengan kata melihat karena kata melihat merupakan kata kerja yang digunakan
untuk manusia. Kata sukma yang berperan sebagai tenor dan manusia berperan
sebagai vehicle yang tidak disebutkan, kata manusia muncul ditandai dengan kata
kerja melihat oleh karenanya melihat merupakan indikasi dari manusia. Kalimat
tersebut menggambarkan sebuah buku itu seperti halnya ruh atau jiwa manusia
hal yang tidak bisa dipisahkan. Jika manusia lihat dalam teks terjemahannya kata
sukma yang merupakan kata yang diserupakan kepada manusia dihilangkan,
padahal menurut penulis kata sukma dalam kalimat tersebut memiliki peranan
yang penting.
17 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Nasional Edisi Keempat
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.364.
49
No Bsu Bsa
15 Universitas sejati hari ini adalah
sebuah kumpulan buku
Data no. 15 menggambarkan “Universitas” penyair ingin menggambarkan
pentingnya sebuah perpustakaan karenanya di situ digambarkan universitas sejati
dalam bentuk sebuah kumpulan buku kumpulan buku dapat bermakna buku-buku
yang banyak dan makna lainnya adalah perpustakaan artinya universitas akan
dikatakan baik jika telah tersedianya perpustakaan karena dengan adanya
perpustakaan mahasiswa dapat membaca buku, melalui buku itulah mahasiswa
mendapatkan ilmu.
Adapun jenis gaya bahasa yang digunakan penyair yaitu metafora,
menggambarkan antara kata sebuah universitas yang baik dengan adanya
“kumpulan buku” sebagai tenor yang dibandingkan. Taufik Ismail ingin
menggambarkan “Universitas” arti yang sebenarnya dalam data no. 15 adalah
universitas yang baik secara kualitas keilmuan itu terlihat adanya kepustakaan
yaitu kumpulan buku seperti terdapatnya sebuah perpustakaan yang menyediakan
berbagai disiplin ilmu.
Universitas :
Membandingkan kata “ ” dengan kata “ ” kata pertama
yang berperan sebagai musyabbah dan kata kedua berperan sebagai musyabbah
bih dari kalimat tersebut tidak terdapatnya yang menyamakan keduanya (adat
tasybîh).
18 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok
Pesantren Al-Munawwir, 1984), h. 209.
50
Dalam terjemahan ini tidak terdapat adat tasybîh dan tidak adanya wajh al-
syibh -nya maka dari sudut pandang itu kalimat tersebut termasuk dalam kategori
tasybîh baligh.
Selanjutnya penulis akan memaparkan beberapa terjemahan dan gaya bahasa
yang sesuai dengan karya aslinya.
B. Terjemahan dan Gaya Bahasa yang Tidak Sesuai Dengan Karya Aslinya
a. Data no. 11 penerjemah menambahkan kata memang diakui,
penerjemah bermaksud memperdetil segala konteks yang terdapat
dalam kalimat “Seperti daging untuk jasmani, begitulah bacaan untuk
rohani.” Sehingga para pembaca bisa memahami konteka kalimat
tersebut. Namun tampaknya Taufik Ismail pengarang aslinya ingin
menciptakan makna yang benar-benar tersembunyi sehingga ia tidak
menunjukan kata , menurut hemat penulis, penambahan kata itu
justru tidak sesuai dengan gaya bahasa dengan teks aslinya, yaitu gaya
bahasa yang diciptakan oleh Taufik Ismail, sehingga terjemahan
tersebut telah merubah ciri khas yang dimiliki Taufik Ismail dalam
menciptakan gaya metaforis. Padahal, yang diinginkan Taufik, dalam
hal ini adalah pemuatan makna ke dalam kalimat tersebut, Artinya,
bacaan adalah sebuah kebutuhan bukan hanya makanan yang seperti
penggunaan kata yang berarti makanan19 yang digunakan oleh
penerjemah.
Karena itulah, menurut penulis, dipandang dari segi keindahannya,
gaya bahasa di dalam teks asli, yang dibuat Taufik, memang terlihat
19 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-munawwir Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya:
PustakaProgressif, 1997)., h. 998.
51
lebih indah. Sebab, ada suatu pemaknaan yang meluas, di dalam gaya
bahasa. Gaya bahasa yang digunakan oleh Taufik ini baligh dalam
kalimat tersebut Taufik Ismail tidaknya menyebutkan kata makanan
karena ingin menunjukan buku itu bukan hanya makanan bagi rohani
tapi semua kebutuhan yang perlu di dapatkan oleh rohani.
b. Kemudian gaya bahasa yang tidak sesuai dengan karya aslinya adalah
pada puisi 12 “Perpustakaan itu seperti taman indah ” dalam
terjemahan tersebut penerjemah menerjemahkan kata indah dengan
kata yang berarti kaya. 20 Di sini penerjemah mencari kata lain
yang dapatt menggantikan kata “indah”. Alhasil, penerjemah
menggunakan kata " penerjemah mencoba menjelaskan secara
detail kalimat tersebut.
pemilihan diksi yang digunakan oleh penerjemah merubah makna
yang terdapat pada teks aslinya dalam teks asli Taufik Ismail mencoba
membandingkan antara perpustakaan dengan taman yang indah,
perpustakaan digambarkan seperti halnya taman yang penuh dengan
bunga-bunga yang dapat membuat orang merasa nyaman di dalamnya.
Pemilihan diksi yang digunakan oleh penerjemah menurut penulis
tidak menyampaikan pesan yang diinginkan oleh penulis aslinya
karena kata yang diapakai oleh penerjemah "غناء" tidak mewakili kata
“indah” yang terdapat pada teks asli.
c. Kata Sukma yang terdapat dalam puisi 14 kata tersebut merupakan
kata yang mempunyai makna khas dalam kalimat itu sendiri. Menurut
peneliti kata tersebut tidak dapat dibuang karena kata tersebut yang
20 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-munawwir Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya:
PustakaProgressif, 1997)., h.1021.
52
mencirikan nilai rasa estetika. Karena maksud kata sukma dalam
kalimat tersebut menggambarkan sebuah buku sebagai jalan untuk
melihat dunia luar oleh karenanya Taufik Ismail menggunakan kata
sukma yang berartikan ruh atau jiwa dengan adanya kata tersebut
menandakan bahwa betapa pentingnya sebuah buku. Buku merupakan
alat dan jalan manusia untuk melihat dunia lua. Maka menurut peneliti
dalam kalimat tersebut seharusnya
Buku merupakan jalan manusia untuk melihat segala sesuatu yang
terdapat di dunia, oleh karenanya buku mempunyai peranan yang
sangat penting bagi manusia.
53
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data pada bab empat, dapat disimpulkan yaitu:
1. metode terjemahan yang banyak digunakan oleh Nabila Lubis adalah ragam
penerjemahan setia dan adaptasi. Hal ini jelas terlihat dari hasil penelitian
penulis terhadap hasil terjemahan Nabila Lubis. Ragam penerjemahan setia
penulis temui di dalam puisi 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 15 dan 15; dan
sedangkan ragam penerjemahan adaptasi penulis temukan pada baris puisi 3,
11, 13, dan 14.
2. Ragam gaya bahasa yang digunakan oleh Taufik Ismail dalam teks asli
menggunakan gaya bahasa simile, personifikasi dan metafora. Di dalam data
yang penulis analisis, menemukan beberapa aspek balaghah yang digunakan
oleh penerjemah untuk menerjemahkan gaya bahasa tersebut, diantaranya;
tasybîh mursal mujmal, tasybih baligh, isti’ârah dan isti’ârah tamtsiliyah.
Gaya bahasa yang digunakan oleh penerjemah belum semuanya tepat dan
sesuai. Di samping itu diksi yang dipakai penerjemah terdapat beberapa
kesalahan sehingga menghilangkan unsur sastra yang digunakan oleh pembuat
aslinya yaitu Taufik Ismail.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian penulis, data disimpulkan pula
bahwa dalam menerjemahkan gaya bahasa harus diketahui terlebih dahulu
konteks yang berkenaan dengan puisi tersebut, sehingga bisa membantu kita
untuk menemukan padanan yang tepat, karena di dalam terjemahan puisi Buku
masih banyak makna konteks yang kurang tepat.
54
B. Saran
1. melihat hasil kesimpulan di atas, agaknya akan menjadi sebuah tantangan
bagi penerjemah untuk mengembangkan dan mengenalkan pada dunia
puisi-puisi Indonesia dan teks sastra lain, dengan diterjemahkan ke dalam
bahasa lain.
2. Dalam buku Turab Fauqo Turab kumpulan puisi Taufik Ismail sangat
terbuka untuk diteliti melalui analisis di luar aspek gaya bahasa, seperti
kritik terjemahan, kritik budaya dan sebagainya. Kiranya penelitian ini
dapat membuahkan penelitian-penelitian lain baik yang bersifat
melengkapi, mengimbangi, maupun medekonstruksi.
Penulis menyadari betul bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih
banyak kekurangan, namun penulis berharap skripsi ini menjadi pedoman
dan bermanfaat bagi teman-teman, khusunya mahasiswa jurusan tarjamah .
55
Daftar Pustaka
Abdul Halim Hanafi, Metodologi Penelitian Bahasa, Jakarta: Diadit Media, 2011.
Al-Jarim, Ali dan Amin Musthafa, Terjemahan Al-Balaghatul
Wadhihah.Penerjemah Mujiyo Nurkholis, Bahrun Abu Bakar, L.C. dkk.
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994.
Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, Bandung: Sinar Baru, 1987.
Arifin, E Zaenal, Teori dan Kajian Wacana Bahasa Indonesia, Tangerang:
Pustkaka Mandiri, 2012.
Buana ,Cahya, MA Pengaruh Sastra Arab Terhadap Sastra Indonesia Lama
Dalam Syair-syair Hamzah Fansuri Kajian Sastra Banding. Yogyakarta :
Mocopatbook, 2008.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Nasional Edisi
Keempat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Ismail, Achmad Satori, Problematika Terjemah Jakarta : Adabia Press, 2011.
Ismail,Taufik, Kumpulan Puisi Dwi Bahasa: Debu di Atas Debu Jakarta: Majalah
Sastra Horison, 2013.
Jabrohim, Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta: Hanindita Graha Widya,
2002.
Kamil, Sukron, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik Modern Jakarta : Rajagrafindo
Persada, 2009
Keraf , Gorys, DIksi dan Gaya Bahasa, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama : 2010
Ma’luf, Lois, Al-Munjid, Beirut: Al-kutulukiyyah, 2002.
Machali, Rochayah, Pedoman Bagi Penerjemah Bandung : Kaifa, 2009
56
Mansyur Moh dan Kustiwan, Pedoman Bagi Penerjemah Arab-Indonesia
Indonesia-arab Jakarta : PT. Moyo Segoro Agung Jakarta, 2002.
Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
Munawwir , Ahmad Warson, Al-munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya :
Pustaka Progressif 1997.
Muzakki, Ahmad Kesusastraan Arab Pengantar Teori dan Terapan, Yogyakarta
Ar-ruzz Media, 2006.
Nababan, M. Rudolf , M. Ed. Teori Menerjemah Bahasa Inggris, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008.
Nyoman Kutha Ratna, Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan
Budaya,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Ratna Nyoman Kutha, S. U, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Richard E. Palmer, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2003.
Sayogie Frans, Penerjemah Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, Jakarta :
Lembaga Penelitiian UIN Syarif Hidayatullah, 2008.
Siswantoro, Metode Penelitian Sastra Anaisis Struktur Puisi, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar 2010
Tarigan, Henry Guntur, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, Bandung : Angkasa, 2009.
Tarigan, Henry Guntur, Pengajaran Kosa Kata, Bandung: Angkasa, 1984
Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, Bandung: Angkasa1986.
Lampiran
Lampiran 1.
Biografi
A. Biografi Taufik Ismail
1. Tentang Taufik Ismail
Taufiq Ismail lahir dari pasangan A. Gaffar Ismail dan Sitti Nur Muhammad
Nur. Ayahnya adalah seorang ulama dan pendiri PERMI. Ia menghabiskan masa
kecilnya beberapa tempat Solo, Semarang, dan Yogyakarta, kemudian saat ia
SMP ia pindah di Bukittinggi, dan kemudian saat masa SMA di Pekalongan.
Taufiq tumbuh dalam keluarga guru dan wartawan yang suka membaca. Ia telah
bercita-cita menjadi sastrawan sejak masih SMA. Dengan pilihan sendiri,
kemudian ia ingin menjadi dokter hewan dan ahli peternakan karena ingin
memiliki bisnis peternakan guna menafkahi cita-cita kesusastraannya.1
Taufiq Ismail menikah dengan Esiyati pada tahun 1971. Kemudian pernikahan
Mereka dikaruniai satu orang anak, yang diberi nama Abraham Ismail. Dia sangat
bangga dengan dukungan isteri dan keluarganya dalam perjalanan karir. Esiyati
sangat mendukung cita-cita suaminya itu untuk menjadi seorang sastrawan karena
Esiyati sangat memahami profesi, cita-cita seorang sastrawan, emosi sastrawan,
bagaimana impuls-impuls seorang sastrawan. Kemudian Taufiq Ismail bersama
sejumlah sastrawan lain, berobsesi memasyarakatkan sastra ke sekolah-sekolah
melalui program "Siswa Bertanya, Sastrawan Menjawab". Kegiatan tersebut
disponsori oleh Yayasan Indonesia dan Ford Foundation.2
1Artikel diakses pada tanggal 30 Maret 2015, 19:35:17 http://www.tokohindonesia.com /
biografi/ article/ 285-ensiklopedi/ 2105-malu-(aku)-jadi-orang-indonesia. 2 Artikel diakses pada tanggal 30 Maret 2015, 19:35:17 http://www.tokohindonesia.com /
biografi/ article/ 285-ensiklopedi/ 2105-malu-(aku)-jadi-orang-indonesia.
2. Pendidikan dan KarirTaufik Ismail
Taufik Ismail seorang lulusan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Indonesia, Bogor pada tahun 1963 sekarang Institut Pertanian Bogor. Setelah lulus
dari FKHP-UI Bogor pada 1963 ia ingin mencoba melanjutkan rencananya untuk
membuat peternakan, guna membiayai kegemarannya dalam dunia sastra, akan
tetapi gagal punya usaha ternak yang dulu direncanakannya di sebuah pulau di
Selat Malaka.
Sejak kecil Taufiq sudah suka membaca dan bercita-cita jadi sastrawan ketika
masih SMA sajak pertamanya bahkan berhasil dimuat di majalah Mimbar
Indonesia dan Kisah. Sampai saat ini, Taufiq telah menghasilkan puluhan sajak
dan puisi, serta beberapa karya terjemahan. Karya-karya Taufiq pun telah
diterjemahkan ke berbagai bahasa, misalnya Arab, Inggris, Jepang, Jerman, dan
Perancis. Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat,
baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang
bersejarah di Indonesia Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya,
seperti jatuhnya rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman
Bali. Ia bahkan sempat menulis puisi ketika kasus video Ariel Peterpan, Luna
Maya, dan Cut Tari beredar.
Dibidang musik, Taufik juga mahir menciptakan lagu. Ia bersama Bimbo,
Chrisye, Ian Antono, dan Ucok Harahap menjalin kerjasama di bidang musik
tahun 1974. Dia memang dibesarkan di lingkungan keluarga yang suka membaca,
sehingga sejak kecil sudah suka membaca. 3
Kegemaran membacanya makin terpuaskan, ketika Taufiq Ismail menjadi
penjaga perpustakaan Pelajar Islam Indonesia Pekalongan. Sambil menjaga
perpustakaan, dia pun leluasa melahap karya Penyair Legendaris Indonesia
Chairil Anwar, Pujangga Tetralogi Bumi Manusia, Pramoedya Ananta Toer,
sampai William Saroyan dan Karl May. Dia tidak hanya membaca buku sastra
tetapi juga sejarah, politik, dan agama. 4
Kesukaan membacanya, tanpa disadari membuatnya menjadi mudah dan suka
menulis. Ketertarikannya pada sastra semakin tumbuh tatkala dia sekolah di SMA
Whitefish Bay di Milwaukee, Wisconsin, AS. Dia mendapat kesempatan sekolah
di situ, berkat beasiswa program pertukaran pelajar American Field Service
International Scholarship. Di sana dia mengenal karya Robert Frost, Edgar Allan
Poe, Walt Whitman. Dia sangat menyukai novel Hemingway The Old Man and
The Sea.
Saat Taufik Ismail masih menjadi seoarang mahasiswa Taufik Ismail aktif
dibeberapa organisasi kampus yang mengantarkannya menjadi Ketua Senat
Mahasiswa FKHP UI pada tahun 1960-1961 dan Dia juga pernah menjabat Wakil
Ketua Dewan Mahasiswa pada tahun 1960-1962.5 Setelah lulus dari kuliah Ia pun
terus berkarir di dunia pendidikan, untuk mengamalkan ilmunya dan mengabdikan
dirinya mulai dengan menjadi seorang asisten dosen Manajemen Peternakan di
“Biografi Taufik Ismail” Artikel diakses pada tanggal 30 Maret 2015, 19:38:19
http://profil.merdeka.com/indonesia/t/taufiq-ismail/.
“Biografi Taufik Ismail” Artikel diakses pada tanggal 30 Maret 2015, 19:38:19 http://profil.merdeka.com/indonesia/t/taufiq-ismail/.
5 Artikel diakses pada tanggal 30 Maret 2015, 19:35:17 http://www.tokohindonesia.com / biografi/ article/ 285-ensiklopedi/ 2105-malu-(aku)-jadi-orang-indonesia.
Fakultas Peternakan di IPB pada tahun 1961-1964, dan Taufik Ismail pun menjadi
Guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea pada tahun
1962, serta Guru bahasa di SMA Regina Pacis, Bogor 1963-1965.
Pendidikan singkat lain yang Taufiq tempuh adalah American Field Service
International School, International Writing Program di University of Iowa, dan di
Faculty of Languange and Literature, Mesir. Taufik Ismail Sempat batal untuk
dikirim untuk melanjutkan studi ke Universitas Kentucky dan Florida Karena ia
menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dinyatakan terlarang oleh Presiden
Soekarno. Kemudian Hal itu juga menyebabkan Taufiq dipecat sebagai pegawai
negri pada tahun 1964. Namun bagaimanapun, kenyataan tersebut tidak
membuatnya putus asa dan berhenti berkarya.
Di Bogor Taufik Ismail pernah menjadi guru di SKP pamekar dan SMA
Regina Pacis, juga mengajar di IPB. Dia menulis di berbagai media menjadi
wartawan, menjadi Pengurus perpustakaan PII, Pekalongan (1954-1956), Anggota
Badan Pertimbangan Bahasa, kemudian Bersama Mochtar Lubis, P.K. Oyong,
Zaini, dan Arief Budiman ia mendirikan Horison pada tahun 1966. Kemudian ia
ikut mendirikan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), menjadi Pj. Direktur Taman
Ismail Marzuki (TIM) dan menjadi rektor Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta
LPKJ pada tahun1968 dan manajer Hubungan Luar Unilever. Sejak tahun 1985 ia
aktif di AFS Indonesia, ia pernah menjadi ketua yayasan Bina Antar Budaya,
menjadi penyelenggara pertukaran pelajar antarbangsa. Taufik Ismail terpilih
menjadi anggota Board of Trustees AFSIS di New York pada tahun 1974-1976. 7
kemudian Pada tahun 1984-1986 Dia menjabat sebagai Ketua Lembaga Kesenian
“Biografi Taufik Ismail” Artikel diakses pada tanggal 30 Maret 2015, 19:38:19
http://profil.merdeka.com/indonesia/t/taufiq-ismail/. 7 Artikel diakses pada tanggal 30 Maret 2015, 19:35:17 http://www.tokohindonesia.com /
biografi/ article/ 285-ensiklopedi/ 2105-malu-(aku)-jadi-orang-indonesia.
Alam Minangkabau , Sekretaris PII Cabang Pekalongan, , Pusat Bahasa dan
konsultan Balai Pustaka8
3. Karya-karya Taufik Ismail
Dalam karir penyairannya Taufiq sudah menerbitkan sejumlah buku kumpulan
puisi, di antaranya:
Manifestasi bersama Goenawan Mohamad, Hartojo Andangjaya
Tirani dan Benteng (1993); yang mengantarkannya memperoleh Hadiah Seni,
Puisi-puisi Sepi
Kota, Pelabuhan, Ladang, Angin, dan Langit,
Buku Tamu Museum Perjuangan,
Sajak Ladang Jagung,
Puisi-puisi Langit,
dan Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia.9
B. Biografi Penerjemah
1. Tentang Prof. Dr. Hj. Nabila Lubis, MA
Prof. Nabila Lubis, kelahiran Cairo Mesir 14 maret pada tahun 1942 ia
menghabiskan masa kecil sampai remaja dan ia pun menyelesaikan semua jenjang
pendidikannya di Mesir sampai ia memperoleh gelar Licence of Literatures (Lc)
dari Fakultas Sastra Cairo Uniersity, Jurusan Library and Achiement pada tahun
1963. Kemudian ia kembali ke Indonesia dan meneruskan Pendidikan program S2
difakultas pasca Sarjana Uin Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 1988-1990
melalui INIS hingga ia memperoleh gelar doktor pada tahun 1992 di Uin Syarif
“Biografi Taufik Ismail” Artikel diakses pada tanggal 30 Maret 2015, 19:38:19
http://profil.merdeka.com/indonesia/t/taufiq-ismail/. “Biografi Taufik Ismail” Artikel diakses pada tanggal 30 Maret 2015, 19:38:19
http://profil.merdeka.com/indonesia/t/taufiq-ismail/.
Hidayatullah Jakarta dalam bidang Filologi dan Sastra Arab di fakultas Adab UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Prof Dr Nabilah Lubis MA adalah wanita asli Mesir, alumni Jurusan
Keperpustakaan Fakultas sastra Universitas Kairo, putri pertama dari pasangan
Abdel Fattah Muhammad dan Daulat. Nabilah Lubis lahir ketika terjadi Perang
Dunia II antara tentara Inggris melawan Jerman yang memperebutkan Mesir.
Awalnya, Nabilah adalah warga negara Mesir. Namun, pertemuannya dengan
seorang mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Fakultas Syariah Universitas
Baghdad Irak, Burhanuddin Umar Lubis pada tahun 1963, membuat Nabilah
tertarik menjadi warga negara Indonesia.. Dari hasil pernikahannya mendapatkan
empat orang anak, Amany Lubis (Ilmuwan/ Guru Besar UIN Syahid dan
Universitas As Syafi’iyyah), Sri Ilham Lubis (Birokrat/ Pejabat Kemenag), Umar
Al Fattah Lubis (Entertainer) dan Ahmad Sobri Lubis (Sekjen FPI).
Saat ini, ia sudah menjadi seorang Prof. Dr. Hj. Nabilah Lubis, MA yang
menjabat sebagai Ketua Majelis Internasional Ilmuwan Muslimat dan Guru Besar
Sastra Arab dan Filologi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Pendidikan dan Karir Prof. Dr. Hj. Nabila Lubis, MA
Prof. Nabila Lubis menyelesaikan pendidikannya di Mesir sampai ia
memperoleh gelar Licence of Literatures (Lc) dari Fakultas Sastra Cairo
University, Jurusan Library and Achiement pada tahun 1963. Kemudian ia
10 “Peluncuran buku autobiografi Prof Dr Nabilah Lubis MA” Artikel diakses pada 28 Oktober
2015, 11:44:00 http://www.wartanews.com/read/Nasional/8a8f7ab3-ab44.
kembali ke Indonesia dan meneruskan Pendidikan program S2 difakultas pasca
Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 1988-1990.
Dalam karirnya Prof. Nabila Lubis pernah menjadi kepala perpustakaan IAIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 1965 dan juga beberapa perguruan tinggi
swasta seperti ABA, PTIQ dan IIQ. Dan ia pun pernah menjabat sebagai Wakil
rektor IIQ pada tahun 1977-1984, menjadi ketua jurusan bahasa Arab di fakultas
Adab dan Humaniora IAIN Syarif Hidaytullah Jakarta pada tahun 1993.
Kemudian beberapa tahun kemudian ia di angkat menjadi Dekan fakultas Adab
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1998). Ia pun terus aktif menjadi Dosen sastra
Arab program pasca sarjana IIQ pada tahun 1999 sesuai dengan tekadnya untuk
memajukan bahasa islam yaitu bahasa Arab. Disamping kesibukannya menjadi
dosen ia pun menjabat sebagai Pimpinan Umum dan Pimpinan redaksi Majalah
Alo Indonesia Berbahasa Arab. Ketua umum Majlis Internasional ilmuwan
Muslimah se Dunia (MAAI)
3. Karya-karya Prof. Dr. Hj. Nabila Lubis, MA
Prof. Nabila Lubis dipercaya untuk menerjemahkan terbitan buku berbahasa
indonesia ke dalam bahasa Arab oleh Departemen Penerangan RI. Di antaranya :
Sejarah Perjuangan Bangsa Dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia karya
Nugroho Notosusanto dan majalah indonesia Al-yaum
Zubdatu Asrar karya Syekh Yusuf Al-Taaj, Suatu perbandingan Antara Bahasa
Naskah dan Bahasa Arab Buku (thesis 1988).
“Peluncuran buku autobiografi Prof Dr Nabilah Lubis MA” Artikel diakses pada 28
Oktober 2015, 11:44:00 http://www.wartanews.com/read/Nasional/8a8f7ab3-ab44.
Syekh Yusuf Al-Taaj, Menyingkap Intisari Segala Rahasia, diterbitkan oleh
EFEO-UI Mizan 1996.
Teks Naskah dan metode penelitian flologi diterbitakan fak. Adab IAIN Jakarta
1996.
Menyingkap Rahasia Haji, Srigunting Rajawali Press, Jakarta 1999
Fiqih Puasa, terjemahan Yusuf Al-Qardawi, Srigunting Rajawali Pres Jakarta
1997
Mendalami dasar-dasar aqidah islam, terjemahan Raja Grafindo Persada 2000
Putri muslimah dan krisis akhlak, dalam media fisual modern dari sisi pendidikan
islam, terjemahan, Majlis al-Alimat The International Council of Muslim Women
Scholars, Jakarta, 2003
Said Nursi dari Turki karya dan pemikirannya, terjemahan raja grafindo persada,
jakarta 2003
Al-Mu’in al-adab al-arabiyah wa tarikhihi, fakultas Adab dan Humaniora, UIN
Jakarta, 2005.
Lampiran 2.
Puisi “Buku”
1. Buku
2. Berfikir untuk saya
3. Buku menghirup udara
4. Dan menghembuskan minyak wangi
5. Buku seperti taman
6. Yang bisa dimasukan ke dalam kantong.
7. Buku sebenarnya bukanlah yang kita
baca,
8. Tapi buku yang membaca kita.
9. Kalu mau ide baru
10. Baca buku lama
11. Kalau mau ide lama
12. Baca buku baru.
13. Orang mesti baca pengarang dua kali
14. Apakah bukunya bagus atau buruk.
15. Yang pertama mengapresiasinya,
16. Yang kedua untuk membuka topengnya.
17. Seseorang pembaca yang baik susah
dicari
18. Seorang penulis yang baik mudah dicari
19. Buku itu
20. Cermin.
21. Kalau keledai bercermin disitu,
22. Tak akan muncul wajah ulama.
23. Buku telfon penuh fakta
24. Tapi tanpa ide.
25. Ada buku untuk dicoba-coba
26. Ada buku untuk ditelan
27. Ada buku untuk dikunyah dan dicerna
28. Buku adalah jendela.
29. Sukma kita melihat dunia luar
30. Lewat jendela ini.
31. Rumah tanpa buku
32. Bagaikan ruangan tak berjendela.
33. Duduk sendirian di bawah sinar lampu,
34. Buku berkembang di depan kita,
35. Bercakap-cakap secara akrab
36. Dengan manusia dari generasi yang tak
tampak Sungguh kenikmatan yang tak
bertara.
38. Hadiah hebat seorang dewasa
berkeluarga
40. Adalah membacakan buku cerita anak-
anak untuk keturunannya.
41. Pemandangan luar biasa
mengharukanan
42. Adalah ketika seorang kanak-kanak
memelototi buku. Masa lalu dan masa
depan menjadi bersatu.
43. Buku adalah teman paling pendiam
44. Dan selalu siap di tempat,
45. Penasihat yang paling mudah ditemui
46. Dan sangat bijaksana,
47. Serta guru yang luar biasa sabar.
48. Universitas sejati hari ini
49. Adalah sebuah kumpulan buku.
50. Orang dapat memperoleh pendidikan
kelas atas dari rak buku sepanjang satu
setengah meter.
51. Membaca buku bagus
52. Seperti bercakap-cakap dengan orang-
orang hebat dari abad-abad terdahulu.
53. Buku pertama sebuah bangsa
54. Adalah kamus bahasanya
55. Karya agung sastra
56. Adalah kamus
57. (yang urutan kata-katanya tidak
alfabetis).
58. Tugas buku non sastra menjawab
pertanyaan.
59. Tugas buku sastra mengajukan
pertanyaan.
60. Kehidupan
61. Menggoyang dan menggoncang kita.
buku sastra menstabil dan mengukuhkan
kita.
62. Kebiasaan membaca itu
63. Satu-satunya kenikmatan yang murni.
64. Ketika kenikmatan lain pudar,
65. Kenikmatan membaca tetap bertahan.
66. Seseorang kehilangan kontak dengan
kenyataan
67. Bila dia tidak dikelilingi buku-bukunya
68. Saya tak bisa hidup
69. Tanpa buku.
70. Banyak orang seperti saya.
71. Orang yang perlu buku
72. Seperti mereka perlu udara.
73. Biarlah saya jadi orang miskin,
74. Tinggal digubuk tapi punya buku banyak
75. Dari pada jadi raja
76. Tapi tak suka membaca.
77. Ketika kita mengoleksi buku
78. Kita mengumpulkan
79. Kebahagiaan.
80. Kalau ada uang sedikit,
81. Saya beli buku
82. Kalau masih bersisa,
83. Saya beli makanan dan pakaian.
84. Wanita piaraan saya
85. Buku.
86. Seperti daging untuk jasmani,
87. Begitulah bacaan untuk rohani.
88. Buku adalah pengusung peradaban.
89. Tanpa buku sejarah diam,
90. Sastra bungkam,
91. Sains lumpuh,
92. Pemikiran macet.
93. Buku adalah mesin perubahan,
94. Jendela dunia,
95. “mercu suar” seperti kata seorang
penyair,
96. “yang di pancangkan samudera waktu.”
97. Buku harus menjadi kampak
98. Untuk menghancurkan lautan beku
99. Di dalam diri kita.
100. Orang yang memegang kekuasaan.
101. Tak punya waktu untuk membaca buku
102. Orang yang tidak membaca buku
103. Tidak pantas memegang kekuasaan
104. Ke mana sang penderita itu mencari
pelipur lara
105. Ketika akhirnya diketahuinya
106. Bahwa dalam hidupnya seribu buku dia
ingin baca
107. Tapi hanya seratus yang sempat
diselesaikannya.
108. Buku diproduksi luar biasa banyaknya,
109. Tak mungkin kita baca selengkapnya.
110. Bahkan tak mungkin tahu nomor dan
judulnya.
111. Untunglah kita tak wajib membaca
semuanya.
112. Buku yang hebat haruslah dibaca
waktu ketika remaja
113. Kemudian pada masa dewasa,
114. Dibaca lagi di umur tua.
115. Seperti menatap sebuah bangunan yang
indah
116. Di bawah sinar matahari pagi
117. Waktu tengah hari
118. Dan ketika bulan purnama.
119. Buku adalah benda luar biasa.
120. Perpustakaan itu seperti taman indah
121. Penuh dengan bunga aneka warna,
122. Seperti permadani terbang yang
sanggup melayangkan kita
123. Ke negeri-negeri tak dikenal
sebelumnya.
124. Saya selalu membayangkan sorga itu
125. Seperti semacam perpustakaan
126. Buku Nan Paling Hebat
127. Adalah Buku
128. Yang kata paling awalnya
130. Kata perintah “Bacalah”
2006