Thermodynamics - Effendy Arif

150
PERPUSTAKAAN NASIONAL/katalog Dalam Terbitan THERMODINAMIKA TEKNIK EFFENDY ARIF ISBN : 978-602-19613-1-5 2013 /11 Penerbit MEMBUMI publishing jl. Haji Bau No. 10 B, Makassar Telp. 0411-855742 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang menggandakan seluruh/sebagian isi buku ini tanpa seizin/sepengetahuan penerbit Percetakan Bumi Bulat Bundar Isi diluar tanggung jawab percetakan

description

Termodinamika

Transcript of Thermodynamics - Effendy Arif

  • PERPUSTAKAAN NASIONAL/katalog Dalam Terbitan

    THERMODINAMIKA TEKNIK

    EFFENDY ARIF

    ISBN : 978-602-19613-1-5

    2013 /11

    Penerbit

    MEMBUMI publishing

    jl. Haji Bau No. 10 B, Makassar

    Telp. 0411-855742

    Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

    Dilarang menggandakan seluruh/sebagian isi buku ini

    tanpa seizin/sepengetahuan penerbit

    Percetakan

    Bumi Bulat Bundar

    Isi diluar tanggung jawab percetakan

    AdministratorTypewritten Text

    AdministratorTypewritten Text

  • THERMODINAMIKATEKNIK

    EDISI PERTAMA

    EFFENDY ARIF

  • iii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR v

    BAB 1 PENGANTAR 1

    1.1 DEFINISI 11.2 SISTEM SATUAN 41.3 HUKUM THERMODINAMIKA KE 0 5

    BAB 2 SIFAT-SIFAT THERMODINAMIKA ZAT MURNI 6

    2.1 PEROBAHAN FASE CAIR KE UAP DAN SEBALIKNYA 62.2 PENGGUNAAN TABEL UAP 92.3 PERSAMAAN KEADAAN GAS IDEAL 212.4 PERSAMAAN KEADAAN GAS NYATA 23

    BAB 3 HUKUM THERMODINAMIKA 28

    3.1 KERJA DAN KALOR 283.2 HUKUM THERMODINAMIKA PERTAMA 333.3 HUKUM THERMODINAMIKA KEDUA 39

    BAB 4 PROSES POLITROPIK UNTUK GAS IDEAL 46

    4.1 GAS IDEAL 464.2 PROSES POLITROPIK 47

    BAB 5 SIKLUS DAYA UDARA STANDAR 52

    5.1 SIKLUS CARNOT 535.2 SIKLUS OTTO 555.3 SIKLUS DIESEL 585.4 SIKLUS GABUNGAN 615.5 SIKLUS BRAYTON 635.6 SIKLUS JET PROPULSI 675.7 SIKLUS STIRLING 695.8 SIKLUS ERICSSON 69

    BAB 6 SIKLUS UAP 73

    6.1 SIKLUS RANKINE 736.2 SIKLUS REFIJERASI KOMPRESSI UAP 97

  • iv

    LAMPIRANA TABEL UAP 104B TABEL SIFAT-SIFAT THERMODINAMIKA MERCURI 138C TABEL KONSTANTA KRITIS 140D TABEL SIFAT-SIFAT BERBAGAI GAS IDEAL 141E TABEL PANAS JENIS TEKANAN KONSTAN GAS IDEAL 142

    AdministratorTypewritten Text

    AdministratorTypewritten TextDAFTAR PUSTAKA

    AdministratorTypewritten Text

    AdministratorTypewritten Text103

    AdministratorTypewritten Text

    AdministratorTypewritten Text

    AdministratorTypewritten Text

    AdministratorTypewritten Text

  • vKATA PENGANTAR

    Penulis ingin menghaturkan puji dan syukur kehadirat Tuhan YMK

    karena atas berkah, petunjuk, dan rahmatNYa maka penulis masih mendapat

    kesempatan untuk menulis dan menyelesaikan buku ini.

    Buku ini ditulis untuk memenuhi kebutuhan bahan ajar mata kuliah

    thermodinamika bagi mahasiswa teknik khususnya mahasiswa teknik mesin.

    Buku ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk mengisi kekosongan

    buku-buku teknik berbahasa Indonesia yang masih sangat diperlukan oleh

    mahasiswa yang pada umumnya masih mengalami kendala bahasa Inggris.

    Penulis menulis buku ini berdasarkan pengalaman mengajar pada kurung waktu

    yang cukup lama pada berbagai perguruan tinggi di tanah air.

    Materi pada buku ini disusun berdasarkan pendekatan makroskopik

    dengan penekanan pada dasar-dasar thermodinamika berupa besaran/sifat

    thermodinamika, hukum thermodinamika dan aplikasi thermodinamika dalam

    hal ini berbagai siklus dan konversi energi. Empat bab yang pertama merupakan

    penunjang dan dasar untuk aplikasi pada kedua bab berikutnya. Dengan materi

    seperti ini, yang tidak berisi banyak teori, maka buku ini diharapkan dapat

    digunakan pada program studi teknik mesin strata satu maupun diploma tiga dan

    empat. Disarankan agar buku ini dipakai sebagai referensi atau bahan ajar untuk

    mata kuliah thermodinamika teknik dengan dua mata kuliah masing-masing

    dengan beban dua SKS atau satu mata kuliah dengan beban tiga SKS.

    Berdasarkan pengalaman penulis, pada umumnya mahasiswa

    mengalami kesulitan menggunakan tabel uap untuk mendapatkan nilai

    besaran/sifat thermodinamika sebagai awal dari suatu analisis, perhitungan atau

    disain selanjutnya . Itulah sebabnya pada buku ini, tidak seperti halnya pada

    buku-buku thermodinamika lain, cara penggunaan dan pemanfaatan tabel uap

    dibahas secara terperinci dan sistematis. Setiap bab pada buku ini dilengkapi

    dengan sejumlah contoh soal dan soal-soal diakhir bab. Contoh soal biasanya

    diberikan pada akhir setiap sub-bab bertujuan untuk membantu pembaca agar

  • vi

    dapat dengan cepat memahami materi berkaitan per bagian atau per sub-bab.

    Sedangkan soal-soal diakhir bab dapat diberikan dan dikerjakan oleh mahasiswa

    sebagai tugas atau pekerjaan rumah. Contoh soal dan soal-soal ini kemungkinan

    belum memadai jumlah dan kualitasnya, untuk itu disarankan kepada yang

    berkenan memakai buku ini (mahasiwa dan dosen) agar dapat berinovasi untuk

    menambah dan memperkaya baik jumlah maupun kualitas dan tingkat kesukaran

    contoh soal dan soal-soal tersebut.

    Penulis sangat menghargai dan berterima kasih kepada berbagai pihak,

    khususnya kepada mahasiswa diberbagai institusi, yang telah memberikan

    masukan dan kritik terhadap bahan kuliah yang diajarkan penulis selama ini dan

    kemudian menjadi bagian besar dari isi buku ini. Masukan dan krirtikan tersebut

    diharapkan dapat membuat buku ini menjadi lebih baik. Terima kasih khusus

    disampaikan juga kepada saudara La Baride, sebagai sahabat dan sekaligus

    sebagai mantan mahasiswa penulis di Program Studi S2 Teknik Mesin

    Universitas Hasanuddin , yang telah banyak membantu, tak kenal lelah dan tak

    kenal waktu dalam penyusunan buku ini khususnya penyiapan gambar-gambar

    dan lay-out.

    Sangat disadari oleh penulis bahwa buku ini masih jauh dari sempurna,

    terdapat keterbatasan materi , dan kemungkinan besar masih ada kesalahan dan

    atau kekurangan dalam berbagai bentuk, untuk itu penulis dengan rendah hati

    memohon maaf yang sebesar-besarnya sambil mengharapkan saran-saran dan

    kritik membangun dari pembaca. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi banyak

    pihak, khususnya bagi para mahasiswa sekarang dan pada waktunya nanti setelah

    terjaun dan berbakti di masyarakat bagi kemanjuan dan kejayaan bangsa.

    Semoga Tuhan YMK memberkati kita semua.

    Effendy Arif

  • 1

    BAB 1

    PENGANTAR

    Pada bab ini pembahasan dimulai dengan berbagai definisi dasar yang

    berkaitan dengan ilmu thermodinamika dan disusul kemudian dengan

    pembahasan mengenai sistem satuan SI yang digunakan pada buku ini. Bab ini

    diakhiri dengan pembahasan singkat mengenai Hukum Thermodinamika ke 0.

    1.1 DEFINISI

    a. Thermodinamika ialah ilmu yang mempelajari hubungan antara panas (kalor)

    dan energi dalam bentuk lain, misalnya kerja. Ilmu ini berdasarkan atas Hukum

    Thermodinamika I dan II. Sebagai tambahan dikenal juga Hukum

    Thermodinamika 0 dan III. Konsep dan prinsip Thermodinamika banyak

    digunakan pada berbagai mesin dan peralatan, sebagai contoh: mesin

    pembakaran dalam, pembangkit tenaga uap, pembangkit tenaga matahari,

    pembangkit tenaga nuklir, mesin-mesin pendingin, dan lain-lain. Maka sudah

    wajar jika matakuliah Thermodinamika selalu mendapatkan tempat pada

    kurikulum berbagai strata pendidikan Teknik Mesin dengan penekanan/bobot

    yang berbeda sesuai tingkatan stratanya.

    b. Sistim Thermodinamika ialah daerah atau sejumlah zat yang dipelajari/dikaji

    secara thermodinamika. Sistim ini dipisahkan dari sekelilingnya oleh suatu

    permukaan tertutup (boundaries), baik yang bersifat tetap maupun yang dapat

    berubah (lihat Gambar 1.1). Sistem Thermodinamika dapat diklasifikasikan

    berdasarkan massa, kalor, dan kerja yang melintasi boundaries dari sistem,

    sebagai berikut:

    i. Sistem terbuka: massa, kalor, dan kerja dapat masuk/keluar sistem

    ii. Sistem tertutup: kalor dan kerja dapat masuk/keluar sistem

    iii. Sistem terisolasi: hanya massa yang dapat masuk/keluar sistem

  • 2

    Dari definisi thermodinamika diatas maka jelas bahwa sistem yang erat

    kaitannya dengan thermodinamika adalah sistem terbuka dan sistem tertutup

    sedangkan sistem terisolasi tidak demikian halnya.

    Gambar 1.1 Sistem Thermodinamika dan sekelilingnya

    c. Keadaan dari suatu sistem dapat diketahui/diidentifikasi dari besaran

    thermodinamikanya (properties). Besaran ini ada yang dapat diukur langsung dan

    ada juga yang tidak dapat diukur langsung, sebagai contoh:

    T : temperatur P : tekanan

    V : volume U : energi dalam

    H : entalpi S : entropi

    Besaran T, P, V merupakan besaran yang dapat diukur langsung

    sedangkan U, H, dan S adalah besaran yang tidak dapat diukur langsung.

    Selanjutnya besaran thermodinamika dapat dibagi atas:

    i. Besaran Ekstensif: besaran yang bergantung kepada massa, contoh: V,

    U, H, dan S

    ii. Besaran Intensif: besaran yang tidak bergantung kepada massa, contoh:

    T, P, v, u, h, dan s

    W

    sistem

    boundaries

    sistem

    sekeliling Q

    m

  • 3

    Ada sejumlah besaran intensif yang dapat diperoleh dari besaran

    ekstensif yaitu dengan membaginya dengan massa, misalnya:

    i. Volume spesifik, v = V/m

    ii. Energi dalam spesifik, u = U/m

    iii. Entalpi spesifik, h = H/m

    iv. Entropi spesifik, s = S/m

    d. Proses: merupakan lintasan yang dilalui oleh perubahan keadaan suatu

    sistem yang disebabkan oleh terjadinya perubahan dari satu atau lebih besaran.

    Beberapa proses dapat terjadi dengan salah satu besarannya tetap konstan, yaitu:

    i. Proses Isobarik adalah proses dengan tekanan tetap konstan

    ii. Proses Isochorik adalah proses dengan volume tetap konstan

    iii. Proses Isothermal adalah proses dengan temperatur tetap konstan

    iv. Proses Isentropik adalah proses dengan entropi tetap konstan

    Gambar 1.2 Proses dengan salah satu besaran tetap konstan

    e. Siklus: terdiri atas sekumpulan proses yang dialami oleh suatu sistem dimulai

    dari suatu keadaan awal dan berakhir kembali pada keadaan awal tersebut.

    Sebagai contoh: Siklus Otto untuk motor bensin sebagaimana terlihat pada

    Gambar 1.3.

    s

    ii iv

    i

    P

    v

    T

    iii

  • 4

    Gambar 1.3. Siklus Otto

    1.2 SISTEM SATUAN

    Sistem satuan yang digunakan adalah SI Units (standard international)

    dengan satuan dasar sebagai berikut:

    Besaran Simbol Satuan

    Massa m kg

    Panjang L m

    Waktu t s

    Temperatur T K

    Satuan dasar merupakan satuan yang sangat penting pada setiap sistem

    satuan karena satuan dari besaran lainnya dapat diturunkan dari satuan dasar

    tersebut, misalnya:

    a. Gaya (Hukum Newton kedua):

    F = m a = [kg] [m/s2] = [Newton] = [N]

    b. Tekanan:

    P = F/A = [N/m2] = [Pascal] = [Pa]

    c. Volume: V = [m3]

    d. Volume spesifik:

    v = V/m = [m3/kg] m = massa [kg]

    s

    2

    4

    3

    1 v

    2

    3

    4

    1

    T P

  • 5

    e. Volume spesifik molal:

    v* = V/n = [m3/kmole] n = jumlah mole [kmole]

    a. Rapat massa:

    = m/V = [kg/m3]

    g. Rapat massa molal:

    * = n/V = [kmole/m3]

    Perlu juga diperhatikan Sistem prefix SI yang berlaku umum untuk

    semua besaran sebagai berikut:

    Faktor Prefix Simbol Faktor Prefix Simbol

    1012

    109

    106

    103

    tera

    giga

    mega

    kilo

    T

    G

    M

    k

    10-3

    10-6

    10-9

    10-12

    milli

    mikro

    nano

    pico

    m

    n

    p

    1.3 HUKUM THERMODINAMIKA KE 0

    Hukum ini menyatakan bahwa bila dua buah benda mempunyai

    temperatur yang sama dengan sebuah benda yang ketiga maka kedua benda yang

    pertama juga mempunyai temperatur yang sama sebagaimana yang diperlihatkan

    pada Gambar 1.4. Hukum ini kelihatannya tidak istimewa dari sudut pandang

    matematika namun sangat berarti pada pembuatan dan peneraan thermometer.

    Gambar 4. Kesamaan temperatur

    Bila TA = TC dan TB = TC maka TA = TB

    TA

    TB

    TC

    I

    II III

  • 6

    BAB 2

    SIFAT-SIFAT THERMODINAMIKA ZAT MURNI

    Pada bab ini akan dibahas berbagai hal yang berkaitan dengan sifat-sifat

    atau besaran-besaran thermodinamika zat murni, dimulai dengan perobahan fase

    zat murni khususnya dari fase cair ke uap dan sebaliknya. Perubahan fase cair ke

    uap dan sebaliknya sangat penting untuk diketahui khususnya bagi mereka yang

    berkecimpung di bidang teknik mesin. Hal ini disebabkan oleh karena banyaknya

    mesin-mesin yang menggunakan dan memanfaatkan perubahan fase, antara lain:

    mesin pembangkit tenaga uap dan mesin pendingin. Bahasan berikutnya masih

    berkaitan erat dengan perubahan fase cair ke uap yaitu penggunaan tabel uap

    yang tidak terbatas pada uap air saja tetapi juga untuk zat-zat murni lainnya. Bab

    ini diakhiri dengan membahas persamaan keadaan gas ideal dan gas nyata.

    2. 1 PERUBAHAN FASE CAIR KE UAP DAN SEBALIKNYA

    Perhatikan sebuah sistem yang terdiri atas 1 (satu) kg air didalam sebuah

    silinder yang dilengkapi dengan piston dan pemberat. Tekanan awal Pa =

    0.1 MPa , temperatur awal Ta = 30 0C, dan volume awal Va. Anggap piston

    dan pemberat dapat menjaga tekanan tetap konstan selama proses

    pemanasan (lihat Gambar. 2.1a)

    Ketika sistem dipanaskan maka temperatur dan volume bertambah

    sementara tekanan tetap konstan. Bila temperatur telah mencapai 99.6 0C,

    penguapan mulai terjadi (lihat Gambar 2.1b).

    Pemanasan lebih jauh akan melanjutkan penguapan dengan volume terus

    bertambah tetapi tekanan dan temperatur tetap konstan, ini disebabkan

    karena kalor yang ditambahkan dipakai untuk merobah fase. Pada akhirnya

    semua cairan akan berobah menjadi uap (lihat Gambar 2.1c).

    Pemanasan selanjutnya akan membuat temperatur dan volume betambah

    terus (lihat Gambar 2.1d).

  • 7

    Proses pemanasan dan penguapan diatas dapat juga diperlihatkan pada

    diagram T- V sebagai garis A-B-C-D dengan isobarik 0.1 MPa (lihat

    Gambar 2.2)

    Pa = 0.1 MPa Pb = Pa Pc = Pa Pd = Pa Ta = 30 oC Tb = 99.6 oC Tc = Tb Td > Tc Va Vb > Va Vc > Vb Vd > Vc Cair Penguapan Uap Uap

    Gambar 2.1. Perobahan fase air dari cair ke uap pada

    tekanan konstan

    Gambar 2.2 Diagram temperature-volume perobahan fase cair ke uap

    piston

    beban

    silinder

    Z

    311,1

    179,9

    99,6

    v

    P =10 MPa

    P =1 MPa

    P =0.1 MPa

    O N

    M

    L

    K J I H

    G F E D

    C B A

    T

    VD VC VB VA

    (c) (a) (b) (d)

  • 8

    Dari uraian dan gambar diatas dapat didefinisikan beberapa hal sebagai

    berikut:

    Untuk P = 0.1 MPa, temperatur Tb = 99.6 0C disebut temperatur jenuh.

    Untuk tekanan tertentu ada temperatur jenuh tertentu dan untuk temperatur

    tertentu ada tekanan jenuh tertentu.

    Contoh: P = 0.1 MPa Tsat = 99.6 oC

    T = 99.6 oC Psat = 0.1 MPa

    P = 1 MPa Tsat = 179.9 o C

    T = 179.9 oC Psat = 1 MPa

    Untuk P = 0.1 MPa :

    Titik B (dimana penguapan dimulai) disebut (atau dalam kondisi) cairan

    jenuh (saturated liquid).

    Titik C (dimana semua cairan telah berobah menjadi uap) disebut (atau

    dalam kondisi) uap jenuh (saturated steam/vapor).

    Titik D dan semua titik diatas C (dimana temperaturnya lebih tinggi dari

    temperatur jenuh) disebut (atau dalam kondisi) uap dipanaskan lanjut atau

    uap kering (superheated vapor/steam).

    Titik A dan semua titik dibawah B (dimana temperaturnya lebih rendah

    dari temperatur jenuh) disebut (atau dalam kondisi) cairan tertekan

    (compressed liquid)

    Antara titik B dan C, contoh titik Z disebut (atau dalam kondisi) campuran

    cairan dan uap (mixture of liquid and vapor/steam). Untuk campuran, ada

    parameter penting yang dinamakan kandungan uap atau kualitas uap, x,

    didefinisikan sebagai:

    x = Massa uap/Massa campuran

    Kualitas uap pada titik B xB = 0 (penguapan baru mulai terjadi)

    Kualitas uap pada titik C xC = 1 (semuanya sudah menjadi uap)

    Kualitas uap pada titik Z 0 < xZ < 1

  • 9

    Perhatikan kembali diagram T-v, garis serupa dengan garis A-B-C-D dapat

    juga dibuat untuk tekanan lain. Sebagai contoh garis I-J-K-L untuk tekanan

    10 MPa dengan temperatur jenuh 311.10C, dan garis E-F-G-H pada tekanan

    1 MPa dengan temperatur jenuh 179.90C.

    Pada tekanan 22.09 MPa, dinyatakan dengan garis M-N-O , tidak terlihat

    adanya garis penguapan dengan temperatur konstan seperti halnya garis B-

    C untuk 0.1 MPa dan garis J-K untuk 10 MPa. Nyatanya titik N adalah

    titik belok dengan slope nol. Titik ini disebut titik kritis. Data titik kritis

    untuk air dan beberapa zat lainnnya dapat dilihat pada Lampiran C.

    Bila garis-garis penguapan untuk tekanan lainnya telah digambarkan, maka

    titik-titik cairan jenuh dan uap jenuh dapat dihubungkan untuk membentuk

    sebuah kurva berbentuk kubah. Bagian kiri dari kurva disebut garis cairan

    jenuh dan bagian kanannya disebut garis uap jenuh.

    Uraian diatas adalah untuk air, zat-zat lainnya mempunyai kecenderungan

    serupa.

    2.2 PENGGUNAAN TABEL UAP

    Tabel uap yang dikenal juga sebagai Tabel Sifat-Sifat

    Thermodinamika berisi informasi sifat-sifat thermodinamika untuk berbagai zat

    pada berbagai kondisi. Sifat-sifat yang dimaksud adalah: Temperatur, T [K];

    tekanan, P [kPa atau MPa]; Volume spesifik, v [m3/kg]; Energi dalam spesifik, u

    [kJ/kg]; Entalpi spesifik, h [kJ/kg]; dan Entropi spesifik, s [kJ/kg-K]. Zat murni

    yang dimaksud adalah berbagai zat yang lazim dipakai sebagai fluida kerja dan

    yang sudah tersedia tabelnya dan terlampir, antara lain: Air (H2O), Ammonia

    (NH3), Freon 12, Oksigen (O2), dan Nitrogen (N2).

    Sedangkan kondisi yang dimaksud adalah kondisi atau keadaan zat

    pada berbagai tahap pemanasan/penguapan maupun pendinginan/pengembunan,

    yaitu: cairan tertekan (compressed liquid), cairan jenuh (saturated liquid)

  • 10

    campuran cairan dan uap, uap jenuh (saturated steam/vapor) , dan uap

    dipanaskan lanjut atau uap kering (superheated steam/vapor).

    Manfaat penggunaan tabel uap adalah untuk mendapatkan nilai

    besaran/sifat-sifat thermodinamika yang selanjutnya dapat digunakan untuk

    berbagai keperluan analisis, perhitungan dan perencanaan/rekayasa. Diperlukan

    satu atau dua besaran/sifat yang diketahui untuk mendapatkan besaran/sifat-sifat

    yang lain dari tabel. Dengan demikan kemampuan untuk menggunakan tabel

    uap untuk mendapatkan nilai besaran/sifat thermodinamika merupakan suatu hal

    yang sangat perlu untuk dimiliki oleh mahasiswa/sarjana teknik mesin maupun

    para praktisi di lapangan. Bagi mahasiswa yang kurang/tidak memiliki

    kemampuan ini kemungkinan besar akan mengalami kesulitan dalam

    mempelajari materi lanjutan maupun matakuliah berkaitan lainnya. Untuk itu

    penjelasan cara penggunaan tabel ini pada buku ini diberikan lebih rinci dan

    disertai contoh-contoh yang memadai jumlahnya.

    Namun perlu juga diketahui bahwa tabel uap bukanlah satu-satunya

    sumber untuk mendapatkan nilai besaran/sifat thermodinamika. Sumber lain

    yang tersedia, misalnya: Diagram Molier, Persamaan Clayperon, dan yang lebih

    canggih adalah software komputer antara lain CATT (Computer aided

    thermodynamics tables).

    Adapun tabel uap yang tersedia dilampiran buku ini disusun dengan

    sistematika sebagai berikut:

    Tabel A1 untuk Air ( H2O), terdiri atas:

    A1.1 Uap/cairan jenuh (saturated vapor/liquid, tabel temperatur)

    A1.2 Uap/cairan jenuh (saturated vapor/liquid, tabel tekanan)

    A1.3 Uap dipanaskan lanjut (superheated vapor)

    A1.4 Cairan tertekan (compressed liquid)

    Tabel A2 untuk Ammonia (NH3), terdiri atas:

    A2.1 Uap/cairan jenuh (saturated vapor/liquid)

    A2.2 Uap dipanaskan lanjut (superheated vapor)

  • 11

    Tabel A3 untuk Freon 12, terdiri atas:

    A3.1 Uap/cairan jenuh (saturated vapor/liquid)

    A3.2 Uap dipanaskan lanjut (superheated vapor)

    Tabel A4 untuk Oxigen, terdiri atas:

    A4.1 Uap/cairan jenuh (saturated vapor/liquid)

    A4.2 Uap dipanaskan lanjut (superheated vapor)

    Tabel A5 untuk Nitrogen, terdiri atas:

    A5.1 Uap/cairan jenuh (saturated vapor/liquid)

    A5.2 Uap dipanaskan lanjut (superheated vapor)

    Untuk selanjutnya cara-cara penggunaan tabel uap untuk mendapatkan

    nilai besaran/sifat thermodinamika lebih difokuskan pada zat murni H2O (air)

    karena untuk zat lainnya dapat dikatakan hampir sama saja caranya.

    2.2.1 Uap/Cairan Jenuh (Air)

    Untuk uap/cairan jenuh hanya perlu diketahui satu sifat/besaran

    (ditambah info uap atau cairan) untuk mendapatkan sifat/besaran lainnya dari

    tabel. Sebenarnya ada dua tabel yang dapat digunakan untuk uap/cairan jenuh

    yaitu Tabel A1.1 dan Tabel A1.2. Kedua tabel ini mempunyai banyak

    persamaan kecuali perbedaan pada kolom paling sebelah kiri dari kedua tabel.

    Pada Tabel A1.1 kolom paling sebelah kiri adalah kolom temperatur sehingga

    tabel ini sebaiknya digunakan bila temperatur yang diketahui atau diberikan.

    Sedangkan pada Tabel A1.2 kolom paling sebelah kirinya adalah kolom tekanan,

    sehingga sebaiknya menggunakan tabel ini bila tekanan yang diketahui. Gunakan

    Tabel A1.1 atau A1.2 bila yang dketahui bukan temperatur atau tekanan. Arti

    subscript pada tabel adalah: subscript g untuk uap jenuh (saturated vapor),

    subscript f untuk cairan jenuh (saturated liquid), dan fg adalah g-f. Dengan

    demikian vf diartikan sebagai simbol volume spesifik cairan jenuh, vg adalah

    volume spesifik uap jenuh, dan hfg adalah selisi antara hg hf. Tentunya simbol-

    simbol lainnya sudah dapat diartikan dengan baik dan benar.

  • 12

    Berikut akan diberikan beberapa contoh untuk mendapatkan

    besaran/sifat yang belum diketahui dari tabel bila diketahui/diberikan salah satu

    besaran:

    Contoh soal 2.1:

    Diketahui P = 1 MPa (uap jenuh), tentukan besaran lainnya dari tabel uap.

    Jawaban: Karena tekanan yang diketahui maka sifat-sifat lainnya dapat langsung

    diperoleh dari Tabel A1.2 sebagai:

    T = 179.91 0C vg = 0.19444 m3/kg ug = 2583.6 kJ/kg

    hg = 2778.1 kJ/kg sg = 6.5865 kJ/kg-K

    Contoh soal 2.2:

    Diketahui T = 120 0C (cairan jenuh), tentukan besaran lainnya dari tabel uap.

    Jawaban: Karena temperatur yang diketahui, maka sifat-sifat lainnya dapat

    langsung diperoleh dari Tabel A1.1 sebagai:

    P = 0.19853 MPa vf = 0.001060 m3/kg uf = 503.50 kJ/kg

    hf = 503.71 kJ/kg sf = 1.5276 kJ/kg-K

    Contoh soal 2.3:

    Diketahui vf = 0.00101 m3/kg (jelas ini adalah cairan jenuh), tentukan besaran

    lainnya dari tabel uap.

    Jawaban: Karena bukan temperatur atau tekanan yang diketahui maka sifat-sifat

    lainnya dapat dicari dari Tabel A1.1 atau Tabel A1.2. Kenyataannya, dapat

    diperoleh pada Tabel A1.2 sebagai:

    P = 10 kPa T = 45.81 0C uf = 191.82 kJ/kg

    hf = 191.83/kg sf = 0.6493 kJ/kg-K

    Contoh soal 2.4:

    Diketahui uap jenuh dengan entropi spesifik 6.5079 kJ/kg-K, tentukan besaran

    lainnya dari tabel uap.

  • 13

    Jawaban: Karena bukan temperatur atau tekanan yang diketahui maka sifat-sifat

    lainnya dicari pada Tabel A1.1 atau A1.2. Kenyataannya, dapat diperoleh pada

    Tabel A1.1 sebagai:

    T = 190 0C P = 1.2544 MPa vg = 0.15654 m3/kg

    ug = 2590.0 kJ/kg hg = 2786.4 kJ/kg

    Contoh soal 2.5:

    Diketahui P = 1.02 MPa (uap jenuh), tentukan besaran lainnya dari tabel uap.

    Jawaban: Gunakan Tabel A1.2 (karena tekanan yang diketahui). Tekanan 1.02

    MPa ternyata tidak terdapat pada tabel maka data terdekat perlu diinterpolasi

    linier untuk mendapatkan besaran lainnya. Prosedur interpolasi adalah sebagai

    berikut:

    a. Tuliskan data terdekat yang lebih kecil dan lebih besar dari 1.02 MPa sebagai

    berikut:

    P T vg ug hg sg

    1.00 179.91 0.19444 2583.6 2778.1 6.5865

    1.02 Tx vgx ugx hgx sgx

    1.10 184.09 0.17753 2586.4 2781.7 6.5536

    b. Untuk mendapatkan Tx (contoh), gunakan metode perbandingan:

    T1 = P1 (Tx 179.91) = (1.02 1.00) T2 P2 (184.09 179.91) (1.10 1.00)

    Tx = 180.75 0C

    c. Dengan cara yang sama dapat diperoleh: vgx = 0.191058 m3/kg, ugx =

    2584.2 kJ/kg , hgx = 2778.8 kJ/kg , dan sgx = 6.5792 kJ/kg K.

    2.2.2 Campuran (Cairan dan Uap)

    Untuk campuran (cairan dan uap) perlu diketahui dua besaran/sifat

    untuk mendapatkan yang lainnya dari tabel. Pasangan besaran yang perlu

    diketahui adalah:

  • 14

    P & x T & x

    P & v T & v

    P & u T & u

    P & h T & h

    P & s T & s

    Disini dapat digunakan Tabel A1.1 atau A1.2 ditambah dengan salah

    satu rumus untuk mendapatkan volume spesifik campuran, v (misalnya), sebagai

    berikut:

    a. v = vf + x vfg ; vfg = vg - vf

    atau

    b. v = (1 x) vf + x vg

    atau

    c. v = vg (1 x) vfg

    Sedangkan untuk u, h, dan s (campuran) dapat digunakan rumus yang

    identik dengan rumus-rumus diatas.

    Berikut akan diberikan beberapa contoh untuk mendapatkan

    besaran/sifat campuran yang belum diketahui dari tabel bila diketahui/diberikan

    dua besaran:

    Contoh soal 2.6:

    Diketahui P = 2 MPa dan x = 0.7, tentukan besaran lainnya dari tabel uap.

    Jawaban: Dari Tabel A1.2 dan rumus campuran dapat diperoleh:

    T = 212.42 0C

    v = vf + x vfg = 0.001177 + 0.7 (0.09963 0.001177)

    = 0.07009 m3/kg

    u = uf + x ufg = 906.44 + 0.7 (1693.8) = 2092.1 kJ/kg

    h = hf + x hfg = 908.79 + 0.7 (1890.7) = 2232.28 kJ/kg

    s = sf + x sfg = 2.4474 + 0.7 (3.8935) = 5.1729 kJ/kg-K

  • 15

    Contoh soal 2.7:

    Diketahui: T = 200 0C dan x = 0.4, tentukan besaran lainnya dari tabel uap.

    Jawaban: Dari Tabel A1.1 dan rumus dapat diperoleh:

    P = 1.5538 MPa

    v = vf + x vfg = 0.001157 + 0.4 (0.12736 0.001157)

    = 0.05164 m3/kg

    u = uf + x ufg = 850.65 + 0.4 (1744.7) = 1548.53 kJ/kg

    h = hf + x hfg = 852.45 + 0.4 (1940.7) = 1628.73 kJ/kg

    s = sf + x sfg = 2.3309 + 0.4 (4.1014) = 3.9715 kJ/kg-K

    Contoh soal 2.8:

    Diketahui: P = 20 kPa dan s = 5.0 kJ/kg-K , tentukan besaran lainnya dari tabel

    uap.

    Jawaban: Dari Tabel A1.2 dan rumus dapat diperoleh:

    T = 60.06 0C

    s = sf + x sfg 5.0 = 0.8320 + x (7.0766) x = 0.5890

    v = vf + x vfg = 0.001017 + 0.5890 (7.649 0.001017) = 4.5057 m3/kg

    u = uf + x ufg = 251.38 + 0.5890 (2205.4) = 1550.36 kJ/kg

    h = hf + x hfg = 251.40 + 0.5890 (2609.7) = 1788.51 kJ/kg

    Catatan: bila diperlukan interpolasi dapat/harus dilakukan.

    2.2.3 Uap Dipanaskankan Lanjut

    Untuk uap dipanaskan lanjut perlu diketahui dua besaran/sifat untuk

    mendapatkan yang lainnya dari tabel. Pasangan besaran yang perlu diketahui

    adalah:

    P & T T & v

    P & v T & u

    P & u T & h

    P & h T & s

    P & s

  • 16

    Gunakan Table A1.3 dan perhatikan hal-hal berikut:

    Perhatikan tekanan tertentu, misalnya 0.010 MPa atau 10 kPa

    Angka dalam tanda kurung dibelakang tekanan tersebut (45.81)

    menyatakan temperatur jenuh (TSat) untuk tekanan tersebut.

    Uap dipanaskan lanjut terjadi bila temperaturnya lebih tinggi dari

    temperatur jenuhnya. Itulah sebabnya kenapa untuk tekanan 0.010 MPa

    data yang tersedia dimulai pada temperatur 50 0C dan untuk tekanan 0.050

    MPa datanya dimulai pada 100 0C

    Berikut akan diberikan beberapa contoh untuk mendapatkan besaran/sifat

    yang belum diketahui dari tabel bila diketahui/diberikan dua besaran:

    Contoh soal 2.9:

    Diketahui: P = 0.4 MPa dan T = 200 0C, tentukan besaran lainnya dari tabel uap.

    Jawaban: Dengan menggunakan Tabel A1.3 dapat langsung diperoleh:

    v = 0.5342 m3/kg u = 2646.8 kJ/kg

    h = 2860.5 kJ/kg s = 7.1706 kJ/kg-K

    Contoh soal 2.10:

    Diketahui: P = 3 MPa dan s = 7.0 kJ/kg-K, tentukan besaran lainnya dari

    tabel uap.

    Jawaban: Karena untuk tekanan P = 3 MPa tidak tersedia data untuk s = 7.0

    kJ/kg-K maka perlu diinterpolasi dari data terdekat berikut (Table A1.3):

    T v u h S

    400 0.09936 2932.8 3230.9 6.9212

    Tx vx ux hx 7.0

    450 0.10787 3020.4 3344.0 7.0834

  • 17

    Dengan menggunakan metode perbandingan standar untuk interpolasi linear,

    diperoleh: Tx = 424.29 0C vx = 0.1035 m

    3/kg ux = 2975.4 kJ/kg hx = 3285.84

    kJ/kg

    Contoh soal 2.11:

    Diketahui: T = 400 0C dan h = 3170 kJ/kg, tentukan besaran lainnya dari

    tabel uap.

    Jawaban: Karena untuk T = 400 0C tidak tersedia data untuk h = 3170 kJ/kg

    maka perlu diinterpolasi dari data berikut (Table A1.3)

    P v u h S

    6 0.04739 2892.9 3177.2 6.5408

    Px vx ux 3170 sx

    7 0.03993 2878.6 3158.1 6.4478

    Dengan menggunakan metode perbandingan standar untuk interpolasi linier,

    diperoleh: Px = 6.3770 MPa vx = 0.04458 m3/kg ux = 2887.5 kJ/kg

    sx = 6.5057 kJ/kg-K

    Contoh soal 2.12:

    Diketahui: P = 4.2 MPa dan u = 3100 kJ/kg, tentukan besaran lainnya dari

    tabel uap.

    Jawaban: Karena kedua data yang diketahui (P and u) tidak tersedia pada Tabel

    A1.3 maka interpolasi linear perlu dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu:

    a. Interpolasi terhadap tekanan yang diketahui (dua kali masing-masing

    untuk yang terdekat dengan nilai u yang diketahui)

    b. Interpolasi terhadap energi dalam spesifik, u.

    Penyelesaian lebih lanjut diserahkan kepada mahasiwa/pembaca.

    2.2.4 Cairan Tertekan

    Untuk cairan tertekan perlu diketahui dua besaran/sifat untuk

    mendapatkan yang lainnya dari tabel. Pasangan besaran yang perlu diketahui

    adalah:

  • 18

    P & T T & v P & v T & u P & u T & h

    P & h T & s P & s

    Gunakan Table A1.4 dan perhatikan hal-hal berikut:

    Perhatikan tekanan tertentu, misalnya 5 MPa

    Angka dalam tanda kurung dibelakang tekanan tersebut (263.99)

    menyatakan temperatur jenuh (TSat) untuk tekanan tersebut.

    Cairan tertekan terjadi bila temperaturnya lebih rendah dari temperatur

    jenuhnya. Itulah sebabnya kenapa untuk tekanan 5 MPa data yang

    tersedia berakhir pada temperatur 260 0C dan untuk tekanan 10 MPa

    datanya berakhir pada 300 0C

    Berikut akan diberikan beberapa contoh untuk mendapatkan besaran/sifat

    yang belum diketahui dari tabel bila diketahui/diberikan dua besaran:

    Contoh 2.13:

    Diketahui: P = 10 MPa dan T = 200 0C, tentukan besaran lainnya dari tabel uap.

    Jawaban: Dengan menggunakan Tabel A1.4 dapat langsung diperoleh:

    v = 0.001148 m3/kg u = 844.5 kJ/kg

    h = 856.0 kJ/kg s = 2.3178 kJ/kgK

    Contoh soal 2.14:

    Diketahui P = 22 MPa dan h = 450 kJ/kg, tentukan besaran lainnya dari tabel

    uap.

    Jawaban: Karena kedua data yang diketahui (P dan h) tidak tersedia pada Tabel

    A1.4 maka interpolasi perlu dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu:

  • 19

    a. Interpolasi terhadap tekanan yang diketahui (dua kali masing-masing untuk

    yang terdekat dengan nilai h yang diketahui).

    b. Interpolasi tehadap entalpi, h.

    2.2.5 Penentuan Kondisi Zat

    Pada pokok bahasan sebelumnya tentang penggunaan tabel uap pada

    berbagai kondisi, kondisinya sudah tertentu atau sudah diketahui. Pada

    kebanyakan kasus dua besaran diketahui atau diberikan tetapi kondisi zat

    tidak/belum diketahui, dengan demikian tabel yang akan digunakan juga belum

    diketahui, lalu bagaimana menentukan besaran lainnya dari tabel ?

    Jawaban dari pertanyaan diatas adalah sebagai berikut:

    Pertama, tentukan kondisinya kemudian

    Gunakan tabel yang cocok dengan kondisi yang telah ditentukan

    Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana cara menentukan kondisi

    (berdasarkan besaran yang diketahui) ?.

    a. Bila P & T diketahui

    Berdasarkan P yang diketahui dapatkan Tsat (temperatur jenuhnya)

    Bandingkan T terhadap Tsat

    Kriteria: Bila T < Tsat Cairan tertekan

    Bila T = Tsat Cairan jenuh, atau

    Campuran, atau

    Uap jenuh

    Bila T > Tsat Uap dipanaskan lanjut

    Contoh soal 2.15

    Diketahui P = 1.2 MPa dan T = 300 0C, tentukan besaran lainnya dari tabel uap.

    Jawaban: Berdasarkan P yang diketahui, Tsat = 187.99 0C (dari Tabel A1.2)

    Karena T > Tsat maka kondisinya uap dipanaskan lanjut.

    Maka dari Table A1.3, diperoleh v = 0.2138 m3/kg , u = 2789.2 kJ/kg ,

    h = 3045.8 kJ/kg , s = 7.0317 kJ/kg-K

  • 20

    b. Bila P & v diketahui

    Berdasarkan P yang diketahui, dapatkan vf dan vg

    Bandingkan v terhadap vf dan vg

    Kriteria: Bila v < vf Cairan tertekan

    Bila v = vf Cairan jenuh

    Bila vf < v < vg Campuran

    Bila v = vg Uap jenuh

    Bila v > vg Uap dikalorkan lanjut

    Contoh soal 2.16:

    Diketahui P = 0. 4 MPa dan v = 0.35 m3/kg, tentukan besaran lainnya dari tabel

    uap.

    Jawaban: Berdasarkan P yang diketahui, dari Tabel A1.2 diperoleh:

    vf = 0.001084 m3/kg and vg = 0.4625 m

    3/kg

    Karena vf < v < vg maka kondisinya adalah campuran

    Gunakan Tabel A1.2 dan rumus campuran untuk mendapatkan T, u, h, and s

    c. Bila P & u (atau P & h atau P & s) yang diketahui

    Serupa dengan b

    d. Bila T & v yang diketahui

    Berdasarkan T yang diketahui, dapatkan vf dan vg

    Bandingkan v terhadap vf dan vg

    Kriteria: Bila v < vf Cairan tertekan

    Bila v = vf Cairan jenuh

    Bila vf < v < vg Campuran

    Bila v = vg Uap jenuh

    Bila v > vg Uap dikalorkan lanjut

    Contoh soal 2.17:

    Diketahui T = 210 0C and v = 0.0235 m3/kg, tentukan besaran lainnya dari

    tabel uap.

  • 21

    Jawaban: Berdasarkan T yang diketahui dan Tabel A1.1 diperoleh: vf =

    0.001173 m3/kg dan vg= 0.10441m3/kg. Karena vf < v < vg maka kondisinya

    adalah campuran

    Gunakan Table A1.1 dan rumus campuran untuk mendapatkan P, u, h, and s.

    e. Bila T & u (atau T & h atau T & s) yang diketahui

    Serupa dengan d

    2.3 PERSAMAAN KEADAAN GAS IDEAL

    Persamaan keadaan adalah suatu persamaan yang memberikan hubungan

    antara besaran thermodinamika intensif, khususnya antara P (tekanan),V

    (volume), dan T (temperatur). Atau, representasi analisis dari kelakuan P v

    T.

    Gas ideal adalah gas yang mempunyai atau mendekati persamaan keadaan

    sebagai berikut:

    P v* = R* T

    Dimana:

    P : tekanan, [kPa]

    v*: volume spesific molal, [m3/kmole]

    R*: konstante gas umum yang nilainya sama untuk semua gas

    = 8.31434 kJ/kmole-K

    T : temperature, [K]

    Bagi persamaan diatas dengan M, berat molekuler gas tertentu, maka

    persamaan keadaan menjadi:

    P v*/M = (R* T)/M atau

    P v = R T

    Dimana:

    v = v*/M : volume spesifik

    R = R*/M : konstanta gas tertentu, [kJ/kg-K]

  • 22

    Sebagai contoh, udara dengan M = 28.97 kg/kmole dan ammonia (NH3)

    dengan M= 17.03 kg/kmole-K, maka Rudara = 8.31434/28.97 = 0.287 kJ/kg-K

    dan Rammonia = 0.4882 kJ/kg-K.

    Kedua persamaan diatas dapat dituliskan dalam bentuk volume total yang

    diperoleh dengan mengalikan persamaan pertama dengan jumlah molekul, n:

    P V = n R* T

    dan dengan mengalikan persamaan kedua dengan massa, m:

    P V = m R T

    Keempat persamaan diatas dapat digunakan untuk menentukan besaran

    ketiga bila dua besaran lainnya sudah diketahui atau diberikan (n dan atau m juga

    harus sudah diketahui). Persamaan mana yang digunakan bergantung kepada

    besaran apa yang ingin ditentukan dan besaran apa yang sudah diketahui.

    Persamaan keadaan diatas sangat sederhana sehingga sangat sering

    digunakan baik yang sudah sesuai (memang zatnya adalah gas ideal) maupun

    yang tidak sesuai. Untuk menghindari kesalahan penggunaan maka perlu

    diketahui kapan suatu gas dapat dianggap sebagai gas ideal. Kriteria gas ideal

    adalah sebagai berikut:

    Faktor kompressibilitas, Z = P v/R T = 1 maka gas adalah gas ideal,

    dan bila Z 1 maka kelakuan gas tersebut mendekati gas ideal.

    Bila densitas dari gas amat kecil, yang terjadi bila:

    - Tekanan sangat kecil, atau

    - Temperatur sangat besar, atau

    - Tekanan sangat kecil dan temperatur sangat besar.

    Berikut ini adalah contoh penggunaan persamaan keadaan gas ideal:

    Contoh soal 2.18: Berapakah massa udara yang berada didalam sebuah tangki

    berbentuk silinder dengan diameter 0.5 m dan tinggi 1.2 m, bila tekanan 300 kPa

    dan temperatur 270C ? Anggap udara sebagai gas ideal.

    Jawaban: Volume tangki, V = D2/4 x L = (0.5)2/4 x 1.2 = 0.2355 m3

    Temperatur, T = 27 + 273 = 300 K

  • 23

    Dengan menggunakan persamaan keempat ,

    Massa, m = P V/ R T = (300 x 0.2355) /( 0.287 x 300)

    = 0.8206 kg

    Contoh soal 2.19: Sebuah tangki mempunyai volume 0.5 m3 dan berisi 20 kg

    gas ideal gas dengan berat molekul 24. Tekanannya 4 MPa. Berapakah

    temperatur gas didalam tangki ?

    Jawaban: Konstante gas ditentukan terlebih dahulu dengan R = R* / M

    R = 8.31434 / 24 = 0.34643 kJ/kg-K.

    Dapatkan temperatur dengan menggunakan persamaan keempat :

    T = P V / m R = (4000 x 0.5 ) / (20 x 0.34643) = 288.66 K

    Catatan: Bila suatu gas tak dapat dianggap sebagai gas ideal, maka gunakan

    persamaan keadaan gas nyata.

    2.4 PERSAMAAN KEADAAN GAS NYATA

    Beberapa bentuk persamaan telah dikembangkan, antara lain:

    Persamaan keadaan Van der Waals (1873)

    Persamaan keadaan Beattie-Bridgeman (1928)

    Persamaan keadaan Redlich dan Kwong (1949)

    2.4.1 Persamaan Keadaan Van der Waals

    TRbvv

    aP **

    2*)(

    dimana:

    P : tekanan, [kPa]

    R* : konstante gas umum = 8.31434 kJ/kmole-K

    T : temperature, [K] v* : volume spesifik molal

    a dan b adalah konstante persamaan yang ditentukan secara eksperimen dan

    untuk beberapa gas dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.

  • 24

    Tabel 2.1 Konstante persaman Van der Waals

    Gas

    a

    b

    Zc = Pcvc/R*Tc

    Udara 135.8 0.0365 0.284

    O2 138.0 0.0318 0.29

    N2 136.7 0.0386 0.291

    H2O 51.7 0.0304 0.23

    CH4 28.6 0.0427 0.29

    CO 47.9 0.0393 0.293

    CO2 65.6 0.0428 0.276

    NH3 24.9 .0373 0.242

    H2 4.8 0.0266 0.304

    He 3.42 .0235 0.30

    Untuk gas yang tidak tercantum diatas dapat digunakan suatu cara

    konvensional untuk menentukan konstante persamaan berdasarkan kelakuan gas

    tersebut pada titik kritisnya masing-masing sebagai berikut:

    a = 0.4219 R*2Tc2/ Pc dan b = 0.333 vc

    * = R* Tc/8Pc

    Data kritis untuk berbagai gas/zat dapat dilihat pada Lampiran C.

    2.4.2 Persamaan Keadaan Beattie Bridgeman:

    v

    vv

    R ABT

    P 2**

    2*

    *1

    dimana:

    P : tekanan, [kPa]

    R* : konstante gas umum = 8.31434 kJ/kmole-K

    T : temperature, [K]

    v* : volume spesifik molal

    A = Ao (1 - a/v*)

  • 25

    B = Bo (1 - b/v*)

    = c / v* T3

    Konstante Ao, a, Bo, b, dan c ditentukan secara empiris dan untuk berbagai gas

    dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut.

    Tabel 2.2 Konstante persamaan Beattie-Bridgeman

    Gas Ao D Bo E 10 -4

    c

    Helium

    Argon

    Hidrogen

    Nitrogen

    Oxigen

    Udara

    CO2

    CH4

    NH3

    CO

    C3H8

    C4H10

    2.1886

    130.7802

    20.0117

    136.2315

    151.0857

    131.8447

    507.2836

    230.8

    242.4

    136.2

    120.7

    180.2

    0.05984

    0.02328

    -0.00506

    0.02617

    0.02562

    0.01931

    0.07132

    0.0185

    0.1704

    0.0262

    0.0732

    0.1216

    0.01400

    0.03931

    0.02096

    0.05046

    0.04624

    0.04611

    0.10476

    0.0559

    0.0341

    0.1048

    0.181

    0.2462

    0.0

    0.0

    -0.04359

    -0.00691

    0.004208

    -0.001101

    0.07235

    -0.0158

    0.1912

    0.0724

    0.0429

    0.0943

    0.0040

    5.99

    0.0504

    4.20

    4.80

    4.34

    66.00

    12.82

    476.98

    65.99

    120.02

    350.05

    Soal-Soal Bab 2

    2.1 Untuk zat H2O (air) tentukan besaran lainnya dari tabel uap bila diketahui: a) T = 1200C (cairan jenuh) b) T = 2000C (uap jenuh) c) P = 50 kPa (uap jenuh) d) P = 2.5 MPa (cairan jenuh ) e) T = 870C (uap jenuh) f) P = 0.33 MPa (uap jenuh) g) vg = 0.53 m

    3/kg h) uf = 620 kJ/kg i) hg = 2600 kJ/kg j) sf = 0.7 kJ/kg K.

    2.2 Untuk kondisi campuran H2O tentukan besaran lainnya dari tabel uap bila

    diketahui: a) T = 2200C dan x = 0.8 b) P = 0.5 MPa dan x = 0.25 c) T = 620C dan x = 0.75 d) P = 1.23 MPa dan x = 0.35 e) T = 900C dan v = 1.2 m3/kg f) T = 250 0C dan h = 2150 kJ/kg

    g) P = 30 kPa dan u = 1820 kJ/k h) P = 2.25 MPa dan s = 3.2 kJ/kg-K.

  • 26

    2.3 Untuk kondisi uap panaskan lanjut (H2O) tentukan besaran lainnya dari tabel bila diketahui: a) P = 0.6 MPa dan T = 2310C b) P = 0.4 MPa dan v = 0.55 m3/kg c) P = 4 MPa dan h = 3320 kJ/kg d) T = 3000C dan u = 2720 kJ/kg e) T = 2750C dan h = 2850 kJ/kg f) T = 1500C dan s = 7.15 kJ/kg-K.

    2.4 Untuk kondisi cairan tertekan (H2O) tentukan besaran lainnya dari tabel

    bila diketahui: a) P = 10 MPa dan T = 1310C b) P = 15 MPa dan v = 0.0018 m3/kg c) P = 5 MPa dan h = 520 kJ/kg d) T = 2200C dan u = 920 kJ/kg e) T = 1600C dan h = 665 kJ/kg f) T = 800C dan s = 1.05 kJ/kg-K.

    2.5 Dengan terlebih dahulu menentukan kondisinya dapatkan dari tabel uap

    besaran-besaran lainnya (untuk H2O), bila diketahui: a) T = 1000C dan v = 1.4 m3/kg b) T = 250 0C dan h = 2850 kJ/kg c) P = 40 kPa dan u = 2520 kJ/k d) P = 2.5 MPa dan s = 6.2 kJ/kg K.

    e) P = 5 MPa dan T = 2000C f) P = 0.3 MPa dan v = 0.85 m3/kg g) P = 3 MPa dan h = 3320 kJ/kg h) T = 3000C dan u= 1300 kJ/kg i) T = 2750C dan h = 2650 kJ/kg j) T = 1500C dan s = 7.15 kJ/kg-K.

    2.6 Suatu tangki mempunyai volume 0.5 m3 dan berisi 2.5 kg campuran cairan

    dan uap jenuh dalam keadaan kesetimbangan pada tekanan 0.6 MPa. Tentukan: a) massa dan volume uap; b) massa dan volume cairan

    2.7 Sebuah tangki kaku berisi uap ammonia jenuh pada 10 0C. Kalor

    dimasukkan kedalam sistem sehingga temperaturnya mencapai 30 0C. Berapa tekanan akhirnya?

    2.8 Tiga kilogram oksigen berada didalam sebuah tangki dengan volume 0.2

    m3. Temperaturnya 250 K. Tentukan tekanannya, dengan menggunakan: a. Tabel uap b. Persamaan keadaan gas ideal c. Persamaa keadaan Van der Waals d. Persamaan keadaan Beattie-Bridgeman

    Bandingkan dan diskusikan hasil yang diperoleh 2.9 Lima kilogram nitrogen ditempatkan didalam tangki dengan volume 0.3 m3.

    Tekanannya 1.5 MPa. Tentukan temperaturnya, dengan menggunakan: a. Tabel uap b. Persamaan keadaan gas ideal c. Persamaan keadaan Van der Waals d. Persamaan keadaan Beattie-Bridgeman

    Bandingkan dan diskusikan hasil yang diperoleh

  • 27

    2.10 Tiga kilogram nitrogen berada didalam sebuah tangki dengan volume 0.2 m3. Temperaturnya 250 K. Tentukan tekanannya, dengan menggunakan:

    a. Tabel uap b. Persamaan keadaan gas ideal c. Persamaa keadaan Van der Waals d. Persamaan keadaan Beattie-Bridgeman

    Bandingkan dan diskusikan hasil yang diperoleh 2.11 Lima kilogram oksigen ditempatkan didalam tangki dengan volume 0.3 m3.

    Tekanannya 1.5 MPa. Tentukan temperaturnya, dengan menggunakan: a. Tabel uap b. Persamaan keadaan gas ideal c. Persamaan keadaan Van der Waals d. Persamaan keadaan Beattie-Bridgeman

    Bandingkan dan diskusikan hasil yang diperoleh

  • 28

    BAB 3

    HUKUM THERMODINAMIKA

    Pada bab ini akan dibahas Hukum Thermodinamika Pertama dan Kedua

    namun karena kaitannya yang erat maka akan terlebih dahulu dikemukakan

    konsep kerja kompressibel (thermodinamika) dan kalor.

    3.1 KERJA DAN KALOR

    3.1.1 Kerja Kompressibel (thermodinamika)

    Pada mekanika, kerja didefinisikan sebagai suatu gaya F yang bekerja

    melalui pemindahan x, dimana pemindahan tersebut searah dengan gaya

    tersebut. Maka dapat dituliskan:

    1W2 = 1 2 F(x) dx

    Dimana: F(x) : gaya, [N] atau [kN]

    dx : elemen jarak, [m]

    1W2 : kerja, [J] atau [kJ]

    Pada sistem kompresibel (thermodinamika), kerja didefinisikan sebagai

    pengangkatan sebuah beban. Sebagai illustrasi perhatikan sebuah sistem gas

    yang berada didalam silinder dan piston ( Gambar 3.1).

    Bila piston bergerak kebawah sejarak dL, maka kerja,

    1W2 = 12 F dL

    tetapi F = P A

    P : tekanan, [kPa]

    A: luas, [m2]

    maka 1W2 = 12 P A dL

    atau 1W2 = 12 P dV yang merupakan rumus umum kerja.

    dV: elemen volume

  • 29

    Gambar 3.1. Contoh kerja pada suatu sistem thermodinamika

    Catatan:

    a. P adalah fungsi dari V, atau P = P (V)

    b. Untuk mengintegralkan rumus diatas, hubungan antara P dan V harus

    diketahui

    c. Kerja dapat dinyatakan sebagai luas pada diagram P- V (lihat Gambar

    3.2)

    d. Kerja adalah fungsi dari kondisi awal dan akhir dan juga fungsi dari

    proses.

    Bentuk differensialnya, W dan 12 W = 1W2

    e. Kerja yang dilakukan pada sistem (kompressible) adalah negatif (-)

    Kerja yang dilakukan oleh sistem (ekspansi) adalah positif (+)

    f. 1W2 = 12 P dV , satuannya [J] atau [kJ]

    1w2 = 12 P dv , satuannya [J/kg] atau [kJ/kg]

    piston

    1

    silinder

    2

    Sistem P

    A

    dL

  • 30

    Gambar 3.2 Kerja sebagai luas pada diagram P V

    Contoh soal 3.1:

    Perhatikan sebuah sistem berupa gas didalam silinder, seperti pada

    Gambar 3.3, yang dilengkapi dengan sebuah piston dan sejumlah beban kecil

    diatasnya. Tekanan awal 200 kPa dan volume awal gas 0.04 m3.

    Gambar 3.3 Sistem gas didalam silinder

    silinder

    beban

    piston

    sistem P

    P

    1

    2

    V

  • 31

    a. Silinder dan gas dipanaskan sampai volume akhir 0.1 m3 sementara

    tekanan tetap konstan. Tentukan kerja yang dilakukan oleh sistem selama

    proses.

    Jawaban : Karena tekanan tetap konstan,

    1W2 = P 12 dV = P V|1

    2

    = P (V2 V1) = 200 (0.1 - 0.04) = 12.0 kJ

    b. Perhatikan suatu sistem, pemanasan, dan kondisi awal yang sama, tetapi

    beban dipindahkan secara beraturan dari piston sehingga tercapai hubungan

    antara tekanan dan volume sebagai PV = konstan. Untuk volume akhir 0.1 m3,

    tentukan kerja yang dilakukan.

    Jawaban: Karena P V = konstan = P1 V1 = P2 V2 , maka P = P1 V1 / V

    dan

    1W2 = P1 V1 12 1/V dV = P1V1 ln (V2/V1)

    = 200 x 0.04 ln (0.1/0.04) = 7.33 kJ

    c. Perhatikan sistem, pemanasan, dan kondisi awal yang sama, tetapi beban

    dipindahkan secara beraturan dari piston sehingga tercapai hubungan antara

    tekanan dan volume sebagai PV1.3 = konstan. Untuk volume akhir 0.1 m3,

    tentukan kerja yang dilakukan.

    Jawaban: Anggap n = 1.3 (dilakukan agar rumus yang diperoleh nantinya dapat

    digunakan secara umum untuk berbagai nilai n)

    Karena P Vn = konstan = P1 V1n = P2 V2

    n = C ( n = 1.3) ,

    maka P2 = P1 (V1 / V2)n = 200 (0.04/0.1)1.3 = 60.77 kPa

    dan P = C/Vn

    maka 1W2 = C 12 1/Vn dV = C [V1-n /(1-n)]1

    2 = C[V21-n - V1

    1-n]/(1-n)

    = (P2 V2 - P1V1)/(1-n) = (60.77 x 0.1 - 200x 0.04)/(1 - 1.3)

    = 6.41 kJ

    d. Perhatikan sebuah sistem dan kondisi awal yang sama, tetapi piston

    ditahan tetap ditempat sehingga volume tetap konstan. Selanjutnya, kalor

  • 32

    ditransfer dari sistem sehingga tekanannya turun sampai 100 kPa.

    Tentukan kerja .

    Jawaban: W = P dV , karena volume konstan maka dV = 0 dan 1W2 = 0

    Dengan demikian perlu selalu diingat bahwa pada proses volume konstan,

    kerja kompressibel selalu sama dengan nol.

    Selanjutnya masing-masing proses dari keempat kasus diatas dapat

    diperlihatkan pada diagram P - V pada Gambar 3.4.

    Gambar 3.4 Diagram P V untuk kerja dengan berbagai proses.

    3.1.2 Kalor

    Pada thermodinamika, panas atau kalor didefinisikan sebagai bentuk energi

    yang dapat ditransfer melalui perbatasan (boundary) dari suatu sistem pada

    temperatur tertentu ke sistem lain (atau sekeliling) pada temperatur yang lebih

    rendah (perpindahan karena adanya perbedaan temperatur).

    Simbol yang digunakan adalah Q dengan satuan [J] atau [kJ]. Kalor,

    seperti halnya dengan kerja, adalah fungsi dari lintasan/proses (dan kondisi

    2d

    V

    2b

    2a 1

    100

    200

    P

    0.0 4 0.1

    2c

  • 33

    awal dan akhir), karena itu differensialnya ditulis sebagai Q dan bila

    diintegralkan,

    12 Q = 1Q2

    adalah kalor yang dipindahkan selama proses dari 1 ke 2 dan satuannya adalah

    [J ] atau [kJ]

    Laju perpindahan kalor dari dan atau ke suatu sistem dinyatakan dengan

    Q = Q/dt [W] atau [kW]

    Kalor yang dipndahkan persatuan massa , q = Q/m [J/kg] atau [kJ/kg]

    Konvensi tanda untuk Kerja dan Kalor:

    Kalor yang ditransfer ke sistem adalah positif (+)

    Kalor yang ditransfer dari sistem adalah negatif (-)

    Kerja yang dilakukan pada sistem adalah negatif (-)

    Kerja yang dilakukan oleh sistem adalah positif (+)

    Gambar 3.5 Konvensi tanda pada kerja dan kalor

    3.2 HUKUM THERMODINAMIKA PERTAMA

    Dikenal juga sebagai hukum kekekalan energi bahwasanya energi tak

    dapat diciptakan atau dimusnahkan tetapi hanya dapat dialihkan dari satu bentuk

    ke bentuk yang lainnya.

    Q(+)

    W (+)

    W(-)

    Q (-)

    Sistem

  • 34

    Ada tiga bentuk pernyataan hukum pertama, yaitu:

    a. Untuk sistem yang mengalami siklus

    b. Untuk sistem yang mengalami perobahan keadaan (proses)

    c. Untuk sistem terbuka (volume kontrol)

    3.2.1 Hukum Thermodinamika Pertama untuk Sistem yang Mengalami

    Siklus

    Hukum ini menyatakan bahwa pada suatu sistem yang mengalami siklus

    maka integral siklus dari kalor berbanding lurus dengan integral siklus dari kerja.

    Atau dengan kata lain netto pemindahan kalor didalam suatu siklus sama dengan

    netto kerjanya. Dalam bentuk matematikanya:

    Je Q = W

    dimana Je adalah faktor konversi satuan kalor ke satuan kerja, yaitu:

    Je = 1 untuk sistem SI , atau 1 J = 1 N m

    Je = 778 untuk sistem British, atau 1 Btu = 778 lbf ft

    3.2.2 Hukum Thermodinamika Pertama untuk Sistem yang Mengalami

    Proses

    Perhatikan sistem yang mengalami proses dari keadaan 1 ke 2 (Gambar

    3.6).

    Gambar 3.6 Suatu sistem yang mengalami proses dari keadaan 1 ke 2

    P

    V

    2

    1

  • 35

    Maka Hukum Pertama dapat dituliskan sebagai berikut:

    Q = dE + W , [J] atau [kJ]

    Dimana: E : adalah energi dari sistem = U + KE + PE

    U : energi dalam

    KE : energi kinetik = m2

    : kecepatan, [m/s]

    PE : energi potensial = mgz

    z : ketinggian, [m]

    Integralkan persamaan diatas dari keadaan 1 ke keadaan 2, akan

    menghasilkan:

    1Q2 = E2 - E1 + 1W2 , atau

    1Q2 = U2 - U1 + m (22 - 1

    2) + mg (z2 - z1) + 1W2 , [J] atau [kJ]

    Dalam bentuk per unit massa :

    1q2 = u2 - u1 + (22 - 1

    2) + g (z2 - z1) + 1w2 , [J/kg] atau [kJ/kg]

    Umumnya, KE dan PE sangat kecil bila dibandingkan dengan

    suku lainnya pada persamaan diatas, oleh karena itu dapat diabaikan sehingga

    diperoleh:

    1Q2 = U2 - U1 + 1W2

    dan

    1q2 = u2 - u1 + 1w2

    Contoh soal 3.2:

    Sebuah tangki berisi fluida yang diaduk-aduk dengan sebuah pengaduk

    roda. Kerja input dari pengaduk 6000 kJ. Kalor yang dipindahkan dari tangki

    2000 kJ. Anggap tangki dan fluida sebagai sistem, tentukan perobahan energi

    dalam.

  • 36

    Gambar 3.6. Fluida yang diaduk didalam tangki sebagai sistem

    Jawaban: Hukum thermodinamika untuk sistem yang mengalami proses:

    1Q2 = U2 - U1 + 1W2

    - 2000 = U2 - U1 - 6000

    Maka beda energi dalam, U2 - U1 = 4000 kJ

    Contoh soal 3.3:

    Sebuah tangki mempunyai volume 5 m3 dan berisi 0.05 m3 cairan dan 4.95

    m3 uap air pada 0.1 MPa. Tangki dan isinya dipanaskan sampai seluruh isi

    tangki berubah menjadi uap jenuh. Tentukan banyaknya kalor yang masuk pada

    proses ini.

    Gambar 3.7 Pemanasan sebuah tangki

    Fluida

    W = - 6000 kJ

    Q = - 2000 kJ

    Sumber Kalor

    Uap. jenuh

    cairan

    Uap. jenuh

  • 37

    Jawaban: Anggap massa total didalam tangki sebagai sistem, maka hukum

    thermodinamika pertama dengan mengabaikan KE dan PE adalah:

    1Q2 = U2 - U1 + 1W2

    Karena tidak ada kerja maka 1Q2 = U2 - U1

    Energi dalam pada kondisi awal (campuran cairan dan uap)

    U1 = mg1 ug1 + mf1 uf1

    Dengan menggunakan Tabel uap dapat diperoleh:

    massa uap pada keadaan awal, mg1 = Vg1 /vg1 = 4.95/1.6940 = 2.92 kg

    massa cairan pada keadaan awal, mf1 = Vf1 /vf1 = 0.05/0.001043 = 47.94 kg

    dan massa total, m1 = mg1 + mf1 = 50.86 kg

    Sehingga energi dalam awal,

    U1 = 2.92 (2506.1) + 47.94 (417.36) = 27326 kJ

    Karena tidak ada perobahan volume total dan massa, maka volume spesifik

    akhir diperoleh sebagai, v2 = V2/m2 = 5/50.86 = 0.09831 m3/kg

    Karena dalam kondisi uap jenuh maka v2 = vg2 dan dengan menginterpolasi

    Table A1.2 untuk vg2 = 0.09831 m3/kg, energi dalam spesifik kondisi akhir

    dapat diperoleh sebagai ug2 = u2 = 2600.5 kJ/kg. Selanjutnya energi dalam

    kondisi akhir diperoleh sebagai, U2 = m2 u2 = 50.86 (2600.5) = 132261 kJ/kg

    Dengan demikian kalor yang masuk adalah,

    1Q2 = 132261 - 27326 = 104935 kJ

    3.2.3 Hukum Thermodinamika Pertama untuk Sistem Terbuka

    Untuk sistem terbuka sebagaimana terlihat pada Gambar 3.8, rumus hukum

    Thermodinamika pertama secara umum dapat dituliskan sebagai:

    Q + mi (hi + i2/2 + gzi) = dE/dt + m

    e (he + e

    2/2 + gze) + W , [kW]

    Tanda penjumlahan ( ) dimaksudkan untuk mengakomodir penjumlahan

    energi yang dibawa oleh massa yang masuk maupun yang keluar karena massa

    yang masuk maupun yang keluar masing-masing dapat lebih dari satu.

  • 38

    Gambar 3.8 Sistem Terbuka

    a. Kondisi stedi dE/dt = 0

    b. Kondisi stedi dengan satu aliran masuk dan satu aliran keluar, maka

    mi = me = m

    dan rumusnya menjadi:

    Q + m (hi + i2/2 + gzi) = m

    (he + e

    2/2 + gze) + W , [kW]

    c. Dalam bentuk per unit massa

    q + hi + i2/2 + gzi = he + e

    2/2 + gze + w , [kJ/kg]

    Contoh soal 3.4:

    Perhatikan sebuah turbin uap sebagai sistem terbuka dengan dua aliran

    masuk dan satu aliran keluar (disertai data) pada Gambar 3.9. Untuk kondisi

    stedi dan kalor yang keluar dari turbin sebesar 50 kW, tentukan daya output

    turbin uap.

    i1 i2 E

    m, kg/s 1.2 0.3 1.5

    P, MPa 4 2 0.4

    T, oC 400 300 Sat

    , m/s 50 100 200

    z, m 4 6 2

    mi

    i Ti Pi zi

    Q

    W

    Sistem me

    e Te Pe ze

  • 39

    Gambar 3.9. Turbin uap sebagai sistem terbuka

    Jawaban: Hukum pertama dapat dituliskan sebagai: Q + mi1(hi1 + i1

    2 /2 + gzi1) + mi2(hi2 + i22/2 + gzi2) = me(he + e

    2/2 + gze) + W

    Nilai hi1, hi2, dan he diperoleh dari tabel uap berdasarkan data tekanan dan

    temperatur, sehingga dieproleh:

    -50+1.2[3213.6+502/2000+9.8(4)/1000]+0.3 [3023.5+1002/2000+9.8(6)/1000] =

    1.5 [2738.6 + 2002/2000 + 9.8(2)/1000] + W

    Dan daya output turbin diperoleh sebagai: W = 578.5 kW

    Catatan:

    a. Angka pembagi 2000 dan 1000 pada energi kinetik dan energi potensial

    adalah faktor konversi satuan energi untuk membuat semua suku sama

    dalam satuan [kW].

    b. Sebenarnya, nilai energi kinetik dan energi potensial sangat kecil bila

    dibandingkan dengan suku yang lainnya. Dalam banyak hal mereka

    dapat diabaikan.

    3.3 HUKUM THERMODINAMIKA KEDUA

    Dari pembahasan Hukum Thermodinamika Pertama pada sub-bab

    sebelumnya ada beberapa yang perlu diperhatikan sebelum melakukan

    pembahasan Hukum Thermodinamika Kedua, yaitu:

    Q e

    i2 i1

    W

    Turbin uap

  • 40

    a. Integral siklus dari kalor/panas sama dengan integral siklus dari kerja

    b. Tidak/belum ada pembatasan arah aliran kalor dan kerja

    c. Pembatasan akan muncul sebagai akibat dari Hukum Thermodinamika

    Kedua

    d. Suatu siklus dapat/akan terjadi bila kedua Hukum Thermodinamika

    dipenuhi.

    Hukum Thermodinamika Kedua tidak terdapat dalam bentuk matematika

    namun dapat dinyatakan dengan dua pernyataan klasik, yaitu: pernyataan

    Kelvin-Planck dan pernyataan Clausius

    3.3.1 Pernyataan Kelvin-Planck

    Tidak mungkin untuk membuat suatu alat/mesin yang beroperasi

    dengan suatu siklus tertentu dan tidak menghasilkan efek selain dari

    pengangkatan sebuah beban dan pertukaran kalor dengan sebuah sumber

    kalor.

    Implikasi dari pernyataan ini pada mesin kalor seperti pada Gambar 3.10.

    Gambar 3.10 Sketsa mesin kalor.

    W

    QL

    QH

    Sumber kalor, TL

    Sumber kalor, TH

    MK

    - MK : mesin kalor - TH > TL - Kesetimbangan energi

    QH = W + QL - QL ada (QL > 0) maka W < QH - Prestasi dinyatakan dengan

    efisiensi thermal sebagai: th = W/QH = (QH QL)/QH

    th = (1 QL/QH) < 1

  • 41

    3.3.2 Pernyataan Clausius

    Tidak mungkin untuk membuat suatu alat/mesin yang beroperasi

    dengan suatu siklus tertentu dan menghasilkan efek selain dari pemindahan

    kalor dari suatu benda yang bertemperatur lebih rendah ke benda lain yang

    bertemperatur lebih tinggi.

    Implikasi dari pernyataan ini pada mesin pendingin (refrijerasi) seperti

    pada Gambar 3.11.

    Gambar 3.11 Sketsa mesin pendingin

    Pada mesin kalor efisiensi thermal selalu lebih kecil dari satu, tetapi

    pada mesin pendingin COPnya dapat lebih kecil dari satu, dapat sama dengan

    satu, dan dapat lebih besar dari satu bergantung kepada nilai QH/QL.

    Yang pasti nilai QH/QL > 1 dan

    bila QH/QL < 2 COP = > 1

    bila QH/QL = 2 COP = = 1

    bila QH/QL > 2 COP = < 1

    Mesin yang baik/efisien tentu yang mempunyai COP () > 1(setinggi mungkin).

    W

    QL

    QH

    Sumber kalor, TH

    MP

    - MP : mesin pendingin

    - TH > TL

    - Kesetimbangan energi: W + QL = QH

    - W > 0 (untuk memindahkan kalor dari TL ke TH)

    - Prestasi dinyatakan dengan koefisien prestasi

    COP= = QL/W= QL/(QH - QL) COP = = 1/ (QH/QL - 1)

    Sumber kalor, TL

  • 42

    3.3.3 Efisiensi Thermal Maksimum dan COP Maksimum

    Dari uraian sebelumnya nilai th < 1 dan nilai COP dapat > 1, pertanyaan

    yang muncul: berapakah nilai maksimum masing-masing efisiensi (mesin kalor)

    dan COP (mesin pendingin) pada pasangan TH dan TL tertentu?. Jawabannya

    adalah Siklus Carnot yang dapat menghasilkan nilai maximum efisiensi dan

    COP pada pasangan TH dan TL tertentu. Nilai maksimum masing-masing dapat

    ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

    a. Mesin kalor

    Umumnya, th = W/QH = 1 - QL/QH

    Untuk siklus Carnot , max = 1 - TL/TH

    b. Mesin Pendingin

    Umumnya, COP = = QL/W = 1/(QH/QL - 1)

    Untuk siklus Carnot, COPmax = max = 1/(TH/TL - 1)

    Catatan:

    a. Temperatur TH dan TL dinyatakan dalam [K]

    b. QH , QL , dan W [kJ] pada rumus diatas dapat digantikan dengan

    QH , QL

    , dan W

    [kW] atau qH , qL, dan w [kJ/kg]

    Contoh soal 3.5:

    Seorang penemu mengaku telah membuat suatu mesin kalor yang

    beroperasi pada temperatur 400 0C dan 40 0C. Mesin mengggunakan bahan

    bakar dengan nilai kalor pembakaran 44000 kJ/kg. Bila komsumsi bahan

    bakarnya 0.25 kg/s, tentukan daya output maksimum dari mesin. Petunjuk:

    anggap mesin beroperasi sebagai Siklus Carnot.

    Jawaban:

    Daya output maksimum dapat dicapai bila efisiensinya maksimum, yaitu

    max = W max /Q

    H = 1 - TL/TH

    = 1 - (40 + 273)/(400+273)

    = 0.5349 = Wmax /Q H

  • 43

    QH = mbb . Hv = 0.25 (44000) = 11000 kW

    Wmax = 0.5349 QH = 0.5349 . 11000 = 5883.9 kW

    Contoh soal 3.6:

    Seorang penemu mengaku telah membuat suatu mesin pendingin yang

    beroperasi pada temperatur -15 0C and 45 0C. Daya yang dibutuhkan oleh

    kompressor mesin 200 kW. Tentukan efek refrijerasi maksimum dari mesin.

    Petunjuk: anggap mesin beroperai sebagai siklus Carnot.

    Jawaban:

    Efek refrijerasi maksimum dapat dicapai bila koefisien prestasinya maksimum,

    yaitu

    COPmax = max = QLmax /W

    = 1/(TH/TL - 1)

    = 1/[(45 + 273)/(-15 + 273) - 1] = 4.3

    Efek refrijerasi maksimum

    QLmax = 4.3 . W = 4.3 . 200 = 860 kW

    Soal-Soal Bab 3

    3.1 Sejumlah gas ideal dengan berat molekul 26 mengalami suatu proses dari keadaan awal dengan tekanan 0.1 MPa dan temperatur 280C ke keadaan akhir 0.35 MPa. Selama proses hubungan antara tekanan dan volume sebagai Pv = konstan. Diminta: a) volume awal; b) volume akhir dan temperatur akhir; c) kerja yang dilakukan per kg gas.

    3.2 Sejumlah gas ideal dengan berat molekul 23 mengalami suatu proses dari

    keadaan awal dengan tekanan 0.15 MPa dan temperatur 230C ke keadaan akhir 0.45 MPa. Selama proses hubungan antara tekanan dan volume sebagai Pv1.25 = konstan. Diminta a) volume awal; b) volume akhir dan temperatur akhir; c) kerja yang dilakukan per kg gas.

    3.3 Sejumlah gas ideal dengan berat molekul 28 mengalami suatu proses dari

    keadaan awal dengan tekanan 0.40 MPa dan temperatur 1330C ke keadaan akhir 0.12 MPa. Selama proses hubungan antara tekanan dan volume sebagai Pv1.35 = konstan. Diminta: a) volume awal; b) volume akhir dan temperatur akhir; c) kerja yang dilakukan per kg gas.

    3.4 Sejumlah gas ideal dengan berat molekul 32 mengalami suatu proses dari keadaan awal dengan tekanan 0.1 MPa dan volume 1.3 m3/kg ke keadaan akhir 0.5 m3/kg. Selama proses hubungan antara tekanan dan volume

  • 44

    sebagai Pv1.45 = konstan. Diminta: a) temperatur awal; b) tekanan akhir dan temperatur akhir; c) kerja yang dilakukan per kg gas.

    3.5 Sejumlah gas ideal dengan berat molekul 21 mengalami suatu proses dari

    keadaan awal dengan temperatur 280C dan volume 0.28 m3/kg ke keadaan akhir 0.35 MPa. Selama proses hubungan antara tekanan dan volume sebagai Pv = konstan. Diminta: a) tekanan awal; b) volume akhir dan temperatur akhir; c) kerja yang dilakukan per kg gas.

    3.6 Uap air dengan massa 0.7 kg ditempatkan di dalam sebuah silinder yang

    dilengkapi dengan piston bebas gesekan. Volume awal 0.1 m3 dan tekanan awal 0.5 MPa. Silinder dan isinya kemudian dipanaskan sampai temperatur 3000C sementara tekanan tetap konstan. Diminta: a) Kerja; b) beda energi dalam dan beda entalpi; c) kalor yang masuk.

    3.7 Uap air dengan massa 0.6 kg ditempatkan di dalam sebuah silinder yang

    dilengkapi dengan piston bebas gesekan. Volume awal 0.05 m3 dan tekanan awal 0.5 MPa. Silinder dan isinya kemudian dipanaskan dengan volume tetap konstan sampai uap menjadi jenuh. Diminta: a) tekanan dan temperatur akhir b) Kerja; c) beda energi dalam dan beda entalpi; d) kalor yang masuk.

    3.8 Sebuah tangki kaku berisi 7 kg uap jenuh oxigen pada temperature 130 K.

    Tangki dan isinya kemudian didinginkan sampai 80 K. Diminta: a) Tekanan dan volume pada awal dan akhir proses; b) Kalor yang keluar selama pendinginan.

    3.9 Sebuah silinder yang dilengkapi dengan piston bebas gesekan mempunyai

    volume awal 0.15 m3, berisi udara pada 0.2 MPa dan 300C. Piston kemudian bergerak menekan udara didalam silinder sampai 1.2 MPa dan 2000C. Selama proses kompressi, silinder serta isinya dipanaskan dan kerja pada piston/udara sebesar 25 kJ. Tentukan kalor yang masuk.

    3.10 Tuliskan formulasi Hukum Thermodinamika pertama untuk sistem

    terbuka dengan kondisi stedi, untuk: a) satu aliran massa masuk dan dua aliran massa keluar; b) dua aliran massa masuk dan dua aliran mass keluar.

    3.11 Pada sebuah turbin uap yang dianggap sebagai sistem terbuka, uap masuk

    pada 4 MPa dan 5000C dengan laju aliran massa 2.2 kg/s, kecepatan 60 m/s, dan ketinggian 8 m. Uap keluar dua kali: pertama pada 2 MPa dan 300 0C dengan laju aliran massa 0.8 kg/s, kecepatan 120 m/s, dan ketinggian 5 m; kedua sisa uap keluar pada 0.15 MPa dalam keadaan jenuh, kecepatan 250 m/s, dan ketinggian 3 m. Untuk kondisi stedi

  • 45

    dengan kalor yang keluar dari turbin 35 kW, diminta tentukan daya output turbin.

    3.12 Pada sebuah turbin uap yang dianggap sebagai sistem terbuka, uap masuk

    dua kali: pertama pada 5MPa dan 500 0C dengan laju aliran massa 2.0 kg/s, kecepatan 60 m/s, dan ketinggian 8 m. Pemasukan kedua pada 3 MPa dan 400 0C dengan laju aliran massa 0.8 kg/s, kecepatan 80 m/s, dan ketinggian 10 m. Uap juga keluar dua kali: pertama pada 2 MPa dan 250 0C dengan laju aliran massa 0.9 kg/s, kecepatan 130 m/s, dan ketinggian 5 m; kedua sisa uap keluar pada 0.20 MPa dalam keadaan jenuh, kecepatan 250 m/s, dan ketinggian 3 m. Untuk kondisi stedi dengan kalor yang keluar dari turbin 55 kW, diminta daya output turbin.

    3.13 Suatu mesin kalor beroperasi pada temperatur 350 0C dan 35 0C menghasilkan daya maksimum sebesar 500 kW. Bahan bakar yang digunakan mempunyai nilai kalor pembakaran sebesar 43000 kJ/kg. Tentukan komsumsi bahan bakar minimum dari mesin ini. Anggap mesin ini bekerja dengan siklus Carnot.

    3.14 Suatu mesin pendingin yang dianggap bekerja menurut siklus Carnot

    beroperasi pada temperatur 40 0C dan -15 0C serta membutuhkan daya listrik sebesar 75 kW. Tentukan efek refrigerasi dan kalor yang dibuang ke kondensor.

    3.15 Suatu mesin pendingin beroperasi pada temperature -25 0C dan 42 0C .

    Kebutuhan daya mesin pendingin ini disediakan oleh sebuah mesin kalor yang beroperasi pada temperatur 45 0C dan 300 0C serta menggunakan bahan bakar dengan nilai kalor pembakaran 43000 kJ/kg. Bila konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan mesin kalor sebesar 0.27 kg/s, tentukan efek pendinginan maksimum dan kalor yang dibuang kekondensor (untuk mesin pendingin).

    3.16 Suatu mesin pendingin beroperasi pada temperature -20 0C dan 40 0C .

    Kebutuhan daya mesin pendingin ini disediakan oleh sebuah mesin kalor yang beroperasi pada temperatur 40 0C dan 350 0C serta menggunakan bahan bakar dengan nilai kalor pembakaran 43500 kJ/kg. Bila daya kompressor yang yang dibutuhkan mesin pendingin sebesar 320 kWs, tentukan konsumsi bahan bakar minimum yang dibutuhkan oleh mesin kalor.

  • 46

    BAB 4

    PROSES POLITROPIK UNTUK GAS IDEAL

    Karena proses politropik yang akan dibahas pada bab ini khusus untuk

    gas ideal maka terlebih dahulu akan dikemukakan sejumlah informasi tambahan

    mengenai gas ideal sebagai tambahan dari apa yang terdapat pada bab

    sebelumnya. Kemudian akan diikuti dengan pembahasan mengenai proses

    politropik.

    4.1 GAS IDEAL

    4.1.1 Persamaan Keadaan Gas Ideal

    Persamaan keadaan Gas Ideal mempunyai empat bentuk, yaitu

    P v* = R* T

    P v = R T

    P V = n R* T

    P V = m R T

    4.1.2 Panas Jenis

    Pada umumnya panas jenis suatu zat merupakan fungsi dari berbagai

    besaran/sifat thermodinamika. Panas jenis terdiri atas dua, yaitu :

    Panas jenis pada volume konstan, cv = (u/T)v dan

    Panas jenis pada tekanan konstan, cP = (h/T)P

    Dengan pengertian bahwa energi dalam spesifik u dan entalpi spesifik h

    adalah fungsi dari tekanan, temperatur, volume spesifik, dan entropi spesifik,

    atau:

    u = u (P, T, v, s) dan h = h (P, T, v, s)

    Khususnya untuk gas ideal dan berdasarkan teori kinetik gas, energi

    dalam u hanya merupakan fungsi dari T saja, atau u = u (T). Dari definisi

    entalpi,

    h = u + Pv = u (T) + R T = h (T) , maka entalpi juga adalah fungsi dari

    temperatur saja.

  • 47

    Dengan demikian definisi dari panas jenis khususnya untuk gas ideal

    berobah menjadi:

    cv = du/dT dan cP = dh/dT

    atau du = cv dT dan bila diintegralkan u2 - u1 = cv (T2 - T1)

    juga dh = cP dT dan bila diintegralkan h2 - h1 = cP (T2 - T1)

    4.1.3 Hubungan Antara cv , cP , dan R untuk Gas Ideal

    Dari definisi entalpi, h = u + Pv = u + R T dan bila didifferensialkan

    akan menghasilkan dh = du + R dT.

    Karena dh = cP dT dan du = cvdT

    Maka cP dT = cv dT + R dT atau

    cP = cv + R atau

    R = cp - cv yang berlaku hanya untuk gas ideal.

    Sebagai contoh, udara: cp = 1.0035 kJ/kg-K

    cv = 0.7165 kJ/kg-K

    R = 0.287 kJ/kg-K

    k = cP/cv = 1.4

    4.2 PROSES POLITROPIK

    Proses politropik untuk gas ideal didefinisikan sebagai:

    PVn = konstan

    dimana n adalah konstante (eksponen politropik) dan nilainya bergantung kepada

    jenis prosesnya.

    4.2.1 Penentuan Nilai Eksponen Politropik

    a. Proses isobarik, nilai n diperoleh dari definisi proses politropik: Bila P =

    konstan, maka Vn = konstan = 1, hanya terjadi bila n = 0. Maka nilai eksponen

    politropik untuk proses isobarik adalah n = 0.

    b. Proses isochorik, nilai n diperoleh dari definisi proses politropik: Bila V =

    konstan, maka P-1/n = V = konstan, hanya terjadi bila -1/n = 0 atau n = .

    Maka nilai eksponen politropik untuk proses isochorik adalah n = .

  • 48

    c. Proses isothermal, nilai n diperoleh dari persamaan keadaan gas ideal (Pv =

    RT) dan definisi proses politropik: Bila T = konstan dan dengan

    membandingkan kedua persamaan ternyata n = 1. Maka nilai eksponen

    politropik untuk proses isothermal adalah n = 1.

    d. Proses isentropik, nilai n = k = cP/cv.

    4.2.2 Kerja Pada Proses Politropik

    Definisi umum kerja kompressibel (thermodinamika) adalah sebagai

    berikut:

    1W2 = 12 P dV

    Untuk proses politropik PVn = C atau P = C V-n

    Maka 1W2 = 12 P dV = 1

    2 C V -n dV

    1W2 = (P2 V2 - P1 V1)/(1 - n) , dan untuk gas ideal

    1W2 = m R (T2 - T1)/(1 - n)

    (hubungan diatas berlaku umum untuk semua harga n kecuali untuk n = 1)

    Khusus untuk n = 1 (proses isothermal) P V = C P = C V-1,

    dan 1W2 = 12 P dV = 1

    2 C V-1 dV

    1W2 = P1V1 ln (V2/V1) (hanya khusus berlaku untuk n = 1)

    Ingat: P1V1 = P2V2 = m R T1 = m R T2 dan V2/V1 = P1/P2

    4.2.3 Perobahan Energi Dalam Pada Proses Politropik

    u2 u1 = cv (T2 - T1) atau

    U2 - U1 = m cv (T2 - T1)

    4.2.4 Kalor yang dipindahkan pada proses politropik

    Berdasarkan Hukum Thermodinamika pertama untuk sistem yang

    mengalami proses dan dengan mengabaikan energi kinetik dan energi potensial

    diperoleh:

    1Q2 = 1W2 + U2 - U1

  • 49

    4

    .2.5

    Ta

    bu

    lasi

    Ker

    ja,

    Per

    ob

    ah

    an

    En

    erg

    i D

    ala

    m,

    da

    n P

    emin

    da

    ha

    n K

    alo

    r p

    ad

    a P

    rose

    s P

    oli

    tro

    pik

    Hu

    bu

    ng

    an

    P

    V

    T

    P =

    C

    P1

    = P

    2

    T/V

    = C

    T

    1/V

    1 =

    T2/

    V2

    V =

    C

    V1

    = V

    2 T

    /P

    = C

    T

    1/P

    1= T

    2/P

    2

    T

    = C

    T

    1 =

    T2

    PV

    = C

    P

    1V1 =

    P2V

    2 =

    m

    R T

    1 =

    m R

    T2

    PV

    k =

    C

    P1V

    1k =

    P2V

    2k

    T

    Vk-

    1 =

    C

    T

    1V1k

    -1 =

    T2V

    2k-1

    T

    /P (k

    -1)/

    k =

    C

    T

    1 / P

    1 (k

    -1)/

    k =

    T2 / P

    2 (k

    -1)/

    k

    1Q

    2

    [kJ]

    m (

    R +

    cv)

    (T

    2 -

    T1)

    = m

    cP (

    T2

    - T

    1)

    = H

    2 -

    H1

    m c

    v (T

    2 -

    T1)

    P1V

    1 ln

    (V

    2/V

    1)

    0

    U2 -

    U1 [k

    J]

    m c

    v (T

    2 -

    T1)

    m c

    v (T

    2 -

    T1)

    0

    m c

    v (T

    2 -

    T1)

    1W

    2 [

    kJ]

    P2V

    2 -

    P1V

    1 =

    m R

    (T

    2 -

    T1)

    0

    P1V

    1 ln

    (V

    2/V

    1)

    (

    P2V

    2 -P

    1V1)

    (1-

    k)

    = m

    R (

    T2

    - T

    1) /

    (1

    k)

    n 0

    1

    k =

    cp/

    c v

    Pro

    ses

    Isob

    arik

    Isoc

    hori

    k

    Isot

    herm

    al

    Isen

    trop

    ik

  • 50

    Contoh soal 4.1:

    Lima kilogram udara dikompresi di dalam suatu silinder dari keadaan awal

    0.1 MPa dan 40 0C ke keadaan akhir 0.3 MPa. Bila proses kompressi secara

    isentropik, tentukan:

    a. Volume awal

    b. Volume dan temperatur akhir

    c. Kerja yang dilakukan, perobahan energi dalam, dan kalor yang dipindahkan

    selama proses

    Jawaban:

    a. Anggap udara sebagai gas ideal, maka volume awal,

    V1 = m R T1/P1 = 5 x 0.287 x (40+273)/100 = 4.492 m3.

    b. Untuk proses isentropik, P1V1k = P2V2

    k, maka volume akhir,

    V2 = V1(P1/P2)1/k = 4.492(0.1/0.3)1/1.4 = 2.049 m3. dan temperatur akhir,

    T2 = P2 V2/m R = 300 x 2.049/(5 x 0.287) = 428.37 K

    c. Kerja yang dilakukan:

    1W2 = m R (T2 - T1)/(1 k)

    = 5 x 0.287 x (428.37 313)/(1 1.4) = - 413.89 kJ

    Perobahan energi dalam:

    U2 - U1 = m cv (T2 - T1) = 5 x 0.7165 x (428.37 313) = 413.31 kJ

    Kalor yang dipindahkan:

    1Q2 = 1W2 + U2 - U1 = - 413.89 + 413.31 0.

    Contoh soal 4.2:

    Tujuh kilogram udara berekspansi dalam silinder dari keadaan awal 0.35

    MPa dan 140 0C ke keadaan akhir 0.15 MPa. Bila proses ekspansi secara

    isothermal, tentukan:

    a. Volume awal

    b. Volume dan temperatur akhir

    c. Kerja yang dilakukan, perobahan energi dalam, dan kalor yang

    dipindahkan selama proses

  • 51

    Jawaban:

    a. Anggap udara sebagai gas ideal, maka volume awal,

    V1 = m R T1/P1 = 7 x 0.287 x (140+273)/350 = 2.371 m3

    b. Untuk proses isothermal, P1V1 = P2V2, maka volume akhir,

    V2 = V1(P1/P2) = 2.371(0.35/0.15) = 5.531 m3 dan temperatur akhir,

    T2 = T1 = 140 0C

    c. Kerja yang dilakukan:

    1W2 = P1V1 ln V2/V1 = 350 x 2.371 ln (5.531/2.371) = 704. 74 kJ.

    Perobahan energi dalam:

    U2 - U1 = m cv (T2 - T1) = 0

    Kalor yang dipindahkan:

    1Q2 = 1W2 + U2 - U1 = 1W2 = 704.74 kJ

    Soal-Soal Bab 4

    4.1 Empat kilogram udara berekspansi secara isentropik di dalam silinder dari keadaan awal 0.55 MPa dan 120 0C ke keadaan akhir 40 0C. Tentukan: a) volume awal; b) volume dan tekanan akhir; c) kerja yang dilakukan, perobahan energi dalam, dan panas yang dipindahkan selama proses.

    4.2 Tiga kilogram udara dikompressi secara isothermal di dalam silinder dari

    keadaan awal 0.15 MPa dan 40 0C ke keadaan akhir 0.9 m3. Tentukan: a) volume awal; b) tekanan akhir; c) kerja yang dilakukan, perobahan energi dalam, dan panas yang dipindahkan selama proses.

    4.3 Sejumlah udara didalam silinder dipanaskan dengan tekanan tetap konstan

    dari keadaan awal 30 0C dan 1.2 m3/kg ke keadaan akhir 85 0C. Tentukan: a) tekanan awal; b) volume akhir per kg udara; c) kerja yang dilakukan, perobahan energi dalam, dan panas yang dipindahkan per kg udara.

    4.4 Sejumlah udara didalam silinder didinginkan dengan volume tetap

    konstan dari keadaan awal 125 0C dan 1.2 MPa ke keadaan akhir 55 0C. Tentukan: a) volume awal; b) temperatur akhir per kg udara; c) kerja yang dilakukan, perobahan energi dalam, dan panas yang dipindahkan per kg udara.

  • 52

    BAB 5

    SIKLUS DAYA UDARA STANDAR

    Berbagai mesin pembakaran dalam seperti motor bensin, motor diesel,

    dan turbin gas dikenal menggunakan fluida kerja berupa gas. Gas ini merupakan

    hasil pembakaran bahan bakar dengan oxigen yang berasal dari udara.

    Sebenarnya fluida kerja mesin ini tidak sepenuhnya homogen sebagai gas,

    karena adanya penggunaan bahan bakar cair, namun karena komposisi udara

    yang jauh lebih besar dan untuk kemudahan dalam analisis thermodinamika

    maka pada umumnya fluida kerja pada siklus mesin pembakaran dalam dianggap

    sebagai udara dan lebih jauh siklusnya disebut sebagai Siklus Daya Udara

    Standar (Air Standard Power Cycles). Lebih lengkapnya berikut ini adalah

    asumsi-asumsi yang diperlukan sebelum melakukan analisis thermodinamika

    terhadap siklus daya udara standar:

    a. Sejumlah massa udara yang konstan dianggap sebagai fluida kerja pada

    keseluruhan siklus, selanjutnya udara dianggap sebagai gas ideal

    b. Proses pembakaran digantikan oleh proses pemindahan kalor dari suatu

    sumber luar.

    c. Siklus dilengkapi dengan pemindahan kalor ke sekeliling (sebagai

    pengganti proses pembuangan dan pemasukan pada mesin aktual)

    d. Semua proses dianggapa reversible internal.

    e. Udara dianggap mempunyai panas jenis yang konstan

    Berikut ini beberapa siklus daya udara stndar yang akan dibahas pada bab

    ini:

    a. Siklus Carnot

    b. Siklus Otto (motor bensin)

    c. Siklus Diesel (mesin diesel)

    d. Siklus Gabungan (mesin diesel)

    e. Siklus Stirling

  • 53

    f. Silkus Ericsson

    g. Siklus Brayton (Turbin Gas)

    h. Siklus Jet propulsi

    5.1 SIKLUS CARNOT

    Siklus Carnot merupakan siklus ideal murni dalam arti kata

    tidak/belum ada mesin aktual dilapangan yang beroperasi dengan menggunakan

    siklus ini. Mesikipun demikian Siklus Carnot sangat penting untuk diketahui dan

    dimengerti karena keistimewaannya sebagaimana yang sudah dikemukakan pada

    bab sebelumnya, yaitu merupakan siklus/mesin kalor yang mempunyai efisiensi

    thermal tertinggi untuk nilai pasangan temperatur operasi (TH dan TL) tertentu.

    Dengan demikan Siklus Carnot dapat dipakai sebagai referensi bagi siklus dan

    atau mesin-mesin lainnya.

    Siklus Carnot terdir atas empat proses, yaitu:

    a. Proses 1 2: ekspansi isothermal (kalor masuk, qm)

    b. Proses 2 3: ekspansi isentropik

    c. Proses 3 4: kompressi isothermal (kalor dibuang/keluar, qk)

    d. Proses 4 1: kompressi isentropik

    Untuk lebih jelasnya Siklus Carnot dengan keempat prosesnya diperlihatkan

    pada diagram P-v dan T-s, seperti pada Gambar 5.1.

    Efisiensi thermal Siklus Carnot sebagaimana halnya siklus mesin kalor

    lainnya ditentukan sebagai:

    th = 1 - qk/qm , atau

    = 1 - TL/TH

    TL (= T3 = T4) dan TH (= T1 = T2) adalah temperatur dalam [K] dimana

    kalor dibuang dari siklus dan kalor dimasukkan pada siklus.

    Efisiensi ini dapat juga dinyatakan dengan rasio tekanan isentropik (rps)

    maupun rasio kompressi isentropik (rvs) yang dapat didefinisikan sebagai berikut:

    Rasio tekanan isentropik:

    rps = P1/P4 = P2/P3 = (T3/T2)k/(1 - k) = (TL/TH)

    k/(1 - k)

  • 54

    Gambar 5.1 Siklus Carnot

    Rasio kompressi isentropik:

    rvs = v4/v1 = v3/v2 = (T3/T2)1/(1-k) = (TL/TH)

    1/(1-k)

    Dengan demikian : th = 1 - rps(1-k)/k = 1 - rvs

    1-k

    Contoh soal 5.1:

    Pada suatu Siklus Carnot kalor masuk ke fluida kerja pada 1100 K

    sebesar 120 kJ/kg dan kalor dibuang/dikeluarkan pada 320 K. Tekanan minimum

    pada siklus 0.1 MPa. Tentukan tekanan pada setiap titik proses, efisiensi dan

    tekanan efektif rata-rata siklus.

    Jawaban:

    P3 = 0.1 MPa T3 = T4 = 320 K T1 = T2 = 1120 K

    Karena proses 2-3 adalah isentropik maka berlaku :

    T2/T3 = 1120/320 = 3.5 = (P2/P3)(k-1)/k = (P2/P3)

    0.286 dan diperoleh

    P2/P3 = 80.21 dan P2 = 0.1 (80.21) = 8.021 MPa.

    Perhatikan proses 1-2 adalah proses isothermal sehingga berlaku:

    1q2 = qm = 120 kJ/kg = RT ln V2/V1 = RT ln P

    = 0.287(1120) ln P1/P2

    v

    qm

    qk

    s

    qm

    qk

    12

    2

    P T

    34

    TH

    TL

    1

    3

    2

    41/P2

  • 55

    Maka diperoleh P1/P2 = 1.4525 dan P1 = 11.651 MPa.

    Karena P2/P3 = P1/P4 = 80.21 maka P4 = 11.651/80.21

    = 0.14526 MPa

    Efisiensi thermal, th = 1 - TL/TH = 1 320/1120

    = 0.7143 = 71.43 %

    Tekanan efektif rata-rata, mep = wnet/volume langkah = wnet/(v3 v1)

    wnet = th x qm = 0.7143 x 120 = 85.716 kJ/kg

    Dari persamaan keadaan gas ideal:

    v3 = RT3/P3 = 0.287 x 320/100 = 0.9184 m3/kg

    v1 = RT1/P1 = 0.287 x 1120/11651 = 0.02759 m3/kg

    Maka diperoleh, mep = 85.716/(0.9184 0.02759) = 96.22 kPa.

    5.2 SIKLUS OTTO

    Siklus Otto merupakan siklus ideal dari motor bensin atau mesin

    pembakaran dalam dengan sistem penyalaan bunga api ( spark-ignition internal

    combustion engines). Mesin semacam ini banyak digunakan sebagai mesin

    kendaraan sepeda motor, mobil penumpang, dan mesin-mesin kecil lainnya.

    Siklus ini diperlihatkan pada diagram P - v and T s, seperti pada

    Gambar 5.2 yang terdiri atas empat proses.

    Keempat proses tersebut adalah:

    a. Proses 1 2: kompressi isentropik

    b. Proses 2 3: pemasukan kalor pada volume konstan (isochorik), qm

    c. Proses 3 4: ekspansi isentropik

    d. Proses 4 1: pe