ARDS

34
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma disertai kerusakan alveolar difus dan akumulasi cairan yang mengandung protein dalam parenkim paru (Sudoyo, 2009). Sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius (Brunner & Suddarth, 2002). ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru. ARDS (syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat, sindrom ini kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan laju mortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami ARDS. ARDS telah menunjukkan hubungan dengan angka kematian hingga setinggi 50% sampai 60% (Doenges, 2000). Faktor resiko yang menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, tranfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosisobat. Perawatan akut secara khusus menangani perawatan

description

ARDS

Transcript of ARDS

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran

alveolar kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma disertai kerusakan alveolar difus

dan akumulasi cairan yang mengandung protein dalam parenkim paru (Sudoyo, 2009).

Sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan oksigen arteri

yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius (Brunner & Suddarth, 2002).

ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba

ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua

belah paru. ARDS (syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat, sindrom

ini kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan laju mortalitas 65%

untuk semua pasien yang mengalami ARDS. ARDS telah menunjukkan hubungan dengan

angka kematian hingga setinggi 50% sampai 60% (Doenges, 2000).

Faktor resiko yang menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma

mayor, tranfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik

toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosisobat. Perawatan akut secara khusus

menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi mekanik (Doenges, 2000).

ARDS juga dapat meningkatkan angka mortalitas sampai 65% sehingga hal ini

membutuhkan penanganan dengan tindakan khusus dari perawat untuk mencegah

memburuknya kondisi kesehatan klien. Hal tersebut dikarenakan klien yang

mengalami ARDS dalam kondisi gawat yang dapat mengancam jiwa klien.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membahas tentang ARDS yang

dapat meningkatkan angka mortalitas. Dengan konsentrasi ilmu dari penulis adalah

keperawatan maka makalah ini akan membahas makalah secara khusus yang berjudul

“Penatalaksanaan Klien Dengan ARDS”.

B. Rumusan Masalah

Penulisan makalah ini mempunyai beberapa rumusan masalah, antara lain adalah:

1. Apa definisi atau pengertian dari ARDS?

2

2. Apa etiologi ARDS?

3. Bagaimana patofisiologi dari ARDS?

4. Apa manifestasi klinik dari ARDS?

5. Komplikasi yang terjadi pada klien dengan ARDS?

6. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan ARDS?

7. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan pada klien dengan ARDS?

8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien ARDS?

C. Tujuan

Penulisan makalah ini mempunyai beberapa tujuan, antara lain adalah:

1) Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang definisi, etiologi, patofisiologi,

manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan klien

dengan ARDS

2) Memberikan pengetahuan tentang asuhan keperawatan klien ARDS, diagnosa, dan

intervensi keperawatan

D. Manfaat

Manfaat penyusunan makalah ini adalah memperoleh pengetahuan tentang

definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang

dan penatalaksanaan klien ARDS. Selain itu, pengetahuan tersebut nantinya dapat

diterapkan secara tepat dalam memberikan penanganan kegawatdaruratan jika terjadi

masalah ARDS pada klien dan dapat memberikan asuhan keperawatan klien ARDS

dengan tepat.

3

BAB II

ISI

A. Definisi

ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas

membran alveolar – kapiler terhadap air, larutan, dan protein plasma, disertai kerusakan

alveolar difus, dan akumulasi cairan yang mengandung protein dalam parenkim paru

(Sudoyo, 2009).

Dasar definisi dipakai konsensus Komite Konferensi ARDS Amerika-Eropa

tahun 1994 terdiri dari:

1. Gagal napas dengan onset akut

2. Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang diinspirasi

(PaO2 / FIO2) < 200 mmHg-hipoksia berat.

3. Radiografi torak: infiltrat alveolar bilateral yang sesuai dengan edema paru

4. Tekanan baji kapiler pulmoner (pulmonary capillary wedge pressure) < 18 mmHg,

tanpa tanda klinis adanya hipertensi atrial kiri/tanpa adanya tanda gagal jantung kiri

(Sudoyo, 2009).

Gambar 1. Gambaran ARDS

Bila PaO2 / FIO2 antara 200-300 mmHg, maka disebut Acute Lung Injury

(ALI).Acute Lung Injury (ALI) dan ARDS didiagnosis ketika bermanifestasi sebagai

4

kegagalan pernapasan berbentuk hipoksemi akut bukan karena peningkatan tekanan

kapiler paru (Sudoyo, 2009).

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), Sindrom Gawat Napas Dewasa (ARDS), juga

dikenal dengan edema paru nonkardiogenik, adalah sindrom klinis yang ditandai dengan

penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera

serius. ARDS biasanya membutuhkan ventilasi mekanis yang lebih tinggi dari tekanan

jalan napas normal.

B. Etiologi

Gambar 2. Eiologi, Tanda dan gejala ARDS

Menurut Smeltzer dan Bare, (2002), faktor – faktor etiologi yang berhubungan dengan

ARDS:

1. Aspirasi (sekresi lambung, tenggelam, hidrokarbon)

2. Kelainan hematologik (koagulasi intravascular diseminata, transfuse massif, pirau

jantung paru)

3. Inhalasi oksigen konsentrasi tinggi berkepanjangan, asap, atau bahan korosif

4. Infeksi setempat (pneumonia bakteri, jamur, virus)

5. Kelainan metabolik (pankreatitis, uremia)

6. Syok (sembarang penyebab)

7. Trauma (kontusia paru, fraktur multiple, cedera kepala)

8. Bedah mayor

9. Embolisme lemak atau udara

10. Sepsis sistemik

5

C. Manifestasi Klinis

Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi selama bernapas

spontan.Frekuensi pernapasan sering kali meningkat secara bermakna dengan ventilasi

menit tinggi.Sianosis dapat atau tidak terjadi.Hal ini harus diingat bahwa sianosis adalah

tanda dini dari hipoksemia.

Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:

1) Distres pernafasan akut: takipnea, dispnea , pernafasan menggunakan otot aksesoris

pernafasan dan sianosis sentral.

2) Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam sampai seharian.

3) Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor,

wheezing.

4) Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam pikir dan agitasi sampai koma.

5) Auskultasi jantung: bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop

(Asih, 2003).

Sindroma gawat pernafasan akut terjadi dalam waktu 24-48 jam setelah

kelainan dasarnya. Mula-mula penderita akan merasakan sesak nafas, bisanya berupa

pernafasan yang cepat dan dangkal. Karena rendahnya kadar oksigen dalam darah, kulit

terlihat pucat atau biru, dan organ lain seperti jantung dan otak akan mengalami kelainan

fungsi. Hilangnya oksigen karena sindroma ini dapat menyebabkan komplikasi dari

organ lain segera setelah sindroma terjadi atau beberapa hari/minggu kemudian bila

keadaan penderita tidak membaik.

Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan komplikasi

serius seperti agal ginjal.Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir dengan

kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan selamat. Karena

penderita kurang mampu melawan infeksi, mereka biasanya menderita pneumonia

bakterial dalam perjalanan penyakitnya.Gejala lainnya yang mungkin ditemukan cemas,

merasa ajalnya hampir tiba, tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah

disertai oleh kegagalan organ lain), dan penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan

gejalanya karena tampak sangat sakit.

D. Patofisiologi

ARDS terjadi akibat cedera pada membran kapiler alveolar yang mengakibatkan

kebocoran cairan ke dalam ruang interstisial alveolar dan perubahan dalam jarring –

jaring kapiler.Terdapat ketidakseimbangan ventilasi perfusi yang jelas akibat kerusakan

6

pertukaran gas dan pengalihan ekstensif darah dalam paru – paru.ARDS menyebabkan

penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps

alveolar.Komplians paru menjadi sangat menurun (paru-paru kaku).Akibatnya adalah

penurunan karakteristik dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat, dan

hipokapnia (Smeltzer dan Bare, 2002).

Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS:

1. Fase Eksudatif : fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium,

inflamasi, dan eksudasi cairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.

2. Fase Proliferatif : terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi

fibroblast, sel tipeII, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding alveolus dan

perubahan eksudat perdarahan menjadi jaringan granulasi seluler/membran

hialin.Fase proliferatif merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa mulai sembuh

atau menjadi menetap, adaresiko terjadi lung rupture (pneumothorax).

3. Fase Fibrotik/Recovery : jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami

remodeling dan fibrosis.Fungsi paru berangsurangsur membaik dalam waktu 6 – 12

bulan, dan sangat bervariasiantar individu, tergantung keparahan cederanya.

Perubahan patofisiologi berikut ini mengakibatkan sindrom klinis yang dikenal

sebagai ARDS (Farid, 2006):

1. Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complement ca scade menjadi aktif

yangselanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.

2. Cairan, lekosit, granular, eritrosit, makrofag, sel debris, dan protein bocor kedalam

ruanginterstisiel antar kapiler dan alveoli dan pada akhirnya kedalam ruang alveolar.

3. Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli maka area

permukaan untuk pertukaran oksigen dan CO2 menurun sehingga mengakibatkan

rendahnyan rasio ventilasi- perfusi dan hipoksemia.

4. Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga

mengakibatkanhipokapnea dan alkalosis resiratorik.

5. Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel yang

tidak menghasilkan surfaktan ,dengan demikian meningkatkan tekanan pembukaan

alveolar.

ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami trauma

fisik,meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera sebelum

awitan,misalnya awitan mendadak seperti infeksi akut. Biasanya terdapat periode laten

sekitar 18-24 jam dari waktu cedera paru sampai berkembang menjadi gejala. Durasi

7

sindrom dapat dapat beragam dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Pasien yang

tampak sehat akan pulih dari ARDS.

Sedangkan secara mendadak relaps kedalam penyakit pulmonary akut

akibat serangansekunder seperti pneumotorak atau infeksi berat (Yasmin Asih.Hal

125).Sebenarnya sistim vaskuler paru sanggup menampung penambahan volume darah

sampai 3 kalinormalnya, namun pada tekanan tertentu, cairan bocor keluar masuk ke

jaringan interstisiel danterjadi edema paru (Tambayog, 2000).

Secara pathofisiologi terjadinya ARDS dapat dijelaskan sebagai berikut:

Kerusakan sistemik

Pe ↓ perfusi jaringan

Hipoksia seluler

Pelepasan faktor-faktor biokimia

( enzim lisosom, vasoaktif, system komplemen, asam metabolic, kolagen, histamine )

Pe ↑ permiabilitas kapiler paru

Pe ↓ aktivitas surfaktan

8

Edema interstisial alveolar paru

Kolaps alveolar yang progresif

Pe ↓ compliance paru

Stiff lung

Pe ↑ shunting

Hipoksia arterial

Keterangan ;

Pergerakan cairan paru pada kasus ARDS :

1. Terjadi peregangan / deposisi dari mebran hialin

2. Intraalveolar Epithelial junction melebar

3. Terjadi edema interstisial, cairan intravascular keluar,protein keluar masuk

ke dalam alveoli

4. Endotel kapiler paru pecah

5. Eritrosit keluar dari intavaskuler masuk kedalam paru menyebabkan

fenomenafrozzy sputum

E. Komplikasi Klinis

Peningkatan beratnya penyakit secara klinis dan berlanjutnya penyakit dari hasil

pemeriksaan radiologik yang menyertai proses primernya seringkali akan mengaburkan

komplikasi yang timbul selama perjalanan gagal napas hipoksemia akut.

1. Gagal ventrikel kiri merupakan komplikasi yang sering terjadi tapi mudah

terlewatkan. Hal ini diakibatkan karena semua pasien berkemungkinan memiliki rales

dan ronki yang difus, meskipun tanpa gagal ventrikel kiri dan bunyi-bunyi ini juga

membuatnya sulit untuk mendeteksi irama gallop. Kesukaran tambahan adalah bahwa

film dada yang dapat dipindahkan (portable) diambil dalam arah anteroposterior,

seringkali pada inflamasi paru yang kurang dari pada inflamasi penuh, sehingga

bayangan jantung tampak membesar, sehingga sebagai konsekuensinya, penilaian

fisis dan radiografinya yang tidak dapat selalu dipercaya. Oleh karenanya, dengan

adanya gangguan tersebut, harus dicurigai akan adanya gagal ventrikel kiri, hal yang

9

membantu adalah memasang kateter Swan yang digunakan untuk memantau tekanan

arteri pulmonalis secara terus-menerus dan secara intermiten untuk menilai desakan

kapiler paru dan kandungan oksigen dari campuran darah vena (Iselbacher et all,

2000).

2. Pada corak gambaran radoiografik yang difus, infeksi bakteri sekunder mudah

terlewatkan, karena itu sediaan apus dan kultur sputum harus sering dikerjakan,

khususnya kalau terdapat gejala fibris. Dengan berbagai macam kondisi, misalnya

septicemia gram negative pancreatitis hemoragis akut dan “paru yang syok” mungkin

disertai koagulasi intravascular diseminata, yang mengara ke perdarahan saluran

makanan dan intrapulmonal. Pemantauan yang sering terhadap jumlah trombosit,

kadar fibrinogen dan tromboplastin parsial dan waktu protombin membantu dalam

deteksi dini komplikasi ini dan dalam menuntun terapi (Iselbacher et all, 2000).

3. Obstruksi bronchial oleh pipaendotrakeal atau trakeostomi sering dijumpai. Kalau

terlampau panjang dan tidak terfiksasi dengan baik, pipa ini dapat meluncur ke dalam

salah satu bronkus utama, biasanya kedalam bronkus kanan karena origonya dari

trakea tidak begitu menekuk dengan tajam pipa tersebut kemudian menyumbat

ventilasi pada bronkus utama lainnya dan atelektasis dapat terjadi. Kejadian ini

biasnay menyebabkan kemunduran mendadak kedalam kedaan umum pasien yang

menderita gagal nafpas. Deteksinya dapat dilakukan dengan mudah lewat

pemeriksaan fisis yang akan mengungkapkan tidak adanya suara pernapasan pada

bagian paru yang tersumbat. Pipa tersebut harus segera ditarik dengan perlahan-lahan

jika dicurigai adanya komplikasi ini. Dalam proses penanganan sindroma distress

pernapasan orang dewasa dengan menggunakan ventilator mekanis dan tekana

peniupan yang tinggi, pneumotoraks atau pneumomediastinum dapat terjadi dan

keadaan ini tidak mungkin terdeteksi kecuali lewat pemeriksaan radiologic. Kadang-

kadang adanya emfisema sebkutan memberikan penjelasan secara klinis. Setiap

gangguan harus dipertimbangkan terhadap komplikasi ini, pengulangan radiograf

dada dan institusi terapi pneumotoraks yang segera jika ada. Jika gangguan terjadi

mendadak, pneumotoraks tegangan harus dicurigai jika ada tanda fisis, kateter pleura

haerus segera dipasang tanpa konfirmasi radiografik, kadar oksigen yang tinggi

(>0,60) dalam jangka lama dapat menimbulkan lesi maupun gambaran klinis ARDS.

Oleh karenanya, kadar oksigen minimal disertai dengan oksigenasi arteri yang dapat

diterima harus selalu digunakan (Iselbacher et all, 2000).

10

F. Pengkajian Kegawatdaruratan

1. Pengkajian Primer

a. Airways

1) Sumbatan atau penumpukan secret

2) Wheezing atau krekles

b. Breathing

1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat

2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal

3) Ronchi, krekle

4) Ekspansi dada tidak penuh

5) Penggunaan otot bantu nafas

c. Circulation

1) Nadi lemah , tidak teratur

2) Takikardi

3) TD meningkat / menurun

4) Edema

5) Gelisah

6) Akral dingin

7) Kulit pucat, sianosis

8) Output urine menurun

2. Pengkajian Sekunder

a. Aktifitas

Gejala :

1) Kelemahan

2) Kelelahan

3) Tidak dapat tidur

4) Pola hidup menetap

5) Jadwal olah raga tidak teratur

Tanda :

1) Takikardi

2) Dispnea pada istirahat atau aaktifitas.

b. Sirkulasi

Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan

darah, diabetes mellitus.

11

Tanda : Tekanan darah dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat dari

tidur sampai duduk atau berdiri.

c. Nadi

Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan

pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).

d. Bunyi jantung

1) Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau

penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.

2)  Murmur : Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung

3)  Friksi ; dicurigai Perikarditis

4) Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur

e. Edema : Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum, krekles

mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.

f. Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir

g. Integritas ego

Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal

sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan ,

kerja , keluarga.

Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,

perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri, koma nyeri.

h. Eliminasi

Tanda : normal, bunyi usus menurun.

i. Makanan atau cairan

Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau rasa terbakar

Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat

badan

j. Higiene

Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan

k. Neurosensori

Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )

Tanda : perubahan mental, kelemahan

l. Nyeri atau ketidaknyamanan

Gejala :

12

1) Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan

aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun

kebanyakan nyeri dalam dan viseral).

2) Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke

tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku,

rahang, abdomen, punggung, leher.

3) Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan.

4) Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling

buruk yang pernah dialami.

Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes

mellitus, hipertensi, lansia

m. Pernafasan:

Gejala :

1) dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat

2) dispnea nocturnal

3) batuk dengan atau tanpa produksi sputum

4) riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.

Tanda :

1) peningkatan frekuensi pernafasan

2)  nafas sesak / kuat

3) pucat, sianosis

4) bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum

n. Interaksi sosial

Gejala :

1) Stress

2)  Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit,

perawatan di RS

Tanda :

1) Kesulitan istirahat dengan tenang

2) Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )

3) Menarik diri

(Dongoes, 2000).

13

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

a) Analisa gas darah: hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena hiperventilasi),

hiperkapnia (pada emfisema atau keadaan lanjut). Alkalosis respiratorik pada awal

proses, akan berganti menjadi asidosis respiratorik.

b) Leukositosis (pada sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi inflamasi sistemik

dan kerusakan endotel), peningkatan kadar amylase (pada pankreatitis).

c) Gangguan fungsi ginjal dan hati, tanda koagulasi intravaskuler diseminata (sebagai

bagian dari MODS/multiple organ dysfunction syndrome).

2. Radiologi

a) Foto toraks: pada awal proses, dapat ditemukan lapangan paru yang relatif jernih,

serial foto kemudian tampak bayangan radio-opak difus atau patchy bilateral dan

diikuti pada foto serial berikutnya lagi gambaran confluent, tidak terpengaruh

gravitasi, tanpa gambaran kongesti atau pembesaran jantung.

b) CT scan: pola heterogen, predominasi infiltrat pada area dorsal paru.

(Sudoyo, 2009).

H. Intervensi Kegawatdaruratan dan Monitoring

Intervensi kegawatdaruratan dan monitoring pada ARDS sebagai berikut:

1. Pemberian oksigen, pertahankan nutrisi adekuat, pertahankan suhu lingkungan netral.

2. Diit 60 kkal/kg per hari (sesuaikan dengan protocol yang ada) dengan asam amino

yang mencukupi untuk mencegah katabolisme protein dan ketoasidosis endogenous.

3. Pertahankan PO2 dalam batas normal.

4. Intubasi bila perlu dengan tekanan ventilasi positif.

(Hudak dan Gallo, 2001).

I. Penatalaksanaan Medis pada Kegawatdaruratan

Penatalaksanaan ARDS termasuk sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi dan mengatasi penyebab dan pencegahan infeksi

2. Memastikan ventilasi yang adekuat. Kebutuhan ventilasi sama saja dengan halnya

kritis. Pada awalnya, pasien hanya membutuhkan suplemen oksigen. Sejalan dengan

kemajuan penyakit, intubasi dan ventilasi mekanis dilakukan. Konsentrasi oksigen

dan letak ventilator ditentukan oleh status pasien. Hal ini dipantau dengan gas arteri.

14

Tekanan ekspirasi akhir postif (PEEP) atau tekanan udara positif kontinu (CPAP)

adalah bagian penting dari pengobatan ARDS. PEEP dan CPAP meningkatkan

kapasitas residual dan melawan kolaps alveolar dengan menjaga agar alveoli tetap

terbuka, mengakibatkan perbaikan oksigenasi arteri dan reduksi dalam keseimbangan

ventilasi perfusi V/Q. Dengan menggunakan PEEP dibutuhkan FIO2 yang lebih

rendah. Tujuannya adalah suatu FIO2yang lebih tinggi atau sama dengan 50%.

Sebagian besar masalah oksigenasi disebabkan oleh kolapsnya alveoli.

3. Memberikan dukungan sirkulasi dan memastikan volume cairan yang adekuat.

Hipotensi sistemik dapat terjadi pada ARDS karena hipovolemia sekunder terhadap

kebocoran cairan ke dalam ruang interstisial. Hipovolemia harus diatasi tanpa

menyebabkan kelebihan cairan lebih lanjut. Larutan kristaloid intravena diberikan

dengan pemantauan yang cermat status paru. Agens inotropic atau vasopressor

mungkin diperlukan. Kateter tekanan paru arteri digunakan untuk memantau status

cairan pasien.

4. Memberikan dukungan nutrisi. Pasien ARDS membutuhkan 35-45 kkal/kg sehari

untuk memenuhi kebutuhan normal. Pemberian makan enteral adalah pertimbangan

pertama namun, nutrisi parenteral total dapat saja diperlukan.

(Sudoyo, 2009).

J. Pemulangan Klien

Rencana pemulangan tergantung pada efek sisa dan kerusakkan paru, dapat

memerlukan bantuan dalam transportasi, perawatan diri, perawatan atau pemeliharan

rumah (Dongoes, 2000).

15

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

1. Pengkajian

a. Pengkajian Primer

1) Airway

a) Peningkatan sekresi pernapasan

b) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi

2) Breathing

a) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,

retraksi.

b) Menggunakan otot aksesori pernapasan

c) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis

3) Circulation

a) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia

b) Sakit kepala

c) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk

d) Papiledema

e) Penurunan haluaran urine

b. Pemeriksaan fisik

1) Mata

a) Konjungtiva pucat (karena anemia)

b) Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)

c) Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis)

2) Kulit

a) Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)

b) Sianosis secara umum (hipoksemia)

c) Penurunan turgor (dehidrasi)

d) .Edema

e) Edema periorbital

3) Jari dan kuku

16

a) Sianosis

b) Clubbing finger

4) Mulut dan bibir

a) Membrane mukosa sianosis

b) Bernafas dengan mengerutkan mulut

5) Hidung

a) Pernapasan dengan cuping hidung

6) Vena leher : adanya distensi/bendungan

7) Dada

a) Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas pernafasan,

dispnea, atau obstruksi jalan pernafasan)

b) Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengan kanan

c) Tactil fremitus, thrill, (getaran pada dada karena udara/suara melewati

saluran /rongga pernafasan)

d) Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)

e) Suara nafas tidak normal (crekler/reles, ronchi, wheezing, friction rub,

/pleural friction)

f) Bunyi perkusi (resonan, hiperresonan, dullness)

8) Pola pernafasan

a) Pernafasan normal (eupnea)

b) Pernafasan cepat (tacypnea)

c) Pernafasan lambat (bradypnea)

2. Diagnosa keperawatan

a. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,

peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan:

dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau

tanpa sputum, cyanosis.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,

penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan

alveoli ditandai dengan: takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan,

cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.

c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat,

peningkatan sekresi, penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan adekuat

atau kelelahan.

17

d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik vena dan

penurunan curah jantung,edema,hipotensi.

3. Intervensi

a. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,

peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas ditandai dengan:

dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau

tanpa sputum, cyanosis.

Tujuan:

- Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih dan

ronchi (-)

- Pasien bebas dari dispneu

- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan

- Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas

Intervensi Rasional

Independen:

- Catat perubahan dalam bernafas

dan pola nafasnya

- Observasi dari penurunan

pengembangan dada dan

peningkatan fremitus

- Catat karakteristik dari suara

nafas

- Catat karakteristik dari batuk

- Penggunaan otot-otot intercostal /

abdominal / leher dapat

meningkatkan usaha dalam bernafas

- Pengembangan dada dapat menjadi

batas dari akumulasi cairan dan

adanya cairan dapat meningkatkan

fremitus

- Suara nafas terjadi karena adanya

aliran udara melewati batang tracheo

branchial dan juga karena adanya

cairan, mukus atau sumbatan lain

dari saluran nafas

- Karakteristik batuk dapat merubah

ketergantungan pada penyebab dan

etiologi dari jalan nafas. Adanya

sputum dapat dalam jumlah yang

18

- Pertahankan posisi tubuh/posisi

kepala dan gunakan jalan nafas

tambahan bila perlu

- Kaji kemampuan batuk, latihan

nafas dalam, perubahan posisi

dan lakukan suction bila ada

indikas

Kolaborasi

- Berikan terapi aerosol,

ultrasonik nabulasasi

- Berikan fisiotherapi dada

misalnya : postural drainase,

perkusi dada/vibrasi jika ada

indikasi

- Berikan bronchodilator

misalnya : aminofilin, albuteal

dan mukolitik

banyak, tebal dan purulent

- Pemeliharaan jalan nafas bagian

nafas dengan paten

- Penimbunan sekret mengganggu

ventilasi dan predisposisi

perkembangan atelektasis dan

infeksi paru

- Dapat berfungsi sebagai

bronchodilatasi dan mengeluarkan

sekret

- Meningkatkan drainase sekret paru,

peningkatan efisiensi penggunaan

otot-otot pernafasan

- Diberikan untuk mengurangi

bronchospasme, menurunkan

viskositas sekret dan meningkatkan

ventilas

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,

penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan

alveoli ditandai dengan: takipneu, penggunaan otot-otot bantu pernafasan,

cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.

Tujuan:

- Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan

nilai ABGs normal

- Bebas dari gejala distress pernafasan

19

Intervensi Rasional

Independen

- Kaji status pernafasan, catat

peningkatan respirasi atau

perubahan pola nafas

- Catat ada tidaknya suara nafas

dan adanya bunyi nafas

tambahan seperti crakles, dan

wheezing

- Kaji adanya cyanosis

- Observasi adanya somnolen,

confusion, apatis, dan

ketidakmampuan beristirahat

- Berikan istirahat yang cukup

dan nyaman

Kolaborasi

- Berikan humidifier oksigen

dengan masker CPAP jika ada

indikasi

- Takipneu adalah mekanisme

kompensasi untuk hipoksemia dan

peningkatan usaha nafas

- Suara nafas mungkin tidak sama

atau tidak ada ditemukan. Crakles

terjadi karena peningkatan cairan

di permukaan jaringan yang

disebabkan oleh peningkatan

permeabilitas membran alveoli –

kapiler. Wheezing terjadi karena

bronchokontriksi atau adanya

mukus pada jalan nafas

- Selalu berarti bila diberikan

oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb)

sebelum cyanosis muncul. Tanda

cyanosis dapat dinilai pada mulut,

bibir yang indikasi adanya

hipoksemia sistemik, cyanosis

perifer seperti pada kuku dan

ekstremitas adalah vasokontriksi.

- Hipoksemia dapat menyebabkan

iritabilitas dari miokardium

- Menyimpan tenaga pasien,

mengurangi penggunaan oksigen

- Memaksimalkan pertukaran

oksigen secara terus menerus

dengan tekanan yang sesuai

- Memperlihatkan kongesti paru

yang progresif

20

- Review X-ray dada

- Berikan obat-obat jika ada

indikasi seperti steroids,

antibiotik, bronchodilator dan

ekspektorant

- Untuk mencegah ARDS

c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat,

peningkatan sekresi, penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan adekuat

atau kelelahan.

Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola

pernapasan yang efektif

Kriteria hasil:

- Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal (16-20 x/menit)

- Adanya penurunan dispneu

Intervensi Rasional

Independen

- Kaji frekuensi, kedalaman dan

kualitas pernapasan serta pola

pernapasan

- Kaji tanda vital dan tingkat

kesadaran setiap jam.

- Auskultasi dada untuk

mendengarkan bunyi nafas setiap

1 jam. Catat ada tidaknya suara

nafas dan adanya bunyi nafas

tambahan seperti crakles, dan

wheezing.

Kolaborasi

- Berikan obat-obat jika ada

- Takipneu adalah mekanisme

kompensasi untuk hipoksemia dan

peningkatan usaha nafas

- Mengetahui keadaan umum pasien

- Suara nafas mungkin tidak sama

atau tidak ada ditemukan. Crakles

terjadi karena peningkatan cairan

di permukaan jaringan yang

disebabkan oleh peningkatan

permeabilitas membran alveoli –

kapiler. Wheezing terjadi karena

bronchokontriksi atau adanya

mukus pada jalan nafas

- Untuk mencegah kondisi lebih

21

indikasi seperti steroids,

antibiotik, bronchodilator dan

ekspektorant

buruk pada gagal nafas

d. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan kekurangan oksigen yang

ditandai dengan dispnea dan sianosis sentral

Tujuan:

- Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan

perfusi jaringan.

Kriteria hasil:

- TTV normal (T : 36,5-37,50 C, RR : 16-20 x/menit, PR : 60-90 x/menit, TD :

120/80)

Intervensi Rasional

Independen

- Pantau TTV (suhu, RR, nadi, TD) - Untuk mengetahui masih adanya

denyut nadi yang teraba

22

BAB IV

PENUTUP

A. KesimpulanAcute Respiratory Distress Syndrom (ARDS) dikenal sebagai sindrom gawat

nafas akut atau edema paru nonkardiogenik, adalah sindroma klinis yang ditandai

dengan penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah cedera atau

adanya penyakit yang serius. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, tranfusi

darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik,

pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis obat. Perawatan akut secara khusus

menangani perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi mekanik. Manifestasi

klinik dari ARDS sebagai penyakit gabungan dari hipoksemia dan hiperkapnea.

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan labolatorium dan radiologi.

B. SaranPerawat yang menangani klien dengan ARDS harus membuat prioritas

keperawatan sebagai berikut:

1. Memperbaiki atau mempertahankan fungsi respirasi optimal dan oksigenasi

2. Meminimalkan atau mencegah komplikasi

3. Mempertahankan nutrisi adekuat untuk penyembuhan/membantu fungsi pernafasan

4. Memberikan support emosi kepada pasien dan keluarga

5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognose, dan kebutuhan

pengobatan

23

DAFTAR PUSTAKA

Asih, Niluh Gede Yasmin, 2003. Keperawatan Medikal Bedah. Klien dengan Gangguan

Sistem Pernafasan. Jakarta: EGC

Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Farid, 2006. Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) Penyakit Sejuta Etiologi.

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=108. Diakses tanggal

24 September 2012.

Hudak dan Gallo. (2001) Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.

Iselbacher.(2000). Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC

Mansjore, Arif. (2000) Kapita Selekta Kedokteran.

http://medicastore.com/penyakit/106/Sindroma_Gawat_Pernafasan_Akut.html. Diakses

tanggal 24 September 2012.

Smeltzer and Bare.(2002) Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta: EGC.

Sudoyo, S. (2009) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1.Edisi 5. Jakarta Pusat: Internal

Publishing.

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.