Apendisitis

download Apendisitis

of 27

description

apendisitis, radang usus buntu

Transcript of Apendisitis

BAB IPENDAHULUANAppendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis. Appendix merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali menimbulkan masalah bagi kesehatan. Peradangan akut Appendix atau Appendicitis acuta menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah.1Appendicitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan. Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia, meskipun tidak umum pada anak sebelum usia sekolah. Hampir 1/3 anak dengan Appendicitis acuta mengalami perforasi setelah dilakukan operasi. Meskipun telah dilakukan peningkatan pemberian resusitasi cairan dan antibiotik yang lebih baik, appendicitis pada anak-anak, terutama pada anak usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis Appendicitis acuta pada anak kadang-kadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa didiagnosis dengan tepat pada saat penilaian awal. Angka appendectomy negatif pada pasien anak berkisar 10-50%. Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam mendiagnosis Appendiciti.1Semua kasus appendicitis memerlukan tindakan pengangkatan dari Appendix yang terinflamasi, baik dengan laparotomy maupun dengan laparoscopy. Apabila tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena peritonitis dan syok. Reginald Fitz pada tahun 1886 adalah orang pertama yang menjelaskan bahwa Appendicitis acuta merupakan salah satu penyebab utama terjadinya akut abdomen di seluruh dunia.2Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Appendicitis acuta yang terjadi bila Appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi dilokalisir atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus.

LAPORAN KASUSI.IDENTITAS PASIENNama: Nn. DVNo RM: 01307700Tempat/ tanggal lahir: Jakarta/ 26 Oktober 1994Jenis kelamin: PerempuanAgama: IslamAlamat: JL. Benda Barat 10 Blok D20 No 3, BantenPendidikan: MahasiswaStatus perkawinan:Belum KawinII.ANAMNESAKeluhan Utama: Nyeri perut kanan bawahKeluhan Tambahan: Mual, DemamRiwayat Penyakit sekarang: Sejak 2 minggu lalu OS mengeluhkan nyeri perut kanan bawah. Nyeri dirasakan menjalar ke perut kiri bawah. Nyeri perut sudah dirasakan sejak 2 bulan lalu namun hilang timbul dan tidak sampai mengganggu aktivitas. Nyeri dirasakan secara tiba-tiba tanpa ada faktor yang mendahului. Nyeri yang dirasakan tidak membaik saat berubah posisi. Selain itu OS juga mengeluhkan adanya keluhan mual tapi tidak sampai muntah, demam dirasakan sejak 2 minggu lalu. OS tidak mengeluhkan adanya keluhan lain. BAB dan BAK dalam batas normal.Riwayat Penyakit Dahulu: OS mengatakan tidak memiliki riwayat Maag, asma, hipertensi, DM, dan asam urat. Tidak pernah dirawat di RS. Riwayat alergi obat-obatan disangkal.Riwayat Penyakit Keluarga: Dikeluarga tidak ada yang mengeluhkan atau pernah dirawat karena sakit yang diderita oleh OS. Hipertensi, DM dan sakit jantung disangkal.Riwayat Pengobatan: OS mengkonsumsi obat paracetamol jika timbul keluhan demam.Riwayat Kebiasaan: OS senang mengkonsumsi makan-makanan pedas, dan berlemak. Olahraga jogging 1 minggu sekali. Tidak ada riwayat konsumsi obat-obatan maupun minuman beralkohol.III.PEMERIKSAAN FISIKKEADAAN UMUM: Compos mentis, tampak sakit ringanTanda vital: TD 110/80 mmHgNadi: 72x/menit RR : 18x/mSuhu: 36,70CKepala: Normosefali, rambut berwarna hitam, tidak mudah dicabutMata: Conjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterikLeher: Pembesaran KGB tidak ditemukanThoraks: Inspeksi: Bentuk thoraks normal, pergerakan nafas simetris, tipe pernafasan thorakoabdominal.Palpasi: Pergerakan nafas kanan dan kiri simetris. Vocal fremitus kiri dan kanan simetris.Perkusi: Didapatkan sonor pada hemithoraks kanan dan kiri pasien. Batas paru dan hepar setinggi ICS V dengan peranjakan 2 jari. Batas paru dan jantung kanan setinggi ICS III hingga ICS V sternalis kanan. Batas paru dan jantung kiri setinggi ICS V 1 Cm media dari midclavicula sinistra. Batas paru dan lambung kiri setinggi ICS VII garis anterior aksilaris kiri.Auskultasi: suara nafas vesikuler +/+ ronkhi -/- wheeing -/-. Irama jantung teratur. Heart rate 72x/m. Bunyi jantung I-II normal regular. Tidak ada bunyi jantung tambahan, serta tidak ditemukan adamya murmur.Abdomen: Inspeksi: Bentuk normal, tidak buncit.Auskultasi: Bising usus normal, 2x/menitPerkusi: suara timpani pada keempat kuadran. Shifting dullness tidak ditemukan.Palpasi: Supel. Tidak teraba massa. Nyeri tekan dan nyeri tekan lepas pada titik mc burney. Didapatkan juga rovsing sign dan Blumberg sign. Tidak teraba pembesaran hepar dan lien. Ballottement (-).Ekstremitas: Tidak terdapat deformitas pada keempat ekstremitas. Akral hangat pada keempat ekstremitas. Tidak terdapat edema. CRT 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.5Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.5Apendisitis disebabkan oleh obstruksi yang diikuti oleh infeksi. Kira-kira 60% kasus berhubungan dengan hyperplasia submukosa yaitu pada folikel limfoid, 35% menunjukkan hubungan dengan adanya fekalit, 4% kaitannya dengan benda asing dan 1% kaitannya dengan stiktur atau tumor dinding apendiks ataupun sekum. Hiperplasi limfatik penting pada obstruksi dengan frekuensi terbanyak terjadi pada anak-anak, sedangkan limfoid folikel adalah respon apendiks terhadap adanya infeksi. Obstruksi karena fecalit lebih sering terjadi pada orang tua. Adanya fekalit didukung oleh kebiasaan, seperti pada orang barat urban yang cenderung mengkonsumsi makanan rendah serat, dan tinggi karbohidrat dalam diet mereka.2Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.9Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut sebagai apendisitis supuratif aku.9Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.9Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.9Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.9

BakteriologiFlora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal. Sekitar 60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri jenis anaerob, dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang normal. Diduga lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal Colon memainkan peranan penting pada perubahan Appendicitis acuta ke Appendicitis gangrenosa dan Appendicitis perforata. 1,8 Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi. 2) Flora normal pada Appendix sama dengan bakteri pada Colon normal. Flora pada Appendix akan tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat di Appendix, Appendicitis acuta dan Appendicitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan. 1,8

Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta 1Bakteri Aerob dan FakultatifBakteri Anaerob

Batang Gram (-)Eschericia coliPseudomonas aeruginosaKlebsiella sp.Coccus Gr (+)Streptococcus anginosusStreptococcus sp.Enteococcus sp.Batang Gram (-)Bacteroides fragilisBacteroides sp.Fusobacterium sp.Batang Gram (-)Clostridium sp.Coccus Gram (+)Peptostreptococcus sp.

Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Appendicitis perforata dan non perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, seringkali pasien telah mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang dikultur dan kemampuan laboratorium untuk mengkultur organisme anaerob secara spesifik sangat bervariasi. Kultur peritoneal harus dilakukan pada pasien dengan keadaan imunosupresi, sebagai akibat dari obat-obatan atau penyakit lain, dan pasien yang mengalami abscess setelah terapi Appendicitis. Perlindungan antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus Appendicitis non perforata. Pada Appendicitis perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara intravena hingga leukosit normal atau pasien tidak demam dalam 24 jam. Penggunaan irigasi antibiotik pada drainage rongga peritoneal dan transperitoneal masih kontroversi. 3,5 Peranan lingkungan: diet dan higiene8Di awal tahun 1970an, Burkitt mengemukakan bahwa diet orang Barat dengan kandungan serat rendah, lebih banyak lemak, dan gula buatan berhubungan dengan kondisi tertentu pada pencernaan. Appendicitis, penyakit Divertikel, carcinoma Colorectal lebih sering pada orang dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara orang yang memakan makanan dengan kandungan serta lebih tinggi. Burkitt mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada perubahan motilitas, flora normal, dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan untuk timbul fecalith. Bagan patofisiologi apendisitis

GEJALA1. Gejala klasik yaitu nyeri sebagai gejala utamaa. Nyeri dimulai dari epigastrium, secara bertahap berpindah ke region umbilical, dan akhirnya setelah 1-12 jam nyeri terlokalisir di region kuadrant kanan bawah.b. Urutan nyeri bisa saja berbeda dari deskripsi diatas, terutama pada anak muda atau pada seseorang yang memiliki lokasi anatomi apendiks yang berbeda.2. Anoreksia adalah gejala kedua yang menonjol dan biasanya selalu ada untuk beberapa derajat kasus. Muntah terjadi kira-kira pada tiga perempat pasien.3. Urutan gejala sangat penting untuk menegakkan diagnose. Anoreksia diikuti oleh nyeri kemudian muntah (jika terjadi) adalah gejala klasik. Muntah sebelum nyeri harus ditanyakan untuk kepentingan diagnosis.10

Gambaran klinis apendisitis akut

Tanda awal nyeri mulai di epigastrium atau region umbilikalis disertai mual dan anoreksia Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan peritoneum local dititik McBurney Nyeri tekan Nyeri lepas Defans muskuler Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (rovsing sign) Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg sign) Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas dalam, berjalan, batuk, mengedan

Dikutip dari buku ajar ilmu bedah wim de Jong hal. 641DiagnosisHal yang dapat dilakukan dalam mendiagnosis apendisitis, antara lain: Anamnesisa. Nyeri / Sakit perutIni terjadi karena peristaltic untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri visceral dirasakan pada seluruh perut. Mula-mula daerah epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apabila telah terjadi inflamasi (> 6 jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatik.Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdomen.Perasaan nyeri pada apendisitis biasanya datang secara perlahan dan makin lama makin hebat. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi apendiks, distensi dari lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding apendiks yang mengalami peradangan Pada mulanya terjadinyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik yang dirasakan di daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut timbul oleh karena apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal Secara klasik, nyeri di daerah epigastrium akan terjadi beberapa jam (4-6 jam) seterusnya akan menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadinyeri somatikyang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki. 7a. Muntah (rangsangan viseral)Muntah terjadi akibat aktivasi n.vagus. Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya, merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita apendisitis akut. Hampir 75% penderita disertai dengan vomitus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. 1,7 Pada apendisitis kronis dapat ditegakkan bila riwayat nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dari dua minggu, terbukti terjadi radang kronik apendiks baik secara makroskopis maupun mikroskopis dan keluhan menghilang pasca apendiktomi.1b. ObstipasiPenderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks pelvikal yang merangsang daerah rectum. 7c. Panas (infeksi akut)Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi. 7DIAGNOSA BANDING Kelainan ovulasi folikel ovarium yang pecah mungki memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selam 2 hari. Infeksi panggul salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Kehamilan di luarr kandungan hamper selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada rupture tuba atau abortus kehamilan diluar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Kista ovarium terpuntir timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba masa dalam rongga pelvis pada pemmeriksaan perut, colok vaginal atau colok rectal. Tidak ada demam. USG untuk diagnosis. Endometriosis eksterna nyeri ditempat endometrium berada. Urolitiasis batu ureter atau batu ginjal kanan. Riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan dan piuria2. Gastroenteritis akut Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan dengan Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual, dan muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil pemeriksaan laboratorium biasanya normal. Penyakit saluran cerna lainnya Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.Skor Alvarado

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik menentukan posisi anatomik dari appendiks dan apakah appendiks sudah mengalami ruptur ketika pasien pertama kali di periksa. Tanda-tanda vital hanya mengalami sedikit perubahan pada appendicitis tanpa komplikasi. Kenaikan suhu jarang melebihi 1oC (sekitar 37,5 38,5oC) dan nadi normal atau sedikit meningkat. Perubahan tanda-tanda vital yang bermakna biasanya mengindikasikan adanya komplikasi atau adanya penyakit lain. 7Pasien dengan appendisitis biasanya lebih enak dengan posisi supine (telentang) dengan tungkai atas ditarik, karena adanya gerakan meningkatkan rasa nyeri. Apabila diperintahkan untuk bergerak, mereka akan melakukannya dengan perlahan-lahan dan dengan hati-hati. Sementara itu pemeriksaan fisik yang akan ditemukan antara lain,: 1,7a. Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. 1,7b. Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign ). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign ). 1,7

c. Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendiksitis pelvika. 1,7d. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator (Psoass sign dan Obturators sign : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetauhi letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan dan hal tersebut akan mengakibatkan peregangan dari m. Iliopsoas. Bila apendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulakan nyeri. Mengindikasikan adanya fokus iritatif yang dekat dengan otot tersebut. Sedagkan pada uji obturator dilakukan gerakan flexsi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang secara pasif. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.abturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan kenimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika. 1,7

Selain itu terdapat pula tanda Dunphys sign yaitu, adanya rasa nyeri yang tajam pada kuadran kanan bawah bila sengaja dibatukkan (cough sign). Cutaneus hiperestesi sering menyertai. Dipersarafi oleh n. Spinalis bagian kanan dari Th 10, 11, dan 12. Tahanan muskuler dinding abdomen berjalan sesuai dengan proses inflamasinya. Adanya defans muskular ini menunjukkan rangsangan peritoneum parietale. Variasi posisi anatomik dari appendiks menyebabkan gejala yang berbeda pula. Pada appendiks retrocaecal, rasa nyeri pada abdomen anterior jarang, dan pasien lebih banyak mengeluhkan rasa nyeri pada pinggang kanan sampai ke belakang. 1,7

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium2,3,6,7)Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan pada keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm3 pada Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi Appendix dengan atau tanpa abscess.CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan. Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL, hitung leukosit 11000, dan persentase neutrofil 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Appendicitis acuta dalam sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.

Ultrasonografi1,2,6,7)Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis. Appendix diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal, Appendix diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan mendukung diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal.

Pemeriksaan apendikogramPemeriksaan apendikogram merupakan salah satu pemeriksaan alternatif yang dapat dikerjakan pada penderita dengan kecurigaan apendisitis. Prinsip pemeriksaan ini adalah dengan menggunakan bahan kontras barium sulfat serbuk halus yang diminum hingga masuk ke daerah apendiks. Hasil dari pemeriksaan, dapat menunjukkan pengisian apendiks secara penuh (full filling appendix) atau partial filling appendix atau non filling appendix. Pengisian penuh pada apendiks dapat menyingkirkan kemungkinan adanya apendisitis, sedangkan non filling atau partial filling appendix yang disertai maupun tanpa disertai adanya efek massa ekstrinsik pada cecum merupakan tanda kemungkinan adanya apendisitis. 9,11,12

PENATALAKSANAAN1. Apendiktomi adalah terapi utama2. Antibiotic pada apendisitis digunakan sebagai:a. Preoperative, antibiotik broad spectrum intravena diindikasikan untuk mengurangi kejadian infeksi pasca pembedahan.b. Post operatif, antibiotic diteruskan selama 24 jam pada pasien tanpa komplikasi apendisitis1. Antibiotic diteruskan sampai 5-7 hari post operatif untuk kasus apendisitis ruptur atau dengan abses.2. Antibiotic diteruskan sampai hari 7-10 hari pada kasus apendisitis rupture dengan peritonitis diffuse.

KOMPLIKASIBeberpa komplikasi yang dapat terjadi :1. PerforasiKeterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik.2. PeritonitisPeradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang (Price dan Wilson, 2006).3. Massa PeriapendikulerHal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa apendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses meradang telah mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil normal.PrognosisKebanyakan pasien setelah operasi appendisektomi sembuh spontan tanpa penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hariAlasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di dalam rongga perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu dilakukan secepatnya. Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena usus buntu akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak diobati secara benar.

BAB IIIANATOMI, FISIOLOGI, DAN EMBRIOLOGI APPENDIX

Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum.1,2,3

Gambar 1. Appendix vermicularis4)

Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran histologis Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada usia 15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen Appendix biasanya mengalami obliterasi pada orang dewasa. 1,3

Gambar 2. Potongan transversa Appendix 5

Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada dasar Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi apabila Appendix mengalami peradangan. 1,2

Gambar 3. Variasi lokasi Appendix vermicularis1

Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini, Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak penting dan Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit imunodefisiensi lainnya.2

DAFTAR PUSTAKA1. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartzs Principles of Surgery Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-342. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition. Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-723. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan Anorektum, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-645.4. Sabiston. Textbook of surgery, the biological basis of modern surgical practice fourteenth edition. 1991. International edition; W.B. Saunders5. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingots Abdominal Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW, McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-2226. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2004: 1381-937. Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of Surgery Vol II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins. 2001: 1466-788. Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed: Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-629. Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., Bedah Digestif, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.10. Jarrell, B. E and Carabasi R.A., the national medical series for independent study 2nd edition Surgery., national medical series., Baltimore, Hong Kong, London, Sydney.

1