Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

download Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

of 16

Transcript of Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

  • 7/30/2019 Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

    1/16

    TUGAS FARMAKOTERAPI TERAPAN

    PENATALAKSANAAN TERAPI PADA ANSIETAS DAN GANGGUAN TIDUR

    DENGAN METODE SOAP

    KELOMPOK II

    NI PUTU PARWATININGHATI (1208515009)

    I GEDE DWIJA BAWA TEMAJA (1208515017)

    ANGGY ANGGRAENI WAHYUDHIE (1208515019)

    NI PUTU DIAN PRIYATNA SARI (1208515025)

    PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

    JURUSAN FARMASI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS UDAYANA

    2012

  • 7/30/2019 Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

    2/16

    BAB I

    LATAR BELAKANG

    Gangguan ansietas adalah gangguan psikis berupa kecemasan dan disertai dengan respons

    perilaku, emosional dan fisiologis yang berlebihan. Gangguan ansietas merupakan gangguan

    emosional yang paling sering terjadi di Amerika Serikat. Setidaknya 17% individu dewasa di

    Amerika Serikat menunjukkan satu gangguan ansietas atau lebih dalam satu tahun. Gangguan

    ansietas lebih sering dialami oleh wanita, individu berusia kurang dari 45 tahun, individu

    yang bercerai atau berpisah dan individu yang berasal dari status sosioekonomi rendah serta

    semakin meningkat dengan bertambahnya umur (Fauci et al., 2008; Videbeck, 2008).

    Timbulnya ansietas dapat ditandai dengan adanya kelelahan, merasa tidak tenang, ketegangan

    otot, konsentrasi yang buruk dan yang paling sering terjadi adalah gangguan tidur. Gangguantidur atau insomnia merupakan suatu kondisi yang dicirikan dengan gangguan dalam jumlah,

    kualitas atau waktu tidur pada seorang individu (Haryono dkk., 2009). Di Amerika Serikat,

    prevalensi gangguan tidur mencapai 52,1% pada orang dewasa baik pada laki-laki maupun

    perempuan, dimana penyakit ini dapat mempengaruhi pekerjaan, aktivitas sosial dan status

    kesehatan penderitanya (Videbeck, 2008).

    Pada penyakit insomnia terjadi ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara

    kualitas maupun kuantitas, akibatnya penderita insomnia biasanya mengalami rasa mengantuk

    yang berlebihan di siang hari, kesulitan untuk memulai tidur, sering terbangun pada malam

    hari ataupun di tengah-tengah tidur. Pada orang normal, insomnia yang berkepanjangan akan

    mengakibatkan perubahan pada siklus tidur biologis, menurunnya daya tahan tubuh, depresi,

    berkurangnya konsentrasi dan kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi

    keselamatan diri sendiri dan orang lain (Japardi, 2002).

    Tujuan utama dilakukannya farmakoterapi terhadap pasien ansietas dan insomnia yaitu

    menurunkan tingkat keparahan, lamanya dan frekuensi gejala, mengembalikan aktivitas

    normal penderita, meningkatkan keterlibatan dalam aktivitas sosial dan meningkatkan kualitas

    hidup penderita. Dengan dilakukannya pengobatan maka dapat dihindari dampak negatif dari

    ansietas dan insomnia seperti terjadinya kecemasan yang berulang, kekhawatiran yang sulit

    dikendalikan, perasaan cemas atau gelisah sebelum sesuatu terjadi dan sulit berkonsentrasi.

    Farmakoterapi yang cocok untuk tiap penderita akan berbeda tergantung dari kondisi yang

    dialami oleh individu itu sendiri. Oleh karena itu dalam melakukan farmakoterapi sangatlah

    penting untuk mengetahui etiologi, patofisiologi, serta gejala klinis yang dialami oleh pasien

    sehingga dapat dilakukan terapi yang efektif dan efisien sesuai dengan kondisi pasien dan

    dapat diperoleh hasil pengobatan yang optimal.

  • 7/30/2019 Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

    3/16

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Etiologi

    Pada keadaan tidur, terjadi dua fase utama yaitu Non Rapid Eye Movement (NREM) dan

    Rapid Eye Movement (REM). Fase awal tidur didahului oleh fase NREM kemudian diikuti

    dengan fase REM. Proporsi fase NREM adalah 75% (stadium 1= 5%; stadium 2= 45%;

    stadium 3= 12%; stadium 4= 13%) dan fase REM adalah 25% dari total sleep time (TST).

    Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali

    siklus setiap malam. Pada fase NREM fungsi fisiologis menurun, sedangkan pada fase REM

    terjadi peningkatan aktivitas obat dan fisiologis yang mirip dengan keadaan terjaga. Tipe

    NREM dibagi menjadi empat stadium yaitu:

    a.

    Tidur stadium 1Fase ini merupakan fase antara terjaga dan fase awal tidur. Pada fase ini terjadi

    pengurangan aktivitas fisiologis dimulai dengan penutupan kelopak mata, tonus otot

    berkurang dan tampak gerakan bola mata ke kanan dan ke kiri. Fase ini hanya

    berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali terbangun oleh stimulus sensori seperti suara.

    b. Tidur stadium 2Pada fase ini bola mata berhenti bergerak, pernafasan dan detak jantung

    melambat, penurunan suhu tubuh dan tidur lebih dalam dari fase pertama. Fase ini

    berlangsung 10-20 menit.

    c. Tidur stadium 3Fase ini merupakan tahap awal dari tidur yang dalam, dimana orang yang tidur

    akan sulit dibangunkan dan jarang bergerak. Tonus otot dalam keadaan rileks,

    pernafasan dan detak jantung menurun dengan teratur dan fase ini berlangsung selama

    15-30 menit.

    d. Tidur stadium 4Fase ini merupakan tahap tidur yang sangat dalam, pernafasan mulai teratur dan

    sukar dibangunkan. Tahap ini dianggap sebagai tidur dalam atau deep sleep dan

    merupakan bagian tidur yang sangat penting dan diperlukan untuk merasa cukup

    istirahat dan energik di siang hari.

    Fase tidur NREM biasanya berlangsung antara 70-100 menit, setelah itu akan masuk ke

    fase REM. Fase REM ditandai dengan gerakan bola mata yang cepat, tonus otot yang sangat

    rendah, peningkatan detak jantung dan pernafasan yang cepat. Tidur REM tidak senyenyak

    tidur NREM dan sebagian besar mimpi terjadi pada tahap ini. Otak cenderung aktif selama

    tidur REM dan metabolisme meningkat hingga 20%. Pada tahap ini individu sulit untuk

  • 7/30/2019 Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

    4/16

    dibangunkan atau justru dapat bangun dengan tiba-tiba. Tahap ini terjadi rata-rata selama 20

    menit (Japardi, 2002).

    Dalam menjalankan terapi gangguan tidur atau insomnia, maka cara yang paling tepat

    adalah mengetahui penyebabnya terlebih dahulu. Jika penyebabnya sudah dikenali, maka

    akan lebih mudah untuk menentukan terapi yang sesuai bagi penderita insomnia. Pada

    dasarnya, insomnia sebenarnya merupakan penyakit yang tidak disebabkan oleh satu faktor,

    melainkan banyak faktor (Sudarno, 2009). Dalam temuan para ahli, setidaknya ada empat

    faktor penyebab insomnia:

    2.2.1 Predisposisi psikologis dan biologis

    Faktor psikologis dan biologis merupakan dua faktor utama yang seringkali menyatu

    menjadi bentuk psikomatis, yang berarti bahwa persoalan psikologis berdampak terhadap

    biologis dan sebaliknya. Aspek psikis dan biologis ini berkombinasi membentuk ikatan yangsaling mempengaruhi. Sebagai contoh, seseorang yang jantungnya mudah berdebar-debar dan

    suhu tubuhnya lebih hangat dari biasanya akan berkecenderungan untuk sulit tidur. Demikian

    juga jika seseorang memiliki masalah psikis yang menyita perhatian, seperti tekanan

    pekerjaan, masa depan serta sejumlah masalah keluarga yang menimbulkan kegelisahan.

    Pikiran-pikiran tersebut akan membuat saraf terus menegang sehingga terjadi insomnia

    (Japardi, 2002).

    Secara khusus, faktor psikologis merupakan faktor yang memegang peranan utama

    terhadap kecenderungan terjadinya insomnia. Hal ini disebabkan oleh ketegangan pikiran

    seseorang terhadap sesuatu yang kemudian akan mempengaruhi sistem saraf pusat sehingga

    kondisi fisik senantiasa siaga. Pada aspek psikologis, faktor kecemasan dan ketegangan

    merupakan hal utama yang dapat menyebabkan gangguan insomnia. Pada insomnia yang

    diakibatkan oleh kecemasan, terdapat peningkatan noradrenalin serum, peningkatan ACTH

    dan kortisol, juga penurunan produksi melatonin. Hormon melatonin yang dikeluarkan oleh

    kelenjar pineal merupakan hormon yang diproduksi oleh tubuh hanya pada malam hari dan

    berfungsi untuk merangsang proses reparasi sel. Penurunan produksi hormon melatonin pada

    tubuh dapat menyebabkan proses perbaikan sel-sel tubuh tidak berjalan dengan sempurna

    sehingga daya tahan tubuh dapat menurun (Schmitz et al., 2009; Stringer, 2008).

    2.2.2 Penggunaan obat-obatan dan alkohol

    Banyak orang yang menganggap bahwa obat-obatan tidak mungkin menimbulkan

    kesulitan dalam tidur. Justru sebaliknya, sebagian besar dari obat-obatan tersebut dapat

    menyebabkan kantuk. Sejumlah obat memang mengandung zat yang bisa melemaskan saraf

    dan membuat orang mengantuk, tetapi ada beberapa jenis obat tertentu yang malah

    merangsang saraf-saraf otak sehingga dapat menunda kantuk, misalnya obat untuk

  • 7/30/2019 Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

    5/16

    menanggulangi hidung tersumbat yaitu dekongestan. Bahkan tidak sedikit obat flu yang dijual

    di pasaran mengandung fenilpropanolamin atau kandungan lain yang justru membuat pasien

    tetap terjaga (Japardi, 2002).

    Sementara itu, alkohol awalnya memang dapat menyebabkan kantuk, namun dapat

    mengganggu tidur. Mengkonsumsi alkohol pada malam hari dapat merangsang tubuh

    melakukan proses metabolisme sehingga menimbulkan kesulitan tidur. Di samping itu,

    alkohol dapat menguras vitamin B yang mendukung sistem saraf sehingga walaupun

    mengantuk, pasien tidak akan dapat tidur dengan nyenyak (Japardi, 2002).

    2.2.3 Lingkungan yang mengganggu

    Adapun yang dimaksud dengan lingkungan mencakup dua hal yaitu lingkungan tempat

    tinggal dan situasi di dalam rumah. Bagi masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan yang

    tenang dan tenteram, lingkungan tidak pernah menjadi masalah serius yang dapatmengganggu tidur. Tetapi bagi masyarakat yang berdomisili di kota, suasana tenang dan

    tentram yang dapat mendukung tercapainya ketenangan dalam beristirahat. Sementara itu,

    situasi di dalam rumah yang nyaman merupakan faktor yang mendukung untuk menimbulkan

    kantuk. Sebaliknya, situasi rumah yang bising dapat menyebabkan gangguan sehingga pikiran

    tidak tenang dan tidur menjadi tidak nyaman (Japardi, 2002).

    Selain situasi lingkungan, suhu juga menjadi salah satu faktor penyebab gangguan tidur.

    Banyak orang yang tidak bisa tidur pada suhu yang terlalu ekstrim. Orang yang biasa tinggal

    di daerah panas tidak akan bisa tidur pulas di daerah yang suhunya sangat dingin. Demikian

    juga sebaliknya (Japardi, 2002).

    2.2.4 Kebiasaan buruk mengkonsumsi rokok dan kopi

    Merokok dan konsumsi kopi yang terlalu sering dapat dikategorikan sebagai kebiasaan

    buruk yang dapat menyebabkan sulit tidur. Hal ini disebabkan karena kandungan nikotin dan

    kafein yang bersifat neurostimulan yang justru akan dapat meningkatkan denyut jantung dan

    membangkitkan semangat (Japardi, 2002).

    2.3Patofisiologi2.3.1 Insomnia

    Adanya gangguan pola tidur atau insomnia tergantung pada sistem ARAS (Ascending

    Reticulary Activity System). ARAS akan meningkat ketika dalam keadaan terjaga dan akan

    menurun ketika tidur. Aktivitas ARAS sangat dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmiter.

    Kerja sistem neurotransmiter ini diatur oleh kelenjar pituitari melalui hipotalamus. Kekacauan

    sistem neurotransmiter inilah yang dapat menyebabkan mekanisme tidur dapat terganggu

    (Japardi, 2002).

  • 7/30/2019 Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

    6/16

    2.3.2 Ansietas

    Model noradrenergikModel ini menunjukkan bahwa sistem saraf otonomik pada penderita ansietas

    hipersensitif dan bereaksi berlebihan terhadap berbagai rangsangan. Locus keruleus

    mempunyai peranan dalam mengatur ansietas yaitu dengan mengaktivasi pelepasan

    norepinephrine (NE) dan merangsang sistem saraf simpatik dan parasimpatik.

    Aktivitas berlebihan NE ini yang menyebabkan terjadinya ansietas.

    Model reseptor asam -aminobutyrate (GABA).GABA adalah neurotransmiter inhibitor utama di sistem saraf pusat (SSP). Umumnya

    target/ sasaran obat-obat antiansietas adalah reseptor GABAA. Ansietas berhubungan

    dengan penurunan aktivitas sistem GABA atau penurunan jumlah reseptor pusat BZ.

    Model serotonin (5-HT).Gejala-gejala Gangguan Kecemasan Umum (GAD) menggambarkan transmisi 5-HT

    yang berlebihan atau rangsangan berlebihan pada jalur stimulasi 5-HT. Peranan 5-HT

    pada gangguan kepanikan tidak jelas, tetapi mungkin berperan pada perkembangan

    anticipatory anxiety yaitu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan

    kecemasan dengan berpikir tentang suatu peristiwa atau situasi di masa depan.

    2.4 Gejala dan Data Klinik

    Diagnostic and Statistical Manual of Mental DisorderIV (2000) menunjukkan beberapa

    gejala seseorang dapat didiagnosis menderita insomnia yaitu:

    1. Kesulitan untuk memulai, mempertahankan tidur dan tidak dapat memperbaikikualitas tidur yang mencakup sulit untuk tidur, sering bangun di malam hari dan

    mengalami kesulitan untuk tidur kembali, bangun terlalu pagi, sering mengantuk pada

    siang hari atau sering merasa lelah setelah bangun tidur.

    2. Secara umum, insomnia menyebabkan penderita menjadi cepat merasa lelah, stres,lekas marah dan bermasalah dengan daya konsentrasi atau memori sehingga dapat

    mengganggu fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting yang lainnya.

    2.5 Penatalaksanaan Terapi

    2.5.1 Terapi non farmakologi

    Insomnia merupakan gangguan tidur yang memerlukan evaluasi serius dalam

    pengatasannya (Japardi, 2002). Proses penyembuhan insomnia tergantung pada seberapa

    serius gejala yang dialami penderita. Insomnia ringan tidak memerlukan pengobatan karena

    peristiwanya biasanya akan berlalu kurang dari sehari. Penderita mungkin hanya perlu

  • 7/30/2019 Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

    7/16

    mengubah jadwal tidur dan bangun atau menyetel ulang jam biologisnya sehingga dapat

    kembali ke keadaan normal (Rafiudin, 2004).

    Sebelum memulai terapi, sangatlah penting untuk mengetahui faktor penyebab

    terjadianya insomnia. Secara non farmakologi, insomnia yang terjadi karena faktor psikologis

    paling baik diterapi dengan psikoterapi karena penyebabnya berupa faktor-faktor psikologis.

    Penting bagi penderita insomnia untuk secara terbuka menjelaskan mengenai awal mula

    penyebab insomnia sehingga dapat ditentukan terapi yang sebaiknya diberikan. Pemahaman

    mengenai penyebab insomnia dan pemahaman yang didapat melalui perspektif yang objektif

    atau tinjauan psikologis mengenai masalah yang dialami akan mengarahkan penderita pada

    sikap, strategi dan pola pikir yang benar sehingga dapat diperoleh persepsi masalah dan solusi

    yang tepat. Adapun beberapa usaha sederhana lebih lanjut yang dapat dilakukan penderita

    diantaranya:1. Berolahraga teratur. Beberapa penelitian menyebutkan berolah raga secara teratur

    dapat membantu penderita gangguan tidur atau insomnia. Olahraga sebaiknya

    dilakukan pada pagi hari. Dengan berolahraga, kualitas kesehatan menjadi lebih

    optimal sehingga tubuh dapat melawan perasaan stres yang muncul dengan lebih baik.

    2. Menghindari makan dan minum yang terlalu banyak menjelang tidur. Makanan yangterlalu banyak akan menyebabkan perut menjadi tidak nyaman, sementara minum

    yang terlalu banyak akan menyebabkan frekuensi untuk buang air kecil meningkat.

    Hal ini akan semakin mengganggu proses tidur penderita.

    3. Tidur dalam lingkungan yang nyaman.4. Mengurangi konsumsi hal-hal yang bersifat stimulan seperti teh, kopi, alkohol dan

    rokok.

    5. Mandi dengan air hangat 30 menit atau satu jam sebelum tidur. Mandi air hangat akanmenyebabkan efek sedasi atau merangsang tidur. Selain itu, mandi air hangat juga

    dapat mengurangi ketegangan tubuh.

    6. Melakukan aktivitas relaksasi secara rutin. Mendengarkan musik atau melatihpernafasan akan membuat tubuh lebih santai sehingga akan mempermudah tidur.

    7. Menjernihkan pikiran dan sebisa mungkin mengenyahkan segala kekhawatiran.8. Tidur dan bangun dalam periode waktu yang teratur setiap hari. Hal ini dilakukan

    untuk mencegah kekacauan pada waktu tidur.

    (Sudarno, 2009; Kee andHayes, 1996)

  • 7/30/2019 Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

    8/16

    2.4.2 Terapi farmakologi

    Selain dilakukan pengobatan secara kausal untuk mengobati gejala gangguan tidur atau

    insomnia, penderita insomnia juga dapat diterapi dengan pemberian obat golongan sedatif

    hipnotik (Japardi, 2002). Sedatif dan hipnotik adalah senyawa yang dapat menekan sistem

    saraf pusat sehingga menimbulkan efek sedasi lemah sampai tidur pulas. Sedatif adalah

    senyawa yang menimbulkan sedasi, yaitu suatu keadaan terjadinya penurunan kepekaan

    terhadap rangsangan dari luar karena adanya penekanan pada sistem saraf pusat. Sedatif

    digunakan untuk menekan kecemasan yang diakibatkan oleh ketegangan emosi dan tekanan

    kronik (Siswandono dan Soekardjo, 2008).

    Hipnotik digunakan untuk pengobatan gangguan tidur seperti insomnia. Kelebihan dosis

    dapat menimbulkan koma dan kematian karena terjadi depresi pusat medula yang vital di

    otak. Pengobatan jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan obat (Siswandono danSoekardjo, 2008). Obat sedatif hipnotik menimbulkan rangkaian efek depresan SSP mulai

    dari sedasi ringan, meredakan ansietas sampai anestesi dan koma (Katzung, 2011).

    a. Turunan barbituratAsam barbiturat adalah hasil kondensasi asam malonat dan urea (Staf Pengajar

    Departemen Farmakologi, 2009). Turunan barbiturat merupakan sedatif yang banyak

    digunakan sebelum ditemukannya turunan benzodiazepin. Mekanisme kerja turunan

    barbiturat yaitu bekerja dengan meningkatkan respon GABA dan meniru kerja GABA

    dengan membuka saluran klorida pada keadaan tanpa GABA sehingga menghasilkan

    siatu peningkatan inhibisi SSP (Stringer, 2008).

    Barbiturat digolongan berdasarkan durasi kerjanya. Tiopental merupakan obat

    yang bekerja sangat singkat (beberapa menit); pentobarbital, sekobarbital dan

    amobarbital adalah obat-obat yang bekerja singkat (beberapa jam) dan fenobarbital

    adalah obat yang bekerja lama (beberapa hari) (Stringer, 2008).

    b. Turunan non benzodiazepinTurunan non benzodiazepin adalah pilihan obat alternatif yang digunakan untuk

    pasien yang tidak boleh menerima terapi dari turunan benzodiazepine karena tidak

    diinginkan timbulnya ketergantungan psikis dan fisik pada penggunaan jangka

    panjang. Obat-obatan yang termasuk turunan nonbenzodiazepin antara lain

    antihistamin (difenhidramin, doxylamin, pyrilamin), antidepresan (amitryptilin,

    doxepin, nortriptyline) dan senyawa-senyawa yang berefek hipnotik seperti

    benzodiazepin (zolpidem, zaleplon) (Katzung, 2011).

  • 7/30/2019 Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

    9/16

    c. Turunan benzodiazepinTurunan benzodiazepin adalah obat pilihan yang banyak digunakan sebagai

    sedatif hipnotik karena mempunyai efikasi dan batas keamanan yang lebih besar

    dibandingkan dengan turunan sedatif hipnotik yang lain. Selain efek sedatif hipnotik,

    benzodiazepin juga mempunyai efek menghilangkan ketegangan, kegelisahan dan

    insomnia. Penggunaan jangka panjang, terutama dalam dosis tinggi dapat

    menimbulkan ketergantungan fisik dan mental (Siswandono dan Soekardjo, 2008).

    Efek farmakologis benzodiazepin merupakan akibat aksi gama aminobutyric acid

    (GABA) sebagai neurotransmiter penghambat di otak. Benzodiazepin akan

    meningkatkan kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter penghambat

    sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel

    dan mendorong post sinaptik membran sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini akanmenghasilkan efek ansiolisis dan sedasi (Schmitz et al., 2009).

    Berdasarkan kecepatan metabolismenya, obat benzodizepin dapat dibedakan

    menjadi tiga kelompok yaitu zat-zat long acting, short actingdan ultra short acting.

    Zat long actingantara lain klordiazepoksid, diazepam, nitrazepam dan flurazepam; zat

    short acting antara lain oksazepam, lorazepam, lormetazepam, temazepam,

    loprazolam dan zopiclon, sedangkan zat ultra short acting antara lain triazolam,

    midazolam dan estazolam (Stringer, 2008).

  • 7/30/2019 Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

    10/16

    BAB III

    CASE STUDY DAN ANALISISNYA

    3.1 Identitas Pasien

    Nama Pasien : Tuan A.GUmur : 40 tahun

    Diagnosa : Gangguan tidur (insomnia)

    3.2 Subjektif

    Keluhan Utama : Tidak dapat tidur lelap, terbangun dengan rasa lelah keesokan

    harinya.

    Keluhan

    Tambahan

    : Selalu merasa cemas sepanjang hari, mata perih dan berair, tidak

    fokus pada pekerjaannya, mata tampak berkantung.

    3.3 Objektif

    Tanda-tanda vital dalam batas normal.

    3.4 Assesment

    3.4.1 Terapi Pasien

    Berdasarkan diagnosa dari dokter, Tuan A.G menderita penyakit gangguan tidur

    (insomnia). Insomnia yang dialami oleh Tuan A.G kemungkinan disebabkan oleh adanya

    tekanan dari pekerjaan yang sedang dia lakukan. Untuk mengobati penyakitnya tersebut, Tuan

    A.G diberikan terapi diazepam dengan dosis 10 mg sekali sehari pada malam hari.

    3.4.2 Problem medik dan DRP pasien

    Problem medik Subjektif dan Objektif Terapi DRP

    Insomnia

    (gangguan tidur)

    Subjektif: Tidak dapat

    tidur lelap, terbangun

    dengan rasa lelah

    keesokan harinya, mataperih dan berair, tidak

    fokus pada

    pekerjaannya, tampak

    kantung mata pada

    bagian bawah mata.

    Objektif: -

    Tablet diazepam 10

    mg, sekali sehari

    pada malam hari

    - Dosis obat yangdiberikan terlalu

    tinggi

    Ansietas (gangguan

    kecemasan)

    Subjektif: selalu merasa

    cemas sepanjang hari

    Objektif: -

  • 7/30/2019 Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

    11/16

  • 7/30/2019 Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

    12/16

    3.5.3 Monitoring

    Tuan A.G diharapkan datang kembali untuk memantau perkembangan penyakitnya

    setelah diterapi dengan diazepam selama 3 hari. Apabila terapi sudah efektif, maka

    pengobatan dengan diazepam akan perlahan-lahan dikurangi dengan penurunan dosis.

    Namun, apabila selama 3 hari pemakaian diazepam Tuan A.G masih mengeluh insomnia dan

    mengalami kecemasan saat bekerja, maka pengobatan dengan diazepam akan dilanjutkan

    selama 1-2 minggu dengan dosis dan frekuensi pemberian yang sama. Efektivitas terapi dan

    efek samping yang terjadi pada pasien, dapat dimonitoring dengan melihat kartu efektivitas

    dan intensitas efek samping yang harus diisi pasien tiap hari setiap hari setelah pemakaian

    obat. Monitoring terhadap pengobatan Tuan A.G dapat dilihat sebagai berikut:

    A. Efektivitas terapi

    a.

    Kondisi klinikEfektivitas terapi yang dapat diamati dari penggunaan diazepam oleh pasien

    adalah dengan adanya perbaikan kualitas tidur serta menurunnya tingkat

    kecemasan pasien. Hal ini juga nantinya akan berkaitan dengan berkurangnya

    keluhan mata perih dan berair, terbangun dengan rasa lelah keesokan harinya,

    tidak fokus pada pekerjaan dan tampak kantung mata pada bagian bawah mata.

    b. Tanda-tanda vitalTanda-tanda vital yang dapat diamati dan dimonitoring untuk mengetahui

    efektivitas terapi pada pasien yaitu tekanan darah, suhu tubuh, denyut nadi dan

    kecepatan pernapasan.

    c. LaboratoriumPemeriksaan laboratorium yang dapat dijadikan patokan untuk mengetahui

    efektivitas terapi dari pengobatan insomnia misalnya electroencephalogram

    (EEG), electromyogram (EMG), electrooculagram (EOG).

    Tabel efektivitas terapi pengobatan

    Hari/Tgl

    Efektivitas terapi

    Kualitas

    tidur baik

    Tingkat

    kecemasan

    menurun

    Keluhan mata

    perih dan berair

    berkurang

    Keluhan terbangun

    dengan rasa lelah

    berkurang

    Keterangan:

    () : ya atau pengobatan efektif(X) : tidak atau pengobatan tidak efektif

  • 7/30/2019 Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

    13/16

    B. Efek samping

    Keparahan efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan obat dapat dilihat dari tabel

    intensitas efek samping obat.

    Hari/Tgl

    Intensitas efek samping Obat

    Gangguan

    penglihatan

    Gangguan

    pencernaan

    Depresi

    pernapasanVertigo Kelemahan

    otot

    Keterangan:

    Pengisian intensitas efek samping obat

    Tidak ada efek samping : - Efek samping ringan : + Efek samping sedang : ++ Efek samping berat : +++

    Jika efek samping yang terjadi tergolong kategori berat, maka segera konsultasikan kondisi

    kesehatan ke dokter.

    3.6 PembahasanBenzodiazepin merupakan golongan obat sedatif-hipnotik yang diindikasikan untuk

    terapi insomnia disertai ansietas. Diantara obat sedatif-hipnotik, benzodiazepin lebih dipilih

    dibandingkan golongan lain seperti barbiturat dan alkohol. Peningkatan dosis obat barbiturat

    dan alkohol lebih dari yang diperlukan untuk hipnosis dapat menimbulkan keadaan anestesi

    umum. Jika dosis ditingkatkan lagi, maka dapat menekan pusat pernapasan dan pusat fase

    motor di medula oblongata, menimbulkan koma dan kematian (Katzung, 2011).

    Diazepam merupakan salah satu contoh obat yang berasal dari golongan benzodiazepin

    yang memiliki efek sedatif-hipnotik, ansiolitik dan antikonvulsan dengan waktu paruh

    eliminasi yang panjang yakni 20-50 jam. Obat ini biasanya diberikan pada pasien yang

    mengalami status epileptikus, ansietas atau insomnia, konvulsi akibat keracunan, kejang

    demam, dan spasme otot (McEvoy, 2002). Jika diindikasikan untuk mengobati penyakit

    insomnia akibat ansietas, dosis diazepam yang dapat diberikan kepada pasien adalah 5-15 mg,

    sekali sehari pada malam hari (IONI, 2008).

  • 7/30/2019 Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

    14/16

    Tuan A.G mengalami insomnia yang dapat disebabkan karena pengaruh kecemasan

    akibat tekanan pekerjaan. Jika dilihat dari keluhan yang dia derita, insomnia yang dialami

    Tuan A.G masih dapat dikatakan insomnia ringan dan dapat segera hilang apabila

    penyebabnya teratasi (deadline pekerjaan sudah terlewati). Penggunaan obat benzodiazepin

    untuk mengatasi insomnia yang diakibatkan oleh ansietas sebaiknya dimulai dari dosis yang

    paling kecil untuk menghindari terjadinya ketergantungan obat dan risiko toleransi (Sudoyo

    dkk., 2006). Maka dari itu, dosis diazepam yang diberikan kepada Tuan A.G sebaiknya

    dimulai dari dosis terkecil yakni 5 mg/hari pada malam hari. Penggunaan diazepam sebanyak

    satu kali sehari pada malam hari mampu mengatasi gangguan tidur Tuan A.G dan gangguan

    kecemasan pada keesokan harinya. Hal ini karena waktu paruh eliminasi obat diazepam yang

    panjang menyebabkan adanya akumulasi obat di dalam tubuh sehingga dihasilkan efek sedasi

    pada hari berikutnya. Selain itu, frekuensi pemberian dosis obat dengan waktu paruh yangpanjang memang perlu dikurangi untuk mencegah rebound diantara pemberian dosis obat

    (Kee and Hayes, 2000; Dipiro et al., 2009).

    Monitoring yang ketat perlu dilakukan pada tiga malam pertama penggunaan diazepam.

    Apabila setelah malam ketiga, kondisi tidur Tuan A.G sudah membaik, maka konsumsi obat

    dapat perlahan-lahan dikurangi dengan menurunkan dosisnya. Namun, apabila setelah 3 hari

    kondisinya belum membaik, maka terapi dilanjutkan hingga 1-2 minggu (Kee and Hayes,

    2000; Tjay dan Rahardja, 2007).

    BAB IV

    KESIMPULAN

    1. Penggunaan diazepam (benzodiazepin) pada kasus Tuan A.G sudah rasional kerenadiazepam memiliki indikasi untuk mengobati insomnia yang disertai dengan ansietas.

    2. Pemberian diazepam pada Tuan A.G diturunkan dosisnya dari 10 mg/hari menjadi 5mg/hari pada malam hari karena terapi menggunakan obat golongan benzodiazepine harus

    dimulai dari dosis terkecil untuk menghindari terjadinya efek ketergantungan dan toleransi

    obat.

  • 7/30/2019 Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

    15/16

    LAMPIRAN

    1. DiazepamIndikasi : pemakaian jangka pendek pada ansietas dan insomnia (IONI,

    2008).

    Mekanisme : berikatan dengan reseptor benzodiazepin spesifik di otak untuk

    menghambat neotransmisi yang dilakukan GABA di sinaps

    semua saraf otak dan blokade dari pelepasan muatan listrik

    (Tjay dan Rahardja, 2008).

    Kontraindikasi : hipersensitivitas pada diazepam, depresi pernafasan, gangguan

    hati berat, kondisi fobia dan obsesi, glaukoma, serangan asma

    akut, trimester pertama kehamilan, bayi prematur dan tidakboleh digunakan pada kasus ansietas dengan depresi (IONI,

    2008; Lacy et al., 2011).

    Efek Samping : mengantuk, kelemahan otot, gangguan mental, amnesia,

    ketergantungan, depresi pernafasan, kadang-kadang terjadi

    nyeri kepala, vertigo, hipotensi, gangguan saluran cerna, ruam,

    gangguan penglihatan dan retensi urin (IONI, 2008).

    Dosis : untuk ansietas 2 mg 3 kali/hari, dinaikkan bila perlu sampai

    15-30 mg/hari dalam dosis terbagi. Untuk insomnia yang

    disertai ansietas, dosis 5-15 mg sebelum tidur (IONI, 2008).

    Sediaan yang beredar : -Diazepam (generik) tablet 2 mg, 5 mg.

    -Lovium (Phapros) tablet 2 mg, 5 mg.

    -Mentalium (Soho) tablet 2 mg, 5 mg, 10 mg.

    -Paralium (Prafa) cairan injeksi 5 mg/mL.

    -Trankinon (Combiphar) tablet 2 mg, 5 mg.

    -Valium (Roche Indonesia) tablet 2 mg, 5 mg.

    -Validex (Dexa Medica) tablet 2 mg, 5 mg.

    -Valisanbe (Sanbe) tablet 2 mg, 5 mg.

    Interaksi Obat : menimbulkan efek aditif bila digunakan bersama obat depresan

    SSP, alkohol, analgesik opioid, antikonvulsan, dan fenotiazin

    (Katzung, 2011).

  • 7/30/2019 Anxietas Dan Gangguan Tidur Kelompok II Edit

    16/16

    DAFTAR PUSTAKA

    American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Statistical Manual of Mental

    Disorder. Fourth Edition. Arlington: American Psychiatric Publishing, Inc.

    BPOM RI. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Badan Pengawas Obat

    dan Makanan.

    Dipiro, J. T., B.G. Wells, T.L. Schwinghammer and C.V. Dipiro. 2009. Pharmacotherapy

    Handbook. Seventh Edition. USA: The McGraw-Hill Companies.

    Fauci, A.S., D.L. Kasper., E. Braunwald., S.L. Hauser., D.L. Longo., J.L. Jameson., andJ.

    Loscalzo. 2004.Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-

    Hill Companies, Inc.

    Haryono, A., A. Rindiarti, A. Ariyanti, A. Pawitri, A. Ushuluddin, A. Setiawati, A. Reza,

    C.W. Wawolumaja dan R. Sekartini. 2009. Prevalensi Gangguan Tidur pada Remaja

    Usia 12-15 tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Sari Pediatri 11 (3).

    Japardi, I. 2002. Gangguan Tidur. Medan: Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas

    Sumatera Utara.

    Katzung, B.G. 2011. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku

    Kedokteran EGC.

    Kee, J.L. andE.R. Hayes. 2000. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan.

    Lacy, C.F., L.L. Amstrong, M.P. Goldman and L. L. Lance. 2011. Drug Information

    Handbook. Twentieth Edition. United States: Lexi-Comp Inc.

    McEvoy, G.K. 2002. AHFS Drug Information. American Society of Health System

    Pharmcists. United State of America.

    Rafiudin, R. 2004.Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta: Elex Media Komputindo.

    Schmitz, G., H. LepperandM. Heidrich. Farmakologi dan Toksikologi. Edisi Tiga. Jakarta:

    Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Siswandono dan B. Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal. Edisi II. Surabaya: Airlangga

    University Press.

    Sudarno, P. 2009. Manajemen Terapi Motivasi: Sehat Tanpa Obat. Jakarta: Gramedia

    Pustaka Utama.

    Sudoyo, A. W., B. Setiyohadi, Idrus Alwi, M. Simadibrata, S. Setiati. 2006.Buku Ajar Ilmu

    Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

    Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

    Staf Pengajar Departemen Farmakologi. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta:

    Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Stringer, J.L. 2008. Konsep Dasar Farmakologi: Panduan Untuk Mahasiswa. Edisi Tiga.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Videbeck, S.L. 2008.Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.