PENATALAKSANAAN ANXIETAS

21
A. Tatalaksana 1.) Penatalaksanaan ketika serangan panik terjadi Serangan panik merupakan salah satu jenis kegawatdaruratan psikiatri. Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi pasien serangan panik yang datang dengan keluhan nyeri dada, sesak napas, palpitasi, atau nyaris pingsan antara lain: 1. Terapi oksigen 2. Membaringkan pasien dalam posisi fowler 3. Memonitor tanda-tanda vital, saturasi oksigen, dan EKG 4. Memeriksa ada tidaknya kelainan lain yang dialami pasien seperti kelainan kardiopulmoner dan memastikan kalau pasien memang sedang mengalami serangan panik. 5. Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien kalau semua keluhan yang dialaminya dapat berkurang jika dia menenangkan diri. Komponen utama dari terapi pasien serangan panik adalah menjelaskan pada pasien kalau kondisi yang dialaminya bukanlah disebabkan oleh kondisi medis yang serius dan bukan pula dikarenakan oleh gangguan mental yang parah, tapi lebih diakibatkan oleh ketidakseimbangan kimiawi dalam tubuh karena respon sistem simpatik atau fight or flight response. Memberi 1

description

Penatalaksanaan ketika serangan panik terjadi. Penatalaksanaan gangguan panik ketika tidak ada serangan.

Transcript of PENATALAKSANAAN ANXIETAS

Page 1: PENATALAKSANAAN ANXIETAS

A. Tatalaksana

1.) Penatalaksanaan ketika serangan panik terjadi

Serangan panik merupakan salah satu jenis kegawatdaruratan psikiatri.

Adapun beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi pasien

serangan panik yang datang dengan keluhan nyeri dada, sesak napas,

palpitasi, atau nyaris pingsan antara lain: 

1. Terapi oksigen 

2. Membaringkan pasien dalam posisi fowler

3. Memonitor tanda-tanda vital, saturasi oksigen, dan EKG

4. Memeriksa ada tidaknya kelainan lain yang dialami pasien seperti

kelainan kardiopulmoner dan memastikan kalau pasien memang sedang

mengalami serangan panik.

5. Memberikan penjelasan dan motivasi pada pasien kalau semua keluhan

yang dialaminya dapat berkurang jika dia menenangkan diri.

Komponen utama dari terapi pasien serangan panik adalah

menjelaskan pada pasien kalau kondisi yang dialaminya bukanlah

disebabkan oleh kondisi medis yang serius dan bukan pula dikarenakan

oleh gangguan mental yang parah, tapi lebih diakibatkan oleh

ketidakseimbangan kimiawi dalam tubuh karena respon sistem simpatik

atau fight or flight response. Memberi keyakinan seperti ini terbukti

menjadi plasebo yang signifikan dalam memperbaiki kondisi pasien. 

Dokter harus mendengarkan keluhan pasien secara efektif namun

tetap menunjukkan empati terhadap kondisi pasien. Kita harus hati-hati

dalam menggunakan frasa seperti “penyakit Anda tidak serius” atau

“Anda akan baik-baik saja” karena itu dapat di-misinterpretasi oleh

pasien sebagai ketiadaan empati. 

6. Memberikan injeks lorazepam 0.5 mg IV untuk menenangkan dan

mengurangi impuls tak terkontrol pasien.

Bila keadaan pasien membaik, lorazepam injeksi dapat diganti

dengan lorazepam oral atau golongan benzodiazepin lain. Terapi ini

tidak boleh lebih dari 1 minggu untuk mencegah ketergantungan.

Benzodiazepin digunakan hanya untuk meningkatkan kepercayaan diri

1

Page 2: PENATALAKSANAAN ANXIETAS

pasien. Setelah serangan panik berlalu, pasien harus dijelaskan

mengenai pentingnya terapi jangka panjang seperti CBT (Cognitive-

behaviour therapy) dan penggunaan obat jenis SSRI (Serotonin

Selective Reuptake Inhibitors) (Memon, 2011). 

2). Penatalaksanaan gangguan panik ketika tidak ada serangan

Mengingat gangguan panik merupakan suatu penyakit yang bersifat

kronik, sering berulang, serta dapat menyertai berbagai gangguan mental

dan somatik lain, maka penatalaksanaan yang tepat serta hemat biaya

sangat dibutuhkan oleh pasien untuk mengurangi beban ekonomi yang bisa

ikut menjadi pemicu gangguan mental yang lain lagi pada pasien (Memon

et al, 2011).

1. Cognitive-behavioral therapy (CBT)

CBT, dengan atau tanpa farmakoterapi, merupakan terapi pilihan

untuk gangguan panik, dan terapi ini harus diberikan pada semua

pasien. CBT memiliki efikasi yang lebih tinggi dalam mengatasi

gangguan panik dan biayanya lebih murah. Selain itu tingkat drop out

dan relaps juga lebih rendah jika dibandingkan dengan terapi

farmakologi. Meskipun begitu, hasil yang lebih superior dapat

dihasilkan dari kombinasi CBT dan famakoterapi (Memon et al, 2011).

Beberapa Metode CBT :

Terdapat beberapa metode CBT, beberapa di antaranya yakni

metode restrukturisasi, terapi relaksasi, terapi bernapas, dan terapi

interocepative. Inti dari terapi CBT adalah membantu pasien dalam

memahami cara kerja pemikiran otomatis dan keyakinan yang salah

dapat menimbulkan respon emosional yang berlebihan, seperti pada

gangguan panik.

a. Terapi restrukturisasi, melalui terapi ini pasien dapat

merestrukturisasi isi pikirannya dengan cara mengganti semua

pikiran–pikiran negatif yang dapat mengakibatkan perasaan tidak

menyenangkan yang dapat memicu serangan panik dengan

pemikiran-pemikiran positif (Saddock et al, 2007)

2

Page 3: PENATALAKSANAAN ANXIETAS

b. Terapi relaksasi dan bernapas dapat digunakan untuk membantu

pasien mengontrol kadar kecemasan dan mencegah hypocania ketika

serangan panik terjadi. Semua jenis CBT seperti di atas dapat

dilakukan pasien dengan atau tanpa melibatkan dokter (McLean et

al, 2001).

c. Salah satu metode CBT seperti interoceptive therapy yang terbukti

berhasil pada 87% pasien harus dilakukan dengan bantuan dokter di

suatu lingkungan yang terkontrol. Karena terapi ini dilakukan

dengan memberikan paparan yang dapat menstimulus serangan

panik pasien dengan cara meningkatkannya sedikit demi sedikit

hingga pasien mengalami desensitasi terhadap stimulus tersebut.

Adapun beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk mendesensitasi

gangguan panik antara lain:

(i) Hiperventilasi disengaja – ini dapat mengakibatkan kepala

pusing, derealisasi, dan pandangan menjadi kabur

(ii) Melakukan putaran pada kursi ergonomis – ini dapat

mengakibatkan rasa pusing dan disorientasi

(iii) Bernapas melalui pipet – ini dapat mengakibatkan sesak napas

dan konstriksi saluran napas

(iv) Menahan napas -  ini dapat menciptakan sensasi seperti

pengalaman menjelang ajal

(v) Menegangkan badan – untuk menciptakan perasaan tegang dan

waspada

Semua tindakan di atas dilakukan tidak boleh lebih dari 1 menit.

Kuncinya dari teknik di atas adalah menciptakan sejumlah stimulus yang

menyerupai serangan panik. Latihan-latihan tersebut diulangi 3-5 kali sehari

hingga pasien tidak lagi merasakan kepanikan terhadap stimulus seperti itu.

Biasanya butuh waktu hingga beberapa minggu untuk dapat mencapai hal

itu (Memon, 2011).

Pemaparan terhadap stimulus tersebut dilakukan agar pasien dapat

belajar melalui pengalaman bahwa semua sensasi internal yang dia rasakan

3

Page 4: PENATALAKSANAAN ANXIETAS

seperti sesak napas, pusing dan pandangan yang kabur bukanlah hal yang

harus ditakuti. Ketika pasien mulai menyadari hal tersebut maka secara

otomatis, hippocampus dan amygdala, yang merupakan pusat emosi, akan

ikut mempelajarinya sebagai hal yang tidak perlu ditakuti, sehingga respon

sistem simpatik akan ikut berkurang (Memon, 2011).

2. Terapi Medikasi

Terdapat 3 golongan besar obat yang dianjurkan untuk mengatasi

gangguan panik, yakni golongan SSRI (Serotonin Selective Reuptake

Inhibitors), trisiklik, dan MAOI (Monoamine Oxidase Inhibitor). Sedangkan

golongan benzodiazepin hingga saat ini masih dianggap kontoversial dalam

terapi gangguan panik (Cloos et al, 2005).

a. Golongan SSRI

Penggunaan SSRI dan follow up keberhasilannya sebaiknya

dimulai dalam rentang 2 minggu sejak serangan panik terjadi karena

SSRI dapat memicu serangan panik pada pemberian awal. Oleh karena

itu dosis SSRI dimulai dari yang terkecil lalu ditingkatkan secara

perlahan di setiap kesempatan follow up berikutnya. 

SSRI dipercaya dapat meningkatkan kadar serotonin di

ekstraselular dengan cara menghambat pengambilan kembali serotonin

ke dalam sel presinaptik sehingga ada lebih banyak serotonin di celah

sinaptik yang dapat berikatan dengan reseptor sel post-sinaptik. SSRI

memiliki tingkat selektivitas yang cukup baik terhadap transporter

monoamin yang lain, seperti pada transporter noradrenaline dan

dopamine, SSRI memiliki afinitas yang lemah terhadap kedua reseptor

tersebut sehingga efek sampingnya lebih sedikit. 

SSRI merupakan obat psikotropik pertama yang dianggap memiliki

desain obat rasional, karena cara kerjanya benar-benar spesifik pada

suatu target biologi tertentu dan memberikan efek berdasarkan target

tersebut. Oleh karena itu SSRI digunakan secara luas di hampir semua

negara sebagai lini pertama pengobatan antipanik (Memon et al, 2011).

SSRI dapat diberikan selama 2-4 minggu, dan dosisnya dapat

ditingkatkan secara bertahap tergantung pada kebutuhan. Semua jenis

4

Page 5: PENATALAKSANAAN ANXIETAS

SSRI yang dikenal saat ini memiliki efektifitas yang baik dalam

menangani gangguan panik. Salah satunya, Fluoxetine dalam salut

memiliki masa paruh waktu yang panjang sehingga cocok digunakan

untuk pasien yang kurang patuh minum obat. Selain itu waktu paruh

yang panjang dapat meminimalisir efek withdrawl yang dapat terjadi

ketika pasien lelah atau tiba-tiba menghentikan penggunaan SSRI

(Saddock et al, 2007).

Contoh Golongan SSRI :

(i) Fluoxetine (Prozac)

Fluoxetine secara selektif menghambat reuptake seotonin

presinaptik, dengan efek minimal atau tanpa efek sama sekali terhadap

reuptake norepinephrine atau dopamine. 

(ii) Paroxetine (Paxil, Paxil CR)

Ini merupakan SSRI alternatif yang bersifat sedasi karena cara

kerjanya berupakan inhibitor selektif yang poten terhadap serotonin

neuronal dan memiliki efek yang lemah terhadap reuptake

norepinephrine dan dopamine. 

(iii) Sertraline (Zoloft)

Cara kerjanya mirip fluoxetine namun memiliki efek inhibisi yang

lemah pada reuptake norephinephrine dan dopamine neuronal. 

(iv) Fluvoxamine (Luvox, Luvox CR)

Fluoxamine merupakan inhibitor selektif yang juga poten pada

reuptake serotonin neuronal serta secara signifikan tidak berikatan

pada alfa-adrenergik, histamine atau reseptor kolinergik sehingga efek

sampingnya lebih sedikit dibanding obat-obatan jenis trisiklik. 

(v) Citalopram (Celexa)

Citalopram meningkatkan aktivitas serotonin melalui inhibisi

selektif reuptake serotonin pada membran neuronal. Efek samping

antikolinergik obat ini lebih sedikit. 

(vi) Escitalopram (Lexapro)

Escitalopram merupakan enantiomer citalopram. Mekanisme

kerjanya mirip dengan citalopram. 

5

Page 6: PENATALAKSANAAN ANXIETAS

Efek samping SSRI biasanya timbul selama 1-4 minggu pertama ketika

tubuh mulai mencoba beradaptasi dengan obat (kecuali efek samping

seksual yang timbul pada fase akhir pengobatan). Biasanya penggunaan

SSRI mencapai 6-8 minggu ketika obat mulai mendekat potensi terapi yang

menyeluruh. Adapun beberapa efek samping SSRI antara lain: anhedonia,

insomnia, nyeri kepala, tinitus, apati, retensi urin, perubahan pada perilaku

seksual, penurunan berat badan, mual, muntah dan yang ditakutkan adalah

efek samping keinginan bunuh diri dan meningkatkan perasaan depresi pada

awal pengobatan (Memon et al, 2011).

b. Golongan Trisiklik

Golongan trisiklik zat kimia heterosiklik yang awalnya digunakan

untuk mengatasi depresi. Pada awal penemuannya, golongan trisiklik

merupakan pilihan pertama untuk terapi depresi. Meskipun masih

dianggap memiliki efektifitas yang tinggi, namun saat ini penggunaannya

mulai digantikan oleh golongan SSRI dan antidepresan lain yang terbaru

(Memon et al, 2011).

Golongan trisiklik beberapa memiliki kelebihan di antaranya, dosisnya

cukup 1x/hari, rendah resiko ketergantungan, dan tidak perlu ada

pantangan makanan. Namun 35% penggunanya langsung menghentikan

pengobatan karena efek samping yang tidak menyenangkan. Golongan

trisiklik harus dimulai dengan dosis kecil untuk menghindari amphetamine

like stimulation. Biasanya pengobatan dengan menggunakan trisiklik

membutuhkan waktu  sekitar 8-12 minggu untuk mencapai respon terapi.

Trisiklik masih tetap digunakan dalam terapi terutama untuk depresi atau

panik yang resisten terhadap obat antipanik terbaru. Selain itu golongan

trisiklik tidak menyebabkan ketergantungan sehingga dapat digunakan

dalam jangka waktu yang lama. Hanya saja kelemahan golongan ini

adalah, efek sampingnya biasanya mendahului efek terapi sehingga banyak

pasien yang justru segera menghentikan pengobatan meskipun efek

terapinya belum tercapai (Saddock et al, 2007).

6

Page 7: PENATALAKSANAAN ANXIETAS

Mekanisme kerja kebanyakan trisiklik menyerupai cara kerja SNRI

(Serotonin-Norepinephrine Reuptake Inhibitor) dengan cara memblok

transporter serotonin dan norepinephrine, sehingga terjadi peningkatan

neurotransmiter ekstraseluler yang dapat bereaksi dalam proses

neurotransmisi. Trisiklik sama sekali tidak bereaksi terhadap transporter

dopamin sehingga efek samping akibat peningkatan dopamin seperti

halusinasi dapat berkurang (Memon et al, 2011).

Selain bereaksi pada reseptor norepinephrine dan serotonin, trisiklik

juga bereaksi sebagai antagonis pada neurotransmiter 5-HT2 (5-HT2A and

5-HT2C), 5-HT6, 5-HT7, α1-adrenergic, and NMDA receptors, dan

sebagai agonists pada sigma receptors (σ1 and σ2), yang memberikan

kontribusi pada efek terapi dan efek sampingnya. Trisiklik juga dikenal

sebagai antihistamin dan antikolinergik kuat karena dapat bereaksi dengan

reseptor histamine dan asetilkolin muskarinik.

Kebanyak trisiklik juga dapat menghambat kanal natrium dan kalsium,

sehingga dapat bekerja seperti obat-obatan natrium channel blocker dan

calcium channel blocker. Karena itu penggunanaan berlebih trisiklik dapat

menyebabkan kardiotoksik (Memon et al, 2011).

Contoh Golongan Trisiklik :

(i) Imipramine (Tofranil, Tofranil-PM)

Imipramine menghambat reuptake norepinephrine dan serotonin

pada neuron presinaptik. 

(ii) Desipramine (Norpramin)

Desipramine dapat meningkatkan konsentrasi norepinephrine pada

celah sinaptik sistem saraf pusat dengan cara menghambat reuptake di

membran presinaptik. Hal ini dapat menyebabkan efek desensitasi

pada adenyl cyclase, menurunkan regulasi reseptor beta-adrenergik,

dan regulasi reseptor serotonin. 

(iii) Clomipramine (Anafranil)

Obat ini berefek langsung pada uptake serotonin sedangkan pada

efeknya uptake norepinephrine terjadi ketika obat ini diubah menjadi

metabolitnya, desmethylclomipramine.

7

Page 8: PENATALAKSANAAN ANXIETAS

Ada banyak efek samping yang dapat disebabkan oleh trisiklik yang

berkaitan dengan antimuskariniknya. Beberapa di antaranya adalah mulut

kering, hidung kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, gangguan

memori dan peningkatan temperatur tubuh. Efek samping lainnya adalah

pusing, cemas, anhedonia, bingung, sulit tidur, akathisia, hipersensitivitas,

hipotensi, aritmia serta kadang-kadang rhabdomiolisis (Memon et al,

2011).

c. MAO Inhibitor

Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) merupakan salah satu jenis

antidepresi yang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan panik. Pada

masa lalu golongan ini digunakan untuk mengatasi gangguan panik dan

depresi yang sudah resisten terhadap golongan trisiklik. 

MAO paling efektif digunakan pada gangguan panik yang disertai

agoraphobia. Selain itu MAO juga dapat digunakan untuk mengatasi

migraine dan penyakit parkinson karena target dari obat ini adalah MAO-

B yang berperan dalam timbulnya nyeri kepala dan gejala Parkinson

(Memon, 2011; Saddock, 2007).

Kelebihan MAO adalah tingkat ketergantungan terhadap obat ini

rendah dan efek antikolinergiknya lebih sedikit dibanding obat golongan

trisiklik.  MAOI bekerja dengan cara menghambat aktivitas monoamine

oxidase, sehingga ini dapat mencegah pemecahan monoamine

neurotransmitters dan meningkatkan avaibilitasnya. Terdapat 2 jenis 

monoamine oxidase, MAO-A dan MAO-B. MAO-A berkaitan dengan

deaminasi serotonin, melatonin, epinephrine and norepinephrine.

Sedangkan MAO-B mendeaminasi phenylethylamine and trace amines.

Dopamine dideaminasi oleh keduanya. 

Contoh Golongan MAOI:

(i) Phenelzine (Nardil)

Nardil merupakan obat golongan MAOI yang paling sering

digunakan dalam mengatasi gangguan panik. Hal ini telah dibuktikan

merlalui superioritas yang jelas terhadap placebo dalam percobaan

double-blind untuk mengatas gangguan panik. Obat ini biasanya

8

Page 9: PENATALAKSANAAN ANXIETAS

digunakan untuk pasien yang tidak respon terhadap obat golongan

trisiklik atau obat antidepresi golongan kedua. 

(ii) Tranylcypromine (Parnate)

Obat ini juga efektif terhadap gangguan panik karena berikatan

secara ireversibel pada MAO sehingga dapat mengurangi pemecahan

monoamin dan meningkatkan avaibilitas sinaptik.

Efek Samping MAOI yaitu ketika dikonsumsi peroral, MAOI

menghambat katabolisme amine. Sehingga ketika makanan yang

mengandung tiramin dikonsumsi, seseorang dapat menderita krisis

hipertensi. Jika makanan yang mengandung tiptofan dimakan juga, maka

hal ini dapat menyebabkan hiperserotonemia. Jumlah makanan yang

dibutuhkan hingga menimbulkan reaksi berbeda-beda pada tiap individu.

Mekanisme pasti mengapa konsumsi tiramin dapat menyebabkan krisis

hipertensi pada pengguna obat MAOI belum diketahui, tapi diperkirakan

tiramin menggantikan norepinefrin pada penyimpanannya di vesikel,

dalam hal ini norepinefrin terdepak oleh tiramin. Hal ini dapat memicu

aliran pengeluaran norepinefrin sehingga dapat menyebabkan krisis

hipertensi. Teori lain menyatakan bahwa proliferasi dan akumulasi

katekolamin yang menyebabkan krisis hipertensi. 

Beberapa makanan yang mengandung tiramin antara lain hati,

makanan yang difermentasi dan zat-zat lain yang mengandung levodopa

seperti kacang-kacangan. Makanan-makanan itu harus dihindarkan dari

pengguna MAOI (Memon et al, 2011).

d. Golongan Benzodiazepin

Golongan benzodiazepin merupakan salah satu obat piliahan yang

digunakan untuk mengatasi serangan panik akut. Benzodiazepin bekerja

dengan cara meningkatkan efek neurotransmiter GABA (gamma-butyric

acid), yang berakibat pada inhibisi fungsi eksitasi sehingga dapat

menimbulkan  kantuk, menekan kecemasan, anti kejang, melemaskan otot

dan dapat mengakibatkan amnesia. 

Ada 3 jenis benzodiazepin yakni yang short acting, intermediate

acting dan long acting. Benzodiazepin short dan intermediate acting

9

Page 10: PENATALAKSANAAN ANXIETAS

digunakan untuk mengatasi insomnia sedangkan yang golongan long

acting digunakan untuk mengatasi gangguan panik (Saddock et al, 2007).

Contoh Golongan Benzodiazepin:

(i) Long acting : Clonazepam (Klonopin), Diazepam (Valium, Diastat,

Diazepam Intensol)

Clonazepam menfasilitasi inhibisi GABA dan transmiter

inhibitorik lainnya. Selain itu, obat ini memiliki waktu paru yang relatif

panjang sekitar 36 jam. 

Diazepam merupakan salah satu jenis benzodiazepin yang

potensinya rendah. Namun dapat digunakan untuk mengatasi serangan

panik. Efek samping yang paling sering ditemukan pada benzodiazepin

biasanya berkaitan dengan efek sedasi dan relaksan ototnya. Beberapa

di antaranya adalah mengantuk, pusing, dan penurunan konsentrasi dan

kewaspadaan. Kurangnya koordinasi bisa mengakibatkan jatuh dan

kecelakaan, terutama pada orang tua. Akibat lain dari benzodiazepin

adalah penurunan kemampuan menyetir sehingga dapat berakibat pada

tingginya angka kecelakaan. 

Efek samping lainnya adalah hipotensi dan penekanan pusat

pernapasan terutama pada penggunaan intravena. Beberapa efek

samping lain yang dapat timbul pada penggunaan benzodiazepin adalah

mual, muntah, perubahan selera makan, pandangan kabur, bingung,

euforia, depersonalisasi dan mimpi buruk. Beberapa kasus juga

menunjukkan bahwa benzodiazepin bersifat liver toksik (Memon et al,

2011).

(ii) Intermediate acting : Lorazepam (Ativan)

Lorazepam merupakan suatu hipnotik-sedatif yang memiliki efek

onset singkat dan paruh waktunya tergolong intermediate. Dengan

meningkatkan aksi GABA, yang merupakan inhibitor utama di otak,

lorazepam dapat menekan semua kerja SSP, termasuk sistem limbik

dan formasi retikuler. 

(iii) Short acting : Alprazolam (Xanax, Xanax XR)

10

Page 11: PENATALAKSANAAN ANXIETAS

Alprazolam merupakan terapi pilihan untuk manajemen serangan

panik. Obat ini dapat terikat pada reseptor-reseptor pada beberapa

bagian otak, termasuk sistem limbik dan RES. Meskipun begitu banyak

ahli yang tidak menyarankan penggunaan alprazolam dalam waktu lama

karena tingkat ketergantungannya sangat tinggi. 

Kemasan Alprazolam adalah tablet 0.5 mg x 10 x10. Dosis

Alprazolam untuk dewasa adalah 0.25-0.5 mg 3x/hari, dapat

ditingkatkan dengan interval 3-4 hari sampai dengan maksimal 4

mg/hari dalam dosis terbagi. Sedangkan untuk lansia, pasien lemah fisik

dan disfungsi hati berat dosisnya adalah 0.25 mg 2-3x/hari. Efek

Alprazolam ditingkatkan oleh depresan SS, alkohol, barbiturat.

Eksresinya dihambat oleh simetidin.

e. Serotonin Norepinephrine Reuptake Inhibitors

Ini merupakan salah golongan antipanik terbaru. Cara kerja obat ini

adalah mencegah reuptake inhibitor serotonin-norepinefrin sehingga

dapat mengatasi kepanikan. Contohnya adalah Venlafaxine (Effexor,

Effexor XR). Venlafaxine merupakan salah satu contoh obat inhibitor

reuptake serotonin/norepinephrine selain itu cara kerja obat ini adalah

menurunkan regulasi reseptor beta (Memon, 2011).

3. Interaksi Obat

Adapun beberapa interaksi obat yang harus diperhatikan pada

penggunaan terapi medikasi gangguan panik antara lain:

a. Kombinasi antara trisiklik (Imipramine/Clomipramine) dengan

Haloperidol (Phenothiazine) dapat mengurangi kecepatan ekskresi dari

trisiklik sehingga kadar dalam  plasma meningkat, sebagai akibatnya

dapat terjadi potensiasi efek samping antikolinergik seperti ileus

paralitik, disuria, gangguan absorbsi dan lain-lain.

b. Kombinasi antara trisiklik/SSRI dengan CNS Depressant (alkohol,

opioid, benzodiazepine, dll) menyebabkan potensiasi efek sedasi dan

penelanan terhadap pusat pernapasan bahkan dapat  terjadi gagal napas.

c. Kombinasi trisklik/SSRI dengan obat simpatomimetik (derivat

amfetamin) dapat membahayakan kondisi jantung.

11

Page 12: PENATALAKSANAAN ANXIETAS

d. Kombinasi trisiklik/SSRI dengan MAOI tidak boleh diberikan

bersamaan karena dapat terjadi Serotonin Malignant Syndrome.

Perubahan penggunaan trisiklik/SSRI menjadi MAOI atau  sebaliknya

harus menunggu waktu sekitar 2-4 minggu untuk wash out period.

e. Kombinasi trisiklik dengan SSRI, dapat meningkatkan toksisitas obat

trisiklik (Maslim, 2007).

4.  Pemilihan Obat dan Pengaturan Dosis

a. Semua jenis obat anti-panik hampir sama efektifnya dalam

menanggulangi sindrom panik pada taraf sedang dan pada stadium awal

dari gangguan panik.

b. Bila pasien peka terhadap efek samping obat, maka golongan obat yang

dianjurkan adalah SSRI yang lebih sedikit efek sampingnya.

c. Alprazolam  menjadi pilihan untuk menangani pasien yang terkena

serangan panik akut.

d. Obat anti-panik harus dimulai dengan dosis kecil lalu ditingkatkan

secara perlahan hingga tercapai dosis maintenance. Dan harus

diingatkan pada pasien bahwa efek obat anti-panik bekerja dalam

jangka waktu 2-4 minggu sehingga meyakinkan pasien agar tetap patuh

minum obat sangatlah penting.

e. Lamanya pemberian obat anti-panik bisa mencapai 6-12 bulan dan bila

sudah tidak terdapat lagi gejala, dosisnya dapat diturunkan selama 3

bulan hingga pasien tidak tergantung lagi pada obat. Namun apabila

terdapat lagi serangan, pasien harus memulai lagi pengobatan dari awal.

f. Semua pasien yang baru saja memakan obat anti-panik tidak dianjurkan

membawa kendaraan atau menjalankan mesin karena pasien dapat

tertidur saat melakukan aktivitas.

g. Semua ibu hamil tidak dianjurkan memakan obat anti-panik.

h. Pada manula dan yang menderita gangguan hati serta ginjal, maka dosis

obat anti-panik harus diberikan seminimal mungkin (Maslim, 2007).

12

Page 13: PENATALAKSANAAN ANXIETAS

DAFTAR PUSTAKA

Cloos JM. Treatment of panic disorder. Updated on January 2005. [Cited on June

2011]. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/497207_1

Maslim R Obat anti-panik. Dalam: Penggunaan Klinis Obat Psikotropika. Edisi

Ketiga. Jakarta: PT Nuh Jaya. Hal.52-56

McLean PD & Woody SR. 2001. Panik diorder and agoraphobia. In: Anxiety

Disorders in Adults. Vancouver: Oxford University Press.

Memon MA. Panic disorder. Updated on March 2011. [Cited on June 2011].

Available from: http://emedicine.medscape.com/article/287913-overview

Saddock BJ & Saddock VA. 2007. Panic disorder and agoraphobia. In: Kaplan

& Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical

Psychiatry, 10th Ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins. Sec.16.

13