Antropologi Hukum - M.stukas
-
Upload
muhammad-dzikri-ismail -
Category
Documents
-
view
139 -
download
10
Transcript of Antropologi Hukum - M.stukas
TUGAS ANTROPOLOGI HUKUM
METODE STUDI KASUS
Kelompok 3:
Yessy Desmelya
110110100084 Desca Prestisya
110110100040 aryo wilandono
110110100037 m. Dzikri ismail
110110100051 Harizki munggaran
FAKUTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
DAFTAR ISI
A. Pengertian Antropologi Hukum
B. Metode Studi Kasus
Pendekatan Dalam Metode Studi Kasus
C. Perbandingan Pendekatan Sarjana Hukum dan Sarjana Antropologi
D. Tahapan Studi Kasus Antropologi
A. Pengertian Antropologi Hukum
Antropologi hukum adalah suatu bidang khusus atau suatu spesialisasi dari Antropologi
budaya, yang menjadi ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Suatu ilmu pengetahuan setidak-
tidaknya mengandung tiga hal, yaitu adanya ‘objek’, ‘metode’ dan ‘sistem’, yang satu dan lain
kait berkait. Objek yang dimaksud ialah adanya ‘masalah tertentu’ yang dibahas yang dipelajari,
dengan metode. Metode adalah suatu cara kerja ilmiah untuk dapat memahami masalah yang
dijadikan objek sehingga apa yang diketahui itu benar (objektif). Sistem adalah suatu uraian yang
unsure-unsurnya saling bertautan satu dan lain (sistematik) sehingga merupakan kesatuan dan
kebulatan pengertian.
Antropologi hukum sebagai ilmu pengetahuan yang merupakan spesialisasi dari
antropologi budaya, terutama dari etnologi atau ilmu bangsa-bangsa. Oleh karena hukum adalah
bagian dari suatu kebudayaan dan antropologi budaya itu melakukan pendekatan menyeluruh.
Antropologi hukum sendiri adalah ilmu pengetahuan (logos) tentang manusia (antropos)
yang bersangkutan dengan hukum. Manusia yang dimaksud adalah manusia yang hidup
bermasyarakat. Jadi masalah hukum bukan semata-mata masalah hukum, tetapi dikarenakan
adanya factor-faktor budaya yang mempengaruhinya
Menurut Laura Nader dalam bukunya ‘The Anthropological study of Law (1965),
masalah pokok ruang lingkup antropologi hukum.
a. Apakah dalam setiap masyarakat terdapat hukum.
b. Bagaimana hubungan antara hukum dengan aspek kebudayaan dan organisasi social.
c. Mungkinkah mengadakan tipologi hukum tertentu.
d. Apakah tipologi hukum itu berguna untuk menelaah hubungan antara hukum dan aspek
kebudayaan dan organisasi social.
e. Bagaimana cara mendeskripsikan sistem-sistem hukum.
Pembahasan Antropologi Hukum ini ditujukan terhadap perilaku manusia dan aturan
hukumnya dalam kehidupan bermasyarakat. Penelitian ilmiah dapat dilakukan dengan berbagai
cara sebagai yaitu melalui metode historis, metode normatif-eksploratif, metode deskriptif
prilaku, dan metode studi kasus. Didalam makalah ini kami akan menjelaskan lebih mendalam
mengenai metode studi kasus.
B. Metode Studi Kasus
Studi kasus merupakan suatu gambaran hasil penelitian yang mendalam dan lengkap,
sehingga informasi yang disampaikannya tampak hidup sebagaimana adanya dan pelaku-pelaku
mendapat tempat untuk memainkan perananya.
Bersifat grounded atau berpijak betul-betul sesuai kenyataan yang ada, sesuai dengan
kejadian yang sebenarnya. Bercorak holistik, artinya berdiri sendiri saling berhubungan,
sehingga merupakan satu kesatuan. Menyajikan informasi yang terfokus dan berisikan
pertanyaan-pertanyaan yang perlu-perlu saja yaitu mengenai pola-polanya. Mempunyai
kemampuan untuk berbicara dengan pembacanya, karena disajikan dengan bahasa biasa dan
bukannya dengan bahasa teknis angka-angka.1
Maka, mempelajari antropologi hukum dengan metode ini yaitu dengan melihat kasus-
kasus hukum atau peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi, terutama didalam kasus-kasus
perselisihan. Studi kasus ini sifatnya induktif. Dalam studi kasus, ia tidak berpangkal tolak dari
norma-norma hukum ideal seperti dilakukan dengan pendekatan normative eksploratif, tetapi
norma-norma hukum itu bukan digunakan sejak permulaan melainkan ditempatkan di belakang
pada bagian terakhir, oleh karena norma-norma hukum itu berperanan untuk menemukan
jurisprudensi yang dalam kenyataannya berlaku.
Akan tetapi, penelitian yang memperhatikan masalah perselisahan dengan menggunakan
metode studi kasus, tidak berarti menyingkirkan masalah yang ideologis dengan norma-norma
hukum yang eksplisit. Sebagaimana yang dikatakan B.N. Cardozo,
"Cases do not unfold their principles for the asking. They yield up their kemel slowly and
painfully", "We must not sacrifice the general to the particular", "We do not pick our rules of law
full-blossomed from the trees" (B.N. Cardozo, 1921, 29, 103).
Karena pemecahan kasus bersifat induktif, maka semua kasus-kasus dapat dikumpulkan datanya
dianalisis sedemikian rupa, dibandingkan dengan aturan-aturan umum dengan peralatan dan
hipotesa yang bertautan dengan permasalahan.
Pendekatan Dalam Metode Studi Kasus
Dalam penelitian kasus-kasus perselisihan memerlukan pendekatan yang eklektika, yang
berpandangan luas, berbeda dengan pendekatan ideologis. Pada pendekatan ideologis, bersumber
dari norma yang ideal dan norma-norma tersebut dijadikan sebagai pangkal tolak. Sedangkan
1 Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2010, hlm.21-22.
didalam pendekatan elektika dengan metode kasus maka titik tolaknya berasal dari peristiwa dan
perilaku yang menunjukan adanya norma hukum pada akhir titik. Dengan demikian akan
diketahui apakah norma hukum yang dimaksud masih berlaku, sudah menyimpang, sudah
berubah atau sudah berganti dengan yang baru.
Penelitan antropologi hukum perlu dimulai dari kasus yang terjadi walaupun perselisihan
tersebut bukanlah yang menjadi fokus perhatian. Sebagaimana yang dikatakan Roscoe Pound,
"Law focuses around conflict of interest", " The law is an attempt to reconcile, to harmonize, to
compromise ... overlapping or conflict interest" (Rosecoe Pound, 1920: 44).
Karena hukum berperan di sekitar adanya pertentangan kepentingan dan hukum itu
merupakan usaha untuk mendamaikan, menyelaraskan, untuk mempertemukan kepentingan-
kepentingan yang berlebihan atau bertentangan. Dari peranannya dalam menyelesaikan
perselisihan maka akan tampak perubahan hukum yang terjadi. Sehingga dengan dapat diketahui
sejauh mana berlakunya hukum itu dapat dilihat dari kasus perselisihan.2
C. Perbandingan Pendekatan Sarjana Hukum dan Sarjana Antropologi
Untuk mengetahui terjadinya kasus-kasus perselisihan, para sarjana dan praktisi
menyatakan dapat dilihat didalam peradilan atau pengadilan. Akan tetapi, sarjana antropologi
hukum akan menyatakan bahwa kasus perselisihan dapat dilihat di lapangan, dilingkungan
budaya masyarakat bersangkutan.
Sarjana hukum akan melihat apakah norma-norma hukum yang dikehendaki dijalankan
oleh para pihak yang berselisih, norma-norma hukum yang mana yang dilanggarnya dan norma-
norma hukum yang bagaimana yang diputuskan dalam penyelesaian perselisihan itu. Maka, yang
dilakukan adalah pendekatan juridis atau juristuk.
Berbeda dengan yang dilakukan sarjana antropologi, mereka akan mencari di lapangan
dan melakukan pendekatan budaya, bagaimana budaya masyarakat yang bersangkutan,
bagaimana sikap prilaku manusianya. Mereka menilai, sikap masyarakat terhadap orang asing
yang datang, sikap terhadap peneliti, apakah menerima, menolak, atau acuh tak acuh. Sehingga
dapat melihat pola berpikir masyarakat ke arah budaya yang bagaimana.
D. Tahapan Studi Kasus Antropologi
2 Hilman Hadikusumah, Antopologi Hukum Indonesia, Bandung: Alumni, 1986, hlm.38-39.
Sarjana antropologi melihat sikap, pola berpikir dan kebudayaan dari masyarakat yang
akan diteliti serta kearah budaya yang bagaimanakah masyarakat tersebut. Contoh: didalam
perkawinan mempelai jawa melakukan saling suap makanan antar mempelai.
Kemudian, peneliti memberikan pandangan budaya dari peneliti itu sendiri, apakah
cenderung pada budaya yang hidup atau pada aspek-aspek hukum yang berubah. Apakah hal
tersebut terjadi karena dorongan penguasa ataukah menurut ingatan dan tradisi yang berlaku.
Peneliti menambahkan faktor-faktor lain yang perlu mendapat perhatian seperti
bagaimana ketersediaan alat, bagaimana teknik pemakaian, apa nama-nama alat dan
kegunaannya serta bahasa dan istilah setempat.
Setelah menentukan masyarakat yang akan diteliti, peneliti menentukan anggota
masyarakat yang akan dijadikan sponsor dan informan. Orang yang dipilih sebagai sponsor
dipilih dari orang yang memiliki wibawa di masyarakat. Sponsor akan memberitahukan siapa-
siapa sajakah yang dapat dijadikan informan.3
3 ibid, hlm.40-41.
DAFTAR PUSTAKA
Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2010
Hilman Hadikusumah, Antopologi Hukum Indonesia, Bandung: Alumni, 1986.