Penelitian Antropologi Hukum Penyelesaian Sengketa Sda

43
LAPORAN PENELITIAN ANTROPOLOGI HUKUM Penyelesaian Sengketa Pengelolaan Air Pasca Erupsi Gunung Kelud (Studi di Desa Pandansari Kecamatan Selorejo Kabupaten Malang) Tim Penyusun: NUR INDAH KURNIAWATI (125010101111009) FANNY LANDRIANY (125010107111159) LUSIANA SUSANTI (125010100111100) TERRY MAHARANI (125010107111077) PINAHAYU C. (125010107111111) NADIA MARIZKA (125010100111157) MEGAH NOVITA E. (125010107111182) AHMAD SANDY STIFANO (125010107111189) ANTONY RABBEL (125010100111112) KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM MALANG 2014

description

penelitian empiris antropologi hukum

Transcript of Penelitian Antropologi Hukum Penyelesaian Sengketa Sda

  • LAPORAN PENELITIAN ANTROPOLOGI HUKUM

    Penyelesaian Sengketa Pengelolaan Air Pasca Erupsi Gunung Kelud

    (Studi di Desa Pandansari Kecamatan Selorejo Kabupaten Malang)

    Tim Penyusun:

    NUR INDAH KURNIAWATI (125010101111009)

    FANNY LANDRIANY (125010107111159)

    LUSIANA SUSANTI (125010100111100)

    TERRY MAHARANI (125010107111077)

    PINAHAYU C. (125010107111111)

    NADIA MARIZKA (125010100111157)

    MEGAH NOVITA E. (125010107111182)

    AHMAD SANDY STIFANO (125010107111189)

    ANTONY RABBEL (125010100111112)

    KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN

    TINGGI

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    FAKULTAS HUKUM

    MALANG

    2014

  • ii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i

    DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

    KATA PENGANTAR............................................................................................ iii

    BAB I (PENDAHULUAN)

    I. 1. Latar Belakang........................................................................................ 1

    I. 2. Rumusan Masalah................................................................................... 3

    I. 3. Metode Penelitian.................................................................................... 3

    BAB II (KAJIAN PUSTAKA)

    II. 1. Penyedia Air Langsung.......................................................................... 6

    II. 2. Hidroelektrisitas..................................................................................... 6

    II. 3. Kontrol Sumberdaya Air........................................................................ 7

    II. 4. Penyeimbang Aliran................................................................................ 8

    II. 5. Rekreasi.................................................................................................. 9

    II. 6. Erupsi..................................................................................................... 10

    II. 7. Macam-Macam Erupsi............................................................................ 11

    BAB III (HASIL PENELITIAN)

    III. 1. Gambaran Umum Lokasi....................................................................... 13

    III. 2. Desa Pandansari Sebelum dan Sesudah Erupsi...................................... 16

    III. 3. Pemenuhan Air Desa Pandansari Pasca Erupsi...................................... 21

    III. 4. Sengketa dan Upaya Penyelesaiannya.................................................... 26

    BAB IV (PENUTUP)

    IV. 1. Kesimpulan............................................................................................ 31

    IV. 2. Saran...................................................................................................... 32

    DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 33

    LAMPIRAN DAN DOKUMENTASI KEGIATAN.................................................. 35

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

    kita semua anugerah yang sangat luar biasa sehingga kita dapat hidup di dunia,

    belajar, serta menjadi bermanfaat bagi banyak pihak. Kemauan untuk belajar dan

    keingintahuan akan banyak hal menjadikan kita lebih peka dan lebih memahami

    tentang kondisi serta situasi di sekitar kita. Sehingga salah satu bentuk rasa hormat

    kami kepada ilmu pengetahuan serta masyarakat sebagai laboratorium hidup kami

    yang dapat kami kaji dan pelajari ilmu-ilmu di dalamnya. Sehingga kami dapat

    menyelesaikan penelitian Antropologi Hukum yang berjudul Penyelesaian

    Sengketa Pengelolaan Air Pasca Erupsi Gunung Kelud : Study di Desa Pandansari

    Kecamatan Selorejo Kabupaten Malang ini dengan keadaan baik. Terselesaikannya

    penelitian Antropologi Hukum ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak yang

    terlibat dan berperan yaitu antara lain:

    1. Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya yang telah

    memberikan ijin dan pengantar bagi kami untuk dapat melakukan

    proses penelitian dengan baik.

    2. Dr. Rachmad Syafaat, S.H, M.Si. selaku dosen pengampu

    matakuliah Antropologi Hukum yang sangat berperan penting dalam

    proses penelitian karena dari beliaulah kami mendapatkan

    pengarahan dan juga ilmu sehingga penelitian ini dapat kami lakukan.

    3. Ibu Sitin, selaku Kepala Desa Pandansari, yang juga telah banyak

    memberikan informasi, waktu, bantuan, pelajaran, seta banyak hal

    lainnya yang tidak dapat kami hitung berapa nilainya.

    4. Masyarakat desa Pandansari yang telah banyak membantu dan

    bersedia kami jadikan objek kajian aktor dalam penelitian

    Antropologi Hukum ini.

    5. Rekan-rekan tim penyusun yang telah banyak mengalami

    pengalaman bersama dalam proses penelitian, baik tim survey

    maupun tim penyusun. Kalian semua adalah satu tim yag luarbiasa.

    You cool guys..

  • iv

    6. Rekan-reka kelas Antropologi yang banyak memberikan pertanyaan,

    kritk, saran, dan sanggahannya saat presentasi tentang laporan

    penelitian kami ini dilakukan di kelas. Dan pihak-pihak lainnya yang

    tidak dapat kami sebutkan satu persatu,

    Kami mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya.

    Kami memilih untuk melakukan penelitian tentang keadaan proses

    penyelesaian sengketa karena pada dasarnya studi Antropologi Hukum adalah

    mengkaji tindakan aktor di masyarakat, sehingga alternatif penyelesaian sengketa

    tersebut adalah suatu objek kajian yang kami rasa sangat tepat. Mengingat budaya

    dari setiap daerah juga kan berbeda, serta cara setiap orang dalam menanggapi suatu

    permasalahanpun juga kan berbeda-beda pula. Dalam hal ini desa Pandansari

    merupaka suatu desa yang baru saja terkena bencana erupsi gunung Kelud pada

    tahun 2013 kemarin. Sehingga, merupakan hal yang menarik untuk mengkaji

    keadaan dan budaya masyarakat adat desanya dalam mengelola sumberdaya alam

    utamanya yang sangat berpengaruh yaitu air. Harapan kami dengan telah

    menentukan objek penelitian Antropoogi Hukum ini nantinya kami akan menemukan

    banyak hal baru yang menarik, dan nantinya akan memberikan manfaat bagi ilmu

    pengetahuan, bagi kami, serta bagi masyarakat luas pada umumnya.

    Demikian sedikit pengantar dari kami, apabila dalam penyusunan hasil

    penelitian ini di dalamnya masih terdapat beberapa kesalahan, maka kami mohon

    dengan sangat untuk dikoreksi dan diberikan solusi terbaik. Karena kami sangat

    menyadari bahwa kami adalah manusia biasa yang tak lepas dari kesalahan karena

    kesempurnaan hanyalah milik Tuhan. Terimakasih atas perhatiannya selamat

    membaca.

    Malang, 6 Januari 2015

    Tim Penyusun

  • LAPORAN PENELITIAN ANTROPOLOGI HUKUM

    Penyelesaian Sengketa Pengelolaan Air Pasca Erupsi Gunung Kelud

    (Studi di Desa Pandansari Kecamatan Selorejo Kabupaten Malang)

    Tim Penyusun:

    NUR INDAH KURNIAWATI (125010101111009)

    FANNY LANDRIANY (125010107111159)

    LUSIANA SUSANTI (125010100111100)

    TERRY MAHARANI (125010107111077)

    PINAHAYU C. (125010107111111)

    NADIA MARIZKA (125010100111157)

    MEGAH NOVITA E. (125010107111182)

    AHMAD SANDY STIFANO (125010107111189)

    ANTONY RABBEL (125010100111112)

    KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN

    TINGGI

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    FAKULTAS HUKUM

    MALANG

    2014

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I. 1. LATAR BELAKANG

    Air merupakan salah satu kebutuhan hidup yang tidak dapat dipisahkan

    dalam kehidupan manusia. Atas dasar alur pemikiran tersebut, dimana pun manusia

    berada, baik secara orang-perseorangan, maupun kelompok orang hampir dapat

    dipastikan bahwa mereka tidak dapat melangsungkan kehidupannya tanpa air

    sehingga keberadaan sumber daya air dan pengelolaannnya menjadi amat sentral.

    Oleh sebab itu, kesentralan air dalam kehidupan manusia demikian dapat

    diasumsikan bahwa jauh sebelum organisasi bangsa yang disebut negara terbentuk,

    masyarakat di tempat sumber daya air berada telah mengelola sumber daya air

    menurut potensi lokal setempat meski dalam aturan normatif sederhana sekalipun.

    Ketika negara Indonesia berdiri sebagai negara modern, ia juga mengatur

    peruntukan air ke dalam suatu konstitusi. Misalnya, dalam pasal 33 ayat (3) UUD

    1945 disebutkan bahwa bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

    dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

    Meskipun demikian, persoalan pengaturan pemanfaatan sumber daya air di sana-sini

    masih tidak jelas pola penguasaannya bagi masyarakat lokal. Ketidak jelasan

    pengaturan bersama atas sumber daya alam lintas teritorial diduga merupakan

    sumber potensi konflik antara pemerintah daerah selaku pengelola penggunaan

    sumber daya air di satu pihak dan masyarakat lokal tempat sumber daya air berada di

    pihak lain.

    Di dalam hukum positif Indonesia pengaturan mengenai pengelolaan

    sumberdaya air ini telah dibentuk untuk dilaksanakan di seluruh wilayah Negara

    Kesatuan Republik Indonesia, aturan mengenai pengelolaan sumberdaya air diatur di

    dalam undang-undang tersendiri yaitu dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2004

    tentang Pengelolaan Sumberdaya Air. Undang-udang telah mengamanatkan bahwa

    sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan

    manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia bagi segala

    bidang. Dalam segala bidang di sini memiliki penafsiran yang sangat meluas

  • 2

    sehingga memberikan arti bahwa air merupakan sesuatu yang sifatnya umum untuk

    dikelola dan digunakan. Dalam penggunaan air yang dalam segala bidang tersebut

    pada akhirnya akan menyebabkan ketersediaan air yang penggunaannya terlalu

    banyak akan menimbulkan permasalahan dan konflik. Bahwa dalam menghadapi

    ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan

    air yang semakin meningkat, sumberdaya air wajib dikelola dengan memperhatikan

    fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras. Pengelolaan sumberdaya

    air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antar

    wilayah, antarsektor, dan antargenerasi. Bahwa sejalan dengan semangat

    demokratisasi, desentraisasi, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan

    bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu diberi peran dalam

    pengelolaan sumberdaya air.1 Sebelumnya tentang pengelolaan pegairan diatur di

    dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pegairan, namun telah tidak

    sesuai lagi dan digantikan degan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang

    Pengelolaan Sumberdaya Air dan aturan pelaksananya diatur dalam Peraturan

    Pemerintah Nomor 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan sumberdaya Air, yang

    berlaku hingga sekarang.

    Permasalahan pengelolaan sumberdaya air diperkirakan akan terus

    meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, ekonomi dan perubahan

    lahan, termasuk dengan adanya isu perubahan iklim. Dalam satu sisi sumberdaya air

    harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat, sedangkan

    disisi lain keseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan semakin menurun yang

    bila dibiarkan akan terjadi kesenjangan pemanfaatan sumberdaya air secara

    berkelanjutan.

    Salah satu contoh kasus adalah seperti di Desa Pandansari Kecamatan

    Selorejo Kabupaten Malang. Desa tersebut adalah desa yang tepat berada di sekitar

    bendungan Selorejo yang dimiliki oleh Perum Jasa Tirta (PJT) sebagai Badan Usaha

    Milik Negara (BUMN). Penduduk desa tersebut sebagian besar bermata pencaharian

    sebagai petani yang sangat menggantungkan kebutuhan air untuk irigasi sawah.

    1 Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air.

    Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32

  • 3

    Namun erupsi Gunung Kelud telah menghancurkan desa tersebut. Pasir dan bebatuan

    sebesar genggaman tangan orang dewasa bekas material vulkanik, sempat menimbun

    permukaan desa ini beberapa centimeter, dan menghancurkan genting atap rumah

    warga, hal ini membuat mayoritas rumah di sini terlihat hanya beratap langit karena

    luluh lantak akibat terjangan material vulkanik. Ditambah dengan pembukaan pintu

    air Waduk Selorejo saat erupsi sehingga terjadi banjir bandang yang semakin besar.

    Material vulkanik dari Gunung Kelud telah mencemari air, sehingga

    kebutuhan masyarakat akan air bersih tidak tepenuhi. Ditambah dengan sebagian

    besar penduduk di Desa Pandansari yang bekerja sebagai petani kehilangan mata

    pencahariannya dikarenakan sumber air yang mati untuk irigasi sawah. Waduk

    Selorejo pun juga tidak memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan irigasi bagi

    masyarakat Desa Pandansari walaupun sudah mungajukan bantuan yang diwakili

    oleh Kepala Desa.

    I. 2. RUMUSAN MASALAH

    1. Bagaimana pemenuhan kebutuhan air di Desa Pandansari pasca erupsi

    Gunung Kelud?

    2. Bagaimana penyelesaian sengketa pengelolaan sumber daya air di Desa

    Pandansari pasca erupsi Gunung Kelud?

    I. 3. METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

    penelitian empiris untuk mengkaji permasalahan : (1) pemenuhan

    kebutuhan air di Desa Pandansari pasca erupsi Gunung Kelud, (2)

    penyelesaian sengketa pengelolaan sumber daya air di Desa Pandansari

    Pasca erupsi Gunung Kelud.

    B. Pendekatan

    Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologi hukum untuk

    mengkaji masalah : (1) pemenuhan kebutuhan air di Desa Pandansari

  • 4

    pasca erupsi Gunung Kelud, (2) penyelesaian sengketa pengelolaan

    sumber daya air di Desa Pandansari Pasca erupsi Gunung Kelud.

    C. Alasan Pemilihan Lokasi

    Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Pandansai Kecamatan

    Selorejo dengan pertimbangan bahwa di Desa Pandansari terdapat

    sengketa pengelolaan sumber daya air, antara masyarakat desa dengan

    Perum Jasa Tirta (PJT) yang masih belum terselesaikan.

    D. Jenis dan Sumber Data

    a. Jenis Data

    Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer, dan

    sekunder.

    Jenis data primer dalam penelitian ini meliputi : (1) pemenuhan

    kebutuhan air di Desa Pandansari pasca erupsi Gunung Kelud, (2)

    penyelesaian sengketa pengelolaan sumber daya air di Desa Pandansari

    Pasca erupsi Gunung Kelud.

    Jenis data sekunder penelitian ini meliputi bahan pustaka yang

    berisikan informasi tentang bahan primer mengacu pada peraturan-

    peraturan, buku-buku, karya ilmiah dan lain-lain.

    b. Sumber Data

    Sumber data dalam penelitian ini, untuk data primer diperoleh dari

    hasil penelitian dan wawancara di Desa Pandansari Kecamatan Selorejo.

    Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil penelusuran pustaka

    di Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum (P.D.I.H) Fakultas Hukum

    Universitas Brawijaya dan perpustakaan pribadi.

    E. Tehnik Memperoleh Data

  • 5

    Tehnik memperoleh data yang dilakukan dalam penelitian ini

    adalah dengan menggunakan tehnik observasi, dan juga wawancara

    dengan para pihak yang terkait penyelesaian sengketa sumber daya air di

    Desa Pandansari Kecamatan Selorejo.

    F. Populasi dan Sampel Tehnik Pengolahan Data

    Dalam penelitian ini sebagai populasinya adalah semua yang

    terlibat dalam pelaksanaan. penyelesaian sengketa pengelolaan sumber

    daya air di Desa Pandansari Kecamatan Selorejo. Maka akan diambil

    menggunakan metode pengambilan sampel.

    Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive

    sample, yaitu penentuan responden yang didasarkan atas pertimbangan

    tujuan tertentu dengan alasan responden adalah orang-orang yang

    berdasarkan kewenangan dianggap memiliki keterlibatan langsung dalam

    pelaksanaan penyelesaian sengketa pengelolaan sumber daya air di Desa

    Pandansari Kecamatan Selorejo. Adapun sample sebagai berikut:

    i. Kepala Desa Pandansari 1 Orang

    ii. Masyarakat Desa 5 Orang

    Total sample 6 Orang

    G. Tehnik Analisis Data

    Dalam penelitian ini, pengolahan tehnik analisis data dilakukan

    dengan cara deskriptif kualitatif, yaitu dengan uraian data secara bermutu

    dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis dan tidak tumpang

    tindih sehingga memudahkan implementasi data dan pemahaman hasil

    analisis.

  • 6

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    II. 1. PENYEDIA AIR LANGSUNG

    Banyak sungai yang dibendung dan kebanyakan bagian sisi waduk

    digunakan untuk menyediakan pakan air baku instalasi pengolahan air yang

    mengirim air minum melalui pipa-pipa air. Waduk tidak hanya menahan air sampai

    tingkat yang dibutuhkan, waduk juga dapat menjadi bagian pertama dalam proses

    pengolahan air. Waktu ketika air ditahan sebelum dikeluarkan dikenal sebagai waktu

    retensi. Ini merupakan salah satu fitur desain yang memudahkan partikel dan

    endapan lumpur untuk mengendap seperti ketika melakukan perawatan biologi alami

    menggunakan alga, bakteri, dan zooplankton yang hidup secara alami dengan air.

    Namun, proses alami limnologis dalam danau beriklim sedang menghasilkan

    stratifikasi suhu di dalam badan air yang cenderung membagi kedalam beberapa

    elemen sepertimangan dan fosfor kedalam air anoxic dingin selama bulan musim

    panas. Dalam musim gugur dan musim dingin danau menjadi bercampur lagi secara

    penuh. Selama kondisi kekeringan, danau kadang perlu menarik ke bawah air dingin

    dan terutama meningkatkan kadar mangan yang menyebabkan masalah dalam

    pengolahan air.

    II. 2. HIDROELEKTRISITAS

    Bendungan Hidroelektrisitas dalam bagian silang.

  • 7

    Sebuah waduk membangkitkan hidroelektrisitas termasuk turbin air yang

    terhubung dengan penahan badan air dengan pipa berdiameter besar. Turbin ini

    membangkitkan perangkat yang mungkin berada pada dasar bendungan atau lainnya

    yang jauh jaraknya. Beberapa waduk menghasilkan hidroelektrisitas menggunakan

    pompa yang diisi ulang seperti waduk tingkat tinggi yang diisi dengan air

    menggunakan pompa elektrik berkinerja tinggi pada waktu kerika permintaann listrik

    rendah dan kemudian menggunakan air yang tersimpan untuk membangkitkan

    elektrisitas dengan melepas air yang tersimpan kedalam waduk tingkat rendah ketika

    permintaan listrik tinggi. Sistem seperti ini disebut skema pump-storage.

    II. 3. KONTROL SUMBERDAYA AIR

    Waduk bisa digunakan dengan berbagai cara untuk mengontrol aliran air

    melalui saluran ke hilir.

    Suplai air ke hilir - Air bisa dilepaskan dari waduk yang lebih tinggi sehingga

    bisa disaring menjadi air minum di daerah yang lebih rendah, kadang bahkan

    ratusan mil lebih rendah dari waduk tersebut.

    Irigasi - Air di waduk untuk irigasi bisa dialirkan ke jaringan

    sejumlah kanal untuk fungsi pertanian atau sistem pengairan sekunder. Irigasi

    juga bisa didukung oleh waduk yang mempertahankan aliran air yang

    memungkinkan air diambil untuk irigasi di bagian yang lebih rendah dari sungai.

    Kontrol banjir - juga dikenal sebagai atenuasi atau penyeimbangan waduk,

    waduk sebagai pengendali banjir mengumpulkan air saat terjadi curah hujan

    tinggi, dan perlahan melepaskannya selama beberapa minggu atau bulan.

    Beberapa dari waduk seperti ini dibangun melintang tehadap aliran sungai

    dengan aliran air dikontrol melalui orrifice plate. Saat aliran sungai melewati

    kapasitas orrific plate di belakang waduk, air akan berkumpul di dalam waduk.

    Namun saat aliran air berkurang, air di dalam waduk akan dilepaskan secara

    perlahan sampai waduk tersebut kembali kosong. Dalam beberapa kasus waduk

    hanya berfungsi beberapa kali dalam satu dekade dan lahan di dalam waduk akan

    difungsikan sebagai tempat rekreasi dan berkumpulnya komunitas. Generasi baru

    dari bendungan penyeimbang dikembangkan untuk mengatasi konsekuensi

    perubahan iklim, yang disebut Flood Detention Reservoir (waduk penahan

  • 8

    banjir). Karena waduk seperti ini bisa menjadi kering dalam waktu yang sangat

    lama, maka bagian intinya yang terbuat dari tanay liat terpengaruh dan

    mengurangi kekuatan strukturnya. Karena itu kini mulai dikembangkan

    penggunaan material daur ulang untuk menggantikan tanah liat.

    Kanal-kanal - Di tempat-tempat yang tidak memungkinkan aliran air alami

    dialirkan ke kanal, waduk dibangun untuk menjamin ketersediaan air ke sungai.

    Contohnya saat kanal dibangun memanjat melintasi barisan perbukitan untuk

    sarana transportasi lock.

    Waduk Kupferbach untuk kepentingan rekreasi diAachen,Jerman.

    Rekreasi - Air bisa dilepaskan dari waduk untuk menciptakan atau meperkuat air

    bersih untuk olahraga kayak ataupun olahraga air lainnya. Di sungai yang

    dipenuhi salmon seperti di Inggris, air secara khusus dilepaskan untuk

    mendorong aktivitas migrasi ikan dan menghasilkan variasi ikan bagi para

    pemancing.

    II. 4. PENYEIMBANG ALIRAN

    Waduk bisa digunakan untuk menyeimbangkan aliran air di tempat yang

    manajemennya sangat maju, dengan menampung air saat aliran air deras dan

    melepaskannya kembali saat aliran melambat. Untuk bisa menjalankan fungsi ini

    tanpa campur tangan pompa, waduk membutuhkan pengendalian secara hati-hati

    melalui pintu air di bendungan.

    Saat badai besar datang, petugas waduk akan menghitung volume air yang akan

    bertambah selama badai ke waduk. Jika badai diramalkan akan melewati kapasitas

    waduk, air akan segera dilepaskan perlahan sebelum dan selama badai. Jika

    pengaturan dilakukan dengan akurat, maka badai besar tidak akan membuat waduk

    meluap dan daerah hilir tidak akan mengalami kerusakan besar akibat banjir.

    Perkiraan cuaca yang akurat sangat dibutuhkan agar petugas waduk bisa

    membuat perencanaan yang tepat untuk mengosongkan waduk saat hujan lebat

  • 9

    terjadi. Dalam Banjir Queensland 2010-2011, petugas waduk menyalahkan perkiraan

    cuaca.

    Contoh waduk yang manajemennya cukup maju adalah Burrendong

    Dam di Australia dan Llyn Tegid di North Wales. Llyn Tegid adalah danau alami

    yang ketinggian permukaan airnya ditingkatkan dengan dinding rendah dan diisi

    dengan aliran Sungai Dee atau dilepaskan tergantung kondisi sebagai bagian dari

    pengaturan Sungai Dee. Mode operasi seperti ini adalah bentuk dari sistem

    kapasitansi hidrolis dari sungai tersebut.

    II. 5. REKREASI

    Badan air yang tercipta karena waduk seringkali bisa memfasilitasi

    rekreasi seperti pemancingan, kapal boat, dan aktivitas lainnya. Aturan-aturan khusus

    bisa diterapkan untuk alasan keamanan dan melindungi kualitas air dan ekologi di

    daerah sekitarnya. Banyak waduk kini mendukung dan mendorong rekreasi yang

    lebih informal dan tidak terlalu berstrukur seperti sejarah alam, pengamatan burung,

    lukisan lanskap, jalan kaki dan hiking, serta juga sering memberikan papan informasi

    dan materi interpretasi untuk penggunaan manfaat secara lebih bertanggung jawab.

    Berdasarkan keadaan, waduk dibuat untuk generasi hidro-elektrik juga

    dapat mengurangi atau menambah produksi bersih dari gas rumah

    kaca. Peningkatannya dapat terjadi jika terdapat pembusukan material tumbuhan di

    daerah banjir di anaerobik melepaskan lingkungan (metana dan karbon dioksida).

    Siswa dari Institut Nasional untuk penelitian dari Amazon menemukan

    bahwa waduk hidroelektrik melepas karbondioksida dalam jumlah besar akibat

    membusuknya pohon-pohon yang telah tumbang di waduk, khususnya selama

    dekade pertama setelah penutupan. Hal ini membuat dampak pemanasan global dari

    bendungan meningkat jauh lebih tinggi daripada pembangkit listrik yang

    menghasilkan kekuatan yang sama dari bahan bakar fosil. Menurut laporan World

    Commission on Dams, ketika bendungan relatif besar, emisi gas rumah kaca dari

    reservoir bisa lebih tinggi daripada pembangkit listrik berbahan bakar minyak

    konvensional. Sebagai contoh, pada tahun 1990, dampak impoundment di

    balik Balbina Dam di Brasil (diresmikan pada 1987) pada pemanasan global 20 kali

  • 10

    lebih besar dari pembangkit listrik yang menghasilkan kekuatan yang sama dari

    bahan bakar fosil.

    Sebenarnya banyak kemiripan dari sudut pandang limnologi antara

    waduk dengan danau untuk ukuran yang sebanding. Hanya saja tetap ada perbedaan

    signifikan di antara keduanya. Banyak waduk memiliki perbedaan akibat variasi

    ketinggian air sehingga membuat beberapa daerah tidak digenangi air atau sama

    sekali kekeringan dalam rentang waku yang signifikan. Hal ini sangat membatasi

    produktivitas atau margin air sehingga akhirnya membatasi pula jenis spesies yang

    mampu bertahan di kondisi tersebut.

    Waduk di dataran tinggi cenderung memiliki umur residensi lebih singkat

    dibanding danau alami, sehingga mengalami siklus nutrisi yang lebih cepat melalui

    badan airnya sehingga lebih mudah lenyap dari sistem. Hal ini sering dianggap

    sebagai sumber selisih perhitungan antara kandungan kimiawi air dengan kandungan

    biologisnya, dengan kecenderungan komponen biologisnya lebih mampu bergantung

    kepada kondisi kandungan rendah nutrisi (oligotroph) dibanding yang seharusnya

    terjadi dalam perhitungan kimiawi. Sementara sebaliknya, waduk di dataran rendah

    mengumpulkan air dari sungai-sungai yang telah kaya dengan nutrisi yang

    memperlihatkan karakteristik eutrofis yang tinggi dan sistem biologisnya memiliki

    kesempatan yang besar untuk mmanfaatkan kekayaan nutrisi yang ada.

    Waduk yang dalam dengan menara penyedot berketinggian berbeda bisa

    melepaskan air dingin dari kedalaman ke arah hilir sehingga secara signifikan

    mengurangi bagianhypolimnion dari air. Hal ini akan mengurangi konsentrasi

    fosforus yang dilepaskan saat pencampuran yang terjadi tahunan, dan akhirnya

    mengurangi produktivitas. Dinding bendungan di bagian depan waduk berlaku

    sebagai sudut tajam (knickpoint) dari jatuhnya air sehingga pengikisan dan

    pengendapan adalah dampak yang terjadi di bagian bawah dinding.

    II. 6. ERUPSI

    Pengertian dan Definisi Erupsi dalam Geografi. Erupsi adalah pelepasan

    magma, gas, abu, dll ke atmosfer atau ke permukaan bumi. Menurut Kamus Besar

    Bahasa Indonesia, Erupsi di definisikan sebagai letusan gunung berapi atau semburan

  • 11

    sumber minyak dan uap panas dari dalam bumi. Secara umum, kata erupsi tidak

    hanya di temukan dalam ilmu Geografi, tapi kata erupsi juga di temukan dalam

    bidang kesehatan dan kedokteran gigi.

    Erupsi gunung berapi terjadi jika ada pergerakan atau aktivitas magma

    dari dalam perut bumi menuju ke permukaan bumi. Secara umum, erupsi di bedakan

    menjadi 2, yaitu Erupsi eksplosif dan Erupsi efusif.

    Erupsi Eksplosif adalah proses keluarnya magma, gas atau abu disertai

    tekanan yang sangat kuat sehingga melontarkan material padat dan gas yang

    berasal dari magma maupun tubuh gunung api ke angkasa. Erupsi eskplosif

    inilah yang terkenal sebagai letusan gunung berapi. Letusan ini terjadi akibat

    tekanan gas yang teramat kuat. Contoh erupsi eksplosif adalah letusan gunung

    krakatau, letusan gunung merapi,dll.

    Erupsi Efusif (Non Eksplosif) yaitu peristiwa keluarnya magma dalam bentuk

    lelehan lava. Erupsi elusif terjadi karena tekanan gas magmatiknya tidak

    seberapa kuat, sehingga magma kental dan pijar dari lubang kepundan hanya

    tumpah mengalir ke lereng-lereng puncak gunung itu. Contoh erupsi

    efusif adalah erupsi gunung semeru, erupsi gunung merapi, dll.

    Erupsi efusif yang rutin dapat mencegah terjadinya erupsi eksplosif. Hal

    ini karena dengan keluarnya lelehan lava, maka tekanan dalam perut bumi akan

    berkurang. Beberapa gejala terjadinya letusan gunung berapi adalah terhentinya

    erupsi efusif yang rutin. Contohnya erupsi efusif di gunung semeru. Para penduduk

    sekitar percaya, bahwa selama Lava masih keluar dari kepundan gunung semeru

    secara rutin maka kemungkinan gunung semeru akan meletus adalah sangat kecil.

    Tapi begitu erupsi efusif tidak terjadi, maka situasi akan di naikan menjadi siaga.

    Magma yang keluar dari dalam perut gunung berapi ada yang melalui

    lubang kepundan ada pula yang keluar melalui celah. Kuat dan lemahnya tekanan

    saat terjadi letusan akan menghasilkan bentuk lubang letusan yang berbeda.

    Berdasarkan bentuk lubang tempat letusan, erupsi dapat dibedakan menjadi 3

    macam, yaitu sebagai berikut:

  • 12

    II. 7. MACAM MACAM ERUPSI

    Erupsi sentral, yaitu letusan gunung api yang letusannya melalui sebuah

    lubang kepundan sebagai pusat letusannya.

    Erupsi linier atau celah, yaitu letusan melalui celah-celah atau

    retakanretakan. Erupsi linier menghasilkan lava cair dan membentuk plato

    Erupsi areal, yaitu letusan melalui lubang yang sangat luas. Erupsi ini masih

    diragukan kejadiannya di bumi.

    Macam-macam erupsi seperti yang disebutkan diatas yaitu erupsi sentral, erupsi

    linier, erupsi areal merupakan penyebab mengapa bentuk gunung berapi berbeda-

    beda.

  • 13

    BAB III

    HASIL PENELITIAN

    III. 1. GAMBARAN UMUM LOKASI

    A. PROFIL DESA

    Nama Desa : Pandansari

    Nama Kecamatan : Ngantang

    Nama Kabupaten : Malang

    Batas-batas Desa :

    1. Sebelah Utara : Desa Kaumrejo Kecamatan Ngantang

    2. Sebelah Selatan : Desa Banturejo Kecamatan Ngantang

    3. Sebelah Timur : Desa Banturejo Kecamatan Ngantang

    4. Sebelah Barat : Desa Pondok Agung Kecamatan Kasembon

    Wilayah Desa Pandansari : 1.103,425 Ha

    Luas Pekarangan : 52,420 Ha

    Luas Tanah Sawah : 94,458 Ha

    Luas Tanah Tegal : 223,732 Ha

    Hutan Lindung : 422,300 Ha

    Hutan Produksi : 290,200 Ha

    Jumlah Dusun : 7 Dusun

    Dusun Plumbang : Terdiri 1 RW dan 7 RT

    Dusun Bales : Terdiri 1 RW dan 2 RT

    Dusun Munjung : Terdiri 1 RW dan 3 RT

    Dusun Sambirejo : Terdiri 1 RW dan 4 RT

    Dusun Wonorejo : Terdiri 1 RW dan 3 RT

    Dusun Klangon : Terdiri 1 RW dan 2 RT

  • 14

    Dusun Sedawun : Terdiri 1 RW dan 4 RT

    Jumlah Penduduk : 4.763 Jiwa

    Laki-laki : 2.404 Jiwa

    Perempuan : 2.359 Jiwa

    Jumlah KK : 1.344 KK jiwa dengan 363 KK Miskin

    Jumlah Penduduk berdasarkan mata pencaharian :

    Petani : 793 Orang

    Peternak : 678 Orang

    Buruh Tani : 820 Orang

    Pegawai Negeri : 10 Orang

    Pegawai Swasta : 63 Orang

    Wiraswasta : 69 Orang

    Populasi Ternak :

    Sapi Perah : 2.080 Ekor

    Sapi Potong : 43 Ekor

    Kambing : 800 Ekor

    Domba : 30 Ekor

    Data tersebut di atas diambil berdasarkan arsip desa sebelum terjadinya bencana

    erupsi Gunung Kelud, beberapa profil desa mengalami perubahan pasca erupsi.

    Profil desa yang mengalami perubahan secara signifikan pasca erupsi adalah tentang

    matapencaharian penduduk desa serta data populasi ternak.

    B. STRUKTUR PERANGKAT DESA

    NO NAMA JABATAN

    1 SITIN Kepala Desa

    2 ISNAINI Kepala Urusan Keuangan

  • 15

    3 LIA NOVI CINTA Kepala Urusan Umum

    4 MARSUDI Kuwowo

    5 RUMAJI Mudin

    6 PARNO Kepetengan

    7 AMANU Kebayan

    8 HARIANTO Kepala Dusun Plumbang

    9 MUJIONO Kepala Dusun Bales

    10 NGADIONO Kepala Dusun Munjung

    11 ISLAMADI Kepala Dusun Sambijero

    12 SUPRIADI Kepala Dusun Wonorejo

    13 ISWANTO Kepala Dusun Klangon

    14 SUYITNO Kepala Dusun Sedawun

    C. PEMANFAATAN DANAU ATAU WADUK

    1) Perikanan 25.000 m2

    2) Irigasi 4.000 m2

    3) Pariwisata 10.000 m

    D. DAFTAR SUNGAI-SUNGAI YANG MENGAIRI PERSAWAHAN DESA

    N

    O

    NAMA

    SUNGA

    I

    MENGAIR

    I SAWAH

    LUAS

    SAWA

    H (Ha)

    PANJAN

    G

    SUNGAI

    KE

    SAWAH

    KEBUTUHA

    N PARALON

    (lonjor)

    UKURA

    N (Inchi)

    1 Sungai Bantaran 10 500 125 8

  • 16

    Bantaran

    2 Sungai

    Cono Ngebyu 25 1000 250 8

    3 Sungai

    Konto Dung Guo 20 800 200 8

    4 Sungai

    Konto Klangon 15 500 125 8

    5 Sungai

    Tretes Tretes 20 600 150 8

    Jumlah 90 3400 850

    III. 2. DESA PANDANSARI SEBELUM DAN SESUDAH ERUPSI

    Desa Pandansari merupakan salah satu desa yang terkena dampak

    lansung terhadap erupsi Gunung Kelud pada tahun 2013. Seluruh kawasan Desa

    tertutup abu vulkanik dan material vulkanik, rumah-rumah penduduk rusak parah,

    ternak-ternak banyak yang mati, lahan pertanian rusak dan gagal panen, serta bayak

    korban luka-luka serta korban jiwa. Bencana tersebut mengakibatkan beban

    psikologis serta materi yang sangat mendalam bagi masyarakat desa Pandansari.

    Keadaan desa Pandansari menjadi desa yang mati, seluruh warga diungsikan ke

    sejumlah tempat seperti Batu dan Pujon. Meskipun keadaan telah sangat jelas

    berbahaya namun, masih saja terdapat beberapa warga yang tidak mau diungsikan

    karena beberapa alasan dan faktor yang melatarbelakangi. Pak Tarji merupakan salah

    satu warga desa di dusun Munjung yang tidak mau mengungsi. Setalah kami lakukan

    wawawancara dengan beliau, kami mendapatkan data bahwa kondisi ekonomi yang

    menjadikan Pak Tarji memilih untuk tidak mengungsi dan justru merawat dan

    menunggu ternak sapinya yang tengah hamil. Karena merupakan satu-satunya sapi

    yang ia miliki dan merupakan penyambung hidup beliau dan keluarganya setiap

    harinya.

  • 17

    Begitulah sedikit gambaran mengenai keadaan masyarakat Desa

    Pandansari yang memang pada mulanya sebelum erupsi kebanyakan masyarakatnya

    menggantungkan hidup dari beternak sapi perah tersebut. Selain itu keadaan desa

    sebelum erupsi Kelud menerjang, masyarakat banyak menjadi petani dan ladang.

    Pertanian masyarakat desa Pandansari dapat tergolong maju dan sangat baik. Desa

    Pandansari terkenal sebagai salah satu desa pengasil bawang merah terbaik, dengan

    adanya bukti bahwa bibit jaung dan bawang yang dihasilkan oleh desa tersebut

    merupakan bibit unggul yang banyak dicari oleh petani-petani dari derah lain. Dari

    ladang juga banyak dihasilkan berbagai macam buah, salah satu penghasilan terbesar

    dalah buah Durian. Apabila musimnya telah tiba, maka hampir sebagian rumah

    penduduk desa penuh sesak dengan buah Durian. Beberapa macam ciri khas

    masyarakat Desa Pandansari dapat dilihat dari matapencahariannya.

    Kearifan lokal di Desa Pandansari hingga saat ini pun masih tetap terjaga

    dan dilestarikan oleh masyarakatnya, dengan adanya berbagai unsur kepercayaan

    serta unsur mistis yang kadangkala masih banyak melekat dan terus dipakai dan

    dijaga untuk dipercayai oleh mayarakat. Sampai saat inipun masih terus hidup di

    dalam lingkup masyarakat adat yang berbudaya. Sebagai contohnya adalah dengan

    adanya upacara adat masyarakat desa untuk terus mengadakan acara bersih desa serta

    upacara adat pengangkatan petinggi adat atau yang saat ini menjadi Kepala Desa.

    Adanya perangkat adat (Kepala Desa) oleh masyarakat diangap sebagai orang yang

    ditinggikan, dipandang memiliki status sosial yang dihormati, serta dipercaya

  • 18

    merupakan memiliki ikatan batin yang kuat dengan para sesepuh adat (bedah

    krawang). Dengan adanya latar belakang tersebut, maka para petinggi adat atau

    Kepala Desa dianggap memiliki kedudukan yang sakral serta memiliki pengaruh

    yang sangat kuat serta berpengaruh besar terhadap keberlangsungan desa. Adanya

    tatacara yang arif, lokal, dan original dari perilaku masyarakat desa Pandansari

    tersebut telah banyak menggambarkan suasana Antropologi Hukum yang kita kaji.

    Ketersediaan sumber air di desa Pandan sari juga terbilang mencukupi

    dengan adanya beberapa sumber air yang menjadi tumpuan masyarakat Pandansari

    untuk kebutuhan sehari-hari baik air bersih maupun air untuk irigasi. Desa

    Pandansari memiliki beberapa sumber air untuk memenuhi kebutuhan air

    masyarakatnya. Terdapat 5 sumber mata air, beberapa sungai serta air waduk yang

    dijadikan sumber pasokan air. Terdapat sekitar 200 kepala keluarga yang

    memanfaatkan mata air sebagai sumber air bersih, serta 20 kepala keluarga yang

    memanfaatkan sungai sebagai sumber air bersih. Selain itu, keberadaan desa yang

    berbatasan langsung dengan waduk Selorejo menjadikan desa ini menjadi cukup

    strategis untuk mengelola ketersediaan air.

    Namun keadaan tersebut menjadi berubah seketika setelah musibah

    erupsi Gunung Kelud terjadi. Kondisi desa menjadi sangat memprihatinkan, rumah-

    rumah warga hancur, mata pencaharian mereka hilang karena sawah dan ladang

    rusak, ternak banyak yang sakit atau bahkan mati sehingga warga banyak menjual

    ternak untuk mecukupi dan menutupi berbagai kebutuhan pasca erupsi. Sumber air

    juga banyak yang mati dan rusak atau bahkan hancur. Akses jalan antar dusun di

    dalam desa juga rusak parah tertutup material vulkanik serta satu-satunya jembatan

    yang menghubungkan antar dusun hancur terkena banjir bandang ketika erupsi.

  • 19

    Sehingga beberapa dusun menjadi terisolasi atau bahkan terpaksa harus

    menggunakan jalan dengan melintasi sungai aliran lahar. Dimana kondisi tersebut

    sangat membahyakan keselamatan warga saat melintas, apalagi saat kondisi sedang

    hujan.

    kondisi sungai sebelum erupsi kondisi sungai pasca erupsi

    Adanya bencana erupsi memberikan perubahan serta dampak yang luar

    biasa terhadap kondisi desa Pandansari saat ini. Yang paling sangat terlihat adalah

    tentang keadaan matapencaharian penduduknya. Yang semula sebagian besar

    masyarakat bermatapencaharian sebagai petani dna peternak, kini sebagian telah

    beralih menjadi penambang pasir pasca erupsi. Hal tersebut dikarenakan tidak

    adanya pilihan bagi mereka untuk mengolah lahan yang telah rusak dikarenakan

    tertutup dengan material vulkanik yang cukup tebal, sehingga memerlukan proses

    yang cukup lama untuk dapat kembali mengolahnya. Sehingga masyarakat memilih

    untk merubah matapencaharian guna memenuhi kebutuhan hidupnya secara berkala

    agar kembali normal seperti semula dengan alternatif lain yang potensial.

    Keadaan masyarakat desa Pandansari yang tengah mengalami kesusahan

    akibat bencana saat itu tidak hanya didiamkan begitu saja oleh yang lainnya.

    Keadaan pemulihan desa pasca erupsi juga tergolong sangat cepat dan baik. Terlihat

    dari banyak perubahan yang ada serta berbagai fasilitas yang saat ini telah dinikmati

    oleh masyarakat Pandansari. Banyaknya bantuan yang datang dari berbagai sumber

    baik pemerintah, TNI, masyarkat, LSM, dan banyak pihak lain memberikan banyak

    hal positif. Serta dukungan bagi masyarakat desa Pandansari untuk segera bangkit

    dari keadaan menyedihkan karena erupsi. Rumah-rumah warga segera diperbaiki,

  • 20

    jalan-jalan segera digaruk dan diratakan dengan alat berat, listrik kembali

    dinormalkan, logistik dan bahan makan segera dibagi ratakan, berbagaimacam

    bantuan segera dikirimkan, sumber air segera diperbaiki dan dinormalkan kembali.

    Permasalahan normalisasi desa pasca erupsi bukan hanya sampai di situ

    saja. Karena yang paling penting di sini adalah tentang pengeloaan setelah segala

    bentuk bantuan itu diberikan. Tentang sikap masyarakat dalam mengelola, adanya

    berbagai macam kepentingan yang terlibat di dalamnya juga menjadi perhatian

    penting. Karena pada dasarnya kebutuhan yang paling utama untuk menopang

    kehidupan msyarakat adakah sumber air. Karena sumber air menjadi tumpuan, baik

    dalam hal kebutuhan air minum, mandi cuci kakus, irigasi pertanian, pembersihan

    limbah kandang ternak, dan lain sebagainya. Dengan adanya banyak kebutuhan dan

    kepentingan yang bertumpu kepada sumber air ini, maka memag terjadi banyak

    konflik atau snegketa dalam pengelolaannya. Masyarakat Desa Pandansari memiliki

    cara sendiri dalam mengelola sumber air yang mereka andalkan, serta memiliki cara-

    cara pula untuk menyelesaikan konflik kepentingan yang ditimbulkan.

    Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, pengelolaan

    sumberdaya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan

    mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumberdaya air, pendayagunaan

    sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air. Adanya kemandirian dalam

    mengelola sumberdaya air oleh Desa Pandansari ini menunjukkan adanya upaya

    untuk merencanakan darimana sumber air yang dapat menjadi suply air bagi warga

    desa Pandansari akan diperoleh, darimana dana yang didapatkan untuk membangun

  • 21

    tandon air, serta bagaimana cara pembangunannya telah direncanakan oleh seluruh

    masyarakat desa secara bersama-sama dengan dukungan dari petinggi desa yaitu

    Kepala Desa sebagai pemimpin dan penyambung kebutuhan masyarakat desa dnegan

    pihak luar ataupun pihak-pihak yang dapat membantu setiap kebutuhan desa.

    Pelasanaan pembuatan tandon sumber air serta pelaksanaan pemantauanya pu n

    dilaksanakan secara bersama-sama oleh warga desa. Ciri khas gotongroyong yang

    masih sangat terlihat kental sebagai salah satu kearifan dari masyarakat desa yang

    harus tetap dilestarikan.

    III. 3. PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR DESA PANDANSARI PASCA ERUPSI

    Hingga saat ini, kebutuhan sumber air yang dimiliki oleh desa Pandansari

    masih sangat cukup, desa ini memiliki 5 sumber mata air yang kondisinya masih

    bagus serta 2 sungai yang saat ini kondisinya rusak akibat erupsi. Pasca erupsi

    meskipun sumber air banyak yang rusak, namun desa Pandansari memperoleh

    sumber air dengan membangun sendiri dari swadaya msayarakat serta bantuan

    pipanisasi dari banyak pihak. Dengan adanya bantuan pipanisasi dari Koramil,

    ataupun dari swasta. Sehingga dengan adanya sumber air tersebut, kebutuhan desa

    menjadi sangat terpenuhi. Sebelum erupsi, ketersediaan air desa Pandansari masih

    menggunakan pipa-pipa lama yag menjadi satu dengan tandon air yang berada

    bersama dengan milik PJT (Perusahaan Jasa Tirta) Selorejo. Namun keberadaan

    setelah erupsi supply air menjadi semakin berkurang sehingga sering timbul konflik

    tentang pemakaian air. Pipa-pipa yang digunakan oleh PJT untuk mengalikan air dari

    tandon sumber air melewati desa Pandansari, sehingga sebelumnya telah dibuat

    kesepakatan antara pihak PJT dengan Kepala desa bahwa apabila pipa-pipa milik

    PJT juga melewati desa, maka masyarakat desa juga harus dapat ikut memperoleh

    manfaat air darinya. Namun, setelah erupsi terjadi keaadaan menjadi tidak normal

    seperti biasanya, penggunaan air bersih menjadi lebih intens dari biasanya sedangkan

    banyak pula sumber air yang telah rusak terkena material vulkanik. Sehingga

    keluaran air yang mengalir ke PJT sering mati, dan hal tersebut menunculkan konflik

    penggunaan air antara warga desa dengan pihak PJT. Namun, adanya konflik

    tersebut tidak berlangsung lama dan segera terselesaikan karena desa Pandansari

    masih memiliki beberapa sumber air.

  • 22

    Selain dari tandon air yang ada, keberadaan waduk Selorejo yang

    memiliki potensi yang cukup besar selain dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik,

    keberadaannya juga harus memberikan manfaat yang nyata kepada masyarakat

    sekitar. Debit air yang tertampung di dalam waduk juga dapat dimanfaatkan sebagai

    sumber irigasi pertanian warga, serta sebagai perikanan. Meskipun tidak banyak

    warga desa Pandansari yang memperoleh manfaat langsung dari keberadaan Waduk

    Selorejo dikarenkan dikelolah oleh swasta dimana yang tujuannya semata-mata profit

    oriented, namun Kepala Desa (Bu Sitin) tetap dan selalu mengupayakan yang terbaik

    untuk warganya. Seringkali Bu Sitin melakukan negoisasi dengan pihak PJT tentang

    upaya pemenuhan kebutuhan desanya. Dalam tingkatan desa juga memiliki

    kewenangan untuk mengatur tentang pengelolaan air yaitu dalam pasal (17) Undang-

    Undang Nomor 7 Tahun 2004. Wewenang dan tanggung jawab pemerintah desa atau

    yang disebut dengan nama lain meliputi:

    a. mengelola sumber daya air di wilayah desa yang belum dilaksanakan oleh

    masyarakat dan/atau pemerintahan di atasnya dengan mempertimbangkan

    asas kemanfaatan umum;

    b. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan

    pengelolaan sumber daya air yang menjadi kewenangannya;

    c. memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari warga desa atas air sesuai

    dengan ketersediaan air yang ada; dan

    d. memperhatikan kepentingan desa lain dalam melaksanakan pengelolaan

    sumber daya air di wilayahnya.

    Tindakan yang dilakukan oleh Kepala Desa Pandansari dalam mengatasi

    permasalahan ketersediaan sumber air di desanya pasca erupsi untuk memenuhi

    kebutuhan air masyarakat memang tindakan yang sangat tepat untuk dilakukan.

    Kewenagan yang telah dituangkan di dalam undang-undang telah dilaksanakan

    dengan baik. Keberadaan Kepala Desa yang tanggap untuk melakukan negoisasi

    dengan pihak lain demi tercukupinya kebutuhan iir bagi masyarakat desa melaui

    upaya saling menguntungakan dan kerjasama antara kedua belah pihak, menjadi

    solusi pertama yang dapat dilakukan dalam pengelolaan ketersediaan air yang

    sebelumnya belum diatur oleh desa.

  • 23

    Setelah penggunaan air secara bersamaan sekian lama, namun kemudian

    juga memunculkan konflik juga. Maka dicarilah alternatif lain untuk melakukan

    pemecahan masalah ketersediaan air desa. Maka dibangunlah tandon mata air.

    Adapun beberapa sumber mata air yang dimiliki oleh desa Pandansari adalah sebagai

    berikut:

  • 24

    SUMBER MATA AIR/ TANDON

    Beberapa sumber air / tandon yang menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat Desa

    Pandansari. Masyarakat membangun tandon dengan swadaya secara kerja bhakti

    menggunkan dana bantuan dari pemerintah yang diusahakan oleh Kepala Desa.

  • 25

    Pasca erupsi, memang terjadi banyak kerusakan terhadap sumber air

    diakibatkan material vulkanik. Namun, setelah itu, desa Pandansari mendapatkan

    bantuan pembenahan sumber air serta pipanisasi dari TNI (Koramil) yang kemudian

    dikerjaakan secara gotong royong oleh masyarakat serta dari pihak Koramil. Adanya

    pemenuhan kebutuhan air pasca erupsi tersebut dapat terselesaikan dengan cepat

    karena adanya peran yang sangat besar dari para perangkat desa utamanya adalah

    Kepala Desa sebagai pihak yang sangat dihormati sebagai simbol desa. Kepala Desa

    Pandansari dipilih langsung oleh warga desa. Dengan adanya pemilihan Kepala Desa

    secara langsung ini sangat efektif untuk menunjuk kepala yang memimpin desa serta

    mengemban amanah untuk menyelesaikan serta mengatasi segala permasalahan

    yang ada di dalam desa. Masyarakat desa Pandansari sendiri percaya bahwa sosok

    Kepala Desa itu harus mampu merangkul semua pihak, semua warga. Karena Kepala

    Desa itu sendiri haruslah berasal dari warga asli desa dan harus sangat memahami

    seluk beluk desa. Serta masyarakat juga percaya bahwa sosok pemimpin desa itu

    pada dasarnya selalu didampingi oleh bedah krawang (penjaga desa) sehingga harus

    dihormati dan merupakan sosok terpenting desa.

    Saat ini Kepala Desa Pandansari dijabat oleh sosok perempuan tangguh

    yang bernama Ibu Sitin. Masyarakat percaya bahwa Kepala Desa yang mereka pilih

    adalah yang terbaik dan mampu mengemban amanat warga desa serta dapat

    membangun desa dengan baik. Sangat jarang kita temui seorang kepala desa dijabat

    oleh seorang perempuan. Apabila ditinjau dari segi kultural dalam struktur

    pemerintahannya, Desa Pandansari termasuk desa yang dalam struktur

    pemerintahannya sudah modern. Sebab dengan terpilihnya Ibu Sitin dimana adalah

    seorang Perempuan sebagai Kepala Desa telah menunjukkan adanya kesetaran

    gender di dalam masyarakat. Sebenarnya apabila dilihat dari kenyaaan yang ada, kita

    semua menyadari bahwa keberadaan perempuan dalam mengakses posisi yang

    kebanyakan selalu didominasi oleh laki-laki kemudian dapat juga diakses oleh

    perempuan. Memang terdapat pandangan lemah dari perempuan itu sendiri, beberapa

    survey dan studi kasus menunjukkan bahwa rata-rata kesadaran hukum dan hak

    perempuan cukup tinggi, namun kemampuan mereka untuk mengakses keadilan

    dalam arti mengupayakan penyelesaian kasus atau penegakan haknya rata-rata sangat

    rendah. data ini sebenarnya cukup mengejutkan terutama bagi organisasi perempuan

  • 26

    dan organisasi internasional yag berminat untuk menyelenggarakan projek dan

    implementasi program untuk penguatan dan pemberdayaan hukum perempuan.

    Pertanyaan sebenarnya adalah apabila perempuan desa sudah memiliki kesadaran

    hukum dan hak yang tinggi mengapa masih diperlukan program pemberdayaan

    hukum? Akan tetapi, benarkah perempuan benar-benar sudah berdaya dalam

    perspektif hukum dan hak? Apakah ada hubungan antara kesadaran hak dan hukum

    perempuan dengan kemampuan mereka mengupayakan keadilan yang mereka

    perlukan? Apakah kesadaran hukum dan hak merupakan satu-satunya faktor yang

    menentukan perempuan dalam mengakses keadilan?2

    Jelas sekali bahwa jawaban dari pertanyaan tersebut adalah tidak,

    bahwasanya kesadaran hukum bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan

    perempuan dalam mengakses keadilan dan penegakan hukum. Dalam studi kasus

    terhadap desa Pandansari ini kita temukan bahwa keberadaan Ibu Sitin yang terpilih

    menjadi Kepala Desa masih terdapat faktor lain, yaitu adanya kepemimpinan lain

    yang kuat untuk mendukungnya dalam menyelesaikan semua konflik dan snegketa

    yang terdapat di dalam desa Pandansari. Karena Ibu Sitin merupakan istri dari Pak

    Sakirman, dimana Pak Sakirman merupakan Kepala Desa Incumben yang

    sebelumnya telah menjabat dua periode. Sehingga masyarakat Pandansari masih

    menginginkan kepeminpinan beliau, maka majulah Ibu Sitin sebagai Kepala Desa

    Pandansari. Bukan berarti keberadaan Bu Sitin dalam hal ini bukan merupakan pihak

    yang benar-benar medapat perhatian dan kepercayaan dari masyaraat daripada Pak

    Sakirman, namun justru memberikan kesempatan lebih luas bagi desa melalui

    pemimpinnya untuk tetap dapat mengembangkan. Memang dapat dikatakan Ibu Sitin

    sebagai istri dari Pak Sakirman memberikan keuntungan pamor yang nyata dari

    kinerja yang dihasilkan oleh Pak Sakirman sebelumnya dlam membangun desa.

    Namun karena regulasi yang mengatur kepemimpinan yang hanya dua kali periode

    saja menyebabkan adanya keterbatasan untuk terus melanjutkan prestasi yang telah

    diraih. Sebagai suami dan istri yang mendapatkan amanat dari masyarakat bukan

    22 Dewi Novirianti, Paralegal dan Akses Perempuan Terhadap Keadilan: Dinamika dan Interaksi

    Hukum Internasional dan Keadilan di Tingkat Lokal, dalam Editor: Sulistyowati Irianto, Hukum yang Bergerak dalam Tinjauan Antropologi Hukum, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009, hlm: 357 - 358

  • 27

    berarti harus mengembangkan politik kerajaan di desa, namun karena murni

    pengabdian bagi desa bagi mereka yang memiliki satu visi bersama.

    Kembali lagi dalam bahasan kita yang pertama, bahwa keadaan

    pemenuhan kebutuhan air pasca erupsi bagi desa Pandansari masih tercukupi karena

    adanya kerja keras serta semangat gotongroyong dari masyarakatnya untuk sama-

    sama mengelola desa. Bukan hanya dari pihak struktur pemimpin namun juga

    masyarakatnya pula.

    Untuk mengalirkan kembali saluran air, TNI dan masyarakat bersama-

    sama memasang pipa-pipa dari tandon sumber air menuju persawahan serta ke

    rumah-rumah warga. Dengan begitu maka aka kebutuhan akan air menjadi

    terpecahkan pasca erupsi. Masyarakat Pandansari tidak kekurangan pasokan air

    bersih setelah program pipanisasi terselesaikan.

    III. 4. SENGKETA DAN UPAYA PENYELESAIANNYA

    Dimana ada masyarakat maka di situlah maka akan timbul konflik.

    Karena kebutuhan setiap orang serta kepentingannya itu berbeda-beda. Sangat susah

    untuk menyatukan banyak pikiran dan banyak kepentingan dari masyarakat desa

    yang jumlahnya lebih dari 4.000 jiwa. Belum lagi tingkat kesadaran dan

    intelektualitas masyarakat desa yang masih tergolong rendah, sehingga egoisme

    tanpa adanya pemikiran dan penalaran yang lebih panjang sangat jarang untuk

    terjadi. Unsur kebudayaan dan kebiasaan dari mayarakat desa yang cenderung masih

    menggunakan otot daripada pikiran kadangkala menjadi suatu kendala sendiri yang

    dihadapi oleh pemuka desa. Terlebih lagi Desa Pandansari memiliki pemuka desa

    seorang Perempuan yaitu Ibu Sitin. Apakah benar-benar seorang pemuka desa yang

  • 28

    diduduki oleh perempuan dapat memperoleh pengakuan serta kepercayaan yang

    sepenuhnya dari masyarakat. Apalagi untuk memecahkan sebuah persoalan atau

    sengketa yang terjadi, bukan hanya antar warga desa sendiri, bahkan antara warga

    desa dengan warga di luar desa juga kerap kali terjadi.

    Sementara dikemukakan dalam teori feminis tentang suara yang berbeda/

    different voice dari Giligan yang kemudian dikembangkan oleh Noddings. Giligan

    menyatakan bahwa laki-laki karena kebebasan otonominya memiliki cara aberpikir

    dan bertindak yang menekankan pada keadilan, kejujuran dan hak/ ethic of justice.

    Sementara perempuan, karena keterlibatannya dan interaksinya, memiliki cara

    berpikir dna bertindak yang menekankan pada keinginan, kebutuhan dan perhatian

    kepada orang tertentu/ ethic of care. Dalam hal ini laki-laki memprioritaskan hak

    individu, otonomi dan netralitas, sedangkan perempuan menolak nilai laki-laki

    tentang objectivitas dan pemisahan persoalan, serta menekankan kepada peduli/ care,

    tanggungjawab dan hubungan efektif. Hal ini membuat resolusi konflik berjalan

    secara berbeda apabila kita mengadopsi nilai yang dihubungkan dengan suara

    perempuan yang lebih didasari pada cara kontekstual dan naratif dengan apabila

    menggunakan cara formal dan abstrak dari laki-laki.3

    Dalam struktur yang dimiliki oleh desa Pandansari ini, memang

    keberadaan sosok Bu Sitin menjadikan peranan yang penting dalam seluruh kegiatan

    desa. Jika dikaitkan dengan teori feminis di atas yang mengtakan bahwa perempuan

    lebih mengandalkan ethic of care memang sangat terlihat jelas. Dalam suatu kasus

    contohnya sengketa pipa air yang terjadi antara pihak PJT dengan warga desa setelah

    erupsi. Dimana Bu Sitin menjadi pihak yang maju mewakili warga desa untuk

    melakukan negoisasi dengan pihak PJT. Terkait masalah pipa saluran air dari tandon

    yang tiba-tiba diputus secara sepihak oleh pihak PJT kemudian di cor menggunakan

    semen, sehingga warga desa tidak memperoleh aliran air. Terjadi ketegangan saat itu

    di kalangan warga. Sekelompok warga yang merasa kepentingannya dirugikan

    menjadi bersikap agresif dan hampir saja anarkis. Namun, sosok Ibu Kepala Desa

    yang lebih mampu mengandalkan perasaan dan kemampuannya untuk memahami

    serta mengerti tentang apa yang diinginkan oleh warga desanya berusaha

    3 Irawati Harsono, Polwan Menegakkan Etika Kepedulian di Tengah Budaya Patriarki, dalam Editor:

    Sulistyowati Irianto, Hukum yang Bergerak dalam Tinjauan Antropologi Hukum, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009, hlm, 139

  • 29

    menampung segala pendapat dan reaksi warganya. Sebelumnya untuk

    mengumpulkan fakta-fakta yang ada, Kepala Desa menugaskan kepada Kapetengan

    untuk menyelidiki kebenaran yang terjadi. Serta berusaha mengamankan dan

    meredam tingkata emosi yang terjadi di dalam warga.

    Pipa air yang diputus dan dicor dengan semen

    Jalan negosiasi yang ditempuh oleh Ibu Sitin ini telah menunjukkan

    peranannya sebagai aktor yang berpengaruh di masyarakat untuk berusaha

    meyelesaikan permasalahan yang ada, walaupun kadangkala status perempuan

    menjadikan dirinya kerap dipandang sebelah mata oleh kalangan tertentu. Namun Ibu

    Sitin terus bergerak maju untuk mencari keadilan serta kepedulian yang tinggi bagi

    warga desanya. Cara penyelesaian snegketa yang ditunjukkan oleh Ibu Sitin ini dapat

    dikategorikan sebagai Alternative Dispute Resolution. ADR adalah salah satu

    mekanisme penyelesaian sengketa nonlitigasi dengan mempertimbangkan segala

    bentuk efisiensinya dan untuk tujuan masa mendatang sekaligus menguntungkan

    bagi pihak yang bersengketa. Negosiasi dan mediasi merupakan bagian dari proses

    penyelesaian sengketa secara kompromi (kooperatif antar pihak) dengan tujuan

    pemecahan masalah bersama.4 Adanya proses ADR ini tampak terlihat bahwasanya

    konflik yang terjadi antara warga desa dengan pihak PJT berusaha diselesaikan

    dengan cara adat dengan dibawa ke pemuka adat (dalam hal ini Kepala Desa).

    Dengan penuh kesadaran yang tinggi sebagai penengah dan pemberi jalan keluar

    4 Rachmad Safaat, Advokasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa : Latar Belakang, Konsep dan

    Implementasinya, Malang : Surya pena Gemilang, 2011, hlm: 81 - 91

  • 30

    terhadap permasalahan yang ada. Ibu Sitin berusaha untuk mendengar dari berbagai

    pihak mengenai permasalahan yang ada. Alasan dari pihak PJT bersikap demikian

    hingga memutus pipa air yang mengalir ke rumah warga dikarenaka aliran air yang

    mengalir ke PJT kerap mati dan keluarnya kecil di musim kepepetan (air mengercil),

    sebab jumlah air lebih banyak mengalir ke rumah-rumah warga. Saling menyadari

    akan adanya kepentingan bersama dalam masalah ini. Dimana pihak PJT

    membutuhkan wilayah desa Pandansari untuk meletakkan aliran pipa-pipa air, serta

    warga juga membutuhkan air untuk kebutuhan sehari-hari. Sehingga jalan keluarnya

    bersama adalah dengan dilakukan negoisiasi, musyawarah bersama dalam mengelola

    sumberdaya alam yang ada sehingga dapat berhasil guna dan bermanfaat bagi banyak

    pihak.

    Orang bernegosiasi dalam situasi yang tidak terhitung jumlahnya ketika

    mereka membutuhkan atau menginginkan sesuatu yang dapat diberikan atau ditahan

    oleh orang/pihak lain bila mereka menginginkan untuk memperoleh kerjasama,

    bantuan atau persetujuan orang lain, atau ingin menyelesaikan atau mengurangi

    persengketaan atau perselisihan. Negosiasi juga digunakan untuk upaya kerjasama

    yang sederhana dan penuh persahabatan dengan yang berjarak dekat.5

    Strategi yang ditunjukkan oleh Ibu Sitin menunjukkan adanya gaya

    berbegosiasi untuk saling bekerjasama dengan melibatkan semua pihak yang

    bersengketa. Pipa air yang mengalir ke Pihak PJT perlu untuk diperbaiki sehingga

    alirannya dapat lancar kembali dan tidak terganggu dengan penggunaan warga. Dan

    perbaikan pipa PJT ini juga harus melibatkan warga desa untuk memperbaikinya

    agar warga dapat melihat keadaan yang sebenarnya serta sebagai upaya timbal balik

    dari warga desa yang juga ikut menggunakan air dari aliran air PJT. Dengan adanya

    upa-upaya penyelesaian sengketa yang ditempuh tersebut telah banyak menunjukkan

    adanya kajian Antropologi hukum yang terjadi di dalam mayarakat adat desa

    Pandansari dalam proses penyeleseaian sengketa pengelolaan air.

    Guna memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat lokal dalam

    pemanfaatan sumberdaya air di satu pihak dan terjaminnya kelestarian dan

    keberlanjutan sumberdaya air di pihak lain, maka diperlukan aturan main dalam

    masyarakat. Aturan main (institutional arrangement) yang berdasarkan keadilan

    5 Ibid, hlm: 93

  • 31

    sosial, itikad baik, dan demokratis. Aturan main ini dipenggaruhi oleh faktor

    ekonomi, sosial, budaya. Sehingga dalam pengaturan dan pengelolaan air yang

    dilakukan di desa Pandansari ini, dibagi menjadi dua. Yaitu sumber air untuk irigasi

    dan sumber air bersih untuk makan, minum, mandi. Aturan mainnya adalah untuk

    sumber air irigasi langsung diambil dari air sawah yang juga sebagian dialirkan

    dengan limbah kandang ternak. Sedangan yang dari tandon sumber air dikelola

    bersama oleh masyarakat secara swadaya. Dan harus saling menjaga kepunyaan

    bersama ini secara baik dan arif demi kemakmuran bersama.

    Pengaturan penyelesaian sengketa yang terjadi dan dipergunakan dalam

    masyarakat adat desa Pandansari dari waktu ke waktu juga akan terus mengalami

    perkembangan. Dalam penanganannya sendiri juga menggunakan cara-cara yang

    perlu untuk disesuaikan dengan keadaan yang ada. Ada sengketa yang sangat perlu

    untuk digali dan pihak petinggi desa harus pro aktif dalam menyelesaikannya apabila

    sengketa tersebut berhubungan langsung dengan kepentingan warga desa secara luas.

    Namun juga ada batas-batas sengketa tertentu yang pada dasarnya tidak perlu untuk

    dicari-cari atau digali terlalu dalam karena menyangkut kepentingan perorangan saja

    serta tidak memberikan dampak yang meluas kepada seluruh warga desa. Selain itu

    segi keprivasian para pihak juga menjadi dasar utama dalama penanganan segketa

    yang ada. Bukan hanya sengketa pengelolaan sumberdaya air saja yang seringkali

    muncul, namun banyak sengketa-sengketa kepentingan lainnya yang terus

    bermunculan seiring dengan dinamisnya kehidupan serta perilaku masyarakat adat.

    Jika dibandingkan dengan upaya penyelesaian sengketa yang telah diatur

    pada Pasal 88 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004, upaya penyelesesaian sengketa

    yang dilakukan oleh Kepala Desa dan masyarakat desa di desa Pandansari sebagai

    upaya penyelesaian sengketa pengelolaan sumberdaya air memiliki kesamaan. (1)

    Penyelesaian sengketa sumberdaya air pada tahap pertama diupayakan berdasarkan

    prinsip musyawarah untuk mufakat; (2) Dalam hal penyelesaian sengketa

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh kesepakatan, para pihak dapat

    menempuh upaya penyelesaian di luar pengadilan atau melalui pengadilan; (3) upaya

    penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

    dilakukan dengan arbitrase atau alternatif penyelesian sengketa sesuai dengan

    peraturan perundang-undangan.

  • 32

    BAB IV

    PENUTUP

    IV. 1. KESIMPULAN

    Desa Pandansari merupakan salah satu desa yang perilaku masyarakatnya

    masih memegang teguh kearifan serta ciri khas nya sendiri. sebagai salah satu desa

    yang terkena dampak secara langsung oleh bencana erupsi gunung kelud pada tahun

    2013. Desa Pandansari termasuk desa yang pemulihan pasca bencana tergolong

    sangat cepat. Pembangunannya cepat dan merata, pemulihan kehidupan ekonomi dan

    sosial masyarakatnya pun sangat terkendali. Meskipun pasca erupsi terdapat

    beberapa hal yang mengalami pergeseran serta perubahan seperti mata pencaharian,

    alokasi dan sumberdaya airnya juga, namun dalam upaya dan cara pengelolaan

    desanya tergolong cukup baik dan teratur. Sumber air yang digunakan oleh

    masayarakat deda Padansari sebagian dari sungai dan mata air yang dibuat menjadi

    tandon-tandon air. Air sungai digunakan untuk irigasi sawah dan pembersihan

    kandang-kandang ternak, sedangkan air tandon mata air digunakan untuk keperlua

    air bersih. Dalam pengelolaanya desa Pandansari mendapatkan bantuan dari berbagai

    pihak seperti pemerintah, LSM, dan swadaya masyarakat desa Pandansari sendiri.

    semangat dan budaya gotongroyong masyarakat desa terus hidup untuk saling

    menjaga, mengelola, dan melestarikan sumber air yang mereka punya sebagai suatu

    anugerah bersama. Pengelolaan sumberdaya air di desa Pandasari menurut perilaku

    masyarakatnya termasuk pengelolaan yang terencana dan pelakasnaannya telah

    bagus dengan metode pengawasan bersama yang efektif. Jika dibandingkan dengan

    Undang-Undang Nmor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan sumberdaya air serta

    Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 sudah termasuk baik.

    Peran kepala pemangku adat dalam hal ini merupakan kepala Desa yang

    diduduki oleh seorang perempuan yaitu Ibu Sitin memberikan efek yang bagus

    terhadap perkembangan desa. Salah satunya tentang pengelolaan sumberdaya air di

    desa Pandansari pasca erupsi lebih baik dan terkendali, perbaikan infrastruktur dan

    jalan. Serta upaya penyelesaian sengketa dengan menggunakan upaya lokal dan khas

    dengan gaya pemecahan solusi yang unik dari seorang pemimpin perempuan.

    Sehingga dapat saling menemukan titik kepuasan masing-masing bagi para bihak

    yang berkepentingan. Teknik penyelesaian sengketa ADR (Alternative Dispute

  • 33

    Resolution) salah satunya adalah metode negosiasi kerap dilakukan oleh Kepala Desa

    Pandansari untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Metode penyelesian

    sengketa yang dilakukan oleh masyarakat desa pandansari melalui peran Kepala

    Desa memiliki kesamaan dengan aturan yang berlaku di dalam Undang-Undang

    Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air.

    IV. 2. SARAN

    Adanya struktur desa yang berjalan dengan sangat baik di Desa

    Pandansari belum menjadi jaminan yang cukup untuk menjamin segi keadilan bagi

    seluruh warga desa. Adanya peraturan perundang-undangan yang baru saat ini yaitu

    Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 yang didalamnya juga pengatur dan mengakui

    adanya otonomi desa seharusnya harus lebih bisa dimanfaatkan dan digunakan lebih

    efektifa bagi desa untuk memajukan desa. Salah satunya adalah dengan dapat

    dibentuknya Peraturan Desa, dengan adanya peraturan-peraturan yang tertulis secara

    jelas tersebut nantinya akan memberikan jaminan hukum yang kuat bagi seluruh

    masyarkat desa.

    Selain itu, tetap mempertahankan segi tradisional memang bagus sebagai

    upaya pelestarian dan menunjukkan segi originalistas. Namun, desa dan

    masyarakatnya juga harus pula mengikuti perkembangan zaman yang ada agar desa

    menjadi tidak terpinggirkan. Diharapkan nantinya desa Pndansari tetap menjadi desa

    tradisional yang wawasannya juga modern oriented. Misalnya dengan mencoba

    untuk selalu membuat rekaman atau bukti-bukti tertulis mengenai segala macam

    bentuk perjanjian serta kesepakatan yang dibuat, sehingga nantinya apabila timbul

    sengketa atau perselisihan dapat memiliki bukti-bukti menukung yang kuat. Karena

    meskipun penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan menggunakan teknk ADR,

    namun kadangkala hal tersebut belumlah cukup dapat selesai sampa di situ selama

    belum ada putusan hukum yang kuat.

  • 34

    DAFTAR PUSTAKA

    DATA BUKU DAN ARTIKEL:

    Anonim. 2014. Jumlah Korban Meninggal 100 jiwa. diakses dari situs berita

    VivaNews pada 20 Januari 2014

    Anonim. 2014. Sekitar 100 Korban Situ Gintung Dinyatakan Hilang. Diakses dari

    situs berita Tempo pada 20 Januari 2014

    Anonim. 2005. Hydroelectric power's dirty secret revealed. Earth Magazine. Edition

    24 February 2005 New Scientist

    Dewi Novirianti. 2009. Paralegal dan Akses Perempuan Terhadap Keadilan:

    Dinamika dan Interaksi Hukum Internasional dan Keadilan di Tingkat

    Lokal, dalam Editor: Sulistyowati Irianto, Hukum yang Bergerak dalam

    Tinjauan Antropologi Hukum, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

    Fearnside, P.M. 1995. Bendungan Hidroelektrik di Amazon Brasil Sebagai Sumber

    untuk Gas Rumah Kaca. Environmental Conservation.

    Irawati Harsono. 2009. Polwan Menegakkan Etika Kepedulian di Tengah Budaya

    Patriarki, dalam Editor: Sulistyowati Irianto, Hukum yang Bergerak

    dalam Tinjauan Antropologi Hukum, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

    Rachmad Safaat. 2011. Advokasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa : Latar

    Belakang, Konsep dan Implementasinya, Malang : Surya pena Gemilang

    Water Release information for The River Tryweryn at the National Whitewater

    centre

    Reservoirs Act 1975 The Reservoirs Act 1975 (UK)

    DATA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:

    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

  • 35

    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air

    Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air

    DATA INTERNET:

    Anonim. 2013. Definisi dan Pengertian Erupsi. (online), (

    http://www.kamusq.com/2013/04/erupsi-adalah-pengertian-dan-

    definisi.html) Diakses pada tanggal 8 November 2014 pukul 08.14

    www.google.com

    www.vivanews.com

  • 36

    LAMPIRAN DAN DOKUMENTASI KEGIATAN

  • 37

  • 38